Giok Bun Kiam Lu Chapter 12

Chapter 12

Tampak seekor ular berwarna merah darah dengan cepat menyelusup kembali kedalam semak, karena tidak berhasil melibat sang lawan, ditengah udara Gokhiol menghunus pedang Ang-liong Kiam untuk menebas kepala ular itu.

Tapi mendadak didepan matanya berkelebat sesosok bayangan! "Hm! kau jangan lukai mustikaku" bentak bayangan itu.

Gokhiol terkesiap memandang bayangan itu. Kiranya orang yang berdiri didepannya adalah si pengemis dari Thian-bun Pay. Dengan cepat ia menarik tangan pengemis itu.

"Lopee, mari aku gendong kau naik keatas, barusan aku telah berlaku sembrono terhadap kau orang tua, harap dimaafkan" kata Gokhiol.

Si pengemis melilitkan ularnya dipinggangnya, kemudian sambil tertawa ia berkata: "Oh, anakku yang manis. Apa benar kau hendak gendong aku naik keatas" Tapi eh, kau kenapa masih panggil aku Lopee?" Gokhiol kembali diperolok-olokan oleh pengemis gilagelo itu yang aneh. "Kau menyuruh apapun boleh, disamping itupun aku akan memangil kau ayah. Asal kau segera mau ikut aku untuk menolong Hian Cin-cu, berbuat apapun aku rela" ia menyahut.

Lalu pemuda kita celingak-celinguk mengawasi keadan diseklilingnya, suasananya sepi. Tahulah ia bahwa saat itu tiada orang lain, maka lantas ia berlutut dan manggut2 tiga kali sambil menyebutnya ayah. Kemudian ia berkata pula : "Tia-tia, mari aku gendong kau keatas" Si pengemis jadi terharu, dengan suara separuh berbisik ia berkata: "Peng-jie, aku tidak menduga ..." suaranya sekonyong2 terhenti, se-olah2 tak dapat meneruskan lagi kata2-nya.

Apakah pengemis itu girang atau sedih. karena. ketiga syarat2-nya telah dipenuhi oleh Gokhiol" entahlah ....

Gokhiol jadi tak sabar : "Tia-tia, lekaslah! mereka sedang menantikan kita" katanya sambil menggendong si pengemis dan ber-lari2 cepat keatas gunung bagaikan kilat.

Gokhiol merasakan punggungnya ringan bagaikan tiada dibebani harang apa2, malahan entah kenapa sekarang sepasang kakinya tiba2 menjadi enteng bagaikan rnengijak angin. Begitu kakinya menyentuh tanah, badannya lalu melesat kedepan sejauh beberapa tombak.

Selagi merasa ke-heran2-an, tengkuknya seperti kena beberapa tetes air embun, air embun adalah.... dingin, sedangkan air yang meleleh pada tengkuknya adalah hangat! Hatinya menjadi tak karuan rasa, maka ia palingkan kepalanya dan melihat si pengemis sedang mengucurkan air matanya : "Tia-tia, kenapa kau mengucurkan air mata" Apakah kau lapar ?" ia menanya.

Si pengemis menyahut: "O-yah" Mungkin mataku pedih kena tiupan angin. Memang kalau tertiup angin sering air mataku mengalir keluar." Si pengemis lalu menyekah air matanya yang menetes pada tengkuknya Gokhiol. Sementara itu Gokhiol tak habis2-nya berpikir: " Malam ini kenapa aku bisa berjalan begini cepat" Biasanya walaupun aku menggunakan ilmu entengkan tubuh Lengwan Hui-cong pun tak begitu pesatnya."

---oo0dw0oo---

Tak seberapa lama, sampailah mereka keatas gunung.

Tampak para pendeta sedang berdiri berjejer menyambutnya. Hu In menyangka bahwa orang pandai utusan dari Thian-bun Pay adalah seorang yang gagah angker sekali, tapi ketika ia lihat yang datang hanyalah seorang pengemis dengan rambutnya riap2-an dan baju compang-camping tak keruan, belum lagi orangnya sampai bau yang tak sedap sudah tercium, ia menjadi kecewa. Tapi sebaliknya Hay Yan menjura dengan hormat-nya lalu menurunkan si pengemis dari pundak Gokhiol, "Lo-pe, kau datang sungguh cepat sekali" katanya dengan tersenyum.

Si pengemis tertawa. "Aku tahu bahwa kalian sedang menunggu dengan tidak sabaran, maka aku menyuruh Peng-jie berlari dengan cepat." Gokhiol kini baru insaf bahwa barusan ia berlari dengan cepat kiranya adalah si pengemis yang dengan diam2 membantu hingga kecepatannya jadi seperti terbang.....

diam2 ia jadi merasa kagum.

Hu In dan saudara2-nya melihat Hay Yan menuntun si pengemis, sedikit-pun tidak ambil perduli terhadap kotoran pada tubuhnya, menjadi sadar bahwa orang ini tentunya adalah orang luar biasa dari kalangan Bu-lim yang biasa suka meng-olok2 kan orang lain, maka mereka tak berani berlaku tak sopan, buru2 maju serentak memberi hormat.

"Locianpwee telah datang kekelenteng Hu Cin Kwan, kami harap sudi maaf-kan atas penyambutan karmi yang tidak teratur. Guru kami kini dalam keadaan sakit, molon Lo-cianpwee memeriksanya. Jika guru kami dapat tertolong, maka para murid dari Partai Ciong-lam Pay akan selatu mengenang budi yang telah Lo-cianpwee berikan itu." Si pengemis memalingkan kepalanya memanggil : "Peng-jie!" Gokhiol buru2 menyahut : "Tia-tia, ada apa?" Si pengemis tertawa : "Nah, inilah baru pantas seperti laku seorang anak! Kau menyamut aku dencan singkat, tidak berkata muluk2! dan merengek-rengek. Marilah ikut aku" katanya puas.

Semua orang lalu masuk kedalam taman, tampak beberapa orang pendeta yang ditugaskan untuk menjaga.

Hian Cin-cu ber-lari2 berdatangan dengan wajah pucat, "Wah, Couw-suya hampir putus napasnya. Ketika kami meletakkan rambut dilobang hidungnya, sedikit napas pun tak ada." Hu In memburu kedepan bale seraya meraba dada gurunya. Tak terasa getaran napas: "Suhu sudah......." sengguknya dengan sedih. Tiba2 terdengar si pengemis berkata dari samping : "Kau nangis pun tiada gunanya, coba kuperiksa dulu, apa memang ia sudah pulang ketanah Barat atau belum?" Si pengemis entah kapan tahu-tahu sudah berada dimuka bale, lalu membuka mata Hian Cin-tiu untuk memeriksa.

"Masih ada sisa nyawanya sedikit." katanya pendek.

Dengan wajah muram Hu In bertanya: "Bagaimana bisa ada sisa nyawanya sedikit?" Belum habis ia berkata, si pengemis sudah menjambak badan Hian Cin-cu, mengangkatnya dari bale2 dan melontarkan.... kedalam api ungun yang sedang berkobar2 dengan hebatnya!" Para pendeta menjerit, bahna kagetnya. Tak terkecuali Hay Yan dan Gokhiol! Si pengemis tua membentangkan kedua belah tangannya dan memukul mundur semua orang, sehingga mereka berpencaran. "Orang sudah mati, biar kita bakar saja mayatnya!" katanya seraya menepuk-nepuk tangan dengan riangnya.

Api membumbung tinggi, pakaian Hian Cin-cu sudah terbakar hangus! Hu In jadi kalap! "Eh, apa kau sudah edan! Kau.... Kau pembunuh.....!!! " teriaknya. Gokhiol dan Hay Yan hendak maju menolongi, tapi karena takut membuat si pengmis gusar. Maka jadi serba salah! Pada waktu itu seluruh baju Hian Cin-cu "sudah terbakar habis, tapi tiba2 semacam uap dingin yang berwarna putih membumbung tinggi dari dalam api yang rerkobar-kobar.

Orang yang berada disekitarnya menjadi menggigil kedinginan. Sekonyong-konyong api sirap! Si pengemis ber-teriak2 sambil ber-tepuk2 tangan : "Oho, hawa dingin yang mengeram dalam tubuhnya sudah ter-usir pergi oleh api. Ah, sekarang masih ada harapan untuk dia hidup!" Secara tiba2 si Pengemis mengangkat tubuhnya Hian Cin-cu dan melontarkan........ kedalam api ungun yang sedang ber-kobar2 dengan hebatnya! Semua orang melongo keheranan. Pakaian dan topi Hian Cin-cu sudah habis terbakar, anehnya badannya sedikitpun tidak kelihatan hangus.

Hu In dan kawan2-nya sepera maju memondong tubuh gurunya, terasalah tubuh gurunya hangat, hawa dingin yang mengeram sudah hilang seluruhnya, mereka menjadi girang sekali.

Mereka kembali meletakan Hian Cin-cu diatas bale.

setelah mana mereka serentak berlutut dihadapan si pengemis. "Tadi siauw-ceng telah mengucapkan kata2 yang kurang sopan, harap Lo-cianpwe-sudi memberi maaf." "Sekarang kamu lekas selimuti tubuh gurumu, hawa dinginnya sudah hilang. Pukulan Tay lm Lo-nie benar2 hebat. Aku masih harus mengalirkan hawa murni ketubuhnya untuk membuka seluruh jalan2 darahnya yang tersumbat, setelah itu ia baru bisa sadar" kata si pengemis.

Para pendeta menghaturkan terima kasihnya, dan sipengemis lalu meloncat serta berjongkok diatas bale2 sambil memejamkan matanya, per-lahan2 ia meng-usap2 tubuh Hian Cin-cu dengan tangannya. Semacam hawa panas secara gelombang demi gelombang keluar dari tangan si pengemis.

Kemudian pengemis itu menekan-nekan ulu hati dan pusarnya Hian Cin-cu. Itulah ilmu lweekang yang tinggi yang bernama Mendorong-hawa-melewati-rongga2! Lewat sepemakanan nasi, wajah Hian Cin-cu berubah dari pucat menjadi bersemu ke-merah"an, napasnya berjalan seperti biasa pula, dadanya turun naik dengan teratur.

Para pendeta menjadi beryukur, malahan ada diantaranya yang mengucurkan air mata karena terharu.

Lewat beberapa saat, si pengemis turun dari atas bale "Gurumu akan segera sadar, kamu boleh sediakan bubur dan berikan pil ini kepadanya." katanya sambil mengeluarkan sebutir pil hitam sebesar gundu.

Hu In nerimanya dengan rasa terharu. Tiba2 para pendeta Ciong-lam San berteriak riuh. Kiranya pada saat si pengemis memberikan obat tersebut, pelupuk mata Hian Cin-cu kelihatan ber-gerak2.

Si pengemis tersenyum: "Aku hendak pergi, sampai bertemu kembali" katanya.

Selagi ia hendak berlalu. Gokhiol cepat2 menyekal lengannya. "Tia-tia, tunggu sebentar! Anak masih belum mengetahui nama tia-tia yang mulia?" Hay Yan pun ikut memegang hajunya: "Lo pe-pe, beritahukanlah namamu yang sebenarnya ujarnya.

Si pengemis mengkerutkan mukanya dengan suram, "Aku harus pergi! Aku harus segera pergi!" sahutnya berkeras.

Sementara itu Hian Cin-cu membuka matanya, karena tenaga-dalamnya yang sudah tinggi, maka begitu jalan-darahnya terbuka lancar, semangatnya ikut pulih kembali.

---oo0dw0oo---

Sementara itu Hian Cin-cu sudah membuka sepasang matanya dan melihat-lihat keadaan sekelilingnya, ia pun mendengar percakapan orang ramai. Ketika ia mengawasi wajahnya si pengemis yang kotor itu, terkejutlah ia.

Dengan suaranya yang lemah ia berkata, " Kau......"! ......

kau bukannya Tio......" tak dapat lagi ia meneruskan perkataannya, hanya tangannya saja yang menunjuk-nunjuk kearah sipengemis.

Sekonyong-konyong terdengar Gokhiol berseru nyaring, "Tia-tia, kemana kau pergi?" katanya seraya mencelat untuk menyusul si pengemis yang kiranya secara mendadak sudah meloncat pergi dengan cepat sekali.

Melihat Gokhiol pergi, Hay Yan juga turut mengejar.

Tetapi ketika kedua pendekar muda ini tiba didepan kelenteng, terdengarlah satu suara yang berkata: "Bila kamu terus mengejar, aku akan loncat kedalam jurang. Apa kamu menginginkan aku mati?" Itulah suaranya si pengemis yang mereka kenal, maka Hay Yan dengan lekas mencegah Gokhiol sambil berkata, "Koko, jangan mengejar terus. Lo-pepe ini sifatnya sangat aneh. Bila kita terus mengejarnya, nanti benar2 ia bunuh diri!" Gokhiol manggut, "Benar-benar dialah orang aneh! Tapi kita masih belum mengetahui siapa nama sebenarnya yang asli." katanya, "Bukankah Lo-pepe, itu pernah mengatakan bahwa ia berasal dari satu leluhur dengan kau?" balik menanya Hay Yan.

"Ah, dia hanya memper-olok2-kan diri ku saja.

Meskipun berasal dari satu leluhur, belum tentu aku masih tersangkut keluarga dengan dia. Tapi dia dengan seenaknya menyuruh aku memanggil dia ayah sini, ayah sana, benar-benar orang sinting" tukas Gokhiol.

Hay Yan tertawa geli, "Tio koko. Dasar kau anak yang nakal. Eh, jika ayah-mu masih ada, apakah usianya sebanding dengan Lo-pepe itu?" ia menanya.

"Sudahlah, kau jangan sebut-sebut perihal ayah-ku lagi.

Moay-moay, marilah kita kembali kelenteng melihat keadaan Hian Cin cianpwee." mengajak Gokhiol.

Mereka balik kembali kebelakang kelenteng. Saat itu Hian Ciu-cu sesudah menelan pil hitam pemberian si pengemis. Kini ia sudah dapat duduk bersila sambil menyender di bale. Begitu melihat kedatangan Gokhiol dan Hay Yan, ia menanya, "Apa kau orang sudah berhasil mengejar "Tio Hoan?" Gokhiol yang mendengar pertanyaan ini jadi menjublak terpaku, bagaikan disamber petir. "Apakah yang cianpwee maksudkan?" tanyanya dengan mata terbuka lebar.

Hian Cin-cu tak dapat meneruskan perkataannya, maka Hu In lalu menggantikan gurunya untuk melanjutkan, "Cong-su, orang pandai dari Thian-bun Pay tadi adalah ayahmu. Kenapa kau tidak mengajaknya kembali kesini?" Bukan kepalang rasa kagetnya Gokhiol dan Hay Yan ketika mendengar perkataan Hu In. Tapi Gokhiol lantas bersenyum getir, "Ayahku sudah lama meninggal. Tootiang, kau jangan bergurau. Aku memanggil pengemis itu sebagai ayah adalah supaya ia mau datang kemari untuk menolong Hian Cin-cu cianpwee." katanya.

Tapi dengan sungguh-sungguh Hu In menjawab, "Tio cong-su, mana berani Siauw-ceng berguyon" Orang tadi memang benar-benar adalah ayahmu. Ayahmu dahulu pernah bersama guruku belajar silat di Bu-tong Pay. Kalau kau tidak percaya, cobalah tanya pada guruku, nanti kau tahu sendiri dengan jelas." Mendengar keterangan yang sungguh2 ini, Gokhiol bagaikan mendengar geledek disiang hari bolong! Hatinya terasa tak keruan, risau, sangsi, kaget dan heran bercampur menjadi satu mengamuk didalam hatinya.

Tapi ketika melihat Hian Cin-cu tersenyum, Gokhiol lalu berlutut dihadapannya sambil menanya, "Lo-cianpwee, siapakah sebetulnya orang tua tadi?" Sambil mengelus-elus jenggotnya, Hian Cin-cu berkata: "Hian-tit. Aku yakin seyakinnya bahwa sampai saat ini kedua mataku masih terang dan dapat melihat dengan jelas.

Orang tadi memang benar2 adalah ayah kandungmu sendiri. Tio Hoan! Pada kuping kanannya terdapat tanda tompel hingga mudah dikenal. Lagi pula suara dan raut mukanya tidak banyak berubah meskipun aku baru sembuh, namun ingatanku masih sehat dan terang, bagaimana aku bisa keliru mengenali orang?" Napas Gokhiol memburu bahna girangnya, "Cianpwee, apa mungkin ayahku masih ... masih belum meninggal?" tanyanya dengan bernapsu.

Hian Cin-cu berhenti sejenak, Ialu berkata lagi dengan suara yang lemah: "Tio Hian-tit, apa kau lupa dengan kata2ku dahulu" Aku hendak membawa Gorisan adalah untuk menyelidiki tentang kematiannya ayahmu. Mengingat surat ibumu yang dulu mengatakan tentang hilangnya mayat ayahmu secara aneh, hal ini selalu kuingat dalam hatiku. Hari ini ayahmu kembali muncul secara tiba2 dan ia sama tidak menduga bahwa begitu sembuh aku sudah lantas dapat membuka mataku dan mengenalinya.

Maka itu lekas2 ia berlalu dari sini." Hay Yan yang sejak tadi mendengarkan penutarn Hian Cin-cu dengan seksama, kini ikut berkata: "Bila ia betul Tio Hoan adanya, mengapa ia lari?" Hian Cin-cu menghela napas panjang: "Rupanya ia masih benci pada ayah-mu......Gorisan! Mungkin juga karena ingin menuntut balas, tak ingin ia sampai orang lain mengenalinya." kata si imam tua.

Tiba-tiba saja Hay Yan berseru dengan suaranya yang melengking, "Aku tidak mempunyai AYAH! Gorisan si jahanam adalah musuh besar ibuku! Kalau aku belum menabas malang-melintang tubuhnya, belumlah puas rasa hatiku!" Hian Cin-cu manggut-manggutkan kepalanya dan berkata : "Aku tidak dapat menyalahkan kata-katamu itu.

Tapi Gorisan memang telah mencemarkan kesucian ibu-mu serta telah mencelakai Tio Hoan. Maka itu dengan pura2 berlagak mati, ia menyembunyikan diri dan memperdalam ilmunya. Sekarang ia sudah berhasil mempelajari ilmu tenaga dalam Kian-kun Tay-kie-kang yang tiada tara hebatnya dan telah turun gunung guna menuntut balas.

Tapi diluar dugaannya, ia telah bertemu dengan Pasupat yang nakal hingga akhirnya Tio Hoan datang kemari untuk menolong jiwa Pin-to yang sudah tua ini." Mendengar penuturan ini, Gokhiol hatinya jadi hancur, tanpa ia dapat tahan lagi, air matanya mengalir keluar.

Dengan suara yang sesenggukan ia berkata, "Oh, ayah....ayah! Kenapa kau tega meninggal aku begitu saja....?" Keadaan menjadi sunyi-senyap! Akhirnya Gokhiol bertanya pada Hian Cin-cu, "Cianpwee, kemana kiranya ayah ku pergi?" Namun Hian Cin-cu menggeieng-gelengkan kepalanya, "Kau cari padanya juga percuma. Sebelum ayahmu berhasil menuntut balas, ia tentu tak mau menemui kau dulu." Pemuda kita menyusut air matanya.

"Aku mau mencari dia sekalipun ia berada diujung langit manapun!" katanya sambil berlari dengan cepat keluar kelenteng Hu Cin Koan.

Hian Cin-cu tak berdaya terhadap kemauannya Gokhiol, la cuma menghela napas saja dan menyuruh Hay Yan menyusul, " Yan tit-lie, lekas kau ikut dia." Sebenarnya Hay Yan tak usah di perintahkan lagi oleh Hian Cin-cu, karena pada saat itu juga Hay Yan sudah siang-siang mengejar Gokhiol. Pemuda idaman hatinya.......

---oo0dw0oo---

KETIKA raja muda Wanyen Socu dari negeri Kim naik takhta untuk menggantikan Wanyen Ping yang telah mangkat. Bertepatan juga pada saat itu Khan Agung dari Monggolia Ogotai mengadakan penyerangan secara besar-besaran terhadap negeri kecil itu.

Jendral Tuli diangkat sebagai penglimanya. Tapi diluar dugaan, secara mendadak Khan Ogotai sakit .... tidak sadarkan diri. Karena raja sakit, pasukan Monggol jadi kacau, terpaksa diadakan perdamaian dengan negeri Kim.

Keadaan sakitnya Khan Ogotai semakin lama semakin hebat, melihat ini Bee Cin Ong-houw diam2 bermaksud mengangkat puteranya Kubisu untuk menggantikan Ogotai, tapi sebegitu jauh ia masih merasa kuatir bakal mendapat tentangan dari Jendral Tuli beserta putra-putranya. Jalan satu-satunya ialah menggunakan siasat dukun Tilla untuk mengurung ke-enam putranya Jendral Tuli didalam penjara.

Tapi secara diam-diam Kubialy memberi kabar pada Gokhiol untuk mengundang Pasupat datang, sehingga mereka semua yang ditahan dapat ditolong. yang kemudian mereka beramai pergi kekota Tong Koan untuk menemui Jendral Tuli. Hal ini telah kita ketahui dalam cerita yang lalu.

---oo0dw0oo---

Kembali pada Bee Cin Ong-houw yang begitu mendengar bahwa putra2 Tuli telah meloloskan diri, menjadi sangat gusar sekali. Tapi berhubung dengan Ogotai masih sakit, tak berdaya baginya untuk mengeluarkan titah penangkapan ke-enam orang itu.

Selagi ia diliputi oleh suasana kebingungan dia putus daya, kebetulan pawang Tulla kembali dan memberi laporan bahwa dalam perjalanan menuju ke gunung Tangkula San untuk menemui adik angkatnya Tay Im Lonie, ia telah membuat suatu siasat, dalam siasat mana Jendral Tuli dapat dibereskan serta dapat pula menipu para tokoh rimba-persilatan dari Tiong-goan untuk datang ke-Giok Bun Koan dan menghilangkan nyawanya Jendral Tuli yang merupakan duri didalam matanya Bee Cin Ong-houw.

Mendengar ini Bee Cin Ong-houw menjadi girang hatinya. "Daulat permaisuri nan agung, sekarang Tay Im Lo-nie dan Tay Yang Lhama telah datang ke Holim, kini mereka sedang menantikan diluar istana." sabda pawang Tilla dengan hikmatnya.

Bee Cin Ong-houw buru2 bangkit dan masuk kedalam kamarnya untuk salin dengan pakaian kebesarannya, lalu bersama pawang Tilla keluar menyambut kedua iblis dari Tangkula San.

---oo0dw0oo---
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar