Warisan Jenderal Gak Hui Jilid 6

Jilid ke 6

BAIKLAH ! Sebenarnya aku mempunyai banyak urusan yang harus segera kuselesaikan. Maka aku sangat berterima kasih dengan kebaikan hati Gin Ciu Siocia untuk meminjamkan kuda itu dan setelah kuserahkan kembali kuda itu maka aku akan cepat-cepat berlalu. Yah. kalau memang aku harus menemui Gin Ciu Siocia baikiah !” seru Kiam Ciu dengan nada suara lunak sekali.

Tampaklah Lee Cun girang sekali ketika mendengar kata-kata itu. Dia dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik sekali. Memang semula dia akan berbuat kasar terhadap Kiam Ciu. Tetapi itu menyalahi perintah suhunya. Dia harus dapat mengatur cara untuk membawa Kiam Ciu menghadap tanpa kekerasan. Seolaholah semuanya itu tidak ada apa-apa yang perlu dikhawatirkan.

Setelah Tong Kiam Ciu menyanggupi untuk menghadap Kwi Ong. Maka segeralah kedua orang itu berjalan bersama. Tetapi ketika sampai di sebuah gerbang lagi. Lee Cun berhenti. Tong Kiam Ciu juga berhenti memandang kearah Lee Cun dengan heran. "Tong Siauwhiap, aku mengantarmu hanya sampai disini saja. Nanti setelah kau keluar dari gerbang ini kau akan melihat pohon bambu, kau berjalanlah dikanan pohon bambu itu kemudian berbelok ke kanan, kau akan melihat sebuah batu, dari batu itu kau berbeloklah ke kiri ! Kemudian kau akan melihat semak belukar, jangan teruskan perjalananmu tetapi kau harus mundur lima langkah, kemudian kau melihat pohon cemara maka teruslah berjalan nanti kau akan disambut oleh seseorang. Nah, Tong Siawhiap hanya petunjuk-petunjuk saja!”

seru Lee Cun dan mengangkat tangan kanan memberi selamat kepada Kiam Ciu. Tong Kiam Ciu mengangkat tangan pula. Mereka berpisah sampai dipintu gerbang itu. Lee Cun memutar tubuh dan kembali kearah gerbang sedangkan Tong Kiam Ciu melangkah memasuki gerbang itu.

Sebenarnya Kwi Ong adalah pemimpin dari orang-orang suku Biauw.

Seorang yang mempunyai Ilmu silat yang sangat tinggi dan berhati keras serta bersifat kejam. Dia datang dari daerah selatan dengan memimpin orang-orang suku bangsa Biauw. Kwi Ong bermaksud untuk merebut kitab pusaka ilmu silat Pek-seng. Disepanjang perjalanan itu dia belum pernah bertemu dengan lawan yang benar-benar tangguh. Semua lawan-lawannya dalam perjalanannya itu ternyata dapat dikalahkan dengan sangat mudah, sehingga dia berpendapat bahwa orang-orang jajo silat dari daerah tengah itu hanyalah jago godokan belaka. Dia menganggap bahwa cukuplah semua pekerjaan diselesaikan oleh muridmuridnya saja. Tidak perlu dia sendiri turun tangan kalau banya untuk menghadapi jago godokan itu. Maka ia telah mengutus dua-puluh muridnya menuju kekuil Pao-yan-ta untuk merebut peta Pek-seng. Tetapi orang-orang suku Biauw yang dikirimkan kekuil Pao-yan-ta itu tidak pernah kunjung kembali.

Maka karena ingin mendapat berita dengan secepatnya. Diutuslah Gin Ciu dan Kim Ciu menuju ke kuil Pao-yan-ta.

Ketika kakak beradik itu pulang. maka didapat berita bahwa kedua puluh orang utusannya itu telah binasa. Memang sudah menjadi sifat Kwi Ong, dia sangat kejam, pemarah dan keji pula. Dengan cara apapun dia sanggup berbuat asal dapat membinasakan lawannya. Bukan hanya berilmu silat tinggi, tetapi banyak pula akalnya yang keji maupun licik.

Apalagi ketika mendengar cerita tentang Tong Kiam Ciu, seorang pendekar muda yang berilmu tinggi dan berhasil merebut pedang Oey Liong Kiam serta menguasai peta Pek-seng. Kwi Ong telah mengatur siasat untuk memancing Tong Kiam Ciu. Kwi Ong ingin berhadapan sendiri dengan pendekar muda yang liehay itu. Tong Kiam Ciu tidak menduga sama sekali dengan maksud itu. Dia adalah seorang pemuda yang berhati jujur. Maka dia menganggap bahwa semua orang mempunyai sifat jujur pula. Tanpa ragu-ragu lagi Tong Kiam Ciu melangkah.

Semua yang diterangkan oleh Lee Cun terbukli semuanya. Dia melihat taman bunga melihat pohon bambu dan melihat semuanya yang diterangkan oleh Lee Cun. Kianm Ciu menurutkan saja semua petunjuk itu.

Saat itu bulan telah mengembang diangkasa, dengan sinarnya yang redup dan hawa dingin. Tong Kiam Ciu mengingat-ngingat petunjuk Lee Cun. Kini telah sampai di hutan cemara, katanya ada seseorang yang menjemputnya. Sampai beberapa langkah dan dia memasang pendengarannya belum juga terdengar seseorang menegur. Serta tiada seorangpun yang ditemui sejak tadi.

Tetapi ketika itu dengan tiba-tiba ada suara seseorang menegurnya dari arah belakang. Tong Kiam Ciu menahan langkahnya dan memutar tubuh kearah datangnya suara itu. "Siapa itu ?” suara itu menegur lagi.

"Aku Tong Kiam Ciu datang kesini bermaksud untuk mengembalikan kuda milik Gin Ciu Siocia !” seru Kiam Ciu sambil mengamati bayangan orang yang tidak begitu terang. Kemudian terdengar suara orang tertawa. Ketika itu bulan agak terang tersembul dari selumutan kabut. Maka Kiam Ciu dapat menyaksikan wajah orang yang berada tiada jauh dari dirinya itu. Ternyata orang itu telah tua dan berwajah bengis serta pucat. Rambutnya putih tetapi suaranya masih terdengar nyaring sekali. Partanda bahwa orang itu mempunyai ilmu Lwe-kang yang tinggi.

"Aku ini Kwi Ong, pemimpin suku Biauw dari selatan. Aku telah membawa orang-orangku suku bangsa Biauw dari daerah Biauw ciang menuju kedaerah tengah ini untuk sesuatu keperluan "Hey, Tong Kiamt Ciu, apakah benar bahwa peta Pek-seng jatuh ditanganmu ?” seru Kwi Ong dengan suara lantang dan memandang ringan pemuda didepannya itu.

Tong Kiam Ciu adalah seorang pemuda yang masih polos. Dia bersifat jujur, maka pemuda itu lalu menjawab dengan apa adanya.

"Jika kau orang tua telah mengetahui, mengapa kau masib bertanya ?” seru Kiam Ciu dengan memandang kearab orang itu dan hati-hati.

"Ha-ha-ha-hah ! Ternyata kau bernyali besar anak muda !” seru Kwi Ong.

Mendengar suara tawa orang tua itu diam-diam Tong Kiam Ciu telah dapat mengukur sampai dimana kekuatan dan kehebatan tenaga dalam orang yang berdiri dihadapannya itu.

"Aku Kwi Ong telah datang didaerah tengah ini untuk merebut peta Pek seng.

Aku telah menghadapi banyak orang-orang gagah di daerah tengah ini kini mereka sedang bergabung untuk menghadapi diriku ha ha ha ! Nah kini aku memberitahukan kepadamu anak muda ! Bahwa yang telah masuk dalam perangkapku bukannya kau seorang diri, tetapi sebelum kau terperangkap disini.

aku telah menjebak pula seorang ialah Siok Siat Shin Ni yang lihay itu. Maka kau dengar baik-baik kata-kataku, jika kau masih mengharapkan hari cerah maka serahkanlah peta Pek-seng itu kepadaku. tetapi kalau tidak kau akan mati konyol ditempat ini !” seru Kwi Ong dengan suara sombong dan memandang rendah orang yang didepannya itu.

Mendengar ancaman itu Tong Kiam Ciu tidak merasa gentar. Maka dengan sikap menantang dan penuh kewaspadaan Tong Kiam Ciu berseru.

"Hey Kwi Ong ! Ternyata kau sendiri tidak mampu untuk mengambil peta Pek seng dengan kekuatan ! Sekarang peta itu telah jatuh ketanganku. Kalau kau memang benar-benar menginginkan peta itu marilah kau datang kepadaku!”

seru Tong Kiam Ciu sambil berkacak pinggang menantang kearah Kwi Ong.

Mendengar kata-kata tegas dari seorang jago silat yang masih sangat muda itu, Kwi Ong merasa terperaniat juga.

"Tong Kiam Ciu, apakah kau tidak menyayangkan masa mudamu kalau sampai kau mati muda begini ? Kau tidak akan luput dari seranganku juga Soanhong-li-bu-ceng (menyerang laksana angin taupan dialam kabut) kau akan mati konyol !” seru Kwi Ong.

Begitu selesai dengan kata-katanya itu Kwi Ong mengerahkan ilmunya untuk menyerang Kiam Ciu. Pemuda itu tidak merasa gentar, maka Kiam Ciu memasang kuda-kuda dan menantikan serangan lawan.

Tahu-tahu dalam hutan cemara itu menjadi gelap dan tampak kabut putih telah menebal menutup pemandangan. Kiam Ciu tidak dapat melihat Kwi Ong lagi. Ditajamkannya semua inderanya untuk menghadapi setangan lawan.

Namun Kwi Ong tetap tidak tampak bahkan tiada suara nafaspun yang terdengar kecuali nafasnya sendiri.

Didepan Kiam Ciu ada sekuntum bunga yang sangat menarik hati sejak tadi.

Kini dalam suasana kabut itu, bunga yang berada didepannya sangat harum baunya. Terciumlah oleh Kiam Ciu bau harum bunga didepannya, bunga yang sangat menarik hati, Dipandangnya bunga itu lebih lama lagi. Tiba-tiba kepala Kiam Ciu menjadi sangat pening. Barulah dia menyadari babwa ialah serangan ilmu Soan-hong-li-bu-ceng. Semula Kiam Ciu menyangka kalau Kwi Ong akan menyerang dengan ilmu silat. Hingga dia bersiap-siap untuk menghadapi serangan lawan. Untuk mengatasi serangan gelap hawa beracun itu, maka Kiam Ciu mengerahkan ilmu Bo-kit-sin-kong. Hingga bergetarlah tubuh pemuda itu. Dalam hati dia mengeluh karena kurang kewaspadaan atas kelicikan lawan. Karena mengerahkan tenaga dalam dengan sangat hebatnya itu, hingga Kiam Ciu berkeringat. Ternyata racun itu sangat hebat. Hingga tubub Kiam Ciu bergetar hebat. Namun pemuda itu berusaha untuk bertahan berdiri tegap dan mengerahkan Bo-kit-sin-kong melawan kekuatan racun Kwi Ong.

Namun tubuh Kiam Ciu bergetar hebat hingga mandi keringat. Racun serangan Kwi Ong itu ternyata hebat sekali. Sedikit demi sedikit tubuh Kiam Ciu menjadi lemas juga, keadaan tubuhnya telah menjadi lemah dan Kiam Ciu bertahan untuk berdiri dan tidak jatuh pingsan. Namun kekuatannya telah berkurang dan tahu-tahu menjadi sangat lemah sekali, Kiam Ciu limbung dan akan jatuh. Tiba-tiba dia merasakan tubuhnya ditahan oleh seseorang. Kiam Ciu sempat melihat orang yang memapahnya itu tiada lain ialah Gin Ciu. Gadis jelita yang memberikan kudanya dan kini berusaha untuk menolongnya. Ketika pandangan mereka bertemu, gadis itu tersenyum manis sekali. Tetapi kepala Kiam Ciu sudah sangat pening berserta rasa berdenyut sekujur kepalanya "Tong Kim Ciu, apakah kau tidak terluka ?” tanya Gin Ciu.

Tong Kiam Ciu tersenyum dengan penuh rasa terima kasih atas pertolongan gadis itu. Kemudian terdengar dengusan Gin Ciu menarik nafas dan berkata lagi.

"Dengan bersusah payah aku membujuk Lee Cun untuk mencegatmu dan memberitahukan jebakan itu serta cara bagaimana untuk menghindari serangan Soan-hong-li-bu-ceng. Tetapi ternyata kau tidak mengindahkannya, hampir saja kau mati konyol. Tetapi ilmu apakah yang hingga kau hanya jatuh pingsan?” seru Gin Ciu heran. "Oh . . . terima kasih atas pertolonganmu . . .” Tong Kiam Ciu tidak dapat meneruskan kata-katanya. Diam-diam pemuda itu telah memuji kecantikan Gin Ciu serta kebaikan hatinya. Maka pemuda itu hanyalah memandang dengan sinar mata bercahaya.

Rasa pening dikepalanya telah dapat diatasinya. Kini dia telah hampir dapat memulihkan kembali tenaganya dan berusaha untuk berdiri dan membebaskan diri dari pelukan Gin Ciu.

"Tak lama lagi suasana akan menjadi terang, Ayolah ikut aku. Tadi Lee Cun telah memberikan keterangan-keterangan kepadamu cara-cara untuk melewati perangkap itu. Kalau keterangan-keterangannya itu diketahui oleh suhu, maka celakalah dia. Kini kau telah selamat dari racun ganas itu maka marilah cepatcepat kita tinggalkan tempat ini sebelum menjadi terang kembali ! Jika kita diketahui oleh suhuku maka.. . sudahlah ayoh kita cepat-cepat meninggalkan perangkap ini !” seru gadis itu seraya menyambar tangan kanan Kiam Ciu dan ditariknya pemuda itu. Tong Kiam Ciu yakin bahwa gadis itu berusaha menolongnya. Maka dia menurut saja kemanapun dibawa oleh Gin Ciu.

"Nah, beberapa langkah lagi kita telah dapat keluar dan perangkap. Aku tidak usah mengantarmu, kau dapat berjalan sendiri. Siapa sangka bahwa suhu mempunyai tabiatnya sangat kejam. Aku telah belajar ilmu silat pada beliau selama sepulun tahun, Akhir-akhir ini kuperhatikan memang banyak perubahan dan tabiatnya sangat ganjil. Walaupun suhu seorang yang kejam tetapi dia mempunyai keistimewian. Ialah dia selalu menepati janjinya. Kalau seandainya beliau mengatakan tidak akan mengganggumu, maka beliau benar benar mecepatinya . . . . Nah sudahlah selamat jalan kita berpisah disini dulu..!” seru gadis itu dengan suara yang terdengar berat.

"Tet . . . tetapi” seru Tong Kiam Ciu terputus-putus.

"Tetapi apa ?” tanya Gin Ciu pula sambil memutar tubuh memandang kepada Kiam Ciu dan tersenyum dengan kening berkerut.

"Kau ?” sambung Kiam Ciu bernada bertanya.

"Oh, apakah kau ingin mengetahui riwayat hidupku ? Dengarlah banwa ayahku adalah seorang suku Gin-san-tong di daerah Biauw ciang. Tetapi ibuku adalah ketururan Han. Maka mengetahui adat istiadat orang-orang didaerah pertengahan ini. Orang-orang Biauw selalu berterus terang . . .” sambung Gin Ciu dengan terbersit warna merah diwajahnya.

Tetapi Gin Ciu tidak dapat meneruskan kisahnya, karena dia menangkap suara ejekan tiada jauh dari tempat itu. Begitu juga Kiam Ciu merasa terperanjat mendengar teguran dari tempat yang tiada jauh dari mereka berdua itu.

Tong Kiam Ciu menjadi terperanjat ketika tiba-tiba saja di depannya telah terbentang suatu ruangan yang sangat luas dan penjagaan yang sangat kuat dan bersenjata lengkap sekali. Padahal tadi tempat itu terselubung oleh kabut tebal dan tidak kelihatan dengan nyata. Tiba-tiba saja disekitarnya kini menjadi terang. "Mengapa tidak lekas-lekas menghadap? Apakah aku harus memaksa kalian?” terdengar suara menggelegar serak dan tajam.

Bagaikan seorang anak yang berbuat kesalahan, Gin Ciu melangkah dengan kepala menunduk. Gadis itu menurut perintah dari dalam ruangan untuk menghadap Kwi Ong. Dengan kepala tertunduk dia berjalan diantara para pengawal suku bangsa Biauw yang bersenjata lengkap.

Kiam Ciu menyaksikan hal itu merasa was-was. Maka dia lalu mengikuti Gin Ciu dari belakang. Dia merasa khawatir kalau gadis itu mendapat hukuman berat.

Maka diikutinya dengan tujuan untuk melindunginya dimana nanti diperlukan.

Keadaan di tempat itu sudah sangat terang. Matahari telah menyinarkan sinar paginya menerobos celah-celah hutan.

Suasana yang sangat lengang dan tenang sekali. Semua mata tertuju kearah kedua orang yang sedang memasuki ruangan itu, Gin Cin dan Tong Kiam Ciu.

Diujung jalan itu telah duduk di kursi kebanggaannya seorarg laki-laki berwajah seram dan berambut putih. Matanya bersinar hitam menyala-nyala.

Disebelah kiri berdiri Kim Ciu dan disebelah kanan berdiri Lee Cun dengan wajah yang kurang sedap pula kelihatannya. Selain dua pendamping itu ada pula seoraag laki-laki yang berperawakan kokoh dengan wajah bengis pula. Laki-laki itu berumur kurang lebih tiga puluhan. Tampaklah wajahnya yang bengis itu bertambah seram disertai senyum-senyum mencibir kearah kedua orang yang baru menghadap itu. Begitu sampai dihadapan Kwi Ong segeralah Gin Ciu berlutut.

"Suhu !” seru Gin Ciu seraya menjura.

"Bah ! Apakah kau masih menanggap aku ini suhumu ?” seru laki-laki yang duduk diatas kursi kayu berukiran kepala naga itu dengan suara tajam dan memaki, "bukankah kau telah membangkang dan tidak menghiraukan peraturan?” Kwi Ong berhenti sejenak.

Sesaat suasana menjadi sangat sepi. Semuanya menjadi tegang dan tiada seorangpun yang berani berbicara kalau mengetahui Kwi Ong sedang dalam keadaan marah begitu. Seolah-olah mereka tiada berani mengeluarkan suara, bahkan bernapaspun sangat berhati-hati.

"Aku telah mendidik dan mengangkatmu menadi murid selama sepuluh tahun. Tentunya kau telah mengerti semua peraturan dan larangan partai persilatan yang kupimpin, tetapi kenyataannya kau telah berani melanggar!”

seru Kwi Ong pula dengan keras.

"Suhu". aku merata bersalah. Murid mengakui segala kesalahan, kini telah siap menunggu hukuman yang akan dijatuhkan atas diriku. Tetapi . . .” seru Gin Ciu sambil menjura, Kemudian gadis itu tidak sanggup meneruskan kata-katanya karena berderai tangisnya, Menyaksikan keadaan kakaknya itu Kim Ciu menghiba juga, maka gadis pengawal Kwi Ong itu segera menghadap Kwi Ong dan berlutut dihadapannya.

"Suhu ! Ciciku telah mengabdikan diri kepada suhu selama sepuluh tahun dengan patuh dan tidak pernah membuat pelanggaran dan kesalahan. Baru kali ini dia berbuat salah, maka sudilah suhu untuk mengampuninya..!” seru Kim Ciu dengan menjura pula. Begitu pula Lee Cun juga telah berada disamping Kim Ciu dan menjura kepada Kwi Ong seraya menghaturkan maksudnya.

"Jika suhu tidak dapat menerima permohonan kami, kami mengharapkan sukalah suhu memandang jasa ayahnya. Lagi pula kalau suhu tetap menghukumnya dia akan menjadi seorang yeng cacad seumur hidupnya. Maka ajaran suhu tidak ada gunanya lagi . . .” Usul Lee Cun dengan menegaskan dan kata-kata yang menghiba. "Diam!” bentak Kwi Ong dengan suara lantang dan menggema.

Sesaat pemimpin suku Biauw itu terdiam. Matanya membelalak merah menatap orang-orang yang berada dihadapannya itu.

"Kalian telah lama mengikutiku. masakan kalian tidak mengetahui tabiatku?”

seru Kwi Oig dengan suara tajam.

Tetapi Kim Ciu masih berani menyahut kata-kata suhunya! Karena dia sangat mencintai kakaknya! Dia berusaha untuk mengelakkan kakaknya dari hukuman yang mengerikan yang mungkin terjadi! "Suhu! Jika ciciku tidak diampuni, maka akan . . . . . . .” kata-kata Kim Ciu tertahan oleh bentakan Kwi Ong yang berwibawa.

"Diam ! kalian semua bangun !” bentak Kwi Ong.

Saat itu Kim Ciu meloncat tepat dihadapan suhunya seraya mencium kakinya. Sambil menghiba dan memohonkan belas kasih suhunya.

"Suhu . . . . suhu . . . . . “ ampunilah ciciku”

Tetapi Kwi Ong tidak menghiraukan kata-kata itu! Dengan wajah merah membara kaki yang sedang dipeluk dan dicium oleh Kim Ciu itu digerakkannya dengan keras. Kim Ciu terpelanting lima langkah dan terjerembab! Kemudian Kwi Ong mengirimkan pukulan kearah kepala Gin Ciu. Angin pukulan itu kalau sampai mengenai sasarannya akan hancur kepalanya dan setidak-tidaknya akan menjadi cacad seumur hidup kehilangan akal seperti orang gila.

Menyaksikan semua kekejaman Kwi Ong itu, Tong Kiam Ciu segera meloncat kedepan dan memapaki serangan pukulan Kwi Ong itu. Tangkisan Tong Kiam Ciu ternyata tepat. Tampak Kwi Ong terhenyak dengan memegang kepalanya pening. Kwi Ong heran menyaksikan dan merasakan kehebatan tenaga lwe-kang anak muda itu. Kini semua orang memandang kearah Tong Kam Ciu, Namun Kwi Ong masih nekad akan mengirimkan pukulan hukuman kepada Gin Ciu. Tong Kiam Ciu membentak. "Tahan !” seru Kiam Ciu sambil mengangkat tangan kanan.

Ternyaia pemuda itu mengirimkan serangan jurus Pan-wan kiat-cit atau Palu baja-mematahkan dahan. Kini Kiam Ciu dan Kwi Ong berhada-hadapan hanya berjarak satu langkah jauhnya. Tong Kiam Ciu menudingkan tangan sambil berseru. "Ternyata cerita orang tentang dirimu benar juga, kau adalah manusia terkejam yang kujumpai dldunia ini, Kekejamanmu melebihi binatang. Kau telah bermaksud membunuh atau membuat cacad muridmu yang telah mengikutimu selama sepuluh tabun dengan setia. Perbuatanmu itu melebihi perbuatan binatang buas !” seru Tong Kiam Ciu dengan gutar.

Dua orang murid lainnya yang berdiri dibelakang Kwi Ong setelah mendengar suhurya dicaci dan dikatakan seperti binatang oleh Tong Kiam Ciu itu dia menjadi gusar sekali. Tetapi untuk menyerang dan mencampuri urusan itu di hadapan suhunya dia tidak berani.

Gin Ciu yang nyaris dari malapetaka dan mendengar kata-kata Kiam Ciu itu menjadi sangat terharu. Dia kagum dengan keberanian pemuda itu dalam saatsaat yang sangat mengerikan dan suhunya dalam keadaan marah. Ternyata hati Kiam Ciu sangat mulia dan tabah. Gin Ciu merasakan bahwa pandangan dan perasaannya terhadap keperwiraan Kiam Ciu tidaklah meleset. Tetapi dia merasa sangat khawatir, jangan-jangan nanti dia akan dibinasakan oleh suhunya yang berilmu lihay itu. Maka tampak gelisahlah Gin Ciu setelah memikirkan nasib Kiam Ciu itu. Dia harus berusaha untuk mencegah jangan sampai Tong Kiam Ciu dapat dicederakan oleh suhunya nanti.

"Anak muda, ketahuilah bahwa peraturan partai silatku tidak membenarkan muridnya yang manapun melanggarnya. Peraturan kami sangat keras. Maka persoalan ini adalah persoalan kami, kau tidak berhak untuk campur tangan dalam urusan ini !” seru Kwi Ong dengan tegas.

"Hah !” sambung Tong Kiam Ciu, "diantara orang-orang Han tidak membiarkan perbuatan yang tidak senonoh. Maka aku akan menghadapi kau untuk mencegah kekejamanmu. Meskipun Untuk itu aku harus hancur lepur. Lebih baik hancur daripada menyaksikan kejahatan dan kekejaman didepan mataku !” seru Tong Kiam Ciu dengan bersungguh-sungguh.

Selama ini Kwi Ong belum pernah menyaksikan seorang anak muda yang seberani Tong Kiam Ciu. Dalam hati kakek kejam itu mengagumi keberanian dan ketegasan Kiam Ciu. "Jadi kau akan turut campur tangan dalam urusanku ?!” bentak Kwi Ong dengan suara keras dan nyaring, "Aku mengagumi keberaniamu, karena menghargai keberanianmu itu aku akan menghadapimu dengan sarat. Jika kau dapat menahan serangan-seranganku sebanyak sepuluh jurus maka aku akan mengampuni Gin Ciu. Bukan saja mengampuni Gin Ciu tetapi kau akan kuantar keluar diri perangkap ini dan membebaskan tiga jago silat dari kurungan perangkapku !” seru Kwi Ong dengan diselingi pandangan tajam dan senyumsenyum bibirnya.

Dimata Kwi Ong memandang Tong Kiam Ciu hanya bermodalkan keberanian dan ilmunya pastilah belum seberapa. Dia yakin bahwa Kiam Ciu takkan mungkin dapat melawannya dalam dua jurus pasti telah dapat dihancurkannya.

Mendengar penuturan Kwi Ong tadi bahwa didalam perangkap Kwi Ong itu telah terkurung tiga orang jago silat bukan hanya Siok-soat Shin-ni. Lalu dua orang lainnya lagi siapa?. Maka Tong Kiam Ciu dengan tenang menjawabnya: "Baiklah aku akan melawanmu dengan syarat-syarat tadi !”

"Ha ha hah ! Inilah yang orang katakan kau bermata buta anak muda ! Jalan ke surga kau tidak tahu, tetapi ke neraka yang tiada pintunya kau berusaha untuk memasukinya. Nah, sekarang terimalah hajaranku ini!” seru Kwi Ong dengan suara lantang dan meremehkan.

Tetapi ketika Gin Ciu melihat sikap suhunya itu, segeralah gadis itu meloncat dan memeluk kaki suhunya seraya meratap.

"Suhu . . . suhu . . jantan bunuh dia. Akun yang bersalah maka bunuhlah aku!”

seru gadis itu dengan meratap.

Tetapi Kwi Ong yang berwatak kasar itu sudah terlanjur menentukan sikapnya sendiri. Maka dengan satu gerakan cepat bagaikan kilat dia telah menggerakkan kakinya dan Gin Ciu terlempar jauh serta jatuh tertelungkup mencium lantai. "Anak sambal ! Pergi ! Jangka merintangi aku lagi !” seru Kwi Ong.

Gin Ciu dalam keadaan terluka dalam memuntahkan darah. Tong Kiam Ciu meloncat menubruk gadis itu untuk menolongnya. Tetapi dua bayangan telah mendahuluinya. "Cici mengapa kau masih juga.. .” Kim Ciu menubruk cicinya seraya meratapi dengan tersedu-sedu. Gin Ciu mengusap rambut adiknya dengan bibir tersenyum seolah-olah tidak dirasakannya luka didalam tubuh gadis itu. Kemudian jari telunjuk tangan kanan ditekankannya ke mulut adiknya serta menggelengkan kepala seolah-olah dia melarang adiknya jangan bicara lagi.

Dalam pada itu tampak sebuah bayangan pula terjun karena itu. Seorang jago silat suku bangsa Biauw telah berdiri dihadapan Kiam Ciu.

"Aku Pak Lu menantangmu anak muda. Tidak usah suhuku turun tangan cukup aku serorang sanggup untuk menghadapimu !” seru laki-laki itu dengan suara lantang dan sinar mata tajam.

Tong Kiam Ciu haaya tersenyum menyaksikan sikap orang didepannya itu.

Sejenak dia memandaag kearah Gin Ciu kemudian Kwi Ong dan ditatapnya wajah laki-laki yang bernama Pak Lu.

"Aku bersedia bertempur melawan siapa saja !” seru Kiam Ciu.

Mendengar jawaban itu hati Pak Lu bertambah gusar. Dengan loncatan panjang dia menyerang Kiam Ciu kemudian mengirimkan pukulan kearah kepala Kiam Ciu. Tetapi dengan jurus Gwat-ji-sing-koan (Bulan berpindah dan bintang berputar) Tong Kiam Ciu menangkis serangan itu dengan tangan kiri. Kemudian tangan kirinya mengirimkan pukulan kearah dada Pak Lu.

Secepat kilat Pak Lu meloncat kesamping menghindari serangan Kiam Ciu sambil merundukkan kepalanya. Namun serangan Kiam Ciu tidak urung mengenai pundaknya juga. Setelah merasakan bahwa serangan lawan ternyata hebat juga, maka dengan sigap pula Pak Lu menarik senjatanya yang berupa rantai baja dari pinggangnya.

Pak Lu memutar-mutarkan senjata rantai baja itu. Suaranya mendesingdesing dan menimbulkan angin yang terasa dingin. Tampaknya sangat cepat sekali permainan senjata rantai itu.

Tong Kiam Ciu bergerak dengan teratur dan matanya waspada mengamati gerakan-gerakan senjata lawan itu. Dengan sebuah loncatan pula Pak Lu menyerang Tong Kiam Ciu sambil menyabetkan rantainya.

Serangan itu dapat dielakkan dengan cepat, sambil meloncat mundur Tong Kiam Ciu mencabut pedang Kim-kong-sai-giok-kiam. Kemudian dengan jurus Lik-cing-kiam hoat dia menusuk lambung Pak Lu dengan cepat sekali. Serangan yang tiada terduga itu ternyata berhasil.

"Crak ! Aduh !” terdengar suara tusukan pedang itu berbareng dengan jeritan Pak Lu dan muncratnya darah segar dari lambung laki-laki itu kemudian tubuh laki-laki itu limbung. Rantainya masih tergenggam dan akhirnya terjatuh didepan Tong Kiam Ciu. Semua yang berada di tempat itu untuk sesaat terpaku terpesona menyaksikan kecepatan permainan pedang Tong Kiam Ciu itu. Begitu pula Kwi Ong merasa kagum dengan ilmu pedang anak muda itu. Yang paling kelihatan bergembira adalah Gin Ciu dan Kim Ciu, karena kedua gadis itu kini merasa yakin bahwa Kiam Ciu pasti dapat menghadapi suhunya dalam sepuluh jurus.

Pak Lu yang bersifat keras kepala itu telah bangun kembali. Dengan tubuh condong dia berusaha untuk membinasakan Kiam Ciu Namur Tong Kiam Ciu tidak melawan, pemuda itu hanya berusaha untuk meloncat kesamping menghindari ayunan senjata rantai baja. Bersamaan mengayunnya senjata itu, maka robohlah Pak Lu dan binasa.

Menyaksikan kejadian itu, beberapa orang pengawal suku Biauw itu telah maju untuk membantu Pak Lu. Tetapi Kwi Ong mengangkat tangan dan mencegahnya. Orang-orang itu membatalkan niatnya dan dengan patuh mundur tetapi hati mereka kecewa.

"Hey Tong Kiam Ciu ! Ilmu pedangmu ternyata hebat juga. Sekarang.. . . .” seru Kwi Ong dia mencari-cari, kemudian memandang kearah Kim Ciu. "ambil pedang cicimu !” Kim Ciu ragu-ragu untuk mengambil pedang cicinyi. Dia tidak tahu harus bersikap bagaimana. Sehingga dia ragu-ragu untuk menyerahkan pedang itu kepada suhunya. "Lekas !” seru Kwi Ong dengan suara lantang membentak.

Kim Ciu terpaksa mengambil pedang Gin Ciu dan berdiri kemudian menyerahkan pedang itu kepada suhunya.

Kwi Ong menerima pedang itu, kemudian memandang kearah Gin Ciu dan berseru : "Gin Ciu aku memberikan kesempatan kepadamu untuk menebus kesalahanmu. Dengan pedang ini kau harus dapat melukai Tong Kiam Ciu. Jika kau dapat melukainya maka aku akan mengampunimu !”

Kemudian Kwi Ong menoleh kearah Tong Kiam Ciu.

"Tong Kiam Ciu kau dengar baik-baik! Kau, harus melawan gadis itu! Jika kau kalah kau harus binasa..!” seru Kwi Ong kemudian melemparkan pedang itu kemuka Gin Ciu. Kakek sakti yang keji itu telah tahu gelagat bahwa muridnya dengan diamdiam telah jatuh cinta kepada Tong Kiam Ciu. Maka dia harus mencegahnya.

Karena dengan hubungan cinta itu cita-cita Kwi Ong akan mengalami kegagalan.

Dia memaksakan Gin Ciu untuk melawan Kiam Ciu. Jika gadis ini ingin hidup maka dia harus berani melawan orang yang dicintai itu. Karena Kwi Ong yakin kalau seseorang itu pastilah takut mati ! Apalah artinya cinta itu, orang pasti lebih cinta kepada dirinya sendiri.

Tetapi kenyataannya diluar dugaan kakek itu. Gin Ciu telah memungut pedangnya dan berdiri. Kemudian ia berseru kepada suhunya.

"Suhu ! Aku telah mengaku salah dan bersedia menerima hukuman. Tetapi mengapa suhu memaksa diriku untuk melawan dia ?” seru Gin Ciu.

Kwi Ong mendengar seruan gadis itu jadi bertambah gusar. Maka dengan mata melotot dia membentak kearah Gin Ciu. Sedangkan Gin Ciu sudah kehabisan akal dan tidak berani untuk mendurhakai untuk kedua kali terhadap suhunya. Maka lebih baik dia binasa ditangannya sendiri. Pedang itu diangkatnya dan dia bermaksud untuk menggorok lehernya sendiri. Namun dengan tangkas Tong Kiam Ciu mengirimkan hantaman sisi tapak tangan kiri kearah siku Gin Ciu.

Pedang terlempar jatuh. "Oh jadi kau mau membunuh diri?”

'Tidak ! Kau harus mati dengan menanggung siksaan terlebih dahulu !” seru Kwi Ong dengan mencibir. Suasana menjadi sangat tegang. Mereka tidak tahu harus berbuat apa. Begitu juga Tong Kiam Ciu yang sudah merasa muak dengan menyaksikan sikap Kwi Ong yang keterlaluan dan keji itu.

"Hey Tong Kiam Ciu. cabut pedangmu dan hadapi aku. Dalam sepuluh jurus akan kubuktikan bahwa kau tidak berarti apa-apa bagiku !” seru Kwi Ong dengan nada suara sombong sekali.

Mendengar hinaan itu hati Tong Kiam Ciu sangat panas. Maka segeralah pemuda itu mencabut pedang Kiam-kong-sai-giok-kiam. Dia telah bertekad untuk membinasakan Kwi Ong.

"Dan pengkhianat itu akan menyaksikan kau binasa ditanganku!” sahut Kwi Ong dengan nada penuh kepastian.

Tong Kiam Ciu meloncat menyerang dengan pedangnya. Kwi Ong tidak sampat mengelakkan serangan itu. Karena serangan pemuda itu dengan tibatiba dan cepat sekali. Walaupun begitu ujung pedang Kiam Ciu berhasil juga mengenai dada Kwi Ong. Namun kakek itu ternyata tidak menderita luka sedikitpun. "Oh, rupa-rupanya kakek itu mempunyai ilmu kekebalan!” pikir Kiam Ciu dengan waspada pula telah mengerahkan Ilmu Bo-kit-sin-kong untuk menjaga kemungkinan serangan keji yang dilancarkan oleh Kwi Ong dengan tiba-tiba.

Sambil memutar tubuh Kiam Ciu mengirimkan serangan dengan jurus Sangliong-pi-ji atau sepasang naga membentangkan sayap. Tampak Kiam Ciu sambil meloncat memutarkan pedangnya dan menyerang lawan dengan gerakan sangat cepat sekali. Tetapi Kwi Ong dengan pedang Gin Kiam ditangan kanan telah terlebih dahulu menyerang dengan jurus Ngo-hong-tiauw-yang atau lima ekor burung cenderawasih berpaling ke matahari. Terlihatlah kakek itu berloncatan lincah sekali. Menghindar atau menyerang Tong Kiam Ciu, sambil matanya mendelik menantikan kelengahan lawan.

Pertempuran sudah berjalan sampai dua jurus. Kwi Ong merasa heran sekali ternyata Kiam Ciu tangguh juga, ilmu Ngo-hong-tiauw-yang pemimpin suku Biauw itu ternyata belum dapat melukai Tong Kiam Ciu.

"Hemm, bocah ini ternyata mempunyai Ilmu Bo-kit-sin-kong. Kalau tidak mana mungkin dia selalu luput dari seranganku” pikir Kwi Ong.

Kemudian dengan satu gerakkan cepat sekali kakek itu telah menerkam leher Tong Kiam Ciu dengan tangan kiri. Dibarengi teriakkan dan melancarkan ilmu Tai-lik-kim-kong eng-jiauw-kang (ilmu cakaran garuda sakti). Ilmu cengkaraman itu didahului dengan dorongan yang maha dahsyat, sehingga Tong Kiam Ciu tidak dapat maju. Pemuda itu terdesak mundur teras. Akhirnya Tong Kiam Ciu terdorong jatuh ketanah dengan kepala terasa pening setali.

"Oh celaka, baru berhasil melawan tiga jurus aku sudah dapat dijatuhkan. Apa mungkin aku melawan sampai sepuluh jurus” pikir Kiam Ciu dengan cemas.

Pada saat itu juga Kwi Ong telah melemparkan pedangnya kearah tubuh Kiam Ciu, Namun Kiam Ciu tidak sempat untuk mengelakkan serangan yang datangnya dengan tiba-tiba dan tidak terduga itu.

Sebuah jeritan dan dibarengi sesosok tubuh melayang kemudian jatuh ketanah dengtn bermandikan darah. Sosok tubuh itu tiada lain adalah tubuh Gin Ciu yang telah lebih waspada akan muslihat gurunya dan gadis itu bermaksud untuk melindungi Kiam Ciu dari tikaman pedang.

Gin Ciu menggeletak dengan pedang tertancap ditubuhnya, Kiam Ciu mendekap dan menangisinya. Tong Kiam Ciu meloncat berdiri dan berseru.

"Bedebah keji Urusan kita belum selesai !” seru Kiam Ciu sambil meloncat menerkam Kwi Ong. Tetapi Kwi Ong dengan cepat mengelak dan meloncat kesamping, Kiam Ciu menerkam tempat kosong hingga sempoyongan hampir tidak dapat menguasai tubuhnya dan hampir tertelungkup jatuh.

Kwi Ong telah memperhitungkan kejadian itu. Maka dengan sekali loncat dan cepat sekali dia telah mencabut pedang Gin-kiam dari tubuh Gin Ciu dan langsung memutar tubuh menyerang punggung Tong Kiam Ciu.

Menyaksikan itu Kim Ciu menjerit memperingatkan Kiam Ciu. Mendengar seruan itu dengan cepat Kiam Ciu menjatuhkan diri menggelundung di tanah untuk menghindari bacokan pedang Kwi Ong.

Orang yang berjiwa kasar dan keji itu menjadi sangat gusar karena usahanya untuk membinasakan Tong Kiam Ciu dapat dihalang-halangi lagi. Kegagalannya kali ini sangat menggusarkan hatinya. Kwi Ong segera memperbaiki serangannya. Namun Tong Kiam Ciu telah meloncat dengan pedang Kim-kong-sai-giokkiam di tangan kanan menyerang tangan Kwi Ong yang menggenggam pedang Gin Kiam dengan jurus Giok-ciang-cui-kiam.

"Trang!” terdengar suara dentangan nyaring, "Oh!” terdengar pula suara tertahan meluncur dari mulut Kwi Ong.

Pedang Gin Kiam terputus jadi dua, dan ujungnya jatuh ke tanah. Ternyata serangan Tong Kiam Ciu sangat hebat. Menyaksikan pedangnya terkutung itu dia merasa sangat gusar sekali. Maka dengan mengembangkan ilmu Tai-likkim-kong eng-jiauw-kang dan hembusan angin dari kelima jari-jemari tangan kirinya yang dahsyat sekali menyerang Kiam Ciu.

Tong Kiam Ciu mengerahkan ilmu Bo-kit-sin-kong untuk menahan serangan lawannya itu. Namun serangan tenaga dalam lawan itu sangat luar biasa hebatnya. Selain terdorong juga mulai dia kehilangan tenaganya dan menjadi sangat lemah. Kemudian kedua matanya menjadi sangat kabur. Terhuyung tubuh Kiam Ciu limbung tiada bertenaga dan tiada mampu lagi untuk berdiri.

Akhirnya dia terjatuh jua.

"ha-ha-ha ! Anak ingusan yang sombong !” seru Kwi Ong dengan bangga dan telah yakin dia dapat mambinasakan Kiam Ciu.

Dengan langkah perlahan-lahan dia mendekati tubuh Kiam Ciu yang sudah tidak bertenaga lagi. Pemuda itu hanya mendengarkan semua suara tetapi todak berdaya lagi untuk melawannya.

Kwi Ong melangkah dengan langkah-langkah pasti. Pedang yang lelah buntung itu dilemparkan ke lantai menimbulkan suara dentaman nyaring.

Kemudian kedua belah tangannya membentuk cengkeraman dengan mata melotot akan menerkam leher Kiam Ciu. Wajah Kwi Ong tampak seram sekali.

Tong Kiam Ciu telah pasrah dan menunggu ajalnya tiba ! Tiba-tiba dari atas telah melayang sesosok tubuh dan berdiri diantara Kiam Ciu dan Kwi Ong. Orang yang baru datang dan berdiri menengahi dua orang yang sedang bertempur itu adalah seorang nenek yang berpakaian compangcamping. Nenek itu ialah Shin Kai Lolo.

Dengan tenang nenek itu memandang kearah Gin Ciu yang telah tewas.

Kemudian menarik nafas panjang dan mengeluh.

"Hemmm . . . sayang sekali aku datang terlambat” seru wanita tua itu dengan suara seenaknya. Kemudian berpaling kearah Kiam Ciu. Melangkah mendekati Tong Kiam Ciu dan memijit leher pemuda itu. Cara membebaskan jalan darah yang luar biasa itu sangat mengagumkan.

Kwi Ong bagaikan kena pesona hingga tidak berbuat apa-apa dan memandang nenek itu dengan mata tak berkedip dan mulut ternganga tanpa disadarinya. Begitu pula semua orang yang berada ditempat itu menjadi terpaku dan terpesona. Dalam beberapa saat kemudian Tong Kiam Ciu telah terbebas jalan darahnya. Kembali dia dapat menguasai keadaan dan meloncat berdiri. Setelah itu memberi hormat dengan membongkokan tubuhnya kearah nenek Shin Kai Lolo. Sembari tersenyum penuh rasa terima kasih.

Berbareng dengan itu pula Kwi Ong telah tersadar dari pengaruh pesona Shin Kai Lolo. Maka segeralah dia menegur dan marah.

"Hey tua bangka ! Kau ini siapa dan darimana kau datang ?” seru Kwi Ong dengan suara gusar sekali.

"Itu urusanku sendiri, kau tak perlu menanya!”

"Kau telah datang ke markasku, aku berhak menanya !” seru Kwi Ong membentak nenek itu dengan mata melotot.

"Hi-hi-hi-hik!” nenek itu tertawa nyekikik. "Desa Sing-Kiauw-Cong ini bukan daerahmu ! Kau telah datang ke tempat ini dan merampasnya !”

Kemudian nenek itu terdiam sejenak. Kwi Ong akan membuka mulut untuk mendamprat Shin Kai Lolo yang lancang dan mencampuri urusannya. Namun nenek itu telah mendahului berbicara.

"Kau telah memasang perangkap Soan-hong-li-bu-ceng dan kau telah berhasil menangkap beberapa orang jago silat. Namun kau tidak akan dapat menjebakku ! Karena perangkapmu ternyata mudah sekail untuk dilepasnya asal asal mengingat-ngingat kunci rahsianya. Ialah menjumpai pohon bambu membelok kekanan, menjumpai batu memhelok kekiri, menjumpai semak belukar berjalan mundur lima langkah dan menjumpai pohon cemara berjalan maju. Ya bukan ? Hee he-he he perangkap soal kecil !” seru nenek itu dengan tertawa-tawa. Nenek itu diam lalu dia memandang Kwi Ong sejenak. Kemudian memandang kearah Gin Ciu dan berseru lagi.

"Aku datang kesini untuk mencari tiga orang kawanku. Kalau seandainya aku datang lebih pagi, gadis itu tidak akan binasa!” seru nenek itu yang menampakkan sesalannya atas kematiannya Gin Ciu itu.

Kemudian Shin Kai Lolo menepuk tangan. Bertepatan dengan berakhirnya tepukan tangan itu maka tampaklah kelebatan bayangan tiga sosok tubuh terjun di arena pertempuran itu.

Eng Ciok Taysu kemudian Tie kiam-su-seng dan seorang lagi jago silat wanita Siok-siat-Shin-Ni. Semua yang berada ditempat itu terperanjat dengan munculnya ketiga orang itu. Karena ketiga orang itu adalah tawanan Kwi Ong yang disekap dalam tempat tertutup.

"Kau, sekalian telah berani menerjang masuk kemarkasku. Maka kalian jangan harapkan dapat keluar dengan selamat dari perangkapku!” seru Kwi Ong kemudian tampak kakek keji itu meloncat menyerang Shin Kai Lolo.

Namun nenek itu hanya tertawa-tawa seenaknya menerima serangan itu. .

Seolah-olah memandang ringan ilmu lawannya. Serangan-serangan yang dilancarkan dengan cepat dan bertubi-tubi itu telah dipapaki oleh nenek itu dengan mendorongkan kedua tinjunya bergantian, Ternyata serangan tinju Kwi Ong dapat dibuyarkannya. Shin Kai Lo!o yang pernah menggemparkan dunia Kang-ouw beberapa puluh tahun lamanya itu, saat itu sedang menguji kehebatan serta kelihayan ilmu silai Kwi Ong yang keji. Dia telah mengukur sampai dimana kehebatan ilmu siiat kepala suku Biauw itu. Kemudian Kwi Ong mengerahkan ilmu Tai-lik-kim-kong eng-jiauw-kang, semua orang menyaksikan pertempuran dua orang jago silat dari kalangan tua yang hampir seimbang ilmunya itu dengan penuh kekaguman dan menahan nafas. Karena serangan-serangannya dapat dielakkan dengan tepat. Lagi pula Shin Kai Lolo menghindari seranganp-serangan itu sambil tertawa, maka Kwi Ong merasakan dirinya dipandang ringan oleh lawan, Kwi Ong mengerahkan seganap kekuatan dan ilmunya yang sangat diandalkan itu untuk membinasakan lawan. Dengan meningkatnya kemarahan Kwi Ong itu. maka kini serangan kakek itu bertambah dahsyat. Kini terasa angin cengkeraman yang berhawa panas menyerang Shin Kai Lolo. Serangan itu bertambah mendesak. Diam-diam nenek yang cerdik itu telah dapat mengukur ilmu lawannya. Ternyata Kwi Ong berada setingkat diatasnya, Maka nenek itu lalu berseru menahan serangan lawan "Tunggu! Kita hentikan dulu pertempuran ini !”

"Apa ?! Apakah kau sudah gentar melawan aku?” seru Kwi Ong sambil mengejek Shin Kai Lolo. "Hee-hee-he Aku tidak takut, kau Kwi Ong telah datang di daerah pertengahan, maka aku yakin bahwa kita akan sering bertemu lagi, ya bukan ?!”

seru Shin Kai Lolo tampak tenang kata-katanya.

"Aku sudah katakan bahwa kalian tidak akan dapat keluar hidup-hidup dari tempat ini!” seru Kwi Ong dengan lantang.

Mendengar jawaban itu Shin Kai Lolo harus menggunakan siasat.

"Kau terkenal sebagai raja iblis, kekejaman serta kekejianmu membuktikan bahwa kau adalah makhluk yag durhaka ! Walaupun begitu kau terkenal sebagai iblis yang senantiasa memegang janji !” seru Shin Kai Lolo dengan suara bersungguh-sungguh. Pujian sebagai iblis yang memegang janji itu membesarkan hati Kwi Ong.

Maka kakek kejam dan keji itu lalu berseru.

"Aku belum pernah mengingkari janji !”

Tong Kiam Ciu akhirnya mengambil kesimpulan bahwa dia harus lekas berlalu dari te,pat itu, Karena dia masih banyak urusan yang harus diselesaikannya. Sedangkan pertempuran antara Kwi Ong dengan Shin Kai Lolo iiu akan berlarut-larut lama sekali. Maka Kiam Ciu akan meengambil kesempatan itu untuk menyelinap pergi meninggalkan tempat itu, Namun niatnya itu akhirnya diurungkannya ketika dia mendengar Kwi Ong berseru lantang.

Walaupun begitu Kiam Ciu tetap bertekad dikemudian hari dia akan mencari Kwi Ong untuk membalaskan dendam atas kematian Gin Ciu serta menumpas kekejian selanjutnya itu.

"Kali ini kalian kuampuni, karena kalian dapat menahan serangan ilmu Tailik-kim-kong eng-jiauw-kang !” seru Kwi Ong kepada orang-orang yang berada ditempat itu termasuk Kiam Ciu.

Mereka saling berpandangan. Belum lagi mereka mengeluarkan kata-kata tiba-tiba terdengar Kwi Ong berseru lagi kepada orangnya sendiri dengan nada memerintah. "Buka jalan ! Antarkan orang-orang ini keluar !” seru Kwi Ong.

Seorang pengawal telah berada didepan dan mempersilahkan Shin Kai Lolo untuk mengikutinya. Yang juga diikuti oleh ketiga jago silat dan juga Tong Kiam Ciu. Mereka akan keluar dari perangkap raja iblis itu.

Dengan mudah mereka telah dapat keluar dengan selamat dari perangkap Soan-hong-li-bu-ceng yang telah dibuat oleh siraja iblis itu.

Setelah sampai diluar Tong Kiam Ciu lalu membongkok hormat kepada Shin Kai Lolo, seraya pemuda itu berseru dengan hormatnya.

"Locianpwee kau telah menolong jiwaku. Budimu takkan kulupakan untuk selama-lamanya, kini perkenalkanlah aku untuk melanjutkan perjalananku dan untuk menyelesaikan tugas-tugas yag masih banyak itu” seru Kiam Ciu dengan suara halus dan sopan sekali.

Sesat kemudian berpaling kearah Eng Ciok Taysu, Tue Kiam suseng dan Siok Siat Shin-ni, kemudian berkata pula kepada mereka itu.

"Karena aku masih berpisah dari kalian”

banyak urusan. maka perkenankanlah aku untuk Setenarnya pemuda itu agak merasa berat untuk pergi begitu saja setelah mendapat pertolongan dari Shin Kai Lolo itu. Namun tugasnya masih banyak, maka memaksa pemuda itu untuk berpisah.

"Tong Kiam Clu masih mengendap luka dalam. Maka marilah ikut aku! Lagi pula muridku . . . .” seru nenek Shin Kai Lolo. Kata-kata itu tidak diteruskannya karena diperhatikannya ternyata Kiam Ciu teiah pergi jauh.

Tong Kiam Ciu sama sekali tidak menghiraukan lagi bujukan Shin Kai Lolo itu. Dia telah bertekad untuk menuju kelembah Si-kok! Tanpa menoleh lagi kebelakang pemuda itu memisahkan diri dari rombongan keempat tokoh-tokoh angkatan tua itu. Tong Kiam Ciu bertekad untuk segera mencapai lembah Si-Kok. Walaupun jalan-jalan sangat sukar ditempuh lagi pula matahari semakin tinggi menjulang, namun tekad pemuda itu yang memperkuat dirinya untuk menempuh segala rintangan. Pemuda itu berjalan dengan langkah-langkah santai tetapi pasti menuju kearah barat daya.

Pegunungan Bu-kong-san telah tampak. Pegunungan itun tampak megah dan angker. Puncak-puncaknya menjulang tinggi, lebih-lebih puncaknya yang bernama Hiong-lu-hong yang tertinggi, seolah-olah mencakar langit.

Pada suatu hari Tong Kiam Ciu telah mendekati puncak tertinggi itu kemudian berhentu sejenak dan memandang keatas. Ia mengeluh dalam hati sambil memandangi puncak pegunungan yang tertinggi itu.

"Hemmm . . . . aku berkelana sudah lama sekali. Tetapi lembah Si-Kok belum juga kutemukan. Menurut keterangan puncak itu tiada jauh dari puncak Hionglu-hong ini . . . “ pikir Kiam Ciu sambil memandang puncak itu dan melihat kiri kanan. Suasana saat itu sangat sepi. Hanya terdengar desau angin meniup daundaun liu. Kiam Ciu mengamati keadaan sekitar tempat itu. Tetapi tiba-tiba dari arah samping terdengar suara keresekan. Maka Kiam Ciu dengan cepat pula memutar tubuh dan menghadap kearah datangnya suara itu. Sekejapan terlihat sesuatu yang bergerak. Ketika diperhatikannya ternyata seekor ular yang berwarna hitam melata dengan cepatnya menjauhi tempat Kiam Ciu berdiri.

Segeralah Kiam Ciu mencabut pedang Kim-kong-sai-giok-kiam dan mengejar ular besar itu, namun ular itu mempunyai kecepatan luar biasa. Terus melata menjauh dan kebawah gunung. Sedangkan Kiam Ciu dengan berloncatan diatas batu mengubernya. Ketika sampai dikaki gunung, segeralah ular itu masuk kedalam mulut guha.

Kiam Ciu bermaksud untuk mengejarnya terus. Teapi ketika pemuda itu sampai diambang mulut guha segeralah terhenti, karena bau anyir dan busuk berhembus dari dalam guha kemudian matanya tertumbuk dengan suatu pemandangan yang sangat mengerikan. Tulang kerangka manusia berserakan di tempat itu. "Oh.. . apakah tempat ini yang dinamakan lembah Si-kok ? (Lembah maut) diluar guha saja sudah begini banyak kerangka manusia, apalagi didalam guha”

pikir Kiam Ciu dengan memandang sekeliling tempat itu.

Sekilas terlihat banyak sekali ular-ular didalam guba itu. Maka Kiam Ciu lalu berpikir lagi. Ular-ular itu telah mendekati Kiam Ciu.

"Jika aku diserang oleh sekian banyaknya ular-ular berbisa ini aku dapat mati konyol ditempati ini” pikir Kiam Ciu dan menoleh kebelakang untuk mengambil langkah. Tetapi ketika ular-ular itu bertambah dekat Kiam Ciu, dengan tiba-tiba mereka berhenti, kemudian beberapa ekor telah memutar kepala dan mengundurkan diri menjauhi Kiam Ciu. Perbuatan itu disusul lagi oleh kawanan ular lainnya. Kiam Ciu memandang kekaran kiri, dia merasa heran dan seolah-olah ada sesuatu yang menakutkan hingga membuat ular-ular itu lari terbirit-birit menjauhi Kiam Ciu. Diantara ular-ular yang beraneka warna itu, terdapat juga seekor ular besar yang berwarna keemas-emasan kulitnya mengkilat. Ular yang berwarna emas itu tidak mau lari jauh. Dia hanya melingkar dan mengarahkan moncongnya kearah Kiam Ciu seolah-olah dia sedang siap siaga menghadapi serangan Tong Kiam Ciu. Tong Kiam Ciu masih teeheran-heran menyaksikan kejadian itu. Dia sama sekali tidak menduga bahwa karena ia telah memakan akar kering Lok-bwee kim-keng dan karena daya itu menyiarkan bau yang kurang disukai oleh kawanan ular-ular berbisa itu.

Ular emas itu masih tetap melingkar ditanah menantikan serangan Kiam Ciu.

Sedangkan Kiam Ciu sendiri masih memperhitungkan kalau tidak akan mampu untuk menghadapi sekian banyaknya ular-ular berbisa. Walaupun sebagian besar dari kawanan ular itu telah lari menjauh. Tetapi dia yakin kalau terjadi sesuatu ular-ular itu akan balik kembali dan mengeroyoknya.

Ketika Kiam Ciu dalam keadaan terheran dan menimbang-nimbag itu, tibatiba dikejutkan oleh suatu suara dari atas tebing. Suara yang sangat aneh.

Dengan cepat Kiam Ciu meloncat kesamping tampaklah seoraag nenek merayap dari atas jurang menuju kelembah itu. Nenek yang sudah sangat tua usianya itu menuruni tebing itu dengan sikap seperti seekor cicak. Cepat sekali.

Begitu sampai di lembah Si-Kok, segeralah dia merangkak dengan cepat dan menyerang ular emas yang telah siap siaga itu. Ketika merasakan dirinya diserang itu maka segeralah tersembur bisa ganas dari ular emas itu. Tetapi nenek itu rupa-rupanya telah kebal terhadap segala macam bisa, Nenek itu meloncat dan menerkam kepala ular emas. Kemudian ular itu menggeliat dan cengkeraman itu terlepas. Nenek tadi meloncat kekiri dihantam oleh ular emas itu. Tetapi hantaman itu tidak menemui sasaran karena nenek itu telah mendahului meloncat kesamping. Dia berusaha untuk menerkam kepala ular emas itu. Namun ular emas itu berusaha untuk menghindarkan diri dari cengkeraman nenek aneh itu. Kepala ular emas itu terangkat dan terbuka lebar sedangkan dari mului yang berlidah bercabang itu tersembur hawa beracun. Nenek aneh itu bukannya menghindar, malahan menyerang dan menerkam kepala ular besar itu. Ular itu berusaha untuk melepaskan diri dari cwngkeraman lawannya.

Dengan dengusan hebat kemudian satu pukulan ekor yang keras itu telah melontarkan nenek aneh itu ke dinding guha.

Tetapi dengan cepat nenek itu memutar tubuh dan meloncat kembali, Menerkam kepala ular itu dan nenek itu menyemburkan asap hitam dari mulutnya kemoncong ular emas itu. Seketika ular itu tidak berdaya, kemudian dihempaskan oleh nenek aneh itu, Tampak ular emas itu tak bertenaga lagi.

Ketika menyaksikan lawannya sudah tidak berdaya lagi, maka nenek itu segera merangkak kedinding jurang. Memandang dengan puas dia tertawa cekikikan. Seolah-olah dia merasa bangga dengan hasil kemenangannya itu.

Tong Kiam Ciu masih mematung saja dengan terpesona menyaksikan nenek yang aneh itu. Pertempuran antara nenek aneh dan ular emas besar itu disaksikan oleh Tong Kiam Ciu dengan penuh ketakjuban. Ternyata nenek aneh yang tampaknya tidak berguna dan sudah sangat tua itu mempunyai ilmu yang luar biasa.

"Hebat! Hebat sekali. Jika aku dapat menguasai ilmu yang dimiliki oleh nenek itu aku pasti dapat membinasakan iblis Kwi Ong” pikir Kiam Ciu dan matanya berseri-seri memandang nenek aneh itu.

Kemudian dia mengingat-ngingat jurus-jurus yang dimainkan oleh nenek itu ternyaia serupa benar dengan jurus-jurus Bo-kit-sin-kong. Hanya bedanya kalau ilmu nenek itu dapat menyemburkan hawa beracun, tetapi ilmu Bo-kit-sin-kong dapat mengeluarkan tenaga gaib yang dapat menahan serangan beracun. Dua kekuatan yang saling bertentangan.

Tanpa terasa Tong Kiam Ciu berseru ketika dia mengenangkan alangkah baikinya dan luar biasanya kedua ilmu itu bila digabungkan.

"Hemmm . . . . . . . jika nenek itu mau mengajarkan ilmunya kepadaku aku yakin kalau aku dapat membasmi para jago-jago silat yang tersesat” terluncur katakata itu dari mulut Kiam Ciu.

Nenek aneh itu menegurnya dengan suaranya yang masih nyaring.

"Apa yang kau katakan tadi anak muda ?” seru nenek itu.

"Jika nenek sudi mengajarkan ilmu silat yang kau lancarkan untuk menyerang ular emas tadi, aku sangat berterima kasih !” sambung Kiam Ciu dengan hormat. Nenek itu menyegir ketika mendengar ucapan Kiam Ciu.

"Sebenarnya aku hidup di dunia ini sudah sangat lama. Bosan aku umurku sudah tak terbilang tahunnya lagi. Mungkin nenek moyangmu tidak akan tahu menghitung berapa umurku hee-hee-hee aku sebenarnya sangat doyan otak manusia. Tetapi sudah lama aku tidak makan otak manusia, karena ular-ular itu telah mendahului menyerang dan membunuh orang-orang yang tiba di lembah ini. Ular-ular itu dengan serakah telah menyantap daging dan otak manusia hingga tinggal tulang-tulang kerangkanya saja. Tetapi bagiku sama saja, didalam tubuh ular itu terdapat otak manusia juga, maka kumakan daging ular itu . . . . . hihi-hi hi.”

Tong Kiam Ciu mendengar cerita nenek itn jadi terkejut dan terbelalak.

Kemudian nenek itu sambil tertawa cekikikan.

"hee-he-he.be.-Rupa-rupanya kau juga takut mati ?! Kau takut kalau kuterkam hi.. hi.. .hi..hi.. hih. Aku tidak sembarangan makan manusia, Sebelum orang itu kumakan otaknya, dia kuberi kesempatan dulu untuk beberapa hari mengariku berbicara sopan. Kau jangan khawatir semua korbanku mati dengan perlahan dan tiada terasa lama sekali. Mula-mula dia akan merasa seperti mengantuk kemudian dia akan seperti tertidur yang sangat nyaman sekali” seru nenek aneh itu dengan tertawa seram.

"Kau dapat berbicara sesuka hatimu Tetapi kau telah banyak menjumpai banyak orang di lembah ini, tentunya kau telah banyak belajar dengan mereka, setidak-tidaknya kau telah mengenal sifat perkemanusiaan, Aku yakin bahwa semua orang pasti takut mati. Begitu juga aku. Tetapi yang paling kutakutkan ialah mati sebelum aku dapat menunaikan tugas dan kewajibanku . . . .” sambung Kiam Ciu. "Jika kau mengenai bahwa kau akan banyak menemui halangan dan bahaya mengapa kau masih juga datang ke lembah Si-kok ?” seru nenek itu lagi dengan menuding kearah Kiam Ciu.

"Kun-si Mo-kun telah memberitahukan padaku, bahwa aku dapat belajar ilmu silat yang maha sakti dilembah Si-kok ini, kalau aku dapat mempelajari ilmu silat yang maha sakti itu, maka aku yakin bahwa aku dapat membasmi kejahatannya”

seru Kiam Ciu sambil melirik kearah ular mas yang tidak bergerak-gerak lagi.

"Aku telah menyaksikan locianpwee menghadapi dan mengalahkan ular besar itu, maka aku berkeyakinan bahwa locianpweelah orangnya yang dapat mengajarkan ilmu silat sakti itu di lembah Si-Kok ini.!”

"Aku hanya mengusir ular itu. Sebentar lagi ular itu akan bangun dan segera akan menyingkir. Aku belu[WU1]m menggunakan ilmu menerkam yang sebenarnya sangat hebat. Aku dapat mengajarkan ilmu silat padamu anak muda.

Tetapi dengan satu syarat yang harus kau penuhi ! Jika dapat memenuhi syarat itu, aku akan selalu membantumu untuk membinasakan musush-musuhmu!”

seru nenek itu dengan suara nyaring mata berkilauan.

Mendengar kata-kata nenek itu Kiam Ciu bergirang hati. Kemudian nenek itu meneruskan kata-katanya. "Disuatu tempat tiada jauh dari sini sekira seratus langkah, kau akan menemukan sesuatu pengkolan pertama, kemudian kau akan menemukan dua buah patung dari batu. Dibawah salah satu patung besar yang terbuat dari baja itu kau akan menemukan sebuah kitab yang memuat catatan ilmu silat Pek-jit hui-sat (Sinar mataharl menyebabkan maut). Yang kulancarkan untuk menaklukan ular tadi ialah ilmu dari kitab itu, kalau ilmu itu dilancarkan dengan menggunakan pedang maka kehebatannya luar biasa !” nenek itu menghela napas dan berhenti sejenak.

Tong Kiam Ciu tidak mau mengganggu nenek itu. Diam-diam dan telinganya mendengarkan kata-kata nenek itu dengan bersungguh-sungguh.

Kemudian nenek itu melanjutkan kata-katanya: "Masih ada satu kitab lagi dengan cacatan ilmu silat Kai Thian Pik-tee (membuka langit membongkar bumi) jurus-jurusnya lebih mudah dilancarkan. tetapi kehebatannya seratus kali lebih hebat. Nah anak muda, sekarang kau kupersilahkan untuk pergi dan mencari kitab-kitab itu, nanti setelah lewat tiga hari aku akan menjumpaimu !” seru nenek itu sambil mengisyaratkan kepada Tong Kiam Ciu dengan tangannya.

Kemudian nenek Itu memutar tubuhnya dan merayap naik ke tebing jurang bagaikan cicak. Tong Kiam Ciu memandang kearah nenek itu dengan rasa kagum. Kemudian dia memasukkan pedang Kim-kong-sai-giok-kiam kedalam sarangnya. Lalu pemuda itu memutar tubuh melangkah menuju kearah kedua patung itu terletak. Tong Kiam Ciu berjalan menurut petunjuk nenek aneh itu. Setelah mendapat seratus langkah maka dia sampai disuatu pengkolan. Kemudian tampak semak belukar yang sangat tinggi dan lebat sekali. Diamatinya tempat itu dan dicarinya dua buah patung batu. Ketika ditemukan patung-patung yang besar itu, hatinya menjadi sangat girang. Dipandanginya patung-patung itu. Akhirnya dia telah menentukan salah satu patung itu yang di bawahnya dijadikan tempat untuk menyimpan kitab pusaka ilmu silat seperti petunjuk nenek aneh.

Dicabutnya pedang Kim-kong-sai-giok kiam untuk menggali tanah dibawah patung itu. Dengan harapan penuh pemuda itu ingin mendapatkan kedua kitab pusaka iimu silat. Sepanjang hari Kiam Ciu menggali tanah dan batu dibawah patung besar hingga patung itu menjadi doyong. Namun ternyata kitab-kitab seperti dikatakan oleh nenek jiu tiada diketemukan. Kemudian patung itu tiada dapat berdiri lagi karena bagian bawahnya telah digali hingga menjadi roboh. Untung Kiam Ciu tidak tertimpa dan pemuda iyu dengan tangkas meloncat menghindar.

Dengan tubuh berkeringat sepanjang hari dan sepanjang malam pemuda itu telah menggali. Namun belum menemukan barang yang dicari-carinya.

Dipandanginya lobang besar itu. Kemudian memandang kearah patung yang telah roboh dan patah kepalanya itu. Sambil mengibaskan pakaiannya yang kotor Tong Kiam Ciu mendengus kesal.

Dicobanya untuk menggali bawah patung yang satunya lagi. Seperti juga penggalian pada dasar patung yang pertama. Sepanjang hari dan sepanjang malam hingga pemuda itu tidak teringat untuk makan dan minum karena pikirannya hanya memikirkan kedua buah kitab pusaka itu saja. Tahu-tahu Tong Kiam Ciu telah berada ditempai itu tanpa makan minum selama dua hari dua malam. Tiap menggali yang ditemukannya hanyalah batu-batu dan tanah saja.

Sedangkan benda-benda yang dituturkan oleh nenek aneh itu tidak ada. Hanya sekali-sekali jika merasa letih dia istirahat dan berpikir. Kemudian merasa cemas. "Hey . . . . dua hari telah lewat! Tetapi aku belum berhasil menemukan kitab itu. Celaka. . . .” Tong Kiam Ciu berbicara dengan dirinya sendiri. Kemudian menggali lagi. Hari yang ketiga telah tiba. Tetapi Kiam Ciu belum menemukan kitab itu.

Namun semangat pemuda itu masih tetap ada dan terus menggali dan hanya kadang-kadang saja dia beristirahat sambil menyeka keringat didahinya. Tibatiba ketika Kiam Ciu mengangkat mukanya dan menghapus keringat didahinya dia melihat nenek yang aneh itu datang.

"Hay, kau betul-betul seorang pemuda yang tolol. Hari ini adalah hari yang ketiga. Kalau kau tidak dapat menemukan kitab itu mengapa kau tidak lari saja meninggalkan tempat ini. Kau akan kubunuh karena pada hari yang ketiga ini kau belum menemutan kitab itu” seru nenek itu dengan suara nyaring dan mengejek. "Bagiku mati atau hidup itu tidak menjadi soal. kupandang kematian itu sebagai hal yang remeh saja !” setu Kiam Ciu dengan tenang dan menghentikan penggaliannya. "Aku memberikan satu kesempatan lagi kepadamu, kuberi waktu satu tahun.

Ini aku membawakan makanan untukmu. sudah hampir riga hari tiga malam kau tidak makan. Makanlah !” seru nenek itu dengan nada tenang seolah-olah tidak berperasaan. Tong Kiam Clu menerima makanan itu. Memberi hormat dan rasa terima kasih, kemudian dengan lahapnya dia menghabiskan makanan itu.

"Selelah kenyang dan sekiranya diijinkan, aku akan segera berlalu dari lembah ini, Nanti setelah lewat satu tahun aku akan kembali lagi dilembah ini”

seru KIam Ciu sehabis makan dan berdiri menghormat nenek itu.

"Ya, baiklah kau sekarang dapat berlalu dari lembab ini !” seru nenek Itu.

Kiam Ciu telah berlalu, Nenek itu memandang kearah punggung Kiam Ciu yang semakim menjauh itu. Tampaklah nenek aneh itu menggeleng-gelengkan kepalanya, suatu keanehan terbersit dimata nenek itu.

Dengan mengerahkan ilmu Bo-kit-sin-kong serta pengaruh akar Lok-bweekim-keng, maka Kiam Ciu dapat menempuh lembah dan memasuki gua maut itu dengan selamat. Walaupun sepanjang jalan sering dia bertemu dengan ular ular besar dan berbisa ganas. Tetapi Kiam Ciu Tidak mendapat cidera apa-apa, Bahkan ular-ular itu banyak yang menjauhinya, Sambil mengerahkan ilmu Gin kang serta berlari cepat, Kiam Ciu telah keluar dari lembah Si-kok dan memanjat tebing puncak Hiong-lu-hong. Kemudian dengan cepat pula telah menjauhi pegunungan Bu-kong.

Selama dalam perjalanan menjauhi pegunungan Bu-kong-san itu. Kiam Ciu sedang membuat rencana. Mana urusan yang harus diutamakan terlebih dahulu.

Dia harus menebus sakit hati ayahnya, merebut pedang Oey Liong Kiam, menumpas Kwi Ong yang telah membunuh Gin Ciu, kemudian untuk mencari kitab pusaka Pek-seng. Urusan perjodohan adiknya Tong Bwee dan mengemban semua amanah guru-gurunya.

Setelah itu barulah dia menemukan jalan yang harus ditempuh terlebih dahulu ialah Mencari Git Siocia atau si Nyonya besar berkereta itu yang telah membawa pedang Oey Liong Kiam. Dia harus merebutnya kembali, barulah kemudian mencari kitab pusaka ilmu silat Peng-seng di kota Pek seng.

Karena seharian dia telah berjalan maka untuk sesaat Kiam Ciu bermaksud istirahat. Ketika melihat sebatang pohon yang rindang, Maka, dia ingin sekali istirahat dibawah pohon itu.

Sambil bersandar pada batang pohon dipinggir jalanan itu. Dia teringat peta Pek seng Kiam Ciu lalu mengeluarkan peta itu dan diamatinya kertas itu. Tetapi dia tidak melihat suatu gambaran. Akhirnya diingat pesan Kwa Si Lokoay bahwa untuk melihat gambar peta Pek-seng itu harus berada ditempat yang gelap.

Maka peta itu lalu dilipat kembali dan dimasukkan kedaiam saku jubahnya.

Tiba-tiba dia teringat kembali kepada nenek Shin Kai Lolo. Dia akan mencari dulu nenek itu. Ternyata nenek aneh itu mempunyai hati mulia juga. Beberapa kali telah menolong dirinya begitu juga muridnya seorang pemuda yang berambut panjang terurai itu tidak kurang anehnya dari Shin-Kai Lolo itu sendiri.

Ketika Kiam Ciu sedang mengenangkan peristiwa-peristiwa yang pernah dialaminya tiba-tiba matanya meuangkap sebuah bayangan berkelebat mendekatinya. Kiam Ciu segera meloncat berdiri. Tahu-tahu didepannya telah berdiri seorang pemuda yang masih sangat muda belia.

"Siapa kau ?” seru Kiam Ciu sambil bersikap waspada.

"Maaf kalau aku mengganggumu. Namaku Ceng Yun Leng. Aku telah mencari seseorang disegenap penjuru. Tetapi hingga kini belum berhasil kujumpai. Orang itu ialah seorang gadis jelita, dialah tunanganku. Kami telah bertengkar dan salah paham, hingga tunanganku itu meninggalkan aku hingga kini kucari-cari belum ketemu, Akhirnya aku mendengar kabar berita bahwa seorang pendekar yang masih sangat muda telah menyimpan gambar itu, apakah Thaihiap ini telah melibat gambar yang kami maksudkan ? Karena menurut ciri-cirinya yang kuterima bahwa pendekar muda yang selalu membawa pedang dipunggungnya itu persis seperti anda. Kalau aku membuat kekeliruan maka sudilah memaafkan!” seru Ceng Yun Leng sambil menghormat.

Tong Kiam Ciu tersenyum mendengar penuturan itu. Dia memandang pemuda itu dengan pandangan menyelidik.

"Memang sekali aku pernah ditimpuk dengan kertas lipatan oleh seorang pemuda yang berambut panjang dan aneh itu ternyata adalah muridnya Shin Kai Lolo. Aku belum tahu sebenarnya siapa pemuda aneh itu . . . ?” seru Kiam Ciu. Tampaklah perubahan wajah pemuda yang baru datang itu ketika mendengarkan kata-kata Kiam Ciu tadi. Dengan nada kegirangan pemuda itu menyahut kata-kata Kiam Ciu.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar