Jilid 26
Peng-say menyadari seorang diri sukar melawan orang banyak, bukan saat dan tempatnya untuk membalas dendam sekarang, maka cepat ia menunduk agar tidak dikenali musuh, sedapatnya ia menahan rasa murkanya.
Diam2 ia berkata kepada dirinya sendiri: "Sabar, sabar! Toa-suko sudah gila, tugas menuntut balas kini terletak pada diriku seorang, maka sekali2 tidak boleh gegabah dan mengorbankan nyawa secara sia2”
Di tengah makan minum itu, se-konyong2 Liok Pek berkata: "Ji-suheng, terbunuhnya segenap anggota Lam-han bila dibiarkan tersiar begitu saja, mungkin akan tidak menguntungkan kita.”
Meski Liok Pek bicara dengan suara sangat lirih, namun dapat didengar Peng-say dengan jelas, maka anak muda ini lantas pasang kuping dan mendengarkan pula.
"Hm, tidak menguntungkan bagaimana?" dermikian terdengar Ting Tiong mendengus pelahan. "Justeru makin luas berita itu tersiar. makin menguntungkan kita.”
"Tapi kedatangan kita ke Tionggoan ini adalah untuk menegakkan wibawa terhadap Wi-susiok agar tiada anggota Ngo-tay-lian-beng yang berkompromi dengan Mo-kau. Tapi siapa saja kalau sudah kepepet pasti melawan, suatu peristiwa itu saja sudah cukup memusingkan. bila ditambah lagi dengan berita yang tidak menguntungkan kita ini dan diketahui Tionggoan-sam-yu, tentu akan timbul rasa tidak senang mereka, jangan sampai mereka bergabung menjadi satu dan berbalik memusuhi Say-koan kita, ini kan bisa runyam." "Mereka berani'"!" kata Ting Tiong tak acuh_ "Berani atau tidak adalah soal lain," ujar Liok Pek dengan suara tertahan, "yang jelas, menghadapi persoalan ini kita harus mengadakan anti propaganda, dengan begitu barulah kita dapat tidur dengan nyenyak tanpa kuatir lagi.”
"Kau kan terkenal sebagai Khong Beng. akalmu pasti bagus," kata Ting Tiong. "Terus terang. mengenai persoalan ini aku sendiri sebenarnya rada-rada kuatir. Coba lekas katakan bagaimana akalmu akan anti propaganda?”
"Kalau tindakan kita cukup beralasan, tentu Tionggoan-sam-yu tak bisa omong apa2 lagi," tutur Liok Pek.
"Sekarang kalau kita mengakui kebenaran terbunuhnya segenap anggota Lam-han secara terang2an, kita nyatakan dasar pembunuhan itu adalah karena Sau Ceng-hong berusaha bersekongkol dengan Ma-kau, intriknya ketahuan kita, maka kita melaksanakan perintah Bengcu dan membunuhnya.”
"Akal bagus!" seru Ting Tiong sambil berkeplok.
"Dengan demikian, bukan saja Tionggoan-sam-yu tak bisa bicara lagi, bahkan juga tidak berani kompromi dengan pihak Ma-kau, malahan Thian-bun Totiang pasti akan memuji tepat pembunuhan yang kita lakukan ini.”
"Ya, guru Thian-bun Totiang terbunuh oleh orang Mo-kau, dia pasti tidak dapat kompromi dengan pihak Mo-kau, malahan dia justeru sangat benci bila di antara anggota lima besar ada yang bergaul dengan orang Mo-kau, tentu saja dia akan memuji pembunuhan yang kita lakukan ini. Yang lebih bagus lagi, kalau Soh-hok-han sudah tiada seorangpun yang hidup, hal perlakuan kita terhadap Gi-lim. murid kesayangan Ting-yat Suthay itu tentu juga tak seorangpun yang tahu. bahkan kita dapat memutar-baliknya kejadian ini dan menuduh Sau Peng-lam telah memperkosa Gi-lim, lantaran malu Nikoh jelita itu membunuh diri di Soh-hokhan." "Bagus!" saking senangnya Ting Tiong berteriak.
Tamu2 lain sampai melengak dan sama memandangnya dengan ter-heran2. mereka sama menyangka apakah orang ini sudah gila”
Lantaran lagi senang, Ting Tiong tidak menjadi marah meski dipandang orang banyak, ia hanya berusaha menutupi kelakuannya itu dengan berseru pula: "Arak bagus, arak bagus!”
Karena yang dipuji bagus adalah arak, maka orang lain tidak memperhatikannya lagi.
Dengan gembira Liok Pek lantas berkata pula dengan suara pelahan :"Kita membunuh segenap keluarga Lamhan, hal ini sama dengan membalaskan sakit hati murid kesayangan Ting-yat. dia tentu akan melupakan dendam adu pukulanmu dengan dia tempo hari. Coba. Ji-suheng.
julukanku sebagai Khong Beng tidak percuma bukan?”
Sembari berkata ia terus menenggak habis isi cawannya, lalu memandang Ting Tiong. menunggu pujiannya.
Tak terduga Ting Tiong tidak memberi pujian apa2, sebaliknya malah berkata, "Wah. Sute, akulah yang sial.”
"Sial apa?" tanya Liok Pek dengan bingung.
"Kau tahu pergaulan Sau Ceng-hong sangat luas, bilamana mereka mendengar aku yang membunuh segenap anggota keluarga Lam-han, bukan mustahil satu-dua di antara sahabatnva akan membelanya, lambat atau cepat pasti ada orang akan menagih utang darah ini kepadaku.”
Kuatir sang Suheng tidak berani menanggung resiko, Liok Pek sengaja mengumpaknya lagi: "Tapi di antara sahabat Sau Ceng-hong masa ada yang mampu menandingi Ji-suheng?”
"Be. . . .betul juga," ucap Ting Tiong dengan agak kaku.
Setelah minum lagi beberapa cawan arak, makin dipikir makin tidak enak, akhirnya ia menyalahkan orang yang sembarangan menyiarkan berita itu. Mendadak ia menggebrak meja dan berteriak: "Ku- ...-rang ajar. Kalau tertangkap, akan kurobek mulutnya!”
"Mulut siapa, Suheng?" tanya Liok Pek.
Pada saat itulah di bawah sana tiba2 terdengar suara orang tertawa latah, lalu suara parau orang berteriak: "Seluruh anggota Soh-hok-han terbunuh, pelakunya Ting Tiong!”
Memangnya Ting Tiong lagi gemas oleh kejadian itu, kini didengarnya lagi orang berteriak begitu, keruan ia menjadi murka dan segera hendak menerjang ke bawah untuk membekuk orang itu, bisa jadi akan dihantam hingga mampus ditempat atau mungkin akan diseretnya ke atas loteng untuk kemudian dibanting ke bawah.
Liok Pek kenal watak sang Suheng, cepat ia mencegah: "Sabar dulu, Suheng, duduklah, tidak nanti dia dapat lolos.”
" Lalu ia berpaling dan memberi perintah: "Ting-tat, lekas turun ke bawah sana dan undang kesini orang yang berteriak2 itu.”
Su Ting-tat mengiakan terus berlari turun secepat terbang. Dengan marah2 Ting Tiong duduk kembali.
Liok Pek berkata: "Entah siapakah orang ini" Jika Suheng membunuhnya sekarang. kukira juga sudah terlambat, berita itu sudah telanjur tersiar. Kukira lebih baik biarkan dia hidup untuk melaksanakan propaganda kita, bagaimana pikiran Suheng?”
Matipun Ting Tiong tidak mau kehilangan muka.
jawabnya: "Siapa bilang aku hendak membunuh dia”
Biarkan saja dia berteriak, masa kutakut orang membela Sau Ceng-hong dan menuntut balas padaku" Soalnya kubenci kepada orang begini, kalau tidak merobek mulutnya atau menggampar dia beberapa kali rasanya tak terlampias gemasku.”
Diam2 Liok Pek merasa geli, tapi ia menyatakan setuju: "Ya, betul, memang pantas dihajar dia! Kalau mereka tidak mengetahui siapa yang gembar-gembor di bawah sana, bagi Peng-say jelas kenal suara orang itu sebagai Toa-suhengnya, yaitu Sau Peng-lam.
Pikirnya: "Pantas selama dua hari ini sepanjang jalan kudengar orang membicarakan peristiwa pembunuhan di Soh-hok-han, kiranya Toa-suko yang menyiarkannya.
Jangan2 pembunuhnya memang di lakukan Ting Tiong sendiri dan tidak termasuk Liok Pek" Jika betul demikian, biarlah kupusatkan perhatianku lakukan Ting Tiong sendiri dan tidak termasuk Liok Pek" lebih dulu untuk membalas dendam." Semula ia bermaksud mencegah kepergian Su Ting-tat agar Sau Peng-lam tidak dibawa ke sini dan mungkin akan dibunuh oleh Ting Tiong, tapi kemudian didengarnya Ting Tiong tidak bermaksud membunuh orang, pula iapun ingin tahu duduk perkara yang sebenarnya, maka dia menjadi ragu untuk bertindak.
Sejenak kemudian, terdengarlah suara tertawa Sau Penglam yang tidak waras itu bergema di bawah tangga loteng, terdengar suara Su Ting-tat sebagai penunjuk jalan sedang berkata: "Silakan naik ke atas, Tayhiap!”
Apa yang disebut "Tayhiap" atau pendekar besar itu taklain-tak-bukan ialah Sau Peng-lam yang berbaju compangcamping dengan rambut kusut dan muka kotor. berbeda jauh sekali dengan Sau Peng-lam dahulu yang gagah dan tampan. Sesudah naik ke atas loteng, dengan tertawa lebar Penglam lantas bertanya: "Siapa yang mengundang Sau-tayhiap ke sini?”
Sinar matanya yang guram tampak jelilatan kian kemari, sekali pandang saja segera akan di ketahui bahwa orang ini pasti kurang waras.
Dengan benci Ting Tiong mendelik padanya, sungguh ia ingin melompat maju dan sekali hantam mampuskan Penglam, Dengan suara tertahan Liok Pek membisiki sang Suheng: "Tampaknya dia sudah gila, hendaklah Suheng mengalah sedikit, biar kutanyai dia.”
Ting Tiong lantas melengos kesana. Lalu Liok Pek menggapai dan berkata: "Silakan duduk di sini, Sautayhiap!" Dengan lagak tuan besar Peng-lam melangkah ke sana, setiba di depan Liok Pek, mendadak ia bersuara heran: "He, tampaknya sudah pernah kukenal kau! Apakah kau yang mengundangku?”
Melihat Peng-lam tidak kenal lagi padanya, Liok Pek pikir barangkali anak muda ini benar2 sudah gila, dengan tertawa ia menjawab: "Ya, akulah yang mengundang kau.”
Se-konyong2 Peng-lam membentak: "Siapa namamu?”
Keras juga suaranya sehingga anak telinga orang serasa pekak. semua orang sama terkejut.
Liok Pek tahu tenaga dalam Peng-lam belum lagi hilang, ia tidak berani meremehkannya lagi, dengan waspada ia berkata: "Cayhe she Liok bernama Pek.”
Kerut kening Peng-lam mengulang nama itu. Mendadak ia menengadah dan tertawa terbahak2: "Hahaha! Omong kosong! Dusta! Liok Pek sudah lama kubunuh, manabisa kau ini Liok Pek.”
Mula2 Liok Pek melengak, tapi lantas teringat olehnya orang tidak waras, tidak ada gunanya berdebat dengan dia, akan lebih baik menuruti saja kehendaknya agar dapat ditanyai dengan lebih jelas, dengan tertawa ia lantas berkata: "Memang betul, Liok Pek yang itu memang benar sudah kau bunuh. tapi Liok Pek ini bukan Liok Pek itu, sungguh, aku tidak membohongi kau.”
Mendadak Peng-lam menarik muka dan bertanya: "Jadi kau pun bernama Liok Pek?”
"Di dunia ini banyak sekali orang yang sama nama sama she, dengan sendirinya akupun boleh bernama Liok Pek,”
ujar Liok Pek dengan tertawa.
"Tapi nama Liok Pek tidak baik!" kata Peng-lam dengan rasa jemu.
Cepat Liok Pek bertanya: "Sebab apa tidak baik?”
Alis Peng-lam menegak dan berkata: "Sebab terbunuhnya segenap anggota keluarga Soh-hok-han dilakukan oleh Liok Pek!”
Liok Pek berlagak terkejut dan bertanya: "Apa betul?”
"Sudan tentu betul, apa yang dikatakan Sau tayhiap masa kau berani tidak percaya"!" seru Peng-lam dengan bertolak pinggang.
"Ya, ya, percaya, tentu percaya!" cepat Liok Pek menjawab dengan cengar-cengir.
"Sebaiknya selanjutnya kau ganti nama saja, jangan pakai nama Liok Pek, kalau tidak, bisa jadi akan kubunuh kau," kata Peng-lam pula.
Karena ingin memancing keterangan dari Peng-lam, terpaksa Liok Pek mengangguk dan menjawab: "Baik, baik, akan kuganti namaku.”
Se-konyong2 tangan Peng-lam menabok ke depan, keruan anak murid Say-koan sama terkesiap, mereka menyangka Sau Peng-lam hendak menyerang sang Susiok.
Namun Liok Pek sendiri ternyata tenang2 saja dan membiarkan tangan Peng-lam menabok pundaknya, Peng-say sendiri sudah tahu Toa-sukonya benar2 sudah gila, Kiau Lo-kiat dianggapnya sebagai Liok Pek, makanya mengaku sudah membunuh Liok Pek dan sekarang pasti tidak bakalan membunuh lagi Liok Pek yang asli. Hanya saja iapun kuatir Liok Pek tidak tahu dan mengira Toasukonya cuma pura2 gila dan bermaksud membunuhnya, bila demikian tentu Liok Pek akan mendahului mencelakai Toa-sukonya. Maka diam2 Peng-say sudah ber-siap2, apabila Liok Pek turun tangan, segera ia akan menubruk ke sana untuk menyelamatkan Peng-lam.
Siapa tahu Liok Pek tetap tenang2 saja tanpa bergerak sedikitpun, mau-tak-mau timbul juga rasa kagum Peng-say atas ketabahan keparat she Liok itu.
Sambil menepuk pundak Liok Pek. dengan tertawa Penglam berseru pula: "Haha, kau. memang sahabat yang paling baik!”
"Ah, mana," jawab Liok Pek dengan tertawa. "Eh, numpang tanya, tadi Sau-tayhiap jelas2 berteriak di bawah sana, katanya terbunuhnya segenap anggota Soh-hok-han adalah perbuatan Ting Tiong, mengapa sekarang kau bilang Liok Pek yang melakukannya" Jangan2 tadi kau salah omong"!”
Peng-lam menghela napas dan menjawab: "Memang benar Ting Tiong yang membunuh segenap anggota keluarga Lam-han. tapi yang berbuat tidak cuma dia sendiri, juga bangsat Liok Pek itu. Cuma dia sudah kubunuh, kini tertinggal Ting Tiong saja, bilamana Ting Tiong juga sudah kubunuh, maka selesailah cita2ku dan akupun tidak perlu ber-teriak2 lagi tentang Ting Tiong membunuh segenap anggota keluarga Lam-han.”
Orang memakinya sebagai "bangsat" di depan hidungnya sendiri, tapi Liok Pek bisa menerimanya dengan sabar tanpa membantah, bahkan bertanya pula dengan cengarcengir: "Siapa yang bilang Ting Tiong yang membunuh segenap anggota keluarga Lam-han?”
Melengak juga Sau Peng-lam, ia berpikir sambil mengukur telinga dan menggaruk kepala, mendadak ia mendelik dan berteriak: "Aku yang bilang, ya, akulah yang bilang!”
"Kau melihatnya dengan mata kepalamu sendiri?" tanya Liok Pek.
"Apa yang kukatakan masa bisa salah?" kata Peng-lam.
"Memang benar2 Ting Tiong yang membunuh segenap anggota keluarga Lam-han!”
"Omong kosong!" bentak Ting Tiong mendadak.
Peng-lam jadi terkeiut dan bertanya: "Sia .... siapa kau?”
"Tuanmu inilah Ting Tiong!" bentak Ting Tiong dengan gusar. "Biar kubunuh kau si gila yang sembarangan mengoceh ini!" " Segera ia angkat sebelah tangannya dan hendak menghantam.
Cepat Peng-lam putar badan dan lari sambil berteriak: "Lelaki menuntut balas, biar sepuluh tahun juga belum terlambat!”
Rupanya dia belum lagi lupa kelihayan "Ting Tiong”
(sebenarnya Peng-say) pada malam itu, maka tidak berani beradu pukulan pula dengan Ting Tiong tulen.
"Lari ke mana!?" bentak Ting Tiong terus memburu maju.
Meski tidak waras, tapi Kungfu Peng-lam belum lenyap, hanya reaksinya tidak secepat dan segesit orang biasa.
Lantaran sudah takut kepada "Ting Tiong", dia hanya tahu lari sebisanya dan tidak berpikir mengelak atau menghindari serangan.
Tampaknya Ting Tiong sudah menyusul tiba, sekali hantam Peng-lam pasti akan dirobohkan. Pada saat itulah se-konyong2 terdengar desing angin tajam menyambar dari belakang, seorang telah menusuknya dengan pedang.
Dalam keadaan demikian, sekalipun Ting Tiong dapat merobohkan Peng-lam, ia sendiri pasti juga akan dilubangi oleh tusukan itu. Dengan sendirinya ia tidak mau menanggung risiko ini, cepat ia berkelit sambil membalik tubuh untuk menyelamatkan diri.
Waktu ia pandang ke depan, ternyata yang menyerangnya adalah seorang pemuda berumur 20-an dan berpakaian berkabung.
Dalam usia semuda ini, kekuatan pedangnya ternyata tidak dibawah Coh-suhengnya, maka Ting Tiong tidak berani sembarangan bertindak lagi, tapi iapun tidak rela melepaskan Sau Peng-lam dan membiarkannya ber-teriak2 semaunya, segera ia membentak tertahan: "Liok-sute, cegat orang gila itu!”
Serangan Peng-say tadi keburu membebaskan Toasukonya dari ancaman musuh. tapi kini ia harus mengawasi Ting Tiong sehingga tidak dapat merintangi Liok Pek. Ia pikir Liok Pek tiada niat membunuh Toa-suko, akan lebih baik kalau orang she Ting ini saja yang dijaga, maka kepergian Liok Pek itu tidak dihalanginya.
Secepat terbang Liok Pek yang bertubuh kurus kecil itu melayang maju dan menghadang di depan Peng-lam, kedua tangannya mendorong sekaligus sambil membentak: "Mundur kembali sana!”
Menghadapi musuh dari depan, cepat juga reaksi Sau Peng-lam, sekaligus iapun menyambut dengan kedua telapak tangannya sambil berteriak: "Menyingkir!”
"Blang blang", empat tangan beradu, Peng-lam tidak mampu menahan tubuhnya, ia tergetar mundur. bahkan terus menyeruduk meja sehingga dua-tiga meja jungkir balik dan mangkuk piring berantakan .
Sekujur badan Peng-lam penuh berlumuran sayur dan kuah, hingga lama tidak mampu bangun.
Tenaga dalam Peng-lam memang kalah setingkat daripada Liok Pek, sama sekali Liok Pek tidak bergeming di tempatnya, malahan karena terlalu keras menggunakan tenaga, papan loteng sampai berkeriat keriut terinjak oleh kakinya, melihat gelagatnya papan loteng itu bisa berlubang. Seketika para tamu restoran itu menjadi panik, yang di atas loteng takut kena getahnya, beramai sama berlari ke bawah. Yang di bawah loteng takut loteng ambruk, tanpa pikir makan minum lagi mereka terus lari keluar. Lebih bagi tamu yang suka gegares gratis, geger2 ini kebetulan bagi mereka untuk kabur tanpa bayar.
Hanya sebentar saja, kecuali kedua pihak yang ada perkara, kebanyakan tamu sama kabur semua, sampai pengurus restoran dan pelayannya juga cari selamat sendiri2, siapa yang berani melongok ke atas loteng”
Di atas loteng hanya para anak murid Say-koan saja yang masih tetap berduduk di tempatnya, kecuali seorang tamu yang rupanya tidak takut mati dia masih duduk makan minum disitu. Orang ini memakai topi yang sengaja ditarik kemuka sehingga wajahnya tidak terlihat jelas.
Melihat Toa-sukonya jatuh menyeruduk meja dan tak bisa bangun. dalam keadaan kacau segera Peng-say melompat ke depan Peng-lam, dengan pedang terhunus ia berjaga di situ.
Ting Tiong bertekad akan membunuh Peng-lam. Ia pandang Peng-say dan menjengek: "Hm, jadi Anda akan ikut menanggung perkara ini?”
Peng-say diam saja tanpa menjawab, tapi siap siaga, sikapnya ini seakan hendak memberitahukan pihak lawan bahwa dia pantang mundur.
"Apa hubunganmu dengan dia?" tanya Ting Tiong sambil menuding Peng-lam.
Peng-say tetap tidak bersuara.
Karena belum tahu sampai di mana ilmu pedang anak muda itu, tapi dari tenaga tusukannya tadi jelas kepandaiannya tidak rendah, Ting Tiong tidak ingin mengikat permusuhan dengan lawan tangguh, dengan kata2 halus ia coba membujuk: "Jika tidak erat hubunganmu dengan dia, sebaiknya kau mau minggir saja, Asalkan kau mau menyingkir, Say-koan kami pasti tidak menerima kebaikanmu ini secara sia2 dan tentu akan kami balas jasamu ini.”
Namun Peng-say hanya mendengus saja dan tetap tidak menjawab. Nama "Say-koan" sudah ditonjolkan, tapi lawan malahan cuma mendengus saja. Ting Tiong menjadi ragu2 dan lebih tidak berani menilai rendah lawan. Tapi iapun tidak mengunjukkan kelemahan sendiri, dia memberi tanda kepada anak buahnya, lalu berkata pula: "Orang she Ting sudah bertekad harus membunuh si gila yang sembarangan mengoceh ini, bila Anda ingin membelanya, lebih dulu hendaklah memeriksa keadaannya.”
Begitu selesai ucapannya, serentak anak murid Say-koan sama bediri untuk memberi angin kepada paman guru mereka. Tak tersangka Peng-say tetap tidak menghiraukan peringatannya, bahkan ia bertanya: "Segenap anggota Soh-hok-han, yang tertinggi dimulai dari Hancu, yang terkecil sampai dengan murid termuda Su Ki. seluruhnya 28 orang, semuanya binasa oleh Tay-jiu-in, coba jawab, kau tahu tidak kejadian itu?”
Ting Tiong melengak, seketika ia tidak tahu cara bagaimana harus menjawab.
Peng-say lantas menjengek pula: "Konon Tay-jiu-in adalah Kungfu khas Say-koan, bahwa Coh-bengcu jauh berada di Sin-kiang tidak perlu dibicarakan. tapi dia mempunyai tiga orang Sute yang mahir Tay-jiu-in, seorang she Hui sudah lama pulang ke akhirat dan tidak perlu dibicarakan lagi. dua orang lagi masing2 she Ting dan Liok, waktu terjadinya pembunuhan itu mereka berada di sekitar Huiciu. bukti sudah nyata, apakah kau berani menyangkal bahwa ke-28 jiwa Soh-hok-han bukan dibunuh oleh kedua bangsat itu" Dan sekarang ada orang mengumumkan peristiwa itu kepada khalayak ramai. tapi kalian malah hendak membunuhnya, bukankah ini lebih membuktikan kalian bermaksud membunuh saksi hidup untuk menutupi dosa kalian.”
"Wah, wah, kita telah dituduh secara terang2. Hahaha, sungguh lucu, sungguh menggelikan!" demikian tiba2 Liok Pek bergelak tertawa.
Peng-say menoleh dan memandang Liok Pek dengan sorot mata penuh kebencian, katanya: "Permusuhan ada awalnya, utang harus bayar. Kenapa kau geli" Apanya yang lucu" Pokoknya utang darah ini kelak pasti ada orang yang akan menagih!”
"Siapa yang akan menagih" Kau barangkali" Kenapa tidak sekarang juga ditagih?" ejek Liok Pek dengan tertawa.
Saking tak tahan, ujung pedang Peng-say sudah bergerak dan hampir saja melancarkan serangan.
"Eh-eh, jangan ter-buru2, sabar dulu!" kata Liok Pek pula. "'Jika benar ingin menagih utang, seharusnya cari tahu dulu sasaran yang tepat" Harus kukatakan lebih dulu, bukan kami takut padamu, cuma segala persoalan kan harus dibikin terang, betul tidak" Makanya, sabar sedikit, dengarkan dulu. Nah, apa artinya tuduhan membunuh saksi untuk menutupi dosa?”
"Ya, tidak perlu dijelaskan lagi tentu maksudnya kuatir peristiwa pembunuhan itu akan dibocorkan oleh 'saksi' itu.
Padahal ini bagi kami kan berlebihan. Sebab kalau sudah jelas pembunuhan itu dilaksanakan dengan ilmu pukulan khas yang terkenal dengan nama Tay-jiu-in. sedangkan ilmu pukulan ini adalah monopoli Say-koan kami dan selama ini kami tidak pernah membuka cabang, nah, apakah kami perlu kuatir perbuatan kami akan diketahui orang lain?”
Dengan mengertak gigi Peng-say mendamperat: "Bangsat! Tidak perlu kau putar lidah, tuan muda tidak nanti salah raba. Maksud tujuan kalian meninggalkan bukti Tay-jiu-in sudah jelas. Keji benar perhitungan kalian, sesudah membunuh orang, ingin minum darah pula!”
Liok Pek tertawa dan berkata: "Ai, anak muda memang suka berdarah panas. Persoalannya belum dibicarakan sudah marah2 dulu. Eh, coba jelaskan apa artinya 'ingin minum darah" Marahlah nanti kalau kami sudah mendapat keterangan.”
"Keparat, pendek kata, biarpun hari ini mayatku harus terkapar di sini, lebih dulu harus kubongkar muslihat kalian!" teriak Peng-say dengan gusar. "Kalian kawanan bangsat dari Say-koan ini sudah membunuh masih hendak memfitnah orang pula. Kalian hendak mendakwa Lam-han berkomplot dengan Ma-kau untuk menutupi kejahatan kalian. Kalianpun sengaja meninggalkan bekas pukulan Tay-jiu-in agar diketahui Tionggoan-sam-yu betapa cara kalian membunuh orang dan supaya mendapatkan pujian mereka!" Mendadak ia angkat pedangnya dan membentak: "Hayolah maju seluruhnva, kalian kawanan anjing yang tidak berperasaan ini!”
Satu2nya tamu yang tidak pergi dan tidak takut mati itu berkerut kening demi mendengar ucapan Peng-say itu, pikirnya: "Sialan, akupun ikut dimakinya. sungguh runyam!" Dalam pada itu Liok Pek nenanggapi dengan mengggeleng: "Wah, bikin malu saja, begini keras suaramu.
kalau didengar orang yang tidak tahu seluk-beluknya kau urusan bisa tambah ruwet!”
Mendadak Ting Tiong membentak: "He, apakah kau anak murid Sau Ceng-hong?”
Su Ting-tat lantas menyeletuk: "ji-susiok, orang ini mengetahui kematian Hui-susiok, aku jadi ingat dia memang betul murid Sau-susiok, pantas rasanya aku sudah kenal dia. Rupanya kita memang sudah pernah melihatnya.
Ketika kita datang ke Soh-hok-han, seluruh murid Lam-han telah keluar menyambut, dan dia inilah bocah yang muncul terakhir itu!”
Dengan lirikan hina Ting Tiong berkata: '"Melihat pakaiannya yang berkabung, memang tidak salah kalau dia murid Sau Ceng-hong. Hm. hanya murid Sau Cong-hong saja!" " Ejekan terakhir ini se-olah2 menyesali dirinya telah menilai terlalu tinggi kepada Peng-say.
"Orang ini perlu dibunuh tidak, Ji-suko?" tanya Liok Pek dengan tertawa.
Ting Tiong menjawab dengan hambar: "Menurat aturan, dia berani mencaci maki orang yang lebih tua, dosanya tidak boleh diampuni. Tapi agar kita tidak dituduh membunuh orang untuk menghilangkan saksi, bolehlah diberi hukuman peringatan saja, termasuk juga Sau Penglam yang sembarangan mengoceh itu juga diberi keringanan.”
"Sau Peng-lam boleh diampuni, orang ini tidak boleh!”
kata Liok Pek dengan suara tertahan.
"Mengapa tidak boleh diampuni?" tanya Ting Tiong.
"Sau Peng-lam sudah gila, tidak perlu dikuatirkan, tapi orang ini menyaksikan kematian Gi-lim, mungkin dia akan.
. . ." "Baik, bunuh saja!" bentak Ting Tiong dengan suara pelahan.
"Biar Ting-tat yang menjajal bobotnya," ujar Liok Pek.
"Tidak perlu dicoba, Ting-tat bukan tandingannya. kau sendiri saja yang membereskan dia!" “
"Tapi .... tapi . . . . " Liok Pek menjadi ragu2 "Dengarkan," bisik Ting Tiong, "Lwekang bocah ini kelihatan cukup hebat dan tidak boleh diremehkan, bisa jadi kita berdua harus maju bersama.”
Setelah berdehem, terpaksa Liok Pek berbangkit dan melolos pedang, ia melangkah maju, katanya dengan tertawa: "Sutit dari Lam-han ini, sesungguhnya kau keliru.
Say-koan dan Lam-han sama2 anggota lima besar, mana mungkin saling Bunuh" Marilah, coba2 beberapa jurus paman-guru, tapi jangan sakit hati, bila ada bagian yang salah tentu paman akan memberi petunjuk padamu.
Hayolah, kesempatan baik jangan kau lewatkan, lekas maju!" Menghadapi musuh, mata Peng-say menjadi merah, tanpa bicara lagi ia sisipkan tangan kanan pada ikat pinggang, dengan pedang di tangan kiri secepat kilat ia mendahului menusuk dada Liok Pek.
Dalam hal main senjata, Ngo-tay-lian-beng atau persekutuan lima besar, sama mengutamakan permainan pedang. Walaupun Kungfu Say-koan yang paling terkenal adalah Tay-jiu-in, tapi ilmu pedangnya juga tidak lemah, hanya jurus serangannya rada keji dan aneh sehingga biasanya dihina oleh ahli pedang golongan lain Menurut dugaan Liok Pek, cukup dalam dua-tiga kali gebrak saja Peng-say pasti dapat dibinasakan di bawah pedangnya. Tak terduga, makin lama makin terkejut dia, dilihatnya ilmu pedang Peng-say. ternyata sangat aneh dan tidak kalah lihaynya daripada ilmu pedangnya sendiri.
Ting Tiong yang mengikuti pertarungan dari samping juga terkesiap dan mulai tegang. Dia dan Liok Pek belum pernah menyaksikan Pedang Kiri dari Siang-liu-kiam-hoat, sebab di dunia ini memang tidak ada orang yang pernah memainkan setengah bagian Siang-liu-kiam-hoat itu.
Apabila kedua tangan Peng-say dapat memainkan Siangliu-kiam sekaligus, bisa jadi mereka akan dapat menerka asal-usul ilmu pedang itu. Tapi sekarang. mereka merasa ilmu pedang anak muda itu sangat aneh, namun tergolong ilmu pedang murni dan rasanya sudah rada2 kenal.
Agaknya dahulu sesudah pertemuan di Ki-lian-san.
diam2 Coh Cu-jiu telah mencatat beberapa jurus Siang-liu-kiam-hoat yang dimainkan Sau Ceng-in untuk mengalahkan dirinya itu, setiba di rumah ia coba memainkan jurus ilmu pedang itu di depan para Sutenya, sebab itulah Ting Tiong dan Liok Pek merasa seperti sudah kenal ilmu pedang gaya Sau Peng-say.
Akan tetapi Liok Pek berpengalaman luas, sesudah bergebrak belasan jurus, lambat laun ia dapat menyelami gaya ilmu pedang lawan. Sesudah berlangsung sampai jurus ke-49, ia lihat tidak banyak lagi perubahan serangan Peng-say. Hanya saja ia masih was-was kalau anak muda itu masih ada ilmu peding simpanan, yaitu permainan dua pedang sekaligus. Hal ini terbukti dengan punggung Pengsay menyandang sepasang pedang, Tapi menurut keyakinannya, biarpun lawan masih ada ilmu pedang lain yang lebih lihay, untuk pergantian antara ilmu pedang satu dengan yang lain tentu ada peluang yang dapat digunakan untuk menyerangnya.
Bagi jagoan yang berpengalaman seperti Liok Pek, peluang begitu tentu saja sangat berguna, apalagi dilihatnya ketika mencapai jurus ke-49, tampaknya Peng-say tidak ada jurus serangan lanjutan lagi.
Ia tersenyum, ia pikir sekarang tibalah kesempatan yang baik untuk merobohkan lawan, andaikan tak dapat membinasakan Peng-say, sedikitnya akan membuatnya berhias tanda jasa alias luka.
Maka begitu jurus ke-49 selesai dimainkan Peng-say dan gerak pedangnya menjadi lambat, sedapatnya Liok Pek lantas melancarkan jurus serangan andalannya, selagi ia bendak berteriak: "Roboh!" "Tapi pada detik terakhir sebelum ucapan itu tercetus dari mulutnya, hanya sekejap itu saja dia berbalik memaki: "Bedebah! sungguh tidak masuk diakal!”
Kiranya pada detik terakhir itulah se-konyong2 Peng-say mengeluarkan satu jurus serangan yang sama sekali tak terhayangkan olehnya.
Jurus ke-50 itu memang sukar dibayangkan, sebab secara akal sehat memang tidak mungkin terjadi.
Di dunia ini mana ada permainan pedang yang pada 49 jurus permulaan menggunakan satu pedang, tapi pada jurus ke-50 mendadak kedua pedang digunakan sekaligus”
Secara teori tidaklah mungkin satu tangan bisa memainkan dua pedang. Apalagi ke-49 jurus permulaan itu tampaknya sudah berakhir, mana mungkin jurus ke-50 yang menggunakan dua pedang sekaligus itu adalah serangkaian dengan 49 jurus yang pertama.
Bagi orang lain hal ini memang tidak mungkin terjadi.
hanya Tio Tay-peng saja yang sanggup melakukannya, sebab dia adalah orang buntung.
Sesungguhnya 49 jurus ilmu pedangnya yang pertama itu memang berdiri sendiri, jurus ke-50 itu hanya satu di antara tiga jurus hasil pemikiran Tio Tay-peng sendiri selama 15 tahun memeras otak.
Hal itu terjadi ketika Tio Tay-peng selesai meyakinkan ke-49 jurus Siang-liu-kiam-hoat menurut yang diperolehnva itu, ia merasa ilmu pedang yang dikuasainya itu masih jauh dari memuaskan. dia tidak tahu masih ada setengah bagian ilmu pedang ltu jatuh ditangan Soat Ciau-hoa, tapi ia dapat berpikir kalau ilmu pedang itu bernama Siang liu-kiam-hoat atau ilmu pedang dua saluran, maka seharusnya ilmu pedang itu terdiri dari sepasang pedang. Ia tidak peduli betul atau tidak renungannya itu, ia cuma bertekad akan menciptakan beberapa jurus ilmu pedang ganda berdasarkan teori Siang-liu-kiam-hoat itu sekadar untuk memuaskan hasratnya.
Padahal kedua tangannya sudah buntung, dengan sendirinya ia tidak dapat memainkan dua pedang sekaligus.
maka ia memeras otak, mencari akal cara. bagaimana supaya satu tangan dapat menggunakan dua pedang.
Kalau ada kemauan yang keras, biarpun gada besi juga dapat diasah menjadi jarum. Akhirnya Tio Tay-peng berhasil menemukan satu cara menggunakan dua pedang sekaligus. Yaitu satu pedang dilemparkan, lalu mencabut pedang kedua, bahkan pedang pertama dapat dikendalikan sesuka hati, lalu bekerja sama dengan pedang kedua untuk melancarkan jurus kedua dan jurus ketiga.
Untuk itu, dia membuat satu rantai halus yang dipasang pada gagang pedang pertama dan ujung rantai yang lain terikat pada telapak tangan sendiri. Sesudah dilatih dengan giat siang dan malam, akhirnya kedua pedang dapat dikuasainya dengan leluasa.
Bakat Tio Tay-peng tidak setinggi Sau Ceng-hong, tapi orang yang giat dan rajin dapat menambal kekurangannya.
Jerih payah selama 15 tahun dapatlah diciptakan tiga jurus istimewa itu oleh Tio Tay-peng, malahan daya serangannya pada jurus lempar pedang itu jauh lebih lihay daripada 49 jurus semula, ditambah lagi "cepat", maka segala kelemahannya jadi tertutup semua oleh jurus serangan maut ini.
Lima tahun Peng-say belajar pedang bersama Tio Taypeng. ke-49 jurus Pedang Kiri itu hanya dilatihnya selama setahun, empat tahun yang lain justeru digunakan untuk berlatih ketiga jurus serangan ganda tersebut.
Tentu saja Liok Pek tidak pernah menyangka, serangan ke-50 bisa berubah menjadi dua pedang sekaligus, hampir saja leher Liok Pek tertembus oleh pedang yang dilemparkan Peng say itu, untung pengalamannya sangat luas, hatinya tabah, reaksinya cepat, sedapatnya ia menangkis. "Krek", kini Liok Pek juga merasakan betapa kuat tenaga dalam lawan. pedang sendiri tergetar patah, bahkan tangan kesakitan, Dengan tangan pegal linu sudah tentu tidak mampu menggunakan Tay-jiu-in andalannya, kalau jurus serangan Peng-say yang lain menyusul tiba, jelas jiwanya pasti melayang. Keruan Liok Pek ketakutan setengah mati ketika gabungan dua pedang menyambar tiba, tiada jalan lain baginya kecuali memejamkan mata dan menanti ajal.
Untunglah pada saat itu juga Ting Tiong turun tangan menolongnya. Ting Tiong juga menyadari kemampuannya yang terbatas, kekuatannya tidak banyak lebih tinggi dari pada sang Sute, jelas tidak dapat mematahkan serangan Peng-say, jalan satu2nya adalah menangkis sekuatnya dan pedang patah agaknya sukar terhindar.
Tapi kalau pedang sendiri juga tergetar patah, lalu siapa lagi yang akan menolongnya" Anak murid Say-koan yang hadir di situ tiada seorangpun yang berkemampuan seperti dirinya untuk menolong Sutenya.
Namun keadaan sudah mendesak dan tidak memungkinkan dia banyak berpikir, terpaksa ia tangkis serangan musuh sekuatnya.
Apakah tindakan Ting Tiong yang tidak memikirkan keselamatan sendiri demi menolong jiwa sang Sute ini memang luhur budi dan setia kawan" Tidak, sama sekali tidak. Setia kawan dan budi luhur segala tidak laku sepeserpun baginya. Sebabnya dia mau bertindak sudah barang tentu telah disiapkan langkah berikutnya yang tidak membahayakan jiwanya.
Begitu dia melompat maju dan pedang di tangan kanan ditangkiskan, secepat itu pula tangan kirinya telah meraih salah seorang murid Say-koan yang paling dekat. Ketika pedangnya tergetar patah, berbareng murid Say-koan itupun disodorkan kedepan.
Maka terdengarlah suara jeritan ngeri, gabungan pedang Peng-say pada jurus ketiga itu berhasil membinasakan seorang dengan membelah tubuhnya menjadi dua. Korban itu dengan sendirinya bukan Ting Tiong melainkan murid Say-koan yang dijadikan setan pengganti atau tumbal itu.
Dalam pada itu Ting Tiong juga sudah menyelinap keluar dari kurungan cahaya pedang lawan dan berdiri berjajar dengan Liok Pek.
Gerakan Ting Tiong yang menangkis, meraih orang dan menggunakannya sebagai perisai, beberapa tindakan itu dilaksanakannya hampir pada saat yang sama. Ketika korbannya sudah jatuh barulah Peng-say tahu telah salah membunuh sasarannya.
Gemas dan menyesal Peng-say, tapi iapun tidak mendesak maju lagi, sebab untuk bisa menyerang dia harus mulai main pula dari jurus permulaan. Segera iapun melompat ke samping Peng-lam.
Sementara itu pedang kedua yang digunakan membunuh itu sudah dimasukkan kembali ke sarungnya, hanya pedang pertama yang berantai halus itu masih terhunus. Dengan tenang dan mantap ia berdiri menjaga di samping Peng-lam untuk menghadapi segala kemungkinan.
Karena seorang kawannya terbunuh oleh Peng-say, anak murid Say-koan yang lain tentu saja sangat marah dan sedih, tapi tiada seorang pun yang mencari anak muda itu untuk menuntut balas. Yang mereka sedihkan justeru adalah paman guru sendiri yang tidak menghargai jiwa mereka dan dijadikan korban seenaknya. Hanya saja rasa gusar mereka itu tidak berani dikemukakan secara terang2an. Namun sikap diam itu sudah cukup membikin risi Ting Tiong, ia cukup mafhum perasaan anak buahnya itu, demi untuk mempertahankan gengsi sebagai orang tua, ia pura2 meratapi yang mati: "O, Tik-hiantit yang malang, mangkatlah kau dengan tenang. Supek dan Suhumu pasti akan menuntut balas bagimu agar kematianmu tidak sia2.”
Namun anak murid Say-koan itu rata2 berumur di atas likuran, mereka bukan anak kecil lagi, mana bisa dibohongi oleh beberapa kalimat itu, sebaliknya mereka malah merasa muak dan semakin benci terhadap pribadi Ting Tiong, malahan beberapa orang di antaranya lantas melengos ke arah lain, se-akan2 tidak sudi memandang cecongor Ting Tiong. Melihat itu Ting Tiong menyadari gelagat tidak enak, cepat ia ganti haluan, ia menghela napas dan berkata: "Ya, kutahu kalian tentu tidak senang terhadap tindakanku tadi.
Tapi kalian harus tahu, demi menolong gurunya terpaksa kukorbankan Tik-hiantit. sang guru ada kesulitan, murid kan wajib mewakilinya?”
Sebagian murid Say-koan mulai manggut2 dan dapat menerima alasan Ting Tiong itu. Tapi ada sebagian yang tetap tidak sependapat. Guru ada kesulitan memang murid wajib membantu. Tapi Tik Siu yang dikorbankan itu dipaksa secara mendadak dan bukan timbul dari kehendaknya yang sukarela.
Bagi Liok Pek sendiri, kematian seorang murid tidaklah dirasakan sayang olehnya, tapi iapun tidak berterima kasih kepada Ting Tiong. Ia pikir kenapa tidak kau korbankan muridmu sendiri, demi menyelamatkan aku apa mesti mengorbankan jiwa muridku pula”
Karena muridnya terbunuh, betapapun Liok Pek harus memperlihatkan duka-citanya, segera ia menanggalkan jubahnya, dengan wajah sedih ia menutupi mayat Tik Siu dengan jubahnya, ucapnya dengan suara pelahan; "Anak Siu, biarpun gurumu harus mati juga akan kubalaskan sakit hatimu. . .”
Pada waktu dan tempat begini. ucapan Liok Pek ini sangat mengharukan, setiap murid Liok Pek sama merasakan gurunya sendiri benar2 seorang tua yang welas asih dan sayang terhadap muridnya. Mereka menjadi terhibur dan berterima kasih.
Seorang murid yang emosi segera tampil kemuka dan berteriak: "Suhu, ada urusan apa biar Tecu yang maju. biar murid yang menuntut balas bagi Sute!”
Tapi Liok Pek menggeleng, katanya; "Tidak, aku tidak boleh kehilangan muridku yang lain lagi. Hayo, Ji-suko, kita maju bersama!”
Ting Tiong mengahgguk dan berseru: "Betul. untuk membalas sakit hati Tik-hiantit, kita tidak perlu lagi bicara peraturan satu-lawan-satu dengan bocah itu,”
Kedua orang saling pandang sekejap dengan tahu-samatahu, lalu secara terang2an mereka lantas melangkah maju dan menantang seorang anak muda.
Sudah tentu sandiwara yang dimainkan Ting Tiong dan Liok Pek itu disaksikan dengan jelas oleh Peng-say, diam2 ia merasa geli dan tambah gemas terhadap kedua manusia munafik itu. Ia angkat pedangnya dan mendengus: "Pedang kalian sudah patah, kenapa tidak kalian pinjam pedang anak muridmu"!”
Tanpa malu2 Ting Tiong menjawab: "Untuk membereskan anak kecil macam kau masa perlu pakai pedang" Hm, memangnya kau ini bisa menandingi aku"!”
Liok Pek tidak mau ketinggalan, iapun berkata dengan tertawa: "Kalau kami pun menggunakan pedang tidakkah hal ini akan merusak nama baik kami menjadi kaum tua”
Biarlah kau rasakan betapa kerasnya telapak tangan kami.”
"Hm, kaum tua yang hebat, gabungan dua orang yang lihay:" ejek Peng-say.
"Justeru lantaran maju dua orang, maka tidak enak kami memakai pedang," jawab Liok Pek dengan tak tahu malu.
"Jika demikian, rupanya kalian masih punya rasa malu, maka aku tidak sungkan lagi, awas serangan!" teriak Peng-say dengan mendongkol. Ia pikir dua orang tua mengerubut seorang muda, biarpun kubunuh mereka juga tidak dapat disalahkan. Ia mengira ada harapan untuk membalas dendam. Ia tidak tahu bahwa tanpa bersenjata Ting Tiong dan Liok Pek justeru lebih lihay, ilmu pukulan justeru adalah Kungfu andalan mereka.
Karena harus menghadapi kerubutan dua orang, ke-49 jurus Pedang Kiri Siang-liu-kiam-hoat sudah habis dimainkan dan tidak membawa hasil apa2, tiga jurus pedang ganda juga dapat dielakkan Ting Tiong berdua dengan baik. Maka Peng-say menjadi gugup dan tak sabar lagi. Dia mengulangi lagi hingga dua kali permainan ke-49 jurus Pedang Kiri ditambah tiga jurus pedang ganda ciptaan Tio Tay-peng sendiri dan tetap tiada tanda2 akan menang.
Melihat anak muda itu tidak memiliki kepandaian lain, Ting Tiong dan Liok Pek saling pandang sekejap dengan senang. Mulailah mereka melancarkan "perang urat syaraf".
Ting Tiong berkata: "Sute, boleh kau istirahat dulu, sendirian aku pun mampu membereskan dia.”
"Tidak, sepantasnya Suheng yang harus istirahat.
menyembelih ayam masa perlu pakai parang" Biarkan Sutemu ini yang membereskan dia sekalian membalas sakit hati anak Sin." kata liok Pek dengan tertawa, "Ya, benar juga." jawab Ting Tiong. "Baiklah aku akan mundur dulu.”
Dia bilang mau mundur dulu, tapi ternyata tidak mundur, sebab ia tahu sampai saat ini mereka berdua tiada seorangpun yang yakin dapat melayani ketiga jurus serangan pedang ganda Sau Peng-say itu.
"Wah, boleh juga semangat Suheng," ujar Liok Pek.
"Baiklah, silakan Suheng membalaskan sakit hati anak Siu, cuma untuk merobohkan bocah ini. kukira Suheng cukup menggunakan satu tangan saja. bila dua tangan digunakan sekaligus kan terlalu menghargai dia.”
"Baiklah, boleh kau menyingkir dan saksikan kubinasakan dia dengan sebelah tanganku," kata Ting Tiong.
"Baik. aku akan menyingkir kata Liok Pek.
Walaupun di mulut berkata begitu. tapi tiada tanda2 ia bergeser mundur.
"Eh. apa yang kau beratkan, kenapa tidak mundur.”
tanya Ting Tiong pula.
"Setelah kupikir dan kutimbang, kuputuskan akan lebih baik aku sendiri yang membunuh dia." ujar Liok Pek.
"Oo, betul juga. betapapun anak Siu adalah muridmu sendiri, tentunya kau tidak rela bila tidak kau bunuh dia dengan tanganmu sendiri.”
"Ai, Suheng benar2 orang yang paham isi hatiku.
"Sesungguhnya Kungfumu tidak lebih lemah daripadaku, kalau sebelah tangan dapat kubinasakan dia, satu tangan kau pun dapat mengirim dia ke-akhirat.”
"Ya; nungkin. akan kucoba!" kata Liok Pek. 'Jika demikian, aku akan mundur untuk menonton pertunjukkanmu!" ucap Ting Tiong dengan tertawa.
Setelah mengikuti ocehan kedua orang yang menyatakan akan mundur salah satu itu, tapi kenyataannya tiada satupun yang bergerak, tahulah Peng-say kedua orang itu sengaja hendak membikin kheki padanya. Maka diam2 ia memberitahukan dirinya sendiri agar sabar dan sabar lagi.
Akan tetapi, dasar darah muda, makin didengar makin dongkol dan makin gemas, akhirnya ia tidak tahan dan mendadak membentak: "Bangsat! Mau enyah lekas enyah!”
Karena teriakan yang penuh emosi ini. permainan pedangnya menjadi agak kacau. Kesempatan itu tidak disia2kan Ting Tiong. sebab memang inilah yang dia tunggu.
Kontan telapak tangannya menghantam batang pedang Peng-say. Setelah mendapat saluran tenaga dalam Sau Ceng-hong.
kekuatan Peng-say sekarang sudah jauh diatas Ting Tiong berdua, dengan sendirinya ia dapat memegang erat2 pedangnya dan tidak tergetar lepas.
Tapi lantaran gangguan ini, gerak pedangnya merandek beberapa detik. hal ini mungkin tidak besar artinya bagi orang lain, tapi bagi Liok Pek sungguh merupakan suatu peluang yang amat berarti. Secepat kilat ia melancarkan pukulan Tay-jiu-in. "plak", dengan tepat pundak Peng-say kena dihantamnya.
Peng-say sama sekali tidak ber-jaga2 dan juga tidak sempat menghindar, dengan tepat pundak kiri kena hantaman itu, seketika merasa seperti kena aliran listrik.
pedang lantas terlepas dari pegangan dan jatuh ke lantai.
Menyadari keadaannya sudah kalah, jiwanya terancam bahaya, untuk mencari kemenangan dalam terdesak begitu sudah tidak ada kesempatan lagi, kalau jiwa bisa dipertahankan sudah untung. Maka sekuatnya ia mengerahkan tenaga sakti pelindung badan dan siap menerima pukulan musuh.
Rada melengak juga Liok Pek ketika pukulannya yang dahsyat tadi tidak merobohkan Peng-say, segera pukulan tangan lain menyusul lagi. Dalam pada itu Ting Tiong juga tidak ayal, sekuat tenaga ia pun menghantam.
Begitulah, gabungan tenaga pukulan kedua tokoh Saykoan itu berbareng hinggap di punggung Peng-say.
Betapa hebatnya tenaga Tay-jiu-in, apalagi latihan Ting tiong dan Liok Pek sudah mencapai tingkatan yang mendekati sempurna, sembarang hantam saja dapat menghancurkan pilar batu, apalagi sekarang mereka menghantam sepenuh tenaga dan berbareng menyerang satu sasaran yang sama.
"blang!! tanpa ampun tubuh Peng-say mencelat, bersuara sedikit saja tidak sempat dan kepalanya terus menumbuk dinding papan pemisah yang terletak di sebelah sana.
"Blus", seperti batu menimpuk tahu, kepala Peng-say ambles kedalam papan dinding, hanya tertinggal pundak dan badan bagian bawah yang bergelantung di sebelah sini, lalu tidak bergerak lagi.
Dapat menghabisi seorang anak muda yang tangguh.
cukup senang bagi Ting Tiong dan Liok Pek. mereka saling pandang dengan tertawa ter-bahak2 gembiranya luar biasa.
Segera Ting Tiong membual: "Huh, bocah ini tidak tahan sekali pukul saja!”
"Memang, hanya sekali pukul dengan pelahan segera Suheng mengirim dia menghadap Giam-lo-ong (raja akhirat)," tukas Liok Pek.
Ting Tiong menggeleng dan berkata pula: 'Kalau tahu bocah ini sedemikian tak becus, mestinya kita tidak perlu maju bersama, sekarang dia mati dengan cemerlang, tapi nama kita yang rusak.”
"Ah, ini kan bukan pertandingan secara resmi, tapi tujuan Suheng adalah untuk menuntut balas anak Sui," kata Liok Pek. "Kalau bertanding sungguh. cukup Ting-tat atau salah seorang lain juga mampu mengantar dia ke akhirat.”
"Apakah pukulanmu yang terakhir tadi tidak tepat mengenai dia?" tanya Ting Tiong.
"Kulihat Suheng sudah melancarkan pukulan, maka pada waktu yang tepat kutahan tenaga pukulan supaya tidak ditertawai orang lain bahwa berdua membunuh seorang anak muda," ujar Ting Tiong lantas menegur satu2nya tamu yang masih makan minum disitu: "Eh, apakah saudara ini mendengar ucapan Suteku?”
"Dengar!" jawab orang itu dengan suara lantang tanpa menoleh.
"Dengar apa?" tanya Liok Pek.
"Bahwa Ting Tiong dari Say-koan seorang diri telah membinasakan seorang pengganas berpedang. seorang anak muda Lam-han yang tidak tahu tebalnya bumi dan tingginya langit," kata orang itu.
"Hahahaha! Ucapan saudara ini benar2 adil." seru Ting Tiong dengan ter-bahak2.
Tamu itu pun bergelak tertawa, katanya: "Orang yang bisa melihat gelagat adalah ksatria terpuji. Dalam keadaan dan tempat begini masa aku berani bicara secara tidak adil?”
"Ehm, bagus, Anda telah kuanggap sebagai sahabat,”
kata Ting Tiong mengangguk.
"Ah, mana berani kuharapkan bersahabat dengan tokoh2 Say-koan"!" jengek orang itu.
Mendadak Liok Pek membentak; "Angkat kepalamu bila sedang bicara!”
Tapi orang itu menuang arak di cawan sendiri tanpa menghiraukan gertakan Liong Pek.
"Sesungguhnya siapa kau?" bentak Liok Pek pula.
Orang itu tetap tidak mengubris.
Liok Pek menjadi gusar dan segera hendak maju untuk melabraknya. Tapi Ting Tiong keburu menahannya, katanya dengan tertawa: "Sute, sahabat ini cukup baik, tak apalah jika dia tidak sudi memberitahukan namanya.”
Liok Pek mendengus, katanya dengan dengan mengancam. "Ingat sahabat, ucapanmu tadi bahwa seorang kastria harus bisa melihat gelagat tidak boleh kau lupakan.
Kalau tidak, hehe, akibatnya tahu sendiri!”
Tiba2 tamu itu angkat cawannya yang penuh berisi arak dan dituang kesana sambil berucap dengan nada berdoa: "Anak muda, bilamana arwahmu tahu. terimalah arak ini sebagai penghormatanku!”
Tempat tubuh Peng-say bergelantung sana berjarak duatiga tumbak dari tempat duduk orang itu, tapi arak yang dituangkan itu setetespun tidak tercecer. tapi seperti anak panah saja terpancar dari dalam cawan dan langsung menembus papan dinding dan tepat menyiram diatas kepala anak muda itu. Tenaga dalam yang diperlihatkan orang ini membuat Ting Tiong dan Liok Pek terkesiap, sungguh mereka tidak menyangka orang yang tidak menyolok ini ternyata juga orang kosen dunia persilatan.
Terdengar dia berkata pula: "Sendirian kau melawan dua tokoh Say-koan, biar mati kaupun tidak perlu penasaran, bahkan harus merasa bangga!”
Seketika Ting Tiong berdua menarik muka.
Namun orang itu terus menyambung pula: "Sebenarnya ada maksudku akan menyiarkan keperkasaanmu ini, cuma sayang aku hanya sendirian. biar kusebarkan kejadian ini juga tidak ada yang mau percaya anak semuda kau ini mampu melawan dua tokoh terkemuka Say-koan" Kalau propagandaku toh tak berguna maka lebih baik tidak kusiarkan saja, hendaklah kau maklum dan jangan marah.”
Dia seperti bicara pada dirinya sendiri, tapi ucapannya itu sama seperti berkata kepada pihak lawan bahwa dia tidak menyiarkan kejadian itu bukan lantaran dia takut urusan. "Haha. betul, betul," seru Ting Tiong dengan tertawa.
"Sute, hayolah kita pergi.”
Liok Pek juga tidak berani lagi merecoki orang yang tampaknya pasti tidak lebih lemah daripada dirinya itu.
iapun tertawa dan menyatakan setuju untuk pergi.
"Ting-tat, coba kau persen sekali tamparan kepada Sau Peng-lam yang kurang ajar itu!" seru Ting Tiong.
Saat itu Peng-lam sudah dapat bangun berduduk, tapi kedua lengannya masih kaku pegal sehingga dia tidak dapat melawan, dengan telak mukanya kena digampar dengan keras oleh Su Ting-tat.
"Nah, orang gila, bila lain kali kepergok lagi gembar-gembor, tentu akan kuhajar kau lebih berat!" seru Ting Tiong dengan tertawa.
Sesudah orang2 Say-koan pergi seluruhnya, mendadak Peng-lam berteriak dengan kalap: "Terbunuhnya segenap anggota keluarga Soh-hok-han, Ting Tiong pelakunya!”
Bisa jadi Ting Tiong masih sempat mendengar teriakan itu, mungkin juga sudah pergi jauh dan tidak mendengarnya. Tapi dengar atau tidak dia takkan lagi membunuh Sau Peng-lam, sebab Sau Peng-lam akan dibiarkan menyiarkan cerita itu sesukanya dan pihaknya akan melakukan anti propaganda, manfaat yang akan ditariknya tentu jauh lebih besar daripada membunuh Sau Peng-lam. Apalagi, seumpama sekarang ia hendak membunuhnya juga sudah terlambat. Pada saat itulah si tamu tadi telah berdiri dan menanggalkan topinya, maka terlihatlah pada dahi kanannya ada toh hijau berbulu, itulah ciri atau tanda pengenal khas "Ban-li-tok-heng" Thio Yan-coan yang paling gemar main perempuan itu.
Dia meng-geleng2 kepala, lalu mendekati Peng-lam. Tapi mendadak ia bersuara heran. Yang didekatinya adalah Sau Peng-say, dipegangnya kaki Peng-say yang baru saja bergerak sedikit itu terus ditarik, "Krek", papan dinding retak dan kepala Peng-say dapat ditarik keluar oleh Thio Yan-coan. Peng-say meng-geleng2kan kepalanya yang pusing tujuh keliling itu, lalu bangun berduduk.
"He, kau tidak mati ?" tegur Thio Yan-coan dengan heran.
Sesudah jernih pikirannya, Peng-say bertanya: "Kemana perginya kedua bangsat tadi?”
Thio Yan coan tidak menggubrisnya, ia manggut2 sendiri dan berguman, "Tampaknya Liok Pek benar2 menahan tenaga pukulannya dan pukulan Ting Tiong juga tidak terlalu keras.”
"Kau bilang apa?" tanya Peng-say.
Tapi Thio Yan-coan hanya melotot padanya tanpa menggubris, lalu mendekati Peng-lam.
Peng-say lantas melompat bangun. tertampaklah dua cabik kain rontok dari punggungnya, setiap cabik kain itu berbentuk telapak tangan. Kalau sekarang Ting Tiong dan Liok Pek disuruh menjulurkan tangannya, tentu potongan kain ini berukuran persis seperti telapak tangan mereka.
Sekali pukul dapat meninggalkan bekas pukulannya pada kain baju, suatu tanda betapa hehat dan keji tenaga pukulan mereka itu.
Akan tetapi betapa hebat tenaga pukulan mereka tetap tidak lebih unggul daripada "Ci he-kang" yang terkenal sebagai rajanya Lwekang. Tadi Peng-say sempat mengerahkan tenaga dalam tepat pada waktunya untuk melindungi tubuh yang kena digenjot oleh Ting Tiong dan Liok Pek, walaupun Tay-jiu-in kedua tokoh Say-koan itu tepat mehgenai punggungnya, namun tidak sampai membuatnya cedera, hanya kain bajunya saja yang rusak.
Sebabnya dia tidak bergerak lagi setelah menumbuk dinding seperti orang mati adalah karena kepalanya tergetar cukup keras dan pingsan.
Mestinya dia belum waktunya siuman kembali, kebetulan arak yang disiramkan Thio Yan-con itu tepat mengguyur kepalanya sehingga dia segera sadar kebanyakan kaki bergerak lebih dulu. Sebab itulah Thio Yan-coan bersuara heran ketika melihat kaki Peng-say bergerak, padahal sebelumnya dia mengira anak muda itu sudah mati. Thio Yan-coan lantas mendekati Peng-lam, tegurnya dengan tertawa: "Sau-heng, masih kenal orang she Thio tidak?”
Dengan linglung Peng-lam menggeleng dan menjawab: "Tidak, tak pernah kulihat kau.”
"Di mana Gi-lim?" tanya Thio Yan-coan pula.
"Gi-lim" ....." Peng-lam mengulang nama itu dengan bingung. Setelah dipikir lagi dan tidak tahu sebutan itu mewakili apa, lalu ia tanya pula: "Apakah Gi-lim itu nama orang?”
Dengan mendongkol Thio Yan-coan terus menamparnya, bentaknya dengan gusar: "Tidak perlu berlagak pilon didepanku! Dimana Gi-lim?”
Peng-lam tidak mengelak dan juga tidak balas memukul, ia berguman sendiri: "Dimana Gi-lim" Gi-lim .... Gi-lim?”
"Lekas katakan!" bentak Thio Yan-coan pula.
"Aku .... aku tidak tahu.”
"Tidak tahu juga harus tahu!" bentak Thio Yan-coan lagi dengan gemas. "Waktu Gi-lim datang ke Kun-giok-ih kan bersama dengan kau. Sekarang dia menghilang, Ting-yat Suthay tahunya bersama diriku dan minta kukembalikan murid kesayangannya itu. Terpaksa kutanya padamu, tidak nanti kau tidak tahu. Nah. lekas katakan padaku agar dapat kukembalikan mestika itu kepada gurunya.”
"Mestika" Oo, Gi-lim itu benda mestika?" tanya Peng-lam pula dengan bingung.
Sampai berjingkrak Thio Yan-coan saking gemasnya, ia mendamperat: "Bedebah, tidak kupukul kau lagi tentu kau akan terus main gila padaku!" " Berbareng tangannya terus bekerja, menampar ke kiri dan menggampar ke kanan.
"Berhenti!" bentak Peng-say tiba2, "Eh, anak muda, kau juga akan ikut campur urusanku?”
tanya Thio Yan-coan dengan tertawa sambil menoleh.
"Tidak boleh kau pukul Toa-sukoku!”
"Justeru akan kuhajar dia," kata Thio Yan-coan.
Segera Peng-say melolos pedangnya.
Thio Yan-coan menengadah dan bergelak tertawa.
katanya: "Hal lain tidak ada yang kukagumi atas dirimu, hanya kukagumi kepalamu sangat keras, apakah kau ingin menumbuk dinding lagi?"“
Sembari berkata ia memandang sejenak ke arah papan dinding yang berlubang itu dengan air muka mencemoohkan. Baru sekarang Peng-say melihat jelas toh hijau dan berbulu itu di dahi Thio Yan-coan. teringat pula orang mengaku she Thio, segera ia tahu siapa yang sedang dihadapinya, mendadak ia berludah ke lantai dan berkata: "Cis, kiranya kau ini si maling cabul Thio Yan-coan.”
Thio Yan-coan paling benci bila orang memaki dia sebagai "maling cabul", hal ini seperti orang buta yang pantang dimaki buta dan orang pincang pantang dimaki pincang. Dengan murka ia lantas melolos golok dan berkata: "Kau tidak mati di bawah pedang orang Say-koan, barang kali kau ingin dimampuskan dengan golok kilatku!”
Habis berkata. "sret", segera pedangnya menabas. Cepat Peng-say menangkis dengan pedangnya-Karena sudah menyaksikan pedang Peng-say menggetar patah pedang Ting Tiong berdua tadi, Thio Yan-coan tidak berani beradu senjata dengan dia, cepat ia menarik kembali goloknya dan "sret-sret", kembali ia menabas ke atas dan ke bawah.
Peng-say merasa serangan orang terlalu cepat dan Sukar untuk ditangkis satu persatu, terpaksa ia mainkan ke-49 jurus ilmu Ped-ng Kiri untuk bertahan dan balas menyerang. Thio Yan-coan masih terus menyerang, katanya sambil menggeleng: "Aneh, kenapa ilmu pedang yang kau mainkan pulang-pergi sejak tadi melulu ilmu pedang tembakau begini. Apakah kau tidak pernah belajar ilmu pedang lain?”
Dengan suara keras Peng-say menjawab: "Ya-, kalau mampu boleh kau coba mematahkan ilmu pedangku yang tembakau ini!”
"Apa sulitnya?" ujar Thio Yan-coan. "sret", secepat kilat ia menabas satu kali, yang digunakan adalah salah satu jurus "Pi-hong-cap-sah-to" atau tiga-belas golok kilat secepat angin.
Akan tetapi aneh juga, betapa cepat serangannya dan betapa lihay goloknya, tetap tidak dapat melukai Pang-say.
Menyusul Thio Yan-coan menyerang lagi tiga-empat kali dan tetap tidak membawa hasil.
Diam2 Thio Yan-coan merasa heran: "Aneh, mengapa golok-kilatku yang sekali tabas dapat melukai Te-coat Tojin, sekarang malah tidak mampu mengalahkan anak muda ini?" Ia coba mengamat-amati ilmu pedang lawan, dilihatnya serangan Peng-say tidak terlalu tajam, tapi pertahanannya sangat rapat, sedikitpun tidak ada peluang. Pantas Ting Tiong dan Liok Pek tidak dapat mengalahkannya bila tidak menggunakan akal bulus dengan mengoceh ke timur dan ke barat untuk memencarkaan perhatian Peng-say.
Tapi Thio Yan-coan tetap tidak percaya kepada kemampuan lawan, dengan sombong ia berkata: "Terhitung mulai sekarang, bilamana dalam tujuh jurus tidak kulukai kau, seketika aku akan berhenti bertempur dan membiarkan diriku ditabas olehmu!”
Baru habis ucapannya, segera goloknya membacok ke kanan dan menabas ke kiri, menyabet keatas dan menimpa kebawah. Gaya serangannya yang aneh dan lihay ini, kalau saja lawannya tidak memainkan Pedang Kiri dari Siang-liu-kiam-hoat, mungkin sepuluh orang Sau Peng-say juga sudah dihabisi.
Pedang Peng-say yang satu tadi terjatuh dan belum sempat dijemput kembali, kalau tidak. dengan tiga jurus pedang ganda mungkin akan dapat msngatasi serangan Thio Yan-coan itu.
Mendadak Thio Yan-coan membentak: "Awas, inilah jurus kelima!”
Begitu habis ucapannya, "sret", cahaya golok menyambar tiba hingga menyilaukan mata Peng-say, "trang", tahu2 pergelangan tangannya terketuk punggung golok, sakitnya merasuk tulang, pedangnya terlepas dan jatuh ke lantai.
"Nah, bagaimana?" tanya Thio Yan-coan dengan tertawa sambil menarik kembali goloknya.
Peng-say memegangi luka tangannya dengan termangu2, tampaknya sangat kecewa dan putus asa.
Thio Yan-coan menggeleng kepala, katanya: "Jika kau bukan Sutenya Sau Peng-lam, kau kira tanganmu dapat kau pertahankan?”
Dia pandang lengan kanan Peng-say yang disisipkan di ikat pinggang, lalu berkata pula: "Kau cuma mahir menggunakan Pedang Kiri, tangan kanan tidak pernah dipakai, sama saja seperti sampah. Hehe, kalau tidak timbul pikiran kasihanku, jangan harap lagi kau akan dapat menggunakan pedang.”
Habis berkata, mendadak ia membalik tubuh dan goloknya terus menusuk.
Peng-say terkejut dan berteriak: "Jangan!”
Kontan Peng-lam yang berada dibelakang Thio Yancoan itu roboh terjungkal. Tapi Peng-say tahu sang Toako hanya Hiat-to saja tertutuk oleh ujung pedang, tenteramlah hatinya.
Segera Thio Yan-coan mendekati Sau Peng-lam dan mengempitnya dengan sebelah tangan, katanya: "Toasukomu saja tidak mampu menghindarkan sejurus golokku, tapi kau mampu menghindarkan sepuluh jurus, baru jurus ke-11 dapat kurobohkan. Untuk ini boleh kau berbangga diri." Ia melangkah pergi, setiba di ujung tangga, kembali ia berpaling dan menambahkan: "Tapi persoalannya perlu diulang kembali, di jaman ini, ada berapa orang yang mampu menghindarkan seluruh ke-13 jurus golokku?”
Habis berkata bergelak tertawalah dia.
"Toa-sukoku hendak kau bawa kemana?" tanya Pengsay.
"Jago yang sudah keok di tanganku tidak sesuai untuk bertanya-jawab padaku!" kata Thio Yan-coan dengan angkuh. "Kau kan ingin tahu kemana perginya Gi-lim?”
"Sudah tahu untuk apa tanya?”
"Tidakkah kau dengar sendiri pembicaraan kedua bangsat Say-koan tadi?" kata Peng-say.
Waktu bicara tadi antara Ting Tiong dan Liok Pek digunakan ilmu "Toan-im-jip-bit," yaitu sejenis ilmu galombang suara, orang lain tidak dapat ikut mendengarkan, namun Lwekang Peng-say sekarang sudah lain daripada orang lain, maka dia dapat mengikutinya dengan jelas. Thio Yan-coan tadi asyik minum arak, dia cuma melihat bibir Ting Tiong berdua ber-gerak2 dan tidak tahu apa yang dibicarakan mereka.
Dengan sendirinya ia tidak tahu sampai dimana kemampuan Peng-say, ia pikir kalau aku tidak mendengar, apa pula yang dapat kau dengar”
Segera ia mendengus: "Hm, mereka sembarangan mengoceh, masa dapat dipercaya." " Nyata ucapannya ini berlagak se-olah2 dapat mendengar pembicaraan Liok Pek tadi. "Tapi kata2 mereka memang tidak salah," tutur Peng-say. "Gi-lim memang benar2 sudah mati. Apa gunanya kau tawan Toa-sukoku. dia kurang waras, otaknya sudah rusak, tiada sesuatu keterangan yang dapat kau korek dari dia.”
Karena sudah berlagak serba tahu, terpaksa Thio Yancoan pura2 lagi, ia mendamperat: "Ah, kau bocah ini juga suka ngaco-belo seperti mereka!”
"Tapi aku berani bersumpah, aku tidak berdusta," seru Peng-say. "Harap kau bebaskan Toa-sukoku, segera akan kuceritakan sejelasnya tentang bagaimana matinya Gi-lim.”
"Bila Gi-lim benar2 sudah mati, dari mulut Sau Peng-lam tentu dapat kuperoleh keterangan, tidak perlu kau banyak mulut!" bentak Thio Yan-coan.
Peng-say menjadi gugup, cepat ia berseru: "Akan tetapi, keadaan Toa-sukoku kan dapat kau-lihat sendiri, otaknya memang benar sudah rusak.”
"Hahaha! Jika benar rusak, tentu aku dapat mereparasinya nanti!" sambil bergelak tertawa segera ia hendak melangkah pergi.
"Lepaskan!”
bentak Peng-say mendadak, sebelah tangannya terus mencengkeram.
"Hm, bisa apa kau?" tanpa menoleh golok Thio Yan-coan terus menyabet ke belakang, sehingga Peng-say terpaksa melompat mundur.
-ooo0dw0ooo-