Warisan Jenderal Gak Hui Jilid 10

Jilid ke 10

TANTANGAN Kwi Ong yang bersifat mengejek dan merendahkan Tong Kiam Ciu itu menimbulkan rasa panas dihati siapa saja yang mendengarkan. Bukan saja Tong Kiam Ciu namun lawan dan kawan pemuda itu merasa gusar. Tong Kiam Ciu meloncat melalui jendela terjun ke tanah.

Begitu indahnya pemuda itu telah melayang dan berdiri diatas tanah dengan sangat lunak sekali. Dibelakangnya menyusul pula Siok Soat dan Ceng-hi Sio-li.

Menyaksikan orang yang ditantangnya itu telah berdiri diatas tanah yang tiada jauh dari tempatnya. Maka Kwi Ong dengan langkah pasti dan dia buat bersuara dengan tekanan kaki keatas tanah berbatu-batu itu dengan mengerahkan sin-kangnya untuk pamer kelihayannya. Hingga tanah yang dipijaknya itu terlihat tapak bekas kakinya.

Kiam Ciu tidak merasa gentar hati berhadapan dengan orang keji itu. Dia mengawasi wajah Kwi Ong dengan mata waspada.

Ketika Kwi Ong berada tiada jauh lagi dihadapan Kiam Ciu, tiba-tiba pemuda itu meloncat menerkam dada Kwi Ong dengan tangkas sekali.

Namun Kwi Ong sudah bertekad untuk membinasakan Kiam Ciu. Dia telah memiringkan tubuh dan dengan ilmu cakaran garuda saktinya dia akan membinasakan Kiam Ciu. Pada saat itu banyak para pandekar silat yang berada di tempat itu disamping para pendekar dari aliran tua, juga terdapat lebih dari empat puluh pendekar silat daerah pertengahan berada di tempat itu. Mereka telah menyaksikan sikap Kwi Ong yang keji dan akan membinasakan Tong Kiam Ciu.

Mereka telah mengenal jiwa dan watak Kiam Ciu. Seorang pemuda yang mempunyai ilmu silat lihay, berwatak sairia dan berbudi luhur. Maka banyaklah bahkan hampir semuanya membantu Kiam Ciu.

Pada saat kritis itu dimana Kwi Ong telah melayang dan mengarahkan jari jemarinya yang beracun itu kearah wajah dan dada Kiam Ciu, tiba-tiba tampaklah sebuah bayangan berkelebat di tengah-tengah kedua orang yang tengah mengadu sinkang itu.

Tampaklah kedua orang itu terpental bersama. Kiam Ciu terpelanting kembali dan jatuh begitu pula Kwi Ong mendorong balik dan jatuh pula, kedua orang itu merasa kagum akan kehebatan orang itu.

Bersamaan dengan itu pula telah terdengar pekikan Shin Kai Lolo tahu-tahu tubnh nenek itu telah melesat dan berdiri dihadapan Kwi Ong, yang juga disusul oleh Kun-si Mo-kun, Siok Siat Shin-ni, Eng Ciok Taysu, Tie-kiam suseng, Teng Siok Siat dan Ceng-hi-sio-li. Mereka berdiri dihadapan Kwi Ong dengan sikap menantang. Kemudian tampak pula kelebatan tiga sosok tubuh yang ternyata adalah orang-orang yang semula bersikap seolah-olah membantu Kwi Ong. Orangorang itu tidak lain ialah: Tay Jat Cin Jin, Ciok Hok Lo To dan Liat Kiat Koan mereka telah berdiri dan meghadapi Kwi Ong dengan sikap menantang pula.

Kwi Ong menyaksikan semuanya itu dengan terperanjat, tiap kali dia memandangi wajah orang-orang yang menggempurnya itu dengan satu perhitungan dan mengernyitkan kening. Namun dia tidak merasa gentar menghadapi mereka itu semuanya. Diapun telah menyangka bahwa akhirnya dia harus berhadapan dengan sekian banyak pendekar di daerah pertengahan.

Hal itu memang telah diperhitungkannya! Untuk menghadapi Kun-si Mo-kun saja yang menggunakan siasat Ngo-likiat-ceng, dia tidak mampu. Apalagi kini dia harus menghadapi sekian banyaknya jago-jago silat tangguh. Maka dalam hati sebenarnya Kwi Ong mengeluh. Tetapi terbawa dengan sikap sombong dan tidak mau ditundukkan maka dia segera mencabut pedang Oey Liong Kiam.

Sebenarnya Kwt Ong menyadari dengan meawan sekian banyak orangorang gagah yang memang berilmu lihay dan berbagai aliran perguruan atau partai persilatan itu maka dia berarti akan mengantarkan jiwa.

Namun untuk mengundurkan diri Kwi Ong merasa malu. Maka karena tekanan semua perasaan dan untuk menguasai semuanya itu justru Kwi Ong lalu tertawa terbahak-bahak.

"Sebenarnya aku telah berbuat terlalu lunak. Aku telah banyak mengampuni nyawa banyak pendekar di daerah pertengahan ini! Namun kini aku terpaksa menyampaikan janjiku untuk menumpas jago-jago silat di daerah pertengahan ini !” seru Kwi Ong dengan sikap sombong dan siap menyerang.

Dengan pedang Oey Liong Kiam di tangan kanan dia telah memamerkan permainan ilmu silat bersenjata pedang itu dengan sangat hebat sekali. Dalam sekejap mata saja seolah-olah tubuhnya telah dikurung oleh kilauan-kilauan sinar pedang yang memancarkan cahaya biru dan menyilaukan mata.

Tampaklah seolah-olah tangan Kwi Ong telah berubah menjadi beberapa pasang dan masing-masing memegang pedang Oey Liong Kiam dengan suara gemuruh yang diakibatkan oleh angin sambaran pedang itu.

Semua orang yang menyaksikan permainan pedang itu merasa kagum.

Sampai sekian lamanya dan sampai beberapa jurus Kwi Ong telah memutarmutar pedangnya namun tiada seorangpun dari para jago silat itu yang melawan atau membalas menyerang Kwi Ong. Mereka hanya berloncatan menjauh atau menghindari tiap sabetan, bacokan maupun tusukan pedang Kwi Ong itu. Ketika mendapat kenyataan seperti itu, maka Kwi Ong lalu menarik kembali serangan-serangannya. Dia memandang kearah orang-orang itu dengan wajah yang tampak sangat seram dan mata merah menyala oleh dendam dan marah.

Kwi Ong membentak dan menantang para pendekar.

"Hey mengapa kalian tidak melawanku ? Apakah kalian takut ?” tanya Kwi Ong dengan suara sombong dan congkak seru menantang.

Berbareng dengan berakhirnya kata-kata itu dia telah menyerang kearah barisan para pendekar dari daerah pertengahan itu dengan tikaman keras dan menimbulkan hawa gemuruh juga.

"Tahan !” terdengar bentakan menggeledek dan ternyata suara bentakan itu begitu hebat dan mempunyai pengaruh hebat pula terhadap Kwi Ong.

Ternyata orang yang membentak itu tiada lain ialah teorang kakek berjenggot putih dan panjang tiada lain ialah Tay Jat Cin Jin.

Tay Jat Cin Jin meloncat dihadapan Kwi Ong. Sambil memandang Kwi Ong tanpa berkedip dan ternyata pandangan mata kakek itu sangat berwibawa dan membangkitkan suatu perasaan malu dan segan di hati Kwi Ong.

"Aku sudah tua, tetapi aku berani melawan kau! Kau tidak perlu melawan banyak, orang !” seru Tay Jat Cin Jin sambil memandang mata Kwi Ong.

Selanjutnya berkata lagi "Jika kau mau mendengarkan usulku yang bijaksana ini, kukira pertumpahan darah dapat dihindarkan !".

Saat itu hati Kwi Ong yang biasanya keras seperti baja dan wataknya yang sombong serta telengas itu, benar-benar telah dapat dilunakan oleh Tay Jat Cin Jin. Dia menyadari bahwa dia dapat mati konyol, kalau nekad menghadapi sekian banyak jago-jago silat itu.

"Apakah usulmu itu?” tanya Kwi Ong ingin tahu.

Tay Jat Cin Jin mengelus-elus jenggotnya yang putih dan panjang itu seraya memandang kearah mata Kwi Ong dan berkata : "Aku akan menjelaskan tentang usulku yang bijaksana itu kepadamu dan kepada sekalian orang-orang gagah disini. Tetapi kuminta pedang Oey Liong Kiam itu disarungkan terlebih dahulu, juga semua senjata para pendekar disarungkan, agar supaya aku dapat berbicara dalam suasuna damai.. .!” seru Tay Jat Cin Jin sambil menghormat kepada semua orang yang berada di tempat itu.

Kwi Ong segera menyarungkan pedangnya, begitu pula diikuti oleh segenap pendekar menyarungkan senjata masing-masing. Seolah-olah apa yang dikatakan oleh tokoh angkatan tua itu sangat penting dan kata-katanya mempunyai pengaruh hebat terhadap mereka.

"Menurut pendapatku", kata Tay Jat Cin Jin, "hanyalah Tong siauwhiap yang dapat membaca atau mengerti rahasia peta Pek-seng !” Kita telah tahu pula, tanpa peta Pek-seng itu kita tidak akan dapat menemukan tempat penyimpanan kitab pusaka Pek-seng-ki-su. Maka kini mengutamakan untuk mengetahui tempat itu dan lagi sudah menjadi peraturan pada pertemuan Bu-lim-ta-hwee bahwa barang siapa yang telah dapat memegang atau mendapatkan kitab pusaka Pek-seng-ki-su maka dia itulah juga berhak memegang pedang Oey Liong Kiam. Sekarang berhubung sudah jelas bahwa yang mengetahui rahasia peta Pek-seng itu hanyalah Tong siawhiap. maka marilah kini kita menjaga bersama keselamatannya ! kakek itu mengakhiri kata-katanya.

Semua orang yang berada di tempat itu mengangguk-anggukan kepala, kecuali Kwi Ong. Ketika semuanya ternyata diam tanpa ada yang membuka suara maka kakek Tay Jat Cin Jin itu meneruskan kata-katanya.

"Sekarang persoalan ini telah menjadi berlarut-larut dan telah menjadi agak sulit ! Menurut pendapatku ada dua jalan untuk memecahkannya !” seru Tay Jat Cin Jin sambil menatap satu persatu wajah orang-orang yang berada di tempat itu. "Katakan apa saja yang harus ditempuh?” seru Kun-si Mo-kun tidak sabar.

"Ya!” sambung Kwi Ong pula sambil memandang Tay Jat Cin Jin.

"Pertama, Kwi Ong harus mengembalikan pedang pusaka Oey Liong Kiam terlebih dahulu kepada Tong siauwhiap. Kemudian Tong siauwhiap menjelaskan rahasia peta Pek-seng kepada kita semua untuk kemudian kita perundingkan segala sesuatunya bersama. Setelah jelas maka semuanya atau kita beramairamai untuk berlomba mendapatkan kitab Pek-seng-ki-su !” seru Tay Jat Cin Jin tetapi kata-kata itu belum sampai selesai telah dipotong oleh Kwi Ong.

"Menurut pendapatmu jalan itu sudah bersifat adil ?” tanya Kwi Ong.

"Ya!” seru Tay Jat Cin Jin.

"Dimina letak keadilannya!” tanya Kwi Ong, orang itu tidak puas.

"Kau hanya mengembalikan pedang Oey Liong Kiam kepada Tong Kiam Ciu.

dengan demikian kita semuanya dapat mendengarkan rahasia atau petunjuk dalam peta Pek-seng itu. Apakah ini tidak berarti adil menurut pendapatmu?”

kata kakek itu sambil mengelus janggotnya.

Kwi Ong membungkam, dia menundukan kepalanya memandang batu-batu yang berserakan di tempat itu. Semua mata orang-orang gagah memandang kearah Kwi Ong. "Lalu coba katakan jalan kedua!” seru Kwi Ong mendesak.

"Jalan kedua lebih mudah lagi,” seru Tay Jat Cin Jin, "kita telah tahu bahwa yang mengetahui rahasia membaca peta Pek-seng hanyalah Tong Kiam Ciu dan dia rela untuk mengajak kita ke kota Pek-seng serta menunjukkan letak atau tempat penyimpanan kitab pusaka Pek-seng-ki-su kepada kita sekalian. Nah, setelah kita mengetahui tempat bersembunyinya kitab Pek-seng-ki-su itu, kita mengadu kepandaian untuk memperebutkannya !” seru Tay Jat Cin Jin dengan mengakhiri kata-katanya itu dia diam-diam mngawasi reaksi dari orang-orang gagah yang berada di tempat itu.

Semua orang yang berada di tempat itu mengangguk-anggukan kepala.

Mereka menganggap keputusan itu memang sangat bikjaksana dan adil.

Jalan untuk menghindarkan pertumpahan darah seperti yang telah dikatakan oleh Tay Jat Cin Jin itu memang benar-benar sangat baik. Baik jalan pertama maupun jalan kedua adalah sangat baik.

Mereka mengharapkan Kwi Ong mengembalikan pedang Oey Liong Kiam kepada Tong Kiam Ciu. Kemudian pemuda itu segera membuka rahasia peta Pek-seng kepada mereka, menurut jalan pertama.

Kemudian Tay Jat Cin Jin berseru kepada Kwi Ong.

"Aku kira bagimu lebih baik mengembalikan pedang Oey Liong Kiam itu kepada Tong Kiam Ciu, bukankah kalau kau ternyata mendapatkan kitab Pekseng-ki-su maka kaupun berhak memegang pedang Oey Liong Kiam. Mengingat peratutan Bu-lim ta-hwee maka kau jangan merasa khawatir. Begitu pula kukira kau mempunyai kesempatan besar sekali, karena telah kusaksikan ternyata kau mempunyai ilmu silat yang tinggi.

Kwi Ong lama juga berpikir. Dia agak berotak bebal, walaupun dia adalah seorang yang berilmu tinggi, tetapi dalam hal pikir memikir sangat lemah.

Hingga beberapa saat lamanya dia berpikir. Semua orang menantikan keputusan Kwi Ong. Mereka memandang kearah ketua suku bangsa Biauw itu. Kemudian tampaklah Kwi Ong mengangkat wajahnya dan memandang kearah Tay Jat Cin Jin, dan dia tersenyum. "Aku memilih jalan kedua !” seru Kwi Ong.

Disitulah terlihat ketamakan Kwi Ong manusia yang berwatak sombong dan keji itu. Dia tidak memikirkan kepentingan orang lain, dia berpikir mengapa dia berlaku bodoh untuk mengembalikan pedang Oey Liong Kiam yang sudah jatuh ketangannya. Yang penting sekarang baginya, ialah untuk merebut kitab pusaka Pek-seng-ki-su ! Lalu dengan suara lantang Tay Jat Cin Jin berkata : "Aku kira kalian telah mendengar kita mengambil jalan kedua! Tong Kiam Ciu dapat berlalu dari tempat ini dan pergi menuju ketempat tersembunyinya kitab Pek-seng-ki-su ! Kita semuanya membayangi secara beramai-ramai untuk mengadu kepaudaian dan kecerdikan guna mendapatkan kitab Pek-seng-ki-su.

Nah berhubung semuanya kini telah beres, dan aku minta diri!” seru Tay Jat Cin Jin. Pegitu dia selesai dengan kata-kata itu. maka dia segera menyingkir dengan mengajak Ciok Hok Lo To. Tay Jat Cin Jin adalah seorang kakek yang lihay dan cerdas serta telah pernah menjagoi dunia persilatan pada masa lampau. Dia telah mendahului orang lain dalam memperebutkan kitab Pek-seng-ki-su. Kakek itu telah menggunakan caranya sendiri dalam usaha untuk mendapatkan kitab itu. Bukannya dia pergi sendiri untuk menemukan kitab Pek-seng-ki-su.

Setelah kepergiannya Tay Jat Cin Jin dan Cio Hok Lo To maka satu demi satu jago-jago silat itu meninggalkan tempat itu, Mereka akan mengikuti jejak Tong Kiam Ciu. Tetapi ada beberapa orang pula yang belum pergi dan masih menunggu keberangkatan Tong Kiam Ctu, Mereka itu adalah Kwi Ong, Tok Giam Lo, tampak pula Eng Ciok Taysu, Tie-Kiam suseng. Shin Kai Lolo, Teng Siok Soat, Siok siat Shin-ni dan Cheng-hi-sio-li.

Adapun Tong Kiam Ciu masih perlu menyembuhkan luka dalam yang dideritanya. Dia tetali masuk kembali kedalam pagoda untuk istirahat sambil memulihkan kembali semangat dan kesehatannya.

Setelah sampai didalam dan mulailah Kiam Ciu istirahat. Sambil berbaring pemuda itu mengerahkan ilmu Bo-ki-sin-kong untuk mengobati luka didalam tubuhnya yang telah terkena racun Tok Giam Lo.

Tampaklah keringat berbintik-bintik telah membasahi wajahnya. Tubuhnya bergetar dan terasa hawa hangat telah menjalar dari ujung-ujung jari bertemu didada kemudian bergolak dan seolah-olah mendesak dari jantung ke ujungujung jari jemarinya. Begitulah pergolakan hawa hangat yang telah mengusir peracunan dalam hawa murni ditubuh Tong Kiam Ciu.

Beberapa saat kemudian, didalam ruang gelap itu Tong Kiam Ciu telah terkenang kembali saat pertemuannya dengan Gan Hua Liong dan saat ketika kakek itu akan menghembuskan napasnya yang terakhir. Segala pesanpesannya untuk menolong cucunya yang tertawan dikota Pek-seng. Juga terkenanglah Kiam Ciu akan pertemuannya dengan cucu Gan Hoa Liong di kota Pek-seng. Pula teringat akan janjinya untuk menolong gadis malang itu. Karena teringat peristiwa-peristiwa itu, maka Kiam Ciu jadi kembali gelisah. Terasalah kembali darahnya bergolak dan hawa murai telah saling berdesakan di dalam tubuh pemuda itu. Tong Kiarn Ciu gelisah sekali, dia berusaha untuk mengatasinya. Setelah dirasakan keadaan pergolakan hawa murni dan tenaganya telah pulih sedikit dan menjadi agak tenang. Maka Kiam Ciu lalu mengeluarkan kertas peta Pek-seng. Di tempat yang gelap pekat itu dia yakin bahwa peta itu dapat dilihat. Ternyata benar juga, maka tampaklah guratan-guratan berwarna kebirubiruan seperti sinar kunang-kunang membentuk garis-garis gambar peta Pekseng. Kiam Ciu menelitinya. Tetapi sebenarnya hal itu bagi Kiam Ciu sudah tidak berarti, karena bukankah dia mempunyai gadis she Gan yang telah mengetahui letak penyimpanan kitab Pek-seng-ki-su ? Maka kini bagi Tong Kiam Ciu tinggal memikirkan bagaimana caranya untuk mengelabuhi orang itu agar tidak sampai mencelakakan gadis she Gan itu. Gadis yang malang dan terkurung dalam suatu tempat yang terbuka. Suatu keanehan, bahwa di tempat yang terbuka dan bebas kelihatannya itu ternyata gadis she Gan itu tidak mampu untuk pergi dan meninggalkan bangunan mungil dan indah dikota Pek-seng yang hilang itu.

Suatu perbuatan mantra tenung yang luar biasa hebatnya !!! Pada saat itu Kiam Ciu didalam pagoda seorang diri. Diluar telah menunggu banyak sekali pendekar silat yang kenamaan. Juga termasuk Kwi Ong dan Shin Kai Lolo. Persoalan utamanya ialah kitab Pek-seng-ki-su.

Adapun Ceng-hi Sio-li yang semula menaruh kebinasaan Tong Kiam Ciu ternyata kini telah mengubah sikap. Dia lama-lama telah mengenal sipat dan jiwa Tong Kiam Ciu. Mata tidaklah mengherankan kalau kini gadis pendekar wanita yang baju hijau itu menaruh rasa hormat dan simpati pada Kiam Ciu.

Bahkan kini dia bersedia untuk memberikan bantuan atau membela untuk kepentingan pemuda itu. Angin berhembus halus sejuk rasanya. Saat itu masih siang hari, namun didalam pagoda memang tampak gelap pekat. Tetapi kalau didalam pagoda itu telah beberapa saat lamanya, maka tampaklah keadaan dalam pagoda itu, Seolah-olah kita telah dibiasakan dan terbuka lensa kita untuk melihat dalam keadaan itu. Sesaat lamanya Kiam Ciu telah memeriksa peta Pek-seng itu. Kemudian terdengarlah sayup-sayup suara seruling menebus kesunyian dalam saat itu.

Seruling itu tertiup sangat halus dan mengalun iramanya menghanyutkan perasaan. Siapapun yang mendengarkan irama seruling itu badannya terasa sangat letih dan kemudian terasa mengantuk.

Gaib, gaib benar suara seruing itu. Siapapun ingin mendengarkan suara irama seruling yang menyayat hati itu, namun kalau mereka mendengarkan maka mereka itu merasa kepingin sekali untuk tidur.

Kemudian, setelah lewat lima menit lamanya semuanya tertidur. Baik Tong Kiam Ciu yang berada didalam pagoda maupun Kwi Ong diluar pagoda merasa sangat mengantuk dan akhirnya mereka tertidur.

Tay Jat Cin Jin dan Ciok Hok Lo To yang berada tidak jauh dari pagoda telah mendengar pula bunyi irama seruling itu. Mereka juga merasa sangat mengantuk dan akhirnya tertidur diatas tanah. Pokoknya siapapun yang mendengarkan suara seruling bambu itu akhirnya akan tertidur dengan perasaan tenang dan pulas sekali, hingga beberapa saat lamanya dalam keadaan terlena itu tiada mendengarkan suara apapun lagi.

Beberupa saat kemudian alunan seruling itu terhenti. Semua orang telah tertidur dalam keadaan tidak sadar, mereka tertidur sangat nyenyak sekali.

Tampaklah ditingkat bagian teratas dari pagoda itu seorang gadis bertubuh langsing menarik dan wajahnya sangat menarik sekali. Liuk tubuhnya mendatangkan rasa rindu dan birahi.

Siapakah gerangan gadis jelita yang meniupkan seruling penghanyut sukma itu ? Gadis jelita yang berilmu tinggi dan selalu mengendarai kereta indah dalam pengembaraannya di kalangan Kang-ouw. Gadis jelita yang selalu menjadi tekateki umum. Gadis jelita yang menguasai ilmu Pan-yok-shin-im dan menggegerkan dunia Kangouw !!!!! Tiada lain adalah Cit-siocia, gadis jelita yang telah jatuh cinta kepada Tong Kiam Ciu. Gadis yang telah berkorban karena cintanya kepada Tong Kiam Ciu.

Benar-benar dia tiada lagi berkata bohong dan tidak dapat membantah tanpa disadarinya telah begitu kuat jatuh hati kepada Tong Kiam Ciu. Cintanya begitu hebat hingga tidak dapat lagi dia berpura-pura untuk mengalah. Hatinya seolaholah telah lekat pada Tong Kiam Ciu. Tong Kiam Ciu adalah dirinya dan dirinya adalah Tong Kiam Ciu Maka serasa tiada sempurnalah menurut perasaan Cit siocia kalau dia berpisah dengan Tong Kiam Ciu, Hingga dia terpaksa harus selalu membayangi dimanapun Kiam Ciu berada.

Cit siocia memeriksa hasil pekerjaanya. Kemudian melampaikan tangan dan tiada lama kemudian tampaklah seorang wanita mendatanginya, wanita itu telah menerima perintah dari Cit siocia kemudian pergi lagi. Tinggalah gadis jelita itu seorang diri mendekati tempat Kiam Ciu, sedangkan Kiam Ciu telah terbangun dan pemuda itu merasa heran karena dirinya telah tertidur diluar kesadaran.

"Mengapa aku tertidur tanpa kusadari ? pikir Kiam Ciu.

Kiam Ciu lalu berdiri dan keluar pagoda memeriksa keadaan. Ternyata semua orang dalam keadaan tertidur nyenyak. Juga Kun-si Mo-kun dan Kwi Ong begitu juga Teng Siok Siat dan Ceng-hi Sio-li.

"Mengapa mereka semuanya juga telah tertidur. Hem.. . semuanya sangat aneh!” pikir Tong Kiam Ciu. Kemudian pemuda itu telah memasuki pagoda lagi Tetapi ketika kakinya baru menginjak ambang pintu pagoda telah tercium bau harum yang pernah dikenalnya.

Belum sempat Kiam Ciu berpikir lebih lanjut, dia telah menyaksikan Cit siocia berdiri sambil tersenyum sangat manis sekali. Di tangan gadis jelita itu tampak secarik kertas Peta Pek-seng.

"Oh, kau telah datang kemari juga ?"seru Kiam Ciu.

"Ya, aku datang. Marilah ikut aku!” bisik gadis itu sambil tersenyum dengan sikap yang sangat menarik dan menawan hati.

Tiada lama kemudian tampaklah kelebatan sebuah bayangan. Kiam Ciu terperanjat. Tetapi pemuda itu juga pernah melihat orang yang baru datang itu yang tiada lain adalah dayang-dayang Cit siocia. Ialah dayang serta yang selalu mengiringkan kemana saja gadis jelita itu pergi. Dialah yang bernama Sio Cien membawa sebilah pedang yang diketemukan dari punggung Kwi Ong yang masih tertidur. Pedang itu tiada lain ialah pedang Oey Liong Kiam.

Sio Cien telah berdiri disamping Cit siocia dan menyerahkan pedang Oey Liong Kiam itu kepadanya. Cit Siocia menarik pedang itu sambil tersenyum dan menyerahkan kembali kepada Tong Kiam Ciu.

"Siauwhiap, kita telah berhasil merebut kembali pedang Oey Liong Kiam dari tangan Kwi Ong. marilah kini kita segera pergi meninggalkan tempat ini dan pergi mencari kota Pek-seng untuk mencari kitab Pek-seng-ki-su!” seru Cit Siocia.

Sesaat lamanya Tong Kiam Ciu terdiam, dia telah menjanjikan kepada segenap pendekar untuk mengajak mereka ke kota Pek-seng dan menunjukkan tempat tersimpannya kitab Pek-seng-ki-su berdasarkan petunjuk yang tergambar dalam peta Pek-seng itu. Maka gelisahlah hati Tong Kiam Ciu karena usul Cit siocia itu. "Tetapi". aku". telah.. .” jawab Tong Kiam Ciu bingung.

Cit siocia tersenyum mendengar jawaban pemuda itu, kemudian berbisik kepada Tong Kiam Ciu. "Apakah Tong siauwhiap ingin membangunkan mereka semua?” tanya Cit siocia sambil tersenyum. Tong Kiam Ciu menganggukkan kepala, tetapi Cit siocia tersenyum.

"Tetapi menurut pendapatku, mereka biarlah tetap tertidur disini, lalu kita pergi mencari kitab Pek-seng-ki-su. Setelah kita menemukan kitab itu kita kembali lagi kesini. Cara itu saya kira sama saja dan tidak melanggar dari ketentuan bukan? Aku ingin lihat nanti bagaimaaa musuh Tong siauwhiap dalam keadaan kebingungan dan terheran-heran karena mereka tertidur itu !” kata Cit siocia sambil tersenyum. Tong Kiam Ciu terdiam dan memikirkan usul yang diajukan oleh Cit siocia itu. Menurut perhitungan Tong Kiam Ciu usul gadis jelita itu memang benar dan baik. Pedang Oey Liong Kiam telah jatuh kembali ditangan. Tong Ki am Ciu, lalu ia memegang pula kitab pusaka Pek-seng-ki-su dia pikir dengan kedua benda pusaka itu dia dapat melaksanakan segala pesan suhunya.

Dalam pada itu Cit siocia dau Sio Cien telah pergi meninggalkan pagoda itu.

Peta Pek-seng masih dibawa oleh Cit siocia. Peta itu tadi telah diambil oleh Cit siocia dari saku Tong Kiam Ciu ketika pemuda itu tertidur. Dengan melihat Peta Pek-seng itu dia telah dapat mengingat-ngingat jalan mana yang harus ditempuh. Setelah Tong Riam Ciu mempertimbangkan masak-masak semua usul Cit siocia maka akhirnya Tong Kiara Ciu memilih jalan yang diusulkan oleh Cit siocia kalau dia pergi ke kota Pek seng untuk mengambil kitab pusaka Pek-seng-ki-su itu mendahului para pendekar silat yang saat itu sedang dalam keadaan tertidur lelap tidaklah melanggar dari ketentuan yang lelah diputuskan ialah ketentuan jalan kedua. Mereka salahnya sendiri tertidur, menurut persetujuan orang-orang gagah itu bahwa mereka boleh mengikuti Tong Kiam Ciu untuk mencari tempat disimpannya kitab Pek-seng-ki-su dan bebas menggunakan segala macam akal dan kepandaiannya. Maka Kiam Ciu akhirnya merasa lapang pikirannya karena kalau dia telah meninggalkan mereka itu bukan berarti dia curang.

Sengaja Cit siocia berjalan agak lambaian sedikit sambil menantikan Tong Kiam Ciu yang masih tampak bimbang akan meninggalkan pagoda.

Namun akhirnya Tong Kiam Ciu menyusul Cit siocia juga.

Dengan berpedoman peta Pek-seng yang tadi telah dilihat dan dipelajarinya didalam pagoda, Cit siocia berjalan menuju ke tepi telaga berhati-hati. Tong Kiam Ciu mengikuti Cit siocia tanpa mengeluarkan sepatuh katapun.

Sampai sekian lamanya mereka berjalan tetapi belum juga menemukan jalan menuju ke kota Pek-seng. Tong Kiam Ciu juga merasa heran karena dia belum melihat adanya gua piniu gerbang kota Pek-seng itu. Namun pemuda itu terdiam dan kembali teringat janjinya dengan gadis she Gan yang akan di tolong dan membebaskan gadis itu dari belenggu kota Pek-seng. Maka akhirnya dia kembali ragu-ragu untuk menuju ke kota itu.

Sedangkan Cit siocia merasa heran juga menyaksikan keadaan itu. Dia telah berjalan sekian lamanya menurut petunjuk peta Pek-seng. Tetapi ternyata sampai sekian lamanya pula dia harus berputar-putar kembali lagi ke tempat semula. "Sungguh suatu keanehan!” seru Cit siocia dengan memandang keadaan sekitarnya dan memandang kearah Tong Kiam Ciu.

"Apanya yang aneh Cit siocia ?” tanya Kiam Ciu.

"Aku menurutkan petunjuk peta tetapi mengapa sampai sekian lamanya aku belum sampai ke tempat yang dituju, lagi pula tempat yang kita lalui yang iniini saja. Rupa-rupanya kita hanya berputar-putar di tempat yang sama".” seru Cit siocia. Tong Kiam Ciu hanya tersenyum, pemuda itu melihat hutan-hutan cemara disekitarnya. Begitu pula Sio Cien merasa heran dengan pengalaman itu. Mereka telah berjalan lama sekali tetapi mengapa tempat-tempat itu saja yang mereka lalu lagi. Akhirnya Cit siocia mengeluarkan peta Pek-seng dan dia bermaksud untuk memeriksanya. Tetapi ketika dia membuka peta itu ternyata gambar-gambarnya yang tadi dilihat kini telah lenyap. Peta itu ternyata kini hanya merupakan sehelai kertas putih tanpa sebuahpun goresan yang tampak.

Tong Kiam Ciu melirik dan dalam hati dia tersenyum. Tetapi pemuda itu sengaja tidak memberitahukan kalau belum ditanya tentang rahasia melihat peta Pek-seng ttu. Tampaklah Cit siocia bingung mendapat kenyataan itu. Begitu pula Sio Cien dayang setia Cit sio cia itu tampak heran menyaksikan keadaan itu. Namun karena watak Cit siocia yang tinggi hati dan maunya dia serba diatas kepandaian orang lain itu, maka dia tidak mau bertanya kepada Tong Kiam Ciu.

Dia berpura-pura memeriksa psta itu seolah-olah dia dapat melihat eari?2 gambar dalam peta itu. Tetapi Sio Cien yang sudah hafal dengan sifat Cit siocia segeralah menghampiri Tong Kiam Ciu. Tetapi ketika dia akan berbicara dengan pemuda itu dengan tiba-tiba jadi ragu2. Kembali dia menghampiri Cit siocia dan memandang kearah gadis jelita itu.

Tong Kiam Ciu pura-pura tidak memperhatikan keadaan dayang yang bingung dan Cit siocia yang gelisah. Tong Kiam Ciu tersenyum tetapi pura-pura melihat ketempat yang lain. Burung-burung beterbangan diangkasa, angin berhembus menggoyang-goyangkan pucuk pohon Liu dan beberapa helai daun berguguran, ada beberapa helai daun Liu yang jatuh dikepala Cit siocia. Gadis itu mengusap rambutnya dan kemudian tersenyum memandang kearah Tong Kiam Ciu yang kebetulan juga tengah melihat kearah gadis itu.

"Cit siocia, mungkin Tong siauwhiap dapat memberikan penjelasan tentang peta Pek-seng itu !” bisik Sio Cien.

Akhirnya Cit siocia menuruti pula nasehat dayangnya yang setia itu. Sambil tersenyum dan sebenarnya merasa sangat segan, gadis jelita itu lalu bertanya kepada Tong Kiam Ciu. "Ya Tong siauwhiap, apakah kau dapat memberitahukan padaku bagaimana rahasia untuk membaca peta Pek-seng ini ?” tanya Cit siocia dengan wajah merah karena malu. Tong Kiam Ciu tersenyum, tetapi dia tidak dapat menolak pertanyaan gadis itu, walaupun sebenarnya dia saat itu belum berniat untuk pergi kembali ke kota Pek-seng. Karena dia belum dapat memenuhi janjinya untuk menolong gadis she Gan yang terkurung di kota itu. Tong Kiam Ciu adalah seorang pemuda yang setia kepada janjinya, Dia harus mendapatkan dulu biji buah Cu-sik untuk menolong gadis she Gan di kota Pek-seng yang hilang itu. Tetapi kini Cit siocia menanyakan rahasia peta Pek-seng itu kepada Tong Kiam Ciu, dia tidak dapat menolak pemintaan gadis itu: "Cit siocia, peta itu harus dilihat di tempat yang gelap. Tetapi". sebenarnya aku saat ini belum berminat untuk pergi mencari kitab Pek-seng-ki-su".” jawab Tong Kiam Ciu "Mengapa ?” tanya Cit siocia heran.

"Sebenarnya aku pernah tiba dikota Pek-seng yang hilang, tanpa petunjuk peta Pek-seng itu. Didalam kota Pek-seng, ada sebuah gedung mungil dan indah tertawan seorang gadis. Gadis yang malang itu adalah cucunya Gan Hua Liong yang memberikan peta Pek-seng itu kepadaku". Kiam Ciu menjelaskan.

"Kakek Gan Hua Liong telah memberikan peta Pek-seng kepadaku dengan pengharapan agar aku memenuhi permintaannya yang terakhir. Ialah untuk menolong cucunya dari kurungan gaib didalam kota Pek-seng itu. Itulah sebuah amanat yang harus kupenuhni ! Gadis she-Gan itu dapat terbebas dari pengaruh gaib kalau dia makan buah Cu-sik dan akar batang Lok-bwee-kim-keng. Akar Lok-bwee- kim-keng aku telah punya, ialah pemberian Kun-si Mo-kun. Tinggallah kini aku harus mencari biji Cu-sik itu yang sampai kini aku belum mendapatkannya. Barulah kalau kedua benda itu kudapatkaa aku akan dapat datang kembali ke kota Pek-seng. Gadis she-Gan itu sebenarnya telah menemukan kitab pusaka Pek-seng-ki-su dan kini dia telah menyimpannya didalam gedung mungil itu. Dia telah berjanji kalau saya menyerahkan kedua benda itu akar Lok-bwee-kim-keng dan biji Cu-sik diapun akan menyerahkan kepadaku kitab pusaka Pek-seng-ki-su”

Cit siocia dan Sio Cien mendengarkan kisah Tong Kiam Ciu itu dengan penuh perhatian, setelah Kiam Ciu berhenti bercerita maka Cit siocia lalu menyahut dengan nada suaranya penuh kegirangan.

"Rupa-rupanya kita beruntung! Biji Cu-sik itu aku punya! Aku mendapatkannya dari pemberian ibuku dan kusimpan baik-baik dalam kotak obat-obatanku. Aku perlu pulang dulu untuk mengambil, kemudian kita dapat segera pergi ke kota Pek-seng !” seru Cit siocia dengan girang.

Tong Kiam Ciu juga merasa gembira mendengar penuturan gadis itu.

kemudian dia mendesak kepada Cit siocia.

"Sekarang begini saja, Cit siocia dan Sio Cien dapat segera pulang dulu untuk mengambil biji Cu-sik itu. Sedangkan aku akan mencari sebuah penginapan dulu untuk mengobati luka-luka dalamku serta memulihkan kembali tenaga dalamku yang telah kacau balau ini".”

Usul Kiam Ciu itu dapat diterima juga oleh Cit siocia. maka sampai di tempat itu mereka berpisah Cit siocia dan Sio Cien pergi keutara untuk mengambil biji Cu-sik. Sedangkan Kiam Ciu sesaat lamanya memandangi kepergian Cit siocia dengan hati penuh keharuan.

"Gadis itu begitu jelita dan menawan hati, lagi pula telah banyak menolongku.

Hem.. . sayang sekali..” pikir Kiam Ciu.

Kembali dia teiingat adiknya Tong Bwee dan juga kedua orangtua serta pamannya yang telah lenyap dan tiada mendengar kabar beritanya semenjak pertemuan di atas telaga Ang-tok-ouw dan kemudian datang bencana angin topan hebat itu dulu. Sedangkan dengan Shin Kai Lolo dia belum sempat bertanya tentang keadaan ketiga Shin-ciu-sam-kiat serta adiknya Ji Tong Bwee, karena ternyata keadaan terlalu gawat.

Saat itu Kiam Ciu masih merasakan keadaan tubuhaya sangat lemah. Dia memerlukan istirahat selama beberapa hari lamanya untuk memulihkan kembali kesehatan tubuhnya dan mengembalikan tenaga dalam serta tenaga intinya yang kacau akibat luka dalam yang dideritanya. Maka kini Kiam Ciu lalu meninggalkan tempat itu untuk mencari tempat penginapan.

Diceritakan bahwa pada saat itu Kwi Ong telah tersadar dari tidurnya. Dia telah meraba tempat pedang Oey Liong Kiam ternyata pedang itu telah lenyap.

Dia jadi gelisah dan telah menduga hal2 yang tidak, baik. Maka segeralah dia meloncat dan memasuki kedalam pagoda untuk mencari Tong Kiam Ciu.

Alangkah kagetnya ketika ternyata Tong Kiam Ciu tidak diketemukan didalam pagoda itu. Dia telah mengobrak-abrik tempat itu tetapi Tong Kiam Ciu tidak diketemukannya. Maka segeralah dia lari keluar dan membangunkan semua jago-jago silat yang pada tertidur itu.

Mereka semuanya bangun dengan perasaan heran. Mereka sama sekali tidak merasakan keadaan dirinya yang telah tertidur begitu saja. Maka tampaklah kacau keadaan saat itu. "Tong Kiam Ciu telah lenyap! Dia telah mengecoh kita lagi!” seru Kwi Ong dengan suara lantang penuh kegusaran.

Tetapi saat itu yang merasa girang adalah Kun-si Mo-kun dan kawankawannya. Mereka gembira karena ternyata Tong Kiam Ciu dapat terluput lagi dari bencana. Sedangkan pedang Oey Liong Kiam juga telah terpegang kembali ditangan pemuda itu menurut perhitungan Kun-si Mo-kun. Tetapi lain halnya dengan Kwi Ong yang bergusar hati dan juga Liat Kiat Koan yang berwatak kejam juga merasa sangat penasaran.

"Sekarang apa yang akan kita perbuat !” seru Liat Kiat Koan.

"Kita cari saja dan kita bunuh mati beres !” seru Kwi Ong dengan berakhirnya kata-kata itu langsung dia meloncat meninggalkan pagoda.

Dibelakang menyusul pula Liat Kiat Koan dan beberapa orang lagi mengiringkan kepergian Kwi Ong. Namun Kun-si Mo-kun dan beberapa orang yang bersimpati terhadap Kiam Ciu telah membayangi mereka.

Kwi Ong yang hatinya terasa panas dan meluap-luap kemarahannya itu telah berjalan dengan cepat sekali. Dia telah bertekad untuk membinasakan Kiam Ciu bila dia bertemu dengan pemuda itu. Dimanapun pemuda itu berada akan selalu diubernya. Dengan kemarahan yang meluap-luap. Maka perjalanan itu dengan cepatnya telah menyusuri tepian telaga Ang-tok-ouw. Tiada seberapa lama dia telah menemukan sebuah mulut gua yang menghadap ke tepi telaga dikaki pegunungan. "Aneh sekali tempat ini ada guanya, baru sekali ini aku melihatnya. Ayohlah kita masuk memeriksanya” seru Kwi Ong kepada Liat Kiat Koan.

"Ya, suatu keanehan juga!” seru Kiat Koan dengan memandangi keadaan sekitar gua itu. Karena diapun juga baru kali ini melihat gua itu.

Maka mereka segeralah memasuki pintu gua itu. Dengan sangat berhati-hati dan penuh kewaspadaan mereka menyusuri lorong gua itu. Ternyata tidaklah begitu sulit dan seolah-olah suatu jalan yang halus dan tidak sukar. Kwi Ong dan Kiat Koan telah melihat sinar didepan mereka. Sinar yang terpancar dari sebuah lubang yang luas. "Itulah tembusan gua ini! "seru Kwi Ong sambil menunjuk kearah lubang yang kelihatan orang. "Mungkin! "sambung Kiat Koan meneruskan langkahnya.

Ternyata benar juga. Ketika mereka sampai didekat pintu gua itu mereka telah mendengar suara kicau burung dan melihat pepohonan yang rindang dan mereka terus berjalan mendekati lubang itu. Ketika sampai maka mereka telah dibuat keheranan. Ternyata didepan mereka adalah sebuah padang rumput hijau terbentang luas, hijau dan rapi sekali. Kemudian tampak berjajar-jajar pepohonan Liu yang sangat teratur. "Ayo kita memeriksa keadaan disekitar tempat ini !” seru Kwi Ong.

Adapun Kiat Koan hanya menurutkan saja ajakan Kwi Ong tanpa membantah lagi. Mereka beramai-ramai meninggalkan tempat itu menyebrangi padang rumput halus dan hijau itu. Tampaklah kemudian sebuah taman bunga yang sangat bagus dengan tanaman bunga-bunga yang beraneka warna. Ditengahtengah petamanan itu terlihat sebuah kolam ikan yang cukup luasnya, tampak diatas air kolam itu teratai yang sedang berbunga juga. Kwi Ong siraja iblis yang kasar dan keji itu sempat pula merasa kagum akan semua keindahan di tempat itu. "Lihat disana !” seru Kiat Koan kepada Kwi Ong.

Mereka semuauya melihat kearah dimana Kiat Koan menunjuk.

"Oh. sebuah bangunan rumah mungil dan bagus sekaii.. . “ bisik Kwi Ong seolah-olah kata-kata itu terucapkan tanpa sengaja.

Orang-orang yang mengikuti pada terpesona menyaksikan keadaan itu semua. Sungguh suatu tempat yang selamanya baru kali ini mereka lihat.

Tempat yang sangat aneh dan indah sekali.

"Tempat apakah ini ?” tanya Kwi Ong heran.

"Kukira kita telah sampai dikota Pek-seng yang hilang itu” jawab Kiat Koan sambil melihat-lihat keadaan sekitarnya.

"Hem” gumam Kwi Ong sambil mengangguk-anggukan kepalanya.

Adapun cucu Gan Hua Liong yang tinggal didalam bangunan gedung mungil dan indah itu ketika mendengar suara orang memasuki petamanan dan kegaduhan dia merasa girang. Dia menyangka bahwa Tong Kiam Ciu telah datang dan akan menolong dirinya. Maka terburu-buru gadis malang itu berlarilari gembira untuk menyambutnya.

Tetapi alangkah terkejutnya ketika dia baru saja sampai diluar ternyata orang yang mendatanginya begitu banyaknya, Gadis itu menahan langkahnya dan balik memasuki gedung lagi.

Kwi Ong dan Kiat Koan menyaksikannya. Mereka segera memburu kegedung itu. Tetapi mereka terlambat ketika tiba didalam gedung itu telah mencium bau kertas terbakar. Semula Kwi Ong dan Kiat Koan menganggap gadis itu membakar barang tidak berharga. Dengan terburu-buru mereka menghampiri gadis cantik itu dan menegurnya: "Apa yang sedang kau kerjakan disini ?'' tegur Kwi Ong kepada gadis itu dari arah belakang. Namun gadis itu masih terus merenungi seonggok debu bekas kertas yang terbakar. Tampaklah gadis itu begitu tenang dan seolah-olah telah mengerjakan sesuatu yang menggoncangkan batinya.

"Apakah yang telah kau bakar itu ?” ta nya Kwi Ong sekali lagi.

Tetapi gadis she-Gan itu dengan tiba-tiba memutar tubuh dan tampaklah wajahnya yang cantik telah berubah beringas serta matanya terbeliak mengerikan. "Hi-bi-hi-hik! Musnah sudah! Semuanya tidak akan mendapatkannya! Kuhancurkan, kulumatkan ha-ha-ha!” seru gadis itu dengan suara tertawa yang menyeramkan pendengararan.

"Hey gadis gila! Apa yang kau musnahkan?! "bentak Kwi Ong yang kini telah memegang kedua bahu gadis itu, menggoncang-goncangkannya dan menatap wajah gadis itu dengan mata melotot.

"Ha-ha-ha-ha-ha.” lihat puing-puing itu ! Kitab Pek-seng ki-su yang kalian cari” seru gadis itu dengan tertawa-tawa pula.

"Buk! "tedengar sebuah tumbukan.

Tanpa menjerit lagi, tubuh gadis itu telah jatuh lunglai dengan kepala pecah.

Kwi Ong menjadi sangat bergusar hati ketika mendapat keterangan gadis itu dia telah membakar kitab Pek-seng-ki-su. Kini harapan Kwi Ong telah patah. Untuk yang sekian kalinya dia telah dikecewakan. Pedang Oey Liong Kiam lenyap kini kitab Pek-seng-ki-su telah musnah pula.

Kemudian Kwi Ong memeriksa keadaan dalam rumah itu. Semua tempat diobrak-abriknya untuk mencari sesuatu yang mungkin berharga.

Tetapi di tempat itu dia tidak menemukan apa-apa. Jengkel hati Kwi Ong, Kiat Koan yang menyaksikan kekejaman Kwi Ong yang telah menghantam kepala gadis she-Gan yang tidak berdosa itu hingga kepala gadis itu pecah dan tanpa sempat menjerit lagi, hati Kiat Koan merasa ngeri juga.

Walaupun dia juga bersifat kejam tetapi tidak sekeji Kwi Ong itu.

"Aku harus mencari Tong Kiam Ciu, dia telah menipu kita! Bocah itu harus dibunuh!” gerutu Kwi Ong sambil melangkah meninggalkan gedung mungil dan kata-kata itu diucapkan ketika dia melewati samping Liat Kiat Koan.

Liat Kiat Koan yang masih terhenyak saking bingungnya menyaksikan sepak terjang Kwi Ong itu jadi seperti orang tidak sadar. Ketua partai persilatan Kongtong itu hanya menurutkan saja langkah Kwi Ong untuk meninggalkan gedung mungil dan membiarkan mayat gadis yang malang itu tetap menggeletak di tempat. Mereka beramai-ramai pula meninggalkan kota Pek-seng. Wajah Kwi Ong tampak lebih membara lagi. Dia tampak sangat gusar dengar peristiwa-peristiwa yang dialaminya. Dendamnya ditumpahkan kepada Tong Kiam Ciu seluruhnya, dia bertekad akan membinasakan pemuda itu. Dia akan merasa sangat puas kalau sudah berhasil membunuh Tong Kiam Ciu. Itu sumpahnya.

Kalau tadi Liat Kiat Koan telah berhasil menyaksikan keaslian sipat Kwi Ong membunuh orang yang sama sekali bukan lawannya seorang wanita lemah dan sama sekali tidak melawannya. Maka dapat dipastikan bahwa iblis itu dapat bertindak sewenang-wenang terhadap siapapun tanpa memandang bulu dan tidak mengingat perikemanusiaan.

Saat itu Tong Kiam Ciu yang telah mendapatkan tempat penginapan tiada jauh dari tepian telaga Ang-tok-ouw, karena memang disekitar tempat itu banyak dikunjungi para pelancong untuk menghirup udara sejuk serta menikmati keindahan telaga Ang-tok-ouw. Lebih-lebih pada musim semi yang semuanya tampak lebih indah. Bunga-bunga dan semian-semian daun yang sedang tunas. Indah dan harum baunya.

Setelah kamar untuk Tong Kiam Ciu disiapkan, maka pemuda itu segera akan istirahat membaringkan tubuhnya yang loyo diatas pembaringan. Tong Kiam Ciu telah memesankan kepada pengurus penginapan untuk menyediakan makanan didalam kamarnya karena Tong Kiam Ciu akan beristirahat dan untuk beberapa hari lamanya tidak keluar dari kamar.

"Kalau ada dua orang gadis mencariku, tunjukkanlah kamarku. Dia adalah saudariku.” pesan Tong Kiam Ciu kepada pengurus penginapan itu.

Pengurus penginapan itu menghormat dan tersenyum ketika Tong Kiam Ciu memberikan persen beberapa keping uang perak. Hingga berkali-kali pengurus itu membongkok-bongkok menghormat Tong Kiam Ciu.

Setelah itu pintu kamar segera ditutup. Kiam Ciu merebahkan tubuhnya dan memulai mengatur pernafasan dan mengalirkan rasa untuk memulihkan kembali saluran hawa murni dan peredaran darahnya.

Tetapi malangnya, tepat pada saat itu Kwi Ong dan Liat Kiat Koan telah mulai mencari Tong Kiam Ciu. Semua penginapan telah diperiksanya. Juga kini telah tiba gilirannya penginapan dimana Tong Kiam Ciu saat itu sedang istirahat.

Pengurus penginapan itu tidak dapat berkata apa-apa. Karena Kwi Ong memaksa untuk minta keterangan dengan kekasaran. Memang dia telah tahu kalau orang-orang yang baru datang itu mempunyai maksud kurang baik terhadap Tong Kiam Ciu. Namun dibawah ancaman keras dia terpaksa menerangkan kamar Tong Kiam Ciu.

"Tetapi, dia berpesan jangan diganggu karena sedang istirahat” pengurus penginapan itu menerangkan.

"Diam !” damprat Kwi Ong dan memukul leber orang itu hingga jatuh.

Untungnya Kwi Ong menghantam hanya dengan tenaga biasa, jadi orang itu tidak mengalami patah leher. Walaupun begitu pengurus penginapan itu telah jatuh tersungkur di lantai.

Kwi Ong dan Liat Kiat Koan menuju ke kamar Tong Kiam Ciu. Suara ributribut itu terdengar juga oleh Tong Kiam Ciu. Sebenarnya dia akan bangun dan ketika dia mendengarkan namanya sedang disebut-sebut orang dia telah menduga bahwa yang sedang mencarinya itu pastilah Kwi Ong. Tahu-tahu telah berada didalam rumah penginapan itu, sebenarnya pengurus penginapan telah memberikan peringatan kepada Tong Kiam Ciu dengan bersuara keras menahan Kwi Ong agar dapat didengar oleh Kiam Ciu dan mengulur waktu agar pemuda itu dapat lari. Bukan Tong Kiam Ciu tidak mempunyai kerempatan untuk melarikan diri, tetapi jiwa kesatria pemuda itu yang membuat dia tetap tinggal didalam kamarnya. Dia merasa tidak berharga seandainya harus melarikan diri dari sergapan lawannya. Maka dia nantikan ke datangan Kwi Ong dan kawankawannya. Maksud Kiam Ciu juga akan keluar kamar dan langsung akan menghadapi Kwi Ong. Walaupun dia telah menyadari kalau dia tidak mungkin mampu berhadapan dengan Kwi Ong dalam keadaan terluka itu. Namun dia bertekad lebih baik binasa sebagai satria daripada mati meringkuk sebagai pengecut. Bertepatan dengan langkah Kiam Ciu menghampiri pintu. tiba-tiba daun pintu ditendang oleh Kwi Ong Terdengarlah suara derakan hebat hampir saja daun pintu itu merobohi Kiam Ciu. Untung pemuda itu lekas menghindar kesamping.

"Brakkk !” terdengar papan tebal itu jatuh berderak di lantai.

Didepan pintu tampak Kwi Ong yang telah mengepalkan tinjunya dengan mata membara. Sedangkan Kiam Ciu telah siap sedia menerima serangan Kwi Ong. Rupa-rupanya Kwi Ong sudah tidak sabar lagi.

Ketika Kwi Ong melihat Tong Kiam Ciu yang berdiri didepan pintu, maka dengan cepat dan tenaga penuh langsung mengirimkan sebuah pukulan kearah dada Kiam Ciu. Kiam Ciu tidak sempat berkelit karena serangan itu datangnya sangat cepat. Pemuda itu hanya dapat menangkisnya dengan mengangkat dan menyilangkan kedua belah lengannya melindungi dada. Tetapi pukulan itu begitu hebat, sedangkan Kiam Ciu dalam keadaan terluka parah, maka tidak dapat menahan serangan Kwi Ong lagi.

Kiam Ciu terlempar jatuh menubruk dinding kamar. Begitu pula Kwi Ong langsung meloncat menerkam Tong Kiam Ciu yang tidak berdaya itu. Dengan ilmu cengkeraman Garuda Sakti dia telah menerkam dada Kiam Ciu dan sekali menghantamkan tinjunya kewajah dan dada Kiam Ciu.

Kiam Ciu sama sekali tidak berdaya dan jatuh tersungkur ketika dilemparkan oleh Kwi Ong. Masih juga belum merasa puas, laki-laki berhati iblis itu telah menerkam lagi tubuh Tong Kiam Ciu dan dihantamnya dengan tinju berantai, tubuh Kiam Ciu lemah lunglai. Menurut dugaan Kwi Ong pemuda itu binasa.

Karena memang betul-beiul saat itu Kiam Ciu terlihat seperti telah mati, tubuhnya lemah dan tidak bernafas lagi.

Kwi Ong melemparkan tubuh Tong Kiam Ciu yang sudah lemah lunglai itu ke dingding. Begitu membentur dinding jatuh melumpruk ke lantai tanpa berkutik lagi. Liat Kiat Koan juga menyaksikan kejadian itu.

Dengan rasa bangga dan puas telah dapat membinasakan seorang pemuda yang telah berkali-kali membuat pusing kepalanya itu, maka Kwi Ong lalu keluar dari kamar yang lelah berantakan itu.

Sambil membersihkan tangannya dengan menepuk-nepuk tapak tangan dan menepiskan pakaian luar, Kwi Ong berseru kepada Liat Kiat Koan dengan suara lantang. "Hai Liat Kiat Koan, kita berpisah sampai disini! Tolong berilahukan kepada segenap jago silat di daerah pertengahan ini, suatu saat nanti aku akan kembali lagi kesini dan akan membasmi semua jago silat di daerah pertengahan ini!”

seru Kwi Ong dengan suara penuh kesombongan.

Liat Kiat Koan hanya mengangguk-nganggukan kepala, sambil menyaksikan kepergian Kwi Ong dari tempat itu.

Begitu pula setelah Kwi Ong lenyap dari tempat itu, barulah Kiat Koan pergi meninggalkan penginapan itu. Dia yakin pula bahwa Tong Kiam Ciu telah benarbenar binasa ditangan Kwi Ong. Kepergian Liat Kiat Koan diikuti oleh beberapa orang anak buahnya. Setelah orang-orang yang berhati kejam dan bersipat lelengas itu pergi semuanya dari penginapan itu. Maka pengurus penginapan itu baru berani mendekati kamar Tong Kiam Ciu. Kamar yang daun pintu telah hancur dan perabotan didalamnya telah berserakan. Kemudian mereka melihat tubuh Tong Kiam Ciu menggeletak tidak bergerak-gerak lagi.

Keadaan tubuh Tong Kiam Ciu saat itu tampak seolah-olah telah hancur dan darah berlepotan dimana-mana. Seolah-olah Kiam Ciu telah mati.

Pengurus penginapan itu memeriksa keadaan Kiam Ciu. Ternyata tubuh pemuda itu masih hangat. Pengurus itu yakin bahwa Kiam Ciu belum mati dan masih dapat ditolong asal dengan berhati-hati.

Maka tubuh pemuda yang dalam keadaan tidak sadarkan diri itu lalu diusungnya kekamar lain yang kosong. Kemudian dibaringkannya diatas tempat pembaringan. Pengurus penginapan itu telah berusaha untuk merawat dan menolong Tong Kiam Ciu. Setelah tiga hari berlalu, saat perpisahan Tong Kiam Ciu dengan Cit siocia dan Sio Cien untuk mengambil biji Cu-sik. Barulah tampak gadis jelita itu memasuki penginapan untuk mendapatkan Tong Kiam Ciu.

Cit siocia sama sekali tidak mengetahui kalau didalam penginapan itu telah terjadi sesuatu bencana yang hampir saja membinasakan Tong Kiam Ciu. Gadis jelita yang selalu diiringkan oleh Sio Cien itu dengan tenang dan tersenyum memasuki ruangan depan penginapan itu.

Kedatangannya disambut oleh pemilik penginapan itu. Kemudian pengurus penginapan itu telah mendatanginya pula.

"Apa siocia ini saudara siauwhiap?” tanya pengurus itu ketika diperhatikannya kedua gadis itu benar-benar.

"Ya” jawab Cit siocia.

"Marilah . . .” sambung pengurus penginapan itu selanjutnya sambil memberikan isyarat untuk mengikutinya.

Cit siocia memandang Sio Cien. Dayang setia itu menganggukkan kepala mengiayakan. Maka mereka berdua mengikuti pengurus penginapan itu setelah menghormat pemilik penginapan yang telah memandang kearah mereka dengan sinar mata yang aneh.

Hati Cit siocia berdebar ketika menyaksikan keanehan sikap pengurus penginapan serta pemilik rumah itu. Pasti ada apa-apa yang tidak beres telah terjadi di tempat itu. Begitu pengurus penginapan itu membukakan pintu kamar. Cit siocia melihat diatas tempat tidur dalam kamar itu seorang yang telah menggeletak tenang.

Cit siocia tanpa menun gu dipersilahkan lagi langsung masuk dan dalam hatinya penuh kekhawatiran. "Ai Tong siauwhap !” seru Cit siocia sambil setengah melompat kearah tempat tidur di mana Tong Kiam Ciu menggeletak.

"Sabat nona !” pengurus penginapan itu menghampiri.

Tetapi Cit siocia tidak mendengarkan teguran itu. Gadis jelita itu langsung melangkah mendekati pembaringan Tong Kiam Ciu. Disamping gadis iiu berdiri pula dayang setianya ialah Sio Cien.

"0h Tong siauwbiap kau mendapat luka. Seandainya aku tahu akan begini jadinya aku tidak akan meninggalkan kau seorang diri” bisik Cit siocia dengan nada rawan dan sedih sekali.

Kemudian gadis jelita itu memerintahkan Sio Cien untuk mengembalikan kotak obat-obatan. Sio Cien telah keluar dan Cit siocia seorang diri melap wajah Tong Kiam Ciu yang tampak dengan bintik-bintik keringat. Sedangkan pengurus penginapan juga telah keluar bersama dengan dayang setia Cit siocia tadi.

Ketika Sio Cien masuk lagi dengan membawa sebuah kotak yang berisi obatobatan, maka gadis itu lalu mengambil sebuah tabung yang didalamnya berisi Yok wan. Diambilnya dua butir lalu dimasukannya kedalam mulut Tong Kiam Ciu. Sio Cien keluar untuk mengambilkan air teh.

Tong Kiam Ciu telah dua hari dua malam tidak sadarkan diri. Tetapi pemuda itu tampak selalu mandi keringat. Mungkin akibat bergolaknya Cinkie didalam pembuluh darah pemuda itu pergolakan yang akibat racun dan benturan tenaga dalam Kwi Ong dan racun Tok Giam Lo. Hebat sekali akibatnya. Menurut perhitungan Cit siocia, jika dalam waktu tiga hari tiga malam tidak siuman, maka Kiam Ciu akan binasa. Setelah merundingkan segala sesuatunya tentang semua kerugian dan ongkos bermalam Tong Kiam Ciu, kemudian Cit siocia membawa Tong Kiam Ciu keluar dari penginapan itu.

Kepergiannya dilakukan pada menjelang senja. Semuanya berjalan dengan lancar tanpa ada yang melihat dan mencurigai. Hingga kemungkinan dibuntuti oleh kaki tangan Kwi Ong juga tidak ada.

Dengan kereta yang indah yang biasa dipakai untuk berkelana oleh Cit siocia, Tong Kiam Ciu dibawanya pulang kerumah gadis itu. Sama sekali pemuda itu tidak merasakan apa-apa selama dalam perjalanan. Karena dia selama beberapa hari sampai saat itu belum sadarkan diri.

Setelah tiba didalam rumah Cit siocia, segeralah Tong Kiam dibawa masuk seadiri oleh Cit siocia. Dengan sangat berhati-hati sekali gadis itu mengusung Tong Kiam Ciu. Tong Kiam Ciu telah dirawat oleh Cit siocia. Dengan penuh rasa kasih sayang gadis jelita itu merawatnya. Cit siocia bukan saja lihay ilmu silatnya, tetapi juga mempunyai keahlian mengobati orang sakit yang kesemuanya itu dipelajarinya dari ibunya. Setelah beberapa saat kemudian Sio Cien sipelayan setia itu telah mengetuk pintu kamar kemudian memasuki kamar itu.

"Bagaimana keadaan Tong siauwhiap?” tanya Sio Cien.

"Dia terluka parah, aku khawatir sekali akan jiwanya. Jika dia tidak sadarkan diri dalam waktu tiga hari, aku khawatir dia akan mati. Jika dia sampai mati hidupku tak ada artinya” bisik Cit siocia dengan suara rawan.

"Semoga usaha siocia dapat berhasil. Kalau sampai Tong siauwhiap meninggal maka yang kehilangan bukan hanya siocia seorang tetapi dunia Kang-ouw akan merasa sangat menyesal” sambung Sio Cien menghibur.

Kamar dimana Tong Kiam Ciu dirawat itu sangat indah hiasannya, warnawarni yang dipilihnya adalah warna yang kontras dan dihiasi dengan ukiranukiran yang serba indah. Sepasang pedang berjajar disudut ruang kemudian sebuah lampion besar terletak ditengah ruangan itu. Semuanya sangat serasi dan menimbulkan rasa kerasan tinggal didalam kamar itu.

Tong Kiam Ciu masih belum sadarkan diri. Namun pemuda itu telah mendengarkan suara nafas dan matanya telah mulai bergerak-gerak. Cit siocia menyaksikan itu dengan hati berdebar. Dia mengucapkan rasa syukur dan sangat mengharapkan akan kesembuhan Tong Kiam Ciu.

Bau harum yang sangat segar tercium oleh Tong Kiam Ciu. Pemuda itu merasakan dadanya sangat enak sekali. Ringan sekali perasaannya. Terasa Seolah-olah dia telah terbebas dari semua ikatan ataupun himpitan yang membelenggunya selama ini.

Dengan perlahan-lahan Tong Kiam Ciu membuka matanya. Saat seperti itu yang dituuggu-tunggu dan diharapkan oleh Cit siocia selama menunggui Tong Kiam Ciu. Hatinya berdebar dan menjerit girang.

Saking girangnya Cit siocia sampai menangis, air matanya meleleh karena kegembiraan dan keharuan. Pandangan matanya bertemu dengan pandangan mata Tong Kiam Ciu. Gadis itu tersenyum walaupun air matanya membasahi pipinya. "Oh. aku dimana sekarang ?” bisik Tong Kiam Ciu yang masih sangat lemah nada suaranya. "Kau. . . kau berada dikamarku” bisik Cit Siocia dengan suata penuh keharuan.

"Aku berada didalam kamarmu?” Tong Klam Ciu terperanjat dengan jawaban Cit siocia itu. Dia ingin bangun tetapi kepalanya terasa sangat berat dan dia jatuh lagi dipembaringan itu. "Hati-hati, kau harus banyak istirahat dulu untuk memulihkan semangatmu.

Kau telah tertidur selama tiga hari tiga malam.” bisik Cit siocia sambil memegang bahu Tong Kiam Ciu untuk membetulkan tidurnya.

"Mengapa ?” bisik Tong Kiam Ciu dan memandang ke arah jendela.

Walaupun Tong Kiam Ciu dalam keadaan masih sangat lemah tubuhnya.

Namun pikirannya lelah kembali terang dan dia memang adalah seorang pemuda penggemar keindahan dan kerapian. Ketika matanya melihat keluar itu tampaklah pemandangan yang sangat indah. Dengan pohon-pohon yang berdaun hijau muda serta bunga-bunga beraneka warna.

Diluar angin berhembus sangat kencang, bahkan tampaklah pusaranpusaran yang meniup daun-daun kering berterbangan. Langit yang berawan putih bergulung-gulung tampak sangat jelas dari dalam kamar itu.

Hanyutlah Tong Kiam Ciu kedalam pusaran-pusaran mega itu, kembali teringat kedalam masa-masa silamnya, Teringat kembali orang-orang yang pernah mengasuhnya dengan penuh kasih sayang. Shin-ciu-sam-kiat adalah orang-orang yang sangat berjasa dalam hidupnya, Pek-hi-siu-si yang telah menurunkan ilmu pedang dan ilmu Bo-kit-sin-kong, juga kasih sayang yang telah dicurahkan oleh adik Ji Tong Bwee, kemudian peristiwa demi peristiwa yang telah dialaminya dalam pengembaraan dikalangan Kang-ouw. Pertemuanpertemuannya dengan Cit Siocia. Kemudian yang terakhir ialah ketika dia telah berhadapan dengan Kwi Ong dan dia telah menerima hajaran yang hebat dan tidak mampu untuk mengelakkan lagi. Terpaksa dia memapaki hantaman maut raja iblis dari selatan itu. Semuanya jadi gelap dan dia telah bermimpi hal yang sangat menakutkan. Kemudian Tong Kiam Ciu terhentak dari lamunannya ketika terdengar teguran lembut dan menawan hati.

"Tong siauwhiap janganlah kau pikirkan hal-hal yang bukan-bukan . . . Lebih baik Tong siauwhiap istirahat dulu” bisik Cit Siocia.

Tong Kiam Ciu tergagap suara lembut yang diucapkan oleh Cit siocia itu seakan-akan dekat benar dihatinya. Tersentuhlah keharuan Kiam Ciu.

"Lagi-lagi kau telah menolong jiwaku. Aku hanya dapat mengucapkan rasa terima kasihku saja !” bisik Tong Kiam Ciu dengan suara tandas dari dasar hatinya. "Bagiku semuanya itu merupakan kewajiban, sebagai darmaku dalam kehidupan. Tetapi disamping itu kau patut juga mengucapkan rasa terima kasihmu kepada Sio Cien yang telah menolong membebaskan jalan darahmu sehingga jantungmu tetap berdenyut. Sio Cien bukan lagi sebagai dayangku tetapi dia sudah kuanggap sebagai saudaraku sendiri !” jawab Cit siocia sambil tersenyum dan pipinya yang pulih itu tampak kemerahlan ketika matanya bertemu pandang dengan Kiam Ciu.

Sio Cien telah menghampiri pintu kamar dan ketika pintu terbuka, terciumlah bau sedap dan dayang itu ternyata membawa mangkuk yang berisi jamu hangat dan mengepul asapnya. "Cit siocia ini jamunya Tong Kiam Ciu sudah tersedia !” seru Sio Cien sambil menuturkannya dengan hormat disamping Cit siocia.

"Sio Cien, terima kasih atas segala pertolonganmu” seru Tong Kiam Ciu dengan suara halus, tetapi pumuda itu belum dapat bangun dari tempat tidurnya.

Mendengar ucapan itu maka Sio Cien merah wajahnya karena malu: "Aku sangat malu untuk menerima ucapan terima kasih itu. Karena sesungguhnya aku tidak berbuat banyak. Tanpa adanya Cit Siocia kukira Tong siauwhiap sudah meninggal . . . ketahuilah Tong siauwhiap, bahwa sebenarnya Cit Siocia itu sangat mencintaimu . . .”

Sio Cien menundukan muka dan tersenyum serta menutupi mulutnya sendiri, kemudian menyerahkan mangkuk yang berisi ramuan obat untuk Tong Kiam Ciu. Mangkuk itu diterima oleh Cit Siocia, kemudian diserahkan kepada Tong Kiam Ciu yang telah duduk di tempat tidur.

Sio Cien mengundurkan diri dan keluar dari kamar itu. Sedangkan Tong Kiam Ciu meniup air yang masih hangat itu sambil matanya mengawasi wajah Cit Siocia. Gadis itu dipandang seperti itu merasa sangat kikuk, maka akhirnya Cit Siocia menundukkan muka dan melemparkan pandang ketempat lain. Namun Tong Kiam Ciu memandangi terus.

Lama-lama Tong Kiam Ciu merasa serba salah. Dia memang sangat mencintai Ji Tong Bwee dengan segenap jiwa dan raganya. Namun dengan diam-diam pula dia telah menaruh sayang dan merasa banyak berhutang budi kepada Cit Siocia, telah berkali-kali dia ditolong oleh Cit Siocia.

Tanpa disadarinya telah tumbuh pula suatu perasaan yang luar biasa pada diri Tong Kiam Ciu. Suatu perasaan seolah-olah tidak dapat berpisah terlalu lama dengan gadis jelita itu. Lagi pula dia telah menyadari betapa besarnya rasa kasih sayang Cit Siocia terhadap dirinya.

"Tong siauwhiap, minumlah jamu itu selagi masih hangat !” seru Cit Siocia sambil memain-mainkan ujung bajunya dan melirik Kiam Ciu.

"Hem. . .” hanya itu jawab Tong Kiam Ciu. Kemudian menempelkan bibir mangkuk itu kebibirnya dan mengbirup cairan yang ada didalam mangkuk itu.

Ternyata Tong Kiam Ciu biasa minum jamu juga, dengan sekali teguk isi mangkuk itu telah kering tandas. Cit Siocia telah menerima mangkuk yang sudah kosong itu dan meletakannya diatas meja.

Sejak mata mereka saling beradu pandang, kemudian Tong Kiam Ciu memecahkan kesunyian itu dengan sebuah pertanyaan.

"Apakah siocia tidak melihat adik Tong Bwee ditepi telaga tadi?”

"Tidak . . .” jawab Cit siocia singkat.

"Aku sangat khawatir akan keselamatannya, sejak ada angin topan dan keributannya yang ditimbulkan oleh Kwi Ong diatas telaga Ang-tok-ouw aku belum mengetahui kabar beritanya . . .” sambung Tong Kiam Ciu.

"Kukira Shin-ciu-sam-kiat dan adik Bwee telah dapat menyelamatkan diri” Cit siocia menghibur Kiam Ciu.

"Mudah-mudahan” sambung Kiam Ciu hampa.

Namun demikian Tong Kiam Ciu tampak berubah wajahnya dan kelihatan sayu serta kecut. Cit siocia merasa khawatir melihat perubahan itu. Maka gadis itu menghiburnya pula. "Sudahlah Tong siauwhiap, kau perlu istirahat sebanyak-banyaknya !” bisik Cit siocia "percayalah bahwa mereka pasti selamat".

"Hemm . . .” hanya itu yang terdengar dari mulut Kiam Ciu.

Tong Kiam Ciu dipaksa oleh Cit siocia untuk berbaring kembali, agar obat yang telah diminumnya tadi dapat bekerja dengan sempurna dalam tubuh, walaupun bagaimana Tong Kiam Ciu akhirnya menurut juga atas anjuran itu.

Tong Kiam Ciu berbaring kembali, namun matanya belum juga mau dipejamkan, sedangkan Cit siocia tetap duduk disampingnya.

"Cit siocia” bisik Tong Kiam Ciu tanpa melihat kearah orang yang diajak berbicara. "Ya Tong siauwhiap” jawab Cit siocia sambil mengamati pemuda itu!.

"Kamarmu indah benar dan rapi sekali".

"Ah . . .” "Dimanakah letak rumahmu ini?? Hawanya begini segar” bisik Tong Kiam Ciu dengan suara sangat dalam.

"Di sebuah desa yang terpencil diatas gunung” jawab Cit siocia.

"Desa manakah ?” tanya Kiam Ciu mendesak.

"Desa Cit Wi diperbatasan propinsi Yunan diatas gunung” jawab Cit siocia dengan memandang kearah wajah Tong Kiam Ciu.

Tong Kiam Ciu teringat akan pembicaraannya dengan Shin Kai Lolo diatas perahu layar milik Ouw Hin Lee. Dia harus menemui seorang pendekar pertapa yang telah memencilkan diri dipegunungan. Seorang kakek dengan gelar Kiamleng-Ji-su yang memencilkan diri di puncak gunung Jit liauw hong dipegunungan Tiam-cong-san dipropinsi Yunan.

Untuk memulihkan kembali kesehatan Tong Kiam Ciu perlu beristirahat selama beberapa hari. Dibawah pengawasan dan perawatan yang teliti dan penuh kasih sayang. Ternyata Cit siocia sangat baik merawat Kiam Ciu. Gadis itu selain parasnya cantik, ternyata juga mempunyai jiwa sabar dan kasih sayang yang tulus. Hal itu sangat dirasakan oleh Kiam Ciu. Sehingga pemuda itu merasakan hatinya tenteram dan tenang sekali. Walaupun kadang-kadang dia merasa sangat sungkan menjadi beban seorang gadis yang selalu dikecewakannya itu. Namun apa boleh buat karena dirinya belum kuat untuk berjalan dan tangannya belum pulih kembali.

Tugas-tugasnya masih menumpuk, semua persoalan belum dapat dikerjakannya. Dia harus dapat menyelesaikan tugasnya membalaskan dendam keluarganya kepada Ciam Gwat.

Tetapi Ciam Gwat adalah seorang yang berilmu sangat lihay. Menurut pesan gurunya bahwa untuk menundukan Ciam Gwat dia harus mempelajari dan menguasai ilmu dari kitab Pek-seng-ki-su. Maka dia harus dapat mendapatkan kitab Pek-seng-ki-su dan mempelajari serta memahami ilmunya.

Untuk mendapatkan kitab Pek-seng-ki-su dia harus mendapatkan dua benda yang berupa akar Lok-bwee-kim-keng dan biji Cu-sik. Dua benda itu telah didapatnya. Lok-bwee-kim-keng didapat dari Kun-si Mo-kun, sedangkan biji Cusik didapat dari Cit siocia. Hatinya telah menjadi lega. Kalau kedua benda itu telah ditangannya dan dia segera akan pergi ke kota Pek-seng dan menemui gadis she-Gan cucu Gan Hua Liong yang terkurung pengaruh jiwanya di gedung indah kota Pek-seng yang aneh itu. Tetapi untuk pergi ke tempat itu membutuhkan tenaga juga, apalagi kalau sampai ditengah perjalanan dia bertemu dengan orang-orang yang mempunyai minat juga dengan kitab Pekseng-ki-su, dia pasti akan menemui bencana.

Walaupun tekadnya sudah bulat dan sanggup untuk menghadapi segalagalanya. Namun setelah dipikirvlebih lanjut bukankah kalau dia dalam keadaan masih lemah harus menghadapi lawan berarti akan menyerahkan nyawa. Bukan saja badannya akan sengsara, tetapi kitab pusaka akan jatuh ke tangan orang lain. Maka setelah memikirkan untung ruginya dalam tindakannya itu. Kiam Ciu telah mengambi kesimpulan untuk memulihkan dulu semangat dan menyembuhkan luka dalamnya.

Dengan perawatan Cit siocia yang dibantu oleh Sio Cien dan Peng Nio dirumah Cit Siocia yang tenang didesa Cit Wi itu maka Kiam Ciu merasakan kesehatannya berangsur-angsur baik.

Tiap pagi dan sore Kiam Ciu telah mulai latihan kembali. Pemuda itu mulai sedikit demi sedikit melatih gerakan-gerakan tangan dan kakinya yang begitu lama tidak di gerak-gerakan karena dia harus selalu berada di tempat tidur selama dalam penderitaan itu. Latihan-latihan yang di lakukannya itu dengan sangat berhati-hati dan perlahan-lahan. Selama satu bulan Kiam Ciu dirawat oleh Cit siocia dengan penuh kasih sayang itu. Karena ketenteraman dan ketulusan Cit siocia itu, lama-lama Kiam Ciu dapat melupakan segala kegelisahannya. Dengan tiada terasa telah berlalu sebulan dia berada di rumah Cit siocia. "Cit Sio Wie, aku telah terlalu banyak menyusahkan dirimu” kata Kiam Ciu suatu hari. Ketika itu Kiam Ciu dan Cit Sio Wie berjalan-jalan dan menikmati indahnya tanah pegunungan menjelang senja.

"Ah, Tong siauwhiap jangan terlalu memikirkan itu” bisik Cit Sio Wie sambil memegang lengan pemuda itu dengan menggelendotkan tubuhnya kebahu Kiam Ciu. "Kau terlalu baik padaku” bisik Kiam Ciu.

Namun gadis jelita itu tidak menjawab. Cit Sio Wie hanya tersenyum dan melirik ke arah Kiam Ciu.

Gadis yang berjiwa pengembara dan angin-anginan itu ternyata mempunyai kehalusan hati juga. Dia telah begitu menyintai Kiam Ciu hingga berkorban untuk apapun. Dirinya memang diabdikan untuk cinta.

Lebih baik dia berkorban dari pada melihat kekasihnya menderita. Ilmunya lihay. 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar