Chapter 11
GOKHIOL melarikan kudanya siang-malam tanpa mengaso2. Sesampainya di Lasha, ibukota See Cong, ia segera menjumpai Pantati Lhama.
Pantati sudah berusia tujuhpuluh tahun lebih. Kini boleh dikatakan bahwa seluruh kepandaiannya telah di turunkan kepada muridnya, Pasupat.
Dengan sikap menghormat, pemuda kita menyampaikan surat Kubilay kepada pendeta sakti itu. Pantati tersenyum membaca isi surat tersebut, seraya berkata : "Perbuatan Bee Cin Ong-houw sebenarnya sia2 belaka. Sebab diantara saudaramu ini kelak pasti ada dua orang yang akan menjadi Khan. Walaupun Pinceng tidak pergi, merekapun tidak akan mendapat kecelakaan." Gokhiol berlutut sambil mengangguk tiga kali seraya memohon agar pendeta itu dapat turut serta. Sambii mesem Pantati memanggil muridnya. Suaranya sangat Iirih seolah2 kedengarannya seperti orang ber-bisik2. Tapi dari jauh terdengar pula suara orang menyahut, "Sucouw, murid telah datang menghadap." Suara itu terdengar datangnya dari beberapa tombak jauhnya.
Gokhiol terperanjat. la menoleh keluar dan mengawasi jendela loteng. Barulah ia tahu diluar istana terdapat tangga batu putih yang bertingkat ribuan dan menembus sampai belakang gunung. Tampak olehnya seorang Bu Siong kecil sedang ber-lari2 menyusuri tangga batu itu. Suara Bu Siong itu se-olah2 terbawa tiupan angin dan kedengarannya seperti orang sedang berbicara di samping saja! Selagi pemuda kita masih berdiri ke-heran2-an atau mendadak sesosok bayangan yang kecil berkelebat masuk bagaikan seekor burung Hong melayang dengan ringannya.
Sekejap mata saja Bu Siong itu telah berlutut di hadapan Pantati.
Bu Siong itu baru berusia kurang lebih lima belas tahun.
Wajahnya tampan dan bersih, sedangkan kepalanya di cukur gundul licin. "Pasupat" kata Pantati. "Pangeran ini ada anak angkatnya Jendral Tuli. Kini suteemu Kubilay sedang menghadapi kesulitan. Maksudku ialah untuk menitahkan kau ikut serta dengan pangeran Gokhiol pergi ke Holim." Pasupat menghadap kepada Gokhiol seraya memberi hormat, kemudian ia baru menjawab gurunya: "Teecu sudah mengerti." "Kau mesti lekas kembali apabila telah selesai dengan tugas-mu," ujar sipendeta pula." Jangan main gila di tengah jalan." "Dalam tempo lima hari teecu akan pulang menghadap," jawab si Bu Siong cilik tersenyum riang.
"Baiklah, kini kau boleh pergi dengan pangeran Gokhiol" Selesai berkata Pantati Lhama memejamkan matanya untuk tidak mengeluarkan sepatah kata lagi.
Gokhiol menjadi tercengang. Terang2 ia dengan bertunggang kuda saja baru setelah lima hari sampai ditempat tujuan. Sekarang anak ini menjadi-kan gurunya bahwa dalam lima hari saja ia sudah kembali lagi.
Kepandalan apakah yang telah dimilikinya" Namun pertanyaan ini oleh pemuda kita hanya disimpan dalam hatinya saja, tapi sebaliknya dalam pikiran lain timbul pula satu pertanyaan: "Ah, tentunya si Bu Siong cilik ini dapat diandalkan, kalau tidak, mana mungkin Pantati menitahkan dia seorang diri untuk pergi ke Holim?" Maka segera pemuda kita memberi hormat kepada Pasupat serta merenyanakan pertukaran fikiran.
"Siau-ceng sekarang ingin membereskan perbekalan dahulu. Harap Heng- tiang sebentar malam sebelum menjelang subuh datang dipinggir danau Bengkuli diluar pintu kota Bang Tok." Mendengar keterangan sibocah, Gokhiol menghitunghitung seorang diri. Jarak ke Bang Tok kira2 lima sampai enam rutus lie jauhnya. Kalau tidak sekarang juga aku berangkat, niscaya aku takkan sampai sebelum subuh.
Maka ia segera berpamitan.
Malam sunyi-senyap. Cahaya sang putri malam menyinari kulit permukaan bumi. Dengan menggunakan ilmu meringankan tubuhnya, Gokhiol ber-lari2 bagaikan seekor rase sedang berlompat-lompatan Jalan menuju ke Bang Tok hanya terdiri satu jurusan.
Sering kali Gokhiol melirik kebelakang untuk melihat kalau2 ada orang yang menguntitnya. Tapi sebegitu jauh tiada sesuatu bayangan yang membuntuti dibelakangnya.
Bulan permai menyinari air danau yang jernih tenang ber-goyang2 dihembus sepoian angin malam. Sungguh indah sekali pemandangan disekitar danau itu. Scelagi pemuda kita berjalan menghampiri tepi danau, maka tampaklah olehnya tidak jauh ada sesosok tubuh manusia sedang meringkuk diatas rumput, se-olah2 sedang tidur dengan nyenyaknya. Setelah ia menghampiri lebih dekat, ia jadi terperanjat hatinya. Orang yang sedang tidur itu tidak lain dari... Pasupat, si Bo Siong cilik! "Siauw Su-hu, " ujar Gokhiol, "kiranya kau sudah sampai duluan." Pasupat tersenyum seraya bangkit membereskan pakaiannya. Tampak dipundaknya ada selapisan kepingan salju. Bu-siong cilik itu berkata sambil tertawa, "Ha, malam banyak kabut. Apa mau Siau-ceng telah kepulasan sehingga tak berasa lagi salju telah turun menutupi bajuku." Gokhiol benar2 merasa kagum dan bersamaan pula ia merasa tunduk terhadap pemuda yang masih belasan tahun umurnya ini.
---oo0dw0oo---
Tatkala itu ke-enam putra Jendral Tuli yakni Mangu Moko, Pato, Kubilay, Hulagu dan Kaidu beserta guru mereka Yalut Sang sedang meringkuk dalam penjara di kota Ho-lim.
Adapun penjara itu merupakan suatu bangunan yang berbentuk seperti sebuah kota kecil yang dikelilingi oleh tembok2 yang tinggi. Diluarnya di jaga keras oleh sepasukan tentara yang berpakaian lapis baja. Disamping itu terdapat pula sejumlah tiga ribu serdadu pasukan pemanah yang sudah siap setiap saat untuk menghadapi musuh.
Gokhiol bersama Pasupat setibanya diluar kota Ho-lim, hari sudah mulai petang. Kemudian Pasupat menyuruh pemuda kita untuk menyediakan delapan ekor kuda yang bagus2 dan menunggunya dibalik batu besar dipinggir jalanan. Gokhiol masih merasa sangsi, lalu bertanya, "Siauw Su-coan, kenapa kau tidak ajak aku turut pergi?" "Apabila Heng-tiang ikut serta, maka hal ini menghambat waktu saja. Harap di maaf-kan. Malam ini Siauw - ceng pasti akan berhasil menolong ke-enam saudaramu!" "Eh, jangan Siauw Su-coan lupa, selain ke-enam saudara-ku itu masih terdapat seorang lagi, yaitu guruku Yalut Sang" ujar Gokhiol dengan mengingatkan Pasupat.
"Ha... ha... ha...! Maka itulah aku telah menyuruh kau menyediakan delapan ekor kuda yang bagus2," katanya si Bu Siong cilik sambil tertawa gembira.
Sesaat kentudian Gokhiol telah menantikan dengan kuda2-nya. Tiba2 terasa olehnya desiran angin berkesiur nienyusul mana terdengar pula di telinganya suara orang berbicara," Gokhiol, saudara2-mu sudah datang." Gokhiol lantas mengenali itulah suaranya Pasupat, si Bu Siong cilik yang luar biasa! Hatinya bukan kepalang girangnya. Lewat tak seberapa lama tampak dari kejauhan beberapa bayangan sedang mendatangi kearahnya. Merekalah tidak lain dari pada Pasupat bersama ke-enam saudaranya dan gurunya Yalut Sang. Masing2 tengah menggunakan ilmu meringankan tubuh. Lekas2 Gokhiol menyambut kedatangan mereka.
Yang pertama kali membuka suaranya ialah Pato dan dengan suara masih ter-engah2 ia berkata, "Siauw Su-coan kau berjalan terlalu cepat, kami hampir kehabisan napas untuk mengimbangi kecepatanmu." Tanpa dapat berkata lagi Gokhiol lantas saling merangkul dengan saudara2nya. Sesaat kemudian baru ia dapat bertanya, "Bagaimana kalian dapat meloloskan diri?" Kubilay mendahului berkata, "Dinding perjara secara mendadak runtuh dan dengan mudah kami dapat mengikuti Seng-ceng lari keluar." Setelah itu mereka berbareng berlutut dihadapan Pasupat untuk menghaturkan terima kasih. Pato berkata, "Kalau tidak Seng-ceng yang menolong kami, maka malam ini niscaya kami akan mendapat celaka didalam tangannya pengkhianat Bee Cin Ong-houw yang kejam." Pada waktu itu dari jauh terdengar suara anjing menyalak dengan riuhnya. Pasupat segera berkata, " Lekaslah bangun, pasukan pengejar sudah menyusul!" Tapi baru saja ia selesai berkata atau mendadak terdengarlah suara derapan kaki kuda yang mendatangi semakin lama semakin dekat! Lalu tampak obor api menerangi kegelapan malam dan dari jauh keiihatannya seperti seekor naga berapi yang sedang bermain.
"Celaka kita!" seru Moko dengan cemas, " Pasukan lapis baja ini paling sedikit berjumlah tigaribu orang. Mana dapat kita melayaninya?" "Kita semua tidak membawa senjata," ujar Yalut Sang dengan kuatir, "Kita hanya dapat melayani mereka dengan tangan kosong. Bagaimana kita dapat menerobos bendungan mereka ?" Pahlawan2 kita saling berpandangan satu sama yang lain. Se-olah2 mereka sudah kehabisan daya. Namun tatkala mereka mengawasi Pasupat, dilihatnya si cilik ini tengah berdiri tenang2 saja mengawasi cahaya api yang ber-liku2 bagaikan se-ekor naga api itu. Sedangkan dari mulutnya terdengar ia berkata, "Ah, mereka masih berada setengah lie dari sini, tak perlu kita cemas." hiburnya.
Kubilay segera tampil kedepan Pasupat, sambil berlutut ia memohon, "Su-heng rupanya sudah mempunyai daya-upaya untuk menolong kami, maka aku harap lekaslah Suheng cari jalan untuk melawan pasukan yang besar jumlahnya ini." Sambil mengusap-usap kepalanya yang licin Pasupat berkata, "Su-tee tak usah kuatir. Bukankah Gokhiol membawa sebilah pedang" Nah, suruhlah dia sekarang memotong kedelapan ekor kuda ini." Setelah ekor kuda itu dipotong, lalu di lilitkan pada tangan si Bu Siong itu bagaikan seikal padi.
Tiba2 terdengar suara terompet berbunyi. Dua barisan pasukan pengejar sudah tampil kedepan berjejer melintang.
Menyusul sebatang anak panah ber-api dilepaskan sebagai tanda peringatan. Dari jauhan terdengar seorang kepala pasukan berseru nyaring, "Hai, Mangu bersaudara! Lak Ong-houw telah memberi perintah. Bila kalian berani megadakan perlawanan, maka segera kalian akan mati tertimbun hujan panah!" Tanpa hiraukan peringatan itu Pasupat sudah meloncat kemuka, dengan sikapnya yang tenang ia berdiri, sambil merangkapkan sepasang tangannya, ia berkata, "Omitohud !" katanya dengan sabar, " Mangu bersaudara sebenarnya tidak bersalah. Mengapa Ong-houw mesti menahan mereka?" Komandan tadi membentak dengan suara keras "Siapa kau hweeshio cilik?" Sambil memberi hormat si Bu Siong cilik memperkenalkan diri. "Siauw-ceng Pasupat." katanya.
Menyusul mana ekor kuda yang berada ditangannya lantas dilontarkan. Terdengarlah suara desiran angin dan rambut kuda itu berserakan diangkasa. Sekejap mata saja tiga ribu pasukan berkuda itu merasakan tubuhnya seperti terkena goresan jarum2 tajam. Lama-kelamaan tubuh mereka terasa gatal, bukan kepalang rasa gatalnya sampai terasa keseluruh tubuh mereka. Segera serentak pasukan tadi meletakkan busurnya untuk meng-garuk2 badannya dengan membabi-buta! Sedangkan kepala pasukan tadi yang berdiri dipaIing muka sudah bergelimpangan diatas tanah sambil berkaok2 saking kegatalan. "Lekas naik kuda," ujar Pasupat dengan cepat.
Mangu dengan kawan2nya lalu menuntun kudanya yang disembunyikan dibalik batu besar dan beberapa saat kemudian mereka sudah membedal kudanya dengan kencang sekali bagaikan angin puyuh.
Sepanjang jalan Gokhiol tidak nampak Pasupat, ia menanya pada Pato, "Adikku, apa kau melihat Sengceng?" "Barusan aku lihat ia berjalan paling muka." jawabnya.
Berdua mereka lalu memandang kedepan, narnan sedikitpun tak kelihatan mata hidungnya si hweeshio cilik itu.
"Baiklah kita berhenti dulu untuk mencarinya," ujar Gokhiol dengan rasa cemas.
Tapi tiba2 terdengar ada seruan orang dibawah pecut kuda, "Aku berada. disini, untuk apa kalian mencari aku?" Semua orang terperanjat. Tatkala mereka menoleh kebawah, tampak dibawah perutnya kuda Gokhiol, menggemblok seorang bocah yang ternyata... adalah Pasupat! Dengan keduabelah tangannya ia memeluk perut kuda itu, sedangkan kepalanya menjulur kedepan sampai dibawah leher kuda. Semua orang yang melihatnya jadi heran tercampur rasa geli.
"Su-heng, lekaslah naik, mari kau duduk sepelana denganku," ujar Kubilay.
"Tak usah, aku ingin tidur dengan nyaman disini," jawab Pasupat.
Mendadak Gokhiol teringat sesuatu, Ialu menanya: "Seng-ceng bolehkah aku menanya ilmu apakah yang telah kau gunakan tadi untuk mengusir pasukan berkuda itu?" "Ah, itu bukanlah ilmu yang perlu dibanggakan. Pinceng hanya menotok jalan-darah gatal mereka saja." Mendengar keterangan Pasupat itu, semua orang yang mendengarnya jadi tertawa geli bergelak-gelak.
Menjelang fajar, mereka sudah berada diluar perbatasan kota Giok Bun Kwan. Pasupat berkata, "Kini kalian hendak kemana?" ia menanya.
"Justru kami hendak meminta petunjuk2 dari Suheng." sahut Kubilay. "Sebaiknya kalian ber-enam bersama Yalut Sang pergi ke Tong Kwan untuk menemui ayahmu." kata Pasupat.
Mendengar dirinya tak disebut. Gokhiol bertanya "Sengceng, apa aku juga harus turut dengan saudara2-ku?" "Tidak," sahut Pasupat," kau harus menemui seseorang.
Tatkala kita datang kemari, bukankah kita: telah berjumpa dengan Im Hian Hong Kie-su" Malahan ia telah mengikuti kita cukup jauh. Sekarang aku pun hendak kembali kepada guruku. Maka itu sebaiknya kaulah yang mewakili aku untuk menemui dia orang tua." "Aku tak tahu dimana kini Im Hian Hong Kie-su berada." ujar Gokhiol.
"Akupun tak tahu," sahut Pasupat," baiklah kau cari dia di tempat kita bertemu itu," Selesai berkata Pasupat ingin berpamitan. Kubilay mencoba menahannya. Tapi si Bu Siong berkata: "Kau telah dengar sendiri dari Gokhiol, bahwa aku telah berajanji kepada guruku untuk kembali dalam tempo lima hari. Apa kau ingin aku mendapat cacian dari beliau?" Menyusul mana badannya lantas melesat dan ditengah2 udara ia masih sempat berkata, "Sampai berjumpa pula saudara-2." Dan menghilanglah ia dari pandangan mata orang ramai.
Setelah itu Gokhiol-pun ikut meminta diri dari saudar2nya dan berjalan seorang diri menuju kearah selatan.
---oo0dw0oo---
Lewat beberapa hari si pemuda telah kembali pula kedaerah selatan propinsi Siam Say. Mengingat tempo hari ia pernah berjumpa dengan Im Hian Hong Kie-su di Cu Bu-kok, maka Pasupat telah menyarankannya untuk kembali ketempat itu. la menduga tentu disini ia akan berhasil menemui kembali Im Hian Hong Kie-su.
Gokhiol melepaskan kudanya dan melanjutkan perjalanannya dengan berjalan kaki. Setelah setengah haian lamanya ia mencari disekitar tempat itu, tapi usahanya tak menghasilkan apa2. la pun jadi berkeci! hati...
Kiranya waktu itu Im Hian Hong Kie-su tetah kena tertawan oleh Im Yang Jie-yauw dan kejadian itu teIah berselang dua hari yang lalu.
Menjelang senja. Sang batara surya mulai condong kesebelah barat. Suasana dilembah itu mulai remang2 gelap, namun Gokhiol terus mencari jejaknya Im Hian Hong Kie-su. Pikirnya dalam hati bahwa Pasupat tak nanti akan membohongi dirinya.
Pada saat itu tiba2 tampak olehnya, tidak seberapa jauh rumput2 bergerak, menyusul mana lantas muncul seorang pengemis tua yang pakaiannya sudah compang-camping tak keruan.
Gokhiol terkejut dan mundur beberapa tindak. Ketika diamatinya lebih teliti, sekujur badan pengemis tua itu kotor sekali.
Setelah pengemis tua itu menoggokan kepalanya sebentar, lalu ia menyusup kembali kedalam semak2.
Perbuatannya se-olah2 ia sedang mencari sesuatu. Dari mulutnya sipengcntis terdengar ia mengunyam, "Manisku...
....oh mustikaku, kau telah meninggalkan aku selagi aku tidur. Kalau kau ingin berbuat serong, janganlah disiang hari bolong," katanya dengan aneh.
Rupanya orang itu kini telah menemukan kembali apa yang sedang dicarinya barusan dan dengan suara gembira ia ber-seru2, "Oh... oh..., kiranya kau bersetnbunyi disini" Eh... eh..., jangan kau coba lari, manisku. Tanpa adanya kau ini aku akan mati kering." Melihat kelakuan pengemis lua itu seperti tolol2an, Gokhiol merasa geli didalam hatinya, rasa terkejutnya hilang. Diam2 ia bertindak kedepan untuk melihat benda apa yang sedang dipegang sipengemis sinting itu. Begitu ia melihat, kembali ia menjadi terkejut! Apa yang dicekal ditangan sipengemis tua itu adalah ........ seekor ular kecil.
Yang sangat aneh ialah sekujur badan ular itu berwarna merah seperti darah! Ular itu melilit ditangan si pengemis sambil mengangkat kepalanya dan lidahnya menjulur keluar-masuk dengan lincah sekali.
Sipengemis kini mendekati mulutnya pada mulut ular itu dan diciumnya seraya berkata dengan nada yang halus serta penuh kasih sayang, "Manisku, apa kau kenal dia" Itulah puteraku yang datang. Diapun seperti kau, tidak mau memanggil aku ayah. Hanya kau lebih baik sedikit dari padanya, sebabnya kau tidak mau merobah she mu, tapi dia telah mengubah namanya hingga jadi orang asing, itulah yang membuat aku kesal dan sedih." Mendengar ucapan aneh dari si pengemis ini, Gokhiol menoleh kebelakang, tapi ia tak melihat seorang juga.
Hatinya menjadi heran. Pikirnya dalam hati terang2 pengemis ini sedang mempermainkan dirinya, Dia mengatakan bahwa aku adalah puteranya. Tapi melihat dia berlaku seperti orang sinting, tak usah aku menghiraukannya. Sedang Gokhiol berpikir, si pengemis tadi telah melilitkan ular merah-nya dipinggangnya se-olah2 tali pengikat pinggang saja. Lalu seperti tiada seorang didekatnya, si pengemis tiba2 menjatuhkan dirinya diatas rumput dan ber-guling2an, mendadak ia menangis berkoar serta menumbuk2 dadanya! Gokhiol kembali terkejut menyaksikan perbuatan aneh pengemis itu yang rebah di rumput menangis ter-sedu2.
Terdengar pula pengemis itu berkata seorang diri, "Apa benar kau tidak mau mengenali aku lagi atau kau takut tubuhku yang kotor ini" Kalau aku tahu akan terjadi begini aku tentu tak mau pergi menyembunyikan diri selama belasan tahun di gunung Kun Lun-san. Ah, dasar nasibku yang sial." Gokhiol mendengar kata2 orang yang tiada juntrungannya, hatinya merasa kasihan. Ia maju kedepan dengan maksud untuk menghiburnya. Tapi sebaliknya mengingat orang itu sinting dan lagi pula seluruh tubuhnya penuh kotoran, maka apa bila ia merangkul orang itu serta rnengatakan kepadanya dialah puteranya, niscaya dirinya, akan kebauan. Maka buru2 pemuda kita mengangkat kaki untuk meninggalkan tempat itu. Tapi baru saja ia berjalan beberapa langkah, si pengemis itu tiba2 sudah berhenti menangis seraya berteriak: "Lo-Tio, eh....,eh..., kenapa kau pergi lagi" Akupun she Tio, kembalilah kitakan ber-sanak." Cokhiol terkejut, pikirnya bagaimana dia mengetahui bahwa ia she Tio" Segera ia membalikkan badannya untuk memandang pengemis itu yang kini berlutut disamping sebuah pohon besar, si pengemis menganggukkan kepalanya tiga kali. Hati pemuda kita jadi semakin heran.
Ketika ia mengawasi, tampaklah olehnya pohon telah terpapas pingirannya, licin bagaikan papan yang halus rata, dan tampak juga goresan2 pada pohon itu yang tertulis: Inilah tempat pemujaan nenek moyang raja Tay-Song (Song yang maha besar).
Gokhiol semakin heran, pikirnya : "Pantasan ia memanggil aku Lo Tio (Si Tio Tua). Kiranya dia sedang bersembahyang untuk arwah leluhur raja Song. Melihat tingkah lakunya yang begini aneh, mungkin dia ini menlpunyai sedikit riwayat. " Akhirnya Gokhiol tak dapat menahan diri, dan memberi hormat." Numpang tanya Locianpwe she apa" Kenapa arwah leluhur raja Song di tulis di sini?" Si pengemis palingkan mukanya dan menatap wajah orang. "Bocah, kau she apa?" ia balas bertanya.
Gokhiol menjadi mendongkol hatinya. "Aku menanya kau! Kenapa kau bertanya pula!" Si pengemis mengerutkan alisnya seraya menyahut: "Kau satu she dengan aku, kenapa kau mau bertanya?" Gokhiol bercekat hatinya. Mungkin dia kaki tangannya musuh, sebaiknya aku tidak mengatakan diriku yang sesungguhnya. Maka iapun segera berkata pula. "Lo-pee, kau keliru, bagaimana aku bisa satu she dengan kau" Aku adalah se-orang pemburu dari tepi sungai Kannan di Monggol." Tapi belum habis ia melanjutkan perkataannya, pengemis tua itu sudah mencelat bangun. Berbareng dengan itu menyambar pula desiran angin yang mengarah mukanya Gokhiol.
"Plak!" satu tamparan mengenakan dengan jitu dipipinya Gokhiol, pemuda kita yang tidak menduga bahwa dirinya bakal dipukul, tidak keburu lagi baginya untuk menangkis tamparan itu, maka kini dengan terpaksa ia meloncat kesamping dengan perasaan terkejut dan tidak mengerti.
Tamparan itu sangat keras sekali, hingga pipinya Gokhiol menjadi merah. Belum puas dengan tamparan, si pengemis tua itu kembali, mendamprat Gokhiol dengan suaranya yang keras mengguntur: "Kau... kau... binatang! Bila aku tidak memukulmu dengan sepuas hatiku aku akan merasa dosa terhadap leluhurmu ...." Mendapat hadiah tamparan dan makian yang hebat ini, Gokhiol menjadi heran bercampur dongkol, "Eh, kenapa kau tanpa sebab memukul orang?" tanyanya dengan penasaran.
"Kau memang binatang!" teriak pengemis tua itu dengan sepasang matanya melotot.
Gokhiol menjadi gusar, sebab tanpa hujan atau angin, tahu-tahu dirinya dipukul oleh seorang pengemis sinting, maka ia maju beberapa langkah kedepan untuk membalas menghajar pengemis tua yang gila-gelo itu.
Tapi maksudnya belum kesampaian, mendadak pengemis tua itu sudah mendahuluinya dengan membentak pula, "Aku bukan saja hendak memukul kau, malah aku ingin KAU berlutut dihadapan arwah leluhur raja Song untuk meminta ampun" Habis membentak, pengemis tua itu menyodorkan kedua belah tangngannya untuk menubruk seraya memeluk.
Gokhiol menjadi kaget, selagi ia hendak mundur untuk sekalian mencabut pedangnya. Mendadak pengemis tua itu sudah mengibaskan sebelah tangannya dengan Iekas.
Segera Gokhiol merasakan seperti ada semacam tenaga yang sangat keras yang menekan badannya, lalu tanpa ia tahu apa2 lagi, tubuhnya sudah terlempar dan menubruk pohon yang bertulisan itu tanpa berdaya.
Kini pengemis tua itu mengangkat tangannya keatas kebawah dan menghitung, "Satu... dua.... tiga! Tanpa dapat mengendalikan dirinya, Gokhiol lantas memanggut-manggutkan kepalanya tiga kali kearah pohon besar itu.
Apa yang dipegang oleh si pengemis itu adalah se-ekor ular yang berwarna merah seperti darah ! Melihat Gokhiol sudah memanggutkan kepalanya, pengemis tua itu jadi tertawa dengan gembira, "Ha...
ha...ha...! Bagus, bagus sekali!" katanya.
Gokhiol yang semula memang sudah menduga bahwa pengemis gila -gilo itu bukannya orang sembarangan, tapi dasar ia yang masih muda berdarah panas, mana mau ia menerima hinaan dengan begitu saja" Tapi kini barulah ia insyaf bahwa pengemis tua itu berkepandian sangat tinggi sekali, hanya dengan mngangkat-angkat sebelah tangannya yang ditujukan kepadanya, lantas ia menurut apa yang diperintahkan oleh sipengerrais tua itu. Kini setelah pengemia tua itu menarik kembali tangannya. Tenaga yang menekannya juga turut lenyap. Maka dengan sebat Gokhiol mencelat bangun sambil berjumpalitan tubuhnya membumbung tinggi dan hinggap disebuah dahan.
Tangannya kini sudah menghunus pedang Angliangkiam, kemudian sambil berseru nyaring ia menyerang turun, pedangnya mengarah kepalanya pengemis tua itu.
Suasana ditempat itu sudah mulai gelap.
Begitut Gokhiol mengayunkan pedangnya, ia merasakan hahwa pedangnya telah menyentuh sesuatu, tapi sasaranya keras, bukan seperti tubuh manusia. Ketika ia tegasi, kiranya itulah batang pohon yang ia tebas dan bukannya hadan pengemis tua yang kotor.
Sekonyong-konyong terdengar suara orang tertawa dibelakangnya, entah dengan cara bagaimana si pengemis tua itu, tahu2 sudah berada dibelalkangnya, ia berdiri dibawah tebing sambil tertawa dan menepuk-nepuk tangannya, "Ha...ha...ha...! Bagus...! Indah...!" Gokhiol yang dirinya terus-menerus dipermainkan oleb si pemgemis. Hatinya menjadi mangkel dan penasaran.
Tapi tanpa ia sadari bahwa si pengemis kotor itu barusan telah mempertunjukkan suatu ilmu ringankan tubuh yang disebut Sin-seng Pian-wie atau Merobah-tempat-dalam bentuk-suara. Inilah suatu ilmu gin-kang yang langka dari rimba persilatan! Dengan perasaan penasaran Gokhiol berteriak mengguntur seraya dengan tipu Leng-wan Hoei-yauw atau Lutung-sakti meloncat menyerang si pengemis bagaikan kiiat. Tapi si pengemis itu-pun tak kalah sebatnya, sekali ia gerakan tubuhnya, tahu-tahu ia sudah mencelat dan hinggap di atas tebing. "Kau hendak membunuh aku" Apa kau tidak takut dengan dosa yang besar" Ha...ha...ha...!" tawanya dengan bergelak-gelak Gokhiol tak menghiraukan segala ucapan pengemis itu, dengan menjejak kedua kakinya, tubuhnya lantas membumbung tinggi keatas tebing dan terus mengejar pengemis kotor yang aneh kelakuannla itu. Namun tindakkan Gokhiol tarlambat setindak, pengemis tua aneh itu sudah pergi, dari jarak yang cukup jauh terdengar ia herkata, "aku pergi tidak mau melayani anak yang kurang hormat!" Gokhiol penasaran, sambil mengempos semangatnya ia terus melakukan pengejaran, tetapi jarak antara mereka kian jauh, kian jauh. Gokhiol tertinggal jauh dibelakang.
Dengan adanya adegan saling kejar mengejar ini, akhirnya mereka tiba dekat gunung Ciong Lam-san dlbagian selatan. Mendadak dari balik sebuah batu gunung yang besar, muncul seorang gadis muda, dari jauh-jauh gadis muda itu sudah berteriak memanggil-mangil, Apa yang datang itu adu Tio koko" Hayo, lekas berhenti dan datang kemari" ujarnya.
Gokhiol yang mendengar suara itu, segera mengenali bahwa suara itu adalah suaranya Hay Yan.
Gokhiol dan Hay Yan telah berpisahan di Leng-wan Koan sebualan lebih, kini tanpa disengaja mereka bertemu kembali, keruan saja hatinya Gokhiol menjadi ber-debar2, apa maksudnya si gadis ini mengejar dirinya" Tampak wajahnya si nona menunjukkan perasaan yang kuatir dan bimbang, begitu ia melihat si pengemis tua lewat disampingnya, ia jadi terkejut dan heran.
"Moay-moay, lekas bantu aku bekuk pengemis gila-gelo itu." teriak Gokhiol.
Tapi si nona dengan cepat mencegah, "Koko, orang tua ini adalah kawan baik-ku, harap kau jangan berkelahi dengan dia." katanya.
Kiranya tempo hari ketika Im Hian Hong Kie-su mengantar Wanyen Hong pulang kembali kenegeri Kim.
ditengah jalan mereka telah berjumpa dengan seorang pengemis yang sedang memainkan ularnya yang berwarna merah. Dan pengemis inilah yang memberi khabar bahwa kakaknya Wanyen Hong yang bernama Wanyen Pin telah mangkat. Kemudian pengemis ini pula iang memberikan bebrapa ekor kuda untuk di pakai oleh Wanyen Hong dan para pengiringannya untuk melanjutkan perjalanan. Maka sekarang begitu Hay Yan bertemu pula dengan pengemis ini ia segera mengenali, maka dengan cepat-cepat ia mencegah maksudnya Gokhiol.
"Koko, lekas pergi ke Hu Cin Koan." berkata si nona dengan cemas." Gorisan telah berhasil kabur dari menara besi. Hian Cin-cu telah terluka kena pukulan Sam-im-ciang, jiwanya sekarang terancam. Im Hian Hong Kie-su sudah pergi mencari obatnya, tetapi sesudah pergi selama beberapa hari ia masih belum kembali. Nampaknya ia mendapat kesulitan." Keterangan si nona ini membuat Gokhiol menjadi menjublak bengong. Hay Yan menjadi hilang sabarnya, dengan separuh menarik tangannya Gokhiol, ia paksa pemuda kita naik keatas gunung.
Tapi dengan mendadak si pengemis tua yang kotor itu berteriak-teriak dari belakang, "Hei! Hei! Tunggu sebentar.
Tolonglah bawa barangku ini keatas gunung." katanya.
Hay Yan yang pernah mendapat budi si pengemis ini, lain berhenti dan menanya, "Lo-pee,kau ada barang apa yang hendak dititipkan" Kami sedng repot hendak menolong orang." Mendadak si pengemis yang gila-gelo ini menan"is, "Uh... uh... uh, aku dengan majikan Hu Cin Koan adalah kawan karib, maka apabila ia sampai ... sampai mati, aku . .
. aku bakal mati mereras....Uh, nona, tolonglah bawakan air ... air mataku keatas gunung. Uh ... uh ... uh..." tangisnya dengan sedih.
Hay Yan menjadi heran melihat keanehan orang ini.
"Lo-pee, dia masih belum mati, untuk apa kau menangis?" katanya dengan heran. "Moay- moay," kata Gokhiol. " Dia adalah orang gila-gelo, tak usah kita ladenin padanya." "Aku gila-gelo " Kaupun anaknya si gila-gelo" bentak si pengemis tua dengan sengit.
Gokhiol menjadi mendongkol, waktu ia ingin menggerakkan tangannya Hay Yan sudah mencegahnya sambil berkata, "Kita perlu segera menolong orang, lagi pula Lo-pee ini bukannya orang jahat, mengapa kau tidak mau mengalah sedikit, sih?" Medengar perkataannya si nona manis ini, hatinya Gokhiol menjadi lemah. maka tanpa hiraukan lagi pengemis tua itu, mereka lantas mendaki gunung Ciong Lam-san. Tapi baru berd.yalan beberapa langkah, kembali pengemis itu berkata dengan suaranya yang memohon, "Oh...nona, jadinya kau tidak mau membawa air mataku keatas gunung" Nanti kau akan menyesal, tapi tak menjadi apalah, aku akan tidur disini untuk menanti kau kemhali." Kedua muda mudi itu tidak menghiraukan, mereka terus berjalan kedepan. Jalan yang menuju ke Hu Cin Koan sangat kecil, hanya muat untuk satu orang serta berliku-Dari jauh tampak sinar-sinar lampu dari dalam kelenteng.
Suasananya sangat sepi sekali.
Sambil berjalan Hay Yan menceritakan bagaimana secara kebetulan ia datang ke Hu Cin Koan dan mendapat tahu bahwa Hian Cin-cu telah terluka kena pukulannya Im-yang Jie-yauw. Untunglah segera datang Im Hian Hong Kie-su dan memberi pertolongan serta telah memesan para imam dan Hu Cin koan supaya memanaskan terus tubuhnya Hian Cin-cu di bawah teriknya matahari serta dibantu dengan empat kaca tembaga besar, sehingga jiwanya masih tertolong hingga hari ini.
Kemudian si nona berkata pula, "Koko aku setibanya di sini mengalami suatu kejadian aneh" katanya.
"Akupun merasa heran bagaimana kau dengan mudah dapat mengetahui bahwa aku dan pengemis tua ini sedang berada dibawah gunung?" tanya Gokhiol.
Hay Yan tersenyum seraya mengeluarkan selemhar kertas berwarna kuning dari dalam sakunya. Kertas itu bertulisan bahasa Sanskrit.
"Kertas ini adalah pemberian Hu In Too-Tian-, dari Hu Cin Koan, dia menyuruh aku mencari orang yang mengerti bahasa Sanskut untuk mengetahui apa isinya surat ini " kata Hay Yan.
"Siapa yang menulis surat ini?" tanya Gokhiol.
"Kata Hu In Too-tiang, kemarin ada seorang hweshio cilik datang ke Hu Cin Koan, begitu melihat keadaannya Hian Cin-cu yang gawat, lantas ia menulis beberapa baris huruf ini dan memesan pada Hu In Tootiang. Bila ada orang yang datang kemari dan dapat mengerti isi maksudnya surat ini, pasti jiwanya Hian Cin-cu akan tertolong. Coba kau pikir, tidakah aneh kejadian ini?" menerangkan Hay Yan. Mendengar Hay Yan menyebut si hweshio cilik, Gokhiol lantas mengambil kertas kuning itu, dengan perantaraan sinar lampu yang remeng-remeng dari kelenteng ia mulai membaca. Tiba2 ia berseru, "Ah, ini tak mungkin!" Mendengar seruan Gokhiol, Hay yan menjadi melongo dan terdiam. "Inilah tulisannya Pasupat. Dia mengatakan bahwa Thian Sin Tan-su dari Thian-bun Pay telah menerima seorang murid dan kini sedang berada disekitar tempat ini.
Orang itu berpakaian compang-camping seperti pengemis.
Hanya dialah yang mampu menolong jiwanya Hian Citcu." berkata Gokhiol dengan cemas.
"Koko," berkata Hay Yan. "Bukan-kah orang tadi yang bertengkar dengan kau adalah seorang pengemis?" Ucapan si nona membuat Gokhiol menjadi sadar, tapi kini mereka sudah sampai didepan kelenteng Hu Cin Koan, sadangkan pengemis aneh itu tertinggal jauh dibawah gunug Ciong Lam-san. Gokhiol mengerutkan keningnya.
"Moay-moay, kau sebaiknya lekas-lekas turun gunung untuk mengundang pengemis tadi. Aku menunggu kau didalam kelenteng" katanya.
Hay Yan tahu keadaan sangat mendesak, maka iapun tanpa rewel turun pula kebawah.
Gokhiol terdiam dengan wajah yang masgul. Kini barulah ia tahu bahwa pengemis kotor yang ia namakan pengemis gila-gelo itu adalah muridnya Thian-bun Pay.
Mengingat ia barusan bersikap sembrono terhadap pengemis itu, timbulah rasa penyesalannya. Tak berani ia turun kebawah untuk mengundang sendiri pengemis kotor itu karena jengah, maka disuruhnyalah Hay Yan yang pergi.
---oo0dw0oo---
Dengan tindakan lemah Gokhiol memasuki kelenteng Hu Cin Kwan. Baru masuk sampai dipendopo cahaya lilin sangat terang sekali. Tapi tak seorangpun yang tampak.
Langsung saja ia masuk terus hingga sampai dihalaman belakang. Disitu tnmpak api unggun berkobar dengan besarnya. Sekeliling api itu, ada dua sampai tiga puluh pendeta yang berdiri mengelilingi api ungun dengan wajah yang muram sedih. Suasananya sangat menyedihkan sekali.
Gokhiol yang melihat keadaan itu menjadi kesima, pendeta-pendeta itu kiranya sedang mengelilingi sebuah bale-bale yang diatasnya menggeletak sesosok tubuh pendeta tua. Pucat pias wajahnya, kedua matanya tertutup rapat, dadanya tiada tampak turun-naik seperti biasanya orang bernapas. Pendeta tua itu bukan lain adalah Hian Cin-cu, ketua kelenteng Hu Cin Kwan! Gokhiol yang menyangka orang sudah mati, ia menjadi putus asa." Walaupun pengemis tua itu datang, sudah tidak ada gunanya" ia berkata dengan suara yang lemah.
Suaranya pemuda kita mengagetkan para imam lainnya, lantas ada seorang imam muda yang menegornya dengan suara yang keras, "Berhenti! Siapa kau" Mau apa datang kemari dimalam hari?" Gokhiol tidak menjawab pertanyaan imam itu, sebaliknya la balik menanya, "Apakah guru kalian sudah meninggal?" Hu In too-tiang yang belum mengenal Gokhiol, tetapi dari gerak-gerik pemuda kita ia mengetahui bahwa anak muda itu bukannya orang jahat, maka dengan kerutkan keningnya ia berkata, "Apa maksud kedatangan Cong-su dimalam seperti ini" Apa Cong-su disuruh oleh lm-yang Jie-yauw untuk mendengar berita?" Gokhiol tanpa banyak kata lalu mengeluarkan suratnya Pasupat dan berkata," Aku yang rendah bernama Gokhiol, barusan aku telah bertemu dengan nona Hay Yan yang mengatakan bahwa Hian Cin-cu cianpwee menderita luka berat, maka kalau memang Hian Cin-cu cianpwee masih belum menihggal, masih ada harapan untuk menolong jiwanya." Hu In berserta kawan2nya yang mendengar ini menjadi girang, walaupun mereka belum mengenal Gokhiol, tapi ketika tempo hari Hian Cin-cu menggusur Gorisan pulang untuk dipenjarakan, pernah imam tua itu menceritakan tentang hal-ikhwalnya Gokhiol, anak angkat Jenderal Tuli dari Monggolia. Kini si pemuda membawa pula suratnya Pasupat, maka rasa curiga terhadap Gokhiol lantas hilang.
"Guru kami masih bernapas. Bila Cong-su dapat menolong jiwa guru kami, seumur hidup kami, kam. takkan melupakannya." berkata Hu In dengan terharu Gokhiol menggeleng-gelengkan kepalanya, "Orang yang akan menolong Hian Cin-cu cianpwee bukannya aku, tapi orang itu akan segera datang ......." Kemudian Gokhiol menerangkan arti dari surat yang berbahasa Sanskrit itu, iapun mengatakan juga bahwa barusan ia telah bertemu dengan orang pandai yang dimaksud dalam surat itu. Akhirnya Gokhiol menanyakan bagaimana si hweeshio cilik Pasupat bisa datang ke Hu Cin Kwan" Kini Hu In menceritakan kejadian itu sebagai berikut : Ketika ia dan kawan2 seperguruannya sedang memberi hawa panas pada gurunya, secara mendadak dari atas genteng melayang turun sesosok bayangan orang. Orang itu adalah hweeshio cilik, dalam waktu yang sekejap hwe-shio cilik itu sudah berada didepannya Hian Cin-cu yang sedang rebah diatas bale2. Semua orang yang menyaksikan kejadian ini jadi kaget tak terkira lagi, pada sangka mereka bahwa hwe-shio cilik itu adalah konconya Im-yang Jie-yauw.
Serentak mereka menghunus senjata dan merangsek maju sambil membentak, "Padri cilik iblis! Jangan harap kau hari ini dapat lolos dari sini!" Tapi heran bin ajaib bahwa hweeshio cilik ini sedikitpun tak nampak hendak melawan, bahkan sambil merangkapan sepasang-tangannya ia berkata memuji sang Budha "O-mi-to-hud! O-mi-to-hud! Tai Im Lo-nie memang sangat kejam sekali, bagaimana siauwceng dapat berpeluk tangan tanpa ikut campur?" tukasnya dengan aneh.
Kami tidak hiraukan apa yang diucapkan oleh hwe-shio cilik itu. terus saja kami merangsek maju, tetapi secara tiba-tiba semacam desiran angin yang maha keras datang menyambar untuk menahan semua orang! Hu In insaf bahwa yang menahan mereka itu adalah semacam tenaga dalam yang luar biasa sekali. Kami semuanya tertegun dan kesima.
Tapi sebaliknya si hweeshio cilik itu dengan tenang bertindak kearah bale2 tempat guru kami berebah, setelah menekan-nekan dengan sebelah tangannya di-ulu hati Hian Cin-cu, lantas hweeshio cilik itu berkata dengan nada girang. "Masih ada harapan! Masih ada harapan!" Kami menjadi heran, karena melihat yang hweeshio cilik tidak seperti orang jahat, lain Hu In maju memberi hormat, "Kami tidak mengetahui kedatangan Siauwsuhu, serta telah berlaku kurang hormat, untuk ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Siauw-suhu barusan mengatakan bahwa jiwa guru kami masih dapat ditolong, maka kami harap Siauw-suhu sukalah berbuat amal sedikit dengan menolong jiwanya guru kami." Hweeshio ciiik itu goyang-goyangkan kepalanya dan berkata, "Guru kalian telah terluka oleh pukulan Bie-cong Hian-kang dan Sam Im-ciang secara serentak dan jitu.
Kepandaianku masih dangkal, tak sanggup aku menolongnya. Kini aku berikan ia sebutir pil Liong-houw Kim-tan untuk memperpanjang tenaga-murninya agar ia dapat bertahan terus hingga lusa pagi sebelum matahari terbit. Tapi bila pada waktu itu masih belum ada orang ada orang yang datang, Lo-thian-ya lah yang menentukan nasibnya!" Kemudian hweeshio cilik itu mengeluarkan sebutir pil yang berwarna kuning ke-emas2-an dan menjejalkan obat tersebut kedalam mulutnya Hian Cin-cu Kini Hu In barulah mengetahui bahwa ltweeshio cilik ini adalah bukan orang sembarangan, maka tidak man ia melepaskan ketika yang baik ini begitu saja tanpa orang pandai ini berusaha untuk menolong jiwa gurunya. Lalu ia maju, dengan berlutut ia memohon agar hweeshio cilik ini menolong jiwa gurunya.
"Siauw-ceng dalam hal ini sebenarnya tidak boleh ikut campur. Hanya secara kebetulan saja ditengah jalan aku mendengar bahwa dari Thian-bun Pay telah mengutus seorang muridnya yang pandai datang kemari untuk menolong guru kalian. Aku yang mendengar kabar itu jadi tertarik, dalam perjalanan pulangku ke See Cong, aku mampir dulu sebentar ke gunung Ciong-lam-san. Tak dinyana bahwa guru kalian telah terluka oleh pukulannya Im-yang Jie-yauw. Luka ini hanya dapat ditolong oleh orang yang telah meyakinkan ilmu Kian-kun Tay Kie-kang." Sehabis berkata, hweeshio cilik itu mengeluarkan sehelai kertas kuning, setelah menulis ia serahkan pada Hu In.
"Maaf-kan Siauw-ceng yang karena hendak cepat2 pulang, tak dapat aku berdiam lama2 di sini. Too-tiang, lekaslah kau usahakan mencari murid Thian-bun Pay itu untuk menolong guru-mu." katanya.
Baru saja Hu In menerima suratnya atau hwe-shio cilik itu sudah melesat keluar tembok dengan cepat bagaikan kilat. Semua orang yang melihat ini jadi berseru dengan kagum! Surat itu yang di tulis dalam bahasa Sanskrit, sedikit-pun aku tidak mengerti. Kebetulan pagi tadi Hay Yan kouw-nio datang, nona ini belum mengetahui bahwa guru kami sedang menderita luka parah.
Hay Yan datang ke Hu Cin Kwan atas titah ibunya untuk berkunjung kepada Hian Cin-cu untuk sekalian rnenanyakan perihal Im Hian Hong Kie-su yang sudah setengah bulan lamanya masih belum juga mengirim kabar.
Karena Hay Yan sudah pernah datang ke Hu Cin Kwan untuk menyampaikan surat kepada Hian Cin-cu, maka Hu In mengenali si nona. Barulah setelah mendapat keterangan dari Hu In, Hay Yan mengetahui bahwa Hian Cin-cu luka parah dan Gorisan telah kabur! Tempo hari Im Hian Hong Kie-su pernah mengingatkan Hian Cin-cu bahwa Gorisan banyak akalnya. Tapi peringatan ini oleh Hian Cin-cu dianggap remeh, hingga kini membawa akibat yang sangat hebat sekali.
"Sekarang yang terpenting ialah bagaimana menolong Hian Cin-cu cianpwee." berkata si nona.
Hu In yang sedang bingung lantas menyerahkan suratnya si hwee-shio cilik. Hay Yan juga tidak mengerti bahasa Sanskrit, tapi ia bersedia untuk turun gunung guna mencarikan orang yang dapat membaca suratnya hwee-shio cilik itu. Diluar digaannya ditengah jalan ia bertemu dengan Gokhiol yang sedang mengejar seorang pengemis.
---oo0dw0oo---
Setelah mendengar keterangan Hu In, barulah Gokhiol mengetahui bahwa Pasupat telah datang berkunjung kegunung Ciong-lam San kemarin.
"Hwee-shio cilik itu adalah murid dari kepala agama di Turfan Pantati yang bernama Pasupat. Menurut suratnya suratnya ia mengatakan bahwa orang yang dapat menolong Hian Cin-cu cianpwee ialah seorang murid dari Thian Sin Tan-su dari perguruan Thian-bun Pay. Yrang pandai yang dimaksudkan itu tak lama lagi akan datang bersama Hay Yan siocia." kata Gokhiol.
Semua orang yang mendengar ini menjadi gembira, mereka lalu bergegas keluar mengikuti Gokhiol untuk menyambut kedatangan Hay Yan serta orang pandai itu.
Tak lama kemudian tampak sesosok bayangan hitam berlari-lari menuju kekelenteng. Orang itu adalah Hay Yan.
"Eh, bagaimana dengan pengemis itu" Apa dia tidak mau datang kemari?" menanya Gokhiol dengan heran.
Dengan napas tersengal-sengal Hay Yan berkata dengan terputus-putus, "Tio koko, dia.......dia tidak mau tidak mau datang!" "Apa kau telah bertemu dengan dia?" menanya Gokhiol.
"Ketemu sih sudah, cuma dia bilang dia bilang sekarang dia lagi ngantuk. Badannya kotor, dia mau tidur dulu, besok sesudah mandi, baru dia mau datang." kata Hay Yan.
"Mana mungkin" Bukankah dengan begitu dia telah mengapirkan urusan besar" kata pula Gokhiol.
"Hu in" berkata Pasupat "Seng-ceng mengatakan bahwa bila sampai esok pagi setetah matahari terbit masih belum ada orang yang datang, jiwa guruku tak tertolong lagi..." katanya dengan air mata telah berlinang2 "Kouwnio coba kau turun sekali lagi, mungkin ia mau datang sekarang juga." "Barusanpun aku telah memohon mohon padanya, tapi dia bilang... dia bilang: kecuali..." berkata sampai disini Hay Yan lalu melirik kearah Gokhiol dan terdiam.
Hui In tercekat hatinya! "Kouw nio coba jelaskan dia mengatakan kecuali apa" Apapun aku akan menyanggupinya sekarang juga." Hay Yan mengerutkan alisnya yang lentik. Dia bilang: "kecuali Tio-koko sendiri yang datang barulah dia mau datang kemari....." katanya.
"Hm...." Gokhiol mengeluarkan suara dihidung.
"Eh, tidak itu saja" menyambung pula Hay Yan. "Dia masih mengajukan tiga syarat untuk datang kemari." Hu In yang berdiri disampingnya Hay Yan jadi semakin gelisah, waktu sekarang sudah mendesak! "Apa syaratnya ?" ia berkata, "Asal dia mampu mengobati luka guruku, jangan kata tiga buah syarat, tiga puluhpun aku akan menyanggupi." Hay Yan tersenyum manis. "Dia hanya minta Tio koko yang datang sendiri, meski too-tiang menyanggupi hem tidak ada gunanya" "Hem.... hem, si tua sinting itu rupanya masih kheki padaku! ia ingin melampiaskan kedongkolannya atas diriku." dumal Gokhiol dengan perlahan.
"Syarat kesatu: dia menghendaki Tio koko datang padanya dan berlutut tiga kali sambil manggut-manggutkan kepalanya dan memanggil ia ayah sebanyak tiga kali pula." kata Hay Yan. Gokhiol diam saja tidak bersuara.
"Syarat kedua: dia mau yang Tie koko sendiri meng....
menggendong dia hingga keatas." "Tak mungkin!" tukas Gokhiol mendongkol, "Dasar pengemis gila-gelo"!" Mengetahui Gokhiol segan memenuhi kemauan orang pandai itu, Hu In dan kawan2 menjadi gelisah, serempak maju kedepan, dengan nada separoh memohon mereka berkata, "Cong-su, kami mohon sudilah kiranya kau menolongi jiwa guru kami. Dalam ajaran agama Budha: menolong jiwa seseorang jauh lebih berharga dari pada mendirikan pagoda yang bertingkat tujuh." kata mereka separuh membujuk.
Atas permohonan yang sungguh2 dari para imam Hu Cin Kwan, wajahnya Gokhiol jadi berobah, "Dan syarat yang ketiga bagaimana?" ia bertanya.
"Syarat yang ketiga: ialah seperti Tie koko dulu pernah meluluskan permintaanku ketika kita masih berada di Leng Wan Koan, yaitu dia minta agar mulai saat ini juga mesti memakai namamu yang asli, yaitu TIO PENG !" Gokhiol sesak napasnya mendengar permintaan yang bukan2 dari pengemis tua itu, "Baik atau jeleknya namaku, itulah urusanku sendiri, kenapa dia mesti turut campur?" katanya dengan mendongkol.
"Cong-su, ini hanya soal sepele saja. Dengan memandang guru kami yang terluka, Tolonglah! Atas budi Cong-su tentu kami takan lupa selama-lamanya." kata Hu In.
Gokhiol meng-geleng2 kepalanya dengan kerutan keningnya, mendadak secepat kilat Hay Yan balikkan tubuhnya dan berlari pergi.
Gokhiol terkejut, dengan menjejakkan kedua kakinya ia turut mangejar sambil berseru, "'Moay-moay, kau hendak kemana?" Hay Yan palingkan mukanya kebelakang, dengan wajah yang gusar ia berkata. "Tak kusangka kau begini tidak mempunyai rasa kebajikan terhadap sesama manusia. Aku kini akan pergi mencari Pasupat dan mengadu padanya bahwa kau adalah seorang mannsia yang tidak tahu dri.
Sungguh percuma dan sia-sia dia jauh2 datang ke Ho-lim untuk menolong para saudara angkatmu. Tapi kini sebaliknya, begitu kau melihat bahaya mengancam seorang suci, lantas kau peluk tangan tanpa mau memberikan sedikit ketikapun menolongnya karena soal yang begitu kecil saja. Apa kau masih ada muka untuk bertemu dengan orang2 gagah dari rimba persilatan?" Gokhiol yang disemprot menjadi teringat akan Pasupat yang rupanya sudah mengetahui dia akan kemari. Maka Pasupat bebankan semua kewajiban ini padanya, bila aku tidak berhasil mengundang orang pandai dari Thian-bun Pay untuk menolong Kian Cin-cu dibelakang hari bagaimana aku masih ada muka untuk menemuinya" Berpikir begitu, lantas saja Gokhiol berseru nyaring "Moay-moay, kau jangan marah-marah, baiklah. Aku turut ketiga syarat itu katanya." Hay Yan menjadi gembira karena tipu dayanya berhasil, "Soal yang begini kecil saja bila kau tidak sanggup turuti kemauanku, bagaimana kau bisa sayang padaku?" bisiknya menggoda nakal dan gadis itu tersenyum.
Gokhiol diam-diam memaki dirinya yang goblok! Lalu dengan bersemangat, Gokhiol seorang diri turun kebawah gunung untuk mengundang pengemis aneh itu Ketika sampai ditengah gunung, dalam kegelapan malam dari semak-semak tiba2 terdengar suara gemersik.
Menyusul mana merayap keluar seekor ular merah yang hendak melibat kedua kakinya Gokhiol ! Pemuda kita jadi terkejut. Sambil berseru nyaring ia jejak kedua kakinya hingga meloncat tinggi keatas!
---oo0dw0oo---