Chapter 4
Adapun gunung Ji-Long San itu merupakan barisan pegunungan yang liar didaerah Patang. Diantaranya terdapat sebuah puncak menjulang tinggi keangkasa, yang diselubungi lapisan mega. Puncak itu sepanjang tahun tertutup dengan tumpukan salju iu, sehingga udaranya sangat dingin. Pada lampingnya banyak sekali tebing2 nan curam dan tinggi2 letaknya, sehingga hampir tidak ada jalan sama sekali untuk melewatinya. Sedang dikaki pegunungan tumbuh hutan-rimba yang lebat, dimana pohon2 berdaun rindang menutupi sinar matahari yang ingin menembusinya. Didalamnya berkeliaran binatang2 yang buas, hingga seorang pemburupun tidak berani datang. Kembali pada Yalut Sang dan Pato yang tengah menempuh perjalanan kedaerah tersebut, setelah lewat belasan hari tiba didataran tinggi Siauw Pa San. Adapun Siauw Pa San terdiri dari gunung2 yang tinggi dan berdinding curam mengerikan. Dibagian pinggir gunung ada jalanan Canto, yang sangat sempit sehingga orang yang melewatinya harus meninggalkan kudanya untuk meneruskan perjalanannya dengan berjalan kaki.
Setelah guru dan murid menempuh jarak setengah harian, maka kelihatan tidak jauh dihadapan mereka sebuah gubuk kecil. Diatap gubuk terpancang sebuah bendera menunjukkan tempat orang menjual minuman arak. "Mari kita melepaskan lelah sebentar untuk minum arak," ujar Yalut Sang. "Selesai minum kita akan teruskan perjalanan." Setibanya didepan gubuk tempat penjualan minuman arak, mereka melihat bahwa pemiliknya adalah seorang nenek yang sudah putih ubanan. Selain itu dibawah gubuk terdapat sebuah batu berwarna hijau dan besar bentuknya, Diatasnya terletak sebuah belanga terbikin dari tanah liat dan tempat dadu. Melihat keadaan yang ganjil tersebut, Pato membisik kepada gurunya.
"Suhu, mengapa dihadapan nenek penjual arak ini terdapat alat permainan dadu?" "Nanti akan kutanyakan kepada nenek itu," jawab Yalut Sang seraya berjalan menghampir. "Lo Twanio, apa kau masih ada persediaan arak?" Adapun sinenek usianya kira2 tujuh puluh tahun.
Perawakannya tinggi besar, sedangkan rambutnya putih seperti salju. la mengenakan pakaian serba hitam. Demi mendengar Yalut Sang menegur kepadanya, ia menengadah seraya menjawab.
"Disini ada arak, tapi biasanya tidak dijual dengan menerima uang." Tatkala pandangan mata Yalut Sang berbentrok dengan mata nenek tua itu, bercekatlah hatinya. Sementara itu, Pato yang mendengar orang berkata bahwa arak itu tidak dijual dengan uang, merasa heran bercampur gembira.
"Eh, nenek! Sungguh kau baik sekali, didunia ini memang sukar untuk mendapatkan orang yang kedua seperti kau. Apakah orang boleh minum tanpa bayar?" Tapi sinenek berkata dengan dingin : "Kau ingin minum arak, lebih dahulu harus bermain dadu denganku." Yalut Sang sadar bahwa dibalik peristiwa ini tentunya ada sebab musababnya, maka lekas2 ditariknya tangan Pato seraya berkata kepada sinenek : "Lau Twanio, coba kau berikan keterangan yang lebih jelas, bocah kecil ini tidak mengetahui aturannya!" "Ah, mudah saja," jawab sinenek, "adapun arakku tidak untuk disuguhkan dengan cuma2. Keluarkanlah uang perakmu untuk bertaruh main dadu denganku. Bilamana kau menang, aku akan menyuguhkan arak dengan cuma2." "Dan apabila kami kalah ?" tanya Yalut Sang dengan hati berdebar-debar.
"Marilah kita bermain dadu, kalau aku kalah, kamu orang boleh minum arakku sepuas-puasnya2" berseru sinenek penjual arak kepada Yalut Sang dan Pangeran Pato.
"Jika kau kalah, maka keluarkan lagi uangmu, demikian seterusnya sampai kau dapat menang dan kalau aku kalah terus maka aku akan menyuguhkan kau minuman arak sampai se-kenyang2nya!" Mendengar perkataan sinenek, Pato menjadi timbul isengnya. Segera dikeluarkannya sebungkusan kecil berisikan uang perak kira2 sepuluh tail beratnya.
Dilemparkannya kantong itu diatas batu seraya berseru : "Cobalah aku bermain dahulu sekali dan itu uang taruhannya!" "Hi-hi-hi ! Aku kuatir kau belum dapat menaadingi permainanku. Hi-hi-hi! Lihatlah aku akan menangkan uang perakmu!" ujar sinenek sambil tertawa kegirangan.
Menyusul mana dibukanya sebuah tutupan guci arak.
Tampak bahwa didalam guci itu tidak terisi arak, melainkan penuh dengan uang perak.
Uang perak hancuran dituang sinenek berkeresekan diatas tanah. Melihat kejadian itu, Yalut Sang mendorong Pato kesamping.
"Muridku, biarlah aku yang bermain dahulu. Setelah itu baru kau." "Benar! Tuan ini rupanya ada pandai sedikit untuk membuat dadu bergerak-gerak," sahut nenek sambil menyerahkan keenam biji dadu kepada Yalut Sang. "Tuan boleh melemparkannya terlebih dahulu. "Silahkan!" Yalut Sang berpikir didalam hatinya, "Hm, ingin aku mengetahui cara bagaimana kau mempermainkan orang!" Guru silat itu bersiul meniup dadu2 ditangannya. Diam2 dadu yang bermata enam semuanya diarahkan keatas, dan dengan mengerahkan tenaga-dalamnya dadu2 itu melekat satu. Setelah itu dilemparkannya kedalam belanga sambil berteriak : "Liok Liok! Enam semua!" Sesaat kemudian keenam dadu itu menggelitir kedalam belanga dan setelah berputar sebentar, kesemua mata enam berjejer didalam belanga! Pato, menyaksikan kelihayan suhunya berseru kegirangan, "Semuanya bermata enam, sekarang kita dapat sepuasnya minum arak! Ha-ha-ha! Sinenek kalah, sinenek kalah!" "Tunggu dulu! Aku belum mengambil giliran, jika aku dapat Boan Tong Hong, kalian akan terkalahkan," ujar nenek itu agak gusar.
Adapun yang disebut Boan Tong Hong ialah keenam dadu yang semua bermata empat.
"Mana ada hal yang demikian!" ujar Pato, "Lekas kau keluarkan arakmu saja. Tenggorokanku sudah kering." Sinenek tak menghiraukannya dan sekaligus diambilnya keenam dadu itu lalu dilemparkannya keatas. Keenam dadu berputar-putar diudara sebentar untuk kemudian turun kebawah dan menggelinding didalam belanga. Nenek itu menunjuk dengan jarinya.
"Sie Sie ! Semua empat!" bentaknya dengan suara keras.
Dan seketika itu juga keempat dadu terhenti dan menunjukkan ... mata empat! Sedangkan yang duanya lagi dibiarkannya berputar terus.
Yalut Sang dapat melihat adanya tenaga-dalam yang hebat sekali, yang disalurkan melalui telunjuk tangan nenek itu, maka buru2 dikebutnya kedua dadu tersebut yang lantas berhenti dengan mendadak! Dan kedua dadu itu menunjukkan mata satu! Pato, yang ringan mulut tertawa terpingkal-pingkal.
"Nenek, kau sudah kalah! Ha-ha-ha!" Tapi, sekonyong-konyong kedua batu dadu itu membalik dengan sendirinya dan menunjukkan angka empat! Pato terbelalak matanya dan berseru : "Kau merubah dadumu! Itu tak dapat dihitung! Curang, curang!" Dengan gusar sinenek menyambar bungkusan uang perak Pato diatas batu sambil mengawasi dengan mata melotot. "Apa yang kau bilang" Tak dapat dihitung" Curang"! Jika kau tidak terima, keluarkan saja peluru suhumu yang dapat berbunyi itu untuk taruhannya !" Bagaikan kilat Yalut Sang mengibas dengan kedua belah telapak-tangannya! Karena sambaran angin yang keras, maka rambut sinenek tersingkap. Itulah rambut palsu! "Kie-su! Kami datang dari jauh untuk menemui kau.
Apakah kau masih ingin bermain-main?" ujar guru silat itu.
Sinenek palsu melompat kesamping seraya tertawa bergelak-gelak. "Yalut Sang, sahabatku! Sudah kuduga kau ini sukar dikelabui oarng! Siapakah pemuda muridmu ini ?" tanya siorang tua seraya membuka kedoknya.
Kini kelihatan muka orang yang berkumis rapih.
Jubahnya yang dikenakan tadi dilucutkan kebawah. Seke jap mata saja sinenek tua telah berubah menjadi seorang laki2 setengah ua dengan rambutnya terikal bagaikan seorang sastrawan. Sikapnya sangat gagah dan bersemangat, sedangkan sepasang matanya menyorotkan sinar bernyala-nyala. la mengenakan baju berwarna hitam yang sedap dipandang orang. Orang itu tidak lain daripada ... Im Hian Hong Kiesu sendiri! Sipenunggu Puncak Gunung Maut.
Melihat perobahan tersebut, Pato berdiri menjublak bahna herannya tanpa dapat berkata apa2.
"Kie-su. Dia adalah muridku Pato, putera Jendral Tuli," ujar Yalut Sang seraya mendorong muridnya kedepan untuk diperkenalkan. Buru2 Pato berlutut. Diam2 ia mencuri lihat muka orang tua itu. Terperanjatlah hatinya! Wajah orang itu tak ubahnya seperti orang yang dahulu dijumpainya berdiri diatas tebing gunung! Dengan tak terasa lagi ia berkata : "Kie-su Cianpwee. Pada bulan yang lalu, dengan mujur sekali aku yang rendah telah terlepas dari bahaya maut berkat pertolonganmu. Kalau tidak keburu tertolong, uiscaya Hek Sia Mo-lie telah mencelakakan kami," sambil menjura Pato meneruskan. "Dengan ini aku yang rendah mengucapkan banyak2 terima-kasih atas budimu yang besar." Melihat kelakuan sipangeran, Im Hian Hong Kie-su mengulapkan tangannya. "Kau keliru! Mana pernah kualami kejadian itu" Selama duapuluh tahun ini, akan tak pernah meninggalkan gunung Pa-san ini," ia mengawasi Patodengan keheranan, lalu diteruskannya : "Memang kudengar kabar bahwa dalam dua tahun ini ada seorang jahanam yang mempergunakan namaku.
Dengan sengaja orang itu telah menanamkan bibit2 permusuhan disana-sini. Meskipun aku tak pernah turun gunung, tapi jangan dikira bahwa aku tak tahu akan gerak-geriknya dikalangan kang-auw dewasa ini." Sipenunggu Puncak Gunung Maut berhenti dan tiba2 suaranya menjadi keras seperti geledek.
"Jangan dikira bahwa tidak ada yang melaporkan kepadaku akan peristiwa-peristiwa yang merusakkan nama baikku. Justru akhir2 ini aku telah berniat turun guuung untuk menyelidiki dan membereskannya sampai terang.
Aku hendak kremus jahanam itu." Mendengar ucapan tersebut, Yalut Sang menyahut.
"Kiranya kau sudah mengetahui juga bahwa ada orang yang telah mempergunakan namamu. Maksud kedatangan kami disinipun adalah untuk memecahkan persoalan tersebut. Tapi tak disangka-sangka ditempat ini kami telah bertemu denganmu." Im Hian Hong Kie-su tersenyum lebar.
"Adapun aku berada disini adalah untuk menanti pesuruhku yang telah kuperintahkan untuk menyelidiki berita2 yang berkenaan dengan namaku. Aku girang kau datang, Yalut Sang. Huh, gubuk ini bukanlah tempatnya untuk kita ber-cakap2. Marilah kita beristirahat dirumahku." Yalut Sang dan Pato mengikuti pendekar itu mengambil jalan memasuki barisan pegunungan, melalui canto2 diantara bukit2 yang bentuknya berliku-liku dan dibangun pada tebing2 gunung yang tinggi dan curam. Tak lama mereka tiba pada selat gunung yang penuh dengan pohon cemara. Air sungai terdengar gemericik mengalir amat derasnya. Dibawah sebuah pohon cemara besar berdiri sebuah rumah yang terbuat dari atap.
Yalut Sang dan Pato dipersilahkan masuk kedalam rumah. Segera Im Hian Hong Kie-su menepuk tangannya dan sekonyong-konyong sepasang kera melompat keluar dengan membawa sesajian air gunung dan bebuahan.
"Kie-su, sudah duapuluh tahun aku tidak melibat kau.
Sungguh tak kusangka wajahmu masih tetap seperti dahulu dan tidak nampak lebih tua," demikian Yalut Sang membuka pembicaraan, setelah mereka duduk2.
"Aku sudah berusia enampuluh delapan tahun sekarang ini," sahut Im Hian Hong Kie-su, "sunguh tak terasa lagi duapuluh tahun telah lewat, semenjak aku meninggalkan pemilihan Bu-lim Cin-cun dipuncak gunung Heng San." Pendekar itu berhenti sejenak untuk mengingat kenangan2 yang lampau, lalu diteruskannya seraya tertawa.
"Tak disangka, bahwa aku yang sudah mengasingkan diri dari dunia yang ramai, kini harus menjejakkan juga kakiku kembali kedunia kang-ouw." "Apakah kau benar2 hendak turun dari gunung ?" tanya Yalut Sang.
"Sebenarnya aku sudah mengambil ketetapan untuk mencuci tangan dan tidak keluar lagi dari daerah pegunungan. Tapi apa mau dikata, beberapa bulan yang lalu Tiang Pek Loni telah mengirim seekor burung bangaunya dengan membawa sepucuk surat. la, minta pertolonganku untuk menyelidiki suatu rahasia. Karena ia adalah susiokku, mau tak mau aku tak dapat menolaknya." Im Hian Hong Kie-su mencomot sebuah Toh dan dimakannya lambat2. "Sebab itu, pada akhir bulan ini aku telah mengutuskan beberapa sahabatku yang dapat dipercayai untuk mencari petunjuk2. Dengan susah-payah barulah aku mendapat kabar berita dan kini aku mengambil ketetapan untuk turun dari gunung." "Ah, kiranya Tiang Pek Loni masih hidup" Kalau begitu permintaannya untuk kau menyelidikinya adalah bertalian dengan hilangnya seorang murid kesayangannya yang bernama Wanyen Hong. Bukankah demikian halnya?" Yalut Sang bertanya seraya bermesem-simpul.
Mendengar keterangan kawannya itu, Im Hian Hong Kie-su mengawasinya dengan terperanjat.
"Lauwte, sebenarnya aku tidak boleh menceritakan persoalan ini. Tapi karena hal ini ada sangkut pautnya juga dengan majikanmu, maka ada faedahnya untuk menjelaskannya kepadamu." Pendekar itu mengusap2 kumisnya yang jarang seraya melanjutkan : "Benar dugaanmu, yang diminta Sin Ciang Taysu itu untuk diusut adalah perihal Wanyen Hong, pateri dari negara Kim. Berhubung Loni sedang melatih ilmu Sam Bie Tay hoat dan harus bertapa selama delapan belas tahun lamanya dan kini masih harus menyelesaikannya setahun lagi maka ia telah memohon pertolongan untuk menyelidiki persoalan hilangnya murid kesayangannya itu." "Benarkan puteri Wanyen Hong belum mati" Bagaimana Sin Ciang Taysu dapat mengetahuinya?" Yalut Sang mengerutkan keningnya.
"Lauwte bukan orang luar, maka biarlah aku akan jelaskan kepadamu. Pada waktu Sin Ciang Taysu bertapa, ia masih menerima seorang murid baru. Dialah seorang gadis. Murid itu dibesarkan selama belasan tahun didampingnya dan kini telah mencapai usia duapuluh tahun. Nama gadis itu ialah Liu Bie. Sin Ciang Taysu telah menurunkan kepada muridnya itu ilmu silat Tiang Pek Bu.
Menurut katanya, ilmu silat itu hebat luar biasa!" Sejenak Pato melongo. "Semenjak beberapa tahun ini, gadis itu telah berkeliaran didalam dunia kang-ouw. Kepandaiannya yang tinggi benar2 membuat orang merasa takjub. Kaum Sungai telaga telah menggelarkannya dengan nama : Kim Gan Bie atau Mata Berkening Mas. Pada saat terakhir Kim Gan Bie sedang menjalankan perintah Sin Ciang Taysu untuk mengusut rahasia tentang lenyapnya Wanyen Hong, kakak seperguruannya yang sudah tujuhbelas tahun lamanya itu."
---oo0dw0oo---
"AKHIRNYA gadis itu berhasil menemukan petunjuk bahwa Hek Sia Mo-lie yang ditakuti orang disepanjang Giok-bun-koan tidak lain dan tidak bukan adalah Wanyen Hong!...." demikian keterangan Im Hian Hong Kie-su.
Pato serempak bangkit berdiri.
"Itulah keliru! Coba Cian-pwee dengarkan dulu keteranganku. Adapun Hek Sia Mo-lie yang kujumpai pada bulan yang Ialu usianya kira2 enam belas tahun. Biarpun boleh dikata ilmu pedangnya tinggi, tapi mana boleh jadi ia itu puteri Wanyen Hong?" Karena pembicaraannya diputus ditengah jalan, Im Hian Hong Kie-su menjadi agak gusar.
"Tunggu! tunggu dulu! Gadis yang kau jumpai itu bukannya Wanyen Hong. Coba biarkanlah aku ceritakan rahasia yang menyelubungi dalam hal ini! Hampir semua keterangan dapat dikumpulkarn berkat kecerdikan Liu Bie sigadis cilik itu. Adapun pada duapuluh tahun yang lampau Tiang Pek Loni Sin-Ciang Taysu memperoleh sebuah kitab rahasia. Kitab itu diperolehnya dari penggalian disebuah makam purba, dan didalamnya terdapat pelajaran mantera dari latihan sakti ilmu Sam Bie Tay-hoat." Im Hian Hong Kie-su minum airnya, lalu meneruskan.
"Jika orang berhasil menyelami ilmu tersebut, niscaya ia akan memperoleh raga-sukma yang sempurna. Sama halnya dengan ilmu Thian Gan Tong dari ajaran Buddha, iimu itu, dapat mengetahui hal2 yang belum terjadi! Kecuali mantera, masih terdapat sebuah peta penyimpan benda2 pusaka. Disebutkan dalam peta itu terpandam dua macam benda mustika yang tiada bandingannya dikolong langit ini.
Pusaka yang pertama ialah pedang Mo-hweekiam atau Pedang Api Setan, peninggalkan kaum Buddha bekas milik Kong Ciak Tay Beng Ong didiaman purba. Sedang pusaka yang kedua adalah sebuah mustika peninggalan kaum agama To-Kauw, yaitu obat pengawet muda buatan Lo Hu Cian Jin berikut obat aneh untuk merubah rupa. Begitu Sin Ciang Taysu mempereleh kitab ini, maka tersiar meluaslah keselruh penjuru. Banyak Pendekar2 yang tinggi kepandaiannya datang untuk merebutnya. "Tak segan2 mereka menggunakan segala tipu-daya keji untuk memperoleh kitab tersebut, namun semuanya dapat dipunahkan oleh Sin Ciang Taysu." Pato terbuka mulutnya bahna asiknya mendengar.
"Tatkala Wanyen Hong menyelesaikan pelajaran, dan pulang kenegeri Kim, suhunya Sin Ciang Taysu telah memberikannya secara diam2 peta penyimpanan benda mustika itu kepadanya. Sedangkan kitab mantera latihan Sam Bie Tay-hoat itu tetap disimpannya sendiri untuk dipurgunakan dikemudian hari" Yalut Sang mengerutkan keningnya.
"Lewat berapa tahun kamudian, Wanyen Hong pergi ke Monggolia untuk merundingkan soal perdamaian. Kebetulan sekali tempat penyimpanan benda mustika itu terletak pada sebuah goa batu Moh Ko Ciuk Khu digunung See-Beng San. Nah, kejadian berikutnya dapat diketahui berkat jerih payahnya Liu Bie yang menunaikan tugasnia dengan baik." Im Hian Hong Kie-su berhenti untuk membasahkan tenggorokannya. "Lewat tembok perbatasan Giok-bun-koan, maha iring2an diperintahkan untuk beristirahat selama tiga hari. Pada malam harinya Wanyen Hong seorang diri pergi kegoa Cian Hut Tong. Tio Hoan sebagai pengawal yang disayanginya pun tak diberitahukannya. Ketika Wanyen Hong, sampai digoa Cian Hut Tong itu, maka dengan pertolongan peta ia berhasil membuka kamar batu rahasia.
Benar saja! Didalamnya menggeletak pedang musrika Mo-hwee-kiam.
Kemudian dibukanya sebuah kotak. Didalamnya terdapat obat pengawet muda dan obat pengubah rupa." lm Hian Hong Kie-su mengawasi kedua pendengarnya untuk mengetahui dapatkah mereka mengikuti penuturannya. "Tanpa diketahui, sejak Wanyen Hong memasuki goa itu diam2 ia dikuntit oleh seorang iang bertopeng. Wanven Hong terkejut! Entah siapa gerangan orang bertopeng itu" Maksudnya tak lain ialah untuk merampas benda2 pusaka yang telah ditemukan oleh Wanyen Hong. Maka sekejap saja terjadilah pertempuran hebat antara kedua orang itu." "Tatkala Wanyen Hong membuka serangan, lebih dahulu ia telah menelan obat pengawet muda kedalam mulutnya. Rupanya sierang bertopeng lebih tinggi kepandaiannya, maka bukan kepalang gelisahnya Wanyen Hong pada waktu itu. Namun apa daya ilmu pedangnya masih berada dibawah angin. Dalam keadaan yang gawat Wanyen Hong ingat akan pedang mustika Mo-hwee-kiam yang baru diperolehnya. Tanpa ayal lagi ia cabut pedang tersebut dan membacok pedang lawannya, yang lantas kutung dua dan jatuh ketanah." Pato mengambil pula buah Toh.
"Orang bertopeng itu sangat lihay! Ketika mengundurkan diri, ia masih sempat menyerang dengan tangan kosong. Walaupun demikian dia sudah berada dibawah angin dan pukulan2-nya dengan mudah dapat ditangkis oleh Wanyen Hong. Tiba2 orang berkedok itu berteriak mengguntur dan mengangkat telapak-tangannya, untuk memukul! Itulah Lok-Mo-Ciang atau Telapax Tangan Maut Hijau! Dengan nekad Wanyen Hong membacok tangan lawannya yang sudah berkelebat depan matanya, berbareng ia lompat kebelakang. Orang berkedok itu menjerit kesakitan tatkala telundiuk tangannya terpapas kutung oleh Mo-Hwee-Kiam! Tapi tak urung telapak-tangannya membentur dinding hingga berlubang, hijau warnanya." "Kie-su cianpwee," Pato bertanya terperanjat. "Ilmu silat apakah Lok-Mo-Ciang itu" Bagaimana telapaktangan orang itu dapat bersinar hijau?" "Pato," jawab pendekar itu, "sebagaimana kau ketahui, bagian bawah perut kunang2 dan pada tubuh binatang Ya-Kong-Tang mengeluarkan sinar hijau. Adapun kaum rimba persilatan menyebutkan ilmu itu dengan nama Lok-Mo-Ciang. Biasania orang yang berlatih ilmu dahsyat ini.
menelan zat hijau dengan cara istimewa. Zat tersebut sangat beracun sekali. Dengan melewati waktu yang tiukup lama dan latihan iang berat dan sukar, maka apabila telah berhasil, akibatnyapun sangat hebat sekali." "Begitu kedua belah telapak-tangan digosok, maka keluarlah sinar kehijauan. Siapa yang kena pukulan tersebut, sesaat itu juga kepalanya akan terasa pening, sedangkan penglihatannya menjadi kabur dan matanya ber-kunang2. Selain itu menyusul mana napasnya sesak. Zat hijau menembus kulit badan dan dalam waktu singkat saja orang itu akan binasa!" demikian Im Hian Hong Kie-su menerangkan secara panjang lebar.
"Alangkah hebatnya!" ujar Pato, "lalu bagaimana selanjutnya dengan Wanyen Hong?" Maka dilanjutkannya pula penuturan itu.
"Begitu Wanyen Hong melihat musuhnya melarikan diri, keringat dingin mengucur disekujur badannya, mengingat jiwanya hampir saja melayang.
Setelah keluar dari goa batu, sang puteripun mainkan pedang pusaka itu. la menyalurkang tenaga-dalamnya, maka tampaklah pada ujung pedang keluar hawa panas dan asap putih yang mengepul-ngepul! Rupanya pedang siorang bertopeng tadi kena panas yang luar biasa, maka menjadi rapuh. Rasa terkejut dan gembira bercampur didalam hati Wanyen Hong. Tapi sebaliknya ia berpikir, apabila ia harus pergi ke Monggolia sebaiknya Mo-Hwee-Kiam tidak dibawa-bawa. Maka kembalilah ia kedalam goa, lalu ditiarinya sebuah sela batu dan pedang pusaka itupun disembunyikannya.
Sekonyong-konyong terjadi sesuatu yang, mengejutkan! Tatkala Wanyen Hong ingin berlalu, tiba2 ia merasakan badannya lemas dan matanya terasa berat sekali. la menguap berkali-kali diserang rasa kantuk Yang tak terhingga. Ia mencoba mengerahkan tenaganya, tapi sia2 belaka. Baru saja ia melangkah beberapa tindak, atau badannia jatuh terkulai diatas tanah ...
Rupania obat pengawet muda yang ditelan oleh sang puteri tadi kini mulai bekerja didalam tubuhnya. Tatkala ia terbangun pula, entah berapa lama ia telah tidur disana" Dan selain itu hatinya heran sekali mendapatkan dirinya terbaring diatas sebuah pembaringan yang empuk. Didalam ruang kamar ada lilin yang menyala dengan terangnya.
Setelah diperiksanya lebih teliti, ternyata ruangan itu bukan lain daripada goa tadi dimana ia menyimpan pedang Mo-Hwee-kiam! Dengan perasaan heran, Wanyen Kongcu berfikir seorang diri : "Bagaimana aku bisa berada disini?" Tiba2 olehnya terdengar suara lemah-lembut disampingnya : "Oh, rupanya kongcu sudah bangun?" Bagaikan Kilat Wanyeng Hong membalikkan tubuhnya untuk menatap kearah orang yang bersuara itu. Dialah Tio-Hoan, pengawal yang disayanginya, yang kini sedang berdiri menanti dibawah cahaya lilin. Pakaiannya seperti untuk berpergian dimalam hari, serba hitam. Dikepalanya ia memakai sebuah topi, sedangkan dipinggangnya terselip sebuah pedang yang panjang.
Wanyen Hong Kongcu merasa heran sekali, bercampur girang. "Tio Hoan, bagaimana kau dapat mengikuti jejakku?" Sambil membungkukkan dirinya, Tio Hoan menjawab : "Setelah Kongcu menghilang selama dua hari Iamanya.
maka aku menemukan jejak Kongcu, dan mengikutinya sampai didalam goa Buddha ini. Tak disangka olehku mendapatkan Kong-cu tergeletak dilantai. MuIa2, hatiku amtat terkejut, tapi setelah mengetahui Kong-cu hanya sedang tidur, barulah aku merasa lega. Aku telah memindahkan Kong-cu kekamar ini agar dapat beristirahat dengan lebin baik dan enak." Wanyen Hong melihat bahwa pintu kamar batu tertutup semuanya. Perlahan-lahan ia menarik Tio Hoan untuk duduk disampingnya dan bertanya dengan suara merayu.
"Hoanko. Apakah kau hanya seorang diri saja mencari aku" Sudah jam berapa sekarang?" Mengambil kesernpatan baik ini, Tio Hoan dengan hati berdebar memegang bahu sang puteri yang halus. Bau harum semerbak menyambar masuk kedalam hidungnya.
Pada malam kemarin dulu Kongcu telah meninggalkan Kong-cu telah meninggalkan perkemahan dan kini sudah menjelang petang hari yang ketiga. Kini-diluar sudah gelap.
Untung aku telah membawa sedikit arak dan daging untuk Kong-cu makan." Setelah mana dikeluarkannya dari kantong kulitnya sebotol susu kuda dan daging yang sudah dimasak serta sepoci arak, semuanya itu ditaruh diatas meja dekat pembaringan. Kedua muda-mudi itu sejak mula memang sudah saling menaruh hati, dengan muka bersemu merah mereka saling melirik mata. Melihat Tio Hoan datang membawa daging dan arak, diwaktu perutnya tengah keruyukan, bukan kepalang rasa gembiranya Wanyen Hong.
"Hoanko. Mengapa kau begitu baik sekali terhadapku" Sekarang kita hanya berdua saja, baiklah kau lepaskan pedangmu dan mari kita minum bersama. Sesudah itu baru kita kembali keperkemahan." Tio Hoan mengambil dua buah cangkir perak dan dituangkannya arak secangkir penuh untuk sang puteri.
Seraya tersenyum diangsurkannya.
"Hoanko, mengapa kau berlaku sangat kaku terhadapku" Disini toh bukannya diistana. Aku ingin agar kau bertindak seolah-olah tiada orang lain selain kita berdua dan kau memanggil aku. . ." Tia Hoan tersenyum. "Hong-moay. Minumlah secangkir lagi. Setelah itu ada sesuatu yang hendak kukatakan kepadamu." Wanyen Hong membalas dengan kerlingan yang menawan. "Janganlah kau suruh aku minum seorang diri. Hoanko.
Harap keringkan juga cangkirmu." Begitulah kedua muda-mudi itu minum arak sepuaspuasnya. Akhirnya Wanyen Hong mengawasi Tio Hoan dengan pandangan yang menggetarkan sukma.
"Hoanko, apakah yang ingin kaukatakan kepadaku?" Tio Hoan mesem, lalu mendekatkan mulutnya pada telinga sang puteri. "Hong-moay, hari sudah jauh malam dan kitapun tidak mempunyai kuda, bagaimana kita dapat pulang" Bukankah lebih baik kita bermalam disini sadia..." Waktu itu Wanyen Hong sudah dipengaruhi arak dan hatinya berdenyutan, namun ia masih berkata : "Tidak! Kecuali jika kau tidur diluar !" Suara tertawa Tio Hoan memecahkan kesunyian goa tatkala ia memeluk tubuh sang puteri yang padat menggairahkan. "Kongcu, aku cinta padamu. Marilah kita menikmati kemanisannya cinta dimalam sunyi ini. Kongcu, kau membikin aku gila," bisiknya dengan napas memburu.
"Hoanko, lepaskan aku! Lepaskan aku!" menjerit Wanyen Hong seraya meronta-ronta. Tapi apa daya" Tubuhnya sudah lemas, tak berdaya dalam dekapan Tio Hoan yang makin erat. Akhirnya Wanyen Hong, puteri dari negeri Kim, diam saja ... Demikianlah akhirnya kisah sang puteri ... dan bagaikan setangkai bunga yang indah, kini telah runtuh tercemar badai topan asmara yang menggelora ... lilinpun melumer setetes demi setetes diatas meja, ibarat turut berduka dan menangis melihat nasib sang puteri bangsawan Kim yang malang, hilang kesuciannya ...
Ketika cahaya Sang Surya menusuk kedalam goa dengan garangnya. Wanyen Hong terbangun dari impian yang bahagia, tubuhnya terasa lemas dan tidak bertenaga. Lilin sudah hahis terbakar dan pintu kamar kini sudah terbuka pula, namun dimanalah gerangan adanya Tio Hoan" Dipanggilnya beberapa kali, tapi tiada yang menyahut.
Wanyen Hong mulai cemas, buru2 ia turun dari tempat pembaringannya. Begitu melihat goresan kalimat diatas meja, sekujur tubuhnya merasakan seperti diguyur dengan es yang dingin! Adapun kalimat itu berbunyi : "Selamanya kau takkan mengetahui siapa aku ini, anggaplah peristiwa malam tadi sebagai suatu pembalasan sakit hatiku karena kau telah mengutungkan telunjuk tanganku!" Wanyen Hong menjadi pucat pias, menggigil ia dengan hati hancur-l1uh. Namun harapan tipis masih menolak kenyataan malapetaka itu.
"Terang kulihat ia Tio Hoan," ia menghibur dirinya.
Tergesa-gesa ia mengenakan pakaiannya yang tergeletak dilantai dan diambilnya pedang yang disembunyikannya pada selipan dinding batu. Tampak keadaan kamar kalang-kabut, rupanya orang telah membongkar untuk mencari sesuatu. Tahulah Wanyen Hong bahwa orang itu telah mencari pedang Mo-Hwee-Kiam! Untung sekali orang itu tidak berhasil menemukannya.
Tak lama kemudian Wanyen Hong meninggalkan goa ketigabelas itu. Dari jauh terdengar suara ramai-ramai, sambil mendekam dibalik sebuah batu besar ia mengintai.
Tak berapa lama kemudian kelihatan beberapa orang mendatang, diantaranya Tio Hoan yang mengenakan pakaian seragam perwira Busu. Mereka berteriak-teriak memanggil namanya.
"Wanyen Hong Kongcu! Dimana kau " Wanyen..." Melihat gerak-gerik Tio Hoan, tersesaklah napas Wanyen Hong. Gelagatnya semalam itu Tio Hoan belum pernah datang kedalam kegoa! Kepalanya sakit bagaikan dipalu tatkala ia menarik diri kembali kedalam goa. Dengan airmata mengalir deras dihapuskannya tulisan maut diatas meja, untuk kemudian dicabutnya tusukan gelungnya dan mencoret sebagai gantinya kata2 sebagai berikut : "Selama hidupku ini, aku tak mempunyai muka lagi untuk bertemu denganmu. Kuminta agar kau jangan mencari aku lagi.
Dari Hong sebagai kata terakhir, untuk Tio Hoan." Selesai menulis, ditancapkannya tusukan gelung itu diatas meja dan ia sendiri diam2 menyelinap keluar. Pada saat itu juga terdengar tindakan-tindakan kaki orang berlari dari kejauhan. Mau tak mau Wanyen Hong terpaksa masuk kembali kedalam goa dan bersembunyi dibalik sebuah patung Buddha dari batu. Baru saja ia bersembunyi dibalik patung, atau Tio Hoan berserta rombongannya sudah sampai ditempat persembunyiannya. Terdengar salah seorang pengikutnya berseru : "Tio Siwi, kita sudah mencari sejak kemarin malam, sampai kini bayangannyapun tak kelihatan.
Mungkin juga Kong-cu tidak kesini." "Aku dapat memahami bahwa cuwi sudah sangat lelah, tapi aku bersumpah selama masih bernapas untuk mencari dan mendapatkan Kong-cu. Setelah itu barulah aku akan kembali. Maka ada baiknya kalian pulang dahulu keperkemahan." Itulah suara Tio Hoan! Wanyen Hong memejamkan matanya, tapi tak urung air mata keluar menbasahi matanya juga.
"Setelah kita mencari sekitar gunung Beng-See San, barulah kita tinggalkan tenapat ini," demikian salah seorarg pengikut lainnya berseru.
Tiba2 mata Tio Hoan melihat dibalik sebuah patung batu terdapat ... pintu rahasia! Sambil berseru kegirangan ia menyuruh kawan2nya untuk mengikutnya masuk kedalam kamar rahasia itu. Tak henti2-nya mereka memanggilmanggil nama Wanyen Hong beberapa kali, tapi mendadak berhenti suara2 itu! Wanyen Hong mengetahui bahwa Tio Hoan telah melihat tulisannya diatas meja, bukan kepalang rasa pedihnya. Bagaikan tersayat pisau, hatinya duka sekali sehingga ahirnya tak dapat menahan diri lagi dan jatuh pingsan. Sayang seribu sayang. Tio Hoan tidak mengetahui bahwa sang puteri yang sedang, dicarinya sedang pingsan dibelakang patung. Yang dilihatnya adalah tanda bekas telapak tangan yang berwarna hijau diatas dinding tembok.
Diselidikinya lebih lanjut disekitar ruangan kamar itu, dan tak beberapa lama ditemukan pula sebuah telunjuk tangan manusia menggeletak dilantai.
Celaka! Dengan tak disengaja waktu berada diluar Tio Hoan menyentuh sebuah patung Buddha dan... terdengarlah suara menggelegar tatkala pintu kamar rahasia tertutup pula. Ber-putar2 mengelilingi goa, mereka tak dapat menemukan pintu tadi lagi. Akhirnya Tio Hoan mengajak kawan2nya meninggalkan Beng-See San untuk kembali keperkemahan.... Hari sudah mulai gelap tapi Yalut Sang dan Pato tak memperhatikannya, mereka asyik mendengarkan cerita yang hebat itu. Im Hian Hong Kie-su pun melanjutkan kisahnya. Setelah Wanyen Hong siuman kembali dari pingsannya, ia menangis ter-sedu2. la bersumpah akan mencari jahanam yang bertopeng itu, yang telah menyamar sebagai Tio Hoan. la. telah membacok kutung telunjuk jari tangan jahanam itu. Maka kelak tak susah untuk mencari Iblis itu! Pada hari itu juga, dengan diam2 Wanyen Hong meninggalkan goa Cian Hut Tong dan pergi kearah utara.
Beberapa hari kemudian, tibalah ia diperbatasan kota Giok-bun-koan. Disana ia menginap disebuah tempat penginapan dan pada malam harinya ia mengenakan pakaian hitam dan tutup muka. Adapun maksudnya ialah untuk mencegat setiap orang yang lewat disana dan memeriksa apakah ada yang telunjuknya hilang. Akhir2-nya sampai ditengah hari bolongpun ia mencari musuh jahanamnya, begitu hebat kebenciannya. Namun dibalik kekejaman wajahnya, diterang cahaya mata tersembunyi .... yang menggambarkan kelesuan dan kelelahan yang dalam dan mencekam.
Banyak orang biasa yang menjadi korban, dibunuh daiam kebencian yang memuncak terhadap setiap laki2.
Banyak pula diantaranya pendekar2 yang memberikan perlawanan dan mati terbunuh ditangan Wanyen Hong, yang seolah-olah menjadi gila.
---oo0dw0oo---
Demikian setengah tahun telah lewat, namun Wanyen Hong belum berhasil juga menemukan musuhnya. Dan sementara itu, ia merasakan perubahan pada tubuhnya ... ia telah hamil! Perasaan gusar, benci dan cemas menyerang jiwanya, terpaksa kini ia menyingkir dahulu ketempat sepi, digurun pasir. Dicarilah sebuah lembah yang penuh pohon untuk menyembunyikan diri, untuk... menantikan kelahiran sang bayi.
Sungguh Kismet (Nasib) sedang mencoba diri Wanyen Hong. Obat pengawet muda yang ditelannya sekaligus satu botol, kini mulai memperlihatkan khasiatnya. Obat yang dibuat oleh Kat Hong, yang terdiri dari ramuan2 ajaib dipogunungan Lohu-san, memperpanjang juga waktu tidur dan waktu melek! BegituIah sekali orang tidur akan memakan waktu satu bulan lamanya, terus menerus tak bisa bangun. Sebaliknya begitu orang bangun dan mulai melek, ia takkan dapat tidur pula selama satu bulan lamanya! Pembaca biasa tidur diwaktu malam dan melek diwaktu siang, bukan" Tapi orang yang minum obat pengawet muda dari Kat Hong itu, boleh tidur siang malam terus menerus selama satu bulan lamanya dan melek siang malam satu, bulan lamanya pula! Sebab itulah, karena satu bulan sama dengan satu hari dan satu bulan sama dengan satu malam, maka daya ketuaan tidak menyerang tubuh sang puteri.
Dan puteri itu akan tetap muda-belia, tetap ... cantik-jelita.
Wanyen Hong belum mengetahui khasiat obat tersebut dan apa yang telah menimpah dirinya. Ketika ia pertama kali tidur dirimba Ang Liu Wi ditengah-tengah gurun pasir, tidurlah ia selama satu bulan! Tapi sangat kebetulan sekali, tidak jauh dari rimba Ang Liu Wi ada seorang bernama Hay An Peng. la gemar sekali menangkap unggas yang aneh untuk dipeliharanya. Setiap hari ia berburu dirimba Ang Liu Wi.
Ketika itu Hay An Peng sedang berjalan seraya bersiul-siul. Tiba2 tampak olehnya Wanyen Hong yang sedang tidur itu. "Dasar malas perempuan ini, kalau aku suaminya, kuceraikan dia!" comelnya seorang diri.
Dikiranya mula2 wanita itu adalah isteri orang dari desa dekat yang datang kerimba untuk mencari kayu bakar, tapi malahan tidur. Maka iapun tak mau mengusiknya.
Tetapi keesokan harinya tatkala ia datang pula ketempat itu, dilihatnya wanita itu masih tertidur juga Demikian beruntun beberapa hari, Hay An Peng merasa heran sekali.
Dihampirinya wanita itu untuk melihat lebih jelas. Ia menjadi terkejut, tatkala yang dilihatnya itu adalah .., puteri raja dari negara Kim, Wanyen Hong! Adapun Hay An Peng adalah bangsa Kim juga. Dulu ia menjadi tukang kebun di istana negeri Kim, maka segera dikenalinya puteri Wanyen Hong.
la masih ingat, tatkala menjadi tukang kebun, puteri itu masih kecil dan baru belajar ilmu silat kegunung Tiang Pek San. Tak lama kemudian tentera Monggolia menyerang negeri Kim. Karena mengalami kekalahan, raja Kim memindahkan kota kerajaannya dari Yan Keng, (sekarang Peking), ke Pian King.
Sedangkan ia sendiri ditawan perang, untuk dibawa pergi Monggolia. Tatkala lewat diperbatasan Giok-bun-koan, ia berhasil meloloskan diri.
Hay An Peng yang menjadi tawar hatinya akan keramaian dunia, maka iapun memasuki daerah gurun pasir untuk mencari sebidang tanah padang rumput. Bersama kawan2 lainnya yang dapat meloloskan diri, ia membangun sebuah desa.
Melihat Wanyen Hong yang tidur terlentang deng perutnya yang sudah besar, Hay An Peng gemetar kepucatan. Tentu ada sebab-musababnya yang belum diketahui pikirnya dalam hati. Terharu diangkatnya sang puteri kepunggung kudanya, dan diletakkannya dengan hati2 sekali. Setelah itu dibawanya sang puteri pulang kerumahnya.
Ketika itu isterinya baru melahirkan seorang anak perempuan yang romannya jelek sekali. Anaknya itu diberi nama Tai-tai. Bersama isterinya, Hay An Feng menunggu siumannya Wanyen Hong dengan penuh rasa kuatir. Dua hari lewat. Dua minggu! Wanyen Hong tak berhenti tidur sampai genap satu bulan lamanya. Melihat orang mulai mendusin, Hay Ay Peng girang sekali, lalu menghampiri untuk memberikan hormat. Ditanyakannya sampai bagaimana sang puteri dapat tidur dalam rumah dan mengapa sampai sekian lamanya tidak bangun. Mendengar pertanyaan orang2 itu.
Wanyen Hong menangis tersedu-sedu. Dengan ter-putus2 diceritakannya pengalaman pahitnya, bagaimana ia terjatuh kedalam jurang kehinaan yang telah dilakukan oleh seorang yang tidak dikenalnya. Juga diceritakannya tentang obat pengawet muda yang telah ditelannya, yang menyebabkan ia tidur pulas sebulan lamanya.
Wanyen Hong mehon pertolongan kepada Hay An Peng agar ia diberi tempat tinggal sampai bayinya dilahirkan.
Setelah itu barulah ia berniat untuk mencari lagi musuhnya yarg telah menyamar sebagai Tio Hoan.
"Bahwa aku yang rendah dapat kesempatan untuk menolong Kongcu, sudah terhitung suatu haI yang luar biasa dan adalah merupakan suatu kurnia yang datang dari Thian. Jika ada sesuatu yang diinginkan Kongcu, walaupun harus menerjunkan diri kedalam Iautan api, aku Hay An Peng takkan menolaknya" Wanyen Hong merasa legah.
"Bayi yang berada dalam kandunganku, adalah darah daging musuhku, kelak apabila ia dilahirkan dan tak perduli laki2 atau perempuan, aku harap kau merawatnya sampai menjadi dewasa. Sementara itu aku akan mengajarinya ilmu silat untuk kelak dapat membunuh ayah jahanamnya dengan tangan sendiri!" Wanyen Hong berhenti sebentar untuk menahan jantungnya yang berdebar keras.
"Namun demikian aku tak sudi mengakui anak itu sebagai anakku sendiri! Apakah kau ada suatu usul yang baik untuk menyelesaikan persoalan yang sulit ini?" "Kongcu tak usah bersedih," jawab Han Ay Peng segera, "tunggulah saja sampai anak itu dilahirkan. Nanti baru kita pikirkan bagaimana baiknya untuk diatur." Tak lama kemudian Wanyen Hong melahirkan seorang puteri! Hay An Peng menyuruh isterinya untuk menyusuinya dan diperlakukan seperti anak-kandungnya sendiri.
Pada suatu hari, sebagaimana biasanya, Hay An Peng pergi untuk berburu burung. Tatkala ia kembali dari hutan, dilihatnya seorang berpakaian hitam bersembunyi dibalik pagar perkarangan rumahnya. Baru saja ia ingin berteriak, atau orang itu sudah menyelinap kebelakang pohon dan lekas2 ia susul, tapi orang itu sudah menghilang.
Malam hari itu juga diceritakannya kepada Wanyen Hong perihal orang yang berpakaian hitam tersebut.
"Kongcu, menurut pandanganku orang itu mencurigakan sekali. Kemungkinan besar dia bermaksud untuk mengetahui jejak Kongcu. Jikalau pada hari biasa Kongcu berada disini, aku tidak merasa kuatir. Tapi sekali Kongcu harus tidur yang memakan waktu satu bulan lamanya, dan musuh datang tepat pada waktu itu, bukankah itu berbahaya?" Mereka berunding untuk bagaimana sebaiknya menjaga keamanan. Hay An Feng teringat bahwa didalam hutan An-Liu Wi terdapat sebuah kota tua yang sudah lama, tidak dikunjungi orang. Tempat itu baik seka!i untuk, dipergunakan sebagai persembunyian.
Mendengar keterangan itu, Wanyen Hong tertarik hatinya lalu menyuruh membuat persiapan dan mengatur segala sesuatu yang perlu. Alkisah maka bersemayamlah puteri negeri Kim di Kota Hitam.
Begitulah tanpa terasa, setahun lewat Wanyen Hong tinggal didalam Kota Hitam Hek Sia sambil meyakinkan ilmu silatnya secara tekun. Pada suatu hari tatkala ia sedang membersihkan ruangan, terlihat olehnya dari salah sebuah kamar yang gelap terpancar cahaya putih. Dengan heran dihampirinya kamar itu dan setelah dibukanya, ternyata adalah tempat menyimpan barang-pusaka.
Pada dinding tergantung sebuar cermin yang terbuat dari tembaga dan di-tengah2nya tersisip sebutir mutiara sebesar biji lengkeng. Cahaya putih datangnya dari butir permata itu! Tentunya benda itu adalah semacam mustika yang tiada taranya dikolong langit. Kemudian diberitahukannya hal penemuan itu kepada Hay An Peng.
Pada cermin itu terdapat ukiran huruf2 sebagai berikut : Tanghay Ya Kong Cu Teng Hong San Bu Pek Kiam Tin Sun Yang artinya adalah "Mutiara dari Lautan Timur yang dapat memancarkan sinar diwaktu malam, dapat menentramkan taufan dan membuyarkan kabut, minghindarkan pedang dan menaklukan yang sesat." "Ini adalah suatu rejeki yang besar bagi Kongcu!" ujar Hay An Peng dengan girangnya. "Mudah2an dalam waktu singkat Kongcu sudah dapat membunuh musuh!" Mendengar ucapan Hay An Peng itu, Wanyen Hong menqucurkan airmata ia pula. "Hingga kini aku masih belum dapat mengetahui siapakah gerangan musuhku itu.
Sedangkan anakku kini sudah berusia lima belas tahun.
Apabila rahasia ini sampai bocor, Iblis itu pasti datang mencari aku." Hay An Peng dapat menangkap maksud perkataan sang putri, bahwa Wanyen Hong sebenarnya merasa kuatir ia dan isterinya akan membocorkan rahasianya. Tapi Hay An Peng menentramkan hati sang puteri dan malam itu juga isterinya diberitahukan agar menutup rahasia dengan baik2.
Mengengar sang suami memberi penjelasan padanya, maka sang isteri yang berbudi luhur itu menjawab : "Alkisah dijaman dahulu, tatkala Thay Cun Tan menugaskan kepada Keng Kho untuk membunuh Cin Ung (Raja negara Cin), ia merasa kuatir rahasianya akan dibocorkan oleh Chan Kong. Sebaliknya demi untuk menunjukkan kesetiaannya, Chan Kong sampai membunuh diri! Kini aku sudah berusia limapuluh tahun, apa sayangnya untuk mati?" Selesai berkata, mendadak dicabutnya pisau pendek yang terselip dipinggangnya lalu ditublaskannya kedalam perutnya! Tepat dihadapan sang suami! Gerakan Hay An Peng untuk merebut pisau terlambat sedetik.
Menyaksikan tindakan isterinya yang agung itu, Hay An Peng terharu bukan kepalang. Maka iapun minum obat beracun hingga menjadi gagu. Kemudian ia menulis surat tanda kesetiaannya atas nama isteri dan ia sendiri, terhadap puteri raja Kim itu.
Dalam surat itu diterangkan bahwa adapun ia sendiri belum membunuh diri adaIah semata-mata karena anak dari Wanyen Hong masih harus dibesarkan. Sebagai gantinya ia telah mencacadkan dirinya, hingga menjadi gagu. Selanjutnya puterinya sendiri Tai-tai akan dijadikan sebagai pelayan untuk anak sang puteri. Tapi anak sang puteri itu dianggap sebagai anak Hay An Peng, dengan diberi nama Hay Yan. Maka dengan cara demikian rahasia dapat disimpan untuk selama-lamanya.
Demi diketahuinya bahwa suami-isteri Hay telah mengorbankan diri untuk keselamatannya, Wanyen Hong kesima sekali hingga gemetar sekujur tubuhnya. Tak dapat kiranya menyampaikan rasa terima kasihnya dengan ucapan2 kata saja. Begitulah pada hari2 berikutnya, Wanyen Hong mendidik dan melatih Tai-tai bersama puterinya sendiri, Hay yan.
Siang bertemu malam, malam bertemu siang. Kedua anak itu digembleng ilmu silat dengan sungguh2. Adapun yang diajarkannya adalah ilmu dari kaum Tiang Pek Bu-pay yang aseli dan hebat.
Desa Hay-Kee-Chun letaknya hanya kurang lebih duapuluh li dari rimba Ang-Liu-Wi. Tiap kali Wanyen Hong harus tidur, maka dititahkannya Hay Yan untuk menjaga istana kuno yang terpendam itu sampai ia mendusin lagi sebulan kemudian.
Tanpa terasakan lagi, tahun berganti tahun sedangkan kedua gadis itu sudah mulai dewasa. Tai-tai semenjak kecilnya memang sudah kelihatan ketololannya, tapi ia polos dan jujur. Diketahuinya bahwa ayahnya telah dengan sengaja menjadikannya seorang pelayan demi untuk keselamat sang puteri negara Kim. Ditambah itu pula, Tai-tai membuat dirinya lebih tolol, agar tidak sampai ketahuan rahasia yang tersembunyi.
Tujuhbelas tahun telah lewat tanpa terjadinya sesuatu yang mengerikan. Wanyen Hong yang sebegitu lama belum juga berhasil menemukan musuhnya, lambat-laun sifatnya berubah menjadi kejam. Kebenciannya berpindah terhadap kaum laki2! Dianggapnya semua laki2 berhati binatang, jahat. Perusak wanita. Lebih-lebih terhadap orang2 kang-ouw. Maka terpengaruh oleh pikiran gila itu, akhir2 ia menjadi seperti seorang yang tidak beres.
Hatinya kejam! Ia tak segan2 untuk menurunkan tangan jahat. Banyak pendekar yang telah binasa diujung pedangnya. Demikian pula dengan anaknya Hay Yan! Tidak bedanya mewarisi sifat ibunya yang telengas.
tidaklah heran apabila orang2 disekitar perbatasan Giok-bun-koan memberi Wanyen Hong julukan dengan nama Hek Sia Mo-lie atau Wanita lblis dari Kota Hitam! Wanyen Hong sering termenung. Walaupun ia mempunyai negara, tapi ia tak dapat kembali. Sebaliknya ia bersembunyi di istana tua dengan dikawani binatang rase dan sebagainya. Didalam rimba ia tak dapat bergaul sebagaimana seorang bergaul dalam masyarakat.
Bila diingat lebih mendalam adapun sebab mulanya tak lain adalah bahwa ia telah diutus ke Monggolia untuk perdamaian. Dan hawa amarahnya berbalik kepada bangsa Monggol. Sebab itulah tiap kali ia bertemu dengan seorang Boe-su Monggol, maka takkan luputlah orang itu dari kematian. Ia telah membuat sebuah kedok yang dipakainya tiap kali ia keluar mencari mangsa. la menyamar dengan pakaian hitam menyeramkan.
Waktu ia harus tidur, disuruhnya Tai-tai untuk menjagainya, sedangkan Hay Yan menggantikan dirinya pergi berkelana untuk membunuh. Dengan mengenakan kain tutup muka dari sutera dan dipinggangnya tersisip pedang, Hay Yan agak berlainan rupanya dengan Hek Sia Mo-lie. Ia lebih muda.
Orang yang melihatnya mengira bahwa ia itu tidak lain daripada puteri Hek Sia Mo-lie, maka ia dijuluki dengan nama Wie Mo Yauw-li .....
Begitulah akhir kata Im Hian Hong Kie-su menguraikan secara panjang lebar tentang peristiwa puteri Wanyen Hong. Yalut Sang dan Pato mendengarkannya dengan terheran-heran. "Kiranya gadis yang kujumpai itu adalah Hay Yan, anak perempuan dari Wanyen Hong! Celaka! Kalau begitu, saudaraku Gokhiol jiwanya terancam!" "Pangeran Pato" sahut Im Hian Hong Kie-su "rasa cinta persaudaraanmu sungguh patut dipuji! Menurut dugaanku sibaju hitam telah memperalat Gokhiol untuk melawan Wanyen Hong!" "Kalau begitu" jawab Pato dengan suara terkejut, "biarlah aku sekarang pergi ke Ang-Liu-Wi untuk menolong Gokhiol!" Yalut Sang buru2 menyela.
"Pato! Goan-swee hanya menitahkan kepadaku untuk membawamu bertemu dengan Kie-su. Bila kau ingin pergi ke Ang-Liu-Wi, bukankah sama halnya mengantarkan seekor anak domba kesarang macan" Jika terjadi sesuatu atas dirimu, bagaimana aku dapat berhadapan muka lagi dengan ayahmu?" "Tidak!" jawab Pato dengan suara yang nyaring, sebagaimana suhu ketahui, sebelum meninggalkan Holim aku telah berjanji kepada ayah bahwa aku akan membekuk musuh Gokhiol itu. Dan apabila aku belum berhasil aku telah mengatakan kepada ayah, bahwa ia tak usah menganggap aku sebagai puteranya lagi! Selain itu pedang Ang-liong-kiam yang telah dirampas dari tangan Gokhiol, akan kurebut kembali dari tangan musuh!" Sejenak Pato berhenti sambil menarik napas dan meneruskan dengan suara yang bersemangat : "Suhu, ayahku adalah ibarat sebagai seekor singa, jantan dari Mongolia! Maka perbuatanku untuk menolong Gokhiol bagaimana ia dapat menyalahkan kepadamu?" Mendengar ucapan sipangeran, mau tidak mau Im Hian Hong Kie-su yang, didalam hati kecilnya membenci bangsa Mongol berbalik merasa simpati terhadap Pato.
"Lauwte, perkenankanlah muridmu untuk pergi mencari pengalaman sedikit didunia kang-ouw!" ujarnya.
Yalut Sang menggelengkan kepalanya.
"Kie-su, kau lupa bahwa Pato adalah cucu dari Jenghiz Khan. Kelak iapun mungkin mendapat warisan untuk menaiki takhta Kerajaan Monggolia, mana boleh...." Belum selesai Yalut Sang berkata, Im Hiaan Hong Kie-su telah memotongnya dengan tersenyum kecil ia berkata : "Lauwte, kau tak dapat menjejaki perasaan muridmu.
Inilah ketika yang baik untuknya dan kelak apabila ia naik takhta, maka ia sudah menjadi seorang ksatria yang bepengalaman luas" Aku situa, meskipun tak pandai, sudi mengikutinya dari belakang untuk melindunginya setiap waktu dia mengalami bahaya. Perkenankanlah ia pergi!" Pato merasa gembira sekali mendengar kesediaan Si penunggu Puncak Gunung Maut untuk membantu secara diam2. Buru2 ia berlutut dihadapan Im Hiann Hong Kie-su untuk menunjukkan rasa hotmatnya. Terpaksa Yalut Sang mengucapkan terima kasih.
"Jikalau kie-su bersedia mengikuti murtdku serta membantunya, maka Aku tidak berkeberatan." Datuk dunia rimba-hijau itu tersenyum.
"Kau tak usah mengucap terima kasih. Memang sudah nasibnya bahwa aku situa bangka turun gunung! untuk memenuhi permintaan Tiang Pek Lo-ni. Sekarang aku ada permohonan terhadapmu sebelum menemukan Wanyen Hong" Kedua orang itu serentak mendiawab : "Katakanlah" Kami pasti akan menyetujuinya." "Baiklah," jawab pendekar besar itu, "Lohu masih ada suatu rahasia yang belum diceritakan. Baiklah kututurkan dahulu disini secara singkat." Segelas air diteguk oleh Im Hian Hong Kie-su, lalu bercerita : "Adapun laki2 berkedok hitam yang telah mencemarkan. Wanyen Hong Kong-cu, bukan hanya sang korban yang belum berhasil mencari tahu siapakah orang itu. Bahkan Sin-Ciang Taysu serta muridnya Liu Bie selama tujuhbelas tahun ini belum juga dapat membongkar rahasia manusia rendah itu!" "Siapa dia dan apa partainya, kita dalam keadaan gelap! Sungguh perbuatan kegilaan yang tidak mengenal rasa malu, sehingga hebat sekali bencana yang akan menimpa perguruannya. Setelah orang itu mendapatkan obat pengubah rupa, maka sukar sekali untuk kita ketahui bentuk muka aslinya. Tiap kali ia merubah mukanya, bahkan akhir2 ini ia telah mengubah mukanya sedemikian rupa sehingga mirip sekali dengan wajahku! Bedebah!" Pato tertawa. "Namun demikian masih ada jalan. Petunjuk pertama ialah bahwa orang itu kehilangan sebuah telunjuk tangan kanannya. Dan kedua, orang ini pasti terus menerus akan memperalat Gokhiol. Ketika di Ban-Coa-Kok, ia telah menolong Pato dan Gokhiol serta pada waktu itu ia mengetahui pedang Ang-liong-kiam serta hal ikhwalnya.
Maka timbullah akal bulusnya dan menurut dugaanku kini ia berpura-pura menyimpan pedang pusaka tersebut." Pato, yang sifatnya sangat berangasan, tanpa menunggu orang habis bercerita lantas memotong : "Pedang Ang-liong-kiam hanya pedang peninggalkan mendiang ayah Gokhiol, Tio Hoan. Maka apa gunanya, bukankah pedang yang lebih bagus masih banyak terdapat dikolong langit ini" Dan apa yang membuat dia tertarik merampasnya?" "Kau dibesarkan di Monggolia," jawab Im Hian Hong Kie-su tersenyum, "suhumupun bukan orang asli dari Tiong-goan, hingga dengan sendirinya iapun belum mengetahui tentang hal ikhwal Ang-liong-kiam. Baiklah, kuceritakan agar menjadi jelas bagi kalian!" "Menurut catatan dari kitab2 pedang, dahulu kala dijaman Sam Kok, Co Coh memperoleh dua bilah pedang mustika. Adapun yang satu disebut dengan nama Ie-thian-kiam dan satunya lagi Ang-liong-kiam. Co Coh sebenarnya lebih suka pada pedang le-thian-kiam, sebab dahulu pemiliknya Wan Sut yang memperolehnya sebagai pusaka turun temurun dari leluhurnya. Keluarga Wan sudah tujuh turunan menjabat sebagai pegawai tinggi dikerajaan Han.
Maka dengan sendirinya pedang simpanannya itu tiada bandingannya dikolong langit. Sebab itulah Co Coh menganggap pedang Ie-Thian-kiam sebagai benda kesayangannya, setiap pergi tak lupa dibawanya.
Pada waktu itu Co Coh mengadakan perjamuan malam di Cek Pek dengan membuat sajak. Pedang Ie-thian-kiam tak lupa tergantung pada pinggangnya. Apa lacur Yang Ciu Cek-su Lauw Hok telah berani menyebtkan kata2 yang menghina Co Coh dalam sajaknya. Saking gusarnya Co Coh menghunus pedang Ie-thian-kiam dan membunuh Lauw Hok." Setelah hilang rasa arak yang membuat ia lupa daratan, Co Coh pura2 merasa menyesal. Pedang Ie-thian-kiam disimpannya dan sebagai gantinya disarungkan-nya pedang "Ang-liong-kiam." Tatkala Co Coh memimpin pasukannya untuk memukul daerah See-Liang, ia terkalahkan oleh Ma Jiauw. Diantara keributan, buru2 Co Coh mencukur habis jenggotnya serta pakaian luarnya dilemparkannya kedalam kali. Lalu ia menyusup diantara rombongan orang banyak dan meloloskan diri! Berbarengan itu pula pedang Ang-liong-kiam hilang pula didaerah barat laut. Setelah peristiwa tersebut. Pedang-Naga-Merah ber-ulang kali pindah tangan dan akhirn}a jatuh ditangan Tio Hoan. Karena riwayatnya yang hebat inilah, membuat orang yang menyamar sebagai diriku tertarik pada senjata itu!" Yalut Sang dan Pato mendengarkan dengan rasa kagum cerita Im Hian Hong Kie-su, yang meskipun mengasingkan diri dari kalangan kang ouw, tapi pengetahuannya sangat luas.
"Jika bukan kie-su yang menceritakan perilhal Angliong-kiam," kata Pato, "aku kira Gokhiol sendiripun belum mengetahui tentang pedang peninggalan mendiang ayahnya itu. Tadi cianpwee mengatakan bahwa ada suatu permintaan yang ingin cianpwee kemukakan. Silahkan cianpwee menebutkannya." "Siapa suruh kau memotong pembicaraanku,". jawab Im Hian Hong Kie-su sambil tertawa. "Beginilah! Nanti, apabila kau berjumpa dengan Gokhiol, kau sekali-kali jangan menceritakan tentang masih hidupnya Wanyen Hong kongcu. Kau harus pegang teguh rahasia ini! Juga kau tak boleh memberitahukan bahwa sibaju hitam itu bukannya Im Hian Hong Kie-su. Sebab apabila rahasia ini sampai di ketahuinya, maka saudaramu Gokhiol takkan nanti menemukan musuh besar mendiang ayahnya!" Yalut Sang belum dapat menangkap maksud orang, iapun hanya mendengarkan dengan mulut ternganga.
Demikian pula Pato yang serentak mengajukan pertaniaan : "Maafkan aku, Kie-su cianpwee. Aku belum dapat menangkap arti maksud perkataanmu." Im Hiam Hoing Kie-su tersenyum.
"Tadi telah kujelaskan kepada kalian, bahwa sibaju hitam yang menyamar sebagai aku bermaksud mempergunakan Gokhiol" Nah, kita harus membiarkan orang itu melakukan akal bulusnya! Biarkanlah dia mempergunakan Gokhiol sebagai umpannya dan kelak dirinya sendiri akan masuk perangkap! apabila Gokhiol dikasi tahu terlebih dahulu, bukankah hal itu sama juga seperti kita menggeprak rumput untuk mengusir sang ular ?" Kedua orang itu kini mengerti maksud Sipenunggu Puncak Gunung Maut. "Kami berdua akan memperhatikan permohonan kie-su serta mentaatinya dengan sungguh2! Kini Pato kuserahkan ketangan kie-su dan kuharap kau melindunginya dengan baik2" Yalut Sang memohon diri sambil memberikan hormatnya kepada Im Hian Hong Kie-su. Setelah itu iapun meninggalkan pegunungan Siauw Pa San dengan terlebih dahulu memberikan beberapa pesanan kepada muridnya. la pulang kembali ke Holim untuk melaporkan hal ikhwal Pato kepada Jendral Tuli.
---oo0dw0oo---
Berikutnya kisah ini akan terbagi menjadi dua bagian.
Adapun cerita yang pertama mengisahkan Gokhiol yang sedang terkurung dibawah tanah didalam sebuah lubang gelap. Hanya dengan melihat dari antara celah2 tutupan diatas ia dapat membedakan hari siang dan malam. Apabila sinar2 lenyap, tahulah ia, bahwa hari telah malam dan iapun beristirahat dengan merebahkan did. Apabila dahaga, ditadahnyalah air yang mengalir turun dari atas batu gunung untuk kemudian dihirupnya dengan lahap sekali.
Demikianlah tanpa dirasakan lagi hari berganti hari telah dilewatkannya didalam goa itu. Empat hari telah lalu.
Sementara itu perut pemuda kita mulai terasa keroncongan.
la berpikir dalam hati, andaikata tidak mati karena terkurung dibawah tanah, ia mungkin akan mati juga karena kelaparan. Tatkala itu badannya sudah letih sekali, dan remang2 matanya mengawasi kearah tutupan diatasnya.
Tiba2 terdengar suara gedebrukan! Menyusul mana cahaya menyorot kedalam goa! Gokhiol menjadi silau matanya melihat sinar matahari yang terang-benderang itu. Ia menengadah keatas dan melihat tubuh seseorang, manusia! Cilaka! Kini Hek Sia Mo-lie datang menghabiskan nyawanya! Mendadak dari atas meluncur seutas tali yang diturunkan cepat kepadanya, sedangkan diujung tali terkait sebuah rantang. Baru saja rantang itu menyentuh tanah, maka disentaklah dari atas sehingga rantang terlepas dari kaitan. Dan tali meluncur pula keatas.
Tak beberapa lama kemudian terdengar suara orang berkata : "Kongcu, sekarang ini kau merasa dahaga dan lapar, bukan" Silahkan! kau ambil makanan dan minuman yang terdapat dalam rantang. Siociaku telah menitahkan aku untuk mengantantarkan kepadamu. Dan nanti ia akan datang sendiri kemari untuk menjumpai kau. Hi-hi-hi !" Dialah Tai-tai! Belum selesai Gokhiol tertepas dari keheranannya atau tiba2 sudah terdengar pula suara menggelegar, tanda batu penutup lobang telah didorong kembali ketempatnya semula. Gokhiol membuka rantang itu. didalamnya terdapat sepiring daging masak, kue mantouw, sebotol susu kuda dan air didalam sebuah kantong kulit. Tanpa memikirkan sesuatu pula pemuda kita menyerbu hidangan itu dengan lahapnya. Ia tak sempat lagi memikirkan apakah makanan itu beracun atau tidak. Semua makanan habis disikatnya, sedangkan susu sebotolpun habis pula diminumnya! Kini semangat pemuda kita mulai bangkit kembali! Setelah selesai makan, Gokhiol mulai berpikir bagaimana Tai-tai sampai dapat mengunjungi Kota Hitam ini" Sedangkan yang dimaksud dengan Siocianya tentunya tidak lain daripada Hay Yan. Tapi bukankah yang mengurungnya di dalam tanah ini adalah Hay Yan sendiri" Ah, tak salah lagi! Kini baru ia mengingatnya, Hay Yan adalah... Wie Mo Yauw-lie! Hay Yan adalah bagaikan seorang iblis, bagaimana mungkin ia berperikamanusiaan untuk membawakannya makanan" Tentu ada maksud yang kurang baik yang terkandung dalam hati si ular cantik itu.
Berpikir sampai disitu, Gokhiol memejamkan matanya sambil menantikan bahaya datang! Demikianlah pikirannya melayang-layang membayangkan wajah sigadis yang cantik rupawan. Tapi sebaliknya setelah peristiwa terakhir dimana sang gadis berpura-pura tidak mengenalnya, tatkala ia untuk kedua kalinya datang ke Hay-Kee-Cun, hatinya menjadi benci sekali! "Apa perlunya aku memikirkan gadis yang tak berperikemanusiaan itu!" demikian ia menggerutu seorang diri. Tanpa terasa lagi ia mulai melengat-lenggut.
Gokhiol tidur dengan nyenyaknya. Baru pada tengah malam ia mendusin, tatkala badannya ada yang goyanggoyangkan. dengan perlahan.
"Tio Kongcu, bangunlah! Aku kemari untuk menengoki kau. Tentunya kau merasa benci sekali terhadapku, bukan?" terdengar suara yang merdu...
Gokhiol mengendus wewangian yang menembusi lubang hidungnya. Dibukanya kedua matanya dengan pelahanlahan dan pertama-tama yang nampak olehnya adalah sebuah lampu terletak diatas tanah. Dan dihadapannya seorang gadis cantik-jelita tengah mengawasinya dengan pandangan mata yang redup2 alang.
Gadis itu tak lain adalah Hay Yan! Kali ini sicantik mengenakan pakaian seperti pertama, kali ia berjumpa dengannya di Hay-Kee-Cun. Sambil tersenyum simpul gadis itu mengawasi pemuda kita dengan kemalu-maluan.
Dan sikap kemalu-maluan itulah yang membuat sigadis makin manis dipandang. Pemuda kita masih tak percaya akan apa yang tengah dihadapinya. Dikucak-kucaknya matanya sambil berpikir apakah ia bukannya sedang bermimpi" Dan setelah itu matanya terbelalak. Tidak salah, apa yang berpeta dihadapannya adalah benar2! Dengan perasaan terkejut bercampur girang, pemuda kita memandang gadis yang berdiri dihadapannya itu. Tapi tak lama kemudian hatinya menjadi mendongkol dan timbul rasa bencinya. Lekas2 ia bangkit dengan gusarnya sambil berteriak "kiranya kaulah Wie Mo Yauw-lie! Aku telah membuka kedokmu yang palsu itu! Sekarang aku sudah ditanganmu, apalagi yang kau tunggu" Mari kita bertempur sampai mati. Kau tak usah ber-pura2 lagi!" Melihat kegusaran sipemuda, hati Hay Yan terasa pedih sekali. la menahan airmatanya yang sudah bergelantungan dibawah matanya.
"Tio Kongcu, aku tak menyalahi kau membenci diriku ini. Karena itulah setelah merasa menyesal, pada malam ini aku menemui kau. Sudikah kau menaruh sedikit kepercayaan terhadapku dan juga aku memohon maaf sebesar2nya atas perbuatanku yang kurang sopan ini." Mendengar kata2 sigads yang tak juntrungan itu, Gokhiol tersenyum getir. "Huh! Kau kira aku ini seorang anak kecil"! Kau telah menotok jalan-darahku dan kau telah menjebloskan aku ketempat gelap. Apakah itu perbuatan yang sopan?" Wajah Hay Yan berubah pucat dan dengan suara gemetar ia menjawab : "Perbuatanku itu bukanlah atas kehendak hatiku. Aku sungguh tak dapat berbuat lain.
Namun demikian, kuharap kau dapat memahami rasa pedih hatiku..." Baru saja Hay Yan berkata sampai disitu atau terdengar suara cemas yang datang dari atas goa.
"Siocia! Lekaslah meninggalkan tempat ini!" Itulah suara Tai-tai ! Hay Yan mengawasi pemuda kita dengan terharu, matanya agak basah. "Aku harus meninggalkan kau sekarang. Lewat dua hari apabila tidak ada aral melintang, aku akan kembali menjenguk kau." Dengan hati berat Hay Yan meninggalkan sipemuda, untuk kemudian melompat tinggi menjambret tambang yang telah diturunkan dari atas. Menyusul itu ia menghilang dan lubang tertutup kembali ...
---oo0dw0oo---
GOKHIOL menengadah keatas sambil terbengongbengong. Diudara masih mengambang wewangian sigadis. Lentera yang terletak diatas tanah masih menyala-nyala dan disampingnya menggeletak sebuah bungkusan kecil.
Pemuda kita rnengambilnya, dan berdebarlah hatinya.
Bungkusan itu adalah saputangan sigadis yang didalamrya tersimpan dua buah Toh yang merah dan harum. Pemuda kita meneliti saputangan tersebut yang tersulam dengan tangan, sedangkan diatasnya terlukis sepasang burung Hong yang sedang terbang.
Gokhiol berdiri bengong. "Kalau bukannya ada barang ini, niscaya kejadian tadi akan kusangka sebagai impian belaka!" pikirnya seorang diri.
Hari2 berikutnya dilewatkan dengan tidak terjadi suatu apa2, tapi kini tiap harinya ia dikirimkan makanan oleh Tai-tai. Beberapa kali Gokhiol berteriak kepada Tai-tai mengajukan pertanyaan. Tapi sipelayan tolol itu buru2 menutup kembali lobang goa.
Makanan yang diturunkan kedalam goa adalah dengan pertolongan seutas tali yang tipis, sehingga sukar bagi pemuda kita untuk menggunakannya. Iapun menyabarkan diri untuk menantikan kedatangan Hay Yan pula. Dengan cepat dua bulan telah lewat.
Pada suatu malam Gokhiol mendengar suara batu diatas kepalanya digeser perlahan-lahan. Pasir halus berjatuhan dari atas mengenai pakaiannya.
Tiba2 tutupan lubang diatasnya terbuka lebar! Pemuda kita buru2 bangkit berdiri. Terasa diatas kepalanya desiran angin menyusul mana sebuah bayangan orang meloncat kebawah! Pemuda kita kira orang itu tidak lain adalah Hay Yan, tapi setelah dekat, segera dikenalinya bahwa itulah saudara-angkatnya Pato! Ia berdiri menjublak bahna tercengangnya.
"Gokhiol, aku datang untuk menolong kau," bisik Pato, Pemuda kita merasa heran bercampur girang. Mereka saling berpelukan saking terharunya.
"Gokhiol, marilah kita lekas kabur. Disini berbahaya sekali!" "Adikku, bagaimana kau bisa menemukan aku?" "Nanti kuceritakan padamu, Gokhiol. Malam ini Hek Sia Mo-lie sedang pergi keluar. maka barulah aku dapat melepaskan dirimu. Sekarang marilah kita tinggalkan tempat ini!" Gokhiol menengok keatas. Lubang, mulut diatas kira2 tujuh delapan tombak tingginya. Baru ia ingin bertanya bagaimana caranya mereka, harus naik keatas, atau Pato merogoh keluar sesuatu dari dalam kantongnya. Itulah sepasang sepatu dengan solnya setengah kaki tebalnya.
Tiba2 tutupan lubang diatasnya terbuka lebar! Pemuda kita buru2 bangkit berdiri. Terasa diatas kepalanya desiran angin menyusul mana sebuah bayangan orang meloncat kebawah! "Lekaslah kau pakai!" Pato memberikan sepasang sepatu aneh itu kepadanya.
Gokhiol menjejakkan kedua kakinya. Pada detik menyusul bayangan orang membumbung keatas.
Setiba dimulut goa buru2 kedua pangeran itu menjambret pinggiran lubang seraya berjumpalitan keluar.
Gokhiol mendapatkan dirinya tengah berada disuatu bukit dibelakang Kota Hitam. Ketika itu bulan sedang bersinar amat cemerlangnya. Langit tampak bersih, sedangkan bintang2 hanya sedikit tersebar disana sini.
Benteng tua keiihatan seperti bayangan yang suram menyeramkan. Tiba2 dari kejauhan tampak berkelebat. sebuah bayangan putih, yang bergerak bagaikan anak panah melesat dari busurnya. Makin lama bayangan itu makin mendekati kedua pemuda kita! "Celaka Hek Sia Mo-lie datang!" Cepat2 Pato menarik Gokhiol menyusup dibalik pohon didalam rimba yang lebat.
"Dibawah sinar rembulan, mereka melihat searang gadis dengan mukanya ditutupi dengan kain sutera halus, berlari mendatang kearah lubang goa. Segera Gokhiol mengenali gadis itu, yang bukan lain dari Hay Yan! Hatinya mulai berdenyutan. Pemuda kita merasa heran, apakah yang telah terjadi atas dirinya. Apakah ia cinta kepada gadis ini ataukah ia .... benci " Hay Yan tak mengetahui bahwa Gokhiol dan Pato sedang bersembunyi didalam rimba. Sepasang matanya bersinar mengawasi goa yang sudah kosong. Kelihatannya ia kaget sekali.
Terdengar sayup2 suara sigadis berkata seorang diri dengan cemas. "Kemana gerangan perginya Tio Kongcu" Ah, rupanya sudah ada orang yang menolongnya keluar' Mendadak Hay Yan mencabut pedannnya dan berlari masuk kedalam rimba yang lebat! Baru saja ia masuk, atau tiba2 dilihatnya sebuah bayanqan manusia melompat turun dari atas pohon. Pakaiannya hitam! "Setan, kecil! Mau apa lagi kau kemari"! Gokhiol sudah jauh melarikan diri. Apakah kau kali ini ingin mangantarkan jiwamu?" Hay Yan mundur beberapa tindak, kemudian diperhatikannya orang itu dengan waspada. Tak lama kemudian dikenalinya orang itu, tak lain dari ... sibaju hitam.
"Iblis!" berseru Hay Yan dengan gusar, "kemana kau bawa pergi Tio Kongcu?" Sambil tersenyum mengejek sibaju -hitam menjawab : "Aku hanya kenal Gokhiol. Siapa yang kau maksudkan dengan Tio Kongcu?" Mendengar jawaban orang yang bernada ejekan, hati Hay Yan menjadi meluap. Ia membentak : "Hai, Iblis! Malam itu kau beruntung sekali dapat meloloskan diri dari tanganku dengan menerobos pintu. Jangan kira kali ini kau dapat terlepas dari tanganku pula. Lekaslah beritahu kemana kau larikan Tio Kongcu! Bila tak kau serahkan, lihatlah pedangku!" Belum habis berbicara, Hay Yan membacokkan pedangnya kearah musuhnya. Namun demikian, dengan suatu gerakan yang manis sekali sibaju hitam lompat menyingkir, sehingga terpisah dua tombak jauhnya.
"Ha-ha-ha! Malam ini lebih baik kau simpan saja Pedangmu." Tanpa menggubris ejekan musuh. Hay Yan berseru nyaring dan ujung pedangnya menyambar turun, kini Iebih hebat! Asap putih mulai mengepul dipinggiran pedang.
Sibaju hitam lompat kesana kemari, mengelakkan tikaman2 pedang yang amat ganas. Sebaliknya sebentarbentar iapun mengebut dengan lengan bajunya kearah muka sigadis. Daun2 dan ranting2 kecil berjatuhan disekitar tempat kedua jago silat itu sedang bertempur. Yang lebih hebat lagi adalah begitu sibaju hitam mengebutkan lengan bajunya, atau sinar api menyambar kearah muka Hay Yan.
Tapi dengan tenang semua serangan sibaju hitam itu dapat dipunahkan oleh sigadis Wie Mo Yauw-lie.
Gokhiol, yang tengah asyiknya menonton perkelahian yang hebat dan seru itu, lapat2 masih dapat mendengar suara ditelinganya.
"Pato, lekas kalian berdua melarikan diri! Aku akan menyusul belakangan." Kiranya suara itu disalurkan melalui tenaga-dalam yaag tinggi sekali ketelinga putera2 Jendral Tuli. Pato segera menarik lengan Gokhiol dan diajaknya berlari meninggalkan tempat itu. Ditengah jalan Gokhiol masih sempat bertanya kepada saudara angkatnya : "Adikku, apa kau juga mengenal Im Hian Hong kie-su" "Pst! Jangan berisik! Nanti saja kalau kita sudah jauh, baru akan kuterangkan kepadamu," jawab Pato seraya percepat larinya.
Kiranya sebelum Pato tiba dibenteng Hek Sia untuk menolong Gokhiol, segala rencana telah diatur terlebih dahulu oleh Im Hian Hong Kie-su.
Adapun Im Hian Hong Kie-su telah menyanggupi permohonan dari sahabatnya Tiang Pek Loni guna mencari musuh yang telah mencemarkan Wanyen Hong, puteri dari kerajaan Kim. Terlebih dahulu ia datang menolong Gokhiol. Dan maksudnya ialah tak lain agar pemuda kita dapat digunakan sebagai umpan uncuk memancing keluar sibaju hitam yang tak mau memperlihatkan siapa sebenanya dia itu.
Barusan Im Hian Hong Kie-su telah sengaja memancing keluar Hay Yan meninggalkan rimba. Setelah mengetahui bahwa Gokhiol dan Pato berada dalam keadaan yang aman, iapun melarikan diri...
Sayang! Hay Yan tak mengetahui bahwa lawannya itu Im Hian Hong Kie-Su yang asli, yang sejati. Sebaliknya dikiranya adalah si iblis baju hitam! Angin malam menampar-nampar muka si gadis yang berdiri sendirian dengan pedang Mophwee-kiam ditangan....
Gokhiol mengikuti Pato keluar dari rimba Ang-Liu-Wi.
Begitu sampai diluar atau nampak olehnya dua ckor kuda.
Serera. kedua pemuda itu menaiki masing2 seekor kuda dan kemudian melarikannya bagaikan terbang dimalam hari meninggalkan Kota Hitm.
Ketika melewati Hay-Kee-Chun, Gokhiol merasa hatinya tak keruan, berat sekali untuk meninggalkan tempat itu.
"Hay Yan amat aneh kelakuannya. Aku dikurungnya dibawah tanah, tapi setiap hari tak lupa dihantarkannya aku makanan. Maka sudah jelas hahwa ia tidak mempunyai maksud untuk membunuh aku." Kuda mereka sudah lama melewati Hay-Kee-Chun, namun pikiran Gokhiol masih tak terlepas dari kenangan yang baru saja dialaminya, peristiwa dengan si jelita Hay Yan. lapun terus melamun.
"Waktu ia mengunjungi aku pada malam hari, ia menyatakan rasa penyesalannya. Rupanya ada sesuatu yang sukar untuk di utarakan kepadaku. Apakah Hay Yan dikuasai oleh Hek Sia Mo-lie, hingga ia tak bebas dalam tindak-tanduknya?" Sambil melamun memikirkan nasib gadis idamannya, tangan Gokhiol per-lahan2 masuk kedalam saku celana.
Dikeluarkannya sehelai sapu tangan yang bersulam, yang telah ditinggalkan oleh Hay Yan. Kemudian diciumnya saputangan yang harum baunya itu dengan penuh kasih sayang. Ia menarik napas panjang seraya berkata seorang diri : "Jika kelak aku dapat berjumpa pula dengannya, pasti aku akan....." Tiba2 Pato menoleh kebelakang dan tangannya mengeprak kuda Gokhiol seraya berseru : "Apa yang tengah kau pikirkan, Gokhiol" Satu rintasan lagi kita akan keluar dari daerah gurun pasir ini. Hayo, lekaslah larikan kudamu!" Seketika itu juga semangat pemuda kita bangun pula.
Sambil berteriak dikempitnya pinggang kudanya dan bagaikan mengendarai angin, ia menyusul Pato.
Diufuk timur tampak cahaya merah. Fajar telah menyingsing. Mereka tiba pada sebuah pos perjalanan ditapal batas gurun pasir. Merekapun turun dari kuda untuk beristirahat. Setelah mengambil tempat duduk dibawah atap rumah. Pato mulai berkata : "Gokhiol, adapun orang yang berpakaian hitam tadi adalah lm Hian Hong Kie-su. Tadi malam ia telah mengantar aku ke Hek Sia untuk menolong kau keluar dari kurungan dibawah tanah itu." Gokhiol sangat terharu mengingat akan jasa adik angkatnya yang telah dua kali menolong jiwanya.
"Adikku, tak kusangka Im Hian Hong Kie-su datang bersamamu!. Baiklah akan kuberitahukan juga kepadamu, bahwa akupun sudah kenal tokoh rimba persilatan yang tinggi ilmunya itu. Entah cara bagaimana kau sampai dapat bertemu dengannya?" Mendengar pertanyaan Gokhiol ini mau tak mau Pato harus memutar otak bagaimana sebaiknya harus menjawabnya, agar rahasianya tidak sampai bocor.
"Kalau harus kuceritakan perihal lni, maka peristiwanya amat panjang. Semenjak kita berpisah dilembah Ban-Coa-Kok waktu itu, lama juga aku tidak mendengar kabar berita tentang dirimu. Sedangkan ibumu setiap hari bertambah kuatir akan keselamatanmu. Pada suatu hari diberikannya kepadaku sepucuk surat dan minta agar aku pergi kegunung Jie-Liong-San untuk menemui lm Hian Hong Kie-Su yang merupakan sahabat karib mendiang ayahmu." "Lalu bagaimana?" tanya pemuda kita.
"Dan kemungkinan besar Im Hian Hong Kie-su dapat mengetahui dimana kau berada. Setelah susah-payah, tibalah aku dipuncak gunung Ji-Long-San," "Oh, kiranya beliau adalah sahabat karib dari mendiang ayahku! Tidaklah heran apabila ia setiap kali secara diam2 menolong aku. Sebagai mana kau ketahui aku bertemu dengannya digurun pasir. Disana ia memberi beberapa patunjuk kepadaku untuk mencari seorang tokoh aneh dikolong langit ini yang bernama Wan Hwi To-tiang." Pato mendengarkan penuturan Gokhiol dengan hati2 namun ia tak mau menyingkap rahasia bahwa sebaju hitam yang dimaksud Gokhiol itu bukanlah Im Hian Hong Kie-su yang sejati.
"Gi-koko," ujar Pato, "itulah suatu kesempatan bagus untuk membalas sakit hatimu. Wan Hwi To-tiang kepandaiannya tersohor sangat hebat sekali, tidak ada keduanya dikolong langit ini. Apabila ia menerima kau sebagai muridnya, itu menandakan jodohmu bagus. Biarlah nanti apabila aku kembali ke Ho-lim, akan kulaporkan kepada ayah dan ibundamu agar mereka tidak merasa kuatir lagi. Sebaliknya kau akan menuntut ilmu yang tinggi sekali dengan pikiran yang tenteram." Pemuda kita merasa lega hatinya dan gembira. Katanya kepada Pato : "Aku harap kau memelihara dan merawat ibuku baik2.
Kelak apabila aku berhasil menemukan Wan Hwi To tiang, pasti aku akan mernberitahukannya kepadamu." Kedua pemuda itu memesan minuman arak dan masakan daging. "Gi-koko, berhubung dengan perpisahan kita ini, marilah kita mengangkat carngkir dan keringkan minuman arak ini! Setelah itu aku ada sebuah permohonan yang kuharap kau sudi melakukannya. Adapun hal itu erat sekali hubunganya dengan keselamatan jiwamu sendiri. Harap kan sudi memperhatikannya!" Gokhiol menyambuti tawaran arak adiknya yang lalu diminunnya habis sekaligus dalam satu tegukan saja, Setelah itu dipersilahkannya Pato menguraikan permohonannya. "Jika nanti kau benar2 telah dapat bertemu dengan Wan Hwi To-tiang, janganlah sekali2 kan beritahukan kepadanya persoalan pelepasan-dirimu olehku dan Im Hian Hong Kiesu. Katakan saja bahwa Wie Mo Yauw-lie yang telah melepaskan kau, tanpa kau ketahui sebabnya. Apabila kau membocorkan rahasia tersebut, pasti kau akan binasa!" "Apakah sebabnya?" tanya GokhioI dengan berani.
"Sebaiknya soal ini untuk sementara tak kujelaskan dahulu. Aku hanya minta agar kau menutup mulut.
Lagipula kelak kau akan mengetahui sendiri jawabannya," jawab Pato dengan sungguh2.
Gokhiol mengangkat bahunya, tapi ia berjanji akan menepatinya. "Nah, sudah saatnya aku harus kembali ke Ho-lim.
Sebagai kata perpisahan, aku mendoakan agar cita2 mu menuntut balas tercapai. Tapi janganlah lupa memberi kabar kepadaku." Kedua saudara itu saling berpelukan dan masingg2 merasa berat untuk berpisahan. Kemudian Pato mencemplak kudanya dan meninggaIkan tempat itu, menuju istana Ho-lim. Teringat akan Gokhiol, bahwa sibaju hitam pada waktu itu telah mengatakan kepadanya agar terlebih dahulu ia harus berkunjung kegunung Hwa-San sambil berpesiar.
Dengan harapan disana akan dapat bersua dengan tokoh persilatan aneh bernama Wan Hwi Sian, maka segera pada waktu itu juga pemuda kita mulai berangkat.
---oo0dw0oo---