Serial Tat Mo Cauwsu :
Pendahuluan Trilogi Rajawali:
Lanjutan Sin Tiaw Hiap Lu :
- sin tiauw thian lam lanjutan (sin tiauw hiap lu)
- Pendekar Aneh Seruling Sakti Lanjutan (Anak Rajawali)
- Beruang Salju lanjutan (SinTiauw Thian Lam)
- Anak Rajawali Lanjutan (Beruang Salju)
Seri Kesatria Baju Putih (Lanjutan Trilogi Rajawali)
Cerita Lepas / Non Serial :
"sin tiauw thian lam 16.31. Pencuri Kim-pay Pimpinan Kay-pang! - Setiap
dia tiba di suatu tempat, jika menghadapi suatu urusan yang tidak wajar dan
tidak layak maka Cu Kun Hong turun tangan untuk membelai pihak lemah yang
tertindas. Perlahan-lahan namanya mulai dikenal oleh orang-orang rimba
persilatan.
Begitu juga kepandaiannya telah mengalami banyak kemajuan, karena Cu
Kun Hong sangat rajin sekali melatih diri, sehingga dibandingkan dengan
kepandaiannya yang dulu maka kepandaian Cu Kun Hong yang sekarang berbeda jauh
sekali. Kipas di tangannya yang selalu dibawa dan dipergunakan sebagai senjata
itu, merupakan senjata yang ampuh sekali. Setiap dalam suatu pertempuran Cu Kun
Hong selalu mempergunakan kipasnya sebagai senjata.
Karena Cu Kun Hong telah melatih diri dengan giat sekali, dia melatih
ilmu pukulan dan ilmu pedang yang dirobahnya dengan mempergunakan kipasnya,
maka dari itu, tidak terlalu mengherankan jika dalam waktu delapan tahun, Cu
Kun Hong telah memperoleh kemajuan yang sangat pesat sekali.
Hari ini, secara kebetulan dia lewat di tempat tersebut, dan
menyaksikan pertempuran yang terjadi antara Phang Kui In dengan kedua pengemis
itu, maka dia jadi tertarik untuk bergurau, sengaja dia telah menyanyi dengan
lirik yang menyindir, yaitu lagu ‘dewi’, dan dia telah menghampiri tempat
pertempuran itu.
Semula, ketika Cu Kun Hong mengenali bahwa kedua pengemis itu adalah
dua orang anggota Kay-pang, yang bisa dikenalinya dari tumpukan karung yang ada
di punggung mereka, maka Cu Kun Hong ingin membantui pihak kedua pengemis itu,
untuk melabrak Phang Kui In. Namun setelah mendengar keterangan Yo Him, Cu Kun
Hong jadi berbalik membenci kedua pengemis itu.
Dilihatnya Phang Kui In telah terdesak oleh serangan yang bertubi-tubi
dari kedua lawannya, sedangkan kedua pengemis itu, karena mengandalkan tenaga
berdua, telah melancarkan serangan-serangan yang gencar, menyebabkan Phang Kui
In selalu sibuk untuk mengelakkan diri dari gempuran-gempuran yang bisa
mematikan.
Dalam saat-saat seperti inilah, Cu Kun Hong telah menggumam lagi:
„Sungguh tidak pantas! Dua orang melawan seorang! Sungguh tidak pantas! Sungguh
tidak sedap dilihat pengeroyokan yang tidak tahu malu ini!”
Dan setelah berkata begitu, dengan langkah kaki yang tenang, tampak Cu
Kun Hong telah melangkah menghampiri gelanggang pertempuran. Dia telah
mengeluarkan sedikit tenaganya kipasnya digerakkan untuk mengetuk tangan salah
seorang dari kedua lawan Phang Kui In.
„Tukkkk!” pergelangan tangan si pengemis yang biasa dipanggil toako itu
telah kena diketuknya dengan keras, sehingga suara ketukan tersebut juga
terdengar jelas.
Bahkan pengemis itupun telah mengeluarkan suara jeritan tertahan. Dia
telah melompat mundur dengan gesit sekali, matanya telah mendelik mengawasi Cu
Kun Hong.
„Siapa kau?” bentaknya dengan suara yang galak sekali, „Mengapa usil
mencampuri urusan kami!”
Sedangkan pengemis yang seorangnya lagi juga telah melompat mundur, dia
berdiri disamping kawannya, mengawasi Cu Kun Hong dengan sorot mata yang tajam.
Cu Kun Hong membawa sikap yang sabar dan tersenyum mengejek, dia telah
berkata dengan suara yang perlahan, tetapi diiramakan:
„Aku bukan usil!” katanya, „tetapi justru tadi aku telah mendengar dari
engko kecil itu, bahwa kalian merupakan dua bandit kecil yang tidak tahu malu
dan jahat sekali! Maka dari itu, aku bermaksud iseng-iseng untuk memberikan
didikan agar kelak kalian mengerti akan tata krama kesopanan dan tahu diri!”
Tentu saja perkataan Cu Kun Hong membuat kedua pengemis itu jadi gusar
sekali, keduanya telah berjingkrak dengan marah sekali.
„Jangan marah dulu,” kata Cu Kun Hong dengan suara yang mengejek. „Jika
engkau marah, tentu engkau dengan mudah akan dirubuhkan lawan! Bukankah di
dalam persilatan terdapat suatu pantangan, jika sedang bertanding menghadapi
lawan, pantangan yang terutama sekali adalah tidak boleh mengum¬bar kemarahan
hati. Jika kalian melanggar pantangan itu, niscaya diri kalian sendiri yang
akan menderita kerugian! Tentunya kalian juga telah mengetahui akan pantangan
itu. Bukan?”
Mendengar ejekan Cu Kun Hong yang terakhir, walaupun kedua pengemis itu
me-mang mengetahui akan pantangan itu, namun mereka bukannya berusaha untuk
mengendalikan diri, malah mereka bertambah gusar.
„Katakan namamu, agar kau mampus jangan tidak bernama!” bentak pengemis
yang biasa dipanggil toako itu.
“Hemmm..... namaku?” tanya Cu Kun Hong tenang. „Aku selama tidak pernah
mengganti she dan nama, aku she Cu dan bernama Kun Hong. Dan jika memang kalian
merasakan diri kalian merupakan lelaki sejati sebutkan juga nama kalian, karena
akupun pantang sekali membinasakan manusia kecil yang tidak memiliki nama!”
Muka kedua pengemis itu jadi merah padam, bahkan dengan berang pengemis
‘toako’ itu telah berkata dengan lantang:
„Aku Kim Ji Kay (anak pengemis emas), dan ini adikku Gan Ho Kay.....!”
te¬tapi baru berkata sampai disitu, Kim Jie Kay tampaknya jadi terkejut
sendirinya, karena dia telah terlanjur menyebutkan nama mereka. Keduanya dengan
serentak telah menoleh kepada Yo Him, yang saat itu sedang mengawasi ke arah
mereka dengan bibir tersungging senyuman.
„Bagus, bagus!” kata Cu Kun Hong, „Mari kita main-main sebentar!
Kulihat kalian masing-masing membawa empat helai karung! Itu bukan tingkat yang
rendah! Di dalam Kay-pang, empat karung merupakan empat tingkat, tingkat dari
pangkat kalian, tentunya kalian memiliki kepandaian yang tidak rendah!”
Dan setelah berkata begitu dengan cepat Cu Kun Hong telah mengibaskan
kipasnya, dia bersiap-siap untuk menerima serangan kedua pengemis itu.
„Saudara tunggu dulu!” Kata Phang Kui In yang sejak tadi berdiam diri
saja.
Cu Kun Hong menoleh.
„Engkau ingin mengatakan bahwa kita kebagian seorangnya satu, bukan?”
tanya Cu Kun Hong sambil tertawa. „Tidak usah, tidak perlu menghadapi
anjing-anjing kurap seperti dia ini, mengapa kita harus sungkan-sungkan, biar
aku yang menggebuknya saja, sama dengan ilmu tongkat mereka, ilmu tongkat
penggebuk anjing!”
Mendengar perkataan Cu Kun Hong yang mengandung ejekan dan sikapnya
yang meremehkan mereka, tentu saja telah membuat kedua pengemis itu jadi marah
sekali. Dengan mengeluarkan suara bentakan keras, mereka sudah tidak bisa
mempertahankan diri lagi, keduanya telah melompat dengan gerakan yang gesit
sekali. Dan telah melancarkan gempuran-gempuran yang sangat kuat ke arah Cu Kun
Hong.
Tetapi Cu Kun Hong tetap berdiri tenang di tempatnya, sama sekali dia
tidak memperdulikan serangan-serangan yang dilancarkan oleh kedua lawannya itu.
Kipas yang dicekal di tangan kanannya, telah digerakkan dengan seenaknya, dia
telah menggerakkannya dengan kuat sekali, sehingga angin dari kipas itu
berkesiuran.
Kibasan kipas itu bukan merupakan kibasan biasa saja, kibasan kipas itu
merupakan kibasan yang luar biasa kuatnya, maka tenaga yang menggempur juga
dahsyat bukan main. Maka dalam keadaan demikian, kedua lawannya jadi terkejut,
karena mereka merasakan pergelangan tangan mereka nyeri sekali, seperti
tertusuk ribuan jarum.
"sin tiauw thian lam 16.31. Pencuri Kim-pay Pimpinan Kay-pang! - Setiap
dia tiba di suatu tempat, jika menghadapi suatu urusan yang tidak wajar dan
tidak layak maka Cu Kun Hong turun tangan untuk membelai pihak lemah yang
tertindas. Perlahan-lahan namanya mulai dikenal oleh orang-orang rimba
persilatan.
Begitu juga kepandaiannya telah mengalami banyak kemajuan, karena Cu
Kun Hong sangat rajin sekali melatih diri, sehingga dibandingkan dengan
kepandaiannya yang dulu maka kepandaian Cu Kun Hong yang sekarang berbeda jauh
sekali. Kipas di tangannya yang selalu dibawa dan dipergunakan sebagai senjata
itu, merupakan senjata yang ampuh sekali. Setiap dalam suatu pertempuran Cu Kun
Hong selalu mempergunakan kipasnya sebagai senjata.
Karena Cu Kun Hong telah melatih diri dengan giat sekali, dia melatih
ilmu pukulan dan ilmu pedang yang dirobahnya dengan mempergunakan kipasnya,
maka dari itu, tidak terlalu mengherankan jika dalam waktu delapan tahun, Cu
Kun Hong telah memperoleh kemajuan yang sangat pesat sekali.
Hari ini, secara kebetulan dia lewat di tempat tersebut, dan
menyaksikan pertempuran yang terjadi antara Phang Kui In dengan kedua pengemis
itu, maka dia jadi tertarik untuk bergurau, sengaja dia telah menyanyi dengan
lirik yang menyindir, yaitu lagu ‘dewi’, dan dia telah menghampiri tempat
pertempuran itu.
Semula, ketika Cu Kun Hong mengenali bahwa kedua pengemis itu adalah
dua orang anggota Kay-pang, yang bisa dikenalinya dari tumpukan karung yang ada
di punggung mereka, maka Cu Kun Hong ingin membantui pihak kedua pengemis itu,
untuk melabrak Phang Kui In. Namun setelah mendengar keterangan Yo Him, Cu Kun
Hong jadi berbalik membenci kedua pengemis itu.
Dilihatnya Phang Kui In telah terdesak oleh serangan yang bertubi-tubi
dari kedua lawannya, sedangkan kedua pengemis itu, karena mengandalkan tenaga
berdua, telah melancarkan serangan-serangan yang gencar, menyebabkan Phang Kui
In selalu sibuk untuk mengelakkan diri dari gempuran-gempuran yang bisa
mematikan.
Dalam saat-saat seperti inilah, Cu Kun Hong telah menggumam lagi:
„Sungguh tidak pantas! Dua orang melawan seorang! Sungguh tidak pantas! Sungguh
tidak sedap dilihat pengeroyokan yang tidak tahu malu ini!”
Dan setelah berkata begitu, dengan langkah kaki yang tenang, tampak Cu
Kun Hong telah melangkah menghampiri gelanggang pertempuran. Dia telah
mengeluarkan sedikit tenaganya kipasnya digerakkan untuk mengetuk tangan salah
seorang dari kedua lawan Phang Kui In.
„Tukkkk!” pergelangan tangan si pengemis yang biasa dipanggil toako itu
telah kena diketuknya dengan keras, sehingga suara ketukan tersebut juga
terdengar jelas.
Bahkan pengemis itupun telah mengeluarkan suara jeritan tertahan. Dia
telah melompat mundur dengan gesit sekali, matanya telah mendelik mengawasi Cu
Kun Hong.
„Siapa kau?” bentaknya dengan suara yang galak sekali, „Mengapa usil
mencampuri urusan kami!”
Sedangkan pengemis yang seorangnya lagi juga telah melompat mundur, dia
berdiri disamping kawannya, mengawasi Cu Kun Hong dengan sorot mata yang tajam.
Cu Kun Hong membawa sikap yang sabar dan tersenyum mengejek, dia telah
berkata dengan suara yang perlahan, tetapi diiramakan:
„Aku bukan usil!” katanya, „tetapi justru tadi aku telah mendengar dari
engko kecil itu, bahwa kalian merupakan dua bandit kecil yang tidak tahu malu
dan jahat sekali! Maka dari itu, aku bermaksud iseng-iseng untuk memberikan
didikan agar kelak kalian mengerti akan tata krama kesopanan dan tahu diri!”
Tentu saja perkataan Cu Kun Hong membuat kedua pengemis itu jadi gusar
sekali, keduanya telah berjingkrak dengan marah sekali.
„Jangan marah dulu,” kata Cu Kun Hong dengan suara yang mengejek. „Jika
engkau marah, tentu engkau dengan mudah akan dirubuhkan lawan! Bukankah di
dalam persilatan terdapat suatu pantangan, jika sedang bertanding menghadapi
lawan, pantangan yang terutama sekali adalah tidak boleh mengum¬bar kemarahan
hati. Jika kalian melanggar pantangan itu, niscaya diri kalian sendiri yang
akan menderita kerugian! Tentunya kalian juga telah mengetahui akan pantangan
itu. Bukan?”
Mendengar ejekan Cu Kun Hong yang terakhir, walaupun kedua pengemis itu
me-mang mengetahui akan pantangan itu, namun mereka bukannya berusaha untuk
mengendalikan diri, malah mereka bertambah gusar.
„Katakan namamu, agar kau mampus jangan tidak bernama!” bentak pengemis
yang biasa dipanggil toako itu.
“Hemmm..... namaku?” tanya Cu Kun Hong tenang. „Aku selama tidak pernah
mengganti she dan nama, aku she Cu dan bernama Kun Hong. Dan jika memang kalian
merasakan diri kalian merupakan lelaki sejati sebutkan juga nama kalian, karena
akupun pantang sekali membinasakan manusia kecil yang tidak memiliki nama!”
Muka kedua pengemis itu jadi merah padam, bahkan dengan berang pengemis
‘toako’ itu telah berkata dengan lantang:
„Aku Kim Ji Kay (anak pengemis emas), dan ini adikku Gan Ho Kay.....!”
te¬tapi baru berkata sampai disitu, Kim Jie Kay tampaknya jadi terkejut
sendirinya, karena dia telah terlanjur menyebutkan nama mereka. Keduanya dengan
serentak telah menoleh kepada Yo Him, yang saat itu sedang mengawasi ke arah
mereka dengan bibir tersungging senyuman.
„Bagus, bagus!” kata Cu Kun Hong, „Mari kita main-main sebentar!
Kulihat kalian masing-masing membawa empat helai karung! Itu bukan tingkat yang
rendah! Di dalam Kay-pang, empat karung merupakan empat tingkat, tingkat dari
pangkat kalian, tentunya kalian memiliki kepandaian yang tidak rendah!”
Dan setelah berkata begitu dengan cepat Cu Kun Hong telah mengibaskan
kipasnya, dia bersiap-siap untuk menerima serangan kedua pengemis itu.
„Saudara tunggu dulu!” Kata Phang Kui In yang sejak tadi berdiam diri
saja.
Cu Kun Hong menoleh.
„Engkau ingin mengatakan bahwa kita kebagian seorangnya satu, bukan?”
tanya Cu Kun Hong sambil tertawa. „Tidak usah, tidak perlu menghadapi
anjing-anjing kurap seperti dia ini, mengapa kita harus sungkan-sungkan, biar
aku yang menggebuknya saja, sama dengan ilmu tongkat mereka, ilmu tongkat
penggebuk anjing!”
Mendengar perkataan Cu Kun Hong yang mengandung ejekan dan sikapnya
yang meremehkan mereka, tentu saja telah membuat kedua pengemis itu jadi marah
sekali. Dengan mengeluarkan suara bentakan keras, mereka sudah tidak bisa
mempertahankan diri lagi, keduanya telah melompat dengan gerakan yang gesit
sekali. Dan telah melancarkan gempuran-gempuran yang sangat kuat ke arah Cu Kun
Hong.
Tetapi Cu Kun Hong tetap berdiri tenang di tempatnya, sama sekali dia
tidak memperdulikan serangan-serangan yang dilancarkan oleh kedua lawannya itu.
Kipas yang dicekal di tangan kanannya, telah digerakkan dengan seenaknya, dia
telah menggerakkannya dengan kuat sekali, sehingga angin dari kipas itu
berkesiuran.
Kibasan kipas itu bukan merupakan kibasan biasa saja, kibasan kipas itu
merupakan kibasan yang luar biasa kuatnya, maka tenaga yang menggempur juga
dahsyat bukan main. Maka dalam keadaan demikian, kedua lawannya jadi terkejut,
karena mereka merasakan pergelangan tangan mereka nyeri sekali, seperti
tertusuk ribuan jarum.