Giok Bun Kiam Lu Chapter 9

Chapter 9

SETELAH beberapa waktu berlari, Gokhiol melihat dihadapannya sebuah sungai yang airnya telah membeku jadi es, sesampainya disitu, maka dilihatnya diatas permukaan es itu terdapat bekas2 telapak kaki orang.

Sedangkan disana-sini masih tertinggal tetesan darah segar yang sangat menyolok sekali! Buru2 ia memberi isyarat kepada pengikut2nya untuk datang ketempat sungai itu.

"Celaka," seru Im Hian Hong Kie-su, setelah melihat bekas2 dipermukaan es itu, "Kalau begitu jahanam itu belum mati. Darah itu menunjukkan bahwa ia hanya terluka." Tiba2 Wanyen Hong, berseru tertahan, perasaan kaget membayang dimukanya. "Hei! Disini ada dua macam telapak kaki!" teriaknya.

Belum Im Hian Hong kie-su menjawab, atau Liu Bie berseru : "Lekas tengok kemari!" Dengan berbareng mereka menoleh ketempat yang ditunjukkan oleh Liu Bie. Tampak seperti rambut dari senjata Hoed Tim yang tersebar diatas salju.

"Iih, inilah rambut senjata Thian-cin Hoed!" ujar Wanyen Hong dengan suara lirih.

"Baiklah kita kejar" kata sipenunggu Puncak Gunung Maut. Rupanya barusan Gorisan telah bertempur dengan orang ditempat ini. Kukira ia belum begitu jauh perginya!" Gokhiol memimpin jalan menyusuri sungai es itu.

Mo-thian Nia dikelilingi gunung2 yang jalan2nya berliku2 sukar dilewati. Tatkala mereka sampai dimulut lembah, terdengarlah seperti ada ombak air yang memukul pantai. Disana ada orang yang sedang bertempur! Berenam mereka memanjat ketempat yang agak tinggi, dan nampaklah tidak seberapa jauh ...... seorang pendeta tua berjubah putih sedang mengejar Gorisan sambil ber-tubi2 mengirim pukulan. Pukulan itu hebat sekali! Meskipun Gorisan pincang sebelah kakinya, tapi kegesitannya tak beda seperti biasa saat ia dalam keadaan sehat. Pendeta itu memukul dengan kedua telapak tangannya dibarengi suara menggelegar keras yang membisingkan kuping. Badan Gorisan ber-goyang2 kena angin pukulan2 tersebut. Untuk menghindarkan diri, terpaksa ia berjumpalitan melarikan diri.

Hay Yan sangat awas, segera dikenalinya siapa Pendeta tua itu.

"Tak salah" ujarnya. "Pendeta itu Hian Cin Cu dari gunung Ciong Lam San. Dialah orangnya yang suhu suruh aku menyampaikan surat kepadanya." "Kau benar" ujar Wanyen Hong. "marilah kita bantu Totiang!" Berbareng mereka turun ketempat orang sedang bertempur. Tiba2 Gorisan berhenti berlari dengan ditangannya terhunus sebilah pedang. "Jahanam!" teriak puteri Negeri Kim, "jangan kau lari!" Wanyen Hong memotong jalanan Orang dan dengan pedang Mo-Hwee Kiam ia menyerang, sinar berkilauan menyambar. Gorisan tak menganggap remeh akan kelihayan pedang sang Puter. Segera ia berjongkok dan mengibaskan tangannya.

Maka segumpalan angin menyapu batu2 kearah Wanyen Hong! Wanyen Hong berkelit, tiba2 dari belakang Im Hian Hong Kie-su memburu datang, dengan bajunya dikibaskan, sehingga batu2 beterbangan dan berjatuhan kembali ketanah. Saat itu Hian Cin-cu melompat keudara seraya membentak "Hei, murid murtad! Bila kau masih mencoba kabur, akan kuambil jiwamu dengan Hwee-liong Piau.!" Tadi Hian Cin-cn baru datang dibawah gunung.

Didengarnya suara orang berteriak jatuh terguling dari atas.

Ketika diawasinya orang itu, ternyata dandanannya sebagai imam. Diam2 Hian Cin-cu merasa heran. Buru2 ia bersembunyi dibalik batu, dilihatnya pada kaki orang masih tertancap sebilah pedang, sedangkan darah segar mengalir terus dari lukanya.

Begitulah setibanya dibawah, imam itu menyembunyikan diri dibalik gundukan batu2. Setelah Hian Cin-cu mengawasi orang itu lebih tegas, hatinya menjadi terkejut! Orang itu menyingkapkan kedoknya, hingga tampak wajah aslinya yang sangat menyeramkan.

Kiranya orang itu bukan lain adalah ... Gorisan adik seperguruannya.

Mengingat surat Wanyen Hong yang telah minta pertolongan kepadanya untuk menyelidiki asal-usul Wan Hwi Sian, kini tak dinyana bahwa manusia yang mencemarkan nama baik murid turunan ketiga dari Hwee Liong Pay adalah ... simurid murtad itu! Begitulah Hian Cin-cu melangkah kedepan seraya menegur: "Gorisan Su-tee, apa kau masih mengenali aku" Benar saja siiblis masih mengenali saudara seperguruannya, maka iapun berkata dengan semangat : "Su-heng, lekas tolonglah aku. Gak Hong telah melukai aku dan ia hendak menurunkan tangan jahat! "Gak Hong sudah lama mengasingkan dirinya di JieLiong San. Selama duapuluh tahun ia tak pernah turun gunung. Sekarang ia muncul kembali. Tentunya kau yang telah menyerang dia dahulu. Kalau tidak, bagaimana ia bisa melontarkan kau kedalam jurang?" Gorisan mengambil kesempatan orang tengah Iengah tiba2 bagaikan kilat ia lompat maju. Dengan tipu Cin-Hong Tiam-Hiat atau ilrmu totok jalan darah pengejar angin dari It Yang Cie atau yang disebut juga Telunjuk positip, ia menyerang Hian Cin-cu! Hian Cin-cu tiba2 merasakan jidatnya seperti ditusuk.

Matanya menjadi kabur dan semangatnya lenyap. Tapi iapun bukan sembarang orang, buru2 dipusatkan hawa murninya ke Tantian dan mengusir hawa jahat keluar dari tubuhnya. Dengan sendirinya pintu pembuluh darahnya terbuka pula dan darahnya rmengalir seperti biasa pula.

Begitu juga semangatnya kembali pula.

Setelah mengetahui bahwa dirinya diserang secara licik oleh Gorisan, iapun menjadi gusar sekali : "Aku takkan mengampuni kau, jahanam!" Tapi selagi orang baru pulih semangatnya, siiblis menggunakan kesempatan untuk kabur! Hian Cin-cu adalah Ciang bun-jin dari partai Hwee Liong Pay. Kepandaiannya maupun kekuatan bathinnya telah terlatih dengan sempurna. Dengan ilmu "Cu-Hong Pak-Heng" atau ilmu-ringan-mengejar-angin-menangkap-bayangan, ia lari mengejar.

"Hai, murid murtad! Kau mau lari kemana?" Hian Cin cu mengeluarkan kebutannya dan menyapu tubuh Gorisan. Begitu kena pukulan itu siiblis sempoyongan dan untuk menghindarkan mara bahaya, ia berjumpalitan untuk terus kabur! Hian Tiin-cn terus mengejarnya. Kini bulu2 kebutannya menjadi keras bagaikan duri kawat. la mencelat keatas udara dan menyerang dengan hebatnya.

Dalam keadaan krisis ini, Gorisan sempat menggunakan tipu Tiat-Chin Tau atau Sarung-tangan-besi yang menyengkeram laksana kilat menyambar. Ilmu tersebut dapat digunakan untuk merampas senjata tajam dari lawan tanpa ada bahayanya untuk terluka.

Benar saja kebutan Hian Cin-cu dapat terjambret hingga bulu2-nya...... tercabut! Sesaat kemudian hanya tangkainya saja yang tertinggal ditangan Ciang-bun-jin Hwee Liong Pay.

Hian Cin-cu sudah dua puluh tahun lamanya tidak bertemu dengan Gorisan, sehingga ia tidak tahu sampai ditingkat mana orang itu mencapai kepandaian ilmu silatnya. Maka ia berlaku sebat, tidak berani lengah. Buru2 ia keluaran pukulan geledeknya yang disebut Lui-cun-cong, yang telah diyakinkan selama selama dua puluh tahun lamanya. Kedua telapak tangannya dirangkapkan menjadi satu dan dengan cepat bagaikan kilat ia hantamkan pada lawannya ...dan sampai mengeluarkan suara mengguntur memecahkan kesunyian dilembah gunung. Bulu2 yang sudah berada didepan matanya segera beterbangan dan jatuh ketanah. Melihat kepandaian orang yang demikian hebatnya, diam2 Gorisan menjadi keder yuga. Maka satu2nya jalan yang aman adalah ........ kabur.

Tapi Hian Cin-cu tidak tinggal diam, iapun segera mengejar dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh yang istemewa yaitu "Berjalan-diatas-salju tanpa- meninggalkan-bekas" Pada saat itulah rombongan Im Hian Hong Kie-su tiba, dan berenam mereka berjajar menutupi mulut lembah.

Gorisan benar2 dibuat kewalahan, didepannya ada orang menghadang, sedang dibelakangnya ada Ciang-bun-jin Hwee Liong Pay tengah mengejarnya! Begitulah setelah Gorisan berhasil menyampok pedang Wanyen Hong, ia sudah dapat memperhitungkan bahwa diantara musuhnya yang keenam orang itu, Tai-tailah yang kepandaiannya masih paling rendah. Selain itu iapun menaruh dendam kepada sitolol itu yang telah munusuk kakinya tadi.

Para pendekar bertempur mati2-an melawan Gorisan, "iblis yang menjadi biang kerok" dari segala kekacauan.

Dilihatnya Hian cin-cu sudah mendekatinya, maka iapun segera merogoh kantongnya. Tampaklah ditangannya segenggam Kiu-cu Lui-Seng yang sangat beracun. lapun berpura2 melemparkannya kearah Wanyen Hong sambil membentak : "Perempuan iblis, sambutlah senjataku!" Diluar dugaan mereka mendadak siiblis berbalik menimpukan senjata2 rahasianya kearah Tai-tai! Liu Bie terperanjat, sedangkan sitolol dalam keadaan maut itu masih bertanya : "Gorisan, kau hendak bermain apa" "Aku hendak mencabut nyawamu" Pada detik itu juga Tai-tai membuka baju luarnya.

Tampaklah cahaya putih memancar dari dadanya dan dalam sekejap mata saja Kiu-cu Lui-seng jatuh di tanah! Sebaliknya Gorisan yang berpikir bahwa sitolol akan roboh, segera lompat menubruk. Pasti aku dapat meloloskan diri pikirnya dengan girang.

Tapi tiba2 matanya silau dan tak dapat melihat apa2 Sedangkan Tai-tai sendiri melihat ancaman dihapannya tanpa ayal menjatuhkan diri dengan gerakan "merebah diatas es" sambil menangkap ikan". Dengan sendirinya Gorisan menubruk tempat kosong. Kini Tai-tai tidak tolol lagi. Begitu melihat kesempatan baik, ia menyapu dengan kakinya sekuat tenaga sehigga musuhnya terpental diudara.

kiranya Wanyen Hong sudah menduga bahwa Gorisan akan menurunkan tangan jahatnya terhadap Tai-tai. Maka dengan diam2 ia telah berikan mutiara ajaib Ya Kong Cu kepadanya. Tak heranlah Gorisan jatuh ditangan sitolol! Hian Cin-cu berlari datang, tubuh Gorisan diinjaknya.

Kaki Ciang-bun Jin itu seolah2 seperti gunung beratnya! Pendekar2 lain2nya sudah ikut maju dan berdiri mengurung. Mati kutulah siiblis! Gokhiol dan Wanyen Hong tanpa ayal lagi mengangkat pedangnya, untuk -memberi tikaman terakhir. Gokhiol hendak membalas sakit hati ayahnya, sedangkan Wanyen Hong hendak membaIas sakit hatinya berhubung kesuciannya telah dicemarkan. Tapi belum lagi pedang2 mereka menemui sasaran atau Hian Cin cu sudah menahan pedang mereka berdua dengan gagang hudtimnya, seraya berseru dengan suara yang halus : "Harap jie-wie sabar. Perkenankanlah aku untuk berkata sepatah kata dua kata dahulu".

Kemudian dengan gagang hudtimnya sipendeta menotok pundak Gorisan yang lantas saja berteriak kesakitan. Siiblis pun jatuh pingsan! Wanyen Hong yang masih penasaran hatinya menjadi mendongkol, "Hian Cin Su-siok, dengan kematiannya bagaiman inipun belum cukup untuk menebus dosanya.

Kenapa masih harus dikasihani?" "Apa yang Kongcu katakan memang benar." Jawab Hian Cin-cu, "Pinto teringat akan kematiannya Tio Hoan su-tit yang meninggal secara aneh. Biarkan untuk sementara Gorisan kubawa hidup-hidup ke Ciong lam San untuk diselidiki dan mengorek keterangan dari padanya. Setelah itu barulah kita akan mengambil jiwanya." Selesai menjelaskan, pendeta itu menoleh pada Gokhiol seraya katanya pula : "Peng-jie, aku masih ingat pada tujuh belas tahun yang lampau ibumu telah menyuruh orang mengirim surat untukku. Dalam surat itu diterangkan tentang rencana untuk memindahkan jenazah ayahmu.

Tapi setelah lewat dua hari, sedang upacara pemindahan belum dilangsungkan, jenazah ayahmu telah Ienyap! Dan hal ini sampai saat ini masih menjadi tanda tanda tanya dalam ingatanku. Itulah sebabnya aku ingin bawa Gorisan kembali untuk mengorek keterangan darinya. Kaupun tak perlu terburu-buru membunuh dia dengan maksud untuk membalas dendam." IM Hian Hong Kie-su sudah dapat mengerti dengan jelas akan maksud Hian Cin-cu. Bahwa Gorisan dahulunya adalah murid dari Bu Tong Pay, kemudian ia kabur ke See-hek dan menceburkan diri sebagai murid baru Hwee Liong Pay. Sebab itulah sebelum perihal ini menjadi jelas, Hian Cin-cu tak menginginkan Gorisan mati dalam tangannya sendiri dan akibatnya akan timbul salah pengertian dan rasa permusuhan antara partai Bu Tong Pay dan Hwee Liong Pay. "Apa yang To-tiang katakan adalah tepat," ujar Si Penunggu Puncak Gunung Maut. "Dan aku yakin bahwa Wanyen Hong dan Tio Peng tit-jie maklum adanya. Tentu mereka akan menyetujui segala maksud To-tiang hanya ... " "Kie-su masih ada pendapat yang lain?" Tanya Hian Cin-cu dengan mengernyitkan keningnya.

"Aku yang rendah tak berani memberi pendapat lain." jawab Im Hian Hong Kie-su. "Tapi ingin kuberitahu bahwa Gorisan ini banyak akal-bulusnya. Bila To-tiang hendak membawa pulang ke Ciong lam San. baiknya terlebih dahulu seluruh kepandaian orang ini dimusaahkan sehingga ia tak dapat melarikan diri lagi." Im Hian Hong Kie-su, bermaksud baik, tetapi oleh Hian Cin-cu telah salah diterima, sehingga yang terakhir ini merasa tersinggung. Lagi pula pada dua puluh tahun yang lampau, Im Hian Hong Kie-su telah mengalahkan tokoh-tokoh dari tujuh partai persilatan yang ternama dalam suatu pie-bu. diantaranya adalah...." Hian Cin cu sendiri. Jadi menurut sangkaannya, Im Hian Hong Kie-su bermaksud sengacja mengejek orang bahwa dirinya tak mampu menguasai Gorisan. Segera Hian Cin-cu menjawab dengan nada kurang senang : "Pinto mempunyai rencana tersendiri, maka bila ia dapat kabur, akan kutebus dengan nyawaku sendiri. " Im Hian Hong Kie-su yang tahu bahwa orang telah salah tangkap maksudnya, maka iapun diam tidak berkata apa-apa lagi. Tapi Sebaliknya Tai-tai yang lancang mulutnya segera nyeletuk : "To-tiang, apa kau berani jamin yang si iblis ini tidak bakalan kabur" Bukankah barusan bulu-bulu hudtim To-tiang telah kena dicabut sampai gundul!" Wajahnya Hian Cin-cu berubah merah mendengar sindiran halusnya Tai-tai, "Aku kurung dia dibawah tmenara yang berlapiskan baja sembilan lembar, sedangkan kaki-tangannya akan kuborgol dengan rantai. Selain itu pintu masuk kurapatkan dengan cairan besi panas! Bukankah dengan demikian kau akan merasa puas?" Mengingat gurunya masih mempunyai hubungan baik dengan Hian Cin-cu, maka Wanyen Hong menarik lengan baju Tai-tai. "Susiok, tempo hari siawtit pernah minta pertolongan untuk menyelidiki hal ikhwal Wan Hwi San. Tak dinyana bahwa orang itu adalah saudara misanku sendiri Gorisan.

Dengan ini siauwtit ingin bertanya, dia itu mempunyai sangkut paut apa dengan Hwee Liong Pay?" Hian cin-cu mulai reda marahnya.

"Sebenarnya asal usulnya Kongcu lebih mengetahi jelas, sebab dia adalah saudara misanmu. Dan sedari kecil dia telah berguru pada Bu-Tong Pay. Juga boleh dikatakan dengan Tio Hoan pun dia masih terhitung saudara seperguruan. Aku masih ingat tatkala Gorisan kembali kenegeri Kim, ia telah mencuri sejilid kitab See-Hok Bu-Cong, yaitu kitab sumber keilmuan dari dari daerah Barat yang disimpan didalam menara".

"Kitab itu dari Hoat Lian dijaman dinasty Tong, yang telah menyalinnya dari negeri Hindustan. Huruf Cong berarti aliran atau partai. Sedangkan dalam kitab itu terisi sumber2 ilmu silat dari segala aliran partai. Adapun kitab itu dianggapnya kurang penting, maka waktu itu dia tidak mengadakan penyelidikan. Sebaliknya dia mengandung akal busuk, yaitu hendak mencuri kitab aneh Ku Bok Kie-su dari gurumu Tiang Pek Lo-nie, tapi untunglah tidak berhasil. Maka ia pura2 mengambil alasan untuk menyerang kota Tong kwan. Disana iapun telah berpura2 gugur dalam pertempuran. Tapi diam2 ia melarikan diri kedaerah Barat untuk berguru kepada orang2 aneh yang berkepandaian tinggi. Sebab itulah sepak terjangnya dikemudian hari tak seorangpun yang mengetahuinya" Wanyen Hong mengerutkan keningnya : Pada waktu itu seluruh warga istana negara Kim menyangka bahwa Gorisan telah gugur dalam peperangan.

Siauwtitpun takkan berpikir dikemudian hari bahwa Wan Hwi Sian itu adalah dia! Tujubelas tahun lamanya aku gila mencari-cari orang yang telah mencelakakan diriku. Untung Im Hian Hong Kie-su telah berhasil menyingkap kedok rahasia iblis itu!" Lewat beberapa saat Hian Cin-cu tak berkata lagi" Akhirnya ia mohon diri kepada para pendekar. Gorisan diborgolnya, lalu didukungnya pergi. Sekejap mata saja ia telah menyelinap hilang diantara bukit2.

Setelah itu Kim Gan Bie Liu Bie memberi hormat pada kakak seperguruannya Wanyen Hong. Lantas dikeluarkannya dari dalam sakunya sepucuk surat dari gurunya untuk disampaikan, kepada sang putri.

Dalam surat itu diberitahukan bahwa setelah delapan belas tahun gurunya telah berhasil menyakinkan ilmu Kimkong Put-hway Kang dari ajaran Buddha.

Selain itu dipesankan agar sang putri segera kembali kenegeri Kim. Disana ia harus memulihkan hubungan dengan negeri Song di Tiong-goan, Dan bersama melawan.... bangsa Monggol! Segera setelah Wanyen Hong membaca itu, disimpannya kedalam sakunya. la kuatir kalau2 rahasianya akan diketahui oleh Gokhiol yang berdiri dekatnya.

Liu Bie yang sedari tadi memperhatikan sikap Wanyen Hong, merasa kagum dalam hatinya. Sang puteri ini sudah lewat empat puluh tahun usianya, namun parasnya tetap elok dan ayu. Bahkan kelakuannya seperti masih gadis remaja.

"Su-cie," ujar Liu Bie sambil tertawa. "Sungguh mujarab obat pengawet muda yang kau telan itu. Katanya kalu sucie sekali tidur, lamanya kurang lebih tigapuluh hari. Tapi bagi sucie rasanya seperti satu malam saja. Pantaslah selama tujuhbelas tahun ini sedikitpun tak ada perobahan. Su-cie tetap muda belia " Sang puteri tersenyum kecil, tapi mendadak timbul rasa ngantuknya.

"Wah celaka!" jeritnya dengan kaget, "aku harus tidur, bagaimana baiknya sekarang?" Suhu!" tiba2 Hay Yan berseru, "hampir2 muridmu lupa, untung obat pemunah ngantuk ini tidak hilang! Hay Yan mengeluarkan sehelai saputangan terbungkus.

Ketika dibuka, didalamnya terdapat sebutir obat pulung yang harum baunya.

Obat ini adalah pemberian dari Hian Cin-cu, tatkala sigadis menghantarkan surat ke gunung Ciong-Lam San.

Wanyen Hong segera menelan pil itu. la berkata sambil berguyon : "Aku belum tahu apakah obat ini dapat membuat aku hidup sampaikan dunia kiamat." Gokhiol yang kini merasa simpatik pada puteri negeri Kim, mengulum senyumnya : "Hari sudah hampir gelap, baiklah kita kembali ke Leng Wan Koan untuk bermalam disana. Besok pagi baru kita lanjutkan perjalanan." Ujarnya seraya memandang keatas.

"Tio koko kini berlagak menjadi tuan rumah." Hay Yan memotong sambil tertawa, "Benar-benar ini apa yang dikatakan pepatah : Si harimau pergi, si rase jadi raja! Wan Hwi Sian berlalu, kini koko yang menggantikan singasananya. Ha!...Ha...! Ha...!" Wanyen Hong yang mendengar Hay Yan berguyon dengan Gokhiol, lalu meletakkan sepasang matanya yang indah dan berkata : "Bila pada suatu hari Peng-jie berhasil duduk diatas kursi kerajaannya, apakah kau mau dijadikan selirnya?" tanyanya dengan tersenyum manis Memang Wanyen Hong tidak menaruh dendam terhadap Gokhiol tapi karena pemuda kita mengakui Jenderal Tuli. Panglima Angkatan Perang Monggolia sebagai ayah angkatnya, ia menjadi kuatir. Sebab pikirnya dikemudian hari Gokhiol tentu akan menyumbangkan jiwa-raganya kepada fihak Monggol, fihak musuhnya! Kini tak disangkanya bahwa puterinya sendiri, Hay Yan telah berhubungan akrab dengan Gokhiol. Itulah sebabnya mengapa ia sampai mengluarkan kata-kata yang mengejek.

Disamping itu kebanyakan sifat wanita tak terkecuali Wanyen Hong berpemandangan cupat. Wanyen. Hong menganggap bahwa Lok Gok dahulu telah merampas kekasihnya Tio Hoan Yang mengawininya. Karena itu yuga dalam hatinya timbul rasa cemburu, untuk kemudian menjadi dendam! Mendengar ajakkan Wanyen Hong ini, Hay Yan jadi kemalu2-an. la menundukkan kepalanya dan tidak berani mengatakan apa-apa lagi. Sebaliknya Gokhiol merasa kurang senang dan dengan suara dingin ia berkata, "Aku bukannya turunan bangsawan dan juga bukan seorang pangeran. Namun sekalipun aku menjadi raja, Hay Yan akan menjadi permaisuriku, bukannya selir!" "Kau bukannya turunan bangsawan?" tanya Wanyen Hong dengan cukup dingin pula, "Kau adalah anak Jenderal Tuli yang agung dari Monggolia. Disamping itupun kau adalah turunan pangeran dari kerajaan Song, tapi siapa saugka kau telah mengangkat musuh ...." Im Hian Hong Kie-su tahu bahwa sang puteri hendak mengatakan "mengangkat musuh sebagai ayahmu". Diam-diam ia melirik kearah pemuda kita yang air mukanya telah berubah menjadi merah padam. Maka lekas2 ia berkata : "Saudara-saudara, hari sudah malam. Bila kalian ingin bersenda gurau, sebaiknya diadakan didalam kuil saja." Liu Bie adalah seorang gadis yang cerdik, melihat gelagat kurang baik ini, segera menarik tangannya Wanyen Hong seraya membisik dengan perlahan, "Su-ci, mari kita kembali ke Leng Wan Koan. Aku masih ada omongan yang hendak dikatakan padamu." katanya.

"Peng-ji" ujar Im Hian Hong Kie su, "Kau adalah tuan rumah, baiklah kau pimpin kami." Berenam mereka lalu kembali ke Leng Wan Koan.

Sampai disana, Gokhiol bersama Hay Yan pergi kedapur.

Tampak diatas anglo mengepul asap yang menyebarkan bau harum. Begitu Hay Yan mengangkat tutup panci, maka dilihatnya daging menjangan yang hampir matang.

Disamping anglo terdapat sepanci bak-pauw, seguci arak.

Mereka jadi girang sekali.

"Inilah hidangan yang telah disediakan oleg Ang-bian Kim-Kong untuk menjamu Gorisan. Kini mari kita makan saja hidangan yang lezat ini, "berkata Gokhiol dengan tersenyum.

Setelah melihat disekitar tempat itu tiada orang lain Hay Yan lalu memandang pemuda kita dengan penuh arti serta sungguh2.

"Koko, tadi ibuku telah mengucapkan kata2 yang kurang enak didengarnya. Aku harap kau jangan menjadi kecil hati. Janganlah kau ladeni dia berdebat yang tak ada gunanya," kata Hay Yan dengan nada yang memohon dimaafkan.

"Sebagai ibumu, tak semestinya ia menyakiti hatimu.

Gokhiol menjawab dengan adem.

"Aku tahu, ibuku selamanya membenci orang Monggol.

Dia kurang senang melihat kau sebagai anak angkatnya Jendral Tuli. Maka bagaimana kalau mulai sekarang kau gunakan nama pemberian ayahmu?" kata Hay Yan.

Gokhiol tidak menyahut dan tiba2 dari luar terdengar suara orang berkata, "Sio-cia, dia busuk hatinya. Dia pakai nama Gokhiol sedangkan nama sebenarnya adalah Tio Peng. Tapi, eh!... ah!..., dia..... dia cinta padmu, Sio-cia." Kedua muda-mudi itu terkejut, dengan cepat mereka menoleh asal suara itu dan tampak Tai-tai sedang menyemat bak-pauw dari luar jendela yang lantas saja disesapkan kedalam mulutnya.

"Tai-tai!" bentak Hay Yan dengan muka yang merah, "Kembali kau mencuri! Lekas bantukan aku menyediakan barang santapan." "Ah, aku mengganggu kalian saja, jawabnya sambil memainkan matanya.

---oo0dw0oo---

MALAM itu ke-enam pendekar makan-minum dipendopo, sedangkan pembicaraan mereka berkisar tentang Tai-tai yang telah menyumbangkan jasanya yang patut dihargai.

"Dikemudian hari Tai-tai akan menjadi pendekar wanita besar" kata Im Hian Hong Kie-su, "Tetapi sayang......" la, batalkan niatnya yang ingin mengatakan bahwa Tai-tai itu seorang agak tolol sedikit. Sedangkan Tai-tai yang mendengar orang ramai memuji dirinya, ia mencibirkan bibirnya saja.

Melihat kelakuan Tai-tai yang lucu itu, para pendekar jadi tertawa dengan ramainya, tetapi sekonyong-konyong Wanyen Hong mengucurkan air mata. "Itulah semua karena salahku. Sedangkan sekarang sudah terlambat." katanya dengan terisak-isak.

Im Hian Hong Kie-su samar-samar dapat menerka bahwa kata2 sang puteri mengandung sesuatu yang tersembunyi, maka ia bertanya, "Kong-cu, apakah gerangan maksud perkataanmu itu ?" "Dulu ketika Tai-tai dilahirkan, bakatnya kecerdasannya melebihi dari anak kecil lainnya." menerangkan Wanyen Hong, "Maka karena aku merasa takut kalau2 kelak ia sudah besar, rahasiaku akan menjadi bocor oleh-nya tanpa sengaja. Oleh sebab takut dengan hal itu, aku telah berunding dengan Hay An Peng, ayahnya Tai-tai. Hasil perundingan itu ialah : Kami menutup urat syarafnya Tai-tai dibagian jalan darah Leng-su-hiat, yaitu jalan darah kecerdasannya. itulah sebabnya mengapa Tai-tai tampaknya jadi ketolol tololan, aku sungguh berdosa, aku sungguh berdosa..... " "Su-ci." memotong Liu-Bie dengan cepat, "Mengapa kau tidak pulihkan kembali jalan darahnya?" "Itu memang telah aku lakukan beberapa kali," sahut Wanyen Hong, "Namun selalu tidak berhasil. " "Bila Kong-cu tidak merasa keberatan." berkata Im Hian Hong Kie-su, "Baiklah kini aku akan mencoba untuk membuka jalan darahnya yang telah tertutup itu, tapi entah bagaimana dengan hasilnya, ini terserah pada Thian yang maha kuasa saja....." Mendengar ini Wanyen Hong menjadi girang, tergesagesa ia menghaturkan terima kasihnya pada Pendekar Si Penunggu Puncak Gunung Maut itu.

Kiranya usaha yang mulia dari Im Hian Hong Kie-su berhasil dengan sempurna. Bila dikemudian hari kita berjumpa pula dengan Tai-tai, maka sikapnya telah berobah seperti gadis remaja biasa saja.

Pada malam harinya Gokhiol tidur didalam kamarnya, Ketika ia hendak pulas, tiba-tiba terdengar ada suara orang memanggil namanya. la membuka matanya dan melihat kearah jendela. Pemuda kita masih ingat ketika tahun yang lalu Tai-tai pernah muncul dijendela itu dan melontarkan Pil Hwee Wan kedalam mulutnya. Dan berkat obat mustajab itu kepandaiannya sampai tidak menjadi musnah oleh perbuatan Gorisan. Begitulah Gokhiol menyangka bahw a Tai-tailah yang datang menjenguknya pula. la bangkit berdiri dan mememasang lilin diatas meja.

"Gie koko, akulah yang datang menjengukmu." Terdengar suara dari arah jendela.

Bagaikan kilat Gokhiol mencelat kearah jendela, sebab ia mengenali bahwa itulah suara adik angkatnya Pato, ia menjadi heran, maka dengan suara hampir berbisik ia berkata : "Adikku bagaimana kau bisa sampai kesini?" Pato tonjolkan kepalanya dari luar jendela, "Ada sesuatu urusan yang sangat penting, ibumu telah menyuruhku datang mencari kau." ia berkata sambil melompati jendela untuk masuk kedalam kamarnya Gokhiol. Kedua saudara ini yang telah lama tidak bertemu lalu saling rangkul dengan mesranya.

"Gie koko," bisik Pato, "Im Hian Hong Kie-su sangat lihay sekali kepandaiannya, maka kau jangan keras2 bicara." "Bagaimana kau tahu bahwa mereka berada disini ?" tanya Gokhiol dengan keheranan.

"Baiklah kuterangkan padamu." jawab pangeran Monggol ini, "Pada tahun yang lalu, aku pernah turut Yalut Sang untuk menyambangi Im Hian Hong Kie-su. Dia telah membantu Wanyen Hong dan kau untuk menyingkapkan tabir rahasia Gorisan. Hal ini telah kuketahui semuanya." "Rupanya kau telak mengetahui seluruhnya. Hanya sayang aku belum sempat membalas sakit hatiku!" jawab Gokhiol.

"Siapa suruh kalian ditipu oleh Hian Cin-cu" Gie koko, kau sekarang juga mesti turut aku pulang ke Holim. " "Ada urusan apa?" tanya Gokhiol dengan kaget.

"Kha-khan yang agung telah jatuh sakit, para tabib tak berdaya untuk berbuat apa-apa lagi. Kini keluarga didalam istana telah bersepakat untuk mengangkat ayah kita sebagai gantinya. Tapi Tiohodai dan Bee-cin Onghouw Cin-sie tak menyetujuinya dan secara diam2 bersepakat pula untuk mengangkat puteranya yang bernama Kubisu. Sebaliknya mereka merasa jeri terhadap putera2 ayah yang berjumlah tujuh itu ....." "Eh! Gie-hoe hanya berputera enam orang, kenapa kau katakan ada tujuh?" menanya Gokhiol dengan heran.

"Apa kau bukannya putera ayahku?" berkata Pato dengan bangga, "Rupanya kau masih belum tahu bahwa sejak kau meninggalkan Holim, ayahku telah mengumumkan dihadapan para tetua istana bahwa kau bukannya anak-angkatnya lagi. Melainkan anak kandungnya sendiri. Sudahlah, sekarang jangan kau tanyakan lagi yang melit-meIit padaku. Baiklah kau dengarkan penuturanku yang penting ini." Berbagai perasaan berkecamuk didalam benaknya Gokhiol, ketika ia mendengar yang saudara angkatnya bakal menuturkan suatu hal yang penting sekali baginya.

"Ong-hauw merasa takut kepada kita bersaudara, Sepuluh hari yang lalu ia telah memanggil kami urtuk datang menghadap, tapi ini kiranya adalah suatu jebakan saja dan.... kami kena dikurung. Lima saudara kita kena ditawan, yang berhasil melarikan, diri hanyalah aku seorang saja. Disepanjang jalan banyak aku menemui rintangan serta bahaya, namun semuanya itu dapat aku atasi dan akhirnya- aku dapat bertemu dengan kau, saudaraku yang sejati." Mendengar berita ini Gokhioi menjadi pucat bahna terkejutnya, sebab ia tidalk mengira yang diistana Mongol sedang bergolak dengan ramainya untuk merebut takhta kerajaan! Kemudian Pato menyambung pula ceritanya "Ayah kini sedang membawa pasukannya untuk menggempur kota Ciyung-koan, hingga aku tak dapat menghubungi beliau.

Menghadapi kejadian ini Ama dan Yalut Sang menjadi bingung dan karena itulah aku disuruh lekas2 pergi ke Mo-thian-nia untuk mencari kau." Pada waktu itu yang menjadi kaisar dari kerajaan Monggol ialah Ogotai. Putera kedua dari Jenghis Khan, Putera sulungnya yang bernama Khetu telah meninggal, sedangkan puteranya yang ketiga Cohodai dan adiknya Tuli, masing2 mempunyai pasukan perangnya.

Bee-cin Ong-how adalah selirnya Ogotai yang keenam serta merupakan selir yang sangat disayangnya. Dari selir ini Ogotai memperoleh seorang putera yang diberi nama Kubisu yang pada waktu itu baru berusia empat tahun.

Karena merasa takut yang Jenderal Tuli akan menaiki takhta kerajaan Monggol, maka Bee-cin Ong-houw telah memancing putera-puteranya Jenderal Tuli serta menahannya. Mendengar penuturan adik ini, Gokhiol menjadi sengit "Bee-cin Ong-how berani berbuat demikian" Apakah ia sudah tidak pandang lagi gei-hoeku yang mempunyai kedudukan sebagai Panglima tertinggi dari pasukan perang Monggolia" teriak Gokhiol dengan gusarnya." "Gie koko...." ujar Pato, tapi segera ia memperbaiki ucapannya, "Ah, seharusnya aku membahasakan koko saya padamu. Kokopun sudah mengetahui yuga sifat ayah adalah sangat setia sekali kepada jungjungannya. Segala.

perintah Ogotai Khan ia selalu turuti. Kini tanpa perintah dari Khan yang mulia, ayah tak berani, pulang ke Holim." Gokhiol mendengarkan penuturannya Pato dengan hati gusar, kemudian ia berkata : "Sekarang lm Hian Hong kie-su dan Wanyen Hong Kong-cu berada disini. Sebaiknya besok baru aku akan menemui kau lagi." "Tak bisa" jawab Pato dengan cepat, "Biar bagaimanapun koko mesti ikut aku berangkat sekarang juga ke Holim. Sedikit terlambat saja, saudara2 kita akan celaka atau muugkin juga sudah mati !" Gokhiol segera teringat akan ibunya, lalu terbayang wajahnya, Mangu Moko, Kubilai, Hulahu dan Kadu....saudara angkatnya. Mereka bertujuh dibesarkan dan pergaulan mereka sangat akrab sekali melebihi saudara kandung. Maka. bagaimana, Gakhiol dapat berpeluk tangan melihat saudara2nya dalam marabahaya" Apakah ia ada seorang manusia yang tidak mengenal budi baik orang" Mengingat ini semuanya, tanpa memikir Iain Gokhiol segera menganggukan kepalanya sambil berkata, "Baik, sekarang juga kita berangkat!" Pato menjadi girang sekaIi, serta-merta dipeluknya saudaranya. "Aku sudah menduga yang koko pasti akan kembali kekampung halaman kita lagi. Kini selamatkanlah saudara2 kita." kata Pato dengan gembira.

Dengan cepat Gokhiol meringkaskan pakaiannya dan tak lupa pula pedang Ang liong-kiam ia selipkan pula dipinggangnya. Tetapi baru Gokhiol ingin melangkah keluar, didalam pikirannya segera terbayang wajahnya Hay Yan yang cantik jelita, sehingga timbullah niatnya untuk menemui dulu sicantik. Namun begitu ia teringat akan ejekannya Wanyen Hong tadi, lantas ia urungkan niatnya. Sebagai gantinya ia meninggalkan sepucuk surat untuk Hay Yan yang diletakan disamping bantalnnya.

"Lekas!" berkata Pato yang sudah tidak sabar lagi. "Hari sudah hampir terang, diluar aku sudah sediakan seekor kuda bagimu." Segera juga kedua jago muda itu melompat keluar melalui jendela dan sambil. berlarian mereka turun dari atas gunug bagaikan meteor melesat diangkasa malam yang luas berbintang.

---oo0dw0oo---

Pada keesokan harinya, Im Hian Hong Kie-su berserta kawan-kawannya tidak menemukan Gokhiol dikamarnya.

Sedangkan yang diketemukan hanyalah sepucuk surat untuk Hay Yan yang bunyinya sebagai berikut: "Berhubung saudara-saudaraku di Holim sedang menghadapi bencana dan aku mesti berangkat kesana dalam waktu yang singkat, maka tak sempat lagi aku berpamitan dengan kalian para pendekar yang budiman.

Untuk ini harap dimaafkan dan sampai berjumpa.

Gokhiol." "Apa yang kukatakan?" ujar Wanyen Hong dengan nada mengejek, "Sudah kuduga biar bagaimanapun, dia tetap adalah budaknya orang Monggol! la secara mendadak pergi, tentunya ada kawannya yang datang kemari" "Bagaimana ia sampai tega meninggalkan kita?" berkata Hay Yan, hampir2 air matanya keluar, "Kemarin aku malah sudah menyuruhnya untuk mengganti namanya dengan Tio Peng." "Huh! Apa kau kira karena ia jatuh cinta, lantas ia sudi menggantikan hubungannya dengan orang2 Mongol?" berkata Wanyen Hong kepada puterinya. "Sedangkan didalam suratnya saja, ia masih tetap menggunakan Gokhiol sebagai namanya. Sayang kemarin aku tidak sempat menawannya. Memang aku sudah mempunyai firasat bahwa dikemudian hari dia merupakan penyakit yang membahayakan kita." Melihat kedua orang itu saling bertengkar, Im Hian Hong Kie-su menarik napas : "Kongcu, dengarlah kata kataku sebentar. Tio Peng meskipun dibesarkan dinegri Monggo!, tapi jiwanya tetap adalah jiwanya bangsa Han.

Maka itu tetap ia masih dapat membedakan antara budi dan dendam. Dikemudian hari, pastilah ia akan mengakui yang dirinya adalah turunan asli dari pahlawan negeri Song yang jaya! Biarlah kini ia meninggalkan kita, esok-lusapun pasti kita akan bertemu dengan dia. Sekarang yang penting, Kongcu harus kembali pulang kenegeri Kim, agar orang2 Monggol tidak sempat mengetahui bahwa Kongcu berada disini. Demi untuk mencegah timbulnya kesulitan, aku bersedia pula untuk mengantar Kongcu pulang kenegeri Kim." kata Im Hian Hong Kie-su.

Wanyen Hong terdiam mendengar nasehatnya, jago ini.

"Kata Gak Lo-cianpwee memang Sangat beralasan," Liu Bie turut berbicara, "Kini asal-usul Su-ci telah diketahui orang. Maka apabila Su-ci berdiam terus dikota Hitam orang2 Monggol pasti akan mengadakan penyerangan. Lagi pula suhu ada perintah agar kau kembali kenegeri Kim.

Sebaiknya Sucie turuti nasehat itu. " Wanyen Hong termenung. Teringat olehnya istana dinegerinya yang menjadi tempat kediamannya selama tujuh belas tahun, menghindarikan diri dari dunia keramaian. Dan belum sempat pula ia menuntut sakithatinya, ia tak dapat kembali pulang dan menemui kakaknya Wanyen Ping, raja dari negeri Kim.

Sebaliknya ia merasa kuatir juga terhadap bangsa Monggol, apabila mereka mengetahui bahwa ia masih hidup. Tentunya mereka akan mengadakan penyergapan.

Kini Jengis Khan telah wafat. Sedangkan orang yang telah mencemarkan dirinya telah ia ketahui adalah saudara misannya sendiri Gorisan. Untuk apa ia berdiam terus ditempat sepi! Maka iapun mengambil keputusan untuk kembali pulang ketanah airnya dan mengakhiri semua peristiwa2 ini.

Dengan pancaran wajah yang tenang ia menghaturkan terima kasih kepada Im Hian Hong Kie-su yang telah bersedia uatuk menghantarnya pulang.

"Sekarang kota Tong-koan dan Hong-leng yang merupakan pintu negeri yang terpenting, telah dikuasai oleh bangsa Monggol. Sebaiknya kita ambil jalan memutar ke Sia See dan menyusuri pegunungan Hu-gu San. Cuma sebelumnya Kong-cu menulis surat agar Liu Bie Kouwnio membawanya lebih dahulu ke Pian Liang dan meminta supaya diadakan suatu penyambutan," ujar Si Penunggu Puncak Gunung Maut.

"Betul," Kim Gan Bie membenarkan," baiklah Suci tulis surat itu, nanti akan kuhantarkan." Puteri negeri Kim menganggukkan kepalanya.

---oo0dw0oo---

WAKTU lewat dengan begitu cepatnya, berselang sebulan, Wanyen Hong, Hay Yan dan puteri angkatnya Tai-tai dengan berkendaraan sebuah kereta kuda berjalan menuju negeri Kim. Sedangkan untuk mengelakkan dari kecurigaannya orang2 Monggol, Im Hian Hong Kie-su menyamar sebagai kusir kereta kuda.

Selagi mereka melewati sebuah gunung, tampak tidak jauh dipinggir jalan berdiri seorang pengemis tua.

Pakainnya yang compang camping tak keruan rupa dan ditangannya ia mencekal sebuah tongkat bambu. Si pengemis menghadang jalanan kereta! Im Hian Hong Kie-su mengetahui bahwa termpat sepi ini sering digunakan oleh orang2 aneh untuk menyembunyikan diri. Melihat si pengemis tua muncul dengan tiba2, ia segera berseru agar sipengemis suka memberi jalan. Dengan perlahan ia menarik 1es kudanya untuk mengelakan tubuh sipengemis tua itu.

Tapi baru saja kereta lewat disamping pengemis itu, tiba2 terdengar suara keras dan roda kereta menjadi hancur.

Kereta kehilangan keseimbangannya dan membentur sebuah batu besar pada tepi jalan sehingga terbalik. Kuda2-nya untung tidak lari kabur.

Ketiga penumpang terhempas jatuh, tapi cepat2 bangkit berdiri dengan hati mendelu.

Im Hian Hong Kie-su terkejut! Pada saat selanjutnya angin berkesiur disampingnya. la menoleh dan melihat sipengemis tua telah berdiri beberapa tombak dihadapannya Wanyen Hong.

"Apa Kongcu tidak luka?" tanya, sipengemis dengan cengar-cengir, "barusan aku telah berbuat lalai. Aku tak sempat masukkan mainanku kedalam saku, sehingga telah mengagetkan kedua kuda itu. " Karena dirinya dipanggil dengan Kongcu, Wanyen Hong terkejut dalam hatinya. Diawasinya pengemis itu dengan seksama. Tampak pada pinggang orang terlilit sebuah benda panjang berwarna merah. Itulah seekor ular yang berbisa! "Ular2 ini sering menyusahkan hati tapi sebaliknya dia mempunyai suatu kefaedahannya. Sekali saja itu memandang kau, maka untuk seterusnya takkan dilupakannya. Dinegeri Burma orang memanggilnya ular pengenal orang. Ha... ha...ha...!" Sambil berkata sipengemis me-main2kan ularnya.

Panjang ular itu ada kira2 tujuh atau delapan kaki. Begitu dimainkan, leher binatang itu berkembang dan melembung seperti sebuah bola bundar. Mulutnya terbuka dan lidahnya melelet keluar. Kemudian kembungannya kempes kembali.

Mereka yang menyaksikan mencium bau yang sangat amis sekali, seperti ikan busuk. Wanyen Hong menekap hidungnya, hampir2 ia muntah. Sipengemis tertawa pula.

"Kongcu tidak biasa mencium bau amis ini. Tapi ular ini dapat membantu kau untuk mencari musuhmu. Maka dikemudian hari akan berguna bagimu!" Im Hian Hong Kie-su mendengar kata2 sipengemis, menjadi sadar bahwa orang mempunyai suatu maksud.

lapun membuka suara : "Hai sobat. Kita sebenarnya belum saling mengenal. Hari ini kami kebetulan melewati daerahmu dan kau telah membuat terbalik kereta kami.

Apakah maksudmu?" Sipengemis membungkuk sambil memberi hormat. "Ah, tak ada maksud apa2. Lohu hanya ingin menyampaikan suatu kabar kepada Kongcu." Wanyen Hong bertanya dengan suara lantang: "Akulah puteri dari negeri Kim. Kau siapa dan berita apa yang ingin kau sampaikan kepadaku?" Sepasang mata sipengemis mengawasi Wanyen Hong tanpa berkesip. Sedangan airmukanya sukar membedakan apakah menunjukkan perasaan baik atau jahat.

Lama sekali ia mengawasi puteri kita yang cantik jelita, barulah ia membuka suara : "Aku adalah rakyat-jelata yang juga disebut bangsa Kay-pang. Kongcu tak usah mengetahui siapa namaku, hanya aku ingin menyampaikan berita padamu bahwa raja Kim, Wanyen Ping telah mangkat beberapa hari yang lalu. Sedang sekarang sebagai penggantinya yang duduk diatas takhta adalah Wanyen So-cu. Lohu datang,kesini sengaja untuk memberitahukannya kepada Kongcu." Mendengar berita tersebut, Wanyen Hong menjadi pucat. "Apakah kau tidak berjusta" Kau telah merusakkan keretaku, bagaimana aku dapat kembali ke Pian-liang untuk berkabung?" Sipengemis melibatkan ularnya pada pinggangnya, lalu jawabnya : "Lohu mempunyai dua ekor kuda yang bagus.

Kau boleh meminjamnya. Tunggulah sebentar, nanti akan kuambilkan kuda2 itu." Sehabis berkata ia memukulkan tongkatnya ketanah, dan tubuhnya melesat bagaikan seekor burung, terbang, keudara. Dalam sekejap mata saja ia telah menghilang diantara semak2.

Im Hian Hong Kie-su melihat orang berlalu berkata dengan lirih : "Orang itu sangat aneh. Melihat ilmu ringan tubuhnya, ia tidak berada dibawah kita. Mungkin juga ia adalah seorang utusan dari Pian-lang." "Bila kulihat tadi waktu mengutarakan perasaannya, ia menunjukkan rasa sedih yang sungguh2" ujar Wanyen Hong. Baru saja sang puteri habis bicara, tiba2 terdengar suara derapan kaki kuda yang mendatang kearah mereka. Tak lama menyusul dua ekor kuda ber-lari2 menghampiri, sesampainya dihadapan mereka kedua kuda itupun berhenti berlari. Tapi yang mengherankan ialah sipengemis tak kelihatan lagi mata hidungnya! Hay Yan melihat disalah satu pelana kuda itu tergores huruf yang berbunyi : "Kuda ini kuhadiahkan kepada kalian. Sampai berjumpa pula." Tulisan itu menunjukkan jiwa yang bersemangat. Tulisan itu rupanya dibuat dari goresan kuku tangan.

"Ia pasti takkan kembali kesini," ujar Im Hian Hong Kiesu dengan kaget, "siapakah gerangan sipengemis luar biasa itu?" Dengan air mata berlinang Wanyen Hong berkata : "Kalau dilihat begini, maka benarlah saudaraku telah mangkat. Walaupun aku kembali ketanah airku, tak mungkin aku dapat bertemu pula dengannya." "Kongcu tak usah bersedih hati," menghibur Sipenunggu Puncak Gunung Maut Im Hian Hong Kie-su, "ini juga kita dapat sampai di Nie Ho Cun, suatu dusun yang sudah termasuk wilayah Kim. Disana kita dapat ketahui benar tidaknya berita itu." Segera kedua kuda dari kereta tadi dilepaskan dan bersama dua ekor kuda pemberian sipengemis, maka berangkatlah ke-empat tokoh rimba persilatan itu dengan masing2 menunggang seekor kuda. Menjelang petang hari, tibalah mereka didusun Nie-Ho Cun Dusun tersebut termasuk wilayah negeri Kim. Tampak jauh dari dua barisan obor sedang bergerak mendatang kejurusan mereka.

Wanyen Hong terkejut, sedangkan Tai-tai berseru : "Hati2 Didepan banyak serdadu membawa tengloleng undang datang kemari" lm Hian Hong Kie-su melihat bahwa mata Tai-tai sangat tajam sekali, cepat2 bertanya.

"Tai-tai, apakah pada tengloleng itu tertulis huruf2 berwarna merah?" "Tidak," sahut Tai-tai, ".... semuanya ditulis dengan huruf hitam!" "Celaka!" seru Sipenunggu Puncak Gunung Maut "Kongcu benar2 telah mangkat. " Tak tahan lagi, Wanyen Hong menekap mukanya seraya menangis menggerung-gerung.

Kini rombongan sudah tiba. Mereka berbaris menjadi dua buah jalur. Dari antara rombongan keluarlah seorang nenek tua, dialah Tang Seng ibu inang sang puteri. Disusul oleh pengawal istana Tahasan dan beberapa dayang2 serta penjabat2 istana.

Dibawah sinar terangnya obor, mereka menyaksikan wajah sang puteri yang tetap elok tak ubahnya seperti waktu ia masih remaja. Segera mereka berlutut untuk memberi hormat. Salah seorang wakil istana mengucapkan kata2 selamat datang kepada Wanyen Hong yang berdiri tegak bagaikan patung.

"Kami sekalian budak datang untuk menjemput Kongcu." Sedangkan ibu inang sang puteri memeluk kaki Wanyen Hong. Yang terakhir ini merangkul inangnya, dengan hati terharunya.

"Aku telah meninggalkan negeriku tujuhbelas tahun lamanya," ujar Wanyen Hong," tapi hari ini aku datang tak dapat bertemu pula dengan saudaraku Sri baginda.

Sedangkan ibukota kinipun telah berpindah kebagian selatan. Bagaimana hatiku tidak menjadi sedih?" Para penyambut setelah mendengar ucapan sang puteri, terdiam dan menundukkan kepalanya.

Malam itu mereka menginap didusun Nie-Ho Cun.

Keesokan harinya Im Hian Hong Kie-su mohon berpamitan diri. Mengetahui bahwa orang segan untuk mengikut keistana. Wanyen Hong tak menolaknya. Setelah menghaturkan terima kasihnya, sang puteri masih bertanya : "Kalau Kie-su hendak kembali, dapatkah kiranya mampir ke Ciong Lam San. Tolonglah sampaikan salamku kepada Hian Cin-cu dan sekalian lihat Gorisan yang ditawan disana." "Memang akupun hendak pergi kesana, " jawab Datuk Rimba-hijau itu, "sebab akupun merasa kuatir. Gorisan mempunyai banyak tipu muslihat. Aku takut kalau2 Hian Cin-cu kena ditipunya." Baru saja ia ingin pergi. Wanyen Hong menahannya.

"Harap Kie-su tunggu sebentar......" Im Hian Hong Kie-su mengetahui bahwa sang puteri.

bermaksud mengutarakan sesuatu yang tak mudah di ucapkannya. "Ah, aku tahu. Kongcu menginginkan agar aku mau selidiki apakah Gorisan yang telah mencelakakan Tio Hoan dahulu bukan?" Wanyen Hong manggut. "Dugaan Kie-su tepat. Dahulu Tio Hoan binasa, tapi mayatnya hilang secara rahasia." "Tapi" jawab Sipenunggu Puncak Gunung Maut, "bukankah waktu itu isteri Tio Hoan, Lu Giok berserta Tiang Jun telah menemukan mayatnya?" "Kudengar bahwa mayat itu telah koyak2 dimakan oleh binatang2 liar, sehingga sukar dikenali. Sebab itu Lu Giok pun tak berani memastikan bahwa mayat itu adalah Tio Hoan. Ketika mereka kembali, didapatkannya mayat itu telah hilang. Hal itulah yang membuat aku sampai kini merasa gundah-gulanah." "Dengan kata lain, kalau begitu Kongcu beranggapan bahwa Tio Hoan sampai saat ini ... masih hidup ?" Sang puteri mengangguk.

"Tapi apabila ia belum mati selama tujuhbelas tahun ini kemana ia pergi ?" gumamnya perlahan. "Aku hanya......." Belum selesai ia berkata, atau airmata Wanyen Hong sudah ber-linang2 turun membasahi pipinya. Ternyata cinta-murni sang puteri tidak lumer sepanjang masa.

Im Hian Hong Kiesu melihat orang bersedih hati, iapun tak mengucap sepatah kata lagi. Diam2 ia mengundurkan diri

---oo0dw0oo---

IM HIAN HONG KIE-SU sepanjang jalan menikmati keindahan alam semesta. Karena itulah berselang sebulan lamanya, barulah ia sampai dipegunungan Ciong-Lam San.

Hari itu ia merasa letih sekali. Didepan tampak olehnya sebuah dusun yang bernama Lan-kiauw Cun. la memasuki sebuah warung untuk melepaskan Ielahnya, sambil menceguk beberapa cangkir arak.

Tak beberapa lama ia duduk disana atau sekonyongkonyong terdengar derapan kaki kuda mendatang dan berhenti dimuka warung. Tak lama kemudian tampaklah penunggang kuda itu yang berjumlah dua orang.

Diam2 ia memperhatikan mereka. Satu diantaranya adalah seorang nie-kouw yang usianya kira2 empat puluh tahun. Kawan satunya lagi adalah seorang Lhama dari daerah barat. la memakai tudung pertapaan yang berbentuk kukusan. Jubahnya berwarna merah. Yang sangat aneh adalah alis orang itu yang panjang menurun kebawah.

Yang lebih menarik perhatian ialah bahwa seorang niekouw bersama seorang Lhama berjalan ber-sama2 sungguh menertawakan. Begitu mereka hampir dekat, Datuk Rimba-hijau kita buru2 mengalihkan pandangannya ketempat lain untuk menghindari bentrokan mata mereka.

Kedua orang itu hanya berhenti dimuka warung dan tidak turun dari kudanya. Sejenak kemudian dari dalam warung muncul keluar seorang laki2 kate berlari menghampiri si nie-kouw dan membisikkan sesuatu kepadanya. Im Hian Hong Kie-su waktu itu ber-pura2 seperti orang sedang mabok. la merebahkan dirinya dengan mukanya dibaringkan diatas meja. Diam2 ia memasang kupingnya uniuk mendengarkan pembicaraan orang.

Terdengarlah dengan jelas sikate tadi berbisik : "Barang itu sudah kita peroleh. Suheng tak berani pulang ke Butong. la sedang menunggu dimulut lembah "ya-Ba Kok." "Aku kuatir ia takkan berhasil." jawab si nie-kouw.

"kambing tua itu malam ini juga akan menemui ajalnya." "Huh, pukulan Sam Im Ciangku, meskipun pihak HweeLiong Pay mengundang orang2 pandai dikolong langit ini takkan berhasil untuk menolongi jiwanya itu." ujarnya dengan nada yang sombong.

Habis berkata tanpa memberi pamitan pula, kedua orang tadi berlalu meninggalkan warung.

Si-laki2 kate kembali masuk kedalam warung. Setelah melirik kesana kemari menyapu tamu2 lainnya dalam warung itu, iapun segera membayar kepada pemilik warung dan meninggalkan tempat itu.

Im Hian Hong Kie-su menunggu sampai orang itu berlalu. barulah ia mengangkat kepalanya pula. Ia berpikir dalam hatinya, walaupun barusan ia tidak lihat jelas muka nie-kouw itu tapi mengingat ia berjalan bersama seoranga lhma tentu mereka adalah Im Yang Jie-yauw.

Apabila benar mereka orangnya, dapatlah dipastikan bahwa. mereka baru saja melakukaan perbuatan. yang tidak baik. Im Hian Hong Kie-su masih ingat kata2 nie-kouw tadi yang menyebut nama Hwee-Liong Pay.

"Celaka." ia berpikir seorang diri. "Hian Cin-cu tentu dalam kesukaran. Aku harus segera pergi menolong." Sang pelayan yang melihat pada muka Im Hian Hong Kie-su membayang kegemasan segera menegur.

"Apakah Lo-ya kehilangan sesuatu?" Pendekar tua kita sadar bahwa karena ia terlalu dalam ketegangan, hingga lupa akan keadaan sekitarnya. Tapi begitu melihat tamu2 lain semuanya terdiri dari kaum saudagar. ia merasa lega pula. lapun menjawab : "Oh, tidak hanya badanku rasanya kurang enak." Ta membayar uanar.ya. Disepanjang jalan ia teringat akan perbuatan2. Gorisan dimasa lampau. Ia mempercepat perjalanannya.

Pada dua puluh tahun yang lalu. Gorisan mencuri kitab "See-hek Bu-cong" dari Bu Tong-pay. Kitab itu berisikan sumber2 llinu sakti dari segala aliran Ilmu persilatan.

Gorisan kemudian melarikan diri ke Ceng-cong.

Disana akhirnya ia memasuki partai Lhama pay.

Bila ditilik lebih jauh. Gorisan kemungkinan besar adalah seperguruan dengan lm Yang Jie-yauw. Tentulah jiwa Hian Cin-cu sedang terancam bahaya basar.

Begitulah tak putusnya Im Hian Hong Kie-su berpikir disepanjang jalan. Akhirnya tibalah ia digunung Ciong Lam San.

Ia mengambil sebuah jalanan kecil. Ketika mendaki sampai dipertengahan kaki gunung tampak olehnya beberapa pendeta sedang berlari datang. Sikap mereka seolah2 dalam keadaan bingung.

Tanpa ayal pendekar tua kita menyongsong mereka seraya memberi hormat : "Apakah Hian Cin To-tiang berada dikuil?" ia bertanya. Pendeta2 tersebut saling melirik, salah seorang menjawab : "Harap Sie-cu suka maafkan, Coun-su hari ini tak dapat menerima tetamu.

Harap lain kali saja datang." Mereka lalu ingin meneruskan perjalanannya, tapi Im Hian Hong Kie-su setelah melihat disekitarnya tiada lain orang, berkata dengan perlahan : "Aku mendapat pesan dari puteri Negeri Kim Wanyen Hong Kongcu. Adapun maksud kedatanganktt adalah untuk mendengar kabar berita. Telah kudengar Couw-sumu dilukai orang, Betulkah"!" Pendeta yang satunya lagi malihat bahwa Im Hian Hong Kie-su bukanlah seorang penjahat dari golongan hitam, segera mengajukan pertanyaan : "Sie-cu siapa" Bagaimana sampai dapat mengetahui bahwa Couw-su kami telah dilukai orang?" Pendekar tua kita memperkenalkan dirinya.

"Pada dua hari ini apakah ada sepasang Lhama dan niekouw yang datang kegunung ini?" Pendeta yang barusan bertanya adalah orang yang dahulu menghaatar Hay Yan untuk bertemu dengan Hian Cin-cu. lapun segera mengetahui bahwa Gak Hong adalah nama lainnya dari Im Hian Hong Kiesu yang terkenal kosennya. Tanpa ayal ia memberi hormat serta berkata : "Sukur sekali. Atas kedatangan Kie-su. Couw-su kami akan tertolong. Memang benar pada tiga hari yang lalu kami telah kedatangan seorang nie-kouw. Couw-su tidak mau menemuinya. Tapi dengan lancang nie-kouw itu telah menerobos masuk kedalam kamar Couw-su dan berbicara dengannya. Kemudian pagi2 sekali Couw-su sudah keluar.

Tak diduga waktu pulang, ia tidak dapat berbicara lagi.

Lalu ia menulis dengan telunjuknya sebagai berikut : "Aku terluka oleh pukulan Sam-Im Ciang. Lekas kau cari orang pandai yang dapat menolongiku" Im Hian Hong Kiesu kaget sekali mendengar kabar itu.

"Setelah itu iapun tak sadarkan diri lagi. Kami menjadi bingung. Kami tak tak tahu siapa yang harus kami cari.

Syukurlah, seperti juga dihantar oleh Thian, Kie-su berkunjung kemari." Serta merta Hu ln mengantar Im Hian Hong Kie-su berjalan. Ketika sampai dekat pintu luar, pendekar tua kita menjadi terkejut! Sambil menunjuk pada sebuah menara besi yang sudah condong, ia bertanya : "Apakah Gorisan telah kabur" Menara itu bagaimana sampai bisa begitu doyong kebawah?" "Panjang sekali bila hendak diteritakan" menyahut Hu In, menara itu telah dirusak orang dengan mempergunakan obat peledak. Sedangkan tawanan, yang berada didalam menara itu telah berhasil meloloskan diri." Benar saja apa yang diduga oleh Datuk Rimba-hijau kita.

Hatinya terkejut. Begitu sampai didepan kamar Hian Cin-cu ia melihat beberapa pendeta yang menjaga didepannya semuanya pucat. Melihat Hu In membawa seorang yang tidak dikenal, mereka lantas bertanya : "Su-heng, apakah tamu ini datang untuk menolong Couwsu?" "Saudara2ku," jawab Hu In dengan hormatnya, "harap kalian jangan merasa kuatir. Gak Hong Cianpwee datang untuk menolong." Dengan hati berdebar-debar Datuk Rimba:hijau kita berjalan masuk. Im Hian Hong Kie su dihantar masuk kedalam markas besar Ciong lam San...

Hian Cin-cu sedang berbaring disebuah ranjang : Napasnya terdengar sangat perlahan. Mukanya pucat-pias.

Keadaan kamar sangat gelap. Im Hian Hong Kie-su lekas2 menghampiri. Pada sat itu juga terasa hawa sangat dingin menyambar keluar dari badan Ciang-bun Jin Hwee-Liong Pay itu. Ini hebat sekali.

"Sungguh lihay ilmu pukulan Sam-lm Ciang," gumam Sipenunggu Puncak Gunung Maut.

Untuk memunahkan racun dingin tersebut, ia segera menyedot hawa murni dari Tantian. la menoleh kebelakang. Tampak Hu In dan beberapa pendeta lainnya berdiri menggigil.

Lekas buka semua jendela dan pintu supaya sinar matahari dapat menembus masuk!" Ia berseru.

Perlahan-lahan ia mengurut nadinya Hian Cin-cu dan dirasakannya tangan pendeta itu dingin bagaikan es. Aliran darahnyapun ter-putus2. la meraba2 dada orang, d;., situ juga terasa dingin,sekali. Hanya kadang2 masib ada hawa panas yang menaik keatas, namun sebentar saja dan lenyap pula.

Hian Cin-cu dapat mempertahankan nyawanya berkat latihan tenaga dalam yang ber-puluh2 tahun lamanya, yang sudah hampir sampai taraf kesempurnaan. Kalau orang, lain niscaya sudah binasa. Mengingat pukulan maut niekouw itu, hati, pendekar tua kita bergidik.

"Kie-su Cian-pwee, apakah keadaan Couw-su sangat berbahaya?" tanya Hu In berselang beberapa waktu.

Im Hian Hong Kiesu, mengetahui bahwa jiwa Hian Cincu ada dalam, : keadaan, kritis, sukar untuk hidup.

Tapi ia masih tidak mau mengutarakannya kepada pendekar2 itu. "Gurumu telah dilukai Tai Im Lie-nie dengan Sam-Im Ciang. Ilmu itu berasal dari partai Lhama Pay. Aku tak tahu cara mengobatinya. Tapi jiwa gurumu dapat kuperpanjang sampai waktu duabelas jam lagi lamanya.

Dalam tempo itu kalian harus berusaha untuk dapat menemui seorang tabib pandai. Mungkin jiwa gurumu dapat ditolong!" Mendengar keterangan itu, para pendeta terdiam dengan muka pucat.

Pendekar tua kita menyuruh: Hian Cin-cu dibawa ke= Iuar untuk dijemur dibawah panas matahari. Kemudiah ia pasang cermin pada bagian muka, kaki dan badan pendeta itu. Setelah matahari terbenam, maka dipasangnya api unggun.

Para pendeta kini mengerti maksud Im Hian Hong Kiesu, lalu menghaturkan terima kasihnya.

Selagi orang sibuk menjalankan perintahnya, Datuk Rimba-hijau, kita berjalan keluar. la hendak memeriksa keadaan. menara besi tadi. la melewati taman, maka dilihatnya ada sebuah jalan kecil yang menuju menara tersebut.

Ia terus berjalan. Sesampainya dimenara, ia melihat bahwa menara itu terbuat dari besi. Dasarnya dari batu hijau yang sangat keras. Bentuk dasar menara itu bersegi enam. Luasnya kira2 enam kaki. Tinggi tiap susun tidak lebih dari lima kaki. Semakin tinggi keatas, semakin sempit dan pendek bentuknya.

Pada tingkat yang terendah terdapat sebuah pintu yangmtertutup o1eh besi cor. Dengan demikian menara itu tidak begitu lagi. Juga tidak ada jendelanya.

Menara besi itu miring kebawah. Karena dasarnya sangat kokoh. Menara tak menjadi roboh.

la berjalan mengitari menara sampai dua kali. Barulah diketemukan pada-tempat dimana menara itu condong terdapat bekas2 obat peledak. Sedangkan dibagian lainnya dasar batu hijau itu ternyata berlubang.

Dibawah menara itu masih terdapat tingkatan dalam tanah! Pada atas bagian batu terdapat lobang yang yang menghubungi sebuah terowongan kedalam tanah.

"Sudah pasti Gorisan mengambil jalan ini untuk meloloskan diri," pikir Im Hian Hong Kie-su seorang diri, "tapi cara bagaimana ia bisa menghancurkan batu itu?" Selagi ia ber-pikir2, tiba2 muncul dari dalam lubang suatu makhluk yang berbadan penuh sisik. Begitu melihat ada orang, mahluk itu cepat2 menyelusup pula kedalam lubang. Ternyata mahluk aneh itu adalah seekor tenggiling.

"Ah, tentunya binatang inilah yang telah membuat terowongan, sedangkan orang dari luar telah mempergunakannya untuk memasang obat peledak. Maka apa susahnya untuk Gorisan untuk menghancurkan batu itu?" Pikiran Datuk Rimba-hijau kita berjalan terus, teringat, pula olehnya - pembicaraan laki2 itu kepada nie-kouw.

"Benda, itu telah kami dapati." Tentunya Gorisan telah berhasil mencuri sesuatu benda yang berharga. Dan sudah pasti barang itu adalah mustika turunan dari partai Hwee-Liong Pay.

Ketika Im Hian Hong Kie-su kembali kedalam kuil, ia menarik Hu In kesamping dan bertanya dengan suara pelahan. "To-heng, aku lihat bahwa bagian bawah dari menara seperti bekas dipasangkan obat pe!edak. Sedangkan orang yang gurumu tetah kurung, kinipun turut lenyap. Aku ingin tanya kepadamu, apakah dalam menara itu terdapat sesuatu benda penting yang telah hilng?" Hu In menjadi terkejut atas pertanyaan orang.

"Benar! Sekarang baru kuingat! Hwee-Liong Pay mempunyai sebuah kitab pusaka yang sudah turun temurun. Kitab itu adalah mengenai teori2 barisan formasi yang aneh2 dari Pak-Kian. Semua ini bersal dari jaman Sam Kok. Sungguh kami tak tahu bagaimana kitab tersebut sampai ditangan partal kami. Hwee Liong Cinjin menggubahnya menjadi Hwee-Liong Tin-hoat atau barisan formasi Naga berapi.

Berhasilnya Gak-Goan-swee (Panglima Gak) mengalahkan orang2 Kim dan berhasil menawan pangeran Kim yang ke-empat bernama Kim Hu, itu semuanya berkat pertolongan Cinjin yang telah membantu Gak Goan-swee memasang tin. Sejak itu pula kitab tersebut dianggap pusaka yang tiada ternilai bagaikan mustika untuk partai katmi....." Im Hian Hong Kie-su tidak menunggu sampai orang habis berbicara, segera ia bertanya : "Kitab itu disimpan dimana" Apakah To-tiang mengetahuinya" "Siauwte tak tahu" jawab Hu In sambil menggelengkan kepalanya.

"Kitab itu tentu sudah hilang. Coba To-tiang antarkan aku keruang pendopo unuk memeriksanya!" Im Hian Hong Kie-su menarik tangan Hu In. Kedua orang itu bergegas masuk kependopo. Didalam tidak terdapat sesuatu yang mencurigakan, tapi pendekar tua kita tak berputus asa. la terus mengadakan penyelidikan.

Mereka memasuki ruangan lain. Ruangan ini sangat tinggi dan Iuas. Bangunannya sangat kekar dan pada sebuah papan beranda tampak sebuah tulisan: "Lu Sian-Kok" yang terbuat dari huruf emas. Itulah tempat pemujaan Lu Sian yang! Keadaan sangat sunyi: Im Hian Hong Kie-su melanjutkan penyelidikannya. Tantpak olehnya patung pemujaan yang terdapat ditengah ruangan letaknya agak miring mengarah kesamping. la berteriak terkejut! "Ah!, kenapa patung dewa Lu Sian-yang ini berkisar"!" Hu In pun turut kaget. Ketika ia hampir lebih dekat.

maka tampak alas patung yang terbuai dari batu Giok telah sebesar mulut mangkok.

Dengan hati berdebar Im Hian Hong Kie-su merogoh kedalam dengan tangannya.

Lobang itu kira2 setengah kaki dalamnya. la tak mendapatkan apa2 didalamnya. Segera ia menggeser pula patung itu pada letak yang sebanarnya. Sungguh ajaib! Lubang tersebut tertutup pula! Kiranya lubang itu adalah sebuah tempat rahasia! "Kitab mustika dari Hwee-Liong Pay tentu telah dicuri oleh Gorisan." ujar Im Hian Hong Kiesu," mungkin sekarang ia masih berada di lembah Cu-Bu Kok.

"Cianpwee," tanya Hu In, "bagaimana kau ketahui bahwa orang itu telah melarikan diri kesana" Kalau benar ia ada disana, siauwtee beserta saudara2 lainnya akan pergi kesana untuk menangkapnya kembali!" "Sebaliknya kalian jangan terlalu ter-gesa2, jika hanya Gorisan seorang, akupun dapat membantu kalian," ujar sipenunggu Puncak Gunung Maut" tapi yang kukawatirkan adalah mahluk2 berbisa dari gunung Tangkula itu. Kedua iblis itu adalah tokoh dari Bit-Cong Pay yang sangat tinggi kepandaiannya. Aku tak berani pergi mengusik mereka.

Jika To-tiang hendak kesana, sama juga seperti mengantar kambing kemulut Harimau!" Hu In kelihatanya berputus asa, ia terdiam.

"To-tiang, baiklah sekarang aku pergi ke Cu-Bu Kok untuk meng-amat2ti gerak-geriknya Gorisan. Bila ada kabar, aku akan segera. kembali!" Sehabis berkata Im Hian Hong Kiesu berangkat meninggalkan mereka.

---oo0dw0oo---
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar