Warisan Jenderal Gak Hui Jilid 9

Jilid ke 9

WALAUPUN itu tidak akan mungkin terjadi. Tetapi Kiam Ciu mengharapkan semua itu tiada terusik. Maka dia sangat berhati-hati mendekati gadis yang sedang menyanyi dan mencurahkan getaran kalbunya yang sedang dirundung kesengsaraan. "Oh, mengapa gadis itu juga masih menyanyikan senandung duka ? Bukankah semuanya yang berada disini serba damai dan indah? Kalau begitu apakah benar menurut suhu Pek-hi-siu-si bahwa dunia ini penuh kepalsuan.. . “ pikir Kiam Ciu. Ketika itu Kiam Ciu telah berada sangaR dekat sekali dengan gadis yang sedang menyanyi. Ketika gadis itu telah berhenti menyanyi dan memalingkan wajahnya kearah Kiam Ciu. Pemuda itu sangat terpesona.

Gadis itu sangat cantik dan pakaiannya sangat indah, kecantikannya, belum pernah dilihat oleh Kiam Ciu. Maka pemuda itu menganggapnya kecantikan itu seperti bidadari. "Oh, apakah aku bermimpi ? Apakah dia seorang bidadari?” pikir Kiam Ciu dengan pandangan penuh terpesona kearah gadis itu.

Tiba-tiba gadis itu melambaikan tangannya ke arah Kiam Ciu. Pemuda itu ragu-ragu. Tetapi tempat itu tiada siapa-siapa, berarti yang dipanggilnya adalah dia ! Karena belum yakin bahwa yang dipanggil itu dirinya, maka Kiam Ciu menunjuk dirinya sendiri dengan ibu jari. Gadis itu menganggukkan kepala dan tampak tersenyum. Hati Kiam Ciu bergetar.

Setelah sampai didekat gadis itu, Kiam Ciu menghormat dan membongkok kearah gadis berwajah sayu itu.

"Apakah siocia yang menolong menyelamatkan diriku dari tangan Kwi Ong yang kejam itu ?” tanya Kiam Ciu ingin penjelasan.

Tetapi gadis itu gelengkan kepalanya. Kemudian menyahut pertanyaan Kiam Ciu dengan suara rawan kedengarannya.

"Tidak, aku tidak menolongmu. Kau terbawa oleh ombak telaga Ang-tok-ouw dan terdampar di tepi telaga. Kemudian kau dengan tidak sengaja telah memasuki sebuah gua sampai di tempat ini. Disinilah sebenarnya kota yang bernama Pek-seng itu. Kota yang telah hilang itu. Tempat ini telah banyak ditumbuhi semak belukar dan menjadi hutan lebat hingga lenyaplah bentuknya.

Sedangkan sebagian besar bangunan kota telah tertimbun tanah dan diatasnya telah ditumbuhi pohon-pohon besar. Tinggallah bangunan yang saya tempati itu satu-satunya yang tinggal” jawab gadis jelita yang berwajah rawan.

"Jadi lain-lainnya.. . apakah.. .” sambung Kiam Ciu gugup.

"Ya, aku tinggal ditempat ini seorang diri. Aku juga semula mencari kitab Pek-seng-ki-su. Ketika aku tiba ditempat ini, aku salah makan dedaunan dan buah-buahan yang akibatnya aku menjadi terganggu pikiran serta tidak mampu untuk meninggalkan tempat ini. Aku hanya dapat berjalan-jalan sebatas pekarangan gedung ini, lebih dari itu aku tidak kuat lagi, tubuhku gemetar dan cin-kiku saling berhantam bergolak” tutur gadis itu.

Tong Kiam Ciu memandang gadis itu dan mendengarkan kisahnya dengan penuh perhatian. Lalu gadis itu melanjutkan kisahnya : "Sekarang kau telah berada ditempat itu mungkin juga telah dikirimkan oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk menolongku. Apakah kau sudi menolongku?” tanya gadis itu penuh harapan. Tong Kiam Ciu yang berjiwa luhur itu tampak tersenyum dan memandang kearah wajah gadis dengan mata berseri.

"Tentu saja aku bersedia menolong siocia. Lalu dengan cara bagaimanakah aku dapat menolongmu?” tanya Kiam Ciu.

Belum lagi gadis itu menjawab pertanyaan Kiam Ciu, tiba-tiba pemuda itu telah teringat akan sesuatu yang penting.

"Oh.. maaf siocia. Apakah siocia ini cucunya Gan Hua Liong?” tanya Kiam Ciu.

Gadis itu terperanjat mendengar nama Gan Hua Lioag. Dengan mata terbeliak gadis itu bertanya. "Darimana kau mengenal nama Gan Hua Liong itu? Sesungguhnyalah aku ini memang cucu Gan Hua Liong, karena dia memang engkongku.”

Tong Kiam Ciu akhirnya menjelaskan.

"Sebenarnya aku bermaksud datang untuk mencari Pek-seng. Engkohmu telah meminta diriku untuk pergi kekota ini dan menolongmu. Aku sebelumnya tak menduga bahwa dengan kehendak Tuhan aku dapat sampai kekota ini, kota Pek-seng yang memang menjadi tujuan utamaku. Banyak jago-jago silat yang telah datang dan menyatroni kuil Pao-yun-ta, mereka ingin merampas peta Pekseng dari tangan engkongmu. Aku telah menyaksikannya sendiri bahwa engkongmu telah mempertahankan peta itu dengan mati-matian. Tetapi akhirnya engkong mu bertemu dengan musuh yang lebih tangguh hingga mendapat luka parah” belum sele sui cerita Kiam Ctu sunah terputus helaan terkejut gadis itu. "Oh, lalu bagaimana keadaan engkong?”

"Saat itu, aku bermaksud menolongnya Tetapi beliau menolaknya. Malah akhirnya peta Pek-seng diserahkan padaku. Hanya dipesankan padaku, aku setibanya di kota Pek-seng di suruh mencari cucunya dan untuk menolong membebaskan gadis itu. Akhirnya Gan Hun Liong.. .” belum lagi kata-kata itu selesai, telah diputus lagi oleh gadis itu dengan tidak sabar.

"Hah ? Lalu bagaimana nasib engkongku ?” tanya gadis itu tak sabar.

"Sayang engkongmu keras kepala dan sama sekali menolak untuk kutolong, akhirnya menghembuskan nafasnya yang terakhir. Tetapi sayang pula peta Pekseng itu kini telah jatuh ketangan Kwi Ong ketua partai Biauw.” jawab Kiam Ciu berhati-hati. "Oh, aku merasa sangat sedih mendengar berita kematian engkongku, Aku merasa sangat menyesal karena dulu aku sama sekali tidak mendengar katakata nasehatnya'' sambung gadis itu dengan wajah sayu.

Sesaat lamanya suasana menjadi sepi, hanya terdengar helaan nafas gadis itu yang terdengar sangat keras. Kemudian gadis itu dengan suara yang sangat dalam meneruskan kata-katanya : "Aku sangat dimanjakannya. Aku telah diajarinya ilmu silat yang tinggi. Ketika ternyata aku dapat memahami dan dengan cepat dapat menguasai ilmu-ilmu silat itu, engkong sangat bangga. Bahkan suatu hari engkong mengatakan bahwa aku sebenarnya dapat menjagoi dunia persilatan kalau aku dapat menguasai ilmu silat Pek-seng-ki-su. Aku sangat berhasrat untuk menguasai ilmu silai dari kitab Pek-seng-ki-su itu. Maka oleh kakek aku telah diberi tahu tempat tersembunyinya kitab pusaka itu di kota Pek-seng. Sebenarnya aku dan engkong akan berangkat bersama ke kota Pek-seng ini, tetapi mendadak kakek jatuh sakit dan terpaksa keberangkatan ditunda. Aku tidak sabar lagi, maka akhirnya aku berangkat sendiri. Akibatnya, karena kesembronoanku aku salah makan buahbuahan dan dedaunan hingga aku tertawan ditempat ini. Engkongku tidak dapat datang ke tempat ini sebelum dapat menemukan sejenis buah dan akar Cu-sik, setelah aku memakan buah dan akar itu barulah aku dapat terbebas dari pengaruh ajaib itu” Kiam C'iu memandang kearah gadis itu, keningnya berkerut dan seolah-olah dia sedang memikirkan suatu masalah yang paling pelik.

"Gan siocia, dengan jalan apakah aku dapat menolongmu ?” tanya Kiam Ciu minta penjelasan. "Aku harus makan sejenis biji buah Cu-sik yang dapat memunahkan segala macam racun dan guna-guna. Kemudian makan pula batang Lok-bwee-kimkeng. Tetapi kedua benda itu sukar dicari. Maka dari itulah engkongku tidak sanggup untuk menolongku. Akupun mempunyai harapan kecil sekali atas pertolonganmu.” gadis itu merasa berkecil hati dan wajahnya yang sayu itu berpandangan dengan sinar mata yang redup.

Tong Kiam Ciu sangat bergirang hati ketika mendengar gadis itu menyebutkan nama batang pohon Lok-bwee-kim-keng.

Dengan keterangan gadis she Gan itu, kini tahulah Kiam Ciu mengapa Gan Hua Liong ketika terkena racun dari Tok Giam Lo tidak mau ditolong dan disuruh memakan akar Lok-bwee-kim-keng. Ternyata maksudnya bahwa akar batang Lok-bwee-kim-keng itu agar diberikan kepada cucunya. Namun dia belum sempat mengutarakan permintaan itu sudah keburu meninggal. Saking girangnya Kiam Ciu hingga tidak dapat berkata-kata dan hanya memandang gadis she Gan itu dengan sinar mata berseri-seri. Sekarang akar batang Lokbwee-kim-keng telah dipunyai, tinggallah dia mencari biji buah Cu-sik.

Menurut anggapan gadis she Gan itu, Kiam Ciu bingung dan bimbang. Sama sekali tidak terduga kalau pemuda yang berada dihadapannya itu telah mempunyai akar batang Lok-bwee-kim-keng.

"Yah.. begitulah keadaannya". Kukira kaupun tidak dapat menolongku seperti juga engkongku. Aku sudah tertawan didalam pekarangan gedung ini selama bertahun-tahun, sedangkan usiaku kini telah mencapai tiga puluh tahun lebih, maka aku telah hampa kini memandang hidup ini, telah sepi dari segala-galanya.

Tetapi yang mengherankan diriku sendiri mengapa aku juga tidak dapat berbuat nekad untuk bunuh diri atau bagaimana untuk mengakhiri penderitaan ini “ gadis she Gan itu menuturkan nasibnya dan keputusasaannya kepada Kiam Ciu.

Kiam Ciu memandang gadis itu dengan pandangan penuh belas asih.

Kemudian tersenyum dan menuturkan bahwa dia dapat menolong gadis itu.

"Gan siocia, seperti telah kukatakan tadi. Aku bersedia dengan segenap jiwa ragaku untuk menolongmu. Kebetulan pula aku telah mempunyai akar batang Lok-bwee-kim-keng. Hanya kini tinggal mencari biji buah Cu-sik.” sambung Kiam Ciu. Gadis she Gan itu tersenyum mendengar penuturan Kiam Ciu itu. Menyatakan rasa terimakasih dan kemudian dia berkata lagi : "Kitab pusaka Pek-seng-ki-su tersimpan didalam gedung yang indah itu. Aku telah menemukannya dan menyimpannya baik-baik, maka jika kau telah berhasil mendapatkan biji buah Cu-sik aku akan menyerahkannya kepadamu kitab itu,”

sahut gadis she-Gan dengan wajuh cerah penuh harap.

Tong Kiam Ciu adalah seorang petnuda yang berwatak jujur dan budiman dia telah mengucapkan janjinya kepada Gan Hua Liong untuk menolong cucu kakek malang itu. Maka walaupun dia tidak akan mendapat upahpun dia akan menolong gadis itu. "Gan siocia, aku mengerti penderitaanmu dan ijinkanlah kini aku minta diri dan akan mencari biji buah Cu-sik itu, Aku akan kembali lagi ketempat ini setelah aku dapatkan buah Cu-sik” kata-kata Kiam Ciu itu diucapkan dengan suara sopan dan berhati-hati. "Baiklah, sebelumnya aku mengucapkan terima kasih.” jawab gadis she-Gan itu dengan hormat sekali.

Kitab Pek-seng-ki-su yang menjadi rebutan dikalangan Kang-ouw itu yang dipersamakan hebatnya dengan pedang Oey Liong Kiam, Sebenarnya adalah ciptaan seorang tojin yang bernama Hong Siat Tan Su.

Tojin itu mempunyai watak yang sangat ganjil dan lagi lihay ilmu silatnya.

Selain dia memiliki kepandaian ilmu silat, juga mempunyai kemahiran dalam ilmu ketabiban dan ahli dalam ilmu dedaunan, akar-akaran, biji-bijian dan ramuan segala akar dan dedaunan untuk pengobatan. Ilmunya memang sangat luar biasa dan langka. Ilmu pengobatannya sangat hebat dan mujarab.

Karena dia tiada pernah mengangkat seorangpun murid sebagai pewarisnya segala macam ilmu yang dia punyai itu, maka akhirnya dia telah mencatat segala ilmu silat dan ilmu ketabibannya itu dalam sebuah kitab yang diketahui bernama Pek-seng-ki-su. Akhirnya usaha Tojin Hong Siat Tan Su untuk membukukan ilmunya itu didengar oleh banyak tokoh-tokoh persilatan yang mengiler dengan kelihayan ilmu kakek itu. Maka ketika Pek-seng-ki-su selesai ditulis, telah banyaklah tokoh persilatan yang berusaha merebut kitab Pek-seng-ki-su dari tangan Hong Siat Tan Su. Tetapi mereka dapat dijatuhkan oleh Hong Siat Tan Su dan banyak pula yang telah binasa ditangan kakek itu. Akhirnya kalangan Kang-ouw menjadi gempar dan karena kelihayan kakek itu tiada seorang yang berani mencoba untuk merebut kitab Pek-seng-ki-su dari tangan yang punya.

Ketika tersiar kabar bahwa Tojin Hong Siat Tan Su telan meninggal dunia, maka mulailah lagi orang2 persilatan berramai-ramai untuk mencari kitab pusaka Pek-seng-ki-su. Karena memang mereka tidak akan mampu merebutnya pada waktu Tojin itu masih hidup. Kini beramai-ramailah orang-orang di dunia Kang-ouw memperebutkan kitab Pek-seng-ki-su. Bahkan mereka telah memperlombakan pada pesta pertemuan orang-orang gagah dikalangan Kang-ouw yang lazimnya diselenggarakan tiap sepuluh tahun sekali disebut Bu-lim-ta-hwee.

Tong Kiam Ciu telah bertekad untuk menolong gadis she Gan itu. Maka kini dia telah minta diri untuk mencari biji buah Cu-sik. Gadis itupun telah mengucapkan rasa terima-kasihnya atas perhatian dan kesediaan Kiam Ciu untuk menolongnya. Jalan yang ditempuhnya kini berlainan dengan ketika dia memasuki tempat itu. Tong Kiam Ciu telah memasuki rumah bangunan yang mungil dan indah itu, kemudian keluar lewat belakang, setelah sampai diluar dia melihat sebuah padang luas itu. Disepanjang perjalanan itu dia melihat tanaman-tanaman bunga yang indah dan beraneka warna.

Kemudian sampailah dia disebuah hutan cemara itu barulah Kiam Ciu melihat mulut gua, maka pemuda itu lalu memasuki gua itu. Tiada seberapa lama telah tampak lubang yang memancarkan kearah matahari. Maka Kiam Ciu menuju ketempat itu. Tiada begitu sulit untuk mencapai tempat itu. Ketika dia telah dekat dengan tempat yang terang itu barulah dia mengetahui bahwa dia telah sampai diujung gua yang merupakan pintu keluar.

Hawa terasa sejuk sekali, Kiam Ciu melangkah kepintu gua dan langsung keluar. Ternyata dia kini telah berada di atas bukit yang tinggi. Bukit karang yang bertebing curam. Tampaklah dari atas bukit itu permukaan telaga Ang-tok-ouw.

Kiam Ciu menghela napas panjang. Hatinya merasa lega karena telah dapat keluar dari kota Pak-seng yang hilang itu. Namun alangkah terperanjat ketika menyaksikan kearah tepian telaga Ang-tok-ouw. Ditempat itu banyak terlihat orang yang sedang bergumul.

Ketika Kiam Ciu berada dekat sekali dengan orang-orang itu, Maka dia bertambah terperanjat. Ternyata mereka itu tiada lain adalah Eng Ciok taysu pemimpin partai persilatan dari Siauw-lim, Tie-kiam-suseng ketua partai silat Tie Kiam, Siok Siat Shin-ni, Kun-si Mo-kun dan tidak dilihatnya Shin Kai Lolo, KukKiat serta ayah. ibu paman dan adiknya. Kiam Ciu cemas melihat ketidak hadiran mereka itu. Kemudian Kiam Ciu menghampiri Kun-si Mo-kun dan menegurnya.

"Locianpwe, apakah kau tidak melihat orang-tuaku serta adikku Tong Bwee?”

tanya Kiam Ciu wajahnya keruh dan cemas.

"Oh, Tong siauwhiap syukurlah kau selamat. Kami telah merasa khawatir karena kau jatuh ketangan Kwi Ong yang telengas itu. Sungguh aku merasa bersyukur kau tidak kurang suatu apa". kata Kun-si Mo-kun dan tampaklah wajahnya berseri=seri dan menyandak lengan Kiam Ciu dan digoncanggoncangkannya sambil tertawa gembira.

Bertepatan dengan itu tampaklah Shin Kai Lolo telah tiba ditempat itu bersama dengan muridnya ialah Teng Siok Siat. Ketika nenek itu menyaksikan Kui-si Mo-kun berhadapan dan sedang berbicara dengan Kiam Ciu dia merasa heran bahkan khawatir. "Hey tua bangka gila.. . Bukankah kau telah bertapa di pegunungan mengapa kau keluar lagi ?"tanya Shin Kai Lolo khawatir akan keselamatan Kiam Ciu.

"Hem kau nenek gila ! Mengapa kau mengurus urusan orang lain ? Itu urusanku sendiri !"seru Kun-si Mo-kun tegas.

"Huh Jika kedatanganmu ketempat ini untuk maksud baik dan akan menolong Tong siauwhiap aku tidak keberatan. Tetapi.. . Oh rupa-rupanya raja iblis itu telah datang, ayo kita berlalu saja !” seru nenek Shin Kai Lolo tampak gelisah dan akan beranjak dari tempat itu.

"Hah ? Masakan kita sekian banyaknya dan lagi semuanya tokoh Bu-lim merasa takut untuk meughadapi Kwi Ong seorang ?” tanya Kun-si Mo-kun.

Karena kata-kata Kun-si Mo-kun yang bersifat membakar semangat dan memulihkan kembali keberanian, maka orang-orang yang semula juga akan kabur ketika menyaksikan kedatangan Kwi Ong yang kini tampak lebih seram dengan memondong pedang Oey Liong Kiam dipunggungnya. Serta wajahnya tampak lebih seram dan bengis menakutkan.

"Ha-ha-ha! Kalian mau merat kemana? Meskipun aku belum berhasil mendapatkan kitab pusaka Pek-seng-ki-su namun dengan pedang pusaka Oey Liong Kiam aku dapat lekas-lekas membinasakan kalian!” seru Kwi Ong dengan suara lantang menggema memantul dari dinding gunung.

Mereka semuanya dalam keadaan siap siaga dan tegang. Mereka sebenarnya telah dapat mengukur kekuatan masing-masing. Mereka tidak bakalan unggulan melawan Kwi Ong. Hanya dalam beberapa gebrak saja ketua suku bangsa Biauw itu akan dapat membinasakan mereka itu semua.

Maka mereka hanya memandang saja ke arah Kwi Ong dan dengan mata terbeliak serta mencabut senjata masing-masing. Menyaksikan sikap orangorang gagah itu Kwi Ong tertawa gelak-gelak dan memandang mereka itu semakin tidak berarti dimata Kwi Ong yang telengas dan keji.

Tetapi Kiam Ciu lain halnya. Dia adalah seorang pemuda budiman dan pemberani serta cerdik. Maka segeralah dia memutar otak untuk mencari akal mengulur waktu dan kalau mungkin menjebak dan membinasakan Kwi Ong.

Maka segeralah dia berseru kepada Kwi Ong.

"Hey iblis jahanam! Kita telah bertemu lagi!” seru Kiam Ciu dengan nada kasar. "Ha ha-ha kau yang akan mati untuk yang pertama kali!” seru Kwi Ong sambil menuding kearah Kiam Ciu.

Namun pemuda itu tidak merasa gentar dia yakin bahwa Kwi Ong tidak bermain-main. Orang suku Biauw itu berbicara dengan bersungguh-sungguh.

Kemudian Kiam Ciu memandang ke arah orang-orang yang berada disekitarnya”

dengan suara lantang dan bersipat menghasut mereka.

"Kalian dalang di telaga Ang-tok-ouw untuk mencari kitab Pek-seng-ki-su bukan ? Padahal kalian tidak akan dapat menemukan letak penyimpanan kitab pusaka itu kalau kalian tidak mengetahui petanya! Peta Pek-seng itu kini berada ditangan Kwi Ong!” setu Kiam Ciu sambil menuding kearah Kwi Ong.

Bertepatan dengan kata-kata itu tiba-tiba di arena tampak berkelebat sebuah bayangan, kemudian disusul tampaknya seorang gadis berpakaian serba hijau.

Wanita muda itu segera berdiri dengan sikap angkuh dan memandang kearah segenap jago-jago silat yang rendah ditempat itu.

"Aku yakin bahwa kalian telah berada di tepian telaga Ang-tok-ouw ini dengan maksud untuk mencari kitab pusaka Pek-seng-ki-su. Akupun mempunyai maksud yang sama. Aku telah mendengar berita bahwa Peta Pek seng tidak dipegang oleh Gan Hua Liong lagi !” wanita muda yang berpakaian hijau itu berhenti sejenak dan memandang kearah mereka.

Namun Kiam Ciu segera menyahutinya.

"Betul peta Pek-seng itu sekarang berada ditangan Kwi Ong si jahanam itu !”

seru Kiam Ciu sambil menuding kearah Kwi Ong.

Orang-orang yang berada ditepian pantai tehga Ang-tok-ouw saling berpandangan kemudian memandang kearah Kwi Ong Mereka merasa khawatir kalau sampai orang kejam itu turun tangan dengan tiba-tiba.

Sebenarnya Kwi Ong telah banyak bertempur pada beberapa hari ini. Sejak berada di telaga Ang-tok-ouw dia telah banyak bertempur melawan orangorang lihay baik dari kalangan Ouw-ki-pang maupun orang-orang dari kalangan Kim-sai serta tokoh-tokoh kang-ouw lainnya. Anak buahnya yang terdiri dari orang-orang suku bangsa Biauw telah banyak yang luka-luka dan binasa. Pula telah dihempaskan oleh badai telaga Ang-tok-ouw sehabis melawan Shin Kai Lolo dan juga melawan Kun-si Mo-kun. Namun benar-benar tokoh dari suku bangsa Biauw ini memang berilmu tinggi dan kemauan keras.

Shin Kai Lolo tidak mampu untuk menghadapi Kwi Ong dan terpaksa dia harus dengan menggunakan siasat, kemudian Kun-si Mo-kun yang lihay itupun ternyata juga terpaksa harus menyingkir untuk menyelamatkan nyawanya.

Sekarang seorang wanita muda berpakaian hijau, tampaknya telah berkepandaian tinggi serta ingin merebut Peta Pek-seng itu dari tangan Kwi Ong.

Wanita itu maju dihadapan Kwi Ong dan menentangnya.

"Hey, orang biadab! Lebih baik kau serahkan Peta Pek-seng itu kepadaku, sebelum datang marahku dan kalau kau tidak ingin mati konyol!” seru wanita muda dan berpakaian hijau itu dengan sikap sombong.

Siapakah gerangan wanita muda atau paling tepatnya seorang gadis remaja yang baru berusia sekitar sembilan belas tahun itu? Lagi pula begitu berani menantang dan mencaci Kwi Ong.

Mendapat cacian dan tantangan itu Kwi Ong sangat bergusar hati. Kemudian dia menatap pandangan Kiam Ciu dia merasa telah diadu dombakan oleh Kiam Ciu. Maka kemarahan itu kini tampak telah dilontarkan kepada Tong Kiam Ciu.

Namun gadis remaja berpakaian hijau itu juga melihat Tong Kiam Ciu dia merasa dipermainkan oleh pemuda itu.

"Hei kau kut aku!” seru gadis itu sambil menggerakan jari kirinya mengisyaratkan kepada Kiam Ciu untuk datang padanya.

Namun pemuda itu merasa tersinggung dan panas hatinya diperlakukan sepeiti itu. Maka dia mengangkat wajahnya dan memandang wajah gadis itu.

"Mengapa aku harus turut denganmu ?” tanya Kiam Ciu.

Bersamaan dengan itu tiba-tiba Kwi Ong telah bergerak melawan Kiam Ciu dengan ilmu Hui-eng-liok-louw atau Burung elang menyambar kelinci serta tampak kelima jari -jarinya Kwi Ong terentang untuk mencengkeram dada Kiam Ciu. Tetapi gadis berpakian hijau itu dengan gerakan sebat pula telah mendorong bahu Kwi Ong hingga limbung dan menerjang tempat kosong terhuyung kesamping hampir jatuh. Semua yang berada di tempat itu telah menyaksikan kehebatan gerakan ginkang itu merasa kagum. Ternyata Kwi Ong dapat dipermainkan! Kwi Ong memutar tubuhnya dan meloncat lagi untuk menerkam Kiam Ciu.

Gerakannya itu begitu cepat dan disertai dengan tenaga penuh. Tetapi ternyata sekali lagi dia dibuat tidak mengerti. Karena ternyata gadis remaja itu dapat mendorong tubuh Kwi Ong lagi. Ternyata gadis itu dengan mempergunakan ilmu Hui-sing-cui-gwan atau bintang sapu mengejar bulan! Gerakannya sangat lincah dan cepat sekali. “ Hey, orang biadab! Serahkan lekas peta Pek-seng padaku!” bentak gadis itu dengan suara lantang kearah Kwi Ong.

Si iblis Kwi Ong orang yang telah mengagungkan kelihayannya. Dia bercitacita untuk menjagoi kalangan Kang-ouw. Kini dipermainkan oleh seorang gadis remaja berusia belasan tahun, hatinya panas dan gusar sekali. Maka dia sambil melototkan mata lalu membentak kearah gadis itu.

"Hey bocah kurang ajar! Apakah kau tidak mengenal ciriku, tuan besarmu ini? Akulah Kwi Ong siorang gagah dari suku bangsa Biauw !” seru Kwi Ong dengan sombong dan membusungkan dadanya.

"Kwi Ong? Kwi Ong ? Ah, aku belum pernah mendengar nama itu, apalagi mengenalnya, kukira nama tak berarti.. . “ sambung gadis iiu sambil kerutkan keningnya seolah-olah mengingat-ingat sesuatu.

'"Kurang ajar kau bocah ! Kau memang sengaja mempermainkan aku, awas rasakan pelajaranku!” tampaklah Kwi Ong akan meloncat menerkam gadis remaja itu, tetapi niatnya itu dengan tiba-tiba telah diubahnya.

Semua mata memandang kearah Kwi Ong bergantian memandang kearah gadis remaja itu kemudian memandang kearah Kiam Ciu. Tetapi Kwi Ong telah meloncat di tempat yang tinggi, kemudian berseru dengan suara yang lebih nyaring serta ramah kearah orang-orang yang berada ditempat itu.

"Kalian menginginkan Peta Pek-seng? Baiklah akan kuberikan pada kalian, supaya adilnya Peta itu akan kuperebutkan untuk kalian!” seru Kwi Ong.

Orang-orang yang berada ditempat itu masih belum paham dengan maksud kata-kata Kwi Ong itu. Mereka hanya memandangi wajah ketua suku bangsa Biuaw itu. Tampaklah Kwi Ong meloncat keatas cadas yang agak menjorok ketebing jurang. Dari ketinggian itu Kwi Ong berseru lagi.

"Kalau kalian memang ingin mendapatkan kitab Pek-seng-ki-su maka kalian harus mendapatkan peta Pek-seng terlebih dahulu, barulah kalian dapat menemukan tempat bersembunyinya kiiab itu! Nah inilah salah satu dari kertaskertas yang kutemukan dikantong Tong Kiam Ciu itu yang katanya adalah peta Pek-seng itu !” seru Kwi Ong.

Laki-laki yang berwajah mengerikan dengan jambang bauk yang kaku itu telah menunjukan empat lembar kertas kearah para orang gagah yang berada ditempat itu. Semuanya memperhatikan dan tampak sangat tertarik dengan pembicaraan Kwi Ong itu. Mereka memang semuanya ingin menguasai kitab Pek-seng-ki-su Maka perhatian mereka besar sekali akan kata-kata Kwi Ong yang katanya akan memperebutkan peta Pek-seng itu.

"Inilah kertas-kertas yang diberikan oleh Tong Kiam Ciu padaku!” seru Kwi Ong sambil menebarkan kertas-kertas itu kebawah, kearah mereka.

Apa yang telah direncanakan oleh Kwi Ong benar-benar dapat terlaksana.

Ternyata orang-orang itu sangat ingin mendapatkan peta Pek-seng sehingga telah melupakan apapun ! Mereka berebut untuk mendapatkan kertas-kertas itu.

Itulah harapan Kwi Ong dengan demikian dia berhasil memecah belah orangorang itu.

Kwi Ong tertawa terbahak-bahak menyaksikan kejadian itu. Ternyata daya tarik peta Pek-seng itu sangat besar sekali. Hingga sampai kepuncaknya mereka berbaku hantam untuk berebutan. Tampak pula Teng Siok Soa.t sedang berhadapan dengan gadis berpaka.an hijau tadi, Mereka berdua juga akan bertempur. Tetapi sebelum semuanya berlarut-larut lebih hebat lagi, tiba-tiba tampaklah sebuah bayangan telah melayang ditempat keributan itu. Disusul pula oleh bayangan yang lainnya. Semua perhatian telah dialihkan kearah bayangan-bayang yang baru datang itu. Ternyata mereka itu adalah dua orang Tojin. Mereka berdua adalah tokoh dari partai silat Bu-tong masing-masing bernama Tay Jat Cin Jin dan Ciok Hok Loto. "Aku bernama Tay Jat Cin Jin ketua partai silat Bu-tong. Aku telah lama mengundurkan diri dari Kang-ouw. Akhir-akhir ini jago-jago silat telah ramai memperebutkan kitab pusaka Pek-seng-ki-su, juga seorang muridku telah turut turun gelanggang perebutan kitab pusaka itu. T3tapi muridku yang bernama Hiong Hok Totiang telah meninggal karena dianiaya orang Aku datang kemari untuk mencari pembunuh kejam itu!” seru Tay Jat Cin Jin dengan wajah merah.

Tokoh persilatan yang berusia tua telah tahu siapa Tay Jat Cin Jin itu, dia adalah pemegang juara ilmu silat pedang nomor wahid pada sekira empat-puluh tahunan yang lampau juga ilmu silatnya sangat Iihay.

Kemudian sesaat lamanya suasana menjadi lenggang, lalu kakek dari Butong itu memandang kearah Teng Siok Siat dan gadis berpakaian serba hijau itu yang tadi akan bertempur.

"Hey, kalian akan bertempur karena memperebutkan peta Pek seng! Apakah kalian tidak mengelahui bahwa kitab pusaka Pek-seng-ki-su itu sebenarnya tidak ada yang menghaki! Mengapa tidak terpikir oleh kalian orang gagah dan orang cendekia untuk mencari kitab itu secara beramai kekota Pek-seng? Karena kata-kata Tay Jat Cin Jin itu maka semua orang pada terpaku dan mereka saling berpandangan. Seolah-olah mereka sedang mempertimbangkan kebenaran kata ketua Bu-tong itu. Dalam keadaan itu mereka lengah dan kertas peta Pek-seng itu berserakan ditanah berbatu tanpa ada yang memperdulikan.

Tiba-tiba tampaklah sebuah bayangan, ternyata bayangan itu langsung menyambar keempat kertas yang berserakan yang tadi menjadi penyebab kegaduhan dan perbuatan itu. Ternyata orang yang menyambar keempat kertas itu adalah Tok Giam Lo. "Hey ! Tok Giam Lo kau mau lari kemana ? seru Kun-si Mo-kun sambil menghentakan kakinya dan meloncat mengejar Tok Giam Lo.

Menyaksikan kejadian itu. maka perhatian orang-orang itu telah tertumpahkan kembali kearah peta Pek-seng yang dibawa kabur oleh Tok Giam Lo. Tampaklah Tong Kiam Ciu, Teng Siok Siat, Shin Kai Lolo dan kedua orang yang berada ditempat itu berlari-lari seolah belomba lari mengejar Tok Giam Lo yang membawa kabur peta Pek-seng itu.

Mereka itu semuanya adalah para pendekar lihay, maka tampaklah mereka telah membentangkan ilmu masing-masing untuk mendahului yang lainnya dengan ilmu lari dan Gin-kang yang tinggi. Maka tampaklah seolah-olah para dewa yang sedang berlomba lari dan beterbangan di udara.

Tong Kiam Ciu juga tidak ketinggalan, pemuda itu membentangkan ilmu Piauw-hong-cian-li atau melayang diudara seribu li. Kiam Ciu berhasil mendahului mereka dan dengan gemboran panjang dan kuat pemuda itu telah meloncat menerkam punggung Tok Giam Lo.

Tok Giam Lo jatuh tersungkur. Kemudian dalam sekejap saja dia telah terkurung oleh segenap jago silat, Dalam keadaan itu maka Kwi Ong lah orang yang pertama-tama memaki kearah Tok Giam Lo dengan suara keras dan tandas.

"Hei kau benar-benar bernyali besar! Hayo kembalikan lekas peta Pek-seng itu padaku!” seru Kwi Ong sambil melototkan matanya dan mengangsurkan tangannya kearah Tok Giam Lo.

Kemudian tampaklah Kwi Ong meloncat kedepan, sedangkan Tok Giam Lo menggeserkan kakinya serta siap siaga untuk menghadapi segala kemungkinan.

Sambil meloncat kebelakang beberapa tindak, kemudian memeriksa kertas yang digenggamnya itu satu persatu. Tetapi diatas kertas-kertas itu dia tidak menemukan apa-apa. Beberapa saat kemudian terdengarlah suara tawa yang meninggi dari mulut Tok Giam Lo. Seraya berseru : "Ha-ha-ha-ha..ha.. .ha semuanya kertas yang tiada berguna, tanpa ada guratan-guratan yang berarti. Apakah kau Kwi Ong akan berusaha menipu kami? Ha-ha-ha-ha..ha.. .ha siapa yang mau silahkan mengambilnya !” seru Tok Giam Lo sambil menyebarkan kertas-kertas itu.

Orang-orang yang sejak tadi berdiri terpaku dan mengepung Tok Giam Lo kini sebagian ternyata masih berhasrat merebut kertas itu. Hanya beberapa orang saja yang tetap tenang dan telah menyadari kalau kertas-kertas itu sama sekali tidak berharga, karena mereka menganggap hanya sebagai kertas-kertas yang tidak berarti. Mereka yang menggubris kertas yang disebarkan oleh Tok Giam Lo ialah antara lain Kwi Ong, Shin Kai Lolo dan Tay Jat Cin Jin.

Akhirnya kertas-kertas yang tampaknya kosong dan sesungguhnya berisi guratan peta Pek-seng itu terpegang oleh gadis yang mengenakan pakaian serba hijau itu. Suasana ketegangan dan keributan telah mereda. Maka Tok Giam Lo tampak tersenyum-senyum. Entah senyum yang berarti apa. Juga perasaan yang bagaimana kini yang telah meliputi pikiran mereka para jago silat saat itu dalam menanggapi peta penyimpanan kitab Pusaka Pek-seng-ki-su.

Tahu-tahu Kwi Ong meraung nyaring bagaikan raungan seekor harimau besar yang sedang mengamuk. Seraya memaki kearah Tok Giam Lo.

"Bedebah kau Tok Giam Lo ! Kau telah memfitnah aku !” seru Kwi Ong dengan suara lanta.ng dan bengis, "urusan peta Pek-seng kita kesampingkan dulu. Kini kita menentukan nama baik kita, hayo kita selesaikan secara jantan !” seru Kwi Ong menantang Tok Giam Lo.

Tok Giam Lo walaupun tidak ungkulan melawan Kwi Ong menurut perhitungannya, namun dia telah ditantang dihadapan orang banyak. Maka untuk menjaga nama baiknya, dia terpaksa menerima tantangan itu.

Kwi Ong orangnya bertubuh tegap dan tinggi besar dengan wajah seram serta mempunyai ilmu andalan yang sangat lihay dan benar-benar telah dikuasainya ilmu Tay-lik-kim-kong eng-jiauw-kang atau cakar garuda sakti.

Sedangkan Tok Giam Lo jago silat dari daerah tengah yang mempunyai ilmu hebat juga serta mempunyai senjata rahasia beracun yang sangat ganas.

Kini keduanya telah bergerak ketengah-tengah kepungan para pendekar perkasa. Mereka telah berhadap-hadapan dengan sikap waspada. Tampaklah mata mereka sangat seram dan alis bertemu. Saling berpandang dan mengawasi langkah-langkah awannya.

Tetapi belum lagi mereka berdua berbaku hantam, tahu-tahu sigadis remaja yang mengenakan pakaian serba hijau telah meloncat dan berdiri diantara kedua orang yang akan bertarung itu. Dengan berani gadis itu menghadap kearah Kwi Ong dan membentangkan lembaran kertas putih yang kosong tampaknya itu kearah Kwi Ong.

"Lihai ini hanya kertas putih belaka! Apakah kau memang sengaja mengecohkan kami ?” tanya gadis remaja berpakaian hijau itu dengan mata bersinar seram. Sikap gadis itu memang sangat berani, apalagi ketika memandang wajahnya memang menyiratkan cahaya permusuhan sedangkan matanya bersinar tajam bagaikan kilatan pedang pusaka.

"Apakah kau ingin mengetahui seluk-beluk kertas itu ?” tanya Kwi Ong dengan nada ketus. "Kau jangan mencoba main-main !” bentak gadis itu dengan marah.

"Oho bagus sekali gertakanmu itu siocia ! Kalau kau tetap ingin mengetahui rahasia peta Pek-seng itu, maka kau harus berani mewakili jago-jago silat untuk menerima tiga buah pukulanku !” seru Kwi Ong tersenyum mencibir gadis itu.

"Kau kira aku ini apa ?” tanya gadis itu dengan ketus pula.

"Terserah apa anggapanmu sendiri! Pokoknya kalau kau ingin mengetahui rahasia peta Pek-seng itu kau harus mau menerima pukulanku sampai tiga kali, kalau kau kuat menahan pukulanku sampai tiga kali, maka kau akan menerima penjelasan tentang rahasia peta Pek-seng. Tetapi kalau kau ternyata tidak mampu maka kau dan semua jago-jago silat yang berada disini harus enyah dari tempat ini saat itu juga !” seru Kwi Ong menantang gadis itu.

Gadis itu rupa-rupanya juga merasa panas karena dipandang karena rendah oleh Kwi Ong. Maka dia telah mengerutkan kening dan alisnya tampak bertemu tampaklah keren wajahnya. Namun Kwi Ong hanya tersenyum seraya menunggu jawaban gadis itu.

Namun tiba0tiba Tay Jat Cin Jin telah melangkah maju. Dengan wajah cerah dan tersenyum dia berkata kepada Kwi Ong.

"Rupa-rupanya Kwi Ong ini adalah jago silat yang tiada tandingnya didaerah Selatan! Kusaksikan bahwa kau telah memiliki pedang pusaka Oey Liong Kiam, pedang pusaka yang hanya dipegang oleh jago pedang nomor satu dikalangan Bu-lim. Maka untuk mengelakan pertarungan dan persengkataan aku mempunyai sebuah usul!” seru Tay Jat Cin Jin.

Kwi Ong memandang kakek itu, memandangi keadaan tubuh orang tua itu dari kaki sampai keatas kepalanya Kemudian rajanya orang-orang suku Biauw itu berseru kepada kakek itu.

"Apakah kau sanggup mewakili orang-orang yang berada di tempat ini ?”

Namun Tay Jat Cin Jin hanya tersenyum mendengar pertanyaan itu.

Kemudian menyahut dengan suaranya yang sabar.

"Zamanku untuk mewakili para jago silat dari daerah pertengahan sudah lama berlalu karena usiaku sudah lanjut. Tetapi aku mempunyai jalan yang adil kurasa kaupun kalau memang berjiwa luhur dan bijaksana akan setuju dengan usulku ini.. .” bujuk Tay Jat Cin Jin.

Shin Kai Lolo selama ini diam saja karena menahan hatinya. Tetapi akhirnya dia sudah tidak dapat membendung desakan gelombang amarahnya lagi yang telah meluap-luap hampir memecahkan benaknya. Maka dia segera meloncat kedepan dan berdiri dihadapan Kwi Ong.

"Keparat kau Kwi Ong ! bahwa pedang Oey Liong Kiam selamanya selalu dipegang oleh jago silat dari daerah tengah. Mana mungkin kau akan menguasainya !” seru Shin Kai Lolo dengan surara lantang.

"Dengan alasan apa kau akan menguasai pedang Oey Liong Kiam ? Meskipun kau berhasil menemukan kitab pusaka Pek-seng-ki-su sekalipun kau tidak berhak untuk mengangkangi pedang pusaka itu, kau harus memperebutkannya terlebih dahulu dalam pertemuan Bu-Lim-ta-hwee “ seru Shin Kai Lolo dengan nada suara lantang dan berani.

Semua orang menganggukan kepala membenarkan perkataan nenek itu.

Tetapi Kwi Ong tampak merah wajahnya dan tertawa terbahak-bahak seperti orang kemasukan setan. Kemudian setelah mereda tertawanya maka dia lalu membentak kearah Shin Kai Lolo dan segenap jago silat yang berada ditempat itu. "Ha-ha-ha! Menurut pendapatmu pedang Oey Liong Kiam ini harus diperebutkan dalam pertemuan Bu-lim-ta-hwee? Baiklah! Saat ini ditempai ini telah berkumpul banyak sekali orang-orang gagah dari kalangan Bu-lim, Maka marilah kita anggap pertemuan ini pertemuan Bu-lim-ta-hwee. Siapa saja yang ingin mengadu kapandaiin atau ilmu denganku kupersilahkan maju! Ayo siapa yang ingin mengadu ilmu denganku majulah !” seru Kwi Ong dengan nada yang sangat menyakitkan hati orang-orang yang berada ditempat itu.

Shin Kai Lolo sama sekali tidak dapat menerima tantangan itu. Dia paling tidak tahan menerima hinaan dan tantangan. Maka segeralah dia melangkah maju kehadapan Kwi Ong lebih dekat lagi seraya membentak.

"Jangan sesumbar disini! Kau kira aku takut untuk menghadapi dirimu?” seru Shin Kai Lolo. Suasana menjadi sangat tegang, Semua jago-jago silat yang berada di tempat itu sebagian besar bahkan seluruhnya adalah memusuhi Kwi Ong bukan saja karena orang itu bersipat sombong dan memandang rendah ilmu orang lain, tetapi karena dia telah berani menghina para pendekar dari bagian lengah.

Kwi Ong adalah seorang pendekar dari daerah bagiai selatan.

"Hahaha!” Terdengar suara tertawa Kwi Ong nyaring dan menggetarkan bulu kuduk seram kedengarannya "Aku memang bermaksud untuk mengirimkan kau terlebih dahulu ke akherat, sekarang ternyata kau yang mendesakku untuk aku lekas bertindak!” Saat itu Shin Kai Lolo telah berdiri di atas kuda-kudanya yang telah siap untuk menyerang atau siap menerima serangan lawan. Nenek itu telah mengerahkan tenaga dalam, tetapi tiba-tiba Teng Siok Siat telah meloncat menghampiri suhunya. Kemudian membisikan sesuatu ketelinga nenek itu.

Tampaklah Shin Kai Lolo mengangguk.

Kemudian nenek itu berseru kepada muridnya.

"Baiklah kau jalan duluan ! Aku segera akan menyusul !” seru Shin Kai Lolo seraya meloncat menghampiri Eng Ciok Taysu.

Setelah nenek itu dekat dengan Eng Ciok Taysu maka nenek itu lalu membisikkan sesuatu ketelinga Taysu itu. Tampaklah Eng Ciok Taysu mengangguk-anggukan kepalanya. Kemudian Shin Kai Lolo berseru kepada Kwi Ong : "Hey orang biadab ! Hari ini memang belum takdirmu harus binasa ditanganku ! Kau masih dapat hidup selama beberapa hari lagi ! Karena ada urusan yang sangat penting, aku terpaksa harus berlalu dan kita dapat meneruskan urusan kita kemudian hari !” seru Shin Kai Lolo dengan sikap acuh dan merendahkan Kwi Ong. Selesai dengan ucapannya itu maka nenek Shm Kai Lolo segera meloncat meninggalkan arena itu yang diikuti Eng Ciok Taysu, Tie Kiam suseng, dan Siok Siat Shin Ni. Kwi Ong terhenyak dan gusar sebenarnya, tetapi dia tidak dapat berbuat apa-apa terhadap lawannya yang telah menyatakan keberatan saat itu. Dia hanya mengerundel seorang diri sambil memandang kearah mereka yang telah meninggalkannya. Suatu teka-teki yang dimasudkan oleh Siok Siat membisikan sesuatu kepada suhunya. Apakah dia merasa khawatir kalau sampai suhunya terbinasa oleh Kwi Ong? Atau memang ada persoalan lain yang memang sangat penting? Semuanya itu memang merupakan teka-teki bagi para pendekar yang juga ikut dalam pertemuan dipinggir telaga Ang-tok-ouw itu. Mereka saling memandang sesama kawan. Kemudian mereka ikut berlari-lari dibelakang Siok Siat Shin Ni.

Murid Shin Kai Lolo telah berlari terlebih dahulu. Teng Sok Siat itu telah jauh meninggalkan rombongan orang-orang gagah menuju kesebuah pagoda yang terletak tiada jauh dari tempat mereka bertemu ditepian telaga Ang-tok-ouw.

Setelah nenek Shin Kai Lolo tiba didepan pintu pagoda, maka nenek itu menyuruhi Eng Ciok Taysu untuk menunggu diluar. Sedangkan dia langsung masuk kedalam pagoda. Begitu juga para pendekar lainnya menunggu dluar. Tiekiam-su-seng yang tidak mengetahui seluk beluknya dan hanya ikut-ikutan saja berlari ketempat itu mengikut jejak Eng Ciok Taysu maka segera menanyakan segala sesuatunya kepada Taysu itu.

"Laoko, ada urusan apakah semuanya ini ? Bolehkah aku mengetahui persoala yang sedang kita hadapi sekarang ini ? Karena aku mengikuti hanya secara membabi buta saja.” kata Tie-kiam-su-seng.

Eng Ciok Taysu sejenak menelan ludah, menatap Tie-kiam su-seng dan kemudian memperhatikan Siok Soat Shin Nie sebelum menjawab.

"Dulu aku pernah mengatakan bahwa aku akan merebut pedang pusaka Oey Liong Kiam, tetapi kalau sampai gagal usahaku itu maka aku akan berusaha terus demi kewibawaan partai Siauw-lim. Tetapi kalau memang untuk memperebutkan pedang Oey Liong Kiam itu sangat tidak mungkin maka aku akan berusaha untuk mencari kitan pusaka Pek-seng-ki-su. Kalau toh juga tidak berhasil, maka aku akan pergi ke gunung Hiong-san untuk menemui seorang jago silat yang maha sakti, yang saat ini telah bertapa digunung itu. Aku ingin berguru padanya !” kata Eng Ciok Taysu.

Sesaat lamanya tiada seorangpun yang menyambung kata-kata Taysu itu.

Mereka belum menemukan sasaran pertanyaan dan belum tahu kearah mana pembicaraan taysu itu. Karena lain jawaban yang telah diberikan oleh Eng Ciok Taysu dari pertanyaan Tie-kiam-suseng.

"Adik Tie-kiam-su-seng, kau telah memisahkan diri dari partai kita Siauw-lim dan telah mendirikan cabang persilatan sendiri. Tetapi walaupun bagaimana kau adalah berasal dari Siauw-lim juga. Kau benih dari Siauw-lim. Maka kaupun tentunya merasa tidak akan rela seandainya partai Siauw-lim hancur atau dihina orang ?” sambung Eng Ciok Taysu.

"Hemmm.. .” gumam Tie-kiam-suseng penuh perhatian memandang Eng Ciok Taysu yang sedang berbicara itu.

"Nah, oleh karena itu jatuhnya partai Siauw-lim juga mempengaruhi dirimu juga bukan ?” tanya Eng Ciok Taysu sambil menatap muka adik seperguruannya itu. "Ya” jawab Tie-kiam-su-seng mengangguk.

"Sekarang, kesimpulannya begini : apakah tidak ada baiknya seandainya Tiekiam digabungkan menjadi satu dengan Siauw-lim ? Sehingga partai persilatan kita menjadi kuat.. “ sambung Eng Ciok Taysu dan memandang wajah Tie-kiam suseng dengan penuh selidik.

Tetapi ketua partai cabang Tie-kiam itu diam sejenak. Kemudian tampak mengerutkan keningnya. Melipatkan bibirnya dan mengusap dengan keras dan penuh menggunakan perasaannya juga.

"Kalau persoalan itu.. yah, sebenarnya persoalan yang penting juga, artinya kita harus berpikir masak-masak. Maka aku tidak berani memutuskan dengan sembarangan” jawab Tie-kiam-su seng.

"Lalu ?” tanya Eng Ciok Taysu.

"Yah ? Aku akan mempertimbangkan dulu !” jawab Tie-kiam-su seng.

"Hemmm.. .” gumam Eng Ciok Taysu.

"Laoko, apakah yang dibisikan oleh nenek itu padamu ?” tanya Tie-kiam-su seng penuh kesungguhan. Eng Ciok Taysu tersenyum. Taysu itu tidak mau segera memberikan penjelasan, dia berkata dengan nada sabar.

"Tong Kiam Ciu masih sangat muda usianya. Begitu dia berkecimpung di kalangan Kang-ouw dengan ilmu silatnya yang lihay, sehingga dia mendapat julukan Giok-ciang-cui-kiam (Tinju baja mematahkan pedang). Disamping itu dia mempunyai watak luhur dan budiman” kata Eng Ciok Taysu dengan mengutarakan tentang diri Tong Kiam Ciu.

Tie-kiam suseng masih kurang mengerti dengan maksud suhengnya itu. Tiekiam suseng hanya mendengarkannya dan menundukan kepala.

"Coba pikirkan itu nenek Shin Kai Lolo, si raja setan Kun-si Mo-kun yang pernah menyapu para pendekar silat pada jaman duapuluhan tahun yang lalu, ternyata mereka sangat menghormati Kiam Ciu. Bahkan mereka telah membantu dan menolong pemuda itu. Kukira akhirnya pedang Oey Lioog Kiam dan kitab Pek-seng-ki-su akhirnya juga akan jatuh ke tangan pemuda itu. Karena dia sangat tekun dan besar sekali kemampuannya untuk menguasai ilmu-ilmu yang langka, aku yakin itu” sambung Eng Ciok Taysu.

"Ya, tetapi apa dikatakan yang oleh Shin Kai Lolo pada Loako ?” desak Tiekiam-suseng tak sabar ke pokok pembicaraan.

"Barusan Shin Kai Lolo memberitahukan padaku bahwa Tong Siauwhiap menderita luka dalam, nenek itu bertekad untuk memberikan pertolongan kepadanya” Eng Ciok Taysu menjelaskan.

"Oh, apakah Loako tidak melihatnya tadi Kun-si Mo-kun telah membawa pergi Tong Kiam Ciu !” tanya Tie-kiam-su-seng.

Eng Ciok Taysu mengangguk. Saat itu angin halus bagaikan dihimbau lembut sekali. "Pemuda itu memang berjiwa besar, dia telah menderita luka dalam karena pukulan beracun Tok Giam Lo. Tetapi sikeji itu juga menderita lebih berat karena beradunya dengan tenaga sakti Bo-kit-sin-kong yang dikerahkan oleh Kiam Ciu'", sambung Eng Ciok Tay su. "Orang semacam Tok Giam Lo mati lebih cepat kukira lebih baik !” kata-kata Tie-kiam-suseng seolah-olah gemas.

"Ya, ya dari pada keiak kira direpotkan juga” sambung Siok Siat Shin Ni.

Mereka yang mendengarkan mengangguk mengiyakan pendapat itu.

Selanjutnya Eng Ciok Taysu meneruskan kata-katanya.

"Karena luka-luka Tong Kiam Ciu itu si nenek Shin Kai Lolo itu merasa khawatir, hingga dia rela menunda pertempuran melawan Kwi Ong yang menentukan kehormatannya sebagai seorang tokoh tua. Itulah suatu bukti bahwa orang itu sangat menghormati Tong Kiam Ciu, bahkan juga menggantungkan harapannya untuk kemanusiaan dan kesejahteraan umat manusia . . . .” sambung Eng Ciok Taysu bersungguh-sungguh.

"Hem, memang benar kesimpulanmu itu Laoko. Kitapun lebih ikhlas bendabenda pusaka itu jatuh ketangan Tong Kiam Ciu daripada jatuh ketangan orang luar"! sela Tie-kiam-suseng.

"Jelas! Kalau sampai benda-benda pusaka itu jatuh ketangan orang luar, itu pertanda yang kurang baik bagi sinar kemegahan daerah pertengahan ini”

sambang Siok Siat Shin Ni.

Kini kita telah melihat calon pewaris yang dapat diandalkan ialah Tong Kiam Ciu. Maka kitapun bersedia untuk membantu dan menolong pemuda itu . . . .”

sahut Eng Ciok Taysu. Mereka mengobrol sudah begitu lama sambil menunggu berita dari Shin Kai Lolo yang saat itu masih berada didalam pagoda.

Adapun Kun-si Mo-kun yang pada waktu keributan ditepi telaga Ang-tokouw antara Kwi Ong dan Tok Giam Lo, sigadis berpakaian serba hijau dan Shin Kai Lolo tadi dia sempat memperhatikan keadaan Kiam Ciu vang tampak lemah dan pucat wajahnya. Kakek yang digelari si Raja Setan itu telah yakin kalau Kiam Ciu mendapat luka dalam yang berat dan terkena racun Tok Giam Lo ketika dia mengejar siraja bisa itu tadi dalam memperebutkan peta Pek-seng. Maka segeralah Kun-si Mo-kun bertindak membawa pergi pemuda itu dengan diamdiam.

Tindakannya itu telah diketahui oleh murid kesayangan Shin Kai Lolo yang memang telah menaruh hati kepada Kiam Ciu. Kemudian memberitahukan keadaan Kiam Ciu itu kepada suhunya. Juga pada saat itu sedang dalam keadaan gawat antara Shin Kai Lolo dengan Kwi Ong.

Adapun Kun-si Mo-kun setelah membawa Tong Kiam Ciu menjauhi tempat keributan dan membawa masuk kedalam pagoda, maka segeralah mengadakan pemeriksaan terhadap pemuda itu. Ternyata Tong Kiam Ciu terkena racun dan terluka dalam memerlukan perawatan dan istirahat sampai tiga hari tiga malam lamanya. Shin Kat Lolo setelah menemui Kun-si Mo-kun dan mendapat penjelasan bahwa Tong Kiam Ciu harus dirawat dan istirahat selama tiga hari tiga malam untuk memulihkan kembali tenaganya dan menyembuhkan luka dalam. Maka segeralah nenek itu menyanggupkan diri untuk menjaga Tong Kiam Ciu.

"Aii, kalau memang Tong Siauwhiap membutuhkan perawatan selama tiga hari tiga malam maka kita harus menjaganya dari gangguan musuh-musuh kita, terutama Kwi Ong. Aku yakin Eng Ciok Taysu dan kawan-kawannya bersedia untuk membantu menjaga dia!” seru Shin Kai Lolo.

Mereka berdua keluar dari pagoda meninggalkan Tong Kiam Ciu di pembaringan dalam keadaan tidur. Setelah sampai diluar pintu pagoda tentu saja ketiga jago silat kawakan itu segera menghujani dengan pertanyaanpertanyaan.

Hati Kun-si Mo-kun jadi senang dan dia melihat suatu harapan besar mendapat dukungan mereka itu untuk menjaga Kiam Ciu. Maka Shin Kai Lolo segera menjelaskan persoalan tentang keadaan Tong Kiam Ciu yang harus beristirahat dan menyembuhkan luka-lukanya selama tiga hari didalam pagoda itu. "Kalau begitu, kita harus menjaganya !” seru Eng Ciok Taysu.

"Ya. kita harus menjaganya agar dia dapat tenang istirahat dan memulihkan kembali jalannya Cinkie pemuda itu” jawab Kun-si Mo-kun.

Permintaan Kun-si Mo-kun kepada Eng Ciok Taysu dan kawan-kawannya itu mendapat sambutan dengan tulus ikhlas.

Demikian para jago silat kenamaan itu mengadakan penjagaan diluar pagoda. Adapun Teng Siok Siat mengadakan pengertian.

Belum seberapa lama mereka mengadakan penjagaan itu. Tampaklah Kwi Ong yang di sertai juga oleh Tay Jat Cin Jin, Tok Giam Lo serta gadis berpakaian serba hijau yang terkenal dengan sebutan Ceng-hi-Sio-li. Tetapi orang-orang dari partai Kong-tong tidak kelihatan.

Mereka telah mendatangi pagoda itu. Kwi Ong mendatangi dengan pedang Oey Liong Kiam terhunus dan menghampiri Kun-si Mo-kun.

"Hey orang gila, mana Tong Kiam Ciu ?” bentak Kwi Ong.

Kun-si Mo-kun dan kawan-kawannya bersikap acuh terhadap pertanyaan itu.

Mereka pura-pura tidak mendengarkan pertanyaan itu. Bahkan mereka melihat ketempat lain. Kwi Ong gusar hati, melangkah maju lagi dan membentak.

"Jika kau tidak menyerahkan dia. aku akan masuk dan menyeretnya!”

Sikapnya yang congkak, wajahnya yang beringas dan menantang itu menambah kegusaran Kun-si Mo-kun saja. Maka kakek itu lalu membentaknya dengan suara gusar dan menantang pula : "Hei Kwi Ong! Kita sudah dua kali bertemu, dua kali pula kau tidak terhasil mengalahkan diriku. Sekarang aku akan menghadapimu dengan perangkap Ngoki-kiat-ceng (perangkap lima jalur jalan ajaib) dan akan menguji ketinggian ilmumu!” seru Kun-si Mo-kun dengan lantang.

Ketika Kun-si Mo-kun menyebutkan perangkap Ngo-ki-kiat-ceng tampaklah Ceng-hi-Sio li (pendekar silat wanita berpakian hijau) terkejut.

Mendengar tantangan itu hati Kwi Ong tidak tahan lagi. Dengan sebuah gerungan keras bagaikan kerbau gila dia telah menyerang Kun-si Mo-kun dengan mengirimkan jurus Ciok-po-thian-keng atau menggempur batu menembus langit. Namun Kun-si Mo-kun telah siap siaga. Dengan sebuah gerakan lincah dan cepat sekali kakek itu telah meloncat, sedangkan pedang Kwi Ong melesat menikam tempat kosong. Begitu tubuh Kwi Ong telah lewat dan agak condong tahu-tahu Kun-si Mo-kun telah melesat menendang mukanya. Hebat sekali tendangan itu, jika saja Kwi Ong tidak cepat menghindar maka hancurlah wajahnya karena terkena tendangan itu.

Kwi Ong terperanjat, tetapi untung dia nyaris dari tendangan itu ! Namun demikian dia tidak dapat menghindari lagi terhadap serangan Siok Siat Shin-ni yang telah menghembuskan lengan jubahnya yang mendamparkan angin bertenaga dahsyat pula. "Aduh!” terdengar Kwi Ong menjerit dan cepat-cepat meloncat mundur menjauhi lawannya. Namun Siok-siat Shin-ni tidak tinggal diam dan membiarkan lawannya terlepas. Dengan mencabutkan pedang dan langsung menyerang dengan jurus yang mematikan kearah tubuh Kwi Ong. Pedang Tiong-goan-liong-kiam (Pedang naga merah daerah pertengahan) itu tampak berputar-putar menyilaukan mata dan bergerak sangat cepat sekali.

Hanya dengan ilmu yang tinggi Kwi Ong dapat menghindari seranganserangan pedang Tiong-goan-liong kiam itu. Walaupun demikian pakaian Kwi Ong telah tersayat dan terkoyak serta tampaklah noda-noda darah. Untung bahwa raja iblis dari selatan itu mempunyai ilmu Kim-kang-lik atau Tenaga dalam ajaib hingga goresan-goresan pedang itu tidak dapat melukai tubuhnya lebih dalam lagi. Saat itu barulah Kwi Ong menemukan lawan yang benar-benar hebat. Dia jadi sangat gelisah, karena sejak dia memimpin orang-orangnya dari suku Biauw menyerbu daerah pertengahan itu belum pernah ada seorangpun jago silat yang berhasil mengalahkan dirinya. Bahkan dia telah banyak membunuh jago-jago silat daerah pertengahan. Tetapi kini kenyataannya, sangat hebat sekali. Dia telah mendalami kenyataannya yang luar biasa. Ternyata Kun-si Mo-kun dan Sioksiat Shin-ni telah berhasil membuat dia kalang kabut.

Gerakan Kwi Ong tampak kacau, ternyata dia tidak berhasil memecahkan rahasia ilmu jebakan Ngo-ki-kiat-ceng. Kwi Ong jadi gelisah.

"Adapun gadis yang berpakaian serba hijau atau terkenal dengan-panggilan Ceng-hi Sio-li yang juga ingin merebut peta Pek-seng, setelah melihat Kwi Ong jadi kelabakan melawan Kun-si Mo-kun dan Siok-siat Shin-ni. Maka gadis itu segera berniat untuk membantu Kwi Ong.

Tampaklah Ceng-hi Sio-li juga telah siap-siap memberikan bantuan terhadap Kwi Ong. Ketika kakek Kun-si Mo-kun menggunakan tangannya dan Siok-siat Shin-ni meloncat mengarahkan pedangnya ke ulu hati Kwi Ong maka tampaklah kelebatan Ceng-hi Sio-li meloncat melalui atas kepala Nenek jago pedang itu.

Hingga akhirnya perhatian nenek itu terpecah beralih kearah kelebatan Ceng-hi Sio-li. Serangan terhadap Kwi Ong terhenti.

Begitulah dengan cepat gadis itu bergerak kearah Kun-si Mo-kun yang juga tengah menggerakan pukulannya kearah Kwi Ong. Tahu-tahu tampaklah kelebatan Ceng-hi Sio-li melalui atas kepalanya. Hingga kakek itu terpaksa mengalihkan perhatannya kearah kelebatan bayangan yang mengancam kepala kakek itu. Akibatnya serangan terhadap Kwi Ong terpaksa terhenti. Maka pecahlah siasat Ngo-ki-kiat-ceng. Kwi Ong merasa sangat bersyukur terhadap bantuan gadis itu, Maka dengan cepat pula dia telah meloncat kebelakang Ceng-hi Sio-li.

Sedangkan Kun-si Mo-kun sangat gusar mendengar kenyataan itu. Setelah itu pertempuran berhenti ! "Hai ! Siapa namamu dan siapa suhumu ?! Hayo beritahukan lekas atau kubunuh kau sekarang juga! “ seru Kun-si Mo-kun dengan gusar.

Namun Ceng-hi Sio-li menyahut dengan tenang.

"Namaku . . . . . tidak! Aku terkenal dengan sebutan Ceng-hi Sio-li ! Aku tidak perlu kasih tahu nama suhuku padamu, karena kalau kau mendengarnya akan jatuh pingsan!” jawab gadis itu seenaknya.

"Hayo lekas jawab yang benar!” bentak Kun-si Mo-kun gusar sekali.

"Hihihi, baiklah kalau kau memang ingin tahu juga tentang suhuku biar kau tidak penasaran. Apakah kau pernah dengar partai silat Ngo-kiat-pay? Aku adalah salah seorang murid dari partai silat Ngokiat-pay!” jawab gadis berpakaian hijau dengan bangga.

Kalau seandainya saat itu ada seribu kali geledek menyambar dan gemuruhnya membelah bumi takkan mengejutkan Kun-si Mo-kun. Tapi serentak dia mendengarkan nama partai silai Ngo-kiat-pay terasa tergetar hatinya. Tibatiba saja kakek raja setan itu tertawa terbahak-bahak seperti orang gila.

"Hahaha aku sudah duga. Nenek itu belum binasa! Hahaha dia telah membentuk partai silat Ngo-kiat-pay. Hahaha!”

"Tetapi kini dia telah cacad dan wajahnya telah menjadi sangat buruk.”

sambungnya lagi. Ceng-hi Sio-li mendengarkan perkataan Kun-si Mo-kun dengan sikap waspada. Dia tahu bahwa sekarang sedang berhadapan dengan musuhmusuhnya. Juga berhadapan dengan orang pandai dari kalangan tua. Tetapi belum lagi dia berseru menjawab kata-kata Kun-si Mo-kun, tahu-tahu kakek itu telah berseru lagi. "Kau muridnya ? Baiklah kini kau akan kubinasakan terlebih dahulu, baru nanti setelah muridnya aku akan mencari suhunya dan akan kubinasakan sekalian !” seru Kun-si Mo-kun.

Begitu selesai dengan kata-katanya itu, maka Kun-si Mo-kun langsung meloncat menerkam Ceng-hi Sio-li dengan gerak tiba-tiba dan cepatnya luar biasa, hingga gadis itu tidak mampu lagi untuk berkelit.

Ceng-hi Sio-li terpaksa harus memapasnya dengan lengannya pula. Tetapi Kwi Ong waspada, ketika dia melihat dayangnya bahaya yang mengancam keselamatan Ceng-hi Sio-li maka dia langsung mengirimkan pukulan hebat kearah dada Kun-si Mo-kun.

Akibatnya Kun-si Mo-kun tak sempat lagi mengelak maupun menangkis serangan yang tidak terduga itu. Tubuh Kun-si Mo-kun terlempar karena hantaman Kwi Ong itu. Kakek itu jatuh dan memuntahkan darah segar.

Kemudian Kwi Ong meloncat sambil berseru kearali Ceng-hi Sio-li, Tok Giam Lo dan Liat Kiat Koan (pemimpin partai silat Kong-tong).

"Aku yang akan membereskan Kun-si Mo-kun! Kalian carilah dimana persembunyian Tong Kiam Ciu.” seru Kwi Ong sambil mengirimkan serangan kearah K Kun-si Mo-kun yang telah berdiri dan siap dengan kuda-kudanya.

Tetapi sekejap itu pula telah tampak Shin Kai Lolo lelah meloncat berdiri disamping Kun-si Mo-kun memberikan bantuan. Sedang Siok Siat Shin-ni, Eng Ciok Taysu dan Tie-kiam-suseng telah berbaris menjaga pintu masuk ke pagoda dengan pedang terhunus. Dalam keadaan itu, sewaktu-waktu pertempuran segera bisa berkobar.

Mereka sudah sama-sama tegang dan dari pihak Kwi Ong berhasrat untuk menerobos pintu pagoda, sedangkan dari pihak Kun-si Mo-kun bertekad untuk bertahan. Kedua belah pihak adalah orang-orang dari kalangan Bu-lim yang berilmu tinggi, Hebat sekali akibatnya kalau sampai terjadi pertempuran saat itu.

Tetapi belum lagi semuanya itu berjalan, tiba-tiba dari atas pagoda terdengar sebuah seruan yang keluar dari jendela pagoda.

"Tunggu!” seruan itu begitu nyaring dan ternyata mempengaruhi kedua belah pihak. Orang-orang yang berada didepan pintu pagoda itu semuanya mendongak kearah datangnya suara. Perhatian mereka tertuju kesana. Mereka menyaksikan Tong Kiam Ciu berdiri dibelakang jendela. Di tempat itu tampak pula Teng Siok Siat mendampingi Kiam Ciu.

"Kalian orang-orang gagah mencariku dengan maksud untuk menanyakan rahasia peta Pek-seng bukan?” seru Tong Kum Ciu dengan suara keras dan tenang. "Heeii Lotee (adik kecil) mengapa kau tak menghiraukan pesanku?” teriak Kun-si Mo-kun dengan suara nyaring dan penuh khawatir.

Semua jago-jago silat yang berada ditempat itu masih tetap memperhatikan kearah Tong Kiam Ciu. Senangkan Teng Siok Siat masih tetap mendampingi Tong Kiam Ciu. "Kau seharusnya tetap tenang dan beristirahat didalam. Kami yang menjaga diluar, apapun yang terjadi itu urusan kami!” seru Kun-si Mo-kun memperingatkan Kiam Ciu dengan pesannya.

Tetapi Tong Kiam Ciu adalah seorang pemuda yang polos dan berhati mulia.

Dia tidak senang kalau orang lain menderita karena dirinya. Maka ketika dia mendengar ribut-ribut diluar pagoda, dia telah menduga bahwa tentulah Kwi Ong dengan kawan-kawannya yang berusaha untuk mencarinya dan ingin mengetahu peta Pek-seng itu.

Dengan tersenyum pemuda itu menjawab kata-kata Kun-si Mo-kun.

"Locianpwe ! Aku tidak melihat apa yang terjadi diluar, tetapi aku dapat mendengarnya. Ini adalah urusanku dan harus mengurusnya.”

"Tetapi kau belum sembuh kau hanya akan mengantarkan jiwamu saja dengan percuma jika kau harus bertarung lagi!” seru Kun-si Mo-kun.

Dengan selesainya kata-kata itu tahu-tahu tubuh kakek itu telah melesat bagaikan terbang dan hinggap dijendela dimana Tong Kiam Ciu berdiri dengan maksud mendorong Tong Kiam Ciu untuk masuk kembali Tetapi dengan cepat pula Ceng-hi Sio-li telah berada di belakang Kun-si Mo-kun. Maka kakek itu lalu membentak. "Minggir!” seru Kun-si Mo-kun sambil menghantamkan tinjunya Ceng-hi Sioli.

Namun gadis berpakaian hijau itu cepat berkelit dan langsung meloncat kebelakang Tong Kiam Ciu sambil menerkam punggung Kiam Ciu dia mengancam. "Jika kau dan kawan-kawanmu berani bertindak gila-gilaan, maka aku tak segan-segan lagi memukul mati Tong Kiam Ciu! "ancam Ceng-hi Sio-li.

Lalu Ceng-hi Sio-li mengeluarkan kertas putih dan menanyakan kepada Tong Kiam Ciu. "Ini adalah sehelai kertas putih yang kosong, tetapi kau mengatakan bahwa kertas ini adalah peta Pek-seng. Aku minta penjelasan!” seru Ceng-hi Sio-li sambil tetap mengancam. Suasana sudah menjadi sangat tegang sunyi senyap dan hanya napas memeka yang terdengar. Tong Kim Ciu tampak tetap tenang dan memutar tubuhnya menghadap kearah Ceng-hi Sio-li seraya tersenyum.

"Apakah kau kira kau dapat memaksaku dengan kekerasan?” tanya Kiam Ciu bernada tenang dan tersenyum memandang gadis pendekar silat itu.

Mendengar perkataan Kiam Ciu itu, semua orang pada terperanjat dan merasa kagum dengan ketenangan pemuda itu. Begitu juga Ceng-hi Sio-li yang masih mengancam pemuda itu tampak mengerenyitkan keningnya.

"Kau tahu bahwa kita semua menginginkan kitab pusaka Pek-seng-ki-su?”

tanya Kiam Ciu dengan suara tetap tenang.

Gadis itu hanya memandangi mata Kiam Ciu dengan sorot mata tak mengerti. Namun mata gadis itu membenarkan perkataan Kiam Ciu.

"Untuk menemukan tempat penyimpanan kitab Pusaka Pek-seng-ki-su itu harus menggunakan peta. Tanpa petunjuk peta Pek-seng itu aku yakin takkan mungkin dapat menemukan kitab itu. Ketahuilah satu-satunya orang yang mengetahui rahasia peta Pek-seng itu hanyalah aku sendiri !” seru Tong Kiam Ciu dengan suara tetap tenang, selanjutnya "tanpa petunjukku kukira kalian tidak akan dapat menemukan tempat tersimpannya kitab Pek-seng-ki-su itu !”

Lalu Tong Kiam Ciu mengambil kertas yang dipegang oleh Ceng-hi Sio-li dan gadis itu diam saja hanya memperhatikan. Karena semua perkataan Kiam Ciu yang baru saja diucapkan itu semuanya benar belaka. Dia membutuhkan keterangan pemuda itu untuk menunjukan tempat tersimpannya kitab pusaka itu. Karena memang hanya Tong Kiam Ciu seoranglah yang mengerti rahasia peta Pek-seng itu. "Kwi Ong telah mengambil empat helai kertas dari dalam saku. Sekarang aku hanya mendapatkan sehelai ini, lalu yang ketiga helai lagi dimana?” tanya Kiam Ciu sambil mementangkan kertas yang dipegangnya itu kearah luar.

Kemudian terdengarlah Eng Ciok Taysu berseru.

"Tong siauwhiap ! Tiga helai kertas lainnya berada ditanganku!” seru Eng Ciok Taysu sambil mengeluarkan tiga helai kertas dan dilipat-lipat kemudian dilemparkan kearah Tong Kiam Ciu.

Setelah Tong Kiam Ciu memegang keempat kertas itu lalu dia berseru kepada semua orang yang berada ditempai itu.

"Kirab pusaka Pek-seng-ki-su itu tersimpan disuatu gedung yang indah didalam kota Pek-seng yang hilang itu. Adapun letak kota Pek-seng itu dimana tak usahlah kalian mengetahuinya. Yang penting kalian dapat mengikutiku ke kota Pek-seng itu” seru Kiam Ciu.

Kwi Ong telah merasa tidak sabar lagi dengan tek-tek bengek itu. Sejak tadi dia sangat gelisah dan seakan-akan dia ingin menghancurkan kepala Tong Kiam Ciu, kalau tidak terhalang oleh satu perkara, ialah untuk mendapat petunjuk letak kota Pek-seng. Karena memang Kwi Ong pernah sampai di telaga Ang-tok-ouw kemudian mengelilingi tepian telaga itu serta memasuki hutan-hutan disekitar telaga iiu serta mencari kota Pek-seng yang hilang itu dan dia juga mencari kitab Pek-seng-ki-su namun tidak berhasil menemukan kota itu.

"Hahahaha Tong Kiam Ciu kau sungguh cerdik untuk menyelamatkan nyawamu dengan menggunakan peta Pek-seng untuk alat! Kau telah menjanjikan hal-hal yang muluk-muluk!” seru Kwi Ong dengan suara nyaring.

"Kwi Ong manusia keji dan rendah! Dengar dan pentangkan telingamu lebarlebar! Sebenarnya aku memang tidak rela kalau sampai kitab Pek-seng-ki-su jatuh ketanganmu. Aku rela kalau seandainya kitab itu jatuh ketangan jago-jago silat dari daerah pertengahan!” seru Kiam Ciu.

Kiam Ciu memang sengaja mengeluarkun kata-kata itu karena dia tahu bahwa semua yang berada ditempat itu adalah para pendekar silat dari daerah pertengahan kecuali Kwi Ong seoranglah yang bukan dari daerah pertengahan.

Kwi Ong dari daerah selatan. Maka dengan kata-kata yang diucapkan oleh Kiam Ciu itu besar juga akibatnya dan menonjolkan Kwi Ong dalam posisi yang sulit dan gawat sekali. "Lagi pula kau harus mengembalikan pedang pusaka Oey Liong Kian itu kepadaku. Kau telah merampasnya dengan cara keji. Ketahuilah bahwa sebenarnya pedang Oey Liong Kiam itu adalah pedang yang harus diperebutkan oleh pendekar-pendekar daerah pertengahan pada tiap sepuluh tahun sekali dalam pertemuan Bu-lim-ta-hwee. Maka pada sepuluh tahun yang akan datang aku harus membawa pedang pusaka itu dalam pesta pertemuan Bu-lim-ta-hwee dan pedang itu sebagai piala bagi mereka yang memenangkan dalam pibu!”

seru Kiam Ciu kearah Kwi Ong dengan menuding-nuding.

Sebenarnya Kwi Ong merasa sangat gusar dituding-tuding seperti itu oleh Kiam Ciu. Namun selama beberapa saat itu dia masih dapat menahan kemarahannya demi kitab Pek-seng-ki-su.

"Tong Kiam Ciu kau jangan hanya besar mulut ! Kalau memang kau berkepandaian dan ada keberanian mengapa tidak datang kepadaku dan mengambil pedang ini dari tanganku! “ seru Kwi Ong dengan nada sombong.

Kiam Ciu sejenak diam dan memandang kearah Kwi Ong. Sebenarnya hatinya merasa terpukul dengan tantangan itu. Dia terhenyak dan matanya merah membara. Tetapi dia menyadari bahwa tubuhnya dalam keadaan luka dalam dan tidaklah mungkin untuk menghadapi Kwi Ong. Walaupun hanya dalam beberapa jurus saja dia tidak akan mampu.

"Ayolah turun kesini dan ambillah pedang Oey Liong Kiam ini ! Mengapa tidak berani?!” seru Kwi Ong sengaja memancing kemarahan Kiam Ciu.

Semua orang memandang kearah Kiam Ciu, kemudian memandang kearah Kwi Ong. Kiam Ciu sendiri telah menahan rasa marahnya. Dia memandang Kwi Ong dengan mata melotot dan gigi gemeretakan.

"Untuk apa kau gusar hati kalau ternyata bernyali kecil. Percuma saja kau bergelar Giok-ciang-cui-kiam ternyata adalah nama kosong belaka. Pemegang pedang pusaka nomor wahid dikolong langit ? Hahaha ternyata hanya bernyali kecil hahaha !” seru Kwi Ong dengan sengaja memancing kemarahan Kiam Ciu.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar