Giok Bun Kiam Lu Chapter 1

Chapter 1

KETEGANGAN menyelinap diatas udara padang rumput yang luas dan sunyi. Sang Batara Surya sudah mendoyong diufuk barat yang berwarna kuning kemerah2an. Se-konyong2 dari sebuah lembah, muncul seorang penunggang kuda. Dia melarikan kudanya dengan cepat kearah tenggara. Kearah Giok-bun-koan, daerah perbatasan antara negeri Monggolia dan Tiong-goan.

Penunggang kuda itu ternyata se-orang pemuda yang romannya gagah-perkasa, cakap bagaikan batara. Umurnya kira2 baru tujuhbelas tahun. Dia mengenakan tudung bambu lebar dan dandannya seperti seorang ksatria Monggol. Dipinggangnya menggantung sebilah pedang, pedang pusaka kelihatannya. Dan diatas punggungnya menggemblok sebuah busur lengkap dengan kantong anak panahnya.

Panah! Senjata itu merupakan alat-tempur yang lazim dipakai bangsa Monggol, tetapi jarang sekali ada yang menggunakan pedang, kecuali golok, parang atau tombak, Hanyalah ksatriya, kaum bangsawanlah yang biasa membawa pedang. Ksatriya muda itu membungkukan diri agar dapat lebih lekas menerjang angin. Tubuhnya tinggi-besar dan kedua belah tangannya berotot kuat. Matanya bersinar kehitaman, kulitnya halus dan putih - hingga dia lebih menyerupai ...

seorang bangsa Han! Nampaknya ksatriya muda itu habis melakukan perjalanan jarak jauh, karena mendadak ia menarik les kudanya dengan keras. la menoleh kebelakang, se-olah" sedang memeriksa sesuatu. Pada saat itu juga ia menjerit tertahan.

Nampaklah lima penunggang kuda berpakaian merah berlari mendatang kearahnya, menyusul! Mereka adalah perwira2 Jendral Tuli, Panglima tertinggi Angkatan Perang Monggol! Debu mengepul tinggi diudara.

Kuda sipemuda meringkik keras. Segera ia menjepit kempungan binatang itu. Lalu mengaburkan kudanya pula dengan cepat. Segera menyusul derapan kaki kuda memecahkan kesepian alam.

Kejar mengejar terjadi dipadang rumput itu. Mendadak terdengar suara desingan anak panah yang melesat diatas kepala sipemuda. Tanda peringatan supaya ia segera menghentikan kudanya. Pemuda itu tidak menghiraukan. la hanya melirik dengan pandangan dingin. la menggeprak kudanya agar kabur lebih cepat. Namun, walaupun kuda tunggangannya itu kuda kelas wahid, tapi karena sudah kehabisan tenaga, tak dapat binatang itu berlari dengan lebih pesat.

Kelima pengejar itu makin dekat, makin dekat.

Terdengar salah seorang berseru : "Lekas berhenti, Gokhiol! Jendral Tuli memerintahkan supaya kau kembali keistana!" Pemuda itu membalikkan tubuhnya. "Kalian tak usah membujuk. Sampaikan kepada Jendral Tuli, bahwa aku - Gokhiol tidak akan menginjakkan kaki dilantai istana sebelum menghirup darah orang yang telah membunuh ayahku!" Sekejap saja dua perwira sudah mendekati kuda sipemuda. "Pangeran. Gokhiol! Saudaramu pangeran Pato dan Hulagu sangat merindukan kau. Apakah kau tidak kasihan keipada mereka" Pato sedang mengejarmu dibelakang".

Sipemuda yang sadar bahwa dirinya tak dapat lolos lagi, menjadi beringas wajahnya. Dengan gerakan seperti kilat dia mencabut pedangnya dan menuding kebelakang.

"Kamu jangan bikin darahku naik! Enyahlah dari sini!" Perwira2 Monggol itu sebenarnya takut kepada sipemuda itu, yang bukan lain dari pangeran Gokhiol, anak angkat Jendral Tuli. Tapi mereka mendapat perintah untuk membawa kembali pangeran yang kabur dasi istana itu.

Perintah lisan dari Jendral Tuli! Itu harus dilaksanakan tanpa perkecualian! Serempak mereka mengangkat tombak dan menyerang! Terpaksa Gokhiol menahan lari kudanya. Dengan wajah penuh kegusaran ia memutarkan pedangnya yang lantas mengeluarkan sinar merah berkilau2an. Sinarnya pedang pusaka! Angin men-deru2 dengan hebatnya dan ujung pedang ber-gulung2 seperti naga merah bermain disamudera. Perwira2 Monggol itu menjadi pucat. Mereka tahu sang pangeran tinggi ilmu pedangnya dan mereka sudah mendengar tentang keampuhan pedang pusaka Angliongkiam atau Pedang-naga-merah! Lima tombak melawan satu pedang. Pertempuran diatas kuda itu seru, hebat dan mengerikan. Kuda2 meringkik serta ber-lompat2an.

Akhirnya Gokhiol menjadi tak sabar lagi. la perhebat serangannya dan dengan tiga sampokan geledek dia memapas kutung kelima tombak itu.

"Huh ! Pulanglah, kamu sekalian. Jika kamu masih bandel, nanti kepalamu yang jatuh menggelinding dari leher !" mengejek sipangeran.

Kelima perwira Monggol itu menjadi gusar bukan kepalang. "Pangeran Gokhiol! Kau berani menentang perintah PangIima! Awas, lihatlah panah!" Serempak pula perwira2 itu menjangkau busur. Tentara Monggol tersohor sebagai jago2-panah yang jarang tandingannya. Bidikan mereka selalu jitu, yang berarti . . .

maut! Gokhiol berubah wajahnya. Begitu terdengar terlepasnya tali gendawa, ia segera memutarkan pedang pusaka untuk melindungi dirinya.

Sinar merah berkilauan pula diudara dan ampat anak panah terpapas kutung. Tapi sebatang anak panah ambles ditubuh kudanya, hingga binatang itu meringkik keras kesakitan dan berlompat-lompatan bagaikan gila.

Gokhiol jatuh terpental! Namun karena ginkangnya lumayan juga, maka ia dapat hinggap dengan selamat diatas tanah." Kelima perwira Monggol tanpa ayal lompat turun dari dari kuda dan menubruk Gokhiol untuk membekuknya.

Mereka adalah jago2-gulat kelas satu dan mengira dengan mudah saja dapat menangkap sipemuda. Sambil membentang tangan mereka mengurung.

Mata Gokhiol menjadi merah. Darahnya mendidih karena kuda kesayangannya telah tewas. la berdiri tegak bagaikan harimau.

Perwira2 Monggol menjadi jeri. Dari sinar matasipemuda yang tajam melebihi pisau, mereka melihat ...

nafsu untuk membunuh! Tanpa sadar mereka mundur.

Terlambat! Seraya berteriak mengguntur. Gokhiol sudah maju menangkap perwira yang paling dimuka. Cepat sekali gerakannya! Tangannya mencengkeram leher baju mangsanya dan tangan-kanannya sudah terangkat naik untuk menghancurkan kepala perwira itu dengan pukulan geledeknya.

Gokhiol! Jangan kau berani bunuh seorang ksatriya Monggol!" tiba2 seorang perwira berteriak memperingatkan sipemuda.

Gokhiol tersadar. Jika ia sampai membunuh ksatriya Monggol itu, niscaya dirinya akan celaka - biarpun ia anak-angkat Panglima perang. Tata-tertib dalam ketentaraan Monggol sangatlah keras, tak boleh dilanggar.

Melihat Gokhiol tertegun, empat perwira lainnya segera mempergunakan kesempatan itu. Mereka menerjang berbarengan. Namun pemuda kita bukan sembarang orang. Dalam segebrak saja ia sudah dapat membuat lawan2nya itu terpelanting kesana-kemari. Tak Percuma ia menjadi murid kesayangan jago-gulat istana Yalut Sang.

"Tidurlah, bocah2ku" ujar Gokhiol kepada perwira2 itu yang telah rebah ditanah dengan pingsan. "Maaf, aku perlu pinjam salah satu kudamu".

la memilih kuda yang terbaik, lalu lompat keatasnya.

Suara tertawanya terdengar diudara tatkala binatang tunggangannya me-ringkik2 untuk kemudian kabur kedepan seperti setan ...

Siapakah gerangan sebenarnya sipangeran yang dipanggil Gokhiol itu" Mengapa dia kini meninggalkan istana"

---oo0dw0oo---

Siapakah gerangan sebenarnya sipangeran yang dipanggil Gokhiol itu" Mengapa dia kini meninggalkan istana" UNTUK mengetahuinya marilah kita balik kembali keduapuluh tahun yang lampau, pada masa kejayaan kaisar Jenghis Khan yang daerah kekuasaannya hampir meliputi separuh dunia : Tatkala negara Kim jatuh ditangannya, raja Kim yang bernama Wanyen Ping mengirimkan puterinya ke Monggolia sebagai utusan persahabatan. Tapi ketika sampai di Giok-bun-koan, sang puteri Wanyen Hong yang cantik-jelita tiba2 menghilang. Rombongan yang terdiri dari duabelas dayang2, enam pengasuh dan enam Taykiam (pelayan kebiri) serta seratus ksatriya istana Kim-ie-wie menjadi gempar.

Mereka mencari ubek2an disekitar daerah perbatasan Giok-bun-koan, namun usaha mereka sia2 belaka. Sang puteri se-olah2 lenyap kedalam bumi! Para ksatrya istana itu semuanya adalah orang2 pandai kelas satu dari negeri Kim. Satu diantaranya yang bernama Tio Hoan malahan adalah sanak-keluarga bangsawan negara Song yang dijadikan orang utusan.

Bagaimana ia bisa menjabat sebagai pengawal istana dinegeri Kim" Kiranya setelah Gak Hwie wafat, ketika itu pemerintah Song mengadakan kompromi dengan negeri Kim dan mengangkat seorang pangeran sebagai utusan negara istimewa. Tio Hoan adalah keponakan kaisar Song Ko Cong, sejak masih kecil ia belajar ilmu silat di Boe-tong Pay. Pihak Kim memang, sudah mengagumi kepandaiannya, maka telah meminta ia untuk menjadi orang utusan. Sesampainya Tio Hoan di Yan-king ibu-kota negeri Kim, raja Kim sangat menyayanginya dan telah mengangkat ia menjadi To-wie dan kemudian menganugerahkan padanya pangkat pengawal istana kelas satu.

Jenghis Khan yang mengira dirinya dipermainkan, menjadi murka. Ia menitahkan untuk menangkap seluruh rombongan itu! Pasukan Kim-ie-wie adalah pasukan istimewa, terdiri dari ksatrya" yang berkepandaian tinggi dan luhur martabatnya. Mereka menjunjung tinggi kehormatan negaranya dan membela diri mati2an.

Pertempuran berlangsung dengan dahsyatnya. Pedang dan tombak saling beradu diudara dan suara jeritan yang terluka sebentar2 terdengaf. Masing2" pihak bertempur dengan semangat yang ber-kobar2, sama2 berani dan sama2 gagah-perkasa. Seharian suntuk mereka bertanding, dan darah sudah membanjir dipermukaan bumi.

Menjelang senja, sisa2 pasukan Kim-ie-wie terpaksa mengundurkan diri. Mereka mundur teratur untuk pulang kembali kenegeri Kim.

Namun Tio Hoan dan beberapa ksatrya lain yang melindungi pengiring2 sang puteri... tertawan. Dengan nekad mereka terus melawan, Tio Hoan menerjang dengan pedang pusaka Ang-liong-kiam. Tapi akhirnya mereka tak berdaya ...

Para rombongan pengiring diangkut keistana kota-raja Holim untuk dipekerjakan sebagai peiayan permaisuri Bourtai Fijen. Permaisuri. ini sangat halus perangainya, maka ketika pengiring2 memohon agar Tio Hoan dan kawan2-nya diberikan ampun, Bourtai Fijen membujuk suaminya Jenghis Khan. Tio Hoan diberi ampun dan ditugaskan mendidik pangeran Tuli dalam kepandaian surat dan silat. Mereka berdua kemudian menjadi Akrab satu sama lain.

---oo0dw0oo---

Setahun sudah lewat. Dalam waktu senggangnya Tio Hoan sering bergurau dengan para dayang negeri Kim dan akhirnya ia jatuh cinta pada dayang tercantik yang bernama Lok Giok. Atas ijin permaisuri Bourtai Fijen mereka menempuh penghidupan baru sebagai suami isteri.

Tak lama kemudian Lok Giok berbadan dua. Tio Hoan menggunakan kesempatan ini untuk memohon kepada pangeran Tuli agar ia diperkenankan pergi menyelidiki pula putri Wanyen Hong yang hilang di Giok-bun-koan bersama beberapa kawannya. Pangeran Tuli yang dapat merasakan hati penasaran dari orang itu, telah meluluskan permohonannya. Setengah tahun lamanya Tio Hoan pergi menyelidiki.

Akhirnya ia kembali keistana dan diam memberitahukan isterinya bahwa dia berhasil mendapatkan jejak dimana sang puteri berada.

Beberapa bulan kemudian Lok Giok melahirkan seorang putera. Tapi baru saja sang bayi Tio Peng berusia satu bulan, Tio Hoan pergi kembali ke Giok-bun-koan. Ketika ia hendak berangkat, ditinggalkannya sebuah kantong wasiat kepada isterinya dan memesan bila ia tidak kembali, maka Lok Giok harus menunggu sampai puteranya berusia tujuhbelas tahun dan kantong wasiet itu harus diberikan kerpada puteranya. Lok Giok dapat menangkap arti kata2 suaminya itu yang mengandung maksud tertentu, maka ia mulai mencucurkan airmata.

Setahun telah lewat. Dua tahun. Tiga tahun! ...... Tio Hoan tidak kabar ceritanya.

Pangeran Tuli terpaksa melaporkannya kepada Jenghis Khan. Dan Tuli pun tidak mengadakan penyelidikan lebih lanjut. Tapi Lok Giok pada satu malam dengan diam2 keluar dari istana dan bersama dengan seorang pengikutnya pergi menuju Giok-bun-koan.

Lok Giok hampir menjadi pingsan tatkala didalam goa Tung-hong ia menemukan mayat suaminya yang sudah koyak2 dan busuk. Dengan hati hancur-luluh ia menangis ter-sedu2. Akhirnya ia mengambil pedang Ang-liong-kiam yang menggeletak ditanah, lalu menyuruh pengikutnya berdiam disitu menjaga mayat suaminya. Sedangkan ia sendiri pulang kembali ke Holim untuk memanggil Tuli agar pangeran itu tahu bahwa Tio Hoan bukan melarikan diri dari negeri Monggol.

Tetapi ketika Lok Giok kembali digoa Tung-hong bersama Tuli, mayat suaminya sudah hilang lenyap, sedang gantinya menggeletak mayat pengikutnya yang setia .......

---oo0dw0oo---

Akisah diceritakan setahun kemudian pangeran Tuli menikah dan Lok Giok bertugas sebagai inang pengasuh anaknya.

Mengingat kebaikan Lok Giok maka Tuli mengangkat pula Tio Peng sebagai anak-angkatnya dan menganugerahkan nama Monggol : Gokhiol. Tuli mendatangkan guru2 silat kelas wahid untuk mendidik anak2nya. Pendeta Lhama dari Ceng-cong Pay, akhli2 anggar dari Eropa dan akhli gulat dari bangsanya sendiri, Yalut Sang! Dibawah bimbingan para guru istimewa dari berbagai cabang persilatan ini, Gokhiol pun mendapat kesempatan bagus guna melatih dirinya ber-sama2 kelima putera dari Tuli yang bernama Mangu, Moko, Pato, Kubilay, Hulagu dan Kaidu.

Tapi Gokhiol paling akrab bergaul dengan Pato dan Hulagu. Pada tahun 1227 Tarikh Masehi Jenghis Khan binasa selagi bertempur melawan negeri Song. Jenazahnya dimakamkan dipadang pasir Go-bie yang merupakan juga tempat kelahirannya.

Ogotai, putera kedua dari permaisuri Bourtai Fijen naik diatas takhta kerajaan sebagai Ka Khan. Sedangkan Tuli kini mengepalai Angkatan Perang Monggolia, sebagai tempat kelahirannya. Hari berganti hari, siang berlalu pergi. Sang waktu lewat dengan cepatnya.

Ketika Gokhiol berusia genap tujuhbelas tahun, pada suatu malam ibunya telah memanggilnya datang dikamarnya. Tampak airmata ibunya berlinang-linang tatkala memberikan sebuah kantong kulit kepada sang putera. Gokhiol adalah seorang anak yang cerdik. Sambil berlutut ia buru2 menyambut kantong kulit tersebut seraya berkata : "Ibu, barang pusaka ini tentulah peninggalan dari ayah. Anak seringkali menanyakan tentang  musuh-besar ayah. tapi ibu selalu berkata apabila anak sudah berumur tujuhbelas tahun barulah ibu mau menceritakannya. Hari ini anakmu sudah mencapai usia itu, tentunya ibu menginginkan agar aku pergi mencari musuh-besar ayah".

"Anakku sayang, dengarkanlah kata ibumu dengan baik2", ujar Lok Giok dengan airmata yang ber-linang2.

"rahasia yang tersimpan selama tujuhbelas tabun akan kuterangkan hari ini kepadamu. Anakku, sebenarnya kau adalah keturunan dari kaisar Song, keturunan bangsa Han.

Mendiang ayahmu bernama Tio Hoan..." Belum ibunya berkata habis, Gokhiol telah memotongnya : "Ibu, hal ini telah lama kuketahui. Yang menceritakan kepadaku adalah para kong-kong yang melayani ibu". "Kalau kau telah mengetahuinya, baiklah", kata Lok Giok seraya membangkitkan anaknya, "para kong-kong telah datang bersama ibu tatkala mengiring sang puteri radia Kim kenegeri Monggol. Yang penting untukmu ialah mencari siapa pembunuh ayahmu dan merupakan kewajibanmu untuk pergi mencarinya. Benar, kantong wasiat ini adalah peninggalan mendiang ayahmu. Ketika ia hendak pergi, ayahmu telah mempunya firasat bahwa ia akan jatuh ketangan musuh. Maka ia telah terlebih dahulu memesan kepadaku apabila kau telah berusia tujuhbelas tahun, barulah kau boleh menerima kantong wasiat ini.

Periksalah isinya dan dengan itu kau mungkin akan dapat mencari jejak musuh-besar tersebut.

Gokhiol menjura tiga kali kepada ibunya dan menerima kantong kulit itu.

Kantong kulit yang selama tujuhbelas tahun tak pernah dibuka terjahit rapat dengan tali urat sapi.

Gokhiol menuruti perintah ibunya. Setelah kembali kedalam kamarnya ia membuka kantong kulit itu dengan sebilah pisau. Didalam kantong itu terdapat sepotong kulit kelinci berwarna putih. Tampak dengan jelas huruf2 yang tertulis dengan bakaran besi panas mensiratkan kata2 yang berbunyi sebagai berikut : "Tio Peng, puteraku yang tercinta. Ketika aku meninggalkan kau, usiamu belum ada sebulan, tapi apabila kau telah dapat membaca surat ini, maka usiamu sudah tujuh belas tahun. Aku telah mendoakan kepada Thian yang luhur agar pada suatu hari kau akhirnya dapat membaca suratku ini. Kau adalah keturunan Kaisar Song, yang nasibnya kurang beruntung dan dilahirkan didaerah salju. Maka aku telah menetapkan namamu Tio Peng.

Bila dikemudian hari kau mendapat kesempatan untuk kembali ke Tiong-goan, gunakanlah nama tersebut!" Gokhiol terharu hatinya, hingga airmatanya turun. Tapi ia membaca terus.

"Surat ini telah kutinggalkan kepadamu tatkala aku hendak berangkat ke Giok-bun-koan guna mencari tahu jejak sang putri Wanyen Hong dari negeri Kim. Anakku yang tercinta, aku akan menceritakan suatu rahasia kepadamu. Atas ketekadan hatiku, ketika pertama kali mencarinya, digoa Tung-hong aku menemukan jejak bahwa sang puteri telah diculik oleh seorang yang kepandaiannya lebih tinggi dari padaku. Dan lagi hati orang itu sangat kejam. Perasaanku mencurigai beberapa orang dari tokoh Bu-lim, tapi aku tak dapat mengetahui dengan pasti siapa gerangan orang itu. Lagi pula aku masih percaya bahwa puteri WanYen Hong belum mati, sehingga aku menjadi lebih bersemangat. Namun kepergianku kali ini tentunya telah dapat diendus oleh orang itu. Maka dengan demikian kemungkinan bahaya yang besar akan menimpa diri ayahmu, tak dapat dielakkan lagi.

Putraku, apabila kau membuka surat ini, mungkin aku sudah tinggal tulang-belulangnya saja menggeletak didalam kuburan, tapi dalam alam baka aku akan senantiasa mendoa agar pada suatu ketika kau dapat menemukan musuh-besarku dan dapat mengetahui pula dimana gerangan sang putri kini berada.

Selain itu masih ada satu tanda bukti yang telah kutinggalkan kepadamu - yaitu sebutir kumala merah. Bila musuhku melihatnya, pasti dia akan segera mengenali bahwa kau adalah keturunan dariku : demikian pula sama halnya dengan sang, puteri serta juga rekan2-ku. Hanya, tentunya kau akan, bertanya siapa gerangan musuh-besarku itu, bukan" Sayang sekali aku belum dapat memberitahukan kepadamu, karena akupun belum dapat memberi kepastian. Ketika pertama kali aku pergi ke Giok-bun-koan untuk mencari sang putri, aku telah mengajak seorang pengawal istana yang telah lanjut usianya bernama Tiang Jun dan seorang ksatrya yang kuikut sertakan dari negara Song sebagai pengawal bernama Giok Liong. Aku telah menitahkan mereka untuk tinggal disekitar Giok-bun-koan guna mendengar kabar-kabar berita. Tiang Jun tinggal disebuah lembah dipingggir sungai Su-lek-Ho, suatu tempat yang sangat sepi dan jarang sekali dldatangi orang. Apabila ia masih hidup, kau dapat mengikuti petunjuk yang tertera didalam peta. Pasti kau akan dapat suatu jalan untuk mencari musuh-besarku.

Ibumu yang sangat cerdik dan bijaksana adalah orarag dari negeri Kim. Ketika puteri Wanyen Hong masih diistana, ibumu selalu diangap sebagai saudarinya sendiri. Tio Peng, ingatlah! Kau harus menunjukkan kebaktianmu sebagai seorang putera terhadap orang-tuanya untuk meneruskan usahaku yang belum selesai ini. Aku harap kau berhasil membunuh musuhku dibawah tanganmu sendiri! Selamat berjuang puteraku.

Ayahmu : Tio Hoan. Gokhiol membaca surat itu dengan airmata bercucuran.

Perlahan-lahan kantong kulit dibukanya dan benar saja didalamnya terdapat sebuah ikat pinggang dengan sebuah kumala merah. Ketika ia periksa lebih lanjut, kiranya dibelakang ikat pinggang tersebut tergores sebuah peta sederhana lengkap dengan petunjuk2nya. Demikian juga letak goa2 di Tung-hong serta lembah2 dan sungai2nya.

Surat wasiat serta ikat pinggang batu kumala merah itu disimpannya kembali dengan hati2 kedalam kantong kulit tadi yang merupakan sebuah tempat ransum yang lazimnya dipakai oleh orang2 Monggol.

Gokhiol yang berkedudukan sebagai seorang pangeran, andaikata ia minta ijin untuk pergi mencari musuh, ayahnya-angkatnya Tuli takkan mengijinkanya. Demikian pula dengan kedua saudara angkatnya Pato dan Hulagu pasti mereka takkan melepaskannya pergi. Gokhiol berpikir kalau demikian halnya, ia terpaksa meninggalkan Monggolia dengan diam2 dan kelak setelah ia dapat membalas dendam, barulah ia akan kembali untuk mohon maaf kepada ayah-angkatnya.

Sedari masih kecil, Gokhiol dididik dalam suasana hidup Monggol, maka tidak heran apabila daerah kejam mempengaruhi dirinya yang berkemauan keras dan tekad.

la tak mudah mengalah terhadap segala rintangan yang dihadapinya, pantang mundur.

Sebagaimana biasa apa yang terkandung dalam pikirannya, dia selalu memberitahukan kepada ibunya. Tapi mengingat ibunya yang sangat menghormati Tuli, maka ia berpikir apabila maksud kepergiannya untuk mencari jejak musuh ayahnya diberitahukan juga kepada ibunya, niscaya hal ini mengeruhkan suasana istana. Dan ayah angkatnya itu belum tentu akan meluluskannya. Lebih baik ia meninggalkan surat saja kepada ibunya.

Keesokan harinya pagi2 sekali Gokhiol membawa pedang pusaka Ang-liong-kiam menuju kandang untuk mendapatkan kuda kesayangannya. la membawa bekal ransum serta minuman, pura2 ingin pergi berburu keluar kota. Bagaikan burung terlepas dari sangkar dia malarikan kudanya keluar dari Holim. Tapi apa mau ia disusul!"

---oo0dw0oo---

Matahari telah menyondong ke Barat, hari menjelang petang. Nampak didepan Gokhiol sebuah jembatan bambu melintang yang menghubungi kedua tepi sungai Su-lek Ho.

Selagi ia hendak melintasinya, tiba2 terdengar mendesingnya sebuah anak panah yang memecahkan, kesunyian diangkasa dan memancarkan percikan kembang api berwarna kuning ke-merah2an.

Gokhidl mendongak keatas. Hatinya terkejut bukan kepalang Celaka! pikirnya dalam hati. "Itulah panah Ho-Leng-Cian, panah peringatan Panglima! Mungkinkah Jendral Tuli sendiri yang telah mengubarnya?" Se-konyong2 dari atas sebuah bukit diseberang sungai mengepul asap, membubung tinggi kelangit. la tersadar bahwa diatas bukit itu terdapat sebuah pos penjagaan. Tak beberapa lama kemudian nampak olehnya sepasukan tentara yang tergesa-gesa memotong putus tali2 dari jembatan bambu tersebut. Itulah satu2nya jembatan untuk dapat menyeberangi sungai! Gokhiol menarik tali-kekang kudanya dan berhenti didepan jembatan yang telah putus tali gantungannya.

Dengan gusar ia berseru :"Hai, disana!" Aku adalah Gokhiol, anak-angkat Jendral Tuli! Apakah kamu gila memutuskan jembatan ini, sehingga aku tak dapat menyebranginya ?" Dari seberang sana seorang perwira maju dan berteriak menjawab.

"Pangeran Gokhiol, apakah kau tidak mengenali panah tanda peringatan panglima" Lebih baik kau putarkan kudamu dan kembali ke Holim. Siapapun takkan diijinkan untuk menyeberangi jembatan ini! Itulah tugas kami sebagai penjaga2 perbatasan." Gokhiol tak berdaya. Sebaliknya diam2 iapun kuatir kalau" pasukan pengejarnya mendatang pula, sehingga kesulitan yang menimpah dirinya akan lebih besar lagi.

Tiba2 saja ia teringat akan peta yang tersimpan didalam kantong kulit. Disitu dengan jelas sekali diterangkan bagian2 mana dari sungai Su-lek Ho yang dangkal dan dalam letaknya. Segera ia menyingkir dari tepi sungai dan menghentikan kudanya disuatu tempat agak jauh. Lalu dibukanya kantong kulit dan dikeluarkannya peta peninggalan mediang ayahnya. Benar saja! Dibagian sabelah kanan kira2 satu lie jaraknya dari tempat ia berdiri, terdapat tumpukan batu2 cadas dimana letak sungai adalah agak dangkal. Tanpa ayal ia meuuju ketempat itu dan setelah tiba disana, iapun menerjunkan kudanya kedalam air untuk menyeberangi sungai. Hari semakin gelap. Gokhiol mengikuti jalan kecil yang ber-liku2 dan kadang2 ia harus menuntun kudanya. Tempat yang dilaluinya itu amat sepi sekali. Tiada terlihat suatu makhluk yang hidup disekitarnya. Sampaikan pohon2 kecilpun jarang dijumpai.

Gokhiol berpikir dalam hatinya. Mungkinkah tempat ini yang disebut lembah Ban-Coa-Kok atau Lembah-ular melingkar seperti yang tertera didalam petanya" Apabila benar Ban-Coa-Kok, maka tak salah lagi Tiang Jun tinggal ditempat ini. Hatinya ber-debar2.

la meneruskan perjalannya. Tak lama kemudian kelihatan dihadapannya sebuah padang rumput yang agak luas, dikelilingi oleh tebing2 batu yang menjulang tinggi keatas tak beraturan. Gokhiol berdiri keheranan : Dimana Tiang Jun tinggal" Lembah yang sunyi-senyap ini mana ada penghuninya" Ah, sebuah gubukpun tak kelihatan! Gokhiol Sedang ia berpikir itu tiba2 dari balik sebuah batu besar mendesir suara angin. Matanya melihat dua batang tombak meluncur bagaikan kilat kearahnya! Gokhiol berteriak bahna kagetnya. Lekas2 ia menjatuhkan dirinya keatas tanah dan dua batang tombak itu membeset lewat diatas kepalanya! Tombak2 nancap keras pada tebing batu! Tergesa-gesa Gokhiol meloncat bangun dan diawasinya tempat dimana tombak2 itu menancap. Kemudian ia berpaling ketempat dari mana arah tombak itu dilemparkan.

Pada saat itu juga dua sosok tubuh manusia datang menyerang dirinya. Penyerang2 itu mengenakan topi dari rotan, ditangan mereka masing2 tergenggam sebuah golok yang panjang dan tajam berkiIau-kilauan. Ketika itu, sebetulnya pemuda kita dapat menangkis tikaman dari golok itu. Tapi ia tidak berbuat demikian, sesudah memutarkan badannya ia berlari ketebing dibelakangnya. Dengan cepat dicabutnya kedua tombak yang masih menancap didinding tebing, lalu dilemparkannya! Karena tak menyangka serangan balasan, maka tombak2 itu menancap dengan jitu pada dada kedua penyerang. Lemparan Gokhiol begitu cepat seperti kilat, hingga boleh dikatakan tak terlihat sama sekali! Kedua Iawanya jatuh binasa.

Gokhiol berdiri kesima atas hasil latihannya yang memperiihatkan hasil luar biasa itu. Dalam hatinya ia merasa bangga. Baru saja ia ingin menghampiri kedua mayat tersebut untuk mengetahui dari partai manakah mereka berasal, atau tiba2 terdengar suara orang memuji dari balik batu.

"Sungguh mengagumkan! Hanya saudarakulah yang dapat melemparkan tombak sedemikian hebatnya.

Suara itu disusul dengan munculnya sesosok tubuh manusia, menurun dengan gerakan yang ringan sekali dari atas tebing. Gokhiol terkejut bercampur girang. la mengenali orang itu yang tak lain adala4 saudara-angkatnya sendiri : Pato! Dengan tak terasa ia mundur dua tindak, sedangkan matanya terbelalak ke-beran2an. Setelah bungkam beberapa saat, barulah pemuda kita membuka suara : "Adikku, kau telah mengejar aku sampai disini.

Tentu kau hendak menangkap aku untuk dikembalikan ke HoYim, bukan?" Pato yang memakai pakaian istana dan topi yang berhuntut binatang rusa, menganggukkan kepalanya.

"Saudaraku Gokhiol. Kedua penyerang itu adalah anjing2 See-hek. Perjalanan Gie-ko kelembah ini, tentunya te!ah dapat diketahui orang. Lebih baik kau pulang saja.

Sehabis berbicara, Pato menghampiri mayat2 itu dan dengan kedua tangannya ia menyabut batang2 tombak yang nancap tersebut. Setelah itu ia membalikkan mayat2 dengan kakinya.

Mata Gokhiol yang tajam lantas melihat pada punggung masing2 mayat tersebut tertancap pula pisau terbang.

Adapun pisau terbang semacam itu hanya dipergunakan oleh bangsa Monggol apabila mereka pergi berburu.

Demikian ketajaman pisau itu, yang dapat memotong kulit badak dengan mudahnya. Keampuhannya terletak pada ujungnya yang lancip. Maka apabila hendak menggunakan senjata tersebut, orang harus pandai melontarkannya dari jarak yang agak jauh. Sikorban pasti mati dalam sekejap itu juga. Setelah melihat pisau itu menaricap pada tubuh mayat2, Gokhiolpun sadar bahwa pisau itu telah diontarkan oleh Pato sebelum tombaknya mengenakan sasaran. Itulah sebabnya tadi ketika tombak2nya masih meluncur diudara atau ia telah mendengar teriakan yang mengerikan. Buru2 ia berkata pada adik-angkatnya : "Pato! Kiranya kau yang telah membunuh mereka lebih dahulu. Terima-kasih. Tapi heran sekali, kenapa orang2 See-Hek ini hendak mencelakai diriku?" "Akupun tak tahu" kata Pato dengan wayah Suram.

"Sudahlah, mari kita pulang. Kau yangan melanggar pe raturan ayah, Gokhiol. la sangat gusar yang kau tanpa pengetahuanya meninggalkan Holim." "Pato, aku hendak mencari pembunuh ayahku Tio Hoan. Harap dimaafkan apabila aku terpaksa melanggar peraturari Gie-hu. Kelak bila aku telah menunaikan tugasku dan bisa kembali dengan hidup, biarlah pada waktu itu aku menerima segala hukuman yang akan dijatuhkan oleh Gie-hu kepadaku," jawab Gokhiol dengan sungguh2.

"Gokhiol, ayah tidak bermaksud demikian. Karena kau pergi seorang diri, maka ayah sangat kuatir akan keselamatanmu. Maka itu ia telah menitahkan aku untuk mengejar dan mengajak kau kembali..." Pemuda kita tidak meaunggu sampai orang selesai bicara, atau ia sudah memotong : "Pato, jangan kau menjadi gusar. Aku telah bersumpah tidak akan kembali sebelum dapat menghirup darah musuh-besar ayahku !" Pato yang usianya dua bulan lebih muda dari Gokhiol melihat adat saudara angkatnya yang keras kepala, menjadi jengkel.

"Gokhiol, apakah kau tidak mengetahui bahwa selewatnya sungai Su-lek Ho ini, maka disebelah sana adalah wilayah musuh. Kau adalah anak-angkat ayahku Jendral Tuli dan bukankah musuh mengetahuinya juga" Bila kau kena ditawan, niscaya kau akan binasa! Tadi saja sudah ada beberapa orang See-hek yang hendak membunuh kau. Mereka seringkli membunuh orang2 Monggol.

Ksatria2 kita sendiripun sering hilang, sampaikan mayatnya pun tak dapat ditemukan, seperti juga halnya dengan ayahmu Tio Hoan dan sang puteri Wanyen Hong dari negeri Kim. Oleh karena itu apabila ksatria2 kami ingin memeriksa Giok-bun-koan, mereka selalu pergi berkelompok. Kini kau pergi seorang diri. Bukankah itu berarti mengantarkan jiwamu kepintu neraka ?" Sejenak keadaan sunyi-sepi.

Namun kata2 Pato tak dapat melemahkan hati Gokhiol yang sudah bergelora. Sambil mencekal pedang Ang_liongkiam ia berkata : "Terima-kasih, adiku. Tapi apabila aku menurut nasehatmu, maka seumur hidup dendam kesumat ayahku Tio Hoan tak dapat dibalas. Bukankah dengan demikian aku Gokhiol akan menjadi hinaan orang belaka" Mana mungkin aku masih mempunyai muka sebagai anakangkat dari Panglima Perang Jendral Tuli?" Pato melihat saudaranya tak dapat dibujuk lagi, menggeleng-gelengkan kepalanya. "Ada sesuatu yang ingin kusampaikan, Gokhiol. Ketika aku hendak berlalu dari Holim, guru Yalut Sang telah mengirimkan kata2 kepadamu. Guru berkata bahwa sia2 jika dengan usiamu yang masih muda sudah ingin membalas dendam terhadap musuh yang selama tujuhbelas tahun teiah siap2 menantikan kedatanganmu. Kau hanya mengantarkan jiwamu saja." Gokhiol mesem, ,merigetahui lazimnya . adat kaum -tua yang takut2 saja.

"Selain itu disekitar Giok-bun-koan berkeliaran dua siluman, satu diantara-nya bernama Im Hian Hong Kie-su atau Sipenunggu Puncak Maut. Kabarnia dia memiliki kepandaian yang tiada taranya. Pada duapuluh tahun yang lampau, siluman itu pernah menjatuhkan tujuh orang Ciang-bun-jin dari tujuh perguruan silat dalam waktu seharian ketika sedang diadakan pemilihan Bu-Iim Cin-cun.

Setelah itu ia menyembunyikan diri dan belakangan sering terdengar ia muncul disekitar daerah perbatasan dan-menganggu murid2 dari perguruan yang pernah menghadiri pertemuan pemilihan tersebut." Pato berhenti sebentar sambil melirik kapada saudara angkatnya. Nampak olehnya airmuka sipemuda stdikipun tak berobah. Pangeran itu melanjutkan ceritaranya pula.

"Pernah sekali Im Hian Hong Kie-su memotong kutung telinga seorang perwira Mongol, lalu dilepaskanya setelah mencaci bangsa kita yang dikatakan hanya bisa naik kuda saja, tapi kalau belajar ilmu silat sama saja halnya seperti mengajar kepada kerbau. Pada waktu itu kakekku Jenghis Khan masih hidup. Mendengar hinaan tersebut, sekujur badannya gemetar saking gusarnya. Segera ia menitahkan selusuh pasukannya untuk membekuk hatang leher siluman itu, tapi Im Hian Hong Kie-su melarikan diri. Bertahun-tahun tak terdengar lagi sepak-terjangnya, sampai munculnya sekarang." Pemuda kita mendengar dengan penuh perhatian.

"Maka itu guru Yalut Sang telah menyampaikan pesanan kopadamu, bahwa belum tiba saatnya bagimu untuk menuntut balas. Kepandaian masih terlampau rendah. Im Hian Hong Kie-su saja sudah sukar sekali untuk dilawan. Sedangkan siapa musuh ayahmupun kau tak tahu." Mendengar kata2 yang terakhir dari saudara-angkatnya, Gokhiol menjadi tertarik juga. Bukan karena menjadi jeri, tapi sekedar hatinya merasa heran.

Im Hian Hong Kie-su" Hm, sungguh nama yang aneh terdengarnya. Dan yang satu lagi, siapa dia " Apakah guru membaritahukan juga kepadamu?" Pato menyangka bahwa saudara-angkatnya sudah berobah niatannya, setelah mendengar ceritanya yang menyeramkan tadi. Buru2 ia menjawab.

"Siluman yang satunya lagi lebih hebat dan aneh. Dia seringkali dapat merobah roman mukanya. Orang2 See-hek memanggilnya Hek Sia Mo-lie atau Wanita Iblis dari Kota Hitam. Ada yang mengatakan dia asalnya mayat hidup dari istana dibawah Kota Hitam dipadang-pasir, adapula yang mengatakan bahwa dia adalah seekor siluman yang telah berhasil menghisap hawa murni inti jagad, lalu menjelma menjadi manusia. Tabiatnya selalu ingin mengusik orang diwaktu malam hari. Menurut cerita orang yang pernah melihatnya, dia adalah seorang gadis yang cantik-jelita.

Tapi ini kebetalan saja, sebab tidaklah beruntung bagi siorang yang bertemu muka dengan sicantik ini, dia dibunuh! Dia tak pernah diberi kesempatan untuk hidup lagi. Berselang beberapa tahun ini sudah banyak sekali jiwa2 yang melayang ditangan Hek Sia Mo-lie. Sungguh berbahaya sekali." "Aku tak percaya akan segala siluman, Gokhiol memotong," bila bukan guru yang mengatakan, niscaya akan kucaci orang yang berkata demikian tadi sebagai pembual!" "Sebab apa kau tidak percaya" tanya Pato dengan gusar.

"Apakah kau pun tidak percaya akan Dewa2 besar kita?" "Aku dibesarkan di Monggol dan aku percaya akan Dewa2 bangsa kita yang maha-sakti." Gokhiol buru2 menambahkan, "tapi Dewa kita dibandingkan dengan segala siluman atau iblis, adalah lain sekali" Baik kau pulang saja dan sampaikan kepada Gie-hu dan guru bahwa aku, Gokhio!, akan membekuk siluman2 itu. Barulah aku mau pulang!" Pangeran Pato menjadi sengit mendengar kata2 Gokhiol.

Dengan mata melotot ia berteriak : "Setelah aku bicara sampai berbusah disini, kau masih juga berkepala batu. Kau tahu, aku masih membawa sepasukan tentera berkuda yang telah siap meringkus dirimu. Aku teIah menyia-nyiakan waktu dan, maaf aku tak dapat pulang dengan tangan hampa!" Pato mundur selangkah seraya mencabut pedangnya.

Dalam keadaan yang gelap lantas memancar sinar hijau bergemerlapan dari ujung dan batang pedang yang tajam itu.

Gokhiol mengerti bahwa ia harus bertanding melawan saudara-angkatnya, tak ada jalan lain. Tapi ia masih berkata : "Pato, apakah kau tidak akan menyesal" Kita adalah saudara dan semenjak kecil kita belum pernah bertengkar, apalagi berkelahi." "Maafkan aku, aku terpaksa menjalankan perintah. Aku telah membujuk kau sampai tenggorokanku kering, tapi kau terus berkeras kepala. Maka tak ada jalan lain setelah usahaku gagal untuk membujuk kau pulang, selain kita bertanding. Bila kau dapat menjatuhkan pedangku ini, maka terserahlah apa yang hendak kau lakukan. Gie-ko, silahkan cabut pedang pusakamu! Biasanya diwaktu latihan, aku selalu berada dibawahmu. Tapi kali ini, aku akan menjatuhkan kau! Agar kau tak usah meninggalkan Holim untuk mengantarkan jiwamu secara konyol!" Gokhiol per-lahan2 menyabut Ang-liong-kiam dan berkata dengan suara gemetar : "Adikku, untuk apa kita susah-payah mengadu kepandaian" Salah2 kita bisa terluka atau binasa. Ijinkanlah aku pergi, dan aku akan tak lupa atas kebaikanmu." "Tak ada perundingan lagi!" jawab Pato dengan singkat.

Mulailah! Apakah kau takut untuk bertempur?" Gokhiol tak berbicara lagi. Pedangnya dilintangkan kedepan dadanya, lalu diserongkan kesamping dan kakinya melangkah tiga tindak kedepan. Ia berteriak : "Awas ! Pedangku datang!" Pedang pusaka menyambar melintang, gerakan ini terang2 memberitahukan kepada Pato bahwa ia menyerang bagian bawah.

Pato memutarkan pedangnya untuk menangkis serangan Gokhiol. Pedang beradu! Tiba2 tangan mereka terasa linu, tandanya kekuatan mereka seimbang! Mendadak Pato menarik kembali pedangnya dan badanya merendah kebawah. Dengan pedang melintang ia menantikan serangan berikutnya dari Gokhiol.

Gokhiol diam2 berpikir dengan keras. Seluruh perhatiannya ia pusatkan diatas pedangnya, yang mendadak digetarkannya kearah ujung pedang Pato. Bila ia menyentak, tentu pedang adiknya akan terlepas dari pegangannya. lapun segera memberi isyarat : "Adikku, peganglah pedangmu dengan erat2. Bila nanti terlepas kau akan kalah!" Benar saja! Begitu pedangnya menyentak, maka pedang Pato terpukul sampai mengerai tanah. Namun pedang itu tak terIepas! Malahan kini pedang Pato balik membal dan kembali menghantam pedang Gokhiol. Kedua pedang melekat menjadi satu." "Ha-ha-ha!" tertawa Pato dengan girang. "Kau tidak berhasil menjatuhkan pedangku. Tidak ada yang kalah, tidak ada pula yang menang. Sekarang baiklah kita mngadu kekuatan, pedang siapa yang menyentuh tanah terlebih dulu, dialah yang kalah. Apakah kau setuju, Gokhiol?" Pemuda kita mengulum senyumnya.

"Boleh saja! Sekarang akupun tak akan segan2 lagi!" Demikianlah mereka saling mengadu kekuatan, dua pedang yang melekat saIing berkutetan diudara. Lambat laun kedua senjata itu bergoyang2 saling dorong-mendorong, tapi selalu berkisar tidak lebih dari dua tiga dim diatas tanah. Airmuka kedua pemuda itu berobah merah dan keringat mulai ber-cucuran dari wajah mereka. Selang sipeminuman teh, Pato berkata : "Kau tak dapat mengalahkan aku, lebih baik kau lepaskan pedangmu. Bila tidak, niscaya kau akan celaka." Gokhiol yang merasa dirinya lebih kuat menjawab dengan mendongkol. "Jangan terkebur, adikku. Aku belum dapat kau kalahkan." "Kau jangan menyesal!" teriak Pato seraya menarik pedangnya keatas. Ketika itu cepat2 digunakan oleh Gokhiol untuk memukul pedang adiknya sekuat tenaga.

Kedua pedang saling beradu pula hingga api berpercikan.

Pedang Pato hampir saja terlepas, sehingga tak tertahan lagi muka sipangeran menjadi merah-padam. Ia berseru kepada Gokhiol : "Saudaraku, kau sungguh liehay! Tapi aku juga masih belum kau kalahkan." Gokhiol bergeser kesamping, matanya tersenyum memandang adiknya yang belum-mau mengalah.

"Memang belum, Pato," sahutnya.

Seraya menerjang kedepan dengan pedang yang hijau berkilauan, Pato menyerang amat bengisnya. Bagaikan belut Gokhiol berkelit kesamping dan menggerakkan pedangnya menghantam, hebat sekali! Pedang Pato kesampok hingga menerbitkan suara bergeseknya barang logam yang menyakitkan telinga. Tiba2 pedang Gokhiol dikendorkan dan dengan tipu Siang-hong Hwie-sauw atau Sepasang-burung-Hong-pulang-kesarang, dengan meminjam tenaga dorong dari pedang adiknya. ia menekannya kearah tebing batu. Dalam keadaan yang gelap kelihatan sinar berkelebat dengan pesatnya, disusul dengan terdengarnya suara dua batang pedang amblas kedalam tebing batu! "Nah, cabutlah pedangmu! Aku hendak menguji kekuatanmu." Gokhiol berseru sambil memandang adiknya dengan wajah berseri-seri.

Wajah Pato menjadi merah.

la melangkah ketebing batu dan selagi ia hendak ment}abut pedangnya yang amblas dalam sekali, hingga sukar sekali untuk ditarik keluar - atau tiba2 terdengar suara tertawa seorang wanita! Suaranya nyaring dan jernih. Pada detik menyusul dari atas tebing melayang turun seorang gadis yang memakai tutup muka.

---oo0dw0oo---
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar