Warisan Jenderal Gak Hui Jilid 4

Jilid ke 4 

KUN-SI MOKUN. Ternyata kitab pusaka itu juga menarikku. Itulah sebabnya aku berusaha dengan bersusah payah untuk mendapatkan akar ini. Aku sudah merasa tidak takut lagi terhadap segala macam bisa walau yang bagaimana ganasnyapun. Tetapi aku telah tua untuk apa segala macan itu, kitab pusaka yang aneh dan segala ilmu silat yang luar biasa semuanya tidak ada artinya lagi bagiku. Tadi aku menyaksikan kau telah mengalahkan si Hidung Bawang tadi. Maka aku berkeyakinan bahwa kau adalah seorang pemuda yang berkepandaian tinggi. Kau sangat berbakat dan kau masih muda maka kau harus memiliki kitab itu.. .” seru Kun-si Mo-kun orang aneh yang luar biasa.

Lalu kakek itu mematahkan akar Lok-bwee-kim-keng. Kemudian akar yang berada dii tangan kanan dimasukkan kedalam mulut Tong Kiam Ciu. Sedangkan yang sebagian lagi dia genggam dalam tangan kiri dan berseru: "Kunyahlah akar itu Kiam Ciu ! Setelah kau mengunyah dan menelan akar Lok-bwee-kim-keng, bukan saja racun yang mengendap dan menjalar dalam tubuhmu itu akan musnah, bahkan kau akan menjadi kebal terhadap racun yang manapun dan bagaimana ganasnyapu. Kemudian.. yang sebagian ini simpanlah baik-baik, mungkin kelak berguna !” seru kakek itu seraya menyodorkan keratan potongan akar Lok-bwee-kim-keng kepada Kiam Ciu sambil tersenyum tetapi wajahnya bersungguh-sungguh. "Terima kasih Locianpwee” seru Kiam Ciu sambil mengunyah akar dalam mulutnya dan tangan kanan menerima uluran Kun-si Mo-kun.

"Jika kau tidak ingin mencari kitab sakti Kiam-si-bu-kong itupun tidak menjadi persoalan bagiku. Namun kini yang jelas aku telah membalas budi dan hutang nyawa padamu. Nah Kiam Ciu terimalah kembali pedang pusaka Oey-liong-kiam ini jagalah baik-baik jangan sampai jatuh ke tangan orang yang keji.. “ sambil menyodorkan pedang itu ketangan Kiam Ciu yang telah menerimanya pula dengan tangan dua. Kemudian kakek itu menepuk bahu Kiam Ciu sambil melanjutkan kata-kata : "Nah anak baik Kiam Ciu, sampai diiini dulu dikemudian hari mungkin kita masih dapat bertemu lagi.. .aku.. harus pergi sekarang . .” seru Kun-si Mo-kun dengan suara datar dan tercekat haru.

Setelah meletakkan pedang pusaka Naga Kuning atau Oey-liong-kiam di tangan Tong Kiam Ciu, Kun-si Mo-kun memutar tubuh dan bergerak meninggalkan Tong Kiam Ciu dengan langkahnya yang pincang.

Kiam Ciu menyaksikan itu dengan hati penuh keharuan. Pemuda itu merasa sangat terharu menyaksikan sikap Kun-si Mo-kun yang budiman.

"Locianpwee tunggu dulu ! Lo.. .” seru Kiam Ciu dengan tekanan rasa haru dan pilu, namun Kun-si Mo-kun sudah lenyap. Sungguh keliru dan terlalu kejam dunia ini memberikan suatu penilaian hanya dari suatu sudut, seorang yang budiman separti itu mengapa dicap sebagai seorang yang kejam dan keji . .” pikir Tong Kiam Ciu sambil merenungi tempat nan jauh dimana kakek budiman itu tadi telah lenyap. Setelah tenang sejenak maka Tong Kiam Ciu melanjutkan mengunyah akar Lok-bwee-kim-keng. Akar yang tampaknya sangat jelek tu ternyata sangat harum baunya. Setelah dikunyah-kunyah menjadi lembut maka ditelannya dengan susah payah. Tetapi akhirnya akar itu tertelan juga. Mula-mula darahnya dan urat syarafnya seperti terangsang. Kemudian Kiam Ciu mengerahkan tenaga Bo-kit-sin-kong. Terasalah seluruh tubuhnya seperti dilalui berjuta-juta semut. Beberapa saat kemudian seluruh tubuh pemuda itu bagaikan mandi keringat dan dari mulutnya telah keluar asap berbau amis.

Dari sedikit demi sedikit maka berkuranglah rasa nyeri dan ngilu disetiap persendian, kemudian rasa lemahnya telah berkurang. Kini dicobanya untuk menggerak-gerakan tangan dan kakinya. Sesaat kemudian terasalah seluruh derita akibat racun si Hidung Bawang itu telah lenyap dan Kiam Ciu telah dapat berdiri serta telah pulih seperti sedia kala. Sungguh akar Lok-bwee-kim-keng sangat manjur dan hebat. Ketika angin sejuk bertiup halus membuat wajah Kiam Ciu, maka pemuda itu tampak berseri. Diperhatikannya keadaan disekitar tempat itu. Tiba-tiba telinganya menangkap ringkikan seekor kuda. Wajah Kiam Ciu bertambah cerah dan bergirang hati. Karena dia yakin bahwa ringkikan kuda itu adalah ringkikan kuda putih miliknya. Kiam Ciu berdiri dan menggeliat ditangan kanan tergenggam pedang pusaka Naga-Kuning. Dihampirinya kuda putih yang tampak menggerak-gerakan kepalanya dan mengais-ngaiskan kaki depannya. "Ohh . . Putih . ternyata kau masih berada disini” seru Kiam Ciu sambil menghampiri kuda itu. Setelah dekat dielusnya leher kuda jantan itu yang tampak sangat manja. Ketika Kiam Ciu naik ke puncak Ciok yong-hong tadi telah menambalkan kudanya pada sebatang pohon yang rindang. Sekarang setelah berjalan beberapa saat dan dia telah menjadi sehat dan segar kembali sesuatu yang menyulitkan telah terpecah dengan adanya kuda kesayangan itu masih berada di tempatnya tanpa kurang suatu apa.

Terdengar sekali lagi kuda putih itu meringkik, tetapi ringkikannya kali ini tampak berlainan dengan ringkikan yang tadi. Mata kuda itu tampak gelisah dan mendekati liar. Kiam Ciu berusaha membujuk dan mengelus-elus leher kuda itu.

Namun siputih tidak juga mau tenang seolah-olah ada sesuatu yang mengintainya. Kiam Ciu menyandang pedang pusaka Naga Kuning kepunggungnya.

Membetulkan ikat pinggangnya dan meraba saku meneliti akar Lok-bwee-kimkeng pemberian dari Kun-si Mo-kun.

Sesaat Kiam Ciu tersenyum. Kemudian mengelus leher kudanya dan sekali lagi membujuknya.

"Sabar putih sabar kita akan segera berangkat dan meninggalkan lereng terkutuk ini.. .” bisik Kiam Ciu kepada kudanya.

Tetapi kuda itu seolah-olahh tidak mendengarkan bujukan itu. Tampak lebih gelisah lagi. Akhirnya Kiam Ciu berpikir bahwa tempat itu pasti ada binatang buas yang baunya tercium oleh kudanya itu.

Maka Kiam Ciu kini siap siaga menjaga segala kemungkinan. Dia berusaha untuk selekas-lekasnya meninggalkan tempat itu. Namun baru beranjak beberapa langkah untuk melepaskas tali kekang yang terikat pada batang pohon hutan itu, tiba-tiba kuda putih itu tampak lebih liar dan tampak sangat ketakutan. Dari semak belukar berlompatanlah lima orang yang mengenakan kedok kulit singa. Mereka itu ialah lima orang anggota partai Kim-sai-pang.

Kiam Ciu mendengar keresekan-keresekan yang ditimbulkan oleh kelima orang yang baru muncul itu. Lagipula mereka berdiri tidak begitu jauh dari tempat dimana Kiam Ciu menahan langkahnya. Dengan sangat tenang Kiam Ciu yang tengah mengulurkan tangan kanan dan akan melepaskan tali kekang kudanya tertahan juga. Kemudian memutar tubuh menghadap kearah orangorang Kim-sai-pang yang telah berdiri berjajar. Kiam Ciu agak terkejut dan bergetar keras dadanya "Anak muda kau sungguh sangat beruntung. Kau telah terbebas dari perangkap kami dan kini terbebas pula dari kebinasaan !” seru salah seorang diantara kelima pendatang itu, "tapi jangan kau terburu menepuk dada dan tertawa girang. Kami orang-orang Kim-sai-pang tidak akan membiarkan kau berlalu kali ini !” "Hem rupa-rupanya mereka telah membuntutiku dari ketika aku dalam keadaan lemah sepanjang malam mereka telah tahu. Tetapi mereka mengapa tidak mau menyergapku dalam keadaan lemah ?” pikir Kiam Ciu sambil mengamati orang-orang itu persatu, "Kalau saja mereka memang bersifat satria itulah baik sekali !”

"Hey anak muda mengapa kau longang-longong seperti orang bingung ?”

seru salah seorang diantara kelima orang-orang berkedok singa itu.

Sesaat Kiam Ciu jadi malu. Kemudian terseyum.

"Ohh. selamat pagi saudara. Rupa-rupanya dunia ini bagi kita hanya sempit.

Kemana-mana kita selalu bertemu. Dulu aku pernah beruntung dapat bebas dari perangkapmu dan selamat! Tetapi aku kehilangan sebuah pening kuningan dari partai Bu-tong yang kuduga terjatuh ketika mengbadapl kalian. Apakah kalian menemukannya ? Sebenarnya aku akan pergi mencari markas partai Kim-saipang untuk menanyakan hal pening kuningan itu !” seru Kiam Ciu sambil menghormat. Sejenak suasana menjadi sepi. Mereka terdiam. Kiam Ciu memandang pemimpin partai persilatan Kim-sai-pang dengan berharap.

"Ya kami memang menemukan pening kuningan itu!” tiba-tiba terdengar orang itu berseru. "Tetapi untuk mendapatkan kembali benda itu kau harus memenuhi syarat kami !” "Kalau begitu, katakanlah syarat apa yang harus kupenuhi ?” seru Kiam Ciu dengan mendesak. "Sabar dulu, kau tentunya paham maksud kami ! Kami dari kalangan silat.. . . lalu kalau kau dapat menerobos kepungan kami barulah kau bebas dan dapat menerima pening itu kembali !” seru pemimpin partai Kim-sai-pang dengan suara lantang dan pasti.

Sesaat Kiam Ciu tertegun. Dalam hati dan mengeluh karena dia tidak senang dengan segala kekerasan, apalagi dia tidak merasa mempunyai persoalan dan permusuhan dengan partai Kim-sai-pang.

"Aku baru saja turun gunung dan belum berapa lama berkecimpung di dunia Kang-ouw. Tetapi mengapa orang-orang partai Kim-sai-pang selalu menyusahkan diriku. Aku tidak merasa menanam permusuhan dan diantara kita tidak ada dendam mendendam. Ataukah aku pernah berbuat salah yang menyinggung partai Kim-sai-pang ?” seru Kiam Ciu.

"Ya, kau harus dengarkan sekali lagi, bahwa karena pedang pusaka Naga Kuning itu maka kami selalu mengejar-ngejarmu. Karena Oey-Liong-Kiam itulah sumber malapetaka yang selalu akan kau alami !” seru pemimpin partai Kimsai pang.

Kemudian dengan satu isyarat tangan kanan disusul dengan menyambarnya keempat orang lain dalam sikap mengurung Tong Kiam Ciu, Saat itu sebenarnya Kiam Ciu akan menyahut kata-kata pemimpin Kim-sai-pang itu. Namun belum lagi Kiam Ciu mengucapkan kata-kata, ternyata orang itu telah meloncat menerkam dada Kiam Ciu. Untung Kiam Ciu waspada. Dengan memiringkan tubuh dan mengebutkan kedua lengan jubahnya maka keempat lawannya terpental begitu juga pemimpin Kim-sai-pang yang akan menerkam dada Kiam Ciu jadi terhuyung hampir tersungkur. Kiam Ciu tidak merasa mempunyai ikatan permusuhan dan dendam. Maka sama sekali dia tidak bermaksud untuk melukainya. Kiam Ciu menghadapi kelima orang Kim-sai-pang itu dengan tangan kosong. Dia sering menghindar dengan mengandalkan kelincahan dan ilmu meringankan tubuhnya.

Tampaklah Kiam Ciu bagaikan berterbangan dan berloncatan dengan cepat dan terhindar dari serangan-serangan kelima lawannya. Sampai beberapa jurus lamanya pertempuran itu telah berlalu, tetapi tiada sebuah pukulanpun yang mengenai tubuh Kiam Ciu. Seolah-olah pemuda itu bagaikan terombang-ambing gelombang samudra. Sedangkan kelima orang Kim-sai-pang itu menyerang bagaikan badai membentur-bentur batu karang dengan dahsyat.

Serangan mereka serentak dan terlatih. Namun Kiam Ciu walaupun seorang anak muda yang baru terjun dikalangan Kang-ouw, ternyata dapat mengatasi segala ilmu yang dikeluarkan oleh lawannya. Karena pihak lawan tidak mempergunakan senjata, maka Kiam Ciu tetap bertahan untuk mengatasi lawannya dengan tangan kosong.

Kelima orang itu merasa penasaran dan merasa seolah-olah dipandang ringan ilmu silat partainya. Maka dengan satu isyarat lagi kelima orang itu tahutahu telah menggenggam pedang yang berhulu aneh. Hulu pedang mereka seperti singa dan berkuku. Jadi mereka dapat menyerang lawan dengan mata pedang maupun mencakar dengan hulu pedang yang berkuku sangat beracun itu. Karena terdesak dengan serangan-serangan kelima lawan yang bersenjata itu. Maka Kiam Ciu meloncat mundur beberapa tindak, kemudian mencabut OeyLiong-Kiam. Untuk pertima kalinya Kiam Ciu selama memiliki pedang pusaka itu untuk mempergunakannya. Tetapi dia tidak bermaksud untuk membinasakan lawannya. Ketika pedang pusaka Naga Kuning itu tercabut, terdengar kelima orang lawannya mengeluarkan pujian tertahan. Kilatan kuning memancar dari mata pedang, kemudian Kiam Ciu mengeluarkan pedang itu dengan permainan jurus Liksiang-kiam-hoat ilmu melindungi diri dari taufan.

Gerakkan jurus Lik-siang-kiam-hoat tetnyata sangat hebat dan berkelebatan kian kemari hingga tampaknya hanya bagaikan gulungan-gulungan kuning yang sangat menyilaukan mata, Sedangkan angin yang ditimbulkan karena gerakan itu sangat luar biasa pula.

Jurus Lik-siang-kiam-hoat itu adalah ajaran kakek Pek-hi-siu-si yang telah puluhan tahun menjagoi Bu lim, ternyata telah sangat dipahami oleh Kiam Ciu dengan sempurna. Menyaksikan kehebatan permanan pedang pemuda itu, maka kelima orang Kim-sai-pang telah berloncatan menghindar. Mereka merasa tidak mampu untuk menghadapi serangan dan babatan pedang yang sangat cepat itu. Maka dengan mengandalkan ilmu meringankan tubuh dan kelincahan kelima orang itu menghindar. Kiam Ciu, mendesak terus. Namun pemuda itu tidak bermaksud untuk membunuh lawannya. Apalagi karena dia menang tidak merasa mempunyai ikatan permusuhan dan dendam Serangan-serangan yang dilancarkan hanya sebagian tenaga saja. Namun sudah cukup dimengerti oleh lawannya yang kini tidak dapat berbuat banyak kecuali hanya menghindar selalu.

Sebuah gerakan membabat telah dilancarkan oleh Kiam Ciu.

"Breet!” terdengar sesuatu robek.

"Aii..!” terdengar suara terkejut dan tertahan.

Beriamaan dengan itu telah terlihat ilmu orang itu berdiri jauh dan memunggungi Kiam Ciu. Pedang mereka terlepas. Kulit Singa yang menutupi kepala mereka terobek. Hingga rambutnya tergerai.

"Hah ?” seru Kiam Ciu tertahan.

Saat utu Kiam Ciu dapat melihat dengan pandangan mata sekilas. Ternyata mereka berlima itu terdiri dari wanita-wanita semuanya. Lebih-lebih pemimpin orang-orang itu adalah seorang gadis yang jelita. Rambut mereka yang hitam berombak itu telah terlepas dari ikatan.

Maka tidaklah mengherankan bila mereka itu terdiri dari orang-orang yang bertubuh pendek dan bersuara seperti suara wanita. Karena memang ternyata orang itu adalah wanita semuanya.

Kiam Ciu menahan serangannya dan tertegun mengawasi kelima lawannya yang kelihatan telah menyerah dan tidak mengadakan serangan lagi. Bahkan pemimpin Kim-sai-pang iru tampak sangat masgul karena dapat dikalahkan oleh Kiam Ciu hanya dalam beberapa jurus saja.

Sambil memutar tubuh untuk berlalu dari tempat itu, pemimpin partai silat Kim-sai-pang melemparkan pening kuning milik partai Bu-tong kearah Kiam Ciu.

Lalu pemuda itu memungutnya dengan hati gembira bercampur heran menyaksikan keanehan kelima orang Kim-sai-pang itu.

"Hemm, memag dunia ini penuh keanehan yang belum pernah kulihat” kata Kiacn Ciu dalam hati. Setelah Kiam Ciu mengamati benda yang terbuat dari kuningan itu, maka disimpannya baik-baik dalam sakunya. Kemudian menghampiri kuda putih dan tali kekang yang terikat pada sebatang pohon itu lalu dilepaskannya. Kuda putih itu tampak sangat senang, Dijilatinya tangan Kiam Ciu yang tengah melepaskan buhulan tali kekang pada sebatang pohon hutan. Kemudian disarungkannya kembali pedang pusaka Naga Kuning atau Oey-Liong-Kiam kedalam sarungnya.

Setelah merapikan pakaian dan letak Oey-Liong-Kiam, maka dituntunnya kuda putih itu untuk meninggalkan pegunungan Heng-san. turun ke lembah dan untuk meneruskan perjalanan.

Angin bertiup semilir dan sejuk sekali. Dalam pada itu Kiam Ciu merenungkan kejadian baru-baru ini dialaminya. Pengalamannya dengan OeyLiong-Kiam. Pedang pusaka yang luar biasa itu ternyata memang banyak mendatangkan bencana. Tetapi Kiam Ciu telah bertekad untuk menjaga dan memelihara pedang pusaka itu.

Dengan perasaan enggan untuk menyusahkan kudanya, maka Kiam Ciu lalu moloncat ke punggung kuda putih itu. Dengan sekali loncat dia telah duduk diatas pelana kulit berukir di punggung kuda putih itu kemudian menarik tali kekang dan mengeprak sanggurdi hingga siputih mengangkat kaki depan dan meloncat lari. Kuda putih yang ditunggangi oleh Kiam Ciu ternyata mempunyai ketangkasan yang luar biasa seolah-olah seperti telah terlatih dengan untuk perjalanan didaerah pegunungan. Ternyata dalam waktu yang tidak terlalu lama telah berhasil meninggalkan lereng gunung. Memasuki tapal batas propiusi Angwei. Seperti juga kepergian orang-orang dari kalangan partai Kim-sai-pang, begitu juga Kiam Ciu semuanya telah ditinggalkan dengan begitu saja. Dengan cepat tanpa meninggalkan jejak.

Tiba-tiba telinga Kiam Ciu yang telah terlatih menangkap derapan sayupsayuo suara kaki kuda. Beberapa taat kemudian suara derap kaki kuda itu bertambah banyak dan bertambah jelas.

"Hey orang desa minggir ! Aku mau lewat !” terdengar sebuah teguran yang bernada lantang dan kasar sekali.

Semula Kiam Ciu tidak menyangka yang ditegur itu adalah dirinya. Ketika dia memalingkan tubuh dan menyaksikan sebuah kereta dengan beberapa orang laki-laki berkuda dan bertubuh tinggi besar.

Sebenarnya telinga Kiam Ciu tidak bisa mendapat dampratan yang kasar itu.

Namun untuk menjaga ketenangan ditempat yang baru dimasukinya itu, maka Kiam Ciu mau juga akhirnya mengalah dan menarik tali kekang yang kiri dan kuda itu menurut untuk berjalan dipinggir.

Kiam Ciu menghentikan kudanya dan memandang kearah kepulan debu yang menyusul dua penurjang kuda terdahulu. Terdengar derekkan dan bertambah dekat ternyata sebuah kereta berukir indah yang ditarik oleh empat ekor kuda telah mendekatl dan meluncur diatas jalan besar berdebu itu dengan pesatnya. Hingga debu dijalan raya itu bagaikan dihamburkan berterbangan membuat Kiam Ciu terbatuk-batuk. Kemudian terdengar suara jejak kuda semakin mendekat ternyata empat orang penunggang kuda yang juga mengenakan seragam sepertii dua penunggang kuda yang terdahulu.

Mereka menggunakan jalan raya seenaknya sendiri bagaikan jalan miliknya pribadi dengan tidak menghiraukan kepentingan orang lain.

Tong Kiam Ciu menjadi bergusar hati. Maka dikepraknja sanggurdi kuda itu dan tumit Kiam Ciu membentur perut kudanya. Dengan tali kekang mengencang maka siputih melompat kemudian bagaikan anak panah terlepas busur, maka dengan cepat dan pesat sekali mengejar rombongan yang berada di didepannya.

Dalam waktu seperminum teh, rombongan itu telah terkejar. Ketika jarak antara Kiam Ciu dengan rombongan itu begitu dekat, tersiarlah bau harum. Suatu getaran aneh telah menjalar kedada pemuda itu. Kemudian dia menyadari bahwa yang berada dalam kereta kuda itu adalah seorang wanita, Kiam Ciu teringat akan adiknya yang ditinggalkan.

Sesaat kemudian Kiam Ciu telah mengendorkan tali kekang dan kuda putih itu telah mengendorkan pula larinya. Bersamaan dengan itu pula orang-orang yang mengawal kereta itu turut memperlambat kecepatan lari kudanya. Bahkan kereta indah itupun berhenti.

Ketika Kiam Ciu menghentikan kudanya, tampaklah orang-orang pengawal kereta itu telah bersikap seram dan berusaha untuk menyerang Kiam Ciu. Maka pemuda itu waspada, memperhatikan gerak-gerik mata orang-orang yang menghampirinya itu Salah seorang pengawal itu telah menghadang di tengah jalan. Ditangan kanan orang itu terlihat sebuan kipas baja. Wajah orang itu tampak bengis tanpa kompromi. Matanya yang bersinar hitam tajam melotot kearah Kiam Ciu.

"Hey anak muda, mengapa kau mengejar kita?? Apakah kau tidak melihat bahwa hari ini Nyonya Besar berkenan untuk melalui jalan raya ini?!” seru orang yang menggenggam kipas baja dengan suara seram.

"Nyonya besar dari mana yang ingin menggunakan jalan raya ini ?” seru Kiam Ciu dengan balas tak acuh memandang ringan.

Hal itu membuat laki laki yang memegang kipas baja itu menjadi sangat bergusar hati. Matanya melotot dan kumisnya yang lebat dan kasar itu seolaholah berdiri dan mengijuk.

"Matamu buta ? Kau tidak mengenal Nyonya Besar dari istana Shi-san-kong!”

seru laki-laki itu dengan bentakan kasar.

Nyonya Besar dari istana Shi-san-kong adalah seorang wanita muda jelita dan kaya raya. Wanita itu juga mempunyai kepandaian ilmu silat yang tidak rendah. Karena harta yang berlimpah-limpah maka dia berhasil menyewa beberapa orang jago silat untuk mengawalnya.

Mendapat jawaban laki-laki yang memegang kipas baja itu. Kiam Ciu tersenyum. Kemudian dia memeriksa laki-laki itu dengan matanya yang menyelidik dan sempat bertatapan pandang.

"Aku hanya mengetahui bahwa jalan raya ini milik orang banyak ! Milik umum jadi bukan milik orang-orang tersebut ! Sedangkan aku melarikan kudaku bermaksud untuk mengejar kalian !” seru Kiam Ciu menegaskan dengan nada suara mendatar dan tenang.

Mendapat jawaban itu pengawal istana Shi-san-kong menjadi bergusar hati.

Dengan mengernyitkan alisnya dia membelalakkan sepasang matanya. Laki laki yang bersenjata kipas baja itu lalu membentak.

"Kurang ajar! Apakah kau tidak mendengar peringatanku?!” seru laki-laki bersenjata kipas baja itu dengan geram.

"Ya. aku medengarnya Tetapi aku samakali tidak menyangka bahwa aku dilarang untuk berjalan diatas jalanan umum ini !” jawab Kiam Ciu sambil tersenyum-senyum. Menyaksikan keadaan Kiam Ciu itu laki-laki bersenjata kipas baja menjadi bertambah gusar. Seolah-olah dia disindir dengan kata-kata tajam oleh Kiam Ciu.

Akhirnya pengawal itu sekilas melihat Oey-Liong-Kiam yang disandang dipunggung Kiam Ciu. Ketika itu maka dengan sombong dan membanggakan diri pengawal itu telah membentangkan kipas bajanya, kemudian melantang Kiam Ciu. "Oho !” kukira siapa kau anak muda ! Ternyata kau adalah Tong Kiam Ciu yang pernah bikin ribut memperlihatkan kelihayanmu dalam pertemuan Bu lim tahwee diatas puncak gunung Ciok-yong-hong beberapa hari yang lalu. Tetapi kini aku ingin mencoba kelihayanmu !” seru laki-laki pengawal istana Shin-sankong.

Pengawai itu hanya mengetahui bahwa dalam pertemuan Bu lim tahwee beberapa hari berselang Kiam Ciu diserang secara keji oleh Liat Kiat Koan.

Dalam serangan itu, Kiam Ciu jatuh pingsan. Maka pengawal itu berpendapat bahwa Kiam Ciu hanyalah seorang pemuda yang ambisius dan ilmu silatnya tak seberapa tinggi. Maka dia menilai rendah ilmu silat pemuda itu. Hingga dia berani untuk menantangnya.

Namun kenyataannya Kiam Ctu memang pemuda yang tidak ingin ribut?.

Karena pemuda itu merasa masih banyak tugas yang harus dijalankannya. Maka dia ingin menyudahi perkara ini dan segera berlalu untuk menghindari bentrokan. Tetapi sikap mengalah dan tidak ingin bentrok itu ditafsirkan oleh pengawal itu sebagai sikap seorang pemuda yang lemah dan hanya berilmu rendah. Maka bertambah berani dan sombonglah pengawal itu.

"Tuan besar dari istana Shin-san-Kong ! Aku menjelaskan padamu bahwa aku tidak sengaja mengejar dan mencari keributan ! seru Kiam Ciu sambil menghormat. Bagi seorang yang berhati tulus dan budiman, kata-kata yang diucapkannya dan penuh sopan santun itu akan meredakan hati dan damai. Tetapi bagi pengawal istana Shin-san-kong malah menambah kemarahannya dan membentak dengan mata merah menyala.

"Kurang ajar kau.. Hei Kiam Ciu rupa-rupanya kau hanya pembual dan pandai berbicara ! Tetapi ternyata kau takut menghadapi aku !” seru pengawal iatana Shin-san-Kong dengan sangat lantang dan marahnya.

"Twako ! Jangan mengulur-ulr waktu terhadap cecurut busuk itu ! Biarlah aku yang menghadapinya!” terdengar salah seorang pengawal itu mencampuri urusan itu. Rupa-rupanya sejak tadi orang itu telah menahan hati dan tak terkekang lagi. Mendengar seruan itu, akhiryna kesabaran Tong Kiam Ciu terpancing juga.

Pemuda itu turun dari punggung kudanya dan berdiri dengan sikap perwira, kemudian memandang kearah orang-orang yang berada dihadapannya dengan sinar matanya. "Aku Tong Kiam Ciu tidak ingin mencari keributan ! Tetapi jika kalian mau mencari gara-gara aku bersedia melayaninya !” seru Tong Kiam Ciu dengan suara tegas, "Nah.. bersiap-siaplah untuk menghadapiku kalian dapat memilih cara satu lawan atau kalian bersama-sama mengerebutku!”

"Aku yang akan berhadapan denganmu!” seru pengawal yang bersenjata kipas baja itu seraya meloncat kedepan.

Orang-orang yang lainnya minggir dan menyaksikan pertempuran itu, sebenarnya mereka juga ingin menggempur serentak. Namun rata tinggi hati mereka yang menyebabkan mereka tidak mau mengerubut Kiam Ciu. Kiam Ciu telah waspada, maka ketika menyaksikan bahwa lawannya telah siap pula, Kiam Ciu segera memasang kuda-kuda.

Dengan sekali loncatan pengawal itu telah memukulkan kipas bajanya kearah leher Kiam Ciu. Namun Tong Kiam Ciu memiringkan tubuhnya dan menekuk lutut. Tangan kanan membentuk pedang.

"Tahan.. !” terdengar suara seorang wanita yang sangat halus.

Rupa-rupanya tekanan suara wanita itu dapat menggetarkan jantung lakilaku. Tenyata pengawal dan Kiam Viu juga menurut untuk menghentikan serangan mereka, Ternyata wanita itu adalah wanita yang berada dalam kereta indah itu. "Tunggu dulu, aku ingin menyaksikannya !” seru wanita yang berwajah sangat jelita dengan kulitan kuning langsat dan giginya bagaikan mutiara berjajar. Kehadiran wanita jelita itu membuat kedua orang yang akan bertempur untuk sesaat tertegun mematung. Wanita muda dan jelita itu mengenakan pakaian yang berwarna dadu, wajahnya tampak sangat jelita lebih mirip dengan bidadari daripada manusia. Gerak-geriknya sangat mempesonakan dan menggiurkan. Keempat pengawal itu segera membongkok memberikan hormat kearah kehadiran wanita jelita itu.

Setelah memperhatikan Tong Kiam Ciu sejenak, maka wanita itu lalu menghampiri Kiam Ciu yang juga tampak terpesona dan lupa daratan menyaksikan kecantikan wanita muda itu. Bahkan pada saat itu untuk sesaat Kiam Ciu telah melupakan adiknya Ji Tong Bwee.

Dengan gerak gerik yang memikat dan suara yang bernada merayu, wanita itu berseru kearah Tong Kiam Ciu.

"Hmmm.. . rupa-rupanya kau ini adalah Tong Kiam Ciu yang memiliki ilmu Giok-ciang-cui-kiam (Tinju baja mematahkan pedang) !” seru wanita jelita itu sambil tersenyum. Suara yang halus dan merayu itu mengandung pujian, schingga Kiam Ciu yang masih sangat muda dan hijau dalam hal asmara itu jadi tertunduk malu.

Sesaat kemudian wanita jelita itu membalikkan tubuhnya menghadapi kedua orang pengawalnya yang tadi telah menantang Kiam Ciu. Kemudian berseru kearah kedua pengawal itu.

"Kalian berdua ! Kalian telah mengikutiku selama beberapa hari ini dan aku yakin betul bahwa kalian berdua telah mengetahui betul peraturan istana kita!”

seru wanita jelita itu Kini suara yang merdu dan penuh daya perayu itu telah lenyap dan berubah merjadi lantang dan meninggi. Disusul dengan hormat dan suara takut oleh kedua pengawal itu. "Siocia kita mengetahui betul peraturan itu.”

Peraturan istapa Shin-san-kong itu ialah barangsiapa telah menjadi pengawal wanita itu harus dapat membuktikan bahwa mereka dapat menjaga keselamatan wanita itu dan dapat menghapuskan segala rintangan. Padahal sekarang mereka berhadapan dengan Tong Kiam Ciu. Berarti mereka harus menghadapi pemuda itu. Kalau mereka tidak dapat mengalahkan Kiam Ciu berarti mereka kehilangan pekerjaan. Laki-laki yang bersenjata kipas baja itu tidak mau kehilangan pekerjaan yang enak itu.

Maka dia akan segera menyelesaikan Kiam Ciu dan akan membuktikan bahwa dia adalah pengawal yang baik. Maka segeralah dia siap siaga untuk bertempur. Dikalangan Kang ouw sebenarnya kemunculan wanita jelita itu telah tersiar.

Karena wanita jelita itu mempunyai ilmu tinggi pula ialah sebuah ilmu pelenyap sukma yang bernama Pan-Yok-sin-im atau suara melenyapkan sukma. Orang belum ada yang menyaksikan kehebatan ilmu silatnya dan juga tidak mengetahui dia berasal dari mana. Sedangkan orang-orang hanya mengetahui bahwa dia adalah Nyonya besar dari istana Shin-san-kong. Wanita jelita yang selalu berkereta. juga selalu mendapat pengawalan.

Wanita jelita dari Istana Shin-san-kong itu selalu menarik perhatian dikalangan para pendekar. Bahkan dalam rimba persilatan wanita jelita selalu menjadi teka-teki. Karena belum jelas maksudnya dalam lingkungan Bu-lim, walaupun dia seorang wanita yang sangat lihay ilmu silatnya tetapi tidak pernah terjun dalam Kang-ouw. Yang jelas menjadi sangat terpengaruh ialah para pendekar-pemdekar muda karena kejelitaan wanita itu. Bahkan karena memandang kejelitaan itu mereka rela berkorban apa saja asal dapat selalu berdekatan dengan Nyonya besar diri istana Shin-san-kong. Maka tiadalah mcngherankan kalau mereka itu telah banyak berkorban harta maupun kekasih bahkan nyawa. Karena para pendekar muda itu bukan hanya sekedar mengharapkan selalu berdekatan dengan nyonya besar dari istana Shin-san-kong tetapi mereka mengharapkan lebih dari itu. Mereka mengharapkan untuk menjadi kekasih yang tersayang.

Dalam keadaan itu maka tiadalah mengherankan kalau diantara para pendekar muda itu hingga terjadi persaingan bahkan permusuhan. Kadangkadang menimbulkan korban jiwa juga.

Sedangkab nyonya besar yang jelita itu karena sudah terbiasa dan menyadari keadaannya yang menjadi pujaan dan selalu disanjung oleh para pendekar muda yang tampan dan gagah, maka terbiasalah wanita itu menyaksikan segala kekerasan dan pertumpahan darah. Sehingga hatinya tiada merasa puas kalau tidak menyaksikan perkelahian.

Maka dia telah menetapkan peraturan yang luar biasa bagi para pendekar muda yang telah menyerah kepadanya. Pendekar muda yang telah takluk karena terbuai oleh kecantikan dan kemerduan suara wanita jelita itu. Nyonya besar dari istana Shin-san-kong menetapkan bahwa seseorang dapat selalu menjadi pengawalnya kalau dapat membuktikan keperkasaan dihadapannya.

Sedangkan bagi pengawal yang telah kalah dianggap tidak berguna lagi dan harus keluar atau dikeluarkan. Begitu pula bagi para pengawal yang membangkang perintah, orang-orang yang tidak patuh itu akan segera dipecatnya. Kecantikan wanita itu sangat luar biasa. Maka tidakhb mengherankan kalau kecantikannya itu mempesonakan banyak para pendekar muda yang saling bersaing untuk merebut hati dan simpati wanita jelita dari istana Shin-san-kong itu. Tong Kiam Ciu juga sangat terpesona menyaksikan kejelitaan wanita itu.

Bahkan mata pemuda itu tiada berkedip, apalagi ketika menyaksikan gerak-gerik wanita itu yang sangat menarik.

"Hemmm, tidaklah mengherankan kalau banyak para pemuda yang masuk kedalam perangkapmu! Memang kecantikannya sangat luar biasa dan mempesonakan.. . .” pikir Kiam Ciu. Karena terus saja dia sendiri sangat tertarik dan mengagumi kecantikan, tetapi dia adalah ibarat bunga mawar yang banyak berduri.. . . Lalu tampaklah wanita jelita itu melangkah mundur dan dengan suara yang bernada perintah kearah kedua orang pengawalnya itu.

"Nah! Sekarang dapat berkelahi! Aku akan melihatnya!” seru nyonya besar dari istana Shin-san-kong dengan suara lantang tetapi mata bersinar-sinar mengkilat penuh gairah. Dengan hati berat Tong Kiam Ciu telah nyahut kata-kata itu.

"Aku Tong Kiam Ciu, selama sepuluh tahun telah menekuni ilmu silat. Ilmu silatku tidak untuk dipertontonkan, apa lagi untuk melukai dan menyiksa orang lain yang tidak ada ikatan permusuhan. Menyesal sekali, aku tidak dapat melaksanakan perintahmu!” seru Kiam Ciu dengan lantang dan pasti.

Setelah itu Kiam Ciu memutar dan bermaksud untuk menghampiri kudanya dan akan meneruskan perjalanan.

Penolakan yang diucapkan oleh Kiam Ciu dengan suara bernada tegas dan berani itu membuat para pengawal maupun sinyonya besar itu tidak pernah mendapat tantangan dan penolakan. Semua perintahnya selalu diturut. Apalagi para pendekar muda yang sebaya dengan Kiam Ciu. Ia selalu dipuja dan segala tutur katanya. Baru saja Kiam Ciu siap siaga menghadapi serangan sikipas baja, tiba-tiba telinganya menangkap suara seruan yang datangnya dari mulut wanita itu.

"Tunggu dulu.. !” seru wanita muda itu dengan suara lantang.

Kiam Ciu sebenarnya akan bersikeras melawan pengaruh seruan wanita itu Namun ternyata tidak mampu, karena perintah itu ternyata mempunyai pengaruh luar biasa sekali. Entah karena apa Kiam Ciu merasa semangatnya hilang dan seluruh tubuhnya menjadi lemas.

"Oh ! Dia telah melancarkan ilmu Pan-yo-shin-im. Celaka !” pikir Kiam Ciu dengan penuh khawatir. Setelah dia dapat mengusir pengaruh ilmu lawan, segeralah dia meloncat kearah kudanya dan langsung meloncat ke punggung kuda putih itu. Dengan tidak berpikir panjang lebar segeralah dia mengeprak kudanya untuk menjauhi tempat itu. Sedangkan wanita muda yang jelita itu merasa heran karena llmu Pan-yoshin-im ternyata tidak mampu menahan Kiam Ciu.

"Hmm.. . Tong K.iam Ciu, baiklah kau menang untuk kali ini. Tetapi waspadalah dilain waktu kau akan jatuh ketanganku !” pikir wanita itu dengan mengawasi kearah punggung Kiam Ciu yang bertambah jauh karena memacu kudanya melanjutkan perjalanan. Selama dalam petualangannya untuk memikat laki-laki, baru kali ini dia merasa kecewa karena kenyataannya bahwa Kiam Ciu tidak mudah ditundukkan. Sedangkan Kiam Ciu telah melarikan kudanya untuk lari sejauhjauhnya dari wanita jelita Itu. Kiaos Ciu bersyukur bahwa dia dapat lotos dari cengkeraman asmara wanita jelita istana Shin-san-kong. Karena pemuda itu yakin bahwa dengan terlibatnya dalam skandal itu berarti akan menggagalkan segala tugas yang telah dirintisnya dengan bersusah payah.

Namun demikian, dia tidaklah terlalu lengah. Karena dia tahu bahwa nyonya besar dari istana Shin-san-kong itu adalah seorang wanita jelita yang ganas dan sakti. Dengan kewaspadaan itu maka Kiam Ciu meneruskan perjalanannya.

Walaupun demikian dia juga tidak mampu untuk mengusir bayangan wajah jelita wanita itu dari ingatannya.

Kiam Ciu terus memacu kudanya tanpa memperdulikan keadaan sekitarnya.

Hawa dingin telah terasa, ketika itu barulah Kiam Ciu mengangkat kepala dan memandang keadaan disekitarnya. Barulah dia menyadari bahwa telah masuk kedalam sebuab hutan yang lebat. Pohon-pohon dalam butan Itu telab bertiup, tiba-tiba Kiam Ciu mengeluh.

"Ohh.. terlalu jauh aku mengambil jalan.. .kini aku berada di hutan bagian mana? Mudah-mudahan ada tanda-tanda yang dapat kuturutkan.. .” pikir Kiam Ciu. Tetapi belum sampat pemuda iiu memikirkan hal-hal yang bakal ditempuhnya. Matanya yang tajam itu dapat menangkap suatu benda yang melayang kearah dirinya. Benda berwarna putih itu meluncur dengan cepat kearah dirinya. Maka dengan tangkas pula Kiam Ciu menangkap benda iiu.

Benda yang berwarna putih itu ternyata adalah selembar kertas yang dilipat sangat kecil. Kertas yang terlipat-lipat itu dilemparkan oleh seseorang kepada Kiam Ciu. Ketika Kiam Ciu menangkap kertas itu buru-buru dibukanya dan dilihatnya, ternyata kertas itu bergambarkan wajah seorang gadis yang cantik berumur kurang lebh lima belas tahunan.. Kiam Ciu mengangkat wajahnya dan melihat kearah orang yang melemparnya itu sambil mengejar kearah orang itu maka kertas itu masih ditentangnya.

Ternyata orang melempar kertas tadi adalah seorang pemuda berwajah pucat dan bertubuh tinggi berambut panjang meriyap. Ilmu meringankan tubuh pemuda itu sangat hebat. Kiam Ciu menghentikan pengejarannya. Karena dia merasa tidak mengerti maksud pemuda itu maka Kiam Ciu lalu menghentikan kudanya dan bayangan pemuda itu terus melesat hilang. Sekali lagi dipardanginya kertas yang menggambarkan wanita jelita itu. Kemudian dilipatnya dan dimasukkan kedalam saku bajunya.

Hanya sejenak Kiam Ciu mengerutkan keningnya memikirkan teka-teki kertas bergambar wajah gadis itu. Namun sampai sedemikian lama dia tidak tapat memecahkan teka-teki itu. Maka dihalaukannya persoalan itu dari pikirannya. Dia mempunyai pokok tujuan dan tugas yang harus dapat diselesaikannya untuk memenuhi harapan-harapan gurunya.

Maka Kiam Ciu kini menggertak tali kekang kudanya dan kuda putih kesayangannya itu meloncat meninggalkan hutan itu. Beberapa li pemuda itu menempuh perjaanan, tiba-tiba telinganya menangkap suara rintihan seseorang.

Rintihan itu terdengar sayup-sayup tertiup angin, Karena watak Kiam Ciu welas asih dan memegang teguh keperwiraan maka ketika mendengar rintihan itu dia tidak dapat tinggal diam saja. Segeralah dia menarik tali kekang kudanya kearah datangnya suara itu. Ketika suara itu terdengar nyata benair, segeralah Kiam Ciu turun dari punggung kuda putihnya.

Diperhatikannya seorang laki-laki yang tengah menelungkup ditanah dia memegangi perutnya sambil merintih-rintih. Tampak bahwa orang itu sangat menderita, Kiam Ciu menghampiri dan memegang bahu orang itu. Kemudian menegurnya dengan suara menghibur.

"Mengapakah kau.. ? Apakah aku dapat menolongmu ?” bisik Kiam Ciu sambil membongkok. Tetapi orang itu dengan tiba-tiba menghentikan rintihan dan loncat berdiri.

Kemudian menyerang Kiam Ciu dengan sebilah golok.

Gerakannya sangat cepat sekali. Namun Kiam Ciu dapat menghindarinya pula dengan cepat. Maka melesatlah serangan ttu menusuk tempat kosong, dan orang itu dengan cepat pula memutar tubuh menghadap kearah Kiam Ciu dengn golok mengkilap tetap tergenggam di tangan kanan.

"Tahan ! Aku Kiam Ciu bermaksud baik untuk menolongmu, tetapi ternyata kau menyerangku dengan keji apakah maksudmu?” seru Kiam Ciu heran dan mengamati keadaan orang itu dengan penuh waspada.

Tetapi orang itu tidak menjawabnya, bahkan kini menyerang lagi dengan lebih dahsyat dalam jurus Long-li-ciu atau mendorong perahu dalam ombak.

Laki-laki itu meloncat sambil menikamkan goloknya ke leher Tong Kiam Ciu.

Tetapi Kiam Ciu dengan tenang dan waspa da telah berkelit. Dengan jurus Kim-siok-liong atau Gunting mas menggunting ekor naga, pemuda itu membelokkan tubuhnya dan ujung golok orang itu menikam angin hingga tubuh laki-laki itu limbung. Kiam Ciu dengan gerakkan cepat sekali menotok siku lakilaki itu.

"Aduh ! Trang..!” terdengar luara jeritan berbareng dengan suara dentangan nyaring goiok yang dipegang laki-laki itu terlepas jatuh.

Namun Kiam Ciu tidak merasa mempunyai ikatan dendam permusuhan dengan laki-laki itu. Maka walaupun lawan dalam keadaan seperti itu, dia tetap diam dan tidak bermaksud membunuhnya. Sedangkan laki-laki itu telah meloncat satu tindak sambil memegang pergelangan tangannya dan mengamati Kiam Ciu. "Tong Kiam Ciu, aku tidak dapat melawanmu dengan senjata. Apakah kau bersedia berkelahi dengan tangan kosong!” seru laki-laki itu.

Kiam Ciu tidak menjawab tantangan itu, dia hanya tersenyum dan menyarungkan pedang. Kemudlan siap siaga menghadapi serangan lawan.

Laki-laki itu telah memasang kuda-kuda. Kemudian setelah melihat bahwa Kiam Ciu menyarungkan pedangnya, maka tantangannya berani diterima dan langsung dia menyerang dengan sepasang tangannya membentuk cakaran.

Laki-laki itu meloncat bagaikin terbang mengarah tubuh Kiam Ciu. Bertepatan dengan loncatan itu pula Kiam Ciu menyaksikan kelebatan bayangan bertubuh kurus dan tinggi. Akhirnya Kiam Ciu berkeyakinan bahwa kelebatan bayangan itu tak lain adalah Li Hok Tian yang telah meminjam tenaga orang yang tengah dihadapinya itu untuk membinasakan Kiam Ciu.

Dalam perkelahian itu Kian Ciu telah mengingat kembali cerita gurunya tentang seorang jago silat yang mempunyai keahlian mempernakan golok dan orang itu buta. Kemudian mengangkat murid yang telah dipeliharanya sejak kecil. Namun akhirnya guru yang buta matanya tetapi baik hatinya itu menjadi sangat kecewa. Murid tunggalnya yang bernama Pit Ki itu kemudian telah mengkhianatinya. Pit Ki telah merajalela, menyebar kejahatan dan keji.

Disamping Pit Ki berhati keji juga bersifat curang dan licik. Ketika itu ternyata menyerang Kiam Ciu tidak dengan tangan kosong benar-benar. Tetapi melancarkan serangannya dengan lima butir bola baja yang beracun, lima bagian yang terlemah dan berbahaya pada tubuh Kiam Ciu yang diarahnya untuk kebinasaan pemuda itu. Muka ketika pemuda itu dengan cepat dapat menangkap kilatan senjata rahasia itu, Kiam Ciu mengerahkan ilmu Bo-kit-sinkong dan menggerakan tinju tangan kanan kearaa benda-benda yang tengah meluncur itu. Hantaman dahsyat yang dilambari ilmu Bo-kit-sin-kong itu begitu hebatnya meluncur dan menggempur kedepan. Lima butir bola besi itu telah terhalau dan Pit Ki sendiri terdorong ke belakang beberapa langkah. Untung tidak terjengkang.

Berbareng dengan itu terdengar pula sebuah jeritan tinggi. Tahu-tahu tampak seorang kakek yang berambut panjang digelung dan berwarna putih seluruhnya. Kakek itu tampaknya buta dan berdiri diantara Pit Ki dan Kiam Ciu.

Li Hok Tian yang sejak tadi menyaksikan jalannya pertempuran antara Kiam Ciu dengan Pit Ki dan bersembunyi dibaiik batu besar. Kini orang itu keluar dari persembunyiannya dan ingin menyaksikan kakek buta itu.

Tong Kiam Ciu yakin bahwa kakek itu adalah guru Pit Ki. Sedangkan Pit Ki sendiri untuk sesaat masih ternganga dan wajahnya masih pucat memandang kearah kakek itu bergantian memandang Kiam Ciu. Tetapi ketika semuanya telah dapat dikuasai dan warna merah membersit di wajahnya barulah laki-laki itu terseru : "Suhu! Kukira siapa tadi yang datang.. .!” seru Pit Ki dengan suara gugup dan berlutut di hadapan gurunya.

"Ya.. benar aku yang datang, ternyata kau tidak silap dan masih mau mengakui aku sebagai suhumu..” sambung kakek itu sambil tersenyum dan mengangguk kearah Pit Ki.

Saat itu baik Kiam Ciu maupun Li Hok Tian terdiam. Kekek berambut putih itupun sama sekai! tidak mempedulikan orang lain. Dia mengutamakan urusannya. Ialah hubungan antara guru dan murid. Urusan perguruan yang sangat mendesak dan harus lekas-lekas diselesaikan.

"Pit Ki.. aku telah memelihara kau semenjat kau masih anak-anak. kupelihara dengan penuh kasih sayang dan harapan. Sebenarnya aku menaruh harapan besar kepadamu. Tetapi.. . tetapi kau telah minggat dari rumahku. Kau telah turun gunung dengan tujuan untuk menumpuk harta kekayaan dan mencari nama besar. Kau telah tersesat terlalu jauh. Aku telah mendengar dalam beberapa hari saja kau telah banyak membunuh jago-jago silat dikalangan Kang-ouw! Kau membunuh mereka dengan cara licik dan keji. Perbuatanmu itu sangat terkutuk Pit Ki ! Jika kau masih memandang aku sebagai guru dan masih menghormati, marilah ikuti aku kembali ke gunung. Aku dapat mengampuni segala kesalahanmu. Aku dapat mengampuni perbuatan-perbuatanmu yang lampau !”

seru kakek itu dan menunggu jawaban dari muridnya itu.

Namun sampai beberapa saat kakek itu menunggu tidak mendengar jawaban Pit Ki. Seaat suasana menjadi lengang tetapi tegang.

"Aku menyuruhmu untuk ikut pulang ke gunung! Apakah kau tidak mendengarnya?” seru kakek itu dengan suara lantang dan membentak.

Pit Ki meloncat berdiri dan memandang suhunya serta menyahut.

"Suhu.. . aku tidak mau turut!” seru Pit Ki dengan suara keras.

"Hai ! Jadi kau membangkang?” seru kakek itu dengan mulut melongo.

Tiba-tiba Pit Ki telah mencabut goloknya Dengan sebuah loncatan dia telah menyerang gurunya. Serangan yang keji mengarah jalan darah kematian suhunya yang selama belasan tahun mengasuh dengan kasih sayang.

Perbuatan itu membuat Tong Kiam Ciu maupun Li Hok Tian jadi terperanjat sekali. Sikakek buta meloncat kesamping menghindar serangan itu. Kakek itu memiringkan tubuhnya dan memaki kearah Pit Ki.

"Kau berani menyerang dan akan membunuhku ?!” seru kakek itu. Sambil membentak lantang dan meloncat menerkam kearah Pit Ki. Pit Ki sama sekali tidak menduga akan gerakkan itu, Tanpa terduga goloknya telah jatuh ke tangan suhunya. "Bunuhlah aku sekarang juga!” seru Pit Ki yang tidak berdaya itu.

Namun kakek buta itu tidak ingin membunuh muridnya itu. Sejenak biji mata kakek itu bergerak-gerak. Wajihnya berubah tampak sangat tua dan membayangkan kepedihan yang luar biasa.

Diangkatnya golok Pit Ki, kening kakek itu berkerut. Kemudian golok itu dicentilnya dengan jari telunjuk. Terdengar deringan nyaring dan dentangan benda jatuh. Golok itu telah terputus menjadi dua.

"Nah, kau perhatikan golokmu ini Pit Ki. Seperti golok ini jugalah hubungan kita selanjutnya. Antara aku dengan kau sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi.

kau bukan lagi sebagai muridku !” seru kakek itu.

Kemudian hulu golok itu dilemparkan ketanah, bersamaan itu pula kakek itu berkelebat menghilang, hanya angin hembusan yang terasa sejuk menerpa wajah mereka yang berada ditempat itu. Pit Ki dan Li Hok Tian terpesona menyaksikan semua kejadian yang diperbuat kakek iiu.

Pada saat itu maka segeralah Kiam Ciu dengan diam-diam menghampiri kudanya. Kemudian menyemplaknya duduk dipunggung kuda itu. Dia tidak mau berurusan dengan kedua yang tidak karuan itu dan ingin segera berlalu dari tempat iiu. Ketika tali kekang kudanya ditarik dan dibentakan maka kuda itu telah mengetahui maksud tuannya. Segeralah kuda putih yang cerdik itu meninggalkan tempat pertempuran dan memasuki hutan, meninggalkan kedua orang itu dalam keadaan terpesona. Kiam Ciu meninggalkan mereka dengan diam-diam. Sepanjang malam Kiam Ciu menempuh rimba lebat dan gelap, mata dan telinganya tidak pernah ferlena. Dia selalu waspada, karena dia tahu bahwa didalam hutan itu sering terjadi hal-hal diluar dugaan. Binatang maupun orangorang jahat yang selalu mengintai siapapun adanya yang berani menempuh dalam hutan lebat itu. Sebenarnya Kiam Ciu akan menyerahkan pening kuningan partai Bu-tong kepada Li Hok Tian. Namun ketika menyaksikan perbuatan Li Hok Tian yang kejam itu, niat K.iam Ciu lalu diurungkannya. Kini dia bertekad untuk pergi ke markas besar partai Bu-tong. Dia akan menemui pemimpin Bu-tong Pay dan akan menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya. Dalam perjalanan itu dengan tiada terasa dia telah berjalan jauh sekali. Hawa sejuk menjelang pagi telah menyentuh-nyentuh kulit tubuh pemuda itu. Barulah sadar Kiam Ciu ketika terdengar suara burung hutan yang ramai berkicau Ditariknya tali kekang dan kuda itu berhenti. Kiam Ciu menarik nafas panjang.

Segar dan bau harum kembang-kembang tertiup angin. Kiam Ciu memeriksa keadaan disekelllingnya. Semunya dalam keadaan tenang dan burung-burung bergembira. Kemudian Kiam Ciu melanjutkan langkahnya! Mengentak kudanya untuk melanjutkan perjalnan! Tiada lama kemudian, tampaklah sebuah bangunan tua yang sebagian telah menjadi reruntuhan !.

Selelah Kiam Ciu menghampiri bangunan itu maka segeralah menghentikan kudanya dan pemuda itu turun dari punggung kudanya, Diperiksanya keadaan itu. Kuda putihnya dibiarkan lepas dan mencari makan merenggut rumputrumput muda yang banyak terdapat disekeliling bangunan itu., Sedangkan Kiam Ciu bermaksud untuk beristirahat sebentar, Sambil menggigit-gigit bunga rumput dan menggeletak dengan berbantalkan tapak tangannya, Kiam Ciu istirahat dan memandang keatas. Walaupun langit lerhalang oleh dedaunan namun pemuda itu tetap memandanginya. ! Anganangannya melayang-layang menyusup dicelah dedaunan dan menyembul keangkasa diantara mega-mega! Kiam Ciu kembali teringat kertas yang bergambarkan gadis umur lima belasan! Kertas itu lalu dikeluarkannya dari dalam saku, dipandarginya gambar itu.

Kiam Ciu berusaha untuk memecahkan teka-teki gambar gadis itu. Namun smpai sekian lamanya dia tidak berhasil. Bahkan yang terbayang kini gambaran wajah adiknya Ji Tong Bwee. Kiam Ciu berusaha untuk memejamkan mata.

Namun bayangan peristiwa-peristiwa yang baru dialaminya mengganggu terus.

Hingga pemuda itu sukar sekali unuk menghalau gangguan bayangan itu.

Dalam keadaan itu tiba-tiba dia menangkap suara langkah mendekatinya.

Langkah yang sangat halus itu bertambah dekat. Maka Kiam Ciu lalu bangun dan memeriksa keadaan disekeliling bangunan itu. Ternyata langkah itu telah lenyap. Kiam Ciu berhenti sejenak dan memasang ketajaman telinganya untuk mendengarkan Iangkah-langkah yang tadi didengarnya itu. Namun Iangkahlangkah itu telah lenyap.

Kembali pemuda itu ke tempat semula dan bermaksud untuk meneruskan beristirahat. Dibaringkan tubuhnya diatas rerumputan yang tebal. Ketika matanya memandang keatap bangunan itu, dia terperanjat ketika dia menyaksikan seorang pemuda yang mengenakan pakaian compang-camping dan rambutnya panjang terurai. Pemuda yang duduk ongkang-ongkang diatap rumah bobrok itu tampak tersenyum.

"Hey apakah kau yang melemparku dengan kertas bergambar gadis Itu?”

seru Kiam Ciu sambil meloncat berdiri.

"Ya.. . hahaha” seru pemuda itu.

"Apa maksudmu kau melempar dengan gambar itu ?” seru Kiam Ciu.

"Hemmm gambar itu adalah milikku maka aku datang kesini akan minta gambar itu kembali.. . !” seru pemuda gembel itu sambil mengulurkan tangan kanan kearah Kiam Ciu. "Enak saja kau telah membuat otakku pusing karena teka-teki itu, Kini dengan seenakmu lalu minta kembali gambar itu. Aku belum dapat memecahkan tekateki yang kau berikan kepadaku itu. Jangan kau bermimpi akan mendapatkan kembali gambar itu sebelum kau menerangkan maksudnya.. . “ seru Kiam Ciu sambil menuding kearah pemuda gembel yang masih tetap duduk diatas genting dengan tenangnya.

"Tetapi kertas bergambar itu adalah milikku, maka kini aku mengharapkan kau untuk mengembalikan kepadaku!” seru pemuda itu sambil mengulurkan tangan kanannya. "Kau telah membuat seseorang tenggelam dalam suatu teka-teki. Maka sebagai penghormatan kau harus memberikan penjelasan tentang arti teka-eki itu!” seru Kiam Ciu dengan muka merah.

"Tetapi kertas itu kertasku! Mana berikan padaku !” seru pemuda itu "Kalau kau belum memberikan jawaban teka-teki itu padaku, jangan kau harapkan bahwa aku akan mengembalikan kertas ini padamu!” seru Kiam Ciu bersungguh-sungguh. "Jika kau sangat mengharapkan jawabannya.. . inilah jawabannya !” seru pemuda itu sambil meloncat turun dari atas atap rumah bobrok itu kemudian meloncat pula bagaikan kilat dia telah menghilang.

Kiam Ciu dengan tangkas telah menangkap lemparan itu. Ternyata kertas yang dilipat sangat ringkas. Kemudian Kiam Ciu membuka lipatan itu. Ternyata adalah sebuah wurat yang berisi pisau.

"Awas! Penganiayaan! Berbahaya!”

Tullsan-tulisan singkat tetapi cukup berarti itu meupakan kesan padanya.

Akhirnya Kiam Ciu menyadari bahwa pemuda gembel yang aneh itu ternyata berusaha untuk menolongnya. Ternyata pemuda itu bermaksud baik walaupun sebelumnya dia belum pernah mengenal dan saling berbicarapun belum. Maka diamatinya sekali lagi. diulanginya untuk membacanya.

"Hemmm rupa-rupaya dia berusaha untuk menolongku dari bencana. Mulamula dia telah melemparkan kertas bergambarkan seorang gadis dia telah berusaha memperingatkan kepadaku akan jebakan Pil Ki yang keji itu, kemudian aku lebih waspada lagi. Siapakah dia yang sebenarnya ?” pikir Kiam Ciu sambil memasukkan kertas peringatan itu kedalam saku bajjuya.

Sebenarnya memang Tong Kiam Ciu banyak yang mencintai. Apalagi ketika diketahui oleh tokoh-tokoh persilatatan bahwa Kiam Ciu akan naik kepuncak gunung Ciok-yong-hong untuk turut serta dalam pertemuan orang-orang gagah pada pesta Bu-lim-tahwee dan kelihatan bahwa Kiam Ciu membawa-bawa pedang Oey-Liong-Kiam, maka dia selalu diincar oleh tokoh persilatan itu. Namun Kiam Ciu sama sekali tidak menyadarinya. Bahwa segala peristiwa itu rangkaiberangkai sangat panjang dan tiada berkesudahan.

Dengan tetap tenang-tenang saja seolah-olah tidak ada apa-apa, maka Kiam Ciu telah bersiul memanggil kudanya; Kuda putih itu memperdengarkan ringkikannya dan berderap mendekati Kiam Ciu. Setellah menggeser-geserkan kepalanya kelengan pemuda itu dan Kiam Ciu mengelus kepala kudanya tersenyum. "Putih ayolah kita meneruskan perjalanan” bisik Kiam Ciu. Kuda itu seperti tahu apa yang dikatakan tuannya dan memperdengarkan suara ringkikan tertahan beberapa kali, bagaikan jawaban kata-kata Kiam Ciu.

Akhirnya Kiam Ciu meloncat kepunggurg kuda putih itu. Tali kekangnya dibentakkan dan kuda itu melompat lari. Walaupui bagaimana pemuda itu masih memikirkan kata-kata yang tertulis pada surat yang dilemparkan oleh gembel itu, Namun dia sam a sekali tidak tahu apa maksudnya.

Tiba-tiba Kiam Ciu mencium bau daging dipanggang. Seketika itu juga perutnya terasa sangat lapar. Maka diputar langkah kudanya menuju keasap sedap yang melaparkan perut itu. Apa agi hampir dua hari Kiam Ciu tidak makan.

Setelah mencium bau daging dibakar itu, perutnya merasa sangat lapar sekali.

Belum seberapa jauh dia telah melihat kepulan alap. Setelah bertambah dekat terlihatlah seorang kakek pendek yang tengah membakar dua potong kaki babi. Dihampirinya kakek itu. Asap sedap mengepul dan mempengaruhi selera Kiam Ciu. Laparnya hampir tak tertahan.

Laki-laki bertubuh gendut pendek dan berwajah kejam itu tetap tenang. Dia terus memanggang dua buah kaki babi itu diatas api yang membara.

Kedatangan Kiam Ciu tidak mengejutkannya. Rupa-rupanya laki-laki itu telah mengetahui maksud kedatangan Kiam Ciu.

"Apakah kau lapar ? Tetapi kawanku itu biar makan dulu!” seru laki-laki pendek dan gendut itu sekilas memandang kearah Kiam Ciu. Kemudian menunduk lagi mengamati paha panggangnya. Sepotong daging panggang telah dilemparkan ke arah seekor ular belang.

"Ayo turun dari kudamu, kita dapat makan bersama-sama!” seru laki-laki itu dan terus dia sendiri sibuk memotong daging panggang itu dan melahapnya.

"Terima kasih Locianpwe.. “ seru Kiam Ciu sambil dengan tergesa-gesa turun dari atas pelana kudanya dan menghampiri laki-laki itu, kemudian mengambil sepotong daging panggang dan dimakannya.

Kedua orang itu belum saling mengenai. Mereka telah makan bersama dalam keadaan lapar. Kiam Ciu mengauggap orang pendek yang berwajah kejam itu ternyata seorang yang baik hati.

Setelah laki-laki itu merasa kenyang dia telah berhenti makan. Tangannya yang berminyak itu diusap-usapkannya ke betis dan di gosok-gosokannya ke rumput. Kemudian mengusap mulutnya dengan jubahnya. Ular belang itupun telah selesai menelan daging panggang. Kemudian ular belang itu disimpannya dibalik jubah laki-laki gendut dan pendek itu.

"Aku telah kenyang, maka akan segera mininggalkan tempat ini. Tetapi kalau kau masih merasa kurang, disana kau dapat mengambinya !” seru laki-laki itu sambil menunjukkan ke satu tempat.

Kiam Ciu agak terperanjat dengan kata-kata itu kemudian dia mengajukan pertanyaan ingin mengetabui nama laki-laki itu.

"Tetapi siapakah nama Locianpwee ?” seru Kiam Ciu.

Laki-laki itu menahan langkahnya, kemudian berpaling kearah Kiam Ciu dan wajahnya yang bengis itu kini tampak agak cerah.

"Oh.. . kau tanyakan namaku? Apakah perlu itu bagimu anak muda ?”

"Ya sangat perlu, karena kebaikan hatimu telah memberikan daging panggang ini . . “ seru Kiam Ciu.

"Jadi hanya karena daging itu kau ingin mengetahui namaku ?”

"Oh . , , bukan iiu maksudku . . .” sahut Kiam Ciu gugup.

"Baiklah kau dengar, kau dengar namaku.. . , Aku bernama Tok Giam Lo !”

Kiam Ciu tampak terpaku, matanya terbeliak karena terkejut mendengar nama itu, karena nama itu sudah sering didengarnya.

"Oh , , , jadi . , , jadi Locianpwee bernama Tok Giam Lo ? Nama itu sudah sejak lama kudengar nama besar dan malang melintang di kalangan Kang-ouw, namun mengapa kini kutemui sebagai pencuri kepunyaan orang lain” jawab Kiam Ciu dengan terheran-heran dan memandang laki-laki itu dengan sorot mata tak mengerti. "Kalau kau sudah mengetahui siapa diriku, mengapa kini kau berani mencela.

Untuk kesalahanmu itu kau harus menerima hukumanku tiga kali pukulan ! seru Tok Giam Lo. "Oh, jika apa yang kukatakan tadi dianggap tidak betul. Maka aku bersedia untuk menerima pukulan sebagai hukuman , , , “ jawab Kiam Ciu.

Tanpa banyak berbicara lagi, Tok Giam Lo sudah siap untuk mengirimkan pukulan tiga kali kearah tubuh Kiam Ciu.

Tetapi Kiam Ciu telah siap siaga dengan ilmu Bo-kit-sin-kong untuk menangkis pukulan Tok Giam Lo yang berhati sewenang-wenang itu.

Karena pemuda itu telah menduga dan masih mengingat cerita gurunya tentang Tok Giam Lo itu seorang tokoh yang berjiwa keji dan suka berbuat sewenang-wenang, Tok Giam Lo mempuryai kehebatan ilmu racun dan bisa yang sangat ganas. "Buk !” terdengar suara dua kekuatan berbentur.

Tok Giam Lo terlempar surut beberapa langkah. Dia sangat terperanjat menyaksikan kenyataan itu. Ternyata Kiam Ciu yang masih sangat muda itu telah dapat menguasai Bo-kit-sin-kong sangat sempurna. Setelah mendapat kenyataan itu, maka laki-laki pendek itu jadi beringas.

Kini dia telah siap siaga untuk memukul kembali dengan ilmu Sin-kang yang lebih hebat dan dapat menghancurkan gunung. Wajahnya tampak lebih bengis lagi. Menggerakkan tinjunya yang mengepal dimuka dadanya dengan kerut kemerut dahi dan matanya melotot.

Ketika Tok Giam Lo meloncat menyerang dengan pukulan tangannya kedada Kiam Ciu, pemuda itu menarik kakinya selangkah kebelakang, kemudian memukulkan tangan kanan kedepan. Belum lagi Tok Giam Lo sampai dihadapan Kiam Ciu, dia telah terkena angin pukulan Kiam Ciu hingga terpental balik lima tindak. Wajah Tok Giam Lo jadi bertambah beringas dan marah sekali.

Dia meloncat dan mengembangkan kesepuluh jari jemarinya untuk menyerang Kiam Ciu. Dari ujung jari jemari itu tampak mengepul asap beracun.

Kiam Ciu terperanjat ketika hidungnya mencium bau amis. Dia telah menduga bahwa Tok Giam Lo telah mempergunakan racun. Belum sempat dia berpikir lebib lanjut tahu-tahu tubuhnya menjadi panas, kemudian beralih dingin hingga dia menggigil kedinginan. Sejenak kemudian dia merasakan kehilangan tenaga menjadi sangat lemah sekali. Kiam Ciu tidak berdaya, tubuhnya loyo dan mukanya tampak sangat pucat sekali.

Tok Giam Lo kemudian menahan serangannya. Dia menghampiri Kiam Ciu yang sudah tidak berdaya itu. Sambil tertawa dengan bangga dia berseru dan mencibir Kiam Ciu. "Hahahah.. . . Aku kira kau ini adalah seorang jaro silat yang sangat hebat..

ha..ha..ha.. tidak tahunya hanyalah seekor ayam gorokan belaka ha ha ha ! Kau telah menghinp bawa beracun yang keluar dari ujung jariku. Dalam waktu pendek kau dan kudamu akan binasa bersama. Di jagat ini tiada seorangpun yang dapat menawarkan pengaruh racanku. Kecuali . . aku sendiri , , , ha hahahhha , , ,” terdengar tawa itu bertambah meninggi kedengarannya sangat menyakitkan hati. Karena Kiam Ciu sedang mengerahkan Bo-kit-sin-kong maka dia diam saja.

Kiam Ciu berusaha untuk menghalau pengaruh racun. Tok Giam Lo lenyap dari pandangan mata, barulah Kiam Clu merasa lega. Karena racun itu sudah lenyap pula. Pengaruh racun yang membuat Kiam Ciu jadi lumpuh untuk beberapa saat lamanya. Tetapi nasib malang yang menimpa diri kudanya. Kuda itu ternyata tidak dapat menahan pergaruh racun Tok Giam Lo. Setelah menghisap hawa beracun, kuda putih itu jauh pingsan kemudian binasa. Kiam Ciu telah berdiri kembali dan menghampiri kudanya yang telah mati. Dengan hati pedih dielus kepala kuda putih itu. Seolah-olah dia tengah membujuknya. Kemudian bangkai kuda itu lalu dikuburnya. Setelah menguburkan kudanya yang terkena racun itu, Kiam Ciu meneruskan perjalanan. Dia belum tahu kemana yang akan ditujunya. Yang penting kini dia harus meninggalkan tempat itu selekas-lekasnya.

Dengan tak terasa Kiam Ciu telah sampai di sebuah gubuk yang telah terlantar. Karena tubuhnya masih merasa agak lemah, maka segeralah berhenti dan duduk didepan gubuk yang tidak terawat itu. Kiam Ciu telah kembali menjadi tenang dan kembali bayangan-bayangan kejadian yang telah dialaminya selama sehari semalam itu. Teringatlah kejadian-kejadian yang telah dialaminya: wanita muda yang jelita, kemudian Pit Ki yang keranjingan nama dan kekayaan, kemudian seorang pemuda gembel yang rambutnya terurai, akhirnya pertemuannya dengan Tok Giam Lo yang kejam itu.

Dengan tak sengaja dia telah memasukkan tangannya kedalam saku.

Didalam saku itu dia meraba batang akar Lok-bwee-kim-keng.

"Dengan akar kering ini aku dapat terbebas dari pengaruh segala macam racun dan bisa. Aku harus lekas-lekas sampai ke kota Pek seng. Kemudian pergi ke lembah Si-kok.. . “ pikir Kiam Ciu dan menarik nafas panjang kemudian merasa keadaan tubuhnya yang telah kembali segar.

Demikianlah Kiam Ciu telah mengambil keputusan untuk pergi ke puncak Hiang-la hong di pegunungan Bu-tong dan terus ke lembah Si-kok yang sangat ditakuti oleh para jago-jago silat.

Tiba-tiba Kiam Ciu mendengar suara langkah kaki yang bertambah dekat Sementara itu hidung Kiam Ciu yang tajam penciumannya itu telah mencium bau harum. Dia telah memastikan bahwa orang yang mendekatinya itu pastilah seorang wanita. Karena bau wangi itu adalah bau harum-haruman yang biasa dipakai oleh wanita. "Tong Kiam Ciu ! Tong Kiam Ciu kau berada dimana ?!” terdengar suara wanita memanggil-manggil nama pemuda itu.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar