Warisan Jenderal Gak Hui Jilid 3

Jilid ke 3 

KIAM CIU mengikuti jejak kelima orang iiu. Disamping dia memang berhasrat untuk menuntut balas atas kematian Hiong Hok Totiang juga dia ingin mendapatkan sesuatu pengalaman yang luar biasa dalam persilatan. Rahasia berbagai peristiwa kehidupan manusia.

Tetapi segala gerak-gerik orang berpakaian kulit singa yang dipandang sangat aneh itu, terus diintai dan diikuti oleh Kiam Ciu. Sampai akhirnya kelima orang itu mendaki pegunungan dan ketika sampai disebuah gua empat orang telah langsung memasuki gua dengan meninggalkan seorang diluar gua. Orang yang ditinggalkan itu kemudian melihat kebelakang, setelah itu melompat masuk kedalam gua juga. Tong Kiam Ciu merasa bingung juga menyaksikan keadaan itu. Dengan tindakan berhati-hati dan mata mengawasi waspada kedalam gua itu dia berpikir, "Jika aku turut memasuki gua ini. kemungkinan besar aku tidak akan dapat keluar lagi dengan selamat. Lebih baik aku menunggu saja diiuar!”

demikian pikir Tong Kiam Ciu sambil meraba-raba dinding depan mukut gua dan matanya mengamati sekeliling gua itu.

"Hay.. hi.. hi. hi.. Apakah kau tidak rasa heran kalau sebentar lagi nyawamu akan segera kami renggut ?!” suara itu keluar dari dalam gua yang semakin lama semakin jauh. Suara itu berpantulan bergema membentur dinding gua tetapi alunan suara itu bertambah jauh.

Setelah suara gema itu lenyap sama sekali, maka kini keadaan menjadi sangat hening dari menyakitkan telinga. Kemudian terdengar titikan air dari dinding atap gua jatuh dltampungan air yang melahangi batu. Suara air itu sangat menusuk-nusuk hati terdengarnya dan dirasakannya.

Tong Kiam Ciu masih tetap berdiri didepan pintu gua. Suasana menjadi sangat sepi dan gelap, hujan gerimis masib rintik-rintik dan sesekali terlihat bunga api menerangi bumi dan gelap kembali. Lebih gelap rasanya daripada sebelum silau karena kilatan halilintar itu.

Tetapi dengian sangat mengejutkan telah terjadi. Berhamburanlah sinar obor berjatuhan dari langit menghujani Kiam Ciu yang ma sih berhenti. Hujan obor itu sesaat menjadi reda dan tahu-tahu telah berdiri orang-orang berpakaian kulit singa dengan memegarg obor ditangan kanan. Mereka berjumlah dua ratus orang banyaknya. Sangat terperanjatlah Tong Kiam Ciu menyaksikan semuanya itu. Tetapi dia tidak bersuara hanya meningkatkan kewaspadaannya atas segala kemungkinan yang mungkin terjadi.

Orang-orang itu telah berdiri dihadapan dan disekitar Kiam Ciu dengan sikap mengancam, dengan memperhatikan gerak-gerik mereka itu tahulah Kiam Ciu bahwa orang-orang itu sudah tidak sabar lagi untuk menerima tanda penyerangan terhadap Tong Kiam Cui yang telah terjebak keatas puncak pegunungan. Salah seorang diantata kedua ratus orang itu adalah seorang yang bertubuh gendut dan pendek, Orang yang tadi telah berhadapan dengan Kiam Ciu didepan gua dimana kakek Hiong Hok Totiang terkubur. Dia adalah pemimpin gerombolan orang-orang yang mengepung Kiam Ciu saat itu.

"Hey anak muda ! Apakah sekarang kau bersedia menyerahkan pedang pusaka Oey-Long-Kiam ? Kau memang lihay.. tetapi kau akan tewas juga akhirnya jika berani melawan kita.. pertimbarakanlah masak-masak hal itu dan lekas !” seru laki-laki pendek gendut itu berseru lantang. Sinar matanya mengkilat seperti kilatan api obor ditangan anak buahnya.

"Aku belum pernah kenal dengan kalian sebelum ini, juga aku tidak akan semudah seperti sangkamu untuk dengan begitu saja menyerahkan pedang pusaka ini kepada siapapun. Hanya dengan melangkahi mayatku baru kalian dapat merebut pedang ini ! Atas dasar melindungi pedang pusaka guruku inilah aku tidak dapat sungkan-sungkan lagi untuk menghadapi kalian ?” seru Kiam Ciu sambil menyilangkan kedua lengannya didada untuk menghadapi segala kemungkinan yang datang dengan tiba-tiba.

"Jadi kau betkeras kepala ?” seru laki-laki gendut pendek itu dengan membentak dan mata melotot mengeluarkan bunga api. "Kau akan menyesal kelak !” seru pemimpin itu sekali lagi dengan mengangkat tangan memberikan isyarat kepada orang-orang yang berdiri dibelakang Kiam Ciu untuk menyerang berbareng. Tong Kiam Ciu tahu babwa orang-orang yang ber diri dibelakangnya telah mendapat aba-aba untuk meyerang. Maka dengan cepat Kiam Ciu memutar tubuh dan surut selangkah untuk memasang kuda-kuda menghadapi serangan hebat serentak dari lawannya.

Saat itu seolah-olah jantung Kiam Ciu terbang, karena sebelumnya dirasakannya Kiam Ciu menginjak sesuatu yang lunak kemudian seperti terhisap Kiam Ciu terdorong kebelakang dan terperosok kedalam sebuah lubang sumur yang dalam. Ternyata musuhnya telah memasang perangkap dengan membuat lubanglubang sumur yang ditutupinya dengan tanah dan rumput. Setiap lawan yang masuk dalam jebakan itu akan ditimpuki dengan batu-batu keras dan besar serta ditimbuninya hingga binasa.

Tong Kiam Ciu meronta dan berusaha malawan timpukan batu-batu berhamburan dan hampir membentur kepala Kiam Ciu.

Namun dengan kepalan tinju yang luar biasa ia telah menghantam hancur batubatu yang menimbuninya dengan gigih dan batu-batu itu berhamburan.

Beberapa saat sebelumnya Hiong Hok Totiang atau ketua partai silat Bu-tong telah masuk kedalam jebakan itu dan menjadi korbannya. Tetapi berkat kehebatan ilmu tenaga dalamnya yang hebat, maka dia sempat bertahan. Hiong Hok Totiang yang dianggap telab binasa itu dibiarkan tertimbun hancur dalam lubang perangkap yang penuh batu itu, Namun Hiong Hok Totiang yang dianggap telah tewas itu.

dengan usahanya yang bersusah payah telah dapat merangkak keatas dari lubang jebakan, semuanya itu dilakukannya pada malam hari, ia bermaksud bersembunyi dalam gua sambil menantikan tenaga dalamnya pulih kembali serta luka-lukanya menjadi sembuh. Terapi luka-luka yang tengah di deritanya itu terlalu berat. Sehingga tubuh yang telah loyo dan tua itu serasa tiada tertahan lagi. Maka ketika dia telah bertemu dengan Kiam Ciu merasa sangat senang hatinya dan berarti satu tugasnya yang sangat diprihatintan itu dapat diselesaikannya.

Setelah kakek itu menyerahkan pedang pusaka Oey-Liong-Kiam kepada Tong Kiam Ciu maka kakek itu lalu tersungkur dan binasa.

Tidak percuma Tong Kiam Ciu mempelajari ilmu sikat dari keempat gurunya.

Dengari tekun pemuda itu telah mempelajari dan memahami ilmu-ilmu dari keempat gurunya dan tanpa rasa lelah. Terutama ilmu ginkang yang telah diturunkan oleh Pek Giok Bwee. Ilmu yang sangat luar biasa dan pada saat-saat seperti saat terjepit ini maka Kiam Ciu segera mengembangkan ilmu meringankan tubuh hingga dirinya tidak terseret masuk kedalam lubang jebakan itu dengan deras dan terbanting.

Ilmu meringankan tubuh yang dulu ditelaga Cui-ouw selalu dilatihnya bersama dengan Ji Tong Bwee ternyata kini sangat berguna dan dengan menghentakkan kaki kanan dengan jurus Pek-yan-ciong-thian atau asap putih membumbung kelangit sambil menghunus pedang Naga Kuning ditangan kanan Kiam Ciu langsung meloncat menyerang musuh.

Tiba-tiba suasana disekitar gua itu menjadi gelap gulita. Orang-orang yang memegang obor berhamburan lari sambil melemparkan obor mereka kedalam lubang perangkap. Tong Kiam Ciu tidak berani untuk meneruskan menyerang dan menghajar musuhnya itu sangat khawatir dengan kelicikan lawan. Dia sangat berhati-hati dan merasa seolah-olah dirinya masih dalam pengawasan dan pengintaian lawan. Karena Kiam Ciu tahu bahwa lawannya sangat licik kemungkinan masih dapat terjadi dan dia dapat mati konyol dan penasaran.

"Siauwhiap (pendekar muda) ! Kau walaupun masih muda usiamu, namun ternyata betul-betul sangat lihay, kau beruntung telah dapat terbebas dari bahaya maut! Tetapi.. “ seru sebuah suara yang sudah dikenal sejak didepan gua dipegunungan Tay Pie san dipropiosi Ouw pak dimana pemimpin partai persilatan Bu-tong terkubur.

"Tetapi apa!” seru Tong Kiam Ciu memotong kata-kata orang itu.

"Kita dari partai persilatan Kim-sai-pang (Singa kuning mas) tidak akan menyerangmu lagi!” jawab laki-laki itu dengan suara tegas.

"Hey pengecut biadab!” bentak Kiam Ciu dengan suar gusar. "Kalian telah banyak membinasakan orang-orang gagah dengan keji. Sekarang pergunakanlah kekejianmu itu terhadapku !” seru Tong Kiam Ciu dengan mendongak dan berseru kearah datangnya suara itu.

"Kita tidak akan menyerangmu lagi, karena partai kami mempunyai suatu peraturan. Jika kita gagal menjebak musuh kita dilarang untuk bertindak lebih lanjut ! Sekarang walaupun Siauwhiap minta kepada kami untuk diserang namun kami sungkan untuk bertindak !” sambung suara itu lagi dengan datar.

Kemudian terdengar suara raungan seperti raungan singa jantan, raungan itu bertambah jauh, semakin jauh dan sayup-sayup terdengar kemudian lenyap sama sekali. "Hemm” aku telah sampai di markas partai Kim-sai-pang” guman Kiam Ciu kemudian matanya menatap pedang Oey-Liong-Kiam, tampaklah kilatan kuning memijar, kemudian terdengar pedang itu disarungkan kembali.

Tong Kiam Ciu teringat kembali tugasnya di puncak Ciok yong-hong dipegunungan Heng-san untuk menghadiri pertemuan para pendekar Bu lim pada pertemuan Bulim-tahwee lima belas hari lagi. Maka segeralah dia meninggalkan tempat itu dan untuk sementara dia melupakan dulu persoalan dengan golongan Kim-sai-pang. Dengan menarik nafas panjang pemuda itu menyaksikan sekitar tempat dimana tadi dia terjebak. Semuanya gelap, tetapi dia telah mengingat-ingat tempat itu dengan jelas dalam benaknya. Untuk suatu ketika kelak dia akan kembali lagi, Pegunungan Heng-san terletak di tengah Propinsi Ouw lam. Pegunungan itu terdiri dari tujuh puluh lima banyaknya. Salah satu puncaknya yang sangat terkenal diantara puncak-puncak yang lain ialah puncak Ciok yong-hong sedangkan di kaki puncak Ciok yong-hong itu terdapat sebuah desa kecil bernama Pek mau. Pada waktu-waktu tertentu tempat itu banyak dikunjungi orang untuk bersembahyang, orang-orang itu berkunjung dan bersembahyang dipuncak Ciok yong-hong dan walaupun desa Pek-mau itu adalah desa yang kecil, namun ada dua bangunan penginapan untuk menampung para pengunjung itu. Saat-saat cepat berlalu, dengan tiada terasa telah dua minggu berlalu.

Kesibukan didesa Pek-mau sangat luar biasa. Telah berkumpul banyak sekali pendatang dari segala jurusan dan propinsi. Karena adalah orang-orang yang sangat tertarik dengan segala macam yang akan terjadi diatas puncak Ciok yong-hong. Karena sehari lagi di puncak Ciok yong-hong akan diadakan pertemuan para tokoh persilatan dari segala penjuru. Pertemuan jago-jago silat dari kalangan Kang-ouw itu akan diakhiri dengan pertandingan ilmu silat di arena Bu lim tahwee. Diantara orang-orang itu tampak pula Tong Kiam Ciu dengan mendengakkan wajahnya pemuda itu mencari penginapan. Maka segeralah pemuda itu menghampirinya dan langsung menemui seorang pengurus. Kudanya ditambatkan diiuar, "Saudara aku ingin bermalam disini apakah masih ada tempat satu kamar untukku?” seru Tong Kiam Ciu dengan penuh harapan. Karena dia khawatir juga kalau sampai kehabisan kamar melihat begitu banyaknya para pengunjung di desa Pek-mau itu, "Hemmmm . . . tuan, selama dua hari ini terlalu banyak tamu datang. Dua penginapan di desa ini telah penuh semua kamarnya dipesan oleh tamu-tamu.

Tetapi untuk Tuan kami dapat menyediakan sebuah kamar..” jawab pengurus penginapan itu dengan tersenyum ramah.

"Terimakasih. Tolong berilah makan kudaku itu. Aku akan memberi tambahan nanti” seru Tong Kiam Ciu sambil menuding kearah seekor kuda yang tertambat didepan, Karena dalam perjalanan tadi kuda yang dipergunakan Tong Kiam Ciu belum diberi makan. "Baik Tuan. Kami harap tuan tidak usah merasa khawatir, semuanya akan kami lakukan dengan baik dan memuaskan” seru pengurus penginapan seraya menghormat tamunya dan kemudian bertepuk tangan memanggil pelayan hotel untuk mengurus segala sesuatu keperluan Tong Kiam Ciu.

Ketika Tong Kiam Ciu memutar tubuh dan bergerak untuk masuk ke ruang tamu tampaklah beberapa orang telah mengangkat wajah dan ada pula yang berpaling memandang pemuda itu. Namun Kiam Ciu tetap bersikap tenang saja.

Sedangkan pedang pusaka Oey-Liong-Kiam digendongnya dipunggung dan tampak tersembul hulu naga kuning kelihatan dari bahu kanannya. Ruparupanya semua yang berada di tempat itu merasa heran menyaksikan pedang pusaka Oey-Liong-Kiam dibawa oleh seorang pemuda belia.

Namun pemuda itu terus saja mengikuti pelayan penginapan yang membawa dia ke kekamar yang telah disedhakab. Langkahnya tegap dan pasti, menggambarkan bahwa pe muda itu adalah seorang pemuJa yang telah terlatih untuk percaya kepada diri sendiri.

Sore harinya ketika Tong Kiam Ciu sedang makan sore seorang diri, tibatiba datang menghampiri ke tempat duduknya seorang pemuda yang lebih muda dari Kiam Ciu sekira pemuda itu berumur dua puluh tahun. Pemuda itu berwajah putih bersih, bertubuh kurus kering. Dengan hormat dan tersenyum.

"Aku bernama Li Hok Tian, orang-orang kalangan Kang ouw memanggilku dengan sebultan Siauw kut-liong (Naga Kurus). Apakah diperbolehkan aku untuk duduk bersama-sama dengan anda ?” seru pemuda kurus itu dengan suara mendatar, sopan dan hormat.

Sesaat Tong Kiam C.u menatap wajah pemuda kurus itu. kemudian tersenyum dan mempersilahkan pemuda itu untuk duduk semeja dengan Kiam Ciu. "Aku bernama Tong Kiam Ciu. baru saja terjun kedalam dunia Kang-ouw..”

jawab Kiam Ciu dengan hormat dan ramah.

"Kuharap saudara Tong tidak bergusar hati, karena aku akan mengajukan suatu pertanyaan. Dimanakah saudara Tong memperoleh pedang pusaka Oey liong-kiam itu ?” seru Siauw kut-liong dengan berterus terang.

"Saudara Li, bukankah kita baru saja ber kenalan ? kukira pertanyaanmu itu melewati batas kesopanin !” seru Kiam Ciu sambil menatap wajah pemuda dihadapannya. Kemudian Kiam Ciu acuh tak acuh dan menyuapkan hidangannya. "Saudara Tong, kukira apa yang kulakukan ini bukan suatu kelancangan.

Apakah kau sudah tak tahu aku ini siapa ?” seru pemuda kurus itu seraya menjulurkan kedua jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan kearah tangan Kiam Ciu yang sedang mengumpit makanannya. Pemuda itu mencoba tenaga dalam Kiam Ciu. Perbuatan kedua pemuda itu diperhatikan oleh para tamu. Terutama diperhatikan betul-betul dengan seksama oleh seorang pemuda yang berpakaian compang camping, rambutnya terurai dibiarkan menggerai dibahu bahkan sebagian menyibak ke wajahnya. Pemuda itu duduk di suaiu sudut menghadap kearah dimana Kiam Ciu duduk.

Sebetulnya Li Hok Tian atau Siauw kut-liong adalah murid kesayangan Hiong Hok Totiang. Li Hok Tian telah turun kedunia persilatan dan berkelana dikaiangan kangouw selama dua tabun. Partai persilatan Bu-tong sangat termashur dengan ilmu pedangnya, Semenjak berkelana dikalangan Kangouw Li Hok Tian hanya menemui dua orang pendekar yang kuat. Sedangkan musuhmusuh lainnya dia kalahkan dengan ilmu pedangnya Hui-liong-cit kiamsut atau jurus naga terbang sehingga dikalangan Kangouw dia mendapat gelar si Naga Kurus atau Siauw kut-liong.

Setelah merasakan tekanan sumpit Tong Kiam Ciu dia merasa terperanjat.

Karena dia belum peroab dipermainkan sedemikian rupa oleh siapapun. Maka dengan sangat gusar dan merasakan dia ingin segera melabrak Kiam Ciu.

pemuda yang baru saja dikenalnya itu. Tetapi sesaat kemudian ketika matanya melirik kearah hulu pedang yang bersembul dibahu Kiam Ciu pemuda kurus itu menjadi sangsi dan dia tersenyum.

"Pedang Oey-liong-kiam itu telah dititipkan oleh Pek-hi-siu-si kepada Hiong Hok Totiang pemimpin partai persilatan Bu-tong dan beliau adalah guruku.” seru Li Hok Tian dengan jelas dan tegas.

"Ohhh.. saudara Li adalah murid Hiong Hok Totiang ?. Adapun tentang pedang ini sebetulnya aku ingin ceriterakan kepada warga mandala partai Bu-tong, sewaktu-waktu bila aku mengunjungi markas partai Bu-tong. Sama sekali tidak diduga bahwa hari ini aku dapat berjumpa dengan saudara Li disini. Marilah persoalan ini kita bicarakan dengan tenang!” seru Kiam Ciu dengan suara penuh keramahan dan berhati-hati.

Sementara itu terliha.lah perubahan wajah Li Hok Tian, kelihatanlah pemuda kurus itu agak tenang sedikit.

"Pedang pusaka ini aku terima dari tangan guru saudara Li hanya sayang sekali Hong Hok Totiang telah wafat, dan sebelum menutup mata beliau telah..”

seru Kiam Ciu menjelaskan terputus.

"Hah? Guruku telah binasa, apatah kau yang telah membunuh ?” desak Li Hok Tian dengan suara gusar sekail.

Stelah berkata demikian Li Hok Tian meloncat berdiri dan langsung mengirimkan serangan dengan dua jari tangan kanan menuju kearah kedua mata Kiam Ciu. Tetapi Kiam Ciu memiringVan tubuhnya seraya membentak lantang. "Saudara Li ! Tunggu dulu, sabar ! Kau jangan keliru, jangan salah paham dan salah terka ! Gurumu telah dianiaya oleh orang-orang dari partai Kim-sai-pang.

Sebelum gurumu wafat, beliau telah memberikan pening kuningan ini kepadaku!”

Kiam Ciu merogoh sakunya dan mengubah mencari benda sebesar tiga jari tangan berwarna kuning. Sebuah benda pengenal dari partai Bu-tong. Seketika itu wajahnya pias dan berkeringat karena benda itu telah lenyap dari sakunya. "Ohh.. mungkin pening kuningan itu jatuh ketika aku dikepung oleh partai Kim-sai-pang?” pikir Kiam Ciu dengan diam-diam dan masih mencari pening itu dalam sakunya.

"Kau dapat menipu terhadap orang lain. tetapi terhadapku kau jangan harap dan sekali sekali jangan mencoba menipuku. Kau harus membayar dengan nyawa untuk menebus kematian suhuku.!” gemboran itu diakhiri dengan sebuah loncatan seraya mengirimkan tendagan ke arah Kiam Ciu.

Mendapat serangan yang datangnya dengan tiba-tiba itu, Kiam Ciu tampak agak gugup. Tetapi segera telah berubah berdirinya dengan menarik lalu geserkan kaki kanan hingga semuanya sangat berubah.

"Tahan dulu !” bentak Kiam Ciu menbentangkan kedua tangannya didepan.

Tetapi Li Hok Tian telah melompat dari tampak sangat gusar sekali sehingga kursi dan meja bergelimpangan dilantai, "Saudara Li tahan dulu ! kau harus bertindak dengan kepala dingin, atau kau akan menyesal dikemudian hari !” seru Kiam Ciu.

Siauw Kut Liong terus menyerang tanpa dapat menahan gejolak hatinya yang dirangsang oleh amarah yang meluap. Sedangkan Tong Kiam Ciu telah menyadari bahwa si Naga Kurus itu hanya salah paham, maka Kiam Ciu tidak mau membalas menyerangnya. Hanya dengan gesit Kiam Ciu mengelakkan tiap serangan yang datang. Kemudian untuk menghindari segala kemungkinan yang tidak diinginkan maka pemuda itu lalu dengan gesit lelah meloncat melalui jendela keluar dari ruang dalam hotel itu, loncatan dengan menggunakan ilmu Hu-liong-jauw-jit atau Naga terbang melalui matahari.

Tetapi Li Hok Tian tak kalah gesitnya. Dengan Sekali loncatan pula telah menyambar lengan kanan Kiam Ciu dan mengirimkan sebuah gablokan kearah punggung Kiam Ciu. Secepat kilat pula Kiam Ciu telah memutar tubuh dan berhasil membuyarkan serangan Li Hok Tian dan menyambar baju si Naga Kurus sambil membentak lantang. "Saudara Li ! Kau janganlah salah paham jika aku nanti dapat menemukan logam pengenal itu maka aku dapat membuktikan bahwa aku tidak berdusta.

Kuharap kelak kau tidak mengejar-ngejar aku lagi.. !” Setelah berseru demikian Kam Ciu telah melepaskan cengkeramannya dan lari kearah kuda putihnya. Saat itu banyak orang yang telah menyaksikan serangan-serangan yang diiancarkan oleh Li Hok Tian dapat dihindari oleh Kiam Ciu. Walaupun Kiam Ciu telah bertindak dengan bijaksana tidak membuat malu lawannya. Namun karena terlalu banyak orang yang menyaksikan itu hingga Li Hok Tian menjadi sangat malu dan bertambah gusar, maka tetap mengejarnya dan membentak kearah Kiam Ciu. "Tahan ! Terima seranganku !” seru Li Hok Tian sambil menggerakkan tangan kanan dan terdengarlah desingan-desingan.

Bersamaan dengan meluncurnya bentakkan itu, Li Hok Tian telah melemparkan senjata rahasia yang berupa cincin besi sejumlah enam buah telah meluncur mengarah ketubuh Kiam Ciu. Sedangkan pemuda itu sedang memegang pelana kudanya. Tong Kiam Ciu telah mendengarkan datang nya serangan keenam cincin besi yang berdesing kearah enam tempat kelemahan Kiam Ciu. Tetapi pemuda itu sengaja tidak akan menghindari datagnya serangan rahasia itu. Kiam Ciu sengaja memang akao memamerkan kepada Li Hok Tian kehebatan ilmu Bu teksin-kang. Maka dengan mengembangkan ilmu andalannya itu yang dirangkapi dengan tenaga dalam dan terdengarlah suara "Duk ! berturut-tueut enam kali.

Ternyata sangat luar biasa keenam cincin besi itu mental balik kearah majikannya. Menyaksikan kilatan keenam senjita rahasia cincin besi yang balik menyerang dirinya, maka Li Hok Tian menjadi sangat terperanjat. Maka dengan sigap pemuda itu melocnat kesamping dan melindungi ketiga jalan darah yang pokok untuk menghindari serangan senjata rahasianya sendiri yang dipukul balik dengan kehebatan Bu tek sin-kang oleh Kiam Ciu. Para penonton hampir serentak berseru kagum. Begitu pula LI Hok Tian merasa kagum juga akan kehebatan Kiam Ciu. Karena baru kali ini pemuda yang bergelar si Naga Kurus atau Siauw kut liong serangan senjata rahasianya gagai bahkan dapat dipukul balik oleh pihak lawan. Karena sangat tergesa-gesa itu si Naga Kurus atau Siauw Kut Liong hingga terhuyung hampir jatuh bahkan seperti orang yang tengah mabuk arak. Pada saat itulah Kiam Ciu menghentakkan kakinya dan melompat kepunggung kuda putihnya, dengan sekali gerak kuda itu telah meloncat bagaikan terbang meninggalkan rumah penginapan.

Diantara orang-orang yang hadlir ditempat itu terdengar ada yang nyeletuk memuji dengan nada suara penuh kekaguman.

"Ohh . . Hui-hong-bu-liu (Angin topan menghembus pohon Liu) suatu jurus yang sangat hebat!” Memang apa yang dilakukan oleh Tong Kiam Ciu adalah Jurus Hui-hong-buliu yang telah dilancarkan oleh Kiam Ciu. Ilmu yang telah diwarisinya dari Siauw Liang. Tetapi yang sangat mengherankan justru yang berseru kagum itu adalah seorang pemuda yang berpakaian compang-camping dan berambut awutawutan terurai bahkan sebagian rambutnya ada beberapa lembar menyibak kedepan. Sehingga kelihatan terkadang pemuda itu menyibakkan rambutnya kebelakang. Tong Kiam Ciu terus membedalkan kudanya. Dari desa Pek-mau terus menerobos masuk kedalam hutan lebat dikaki pegunungan Heng san. Saat itu bulan purnama yang bundar dan terang bersih sedang berkembang menyinari mayapada. Tanpa penghalang mendung segumpalpun.

Kuda putih yang gagah dan Kiam Ciu dengan tenang telah duduk diatas punggung kuda itu. Dipandangnya puncak Ciok yong-hong dengan tarikkan nafas panjang dan terasalah kesegaran hawa sejuk pegunungan malam itu. Sesekali terasa angin semilir menyentuh kulit halus pemuda itu.

Tong Kiam Ciu menarik tali kekang kudanya, pendengarannya yang telah terlatih menangkap suatu suara yang aneh didalam hutan. Maka dengan sangat berhati-hati diperhatikannya sekitar tempat itu dengan teliti. Dengan cepat dia mengalihkan pandangannya kearah suatu tempat lebih kurang seratus depa dari tempatnya mengintai. Apa yang dilihatnya menarik perhatian pemuda itu.

Tampak seorang laki-laki yang bertubuh tinggi besar dengan berjambang bauk tetapi kepalanya botak, laki-laki botak itu tampak seolah-olah sedang memikirkan sesuatu yang sangat berat. Tampak sebilah pedang terpancang dipunggung laki-laki itu. Tetapi tiba-tiba orang itu mencabut pedangnya dan berseru lantang dan "Crak !” terdengar suara bacokkan tahu-tahu pohon kecil didepan laki-laki itu telah roboh dan putus. Kemudian dengan gerak memutar dan cepat laksana kilat pedangnya telah meluncur di udara, kearah sebatang pohon yang terletak sekira sepuluh depa jauhnya.

Sungguh sangat mengagumkan bahwa pedang itu bagaikan dikendalikan oleh suatu kekuatan gaib telah memutari pohon besar itu dan meluncur balik kearah laki-laki yang melemparkannya. Permainan pedang itu adalah ilmu Huiki la-ki.

"Wah, beul-betul suatu ilmu pedang yang baik dan sangat mengagumkan.

Sungguh hebat kepandaian orang itu, kalau tidak salah orang itu adalah Eng Ciok Taysu pemimpin partai persilatan Siauw-lim dipropinsi Hokkian. Aku sering mendapat ceritera dari Twa-supee, dengan kepandaiannya itu dia dapat memenggal kepala lawan dari jarak jauh” demikian pikir Tong Kiam Ciu dengan diam-diam dalam persembunyiannya.

Kemudian tampak laki-laki yang berpakaian pendeta itu dalam keadaan siaga seperti tadi. Kelebatan senjatanya dibarengi dengau robohnya sebatang pohon besar disamping laki-laki gundul itu. Kemudian meloncat kesamping dan beberapa kali membacokan pedangnya pada sebatang pohon itu dapat roboh.

"Hemmm.. . setelah beberapa kali baru pohon ini roboh. Sungguh aku telah tua. Ternyata Eng Ciok sekarang sudah bukan Eng Ciok puluhan tahun yang lalu.

Kini untuk merobohkan sebatang pohon yang tidak berapa besar saja memerlukan terlalu banyak, tenaga.. “ gumam pendeta gundul itu dengan suara yang ditujukan kepada dirinya sendiri.

Sesaat kemudian dia mendogak ke langit dan menyaksikan bulan purnama yang bersinar terang dengan bintang-bintang bertaburan diangkasa tanpa diganggu oleh mega dan mendung.

"Sepuluh tahun yang lalu aku tidak berhasil merebut pedang pusaka Oeyliong-kiam yang tersohor merupakan pedang nomor satu dikolong langit. Jika kali ini aku juga tidak berbasil merebutnya, maka runtuhlah namaku sebagai pemimpin pariai Siauw-lim dan aku tidak akan punya muka untuk mengampuni saudara-saudara seperguruan dan murid-muridku” gumam taysu seorang diri.

"Hemmm.. tidak salah dugaanku. Ternyata betul-betul orang itu adalah pemimpin partau persilatan Siauw-Lim. Tetapi mengapa dia mengeluh sedemikian rupa, apakah kepandaiannya sekarang dirasakannya telah menurun?” pikir Tong Kiam Ciu sambil mengelus-elus pedangnya yang masih terpampang dipunggung, Terapi tiba-tiba kudanya meringkik keras dan mengejutkan Tong Kiam Ciu sendiri.

Mendengar ringkikan kuda itu Eng Ciok Taysu menegur.

Tetapi kakek itu tidak menghadap kearah Tong Kiam Ciu. Pemimpin Siauwlim itu menghadap kearah yang berlainan.

Berbareng dengan berhentinya suara teguran taysu itu terdengarlah suara tertawa terbahak-bahak. Kemudian muncullah seorang laki-laki berumur setengah abad. Laki-laki itu mengenakan jubah berwarna kuning. berwajah muram dan matanya sipit, bermulat lebar dan hidungnya seperti bawang merah.

Tahu-tahu laki-laki setengah abad umurnya itu telah berada didepan Eng Ciok Taysu. "Hey.. kepala gundul !” bentak orrang itu, kau berlagak betul, baru saja kau tiba di tempat ini tahu-tahu kau telah memamerkan kepandaianmu! Kau seolaholah mearasa yakin bahha kau akan memperoleh pedang pusaka Oey-liongkiam. Kau sudah begitu tua. mengapa begitu bodoh ingin juga turut memperebutkan pedang pusaka itu? ! Kalau begitu tujuanmu taysu. bukankah kedatanganmu ke puncak Ciok yong-hong dalam pertemuan Bu lim Tahwee berarti mengantarkan nyawa?” seru orang yang baru datang dan berhidung seperti bawang merah itu kemudian diselingi dengan senyuman lebar.

Kemudian terdengarlah orang itu tertawa terbahak-bahak yang bersifat sangat menyakitkan hati Eng Ciok Taysu. Orang yang berhidung bagaikan bawang merah itu tiada lain adalah Kiat Koan yang angkuh, dia adalah pemimpin partai persilatan Kong-tong.

"Hemmm.. . jika aku tidak akan mampu untuk merebut pedang itu, apakah kau kira bahwa kau akan mampu untuk merebutnya?”

"Betul, aku pasti dapat merebut pedang itu!” seru Kiat Koan dengan nada penuh kecongkakan . "Meskipun kau adalah seorahg tokoh persilatan yang penuh dengan perbuatan-perbuatan kotor dimasa lampau tetapi jika ternyata kau dapat merebut pedang itu maka aku bersumpah akan menjura tiga kali dihadapanmu!”

seru Eng Ciok Taysu dengan suara sinis.

"Hey kepala gundul, aku tiada gunanya berdebat denganmu! Karena ternyata kau memang pandai berbicara. Aku telah datang ke puncak Ciok yong-hong untuk mengambil bagian dalam penemuan Bu lim-tahwee. Satu-satunya orang yang paling kusegani adalah Pek-hi-siu-si. Tetapi aku tahu bahwa delapan tahun yang lalu kakek itu telah mendapat luka dalam yang sangat hebat. dan dia telah menyerahkan pedang Oey-liong-kiam kepada Hiong Hok Totiang dengan demikian dia telah mengundurkan diri. Selama beberapa tahun ini aku telah giat melatih dan memperdalam ilmu Bu sa ciang (tinju sapu jagad) maka kini aku merasa yakin dapat merobohkan para pendekar termasuk kau sendiri!” seru Kiat Koan dengan suara sombong dan senyumannya yang lebar memuakkan.

"Aiii.. Congkak benar si hidung bawang ini” pikir Tong Kiam Ciu "dia membual seenaknya saja, apakah dia menyangka bahwa dirinya yang paling jago di kolong langit ini ?!”

Pada saat itu tampaklah suatu perubahan pada diri sipendeta, sama sekali dia tidak dapat meneriakan kata-kata sombong dan sangat merendah orang lain itu. Maka sangat gusarlah hati Eng Ciok Taysu.

"Hayo iblis hidung bawang ! Sebetulnya siapa yang pandai bicara ? Aku atau kau !” seru Eng Ciok Taysu dengan gusar.

"Hah ? Tidak perlu kita terlalu banyak bicara. Jika kau masih meragukan ilmu Bu sa ciang kau dapat mencobanya !” seru Kiat Koan dengan nada suara menantarg dan gusar. Saat itu bulan masih memancarkan sinarnya yang terang dengan beriburibu bintang berhamburan di langit.

Ketika mendengar kata-kata yang pedas dan bersifat menantang itu tersinggunglah kesabaran Eng Ciok Taysu. Maka kakek gundul itu segera memperbaiki kuda-kudanya sambil melangkah satu tindak. Dengan sorot mata menyala Eng Ciok Taysu memandang sihidung bawang. Rupa-rupanya pertarungan hebat diantara kedua orang itu tidak dapat dihindari lagi.

Dalam detik yang panas dan menegangkan itu, tiba-tiba tampak dua buah bayangan tetah melayang dibarengi dengan seribitan angin sejuk. Bayangan itu telah datang dengan tiba-tiba dan tampak dua orang yang telah berdiri diantara kedua orang yang akan mengadakan pertandingan mengadu tebalnya kulit kerasnya tulang dengan saling bersikeras.

Bayangan yang satu adalah seorang laki-laki tua berpakaian seperti seorang pelajar, rambut dan jenggotnya telah putih, dipunggungnya terpampang sebilah pedang. Kakek itu yang terkenal dengan gelar Tie kiam suseng (si mahasiswa berpedang baja) pemimpin partai persilatan Tie kiam bun yang bernama Pek Giok Tong. Sedangkan bayangan yang satunya lagi adalah seorang rahib wanita yang berwajah kejam dan bersenjata tongkat. Dikalangan persilatan dia dikenai sebagai Siok-soat Shin-si.

Eng Ciok Taysu maupun Liat Kiat Koan merasa sangat terperanjat ketika menyaksikan kedatangan kedua orang tokoh itu.

Dengan pandangan mata penuh keheranan Kiat Koan memperhatikan kedatangan kedua orang itu dan berpikir, "Aneh, kakek dan nenek itu belum pernah datang ke puncak Ciok yong-hong untuk turut serta menghadiri pertemuan Bulim Tahwee. Tetapi sekarang.. . . “

Tie kiam su-seng tidak memperhatikan sama sekali keadaan pemimpin partai Kong-tong yang congkak itu. Ia hanya tersenyum dan mengangkat kedua tangannya menghaturkan hormat kepada Eng Ciok Taysu seraya berkata: "Eng Ciok Taysu. kita sudah lama tidak saling berjumpa. apakah Taysu baikbaik saja ? Taysu tidak perlu bertengkar dengan sihidung bawang itu. Jika betulbetul memang dia adalah seorang jago, maka dia dapat membuktikan kehebatan itu di puncak Ciok-yong hong nanti. Saat ini aku mempunyai suatu perkara yang akan dirundingkan dengan Taysu, maka sebaiknya kita cepat-cepat meninggalkan tempat ini sekarang !” seru kakek Pek Giok Tong.

Eng Ciok Taysu membalas hormat orang itu kemudian mengangkat wajahnya dan berseru dengan suara ramah dan sopan.

"Sama sekali aku tidak menduga akan pertemuan ini. Aku tak pernah memimpikan akan bertemu dengan saudara Pek dan Siok-soat Shin-ni ditempat ini. Saat ini kurasa sudah pada waktunya kita harus cepat-cepat meninggalkan tempat ini. Ayolah kita lekas meninggalkan tempat ini “

Kemudian tanpa menghiraukan lagi kepada Liat Kiat Koan, mereka bertiga segera berlalu dari tempat itu.

Diperlakukan seperti itu Liat Kiat Koan merasa gusar dan sangat mendongkol sekali. Tetapi si Hidung Bawang itu masih sempat mendengar ketiga orang itu menyebut- Ang-tok-ouw atau telaga Ang-tok dan kota Pek-seng.

"Kota Pek-seng. Apakah kitab ilmu silat Pek-seng betul-betul berada dikota Pek-seng ?” pikir Liat Kiat Koan sambil berjalan dengan menundukkan kepala menuju kepuncak Ciok yong-hong.

***** Pegunungan Heng san dengan puncaknya yang bernama Ciok yong-hong.

Ciok yong-hong adalah sebuah dataran tinggi seluas sekira seratus depa persegi ditumbuhi oleh rumput yang hijau dan tebal. Terdapat jurang yang sangat curam. Tiga sisi jurang itu terdapat hutan pohon beringin yang sangat rindang.

Memang tempat yang sangat mengagumkan dan tidak banyak terdapat di tempat lainnya. Puncak Ciok yong-hong mempunyai keistimewaan tersendiri. Dibawah sinar bulan purnama yang terang benderang itu tampaklah bayangan orang-orang yang mengupengi lapangan rumput hijau. Mereka terdiri dari tokoh-tokoh persilatan segala aliran. Baik aliran tua maupun muda yang telah menjagoi dunia persilatan puluhan tahun sampai para pendekar yang belum berpengalaman lama di dunia Bu-lim. Tetapi mereka telah bertemu dalam pertemuan Bu-lim-tahwee di puncak Ciok yong-hong dengan penuh hikmad.

Mereka itu adalah orang-oramg dari dunia Kang-ouw yang datang karena pertemuan itu untuk turut serta dalam perebutan pedang pusaka Oey-liongkiam. Meskipun sebagian besar adalah tokoh-tokoh tua dan berpengalaman namun ada juga yang datang ke tempat itu hanya untuk mencari pengalaman dan pengetahuan mereka saja. Mengingat bahwa mereka untuk memperebutkan pedang pusaka Oey-liong-kiam harus berhadapan dengan tokoh-tokoh sakti dan berkepandaian tinggi. Adapun bagi mereka yang pernah datang untuk yang kesekian kalinya dalam pertemuan Bu-lim tahwee kali ini banyak dikunjungi dengan luar biasa sekali.

Tetapi mereka belum menyaksikan kehadiran Pek-hi-siu-si yang telah keluar sebagai pemerang pada pertemuan yang lalu Pek-hi-siu-si yang berhasil memboyong pedang pusaka Naga kuning itu dari puncak Ciok yong-hong. Saat itu mereka juga belum melihat Eng Ciok Taysu, Hiong Hok Totiang dan pendekarpendekar lainnya yang mempunyai ilmu hampir setarap dengan Pek-hi-siu-si.

Sebelum fajar menyingsing Liat Kiat Koan telah datang dan menghormat kepada para hadirin yang berjubal di tempat itu. Pemimpin partai persilatan Kong-tong itu menghormat dengan sikapnya yang angkuh sekali dan tampak menjengkelkan. "Bukankah si gundul kakek dan nenek tadi telah mendahului menuju kepuncak ini. Tetapi kemana perginya mereka itu ? Apakah mereka menuju ke Ang-tok-ouw ?” pikir Liat Kiat Koan sambil matanya memandang ke mana-mana mencari-cari ketiga orang itu.

Tetapi sesaat kemudian kakek Eng Ciok Taysu telah datang karena itu dengan langkah tenang dan pasti mendekati orang-orang lan yang bergerumbel menantikan pertandingan segera dimulai.

"Tidak diduga bahwa ternyata kau sangat terlambat !” seru Kiat Koan, katakata itu dilontarkan dengan nada mengejek, "kemana kawan-kawanmu tadi, apakah mereka merasa gentar ? Juga kenapa pula Pek-hi-siu-si, mengapa belum kelihatan berada di tempat ini ? Jika Pek-hi-siu-si merasa gentar dan takut datang disini tetapi Hiong Hok Totiang yang telah me nyimpan titipan pedang itu harus pula sudah berada ditempat ini” seru Kiat Koan dengan nada suara seenaknya sendiri, congkak dan mencibir.

"Siapa bilang tidak berani datang!” bentak Kiam Ciu dengan gusar.

Suara bentakan yang keras dan berani itu ternyata mengejutkan semua yang haditr dipuncak Ciok-yong-hong. Semuanya memandang kearah Kiam Ciu.

Mereka merasa heran dengan tertampaknya seorang pemuda tampan dan masih sangat muda dengan pakaian serba putih perak sedang berdiri dengan tenang dan bersidakep di bawah pohon beringin yang rindang, sedang di punggungnya terpampang menyembul sebilah pedang pusaka. Pedang yang selalu dijadikan perebutan dikalangan Kang-ouw, Pedang Oey-Liong-Kiam.

Kedatangan Tong Kiam Ciu membuat segenap orang yang menaruh simpati kepada pemuda itu merasa sayang dan merasa sangat heran. Heran karena dengan cara bagaimana pemuda itu dapat tiba ditempat pertemuan Bu lim tahwee. Sayang dan cemas bahwa usia pemuda tampan itu masih sangat muda dan belum berpengalaman. Jika dia harus bertarung dengan jago-jago dari golongan tua yang lihay dan ulung seperti Eng Ciok Taysu, Pek Giok Tong atau si mahasiswa berpedang baja, juga masih banyak lagi tokoh-tokoh tua lainnya, Bukankah kedatangannya di tempat itu hanya untuk mengantarkan nyawa belaka. Ketika menyaksikan munculnya seorang pemuda tampan berpakaian serba putih bagaikan perak itu, Liat Kiat Koan tertawa tergelak-gelak.

"Haaaa-haaaa.. kukira jago silai yang macam apa. Tidak tahunya hanyalah seorang pemuda yang masih ingusan. Sudahlah kau akhiri sampai disini ketololanmu, kau berlututlah di hadapanku dan serahkanlah pedang pusaka Oeyliong-kiam kepadaku. Aku akan mengampuni nyawamu tanpa mengucurkan setetes darahpun dari tubuhmu!” seru Liat Kiat Koan sambil menyeringai kearah Tong Kiam Ciu. Pemuda itu tampak tenang-tenang saja, lalu sambil menatap kearah wajah Liar Kiat Koan dia berseru.

"Eng Ciok Taysu pernah mengatakan bahwa kau terlalu banyak berbuat kekejian yang terkutuk!. Jika kau menhendaki pedang pusaka Oey-liong-kiam maka kupersilahkan kau untuk mengambilnya sendiri!” seru Kiam Ciu dengan suara halus mendatar tetapi cukup tajam.

Mendapat tantangan yang demikian rupa dari seorang pemuda yang pantas menjadi anaknya itu, Liat Kiat Koan adalah seorang pemimpin partai persilatan yang cukup besar, tak dapat lagi menahan kegusaran. Denjan tiba-tiba hawa kemarahan telah berkobar-kobar membakar kesabaran dan kebijaksanaannya.

"Hay anak muda! Terimalah serangan awas” bentak Liat Kiat Koan sambil mengirimkan serangan tinjunya kearah dada Kiam Ciu dengan jurus pukulan Hong-ki-in-yong atau Angin bergerak mega melayang.

Tetapi Kiam Ciu tidak berusaha untuk menghindari serangan pukuan tinju itu. Malah tampaklah pemuda itu melangkah maju seolah-olah memapaki serangan lawannya dan membiarkan pukulan itu menumbuk dadanya. Kiam Ciu mengan kat kedua tinu untuk balas menyerang.

Benturan adu tenaga dalam itu mengakibatkan suara ledakan dan tampaklah hal yang luar biasa. Liat Kiat Koan terpental sampai beberapa langkah kebelakang dengan tindakan berat.

Semua yang hadir di tempat itu merasa kagum dan bergumam memuji kehebatan Kiam Ciu. Ternyata hanya dalam permainan satu jurus saja, pemimpin partai persilatan Kong-tong telah dapat dirubuhkan oleh seorang pemuda yang tampaknya masih sangat muda dan belum berpengalaman. Padahal Liat Kiat Koan seorang tokoh luar-biasa dan kejam, ternyata dapat dipermainkan oleh seorang pemuda yang belum berpengalaman.

"Hay Liat Kiat Koan kau telah turut serta dalam pertemuan Bu lim-tahwee ini, apakah kau tidak mengetahui peraturan Bu-lim?” tegur Eng Ciok Taysu dengan suara lantang dan tegas.

Liat Kiat Koan merasa sangat malu dan gusar sekali karena telah dipermainkan oleh Kiam Ciu dan hingga terhuyung hampir kehilangan keseimbangannya. Ketika mendengar teguran dari Eng Ciok Taysu, maka dia menjadi sangat marah sekali dat sambil menghunus pedang dia membentak: "Hay gundul! Peraturan apa yang harus aku ketahui ?” bentak Kiat Koan dengan congkak, "Dalam dunia Kang-ouw siapa yang tangguh maka dialah yang selalu betul. Maka hari ini bukanlah siapa yang betul dalam hal ini”

"Aku tidak merasa gembira untuk bertarung denganmu !” sahut Eng Ciok Taysu, "aku hanya merasa kecewa terhadap partai Kong-tong yang tidak mengenal petaiuran Bu lim dan aku lebih kecewa lagi justru ketololan itu telah sengaja dipamerkah dihadapan orang gagah dalam pertempuran ini oleh pemimpin partai itu sendiri !” seru Eng Ciok Taysu dengan nada tajam dan menghina. Setelah kakek itu mengakhiri kata-katanya, Kiat Koan sudah hendak menyerangnya, tetapi tiba-tiba Tong Kiam Ciu telah meloncat kedepan dan menghormat kepada Eng Ciok Taysu seraya berseru dengan sopan.

"Taysu . . sebenarnya Liat Kiat Koan ingin menghajarku. Biarlah persoalan dengan orang ini aku yang menghadapinya!” setelah selesai dengan kata-kata itu sekali lagi pemuda itu membongkok dan memutar tubuh berpaling kepada Liat Kiat Koan. "Jika kau memang tidak mengindahkan peraturan. ayolah serang aku !” seru Tong Kiam Ciu dengan suara lantang menantang.

"Haa..ha.hahh ternyata kau sudah bosan hidup dan menginginkan tusukan pedang !” seru Liat Kiat Koan dengan suara congkak.

"Aku tidak takabur, tetapi untuk melayani orang semacam dirimu ini. kurasa dengan kedua belah tangan kosong ini saja sudah cukup.” kata Tong Kiam Ciu sambil mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi.

Apa yang diucapkan oleh Tong Kiam Ciu itu sangat sederhana dan biasa.

Tetapi Liat Kiat Koan merasa sangat gusar hingga tubuhnya menjadi gemetar karena menahan gejolak kemarahannya itu, karena dia menganggap bahwa Kiam Ciu sangat menghina dirinya. Maka dengan luapan gejolak kemarahan yang tak terbendung lagi, Liat Kiat Koan telah meloncat menyerang dada Kiam Ciu dengan jeritan kemarahan.

Tetapi Tong Kiam Ciu dengan tenang hanya mengegoskan tubuhnya kesamping sedikit. Karena gerakan tiba-tiba Kiam Ciu itu sehingga lawannya terhuyung membacok tempat kosong. Dalam keadaan itu maka dengan sigap pula tangan kanan Kiam Ciu menghantam bahu kanan Kiat Koan, sehingga lakilaki kasar dan sombong itu terpaksa harus menggelundung kesamping menghindari serargan Kiam Ciu yang berbahaya itu.

"Bagus !” seru Liat Kiat Koan dengan tidak sengaja memuji Kiam Ciu.

Sesaat kemudian dengan pura-pura terhuyung Liat Kiat Koan membalas mengirimkan pukulan tinju tangan kiri kearah Kiam Ciu dengan mempergunakan jurus Hui-Ing-pok-ciu atau Burung elang menerkam anak ayam. Tampaklah kelebatan tangan kiri yang menyerang Kiam Ciu jari jemarinya mengembang untuk mencengkeram tenggorokkan lawan.

Dengan bersikap tenang dan waspada Kiam Ciu memiringkan tubuh dan meloncat kebelakang dua langkah sambil melindungi dadanya dengan lengan menyilang. Kiam Ciu menyadari bahwa lawannya adalah seorang yang berilmu luar biasa dan disamping kehebatan ilmunya Liat Kiat Koan ini mempunyai watak yang sangat licik sekail Maka loncatan Kiam Ciu kebelakang itu dibarengi dengan sebuah tangkisan.

Ternyata serangan tangan kiri Liat Kiat Koan itu hanyalah suatu siasat pancingan belaka. Dengan kecepatan luar biasa laki-laki itu telah meloncat keatas dengan maksud melampaui kepala Kiam Ciu dan mengarah hulu pedang Oey-liong-kiam yang terpapang dipunggung Kiam Ciu.

Tetapi betapa kagetnya Kiat Koan ketika menerima kenyataan yang sangat luar biasa dan cepat sekali. Kiam Ciu dengan gerakkan yang sangat luar biasa telah mengangkat kedua tapak tangannya menghadap kelangit. Berbareng dengan itu kedua tapak tangan telah melekat ke tapak kaki Kiat Koan hingga tidak sempat untuk berbuat apa-apa. Yang dirasakannya dirinya telah melambung karena lontaran keras. Hingga Kiat Koan terbanting ditanah.

"Wuutt !” terdengar sebuah sambaran lengan baju pemuda itu kearah wajah Kiat Koan, tamparan lengan baju yang sangat hebat dan bertenaga luar biasa hingga laki-laki itu terjengkang.

"Aduhhh !” teriak Kiat Kan sambil meloncat kebelakang membuang diri beberapa langkah dan tangan kirinya memegang pipi yang terasa panas.

Tenaga dalam sakti yang memang betul-betul luar biasa yang telah dikuasai oleh Tong Kiam Ciu yang ternyata sangat berguna. Kiam Ciu telah menghajar Kiat Koan dengan hebat, tetapi Kiat Koan tidak mengucurkan darah diri lukanya.

Luka yang tidak mengucurkan darah itu sebenarnya malah sukar untuk diobati. Tamparan maut itu memang tidak nampak luar biaia, tetapi memang disengaja oleh Kiam Ciu untuk mengajar adat kepada orang yang bersifat sombong dan tidak menghargai orang lain itu.

Orang-orang yang berada ditempat itu hampir serentak memuji kehebatan Kiam Ciu. Diantara orang itu tampik pula seorang laki-laki yang berpakaian compang camping yang tampak selalu mengikuti jejak Kiam Ciu.

Liat Kiat Koan menerima kenyataan kehebatan Kiam Ciu dengan perasaan sangat gusar sekali. Pada saat itu dia belum merasakan akibat dari tamparan Kiam Ciu tadi. Bahkan dia menjadi sangat marah sekali.

Dengan mengembangkan jurus Hong-lui-kiam-kie atau Badai dan Geledek saling menyambar, Liat Kiat Koan menyerang lagi. Serangannya yang didasari oleh gejolak kemarahan yang luar biasa melupakan itu membuat semua yang dimaksudkan meleset. Bacokan dan tusukan pedangnya ternyata hanya menyambar tempat kosong belaka, sedangkan Kiam Ciu nampak memiringkan tubuhnya sambil melindungi dada dengan menyilangkan kedua tapak tangan.

Dengan gerakkan cepat sekali Kiam Ciu memutar tubuh dan sisa tapak tangannya menghantam bahu Kiat Koan. Hantaman itu dapat dihindari oleh lawan dengan menggelundung ketanah beberapa kali menjauh. Kemudian Kiat Koan meloncat berdiri dan menyerang lagi dengan serangan pedang kearah dada Kiam Ciu. Kembali Kiat Koan menyerang Kiam Ciu dengan jurus Hong-lui-kiam-kie.

Kiam Ciu meloncat kebelakang dua langkah dan serangan membadai Kiat Koan mendesak terus. Tetapi lor.ca tan kebelakang Kiam Ciu itu hinya ?uatu lo?ca ran untuk membetulkan porsinya saja, ketika tu aukan ujuDg pedang Kiat Koan hampir meoyen tuh ulu hati Kiam Cju, maki pemuda itu dengan gerakkan meloncat dan cepat sekali sarnbil mei g hantamkan tinju bajanya kepergelangan tangan Kiat Koan yang menggenggam pedang.

"Dess! Trang . . aduh!” terdengar suara-suara berbareng. Tampaklah tangan kanan Kiat Koan terkulai sedangkan tangan kiri menggenggam pergelangan tangan kanan dan pedangnya telah menggeletak ditanah patah menjadi dua.

Tampaklah Kiat Koan melompat kebelskang kira-kira lima langkah sambil menggenggam pergelangan tangannya. Laki-laki congkak itu merasa khawatir kalau sampai mendapat tamparan lagi dari Kiam Ciu. Dengan mata memandang penuh kekaguman kepada anak muda itu Kiat Koan berusaha memulihkan rasa nyeri ditangan kanannya. Sedangkan Kiam Ciu hanya berdiri memperhatikan Liat Kiat Koan dengan tersenyum-senyum dan wajahnya berseri.

Hampir berbareng pula segenap hadirin di lapangan rumput dipuncak Ciok yong-hong berseru kagum atas kelihayan pemuda tampan yang membekal pedang pusaka Jendral Gak Hui ialah pedang Oey-liong-Kiam. Kemudian Eng Ciok Taysu telah melangkah ditengah-tengah arena. Laki-laki gundul itu merasa sangat kagum atas kesudahan pertempuran yang luar biasa itu. Mulai saat itu dia berjanji tidak akan lagi menginginkan untuk turut memperebutkan pedang pusaka Oey-liong-kiam. "Saudara-saudara sekalian! Kita sekalian yangb telah mendatangi pertemuan Bulim tahwee, harus mentaati segala macam peraturan Bu lim. Tetapi pertemuan ini ternyata telah dikacau oleh seseorang yang tidak mau menaati segala peraturan itu !” Eng Ciok Taysu berhenti sejenak. dia menunggu reaksi dari ucapannya itu. Tetapi segenap hadirin tetap tenang dan tidak ada yang memberikan reaksi. Maka kakek itu lalu meneruskan kata-katanya: "Kini aku ingin mengajukan sebuah usul dalam pertemuan orang-orang gagah hari ini. Kita tidak akan memperebutkan lagi pedang pusaka nomor satu dikolong langit Oey-liong-kiam. Tetapi kita.. .kita akan membicarakan tentang sebuah kitab pusaka. Saudara-saudara sekalian, tentunya saudara-saudara telah mengetahui sebuah telaga yang bernama Ang-tok-ouw yarg terletak dlsebelah Utara Propensi Anhwee. Didalam telaga itu terdapat reruntuhan kota kuno yang bernama Pek seng. Di kota itulah katanya terdapat sebuab kitab kuno ilmu silat yang didahamnya tertulis ilmu merawat tubuh agar menjadi kuat dan awet muda serta kebal terhadap senjata tajam dan racun. Juga telah memuat pelajaran ilmu silat yang luar biasa hebatnya. Inilah usulku : Barang siapa yang berhasil memperoleh kitab pusaka itu maka dialah pula yang berhak atas pedang pusaka Oey-liang-kiam, sebagai imbalan atas kemampuannya mendapat kitab pusaka Pek Seng itu !” sesaat Eng Ciok Taysu terhenti.

"Kini kita tidak akan memperebutkan pedang pusaka Oey-liang-kiam yang berada ditangan Tong Kiam Ciu Siawhiap, Pendekar muda ini baru saja telah membuktikan bahwa untuk saat ini dialah yang pantas melindungi pedang pusaka Oey-liang-kiam itu.!” Eng Ciok Taysu berhenti sampai disini usulnya dan menyerahkan kepada pendapat hadirin semuanya.

Oey Liong Kiam  Pada umumnya segenap hadirin menyetujul usul kakek itu. Kedatangan Pek Giok Tong dan Siok soat Shin-ni ditempat itu bukannya untuk turut memperebutkan pedang pusaka Oey-liang-kiam. Mereka berdua datang di dataran tinggi puncak Ciok-yong-hong untuk mengajak Eng Ciok Taysu untuk mencari kitab pusaka seperti yang diutarakan tadi. Hanya mereka merasa khawatir kalau sampai kitab pusaka itu jatuh ketangan golongan hitam yang kejam dan keji tindak tanduknya. Karena merasa khawatir dan telah mendengar khabar bahwa dikalangan Bu-lim telah muncul seseorang yang sangat lihay, orang itu telah datang dari propinsi dekat tapal batas dan bermaksud untuk mencari kitab kuno Pek-seng. Banyak orang telah menjadi korban. Dia terkenal dengan nama "Kwa Sit". Itulah salah satu sebab hingga Pek Giok Tong dan Sioksoat Shin-ni dalam pertemuan Bu lim tahwee. Ialah disamping mereka datang untuk mengajak Eng Ciok Taysu untuk mencari kitab pusaka kuno Pek-seng, Mereka juga ingin menggabungkan semua orang yang telah berada dipadang rumput itu untuk mengepung bersama Kwa Sit. Kwa Sit yang terkenal sangat lihay. Eng Ciok Taysu telah berhasil mengajukan usul didepan pertemuan kaum gagah dari segala aliran itu. Ternyata usul itu dapat diterima dengan saksama.

Perebutan pusaka Oey-liang-kiam ditunda dulu. Tetapi dia ragu-ragu apakah dia akan berhasil mengajakkan kepada segenap hadirin untuk serentak dan beramai-ramai untuk menangkap dan menggempur orang she Kwa.

"Hadirin sekalian itulah usulku dan sekarang kuharapkan agar saudarasaudara sekalian menyiarkan berita ini, barang siapa yang ingin merebut pedang pusaka Oey-liang-kiam. harap mereka terlebih dahulu pergi ke telaga Ang-tok-ouw untuk mencari kitab Pek-seng.. “ seru Eng Ciok Taysu dengan cukup keras dan wajah berseri penuh keyakinan.

Tetapi belum lagi Eng Ciok Taysu selesai mengucapian kata-kata itu dengan tiba-tiba Liat Kiat Koan meloncat menerkam Tong Kiam Ciu yang tengah memperhatikan dan tekun mengikuti pembicaraan Eng Ciok Taysu. Sebelum menerkam tadi Liat Kiat Koan telah melemparkan kewajah Kiam Ciu seraup benda-benda hitam yang ternyata adalah jarum-jarum yang sangat beracun dengan jurus Bu-sa-to-ciang atau Tinju Sapu Jagad. Senjata rahasia yang paling keji dan terampuh. "Awas!” seru Eng Ciok Taysn dengan suara lantang kearah Kiam Ciu.

Toog Kiam Ciu merasa terkejut sekali dan dengan gerak lincah dia telah meloncat menghindari serangan senjata rahasia jarum beracun itu. Namun walaupun bagaimana gerakan kelincahan pemuda itu, luput pula beberapa buah jarum telah mengeram ditubuhnya.

Karena jumlah jarum yang dikerahkan dengan ilmu Bu-sa-to-ciang oleh Liat Kiat Koan itu sangat banyak, maka tidak mungkin bagi Kiam Ciu untuk menghalau semuanya walau bagaimana hebatnyapun ilmu pemuda itu.

Beberapa saat kemudian terasalah matanya berkunang-kunang, jarum-jarum yang telah membenam dalam daging pemuda itu telah mulai menjalankan tugasnya dan mengadakan reaksinya. Racun ganas itu telah menyerap dalam darah dan sedikit demi sedikit telah menguasai simpul-simpul syarafnya menghantam ke otak dan jantung Kiam Ciu dengan cepat.

Suasana ditempat itu menjadi gaduh akibat dari asap hitam yang telah dikeluarkan dari jarum-jarum berbisi Liat Kiat Koan itu. Sedangkan Kiam Ciu telah menotok jatuh terduduk dengan tubuh lunglai, secara lamat-lamat kesadarannya masih ada, pendengarannya masih dapat menangkap kegaduhan secara lemah sekali. Tetapi sekilas pandangan matanya masih dapat melihat kelebatan bayangan Liat Kiat Koan menyambar pedang Oey-liong-kiam yang terpampang dipunggung Kiam Ciu. Tetapi pemuda iiu sudah tidak dapat berbuat apa-apa. Dia hanya pasrah dan sebelum kesadarannya hilang sama sekali dia mendengar bentakan Liat Kiat Koan.

"Hey Cong San Lokoay! Jangan kau bermaksud memancing diair keruh!” Kemudian Tong Kiam Ciu telah menjadi sangat lemah sendi-sendi tulangnya.

Barulah pemuda itu teringat dengan ilmu Bo-kit-sin-kong. Dengan memusatkan pikiran dan mengerahkan Bo-kit-sin-kong, namun racun telah menyarap lebih kedalam lagi dan menghantam kesadaran pemuda itu hingga tiada gunanya lagi mengerahkan Sinkang yang maha hebat itu. Semuanya telah menjadi gelap dan dia telah tidak mendengarkan apa-apa lagi, setelah itu dia merasakan tubuhnya diangkat seseorang dan Tong Kiam Ciu tidak ingat sama sekali.

Sampai berapa lama pemuda itu dalam keadaan pingsan tidak mengetahuinya. Hanya saat itu telah lewat terlalu lama sekali kemudian dengan cepat Kiam Ciu membuka kelopak matanya. Ketika baru saja dia membuka kelopak matanya tiba-tiba sebuah suara yang parau kedengarannya telah menegur. "Hey bocah cilik ! Sudah lama sekali tidak bertemu ! Kau sekarang ternyata sudah besar dan dewasa, apakah kau masih ingat padaku.. ?!” seru seorang laki-laki berwajah kuning dan tersenyum kepada Kiam Ciu.

Suara orang itu seperti pernah dikenalnya tetapi sampai sekian saat pemuda itu belum ingat dimana dan kapan dia pernah bertemu dengan orang itu.

Sedangkan kepalanya masih terkadang terasa pening.

Tiba-tiba ketika Kiam Ciu mengamati orang tua yang berdiri disampingnya dan terlihat pedang pusaka Oey-liong-kiam. Maka dengan tidak berpikir panjang lagi Kiam Ciu telah mengerahkan tenaga Sin-kang dan berusaha untuk meloncat menerkam orang yang memegang pedang pusaka Oey-liong-kiam dan kini tengah tersenyum-senyum dengan wajah yang sangat mengerikan itu.

Tetapi ternyata loncatan itu justru mengakibatkan suatu rasa yang lebih parah lagi. Kiam Ciu ternyata tidak dapat menggerakkan tubuhnya. Justru gerakkannya itu membuat seluruh tubuhnya bagaikan dipotong-potong dan nyeri sekali. Kiam Ciu terkulai lemah tetapi dari mulutnya tidak keluar sebuah rintihanpun.

Dipandanginya kakek itu dengan mata penuh rasa keheranan karena seolaholah Kiam Ciu pernah bertemu dengan kakek itu. Tetapi lupa-lupa ingat.

Hingga lama Kiam Ciu memandang kakek itu dengan kening berkerut.

Sedangkan kakek berwajah kuning itu tersenyum membiarkan pemuda itu penuh tanda tanya. Hingga sesaat Kiam Ciu mengingat-ingat, ketika tiba-tiba dia menjadi kaget berbareng girang. Ternyata orang itu adalah sikakek berwajah kuning mengerikan yang pernah merampas buah merah sembilan tahun yang lalu ialah kakek Kun-si Mo-kun.

"Locianpwee !” seru Tong Kiam Ciu dengan suara tertahan.

"Heh hee hehh.. Hemmm.. sudah sembilan tahun ya ? Sudah lama sekali.

Selama itu aku sudah mengelilingi dunia mengelilinfi dunia he.he.he” kata kakek itu seraya tertawa-tawa lucu, kemudian merogoh sakunya dan mengeluarkan sesuatu sejenis akar dan diperlihatkan kepada Kiam Ciu.

"Inilah hasilnya , , , dari jerih payahku mengelilingi pelosok dunia ini selama sembilan tahun lamanya. Akar ini bernama Lok-bwee-kim-keng.hemm.. akar ini khasiatnya sama hebatnya dengan buah merah yang pernah kau berikan kepadaku dulu. Hee.. hehhee.. aku sama sekali tidak menyangka bahwa hari ini dapat bertemu denganmu dan dapat membalas budimu itu.. heh.hee heeheh.

Selama ini aku merasa tidak tenang karena berhutang nyawa denganmu jebeng.. “ kata-kata kakek itu sangat sederhana tetapi mengharukan hati Kiam Ciu dalam keadaan seperti sekarang itu. Kemudian Kun-sif Mo-kun mencium akar yang digenggam ditangan kanan itu.

"Siapa namamu jebeng ? Nanti dulu kuingat-ingat ya . .Tong. Tong . hingga lama sekali tetapi kakek itu belum menemukan kelanjutan perpanjangan nama pemuda itu. "Kiam Ciu !” seru pemuda itu meneruskan. "Ohhh iya. Tong Kiam Ciu. Nama yang bagut sekali ! Makin tua makin tumpul otakku ini rasanya.. hee..hee..heh”

sambung Kun-si Mo-kun dengan tertawa-tawa riang.

"Mengapa Locianpwee juga berada disini?” tegur Kiam Ciu.

"Heeee heee aku berhak berada dimana saja bukan?” jawab Kun-si Mo-kun dengan sangat lucu sekali.

"Hey bocah Kiam Ctu, apakah kau tahu mengapa aku bersusah payah untuk mendapatkan akar ini?” tegur Kun-si Mo-kun.

"Mungkin Locianpwee ingin menjadi lebih lihay lagi!” jawiab Kiam Ciu dengan tegas dan memperhatikan sorot mata kakek itu dalam-dalam.

"Heeee heee dengan tak langsung tebakkanmu itu betul juga, dipuncak Hionglo-hong di pegunungan Bu kong-san yang terletak di Propinsi Sansi, terdapat satu lembah itu tersembunyi sebuah kitab pusaka yang bernama Kiam-si-bukong (ilmu silat sakti) tetapi dilembah itu terdapat serangga-serangga berbisa yang sangat ganas. Sehingga siapapun yarg menghendaki kitab pusaka itu selalu menemui kebinasaan dilembah itu karena bisa serangga-serangga itu.

Kitab itu begitu besar daya tariknya, sehingga jago-jago silat kenamaan dan jago silat aneh seperti Ji-lui sam-ki, Thian-hia-ji-kun, Tok giam lo dam Ciam Gwat.. “

belum selesai kata-kata kakek itu ditukas oleh Tong Kiam Ciu dengan suara lantang dan terperanjat. "Ciam Gwat ?” seru Kiam Ciu dengan perubahan wajah meradang.

"Ya ! Apakah kau pernah melihat atau mengenalnya ?” sambung Kun-si Mokun dengan sorot mata mendesak.

"Tidak ! E.. maksudku belum !” jawab Kiam Ciu gugup.

"Kau agaknya menjadi baru mendengar namanya saja ? Hee-heh-heh-heee”

sambung Kun-si Mo-kun menyelidik dan curiga.

"Aku hanya pernah mendengar bahwa Ciam Cwat adalah jago silat luar biasa yang kejam !” sambung Kiam Ciu ingin tahu lebih lanjut.

"Apakah kau percaya bahwa dia betul-betul kejam?” sambung Kun-si-Mo-kun sambil memandang kearah Kiam Ciu dengan tajam.

"Ya!” seru pemuda itu dengan singkat dan tegas.

"Ya? Tetapi meagapa tentang cerita diriku bahwa kau tidak merasa yakin benar-benar bahwa aku seorang yang kejam?” seru Kun-si Mo-kun.

Kiam Ciu tertunduk tidak dapat menjawab seolah-olah pemuda itu tersudut pada suatu persoalan. "Sudahlah, sudahlah, aku akan melanjutkan ceritaku yang barusan tadi", sela kakek 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar