Pedang KIRI Pedang KANAN Jilid 24

Jilid 24

Lo-kiat tertawa, katanya: "Sudahlah, urusan lain kita kesampingkan. Kita kembali bicara mengenai pertemuan mereka itu. Selama tiga hari tiga malam mereka berbincang mengenai limu silat. Akhirnya Ciamtay Cu-ih tidak terima karena secara teori Siang-liu-kiam-hoat ciptaan Supek itu dapat mengalahkan ilmu permainan golok kebanggaannya, maka ia ingin dibuktikan dalam praktek. Ilmu permainan golok kebanggaan Ciamtay Cu-ih itu bernama 'Lian-goancam' (bacokan berantai). pada waktu perang tanding secara lisan, Lian-goan-cam dikalahkan Siang-liu-kiam pada jurus ke-39, siapa tahu pada prakteknya Ciamtay Cu-ih jadi tambah malu. sebab menjelang jurus ke-sembilan, dada Ciamtay Cu-ih sudah terkena pedang Supek dan diberi satu goresan. Kiranya dalam pertandingan lisan Supek sengaja memberi kelonggaran 30 jurus bagi Ciamtay Cu-ih.

Sebaliknya tokoh Tang-wan ini tidak tahu diri dia berkeras menantang bertanding dalam praktek, akibatnya dia mengalami kekalahan mengenaskan. Keruan muka Ciamtay Cu-ih menjadi pucat, diam2 aku sangat senang, coba kalau Suhu tidak disitu, bisa jadi aku sudah bersorak.

-Agaknya Coh-bengcu juga penasaran karena iimu pukulan andalannya, yaitu Tay-jiu-in, dalam pertandingan lisan ternyata dikalahkan oleh Siang-liu-kiam pada jurus ke 50. Seperti juga Ciamtay Cu-ih, iapun minta bertanding dalam praktek. Supek memenuhi permintaannya dan menyimpan kedua pedangnya. Coh-bengcu menyilakan Supek menyerang. tapi Supek sengaja memberi kesempatan lebih dulu bagi Coh-bengcu.

-Coh-bengcu menjadi kurang senang melihat pedang Supek tidak digunakan, ia tanya apa sebabnya. Supek berkata: 'Kau tidak pakai senjata, dengan sendirinya akupun tidak boleh menggunakan senjata. Tapi kedua telapak tanganku juga dapat kumainkan seperti pedang, tanpa menggunakan pedang juga dapat kuhadapi setiap seranganmu.' Coh-bengcu mengira Supek memandang enteng padanya, ia berteriak gusar: 'Baik, kalau kecundang jangan kau salahkan diriku!'- Dia menyangka ilmu pukulannya sendiri tiada bandingannya, kalau Supek tidak menggunakan pedang pasti akan dikalahkan olehnya, siapa tahu cara Supek dapat menggunakan tangan kosong seperti memainkan kedua pedangnya dengan sama lihaynya, benarlah, menjelang jurus ke 50, jari tangan kirinya setajam pisau telah merobek baju dada Coh-bengcu sehingga belasan senti panjangnya. Rupanya sebelum bertanding Supek sudah siap akan menandingi Tay-jiu-in dengan kedua telapak tangan kosong, dengan sendirinya tangan kosong tidak sama menggunakan pedang yang mampu memainkan Siang-liu-kiam-hoat secara tepat dan memancarkan segenap intisarinya. Coba kalau Supek menggunakan pedang, mungkin Coh-bengcu juga tidak mampu bertahan sampai jurus kesepuluh.”

Peng-say sangat senang mendengarkan cerita itu bila membayangkan Siang-liu-kiam-hoat ternyata dapat mengalahkan Ciamtay Cu-ih pada jurus ke-sembilan, hatinya menjadi kegirangan dan semangatnya berkobar.

Mendadak ia bertanya: "Bagaimana dengan ayahku?”

"Ayahmu kenapa, dia kan di rumah sekarang," jawab Lo-kiat.

"Kutahu dia berada di rumah, bukan ini yang kutanyakan," kata Pang-say.

"Habis mengenai apa?”

"Pada jurus keberapa ayahku dikalahkan Siang-liukiam?" Lo-kiat tertawa, katanya: "Wah, dari nada pertanyaanmu, se-olah2 kau harap ayahmu juga dikalahkan olehnya." "Bu. . . .bukan begitu maksudku," muka Peng-say menjadi merah. "Cuma kukira besar kemungkinan ayah juga bukan tandingan Toapek.”

"Kemungkinan bukan tandingannya memang juga mungkin terjadi, tapi mereka berdua tidak sempat bertanding sendiri, waktu Suhu juga terjun ke arena pertarungan, kedudukan sudah berubah menjadi tiga lawan satu." "Tiga lawan satu?" seru Peng-say terkejut. "Jadi. . ..jadi mereka bertiga mengerubut Toapek seorang?”

"Ya, kejadian inilah yang selama hidup disesalkan oleh Suhu," kata Lo-kiat dengan gegetun. "Suhu tahu, bilamana beliau tidak ikut bertempur. betapapun Coh-bengcu dan Ciamtay Cu-ih takkan mampu mengalahkan Supek. Hal ini terjadi waktu Coh-bengcu sudah jelas kalah, jika dia sportip, seharusnya dia mengaku kalah secara jujur, tapi dia justeru tidak tahu malu dan ngotot tidak mau mundur, bahkan pura2 belum kalah, bahkan ia berteriak: 'Hayo, tambah lagi 50 jurus!”

-Dia bicara dengan nada seperti 50 jurus pertama itu belum kalah melainkan seri sehingga dia menantang bertanding 50 jurus lagi. Ia tidak mau tahu luka di dadanya itu, apabila Supek tidak bermurah hati, tentu jiwanya sudah melayang, Supek sendiri tidak menghiraukan lawan yang tidak jujur itu, ia siap mundur dari arena. Diluar dugaan, Ciamtay Cu-ih yang berdiri disamping mendadak melompat maju terus membacok, dalam keadaan tidak ter-duga2.

Supek masih sempat mengelak. dengan gusar ia membentak: 'Apa artinya ini"' Tapi Ciamtay Cu-ih pura2 tidak dengar, ia berseru malah: 'Memang betul bertempur 50 jurus lagi!”

Bersama dengan serangan Coh-bengcu yang lihay, segera mereka mengerubut Supek sehingga sama sekali Supek tidak sempat melolos kedua pedang yang tersandang di punggungnya.”

"Mereka berdua ingin membinasakan Toapek," ucap Peng-say dengan mengertak gigi.

"Memang," kata Lo-kiat. "Suhu juga dapat melihat kedengkian kedua orang itu terhadap Supek, jelas mereka hendak menumpas lawan yang jauh lebih tangguh itu agar di dunia ini tiada orang yang berkepandaian lebih tinggi daripada mereka. Hanya sekejap saja 50 jurus sudah lewat.

Makin lama Suhu tambah terkesiap, tak diduganya dengan bertangan kosong Supek mampu melawan dua tokoh sakti jaman ini, bahkan tampaknya lebih banyak menangnya daripada kalahnya.

-Coh-bengcu dan Ciamtay Cu-ih juga merasakan gelagat tidak menguntungkan mereka, kalau tanpa senjata saja lawan sedemikian lihay, bilamana kedua pedangnya sempat dikeluarkannya, jelas jiwa mereka pasti akan melayang.

Mereka berusaha mempergencar serangannya, tampaknya mereka masih di atas angin, padahal tidak demikian halnya.

serangan mereka itu laksana rontakan osang yang hampir tenggelam, mereka menyadari tidak sanggup menahan serangan lawan, terpaksa balas menyerang dengan nekat di samping mempertahankan kedudukan yang tidak kalah, berbareng juga ingin membikin repot lawan agar tidak sempat melolos pedangnya. Tapi serangan gencar mereka ternyata tidak cukup mengancam Supek, sebaliknya kedua telapak tangan Supek tetap bermain selihay memegang pedang, sesungguhnya bukan Supek tidak sempat melolos pedangnya, tapi beliau merasa belum perlu menggunakan senjata, kalau dengan bertangan kosong saja dapat mengalahkan kedua lawannya, untuk apa mesti melolos pedang" Dalam keadaan gawat, Ciamtay Cu-ih coba berseru kepada Suhu: 'Sau-heng, sebaiknya kau pun maju! Sampai beberapa kali ia berseru, namun Suhu sama sekali tidak terpengaruh. Coh-bengcu sendiri tidak ikut berseru agar Suhu ikut maju mengeroyok, tapi jelas dalam hati ia sangat berharap Suhu membantu mereka. Ketika dilihatnya Suhu tetap tidak berniat ikut bertempur, akhirnya ia buka mulut: 'Sau-heng, apakah kau tega menyaksikan jiwa kami melayang disini"' Dengan tak acuh Suhu menjawab: 'Lenghiang-caycu tidak bermaksud membunuh kalian, asalkan kalian berhenti menyerang, kan urusan menjadi beres"' Tapi Supek lantas menanggapi: 'Tidak, mana boleh begitu murah bagi mereka" Sudah jelas mereka berniat membinasakan diriku, tidak boleh mereka sudahi urusan begini saja. Selamanya Sau Ceng-in memakai patokan, bila orang lain tidak boleh melanggar diriku, akupun tidak akan mengganggu orang lain. Sekarang mereka telah bertindak sejauh ini kepadaku, apa yang mereka kehendaki atas diriku. kepada mereka akan kulaksana kehendak yang sama.' Habis bicara, serentak Supek melancarkan serangan kilat. Sekali Supek mulai menyerang, seketika Coh-bengcu dan Ciamtay Cu-ih terdesak mundur terus menerus keadaan mereka menjadi gawat, setiap saat mereka bisa mati di bawah pukulan Supek. Mendadak Coh-bengcu berteriak.

'Sau Ceng-in. Setelah kami berdua mati, tentu namamu akan tersiar sebagai jago nomor satu di dunia!”

-Supek tertawa dan berkata.'Selama hidupku tidak kuperhatikan soal nama dan keuntungan, tapi kalau ada orang sengaja mengantarkan nyawa padaku, kalau kutolak rasanya tidak hormat, terpaksa kuterima dengan senang hati.' -Pada saat itulah, mendadak Suhu ikut terjun ketengah gelanggang pertempuran. Dengan gusar Supek membentak: 'Apakah kau hendak membantu mereka dan membunuh diriku"' - Melihat itu Ciamtay Cu-ih ter-bahak2 gembira. katanya: 'Kalau dia tidak memburuh kau, cara bagaimana Sau-heng akan dapat membalas sakit hati kakeknya"“

-'Hm, apa betul begitu"' jengek Supek.

-Rupanya begitu ikut bertempur, segera Suhu merasakan sendiri betapa lihaynya Siang-liu-kiam-hoat, karena dia harus mencurahkan segenap perhatiannya untuk bertempur sehingga tidak sempat menanggapi ucapan mereka.

-Supek lantas berkata pula: 'Adik Ceng-hong, permusuhan kedua keluarga kita sudah lama kulupakan, tiada maksudku hendak membunuh kau, lekas kau mundur!' - Ciamtay Cu-ih kuatir Suhu benar2 mengundurkan diri, cepat ia berseru: 'Sau-heng, jangan kau tertipu, jika sekarang tidak kau tuntut balas sakit hati leluhurmu, kelak dia yang akan mencari dan menuntut balas padamu.' -Suhu masih tetap tidak bersuara. Sedangkan Supek mulai merasakan kelihayan Suhu, betapa lihaynya Siang-liu-kiam-hoat tetap tidak terlepas dari dasar2 ilmu pedang keluarga Sau, apalagi sudah cukup lama sejak tadi Suhu mengamatinya disamping, sudah diselaminya letak kehebatan Siang-liu-kiam-hoat, untuk mengalahkannya memang sulit, tapi cukup kuat untuk menahan. Setelah seragannya mulai kurang leluasa. Supek menjadi gugup, dengan suara bengis ia berkata: 'Sau Ceng-hong, tak tersangka Kun-cu-kiam yang terkenal juga berhati busuk tiada ubahnya seperti Coh dan Ciamtay berdua Sekalipun sekarang kau dapat membunuhku, jelas bukan lantaran kau hendak menuntut balas bagi kakekmu.' -Setelah bergebrak beberapa puluh jurus, Suhu mulai terbiasa dengan gerak serangan Siang-liu-kiam-hoat, ia menjaWab: 'Permusuhan lelubur kita, kau lupa akupun tidak mengingatnya lagi.' -Supek lantas bergelak tertawa, serunya. 'Hahaha, ternyata betul. jadi maksudmu membunuhku sekarang serupa tujuannya dengan mereka, yakni sirik karena aku berhasil menciptakan Siang-liu-kiam-hoat ini. Baik, seranglah lebih gencar, lihat saja kau yang mampus atau aku yang gugur!”

-Supek berusaha melolos pedang, tapi Suhu tidak memberi kesempatan padanya, Suhu tahu bilamana Supek sampai bersenjata, maka mereka pasti celaka. Nyata, Supek telah kehilangan kesempatan yang baik untuk melolos pedangnya, tadi ketika menghadapi Coh dan Ciamtay berdua ia masih banyak kesempatan, sekarang kesempatan itu sudah lenyap sama sekali. Terpaksa ia menggunakan kedua tangan kosong untuk menghadapi kerubutan tiga besar." Sampai disini, Peng-say menghela napas menyesal, katanya: "Cara demikian sungguh terlalu tidak adil.”

"Tiga lawan satu, memangnya siapa yang bilang adil"“

ujar Lo-kiat. "Tapi kau pun perlu tahu, sama sekali tiada pikiran ayahmu hendak membunuh Supek. Suhu hanya ingin memaksa mundur Supek. maka beliau telah berkata: 'Kakak Ceng-in, bukan tujuanku hendak menuntut balas sakit hati leluhur, akupun tidak sirik kepada kepintaranmu.

Asalkan kau berjanji tidak membunuh mereka berdua, bolehlah segera kita sudahi pertarungan ini.' -Supek mendengus: 'Hm, kau kira kemenangan sudah pasti berada padamu"' -Suhu menjawab: "Bila kedua pedangnu terhunus. jiwa kami bertiga segera terancam, siapa berani bilang kami pasti akan menang"' - 'Haha, asal kau tahu saja!”

seru Supek dengan tertawa bangga. Tapi Suhu lantas berkata pula: 'Namun bila kau tidak berjanji takkan membunuh Coh dan Ciamtay-heng berdua. maka kau pun tidak nanti mempunyai kesempatan untuk melolos pedang.'Supek berkata: 'Apakah kau kuatir namaku akan tambah termashur setelah kubunuh mereka berdua"' - Suhu diam saja tanpa menjawab. Kembali Supek bergelak tertawa dan berkata: 'Hahaha, kiranya kau takut nama Pak-cay melebihi Lam-han kalian!' - Setelah paham maksud tujuan Suhu ikut bertempur, Supek lantas menambahkan lagi: 'Meski kau bilang sudah melupakan permusuhan leluhur, yang benar kau tidak pernah lupa. Masa kau tidak tahu bahwa kakek kita justeru lantaran berebut nama begini dan akhirnya gugur bersama”

Ai, sudahlah, bilamana kau mempersoalkan hal ini, aku tidak juga mempersoalkannya. Silakan berhenti, aku mau pergi saja.' -Habis berkata, kedua tangannya mendesak mundur Coh-bengcu dan Ciamtay Cuh-ih, lalu ia merangkap kedua tangannya seperti tanda memberi salam. Suhu tidak tahu Supek benar2 berhenti bertempur, ia kuatir kesempatan akan digunakan Supek untuk melolos pedang, maka serangan Suhu tidak menjadi kendur. Supek menjadi marah, bentaknya: 'Kau. . . .' Ia menyangka Suhu bermaksud membunuhnya. terpaksa ia mematahkan serangan Suhu, tapi dia menjadi lupa bahwa disamping masih ada dua musuh, peluang itu segera digunakan dengan baik oleh Coh-bengcu dan Ciamtay Cu-ih, golok Ciamtay Cu-ih menancap dipinggang Supek, sedangkan pukulan Coh-bengcu tepat mengenai dadanya. -Setelah terluka parah begitu, Supek tetap tidak roboh, ia balas menghantam, sekaligus Coh-bengcu dan Ciamtay Cu-ih juga dipukul hingga mencelat, tapi lantaran tenaga dalamnya telah banyak berkurang karena luka parah itu, kedua lawan tidak sampai menggeletak, mereka melejit di udara dan dapat turun dengan selamat. Supek memandangi Suhu dan berkata dengan rasa pedih: 'Kau . . ..' mendadak tubuhnya lemas dan jatuh terkulai. Serentak Coh-bengcu dan Ciamtay Cu-ih melompat maju hendak membunuhnya akan tetapi Suhu lantas membentak agar mereka berhenti.

Kedua orang itu juga rada jeri terhadap Suhu dan tidak mengganas lagi. Mendadak Supek berdiri, darah tampak menggenangi tempat rebahnya tadi. Ki-lian-san sepanjang tahun senantiasa diliputi salju, darah di atas tanah bersalju itu jadi lebih menyolok tampaknya. Aku sampai kesima menyaksikan itu, ada maksudku ingin memayang Supek, tapi aku masih berdebar oleh pertarungan sengit tadi dan rasanya kakipun sukar bergerak. Supek telah melolos kedua pedangnya dan digunakan sebagai tongkat penyangga agar tubuhnya tidak roboh lagi. Dengan mengertak gigi Supek berkata: 'Ingat Sau Ceng-hong ingat. . . .' sedapatnya dia menahan rasa sakit lukanya dan sebisanya mengucapkan kata2 tersebut sehingga mulutnya penuh darah dan menakutkan. Dengan langkah sempoyongan ia lantas melangkah ke arahku, kusangka dia hendak membunuh diriku, aku ketakutan dan hampir saja berlutut dan minta ampun. Ketika sampai didepanku, Supek membentak agar aku minggir. Aku mengiakan dengan menggigil, saking bingungnya, bukannya minggir kesamping, sebaliknya aku mundur kebelakang selangkah demi selangkah, dengan sendirinya aku masih mengalangi jalan Supek, entah dia lantas marah atau sebab lain, mendadak pedangnva menunjuk. Aku mengeluh dan menyangka jiwaku pasti akan melayang. sebisanya kuperhatikan gerakan pedang Supek dan berusaha mengelak, tapi tetap tidak mampu.

Saking cemasnya akupun jatuh pingsan. Waktu aku siuman, kulihat Suhu berdiri disampingku, kulihat dadaku sendiri penuh darah, aku berseru kaget, Suhu berkata sambil menggeleng, "Nyalimu sungguh kecil. Tapi jangan Kuatir, kau tidak bakalan mati.”

- Akupun merasa tiada sesuatu apapun, waktu kuperiksa lebih jauh, kulihat baju dadaku berderet tujuh lubang, satu lubang terdiri dari satu huruf, darah merembes keluar dari lubang itu. Ketujuh huruf itu menggores di bajaku, tapi juga tertinggal di dadaku untuk selamanya, waktu itu dapat kulihat jelas ketujuh huruf itu berbunyi Siang-liu-kiam-hoat nomor satu di dunia'. Karena hanya terluka luar saja, hatiku menjadi tenang. kutanya Suhu dimana Supek, Suhu menjawab dengan sedih; 'Sudah pergi, semoga dia sanggup turun gunung dan mencai pengobatan.' -Kutanya pula; 'Dan dimanakah Coh-bengcu dan Ciamtaywancu"' -Suhu menjelaskan; 'Begitu Supekmu pergi, mereka pun angkat kaki.' -Aku menjadi kuatir dan berkata: 'Wah, jangan2 mereka akan mengejar Supek"' - Tapi Suhu menggeleng, katanya: 'Tidak, mereka tidak berani.' - Kiranya Supek berlagak seperti sangat payah, padahal dia masih mempunyai sisa tenaga, setelah meninggalkan tulisan di dadaku, dia lantas lari pergi secepat terbang. Rupanya ketujuh huruf itu menimbulkan pengaruh bagi Coh dan Ciamtay berdua, mereka tidak berani mengejarnya, sebaliknya mereka terus pergi ke arah yang berlawanan se-akan2 kuatir kalau2 Supek akan balik lagi untuk mencari mereka. Tampaknya nyali mereka telah pecah ketakutan oleh Siang-liu-kiam-hoat yang lihay itu, mereka masih terus was-was. kuayir kalau Supek menuntut balas kepada mereka. Sampai beberapa tahun kemudian, setelah Supek tiada kabar beritanya lagi di dunia Kangouw, hati mereka baru merasa lega dan menganggap Supek sudah mati.”

Diam2 timbul rasa kagum dan hormat Peng-say kepada pamannya itu, bobot Sau Ceng-in sekarang dalam hatinya terasalah jauh melebihi bobot ayahnya, Sau Ceng-hong. Ia coba bertanya pula: "Ji-suko, menurut kau. sebenarnya Toupek sudah meninggal atau belum?”

"Jika dikatakan Supek sudah meninggal. kukira juga sangat besar kemungkinannya." jawab Lo-kiat. "Tapi akhir2 ini di dunia Kangouw tersiar berita bahwa jejak beliau terlihat muncul lagi, kukira hal ini tidaklah betul. Jika karena berita itu lantas memastikan Supek belum mati, hal ini terlalu bersifat pribadi, coba pikir, siapa yang pernah melihat sendiri jejak Supek" Kalau ada. barulah hal ini dapat dipastikan. Tapi sampai saat ini tiada seorangpun berani menjadi saksi mata, maka berita munculnya Supek masih tanda tanya besar. Lagi pula, andaikan Supek belum meninggal, mengapa beliau mesti menyembunyikan jejaknya dan sampai sekarang tiada seorangpun yang tahu berada dimana" Kecuali mengasingkan diri. dengan ilmu pedang Supek yang lihay itu. rasanya tidak perlu mengasingkan diri. Padahal bila Supek mengasingkan diri hal ini pun tidak mungkin terjadi. Sebab isterinya telah berusah-payah mencarinya sekian tahun di dunia KangouW. saking lelahnya tanpa hasil dan akhirnya meninggal, apakah hati Supek tidak tergugah bila mengetahui kejadian ini" Bila benar dia cuma mengasingkan diri, tentu sejak dulu2 dia keluar menemui isterinya.”

"Jika demikian, jadi harapan Toapek masih hidup hampir mendekati nihil?" tanya Peng-say pula.

"Kita sama2 tidak dapat memastikan mati-hidupnya Supek, terkadang kita anggap sesuatu sudah pasti, kenyataannya justeru kebalikannya. Tapi ada orang yang dapat memberi keterangan yang lebih mendekati kepastian, yaitu gurumu, Tio Tay-peng, kuberani katakan dia pasti tahu " Peng-say mengangguk. katanya: "Ya, setengah bagian Siang-liu-kiam-hoat yang ditemukan Suhu itu besar kemungkinan ada sangkut-pautnya dengan Toapek, tugas utama kepergianku ini adalah bertanya kepada beliau menjenai urusan Supek ini.”

"Ayahmu juga berharap Supek masih hidup di dunia ini, meski Supek masih salah paham terhadap Suhu dan menganggap Suhu yang mengakibatkan dia dicelakai. besar kemungkinan orang pertama yang akan dicarinya untuk menuntut balas ialah Suhu. Namun Suhu sudah menyatakan, bila Supek datang mencarinya, Suhu akan memberi penjelasan apa yang terjadi sesungguhnya, akan dijelaskan bahwa dahulu sama sekali Suhu tidak bermaksud membunuhnya.”

"Bila salah paham Toapek sudah terlalu mendalam dan tidak mau terima penjelasannya, lalu bagaimana?" tanya Peng-say.

"Seumpama dia main kekerasan dengan Suhu, terang Suhu juga tidak gentar," tutur Lo-kiat. "Kata Suhu, dorongan menciptakan Siang-liu-kiam-hoat oleh Supek itu berasal dari Liang-gi-kiam-hoat andalan Bu-tong-pay itu.”

"Betul," sela Peny-say. "Menurut cerita Kim-leng.

Sebabnya Toapek menciptakan Siang-liu-kiam-hoat adalah karena ada ilmu pedang Bu-tong-pay yang harus dimainkan dua orang sekaligus, yaitu ilmu pedang yang bernama Liang-gi-kiam-hoat" Toapek menganggap ilmu pedang yang dimainkan dua orang tentu kurang leluasa, maka dengan susah payah diciptakannya Liang-gi-kiam-hoat yang hanya dimainkan satu orang saja. Menurut cerita Kim-leng dari ilmu pedang keluarga sendiri itu akhirnya Toapek menciptakan sejurus ilmu pedang yang hebat daripada Liang-gi-kiam-hoat dan cukup diamainkan satu orang saja, lalu diberinya nama Siang-liu-kiam-hoat.”

"Kupercaya kejadian itu," kata Kiau Lo-kiat. "Jangan kau kira nama Bu-tong-pay kalah tenar daripada Ngo-tay-lian-beng sesungguhnya ilmu silat Bu-tong tidak lebih asor, hanya saja pusakanya belum sempat digali sehingga banyak tokohnya yang terpendam, namanya juga semakin menurun. Setelah Supek menemukan pusaka simpanan Butong-pay dan dari Liang-gi-kiam-hoat mulai menimbulkan ilhamnya, ditambah lagi kecerdasan Supek sendiri, akhirnya terciptalah ilmu pedang nomor satu di dunia ini. Suhu sendiri mengaku kecerdikannya bukan tandingan Supek dan tidak dapat menciptakan jurus ilmu pedang yang hebat, tapi beliau mencari jalan lain melalui dasar Lwekang yang kuat.

Menurut Suhu, biarpun ilmu pedang nomor satu di dunia atau ilmu pukulan yang tiada tandingannya, kalau Lwekaag kurang kuat, apa yang dipahaminya juga tiada gunanya, sebab sekalipun dengan jurus serangannya yang lihay dan dapat mengalahkan lawan yang Lwekangnya lebih tinggi, tapi bila ketemu lawan yang Lwekangnya sudah mencapai puncaknya, betapapun bagus jurus serangannya juga sukar dikembangkan. Berdasarkan teori inilah, Suhu terus berlatih Lwekang dengan tekun. Suhu juga tahu banyak pusaka Bu-tong-pay yang belum digali, 30 tahun yang lalu beliau tinggal satu tahun di ruangan perpustakaan Bu-tong-san dan menemukan semacam ilmu Lwekang yang disebut 'Ci he-kang' Menurut cerita Suhu. bila ilmu ini berhasil dilatih.

Lwekangnya akan mencapai puncaknya sempurna dan sulit ditandingi kecuali lawan juga memiiiki Lwekang yang sempurna seperti Ci-he-kang.”

Peng-say jadi sangat tertarik oleh cerita ini, katanya: "Dan sudahkah berhasil ayah meyakinkan Ci-he-kang itu?”

"Sudah berhasil," kata Lo-kiat.

"Jika begitu, mengapa dalam pertemuan di Ki-lian-san ayah bukan tandi...." Peng-say menjadi ragu untuk melanjutkan ucapannya.

Dengan tertawa Lo-kiat berkata: "Meski Suhu tidak sempat bertanding satu lawan satu dengan Supek. tapi sudah terjadi tiga lawan satu barulah mereka mampu menandingi Siang-liu-kiam-hoat Supek, maka dapat diperkirakan bila satu-lawan-satu jelas Suhu juga pasti bukan tandingan Supek, hal ini tidak perlu pantang dikatakan. Cuma Suhu juga menyatakan, bilamana Ci-hekang berhasil diyakinkan pada waktu pertemuan di Ki-lian-san itu, maka Siang-liu-kiam-hoat Supek yang bersumber dari Liang-gi-kiam-hoat itu tidak perlu ditakuti lagi. Kata Suhu, dengan Ci-he-kang, betapa hebat serangan Siaog-liu-kiam-hoat akan sukar dikeluarkan. paling sedikit Suhu akan bertahan dan takkan terkalahkan. Tapi lantaran Ci-he-kang adalah inti Lwekang Bu-tong-pay yang sukar dipahami, maka dalam sejarah Bu-tong-pay, selain cikal bakalnya, yaitu Thio Sam-hong, belum pernah berhasil diyakinkan oraag lain. Maka dapat dibayangkan, betapapun pintarnya Suhu juga sukar memahaminya hanya dalam Waktu dua tiga tahun saja.”

"Ya, akulah yang terlalu perasa," kata Peng-say sambil menggaruk kepalanya sendiri. "Kau bilang ayah berhasil meyakinkan Ci-he-kang, lantas kukira hal itu terjadi pada 28 tahun yang lalu, maka kusangsi mengapa ayah bukan tandingan Supek.”

"Kukatakan sudah lama Suhu berhasil meyakinkannya, mungkin kata 'sudah lama' itulah menimbulkan salah pahammu." kata Lo-kiat dengan tertawa. "Tepatnya, baru setengah tahun yang lalu Suhu berhasil meyakinkan Ci-he-kang. maka sekarang beliau tidak perlu gentar lagi terhadap Siang-liu-kiam-hoat Supek, maka biarpun Supek masih hidup dan datang ke Soh-hok-han untuk menantang Suhu, pasti juga Suhu tidak takut padanya.”

Sementara itu malam telah tiba, kedua orang sudah merasakan lapar. Lo-kiat pesan santapan pula, sekali ini mereka telah makan minum dengan sepuasnya.

"Ji-suko," kata Peng-say kemudian. "Apa yang terjadi dalam pertemuan Ki-lian-san itu kecuali ke-empat tokoh yang bersangkutan, hanya engkau saja yang tahu dengan jelas. Dengan sendirinya ayah dan kedua tokoh sakti lainnya tidak mau menyiarkan kejadian itu, kukira engkau juga sungkan menceritakannya kepada orang luar. Sebab, betapapun pendirian ayah pada waktu itu, tentang tiga sakti mengeroyoK seorang kosen, bila tersiar tentu tidak akan menguntungkan nama baik ayah.”

"Betul, makanya aku sama sekali tutup mulut, kepada Toa-suko juga tidak pernah kuceritakan," kata Lo-kiat.

"Kalau begitu, seharusnye urusan ini tertutup rapat, mengapa kemudian tersiar berita Siang-liu- kiam-hoat nomor satu di dunia, jangan2 tulisan di-dada Ji-suko itu telah dilihat orang luar?”

"Memang begitulah!" kata Lo-kiat.

"O... apakah Waktu kau mandi dan dilihat orang" tanya Peng-say dengan tertawa.

"Hah, pintar juga kau menebak," kata Lo-kiat.

Bicara tentang mengintip orang mandi, Peng-say jadi teringat pada waktu masih kecil, sering Cin Yak-leng mengintip dia mandi, tanpa terasa ia menjadi sedih pula karena ingat si nona.

"Eh, tanpa sebab mengapa kau menjadi murung lagi'“

tanya Lo-kiat dengan tertawa.

"AH, mana?" sedapatnya Peng-say berlagak gembira, lalu bertanya pula: "Berapa orang yang mengintip Ji-suko waktu mandi?”

"Seorang saja sudah membikin aku menyesal setengah mati, kalu beberapa orang, wah. kan bisa celaka?" ujar Lo-kiat.

"Kenapa Ji-suko jadi seperti orang perempuan" Lelaki mandi memang tidak perlu takut diintip orang, apa halangannya" Jika anak perempuan mandi diintip orang, nah, baru menyesal dan sedih.”

Peng-say lantas tanya pula: "Ji-suko, jika kau tidak takut diintip orang, tapi mengapa tadi kau- bilang menyesal?”

Mendadak Lo-kiat menghela napas, katanya sambil menggeleng: "Menyesal bukan lantaran orang mengintip aku mandi, tapi menyesal karena aku telah menceritakan kejadian di Ki-lian-san itu.”

Peng-say jadi teringat pada ucapan Ji-suko yang menyatakan menyesal karena pernah menceritakan kejadan itu kepada seorang, sebab itulah dia bersumpah tidak mau bercerita lagi kepada orang kedua. Terang di dalam urusan ini ada suatu kisah lain. Ia menjadi ketarik dan bertanya bagaimana terjadinya.

"Cukup panjang jika diceritakan," demikian tutur Lo-kiat. "Setelah pulang dan Ki-lian-san, lantaran ada bekas luka di dada, kecuali Suhu, kepada siapapun hampir tidak pernah kuceritakan apa yang terjadi. bila ditanya kamipun menjawab segala sesuatu berlangsung dengan memuaskan.

masing2 hanya tukar pikiran tentang ilmu silat saja. Sampai Sunio sendiripun tidak tahu peristiwa tentang itu. Kukuatir luka di dadaku diketehui orang dan ditanya, demi menghindari kesukaran, betapapun panasnya hawa. tidak pernah lagi kubuka baju, pada waktu mandi juga menghindari mandi bersama orang lain. Tapi aku mempunyai hobi mandi, yakni pada setiap musim dingin, hampir setiap hari kupergi ke tempat mandi untuk mandi uap. Kalau tidak mandi uap, rasa badan menjadi tidak enak, apalagi di waktu musim dingin, bila tidak mandi uap, rasanya darahpun akan beku. Kupikir pada musim dingin tahun yang lalu, Pada musim dingin sepulangnya dari Kilian-san itu, aku bertekad akan menghapuskan hobi mandi uap itu. Tapi ketika hawa meningkat dingin, aku tidak tahan lagi, kembali kumat penyakitku. badan terasa gatal, betapapun harus berendam di air panas untuk meeyegarkan badan. Mandi di rumah tentunya tiada perlengkapan yang cukup, kurang nikmat pula rasanya. Kupikir pada musim dingin tahun yang lalu sedikit sekali ketemu kenalan dirumah mandi kota, kalau bukan kenalan. biarpun tulisan di dadaku terlihat juga tidak menjadi soal, andaikata ditanyai asalkan kujawab dengan ketus tentu orangpun tidak berani tanya lebih jauh. Setelah ambil keputusan begitu dengan tak sabar aku lantas pergi ke kota untuk mandi di rumah mandi langgananku. Memang benar, tidak ada orang yang tanya meski melihat codet di dadaku banyak yang mengira aku mempunvai hobi tatto. Yang kukuatirkan adalah ketemu kenalan baik, syukur selama beberapa hari tidak bertemu dengan kenalan dirumah mandi itu. Diam2 aku bersyukur tepat memilih tempat.

Siapa tahu. pada hari berikutnya lantas datang kesukaran, diluar dugaan aku kepergok kenalan baik, bahkan boleh dikatakan kenalan yang sangat karib.”

"Memangnya siapa dia?" tanya Peng-say.

"Suhengnya Toasuko," kata Lo-kiat.

"Suhengnya Toa-suko kita?" Peng-say menegas dengan heran. "Toa-suko kan saudara seperguruan yang teratas, masa kita masih ada Suheng yang lain?”

"Bukan di perguruan kita ini, tapi di perguruan lain,”

tutur Lo-kiat. "Tahukah kau Toa-suko masih mempunyai seorang Suhu lagi?”

"Ahhh. tahulah aku, dia memang murid Bu~tong-pay,”

seru Peng-say. "Ya, begitulah. Soalnya keluarga Sau tidak mau melupakan sumbernya, setiap turunan. baik Lam-han maupun Pak-cay sedikitnya ada seorang anak keluarga langsung yang menjadi murid Bu-tong-pay, meski tidak langsung belajar silat dengan Suhu Bu-tong-pay itu, tapi resminya diakui sebagai murid Bu-tong. Salama tiga angkatan Lam-han dan Pak-cay hanya mempunyai keturunan tunggal, tiap2 turunan hanya melahirkan satu anak Seperti Suhu sendinri beliau adalah murid gurunya Tong-thian Totiang, ketua Bu-tong sekarang, begitu pula Sau-supek dari Pak-cay. Jadi sebenarnya antara Sau-supek dan Suhu selain menjabat ketua Pak-cay dan Lam-han, resminya merekapun seperguruan. Angkatan terakhir, karena Sau-supek tidak punyai anak lelaki, maka Pak-cay tiada orang yang menjadi murid Bu-tong, Suhu waktu itu juga tidak punya anak, yang ada cuma saak angkat, yakni Toa-suko kita, maka Toa-suko lantas dijadikan murid Butong atas nama Lam-han, dia mengangkat Tong-thian Totiang sebagai guru. Tatkala mana usia Toa-suko baru enam tahun, anak kecil dengan sendirinya tak dapat bergaul dengan orang dewasa, Suhengnya adalah murid kesayangan Tong-thian Totiang, bergelar Cui-hun. Sejak Toa-suko masuk perguruan. Cui-hun sering datang ke Soh-hok-han untuk menjenguk Sutenya, maka dalam waktu singkat ia pun bersahabat denganku, Dasarnya memang akan timbul perkara, pada musim dingin itupun Cui-hun masuk ke rumah mandi itu dan memergoki diriku. Tak kusangka Cuihun juga langganan dan juga mempunyai hobi mandi. Jika sebelumnya kutahu dia juga suka mandi disitu, matipun aKu tidak mau datang ke sana. Sesudah berada di kolam mandi, dengan sendirinya tulisan di dadaku dilihat oleh Cui-hun, dia menjadi heran dan bertanya padaku, apa artinya tulisan itu, Ia bertanya pula Siang liu-kiam-hoat itu ilmu pedang dari aliran mana" Dia tahu Lam-han tidak ada ilmu pedang yang bernama begitu, maka aku pun tak dapat mendustai dia, terpaksa kujawab secara samar2 bahwa itulah ilmu pedang aliran lain. - Dengan ragu ia bertanya pula: 'Apakah kau sendiri yang membuat ketujuh huruf di dadaku ini"' - Kubenarkan secara samar2. Dia lantas menggeleng dan berkata: 'Ah, mana mungkin. Lam-han dan Pak-cay terkenal dengan ilmu pedangnya, masa kau malah menyebut ilmu pedang aliran lain nomor satu di dunia”

Memangnya tiada ilmu pedang lain yang melebihinya"“

- Kutahu wataknya yang suka menang, kujawab di atas orang pandai masih ada yang lebih pandai, - 'Setahuku, pada saat ini tiada ilmu pedang lain yang lebih unggul.

Bagaimana dengan Liang-gi-kiam hoat perguruan kami"“

tanyanya. - Sebenarnya Liang-gi-kiam-hoat Bu-tong-pay terkenal sebagai ilmu pedang tiada tandingan, tapi ilmu pedang itu harus dimainKan dua orang ber-sama2 dengan tepat, sedikit keliru saja berarti memberi peluang bagi musuh untuk membobolnya. Sebab itulah meski nama Liang-gi-kiam-host sangat besar, namun tidak mendapat perhatian orang persilatan. Aku tidak pernah melihat permainan Liang- gi-kiam-hoat, tapi kupikir kalau Siang-liu-kiam-hoat ciptaan Supek itu. berasal dari Liang-gi-kiam-hoat, konon menghapus kekurangan pada Liang-gi-kiam-hoat dan menambahkan keunggulan ilmu pedang Pak-cay sendiri, dengan sendirinya Siang-liu-kiam-hoat lebih lihay daripada Liang-gi-kiam-hoat, ditambah lagi aku sendiri memang menyaksikan kelihayannya, sejauh itu sangat kukagumi, maka tanpa pikir kujawab: 'Ya, Liang-gi-kiam-hoat tidak dapat menandingi Siang-liu-kiam-hoat.”

- Dengan sendirinya Cui-hun tidak terima, ia mendamperat: 'Ah, omong kosong!' - Segera ia merasa ucapannya itu kurang sopan. cepat ia minta maaf padaku, persahabatan kami cukup karib, aku tidak mempersoalkan ucapannya itu, kutarik dia terjun ke kolam dan berendam bersama. Mungkin makin dipikir dia semakin penasaran oleh ucapanku yang menyatakan Lianggi-kiam-hoat tak dapat menandingi Siang-liu-kiam-hoat itu, maka tidak lama kemudian ia memegang bahuku dan berkata pula: 'Lo-kiat, aku tetap tidak percaya' - 'Tidak percaya juga tidak soal!' kataku dengan agak mendongkol. - Dia juga tidak ngotot lagi, sebaliknya malah memohon padaku: Lo-kiat, mungkin ucapanmu memang benar.

Dapatkah kau beritahukan padaku ilmu pedang aliran manakah Siang-liu-kiam-hoat itu"' - Aku tak dapat menjawab, terpaksa aku pura2 kheki padanya dan menjawab ketus: 'Tidak tahu"' - Segera ia berganti siasat, dengan cengar-cengir ia membujuk: 'Lo-kiat jangan marah padaku, jika salah, biarlah kuminta maaf. Persahabatan kita sudah sekian lamanya, masa hanya urusan sekecii ini kau marah padaku”

- Aku tetap bersungut dan tidak menggubrisnya. Dia tetap melanjutkan siasatnya dengan cengar- cengir, bilamana rasa dongkolku sudah hilang. tahu-tahu dia ulangi lagi pertanynannya: - 'Sesungguhnya Siang-liu-kiam-hoat itu ilmu pedang aliran mana"' - Karena pertanyaan yang tidak habis2 itu, aku tambah dongkol. dengan ketus kukatakan, 'Bicara terus terang, tidak ingin kuberitahukan padamu Nah, jelas"' - Agaknya harga dirinya juga merasa tersinggung, ia termenung sampai lama. Diam2 aku menyesal mengingat persahabatan kami yang karib, aku lantas berkata pula: 'Sesungguhnya bukannya aku tidak mau memberitahukan padamu, aku cuma kuatir kau penasaran dan mencari tokoh Siang-liu-kiam itu untuk bertanding, jika sampai terjadi demikian, bukankah aku yang membikin celaka padamu malah"' - Mendadak ia meloncat keluar kolam dan menuding diriku dengan marah: 'Lo-kiat, kau terlalu memandang rendah diriku, jangankan di dunia persilatan memang tiada ilmu pedang Siang-liu-kiam- hoat segala, sekalipun ada juga tiada artinya bagiku!' - Habis berkata ia terus tinggal pergi dengan gusar.

- Kusangka persahatan kami telah berakhir, sampai esoknya ketika kumandi lagi di tempat itu hatiku masih kesal. Diluar dugaan, iapun giat, kembali ia muncul lagi dirumah mandi itu. Mula2 kami berlagak tidak kenal lagi, tapi akhirnya dia mendekati aku pula. Karena itu kembali kami mengobrol dengan asiknya seperti tidak pernah terjadi apapun. Tak terduga, dia tetap tidak melupakan soa| Liang-gi-kiam-hoat tak dapat menandingi Siang-liu-kiam-hoat itu, begitu ada kesempatan, kembali ia bertanya: 'Lo-kiat, apakah benar2 ada sesuatu aliran yang mahir Siang-liu-kiam"“

- Kupikir bila kujawab ada, tentu dia akan mendesak dan bertanya aliran mana. Jika kukatakan tidak ada, rasa hatiku tidak enak, sebab sikapnya bcgitu simpatik, begitu serius, jika aku tidak bicara sejujurnya. rasanya tidak tega. Selagi aku ragu2, kembali dia berkata pula: 'Kupercaya jawabanmu tidak tahu kemarin itu memang betul, sebab kalau di dunia persilatan benar ada suatu aliran yang mahir Siang-liu-kiam, mengingat hubungan baik kita ini, tidak nanti kau tolak pertanyaanku. kuyakin apa yang disebut Siang-liu-kiam nomor satu di dunia itu hanya karanganmu sendiri, betul tidak"' - Dasar aku memang tidak biasa berdusta, akupun tidak dapat mengaku bahwa hal itu adalah karanganku sendiri, maka sambil menggeleng kujawab: 'Siang-liu-kiam nomor satu di dunia memang terjadi benar2, tulisan di dadaku inipun bukan omong kosong!' - Seketika air mukanya berubah guram, ucapnya: 'Jika demikian, jadi Liang-gi-kiam tak dapat menandingi Siangliu-kiam juga benar"' - Aku mengangguk, seperti memohon aku menjawab: 'Cuihun Toheng, sebaiknya janganlah kita membicarakan urusan ini.' - Dia menukas: 'Tidak membicarakan urusan ini juga boleh, cuma sedikitnya harus kau katakan padaku Siang-liu-kiam itu ilmu pedang aliran imana" Jika tidak kau katakan, betapa pun aku tidak percaya adanya kenyataan Siang-liukiam nomor satu di dunia itu!' - Dengan mendongkol kukatakan padanya: 'Lebih baik kau tidak percaya saja!' - Sekali ini aku berlagak kheki dan tinggal pergi agar dia tidak rewel lagi. Besoknya aku mencari rumah mandi yang lain agar tidak bertemu lagi dengan dia. Siapa duga, dia seperti sengaja menguntit diriku, tahu2 ia muncul disana.

Dan mulai melancarkan siasat baru dengan minta maaf dan main bujuk. Setelah hubungan pulih kembali, lagi2 dia mengajukan pertanyaan yang sama padaku. - Nyata Cui-hun ini benar2 orang yang berkepala batu, ber-ulang2 cekcok, ber-ulang2 dia membaiki diriku lagi, kemudian mengajukan pertanyaan yang sama pula.

Akibatnya aku menjadi kewalahan, terus terang kukatakan padanya: 'Coba kau pikir, bila Sam-ki melawan It-ki (satu lawan tiga) dan ternyata It-ki itu tidak kalah, bukankah ilmu pedang yang dimainkannya terhitung nomor satu di dunia"“

- Dia tercengang mendengar keteranganku, tanyanya: 'Masa betul terjadi begitu"' - Kujawab: 'Jika aku tidaak menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri masa kuberani menyatakan Liang-gi-kiam tidak dapat menandingi Siang-liu-kiam"“

-Seperti sudah kuduga, dia tentu tidak berhenti sampai di situ saja dan pasti akan bertanya lebih lanjut, segera ia bertanya pula: 'Siapakah gerangan It-ki yang kau maksudkan itu"“

- Kuminta dia bersumpah tidak boleh menyiarkan ceritaku, dia menurut dan bersumpah, lalu kuberitahu: 'Ialah Leng-hiang caycu dari Pak-cay!' - Dia menegas pula: 'Sebab apa Sam-ki yang lain menempur Leng-hiang-caycu seorang"' - Aku ingin menutupi hal yang sebetulnva, maka secara ringkas kuceritakan bahwa semula Su-ki hanya tukar pikiran mengenai ilmu silat masing2. lalu saling menjajal.

tapi akhirnya satu-lawan-satu tiada yang mampu menandingi Leng-hiang caycu, Ji-ki juga tidak dapat melawannya, dengan sendirinya Sam-ki lantas maju sekaligus, hal ini cukup masuk di akal, kenapa nesti bertanya pula.' - Tapi dia masih penasaran dan bertanya bagaimana lanjutannya" Karena ber-turut2 bertanya bagaimana selanjutnya, akhirnya hampir seluruh kejadian kuceritakan sehingga apa yang diketahuinya se-olah2 dia juga ikut menyaksikan sendiri,”

"Pantas Ji-suko bilang urusan bisa celaka jika lebih dari seorang melihat tulisan di dadamu, se-orang saja tak dapat kau tolak, bila beberapa orang, mungkin setiap saat mereka akan merecoki kau dan mau-tak-mau harus kau ceritakan kepada mereka peristiwa seluruhnya," kata Peng-say dengan tertawa.

"Ya, makanya setelah kejadian itu, sedapatnya tulisan di dadaku ini kututup rapat2, sekalipun masuk ke rumah mandi juga kupakai baju dalam," kata Lo kiat.

"Tapi kalau ditanya orang mengapa mandi dengan berbaju, cara bagaimana Ji-suko mentawabnya?" tanya Peng-say dengan tertawa.

"Kepada orang yang baru kenal kujaWab dengan ketus bahwa aku suka mandi cara begitu, peduli apa dengan kau.

Dan kepada kenalan lama yang bertanya, kubilang memang demikianlah kebiasaanku mandi dengan berbaju dalam, hendaklah dia jangan heran.”

Peng-say jadi geli dan tertawa ter-pingkal2.

Lo-kiat membiarkan anak muda itu tertawa sepuasnya, ia merasa sejak meninggalnya Cin Yak-leng baru sekarang dia tertawa gembira.

Sesudah kenyang tertawa, kemudian Peng-say bertanya: "Sebabnya Jisuko bilang menyesal telah menceritakan peristiwa di Ki-lian-san itu kepada Cui-bun Suheng, apakah lantaran dia tidak mentaati sumpahnya dan membocorkan kejadian itu kepada pihak ketiga?”

Lo-kiat menggeleng. katanya: "Bukan, Cui-bun memang berhati tamak, meski bukan seorang Cut- keh-leng yang bermoral tinggi, tapi dalam hal sumpah dia dapat mematuhinya, setahuku. dia tidak membocorkan rahasia tersebut.”

Peng-say menjadi heran, katanya: "Kalau begitu mana mungkin tersiar berita tentang Siang-liu-kiam nomor satu di dunia?”

"Berita itu memang bocor dari mulut Cui-hun sekalipun dia tidak menyiarkan kejadian seluruhnya," kata Lo-kiat.

"Begini kejadiannya, setelah kuberitahu apa yang terjadi di Ki-lian-san itu, hari ke-tiga dia datang lagi mencariku di Soh-kok-han dan mengajak pergi mencari Sau-susiok.

Karena resminya guru Cui-hun masih pernah Suhengnya Sau-supek dan Suhu kita, maka Cui-hun menyebut Sausupek sebagai Susiok. Kulihat dandanan Cui-hun memang ada maksud menempuh perjalanan jauh untuk mencari Sausupek. maka kutanya untuk apa dia ingin mencarinya”

- Cui-hun menjawab: 'Sau-susiok terluka parah, dia tentu memerlukan orang melayani dia. Setelah kita temukan dia, bolehlah kita menyembuhkan ia sekedar memenuhi kewajiban kita seperti Sutit (mu- rid kemenakan)., - Karena alasannya memang kuat. mau-tak-mau kubenarkan. Dengan tertawa Cui-hun lantas berkata pula: 'Jika begitu, hayolah kita berangkat!”

_ Aku menggoyang tangan dan menjawab:'Tidak, aku tidak berani, bila melihat diriku, bisa jadi Supek akan membunuhku!' - Kata Cui-hun: 'Ah, omong kosong, gurumu kan tidak berselisih apapun dengan dia, masa dia membunuh orang sesukanya" Pula sifat Sau-susiok terkenal ramah-tamah, tidak nanti dia membenci gurumu hanya karena sedikit persoal-an itu. Hayolah berangkat, bila kau tidak ikut, sukar bagiku menemukan beliau.”

- Tapi apapun aku tidak mau, bila terbayang betapa murka Supek sesudah terluka, jika teringat pedang kilatnya yang sukar dibayangkan itu, aku menjadi ngeri dan tidak berani ikut pergi. Dengan mendongkol Cui-hun lantas berkata: 'Kau tidak mau ikut, kelak bila kudapatkan keuntungannya jangan kau menyesal “

- 'Mendapat keuntungan apa"' tanyaku heran. - Dengan tertawa Cui-hun menjawab: 'Kau tahu Sau-susiok tidak puaya anak, meski ilmu sakti keluarga Sau itu hanya diturunkan kepada anak tidak kepada murid. tapi kalau tidak punya anak, kepada siapa akan dia turunkan ilmunya”

Pada umumnya setiap tokoh persilatan tentu tidak rela hasil ciptaannya ikut terkubur dengan kematiannya, jika kita melayani dia pada waktu dia ada kesukaran, mungkin dia menjadi senang dan bisa jadi akan mengajarkan Siang-liukiam-hoat kepada kita.”

- Dalam hati kutertawai jalan pikiran Cui-hun yang kekanak2an itu, kataku: 'Bila ada keuntungannya biarlah kau ambii sendiri saja, aku tidak berminat dan tidak mau ikut.

Kan tidak sulit jika kau ingin mencari Sau-supek, pergilah Ke Ngo-tay-san saja, buat apa mengajak diriku"“

-Dengan suara keheranan Cui-hun berkata; 'Masa kau tidak tahu bahwa sampai saat ini Sau-susiok belum pernah pulang ke Leng-hiang-cay"“

- Tergerak pikiranku, segera kubayangkan tentu Supek sudah meninggal, aku lantas bertanya: 'Dari siapa kau dengar kabar ini"“

- Cui-hun menjawab: 'Karena Sau-susiok belum juga pulang, bibi Sau pernah mencarinya ke Ki-lian-san dan tiada hasilnya, lalu anak murid Bu-tong kami diminta bantuannya agar ikut mencari. Berita ini kuperoleh dari anak murid Bu-tong kami, kabarnya bibi Sau hendak datang ke Huiciu sini untuk tanya apa yang terjadi dalam pertemuan Ki-lian-san itu.”

- Kupikir hal ini tentu juga diketahui Suhu mungkin kuatir aku memperlihatkan sesuatu tanda yang mencurigakan, maka Suhu tidak bilang padaku dan waktu Sau-pekbo datang juga tidak mempertemukan diriku kepadanya. Hanya begini dugaanku kemudian waktu bibi datang betul, Suhu telah menugaskanku keluar sehingga aku benar2 tidak sempat bertemu dengan bibi.

- Maka kujawab: 'bila Supek tidak pulang ke Leng-hiangcay kan sulit lagi mencarinya, mungkin Supek hanya terluka parah dan tidak meninggal, jika kau ingin belajar Siang-liu-kiam-hoat padanya, bolehlah kau mencarinya sendiri. Meski dunia ini sangat luas, tapi asalkan punya cita2, akhirnya pasti akan tercapai, Betul tidak"“

- Dia tahu aku menyindirnya, tapi dia tidak patah semangat. sebaliknya menyatakan dengan tegas: 'Tidak sulit untuk menemukan Sau-susiok, dia pasti berada disekitar Kilian-san!”

- kutanya apa dasarnya" Dia menjawab: "Menurut ceritamu, luka Sau-susiok sangat parah dan tidak pulang ke Leng hiang-cay, ini membuktikan dia tak dapat berjalan jauh, dan pasti masih tinggal disekitar Ki-lian-san”

- Kubilang alasannya itu cukup berdasar, tapi kutanya pula kalau betul Sau-supek masih di Ki-lian-san, mengapa bibi tidak dapat menemukannya. Tapi dia juga mempunyai dasar analisanya sendiri, ia bilang bibi Sau tidak mengetahui tempat di mana Su-ki bertemu, padahal luas Kilian-san be-ribu2 li, dengan sendirinya sukar dicari.

sedangkan aku tahu persis tempat pertemuan itu. maka aku diajak mencarinya mulai dari tempat pertemuan itu terus menjalar ke tempat seputarnya, hasilnya pasti akan memuaskan. Apa lagi bibi Sau tidak tahu apa yang terjadi dalam pertemuan Ki-lian-san itu, dia hanya ingin mencari suami, setelah gagal dia lantas turun gunung lagi. Berbeda dengan kita, kalau kita mencari dengan sungguh2 pasti akan dapat menemukannya.

- Begitulah dia masih terus memohon dengan sangat agar aku membawanya ke Ki-lian-san dan aku tetap menolak, jengekku: 'Nyata maksud tujuanmu tidak suci, jangankan aku tidak berani kesana, andaikan berani juga takkan kubawa kau kesana!”

- Dari malu dia menjadi gusar, ucapnya dengan mendongkol 'Baik, jika kau tidak mau pergi, akan kuajak belasan sahabatku yang lain, orang banyak tentu juga mudah menemukannya.”

- Dari ucapannya itu kurasakan sebagai ancaman, dia seolah2 hendak menyatakan bila aku tidak mau pergi, dia akan memberitahukan kejadian di Ki-lian-san kepada kawannya agar ikut pergi mencari Supek. Aku terkesiap, dengan gusar kubentak dia: 'Jadi kau hendak mengingkari sumpahmu"“

- Dia mendengus dan tidak menjawab. Dengan gusar kuperingatkan dia: 'Jika kau bertindak demikian dan merusak nama baik guruku, jangankan guruku tidak bakalan mengampuni kau, sekarang juga aku Kiau Lo-kiat bisa membinasakan kau untuk menghapus saksi hidup!”

- Dia menyadari bukan tandinganku, maka tidak berani lagi mengancam, katanya: 'Lo kiat, kita bukan teman baru, kau cukup kenal pribadiku, masa aku ini manusia rendah yang suka melanggar sumpah sendiri”

- Melihat cara bicaranya yang tegas dan simpatik aku menjadi menyesal atas ucapan aku sendiri. kataku dengan gegetun: 'Cui-hun, aku salah omong, kau pasti bukan manusia begitu, kita adalah sahabat karib dapatlah kau terima nasihatku" Ingatlah, ketamakan seorang seringkali mendatangkan malapetaka, hendaklah dicamkan!”

- Tapi dia tidak mau terima nasihatku katanya; 'Aku sudah bertekad akan mencarinya, jangan kuatirnya pasti takkan terjadi apa2. Kepergianku ini hanya akan menolong Susiok, masa bakal tertimpa malapetaka apa segala"“

- Dia tidak mengakui ketamakannya, maka akupun tidak mencegah lebih lanjut, kutanya: 'Kau benar2 akan mengajak ber-puluh orang kawanmu kesana"“

- Dia menjawab: 'Kau tidak mau ikut, terpaksa kukerahkan orang sebanyak2nya dan tiada jalan lain.' - Aku bertanya pula: Tanpa mendapat keuntungan, apa kawan2mu itu mau ikut mencari tanpa tujuan"' - Kukuatir dia melanggar sumpah, maka kuingin tahu cara bagaimana dia membujuk kawannya agar membantunya mencari.

- Maka dia menerangkan: 'Aku cuma mengatakan di Kilian-san ada kitab pusaka Siang-liu-kiam-hoat yang nomor satu di dunia, maka mereka lantas tertarik. Tentunya kau tahu, ucapan aku si Cui-hun Tojin kan cukup berbobot diantara teman2 sendiri, tidak perlu kupropagandakan lagi mereka pun percaya penuh adanya Siang-liu-kiam-hoat nomor satu di dunia Nah, kan beres segala urusannya!”

- Dia adalah murid kesayangan Tong-thian Supek, murid tertua Ciangbunjin Bu-tong sekarang, kelak dia yang akan mewarisi jabatan ketua itu, dengan sendirinya ucapannya cukup berbobot dan dipercaya. Maka akupun tidak kuatir lagi dia akan melanggar sumpahnya. Hanya pada waktu dia akan berangkat, pada kesempatan terakhir masih kunasihati dia agar jangan buang2 tenaga dan pikiran percuma, kataku: 'Besar kemungkinan Supek sudah meninggal, apa gunanya andaikan kau dapat menemukan jenasahnya"“

- Dia tertawa dan berkata: 'Kalau kudapat mengubur jenazah kaum Cianpwe, kan juga perbuatan baik" Selain itu, jelas aku takkan sia2. umpama Sau-susiok sudah meninggal, dari jenazahnya kan dapat kutemukan Siang-liu-kiam-boh!”

- Aku menjadi gusar dan mendamperat perbuatan bajik apa, tujuanmu tidak baik, kau berani menggeledah jenazah Sau-susiok. dosamu akan mendapat ganjaran setimpal.”

- Cui-hun hanya tertawa dan menjawab: 'Bertujuan tidak baik bagaimana”

Kan justeru aku yang akan mengembangkan ilmu pedang ciptaannya, bilamana Susiok tahu di alam baka, dia tentu akan terhibur dan bergembira.”

- Aku menggeleng, terpaksa berkata: Baiklah. terserah padamu. Semoga kau dapat menemukan Sau-susiok yang masih hidup dan layani dia dengan baik agar beliau mengajarkan Siang-liu-kiam padamu. Cuma jangan kau terburu napsu sehingga diketahui Supek bahwa kedatanganmu itu hanya hendak mengincar ilmu silatnya, jika demikian jadinya, hm. biar kau rasakan betapa lihaynya Siang-liu-kiam.”

- Dia ter-bahak2. katanya; 'Jangan kuatir biar kulayani dia sepuluh atau dua puluh tahun juga takkan terjadi apa2 “

- Ketika hampir berpisah, dengan kuatir kutanya pula: 'Kawanmu yang akan kau ajak turut serta itu apakah dapat dipercaya"“

- Dengan penuh keyakinan dia berkata: 'Mereka juga sahabat karibku, tiada ubahnya seperti dirimu,”

- Aku menggeleng dan berkala pula: 'Manusia mati karena harta, burung mati karena pangan. Di mata orang persilatan seperti kita ini, ilmu sakti jauh lebih berharga daripada harta benda apapun, hendaklah kau waspada terhadap hati orang yang mudah berubah.”

- Dia tertawa dan tidak mengacuhkan pesanku itu dan berangkat dengan penuh keyakinan, tapi sejak itu dia tidak pernah kembali, seperti halnya Supek, laksana batu tenggelam dilautan “

Sesudah merandek sejenak, kemudian Lo-kiat menyambung pula dengan gegetun: "Yang menghilang bersama dia seluruhnya ada belasan anak murid perguruan ternama, ada juga satu-dua diantaranya yang tidak punya reputasi baik didunia Kangouw, mungkin Cui-hun hanya pikir mereka adalah sahabat karibnya dan tidak pedulikan bagaimana nama baik mereka. Belasan anak murid perguruan ternama itu bersama Cui-hun lantas menghilang sejak musim dingin itu, tapi melalui mulut mereka di dunia Kangouw lantas tersiar semboyan 'Siang-liu-kiam nomor satu di dunia', maka ber-bondong2 orang sama berusaha mencari, tapi siapa pun tidak tahu mencarinya di Ki-lian-san, mungkin belasan teman Cui-hun itu waktu berangkat hanya pamit kepada sanak keluarganya akan pergi mencari Siang-liu-kiam-boh, tapi tiada seorangpun yang mengatakan tempat yang akan mereka datangi, rupanya mereka pun kuatir orang lain akan menguntit mereka sehingga terjadi perebutan cari pusaka. Hilangnya Cui-hun juga menggemparkan Bu-tong-pay, Tong-thian Supek juga memerintahkan anak muridnya mencarinya. tapi tidak berhasil. Waktu Cui-hun berangkat, kepada gurunya dia hanya pamit akan berkelana di dunia Kangouw, maka Tong-thian Supek mengira murid kesayangannya itu mungkin terbunuh oleh musuh ketika mengembara.

Akupun berpendapat tiada harapan hidup bagi Cui-hun.

menurut perkiraanku, dia dan belasan temannya itu telah mengalami dua kemungkinan. Pertama, mereka berhasil menemukan jenazah Supek dan menemukan Siang-liukiam-boh. tapi lantaran masing2 sama mau memilikinya sendiri, akhirnya terjadi pertempuran diantara mereka sendiri dan semuanya gugur.

- Kemungkinan lain adalah mereka berhasil menemukan Supek yang masih hidup, Supek terluka parah, mungkin sukar terhindar dari cacat badan, lalu Cui-hun pura2 melayani beliau dengan harapan Supek akan menyerahkan Siang-liu-kiam-boh padanya. Dia sabar menunggu, tapi kawannya yang tidak sabar, mungkin mereka mengira Supek sudah cacat dan tidak perlu ditakuti lagi. maka Cui-hun dibujuk agar ber-sama2 memaksa Supek menyerahkan Siang-liu-kiam-boh. Mereka tidak tahu terluka parah Supek masih sanggup memainkan ilmu pedangnya yang sakti dan menulis didadaku, biarpun sudah cacat. hanya beberapa kaum muda masa terpandang olehnya" Jadi kemungkinan kedua itu adalah Cui-hun dan belasan kawannya itu telah dibunuh seluruhnya oleh Supek. Bisa jadi pula Cui-hun berhati jujur dan berbuat luhur, ia tidak mau dihasut oleh kawan2nya.dan tetap membela Supek, akhirnya dia gugur bersama musuh. Bilamana demikian kematiannya masih cukup berharga dan kudu dipuji.

- Cuma, betapapun caranya dia mati, semua itu adalah gara2ku, aku menyesal telah menceritakan kejadian di Kilian-san itu, apabila aku berkeras tidak bicara, tidak nanti timbul keserakahannya akan memiliki ilmu pedang nomor satu di dunia itu. Maka aku bersumpah takkan bicara lagi kepada orang kedua, biarpun orang itu adalah sahabatku yang paling karib. Tapi kau berbeda dengan orang lain, apa yang terjadi itu adalah urusan keluarga Sau kalian, kau harus diberitahu. Pula kau memang sudah memiliki setengah bagian Siang-liu-kiam-hoat, aku harus lebih menjelaskan padamu bahwa Siang-liu-kiam memang benar2 ilmu pedang nomor satu di dunia. Harus kudorong kau, kurangsang kau, supaya timbul hasratmu untuk mencari lagi setengah bagian yang lain dari pada ilmu pedang itu.”

Biarpun didorong dan dirangsang, tampaknya tiada gunanya sama sekali, sebab Sau Peng-say tidak menanggapi ucapan Kiau Lo-kiat itu dan bicara tentang setengah bagian Siang-liu-kiam-hoat yang lain, tapi ia malah bertanva: "Setelah berita Sang-liu-kiam-hoat nomor satu di dunia itu tersiar luas dan didengar ayan, apakah beliau tidak mengusut darimana timbulnya isyu itu?”

"Tidak," jawab Lo-kiat. "Mungkin Suhu kira murid Pak-cay hendak mengangkat tinggi nama baik Pak-cay dan sengaja menyebarkan semboyan tersebut. Sama sekali beliau tidak menyangka bahwa berita itu berasal dari Cuihun setelah dia melihat tulisan didadaku. Mengenai hilangnya Cui-hun, hal ini tidak kulaporkan kepada Suhu, lebih2 tidak berani kuberitahukan kepada Tong-thian Supek, Kukuatir, bilamana kukatakan kepada Tong-thian Supek, jangan2 beliau tak dapat memaklumi duduknya perkara, tentu aku akan didamperat dan dihukum oleh Suhu. Sebab itulah, sampai saat ini kecuali kepadamu, tidak pernah lagi kukatakan kepada orang kedua.”

"Jika demikian, jadi tetap tiada orang tahu darimana awal-mulanya berita tentang Siang-liu-kiam nomor satu di dunia itu?”

Lo-kiat menggangguk, katanya: "Ya, tak mungkin ada orang tahu, kalau tidak. dengan hilangnya Cui-hun tentu tidak sukar. bagi anak murid Bu-tong untuk menyelidkinya, padahal Tong-thian Supek sampai saat ini belum tahu lagi sebab apa murid kesayangannya itu hilang tanpa bekas, hal ini membuktikan kepergian Cui-hun bersama belasan kawannya itu benar2 dirahasiakan, yang diberitahu hanya sanak-keluarganya bahwa mereka pergi mencari Siang-liukiam-hoat yang nomor satu di dunia, kemudian hanya berita ini saja yang tersiar melalui mulut anggota keluarg mereka itu. Hendaklah maklum bahwa sahabat2 Cui-hun yang ikut hilang itu semuanya adalah tokoh ternama dan berkedudukan di dunia persilatan, berita yang tersiar dari anggota keluarga mereka itu meski tanpa bukti mereka cukup untuk dipercaya oleh orang Bu-lim. Sebab itulah orang2 lantas ikut mencarinya secara membabi-buta, seketika dunia persilatan menjadi gempar, sampai sekarang sudah likuran tahun, tapi banyak yang belum lupa pada Siang-liu-kiam-hoat yang nomor satu di dunia dan diam2 masih berusaha mencarinya.”

"Ji-suko, diantara tokoh2 yang ikut hilang bersama Cui-hun itu apakah juga terdapat kenalanmu?" tanya Peng-say.

"Sahabat Cui-hun itu kebanyakan memang kukenal.

delapan diantara 12 orang yang ikut hilang itu kukenal, keempat orang lainnya tidak kukenal, tapi kemudian akupun tahu siapa mereka itu,”

"Adakah diantaranya termasuk guruku, Tio Tay-peng?”

tanya Peng-say pula, Lo-kiat mengeleng, jawabnya: "Tidak ada, makanya begitu mendengar nama gurumu, seketika aku sangat heran, sama sekali tiada maksudku memandang rendah gurumu.

Sebab kupikir bilamana gurumu mendapatkan setengah bagian Siang-liu-kiam-boh, seharusnys dia adalah satu diantara ke- 12 orang yang ikut hilang bersama Cui-hun itu, kalau tidak, manabisa dia pergi ke Ki-lian-san dan menamukan setengah jilid Siang-liu-kiam-boh itu" Mengenai gurunya Soat Koh, kan kita tidak tahu namanya.

maka menurut perkiraanku, jika dia bukan Cui-hun sendiri pasti satu diantara ke-12 kawannya itu.”

"Tapi guru Soat Koh adalah seorang perempuan setengah baya dan berlengan satu," tutur Peng-say.

"Perempuan" Wah, kalau begitu urusan ini jadi tambah aneh!”

"Anakah diantara ke-12 orang yang hilang itu tiada terdapat orang perempuan?”

"Ya," jawab Lo-kiat sambil mengangguk. "Sungguh aneh. siapa pula gerangannya?”

"Ji-suko," kata Peng-say, "coba, apakah kau kira dugaan ibu Kim-leng betul atau tidak" Menurut ibunya, belasan orang yang hilang itu telah mengerubut dan membunuh Toapek dan merampas kitab ilmu pedangnya, tapi mendadak muncul pula seorang yang lebih lihay, Kiam-boh direbut dan orang2 itupun dibunuhnya, sebab itulah tiada seorang pun yang pulang dengan hidup. Lantaran orang yang membunuh mereka itu tidak termasuk diantara rombongan Cui-hun, maka betapapun bibi menyelidikinya tetap tak dapat mengetahui siapakah dia.”

Lo-kiat menggeleng, katanya: "Perkiraan bibi itu kukira tidak sesuai dengan keadaannya, sebab kepergian Cui-hun dan rombongannya itu sangat dirahasiakan, tidak nanti ada orang menguntit dan mencegat mereka untuk merampas Siang-liu-kiam-boh yang berhasil mereka temukan itu Jika kepergok secara kebetulan, darimana pula diketahui mereka memegang kitab pusaka itu?”

"Tapi menurut penuturan Kim-leng, bibi memperkirakan orang yang muncul mendadak itu pun ikut bantu belasan orang yang hilang itu mengerubuti Toapek Jika betul terjadi demikian, dengan sendirinya orang itu akan mendapatkan manfaatnya, maka dia mau membantu mereka.”

"Cap-itsute, menurut pendapatmu, bagaimana ilmu silat gurumu?" tanya Lo-kiat.

"Lima tahun kubelajar ikut guruku, selama itu guruku hanya mengajarkan setengah bagian Siang-liu-kiam-hoat, ilmu silat lainnya tiada yang diajarkan padaku. Pernah kutanya kepada beliau mengapa tidak mengajarkan Lwekang atau Kongfu lain, tapi beliau menjawab, selain Coh-pi-kiam-hoat ini, Kungfu lain Suhu tidak berani mengajarkan padaku.”

Lo-kiat meng-angguk2, katanya: "Ya, tampaknya gurumu memang cukup tahu diri, jelas lantaran ilmu silatnya yang lain tidak tinggi, makanya bilang tidak berani diajarkan padamu Jika demikian, jelaslah gurumu bukanlah tokoh persilatan kelas tinggi. Coba pikir, mungkinkah terjadi Cui-hun dan kawan2nya meminta bantuan gurumu agar ber-sama2 membunuh Supek" Tidak, pasti tidak mungkin, Cui-hun dan kawan2nya pasti tidak suka usaha mereka dimasuki orang luar. Gurumu juga tidak mungkin sekaligus membunuh Cui-hun dan kawan2nya, biarpun dibantu guru Soat Koh juga tidak mungkin terjadi.

Berdasarkan ini kubilang perkiraan bibi itu pasti keliru, malahan berani kukatakan salah seorang Su-ki juga tidak mampu membunuh Cui-hun dan kawas2nya sekaligus serta merampas Siang-liu-kiam-boh dari tangan mereka.”

Walaupun sikap dan ucapan Kiau Lo-kiat tiada tanda2 menghina Tio Tay-peng, tapi jelas sangat merendahkan ilmu silat Tio Tay-peng, hal ini membuat Peng-say rada kurang senang, ia berkata: "Tapi kenyataannya guruku dan guru Soat Koh masing2 mendapatkan setengah bagian Siang-liu-kiam-boh.”

Ucapannya ini se-olah2 hendak membantah uraian Kiau Lo-kiat tadi dan ingin bertanya pula cara bagaimana Ji-suko itu akan memberi alasannya, Sudah tentu Peng-say tidak mengharapkan gurunya adalah si pembunuhnya, tapi kini demi kehormatan sang guru, ia malah berharap Kiau Lo-kiat akan menyatakan besar kemungkinan gurunya yang membunuh Cui-hun dan rombongannya. Lo-kiat tidak dapat menyelami jalan pikiran Sau Pengsay sebagai murid orang, dia hanya menggeleng dan berkata; "Ya, memang hal ini membuat bingung juga padaku. Jika gurumu ada kemungkinan membunuh Cuihun dan rombongannya, namun hal ini mana mungkin, manabisa jadi?”

Peng-say tambah mendongkol karena Lo-kiat tidak menghormati Kungfu Tio Tay-peng, tanpa pikir ia berseru: "Tapi ilmu silat lain guruku juga belum tentu di bawah Su-ki.”

Lo-kiat memandang Peng-say sekejap, melihat wajah anak muda itu merah padam, ia tahu Sutenya ini rada emosi, cepat ia berkata: "Jika demikian halnya, tentu besar kemungkinan gurumu mampu membunuh mereka.”

Tapi nadanya kurang meyakinkan, hal ini terdengar dengan jelas. Tentu saja Peng-say tambah kheki, katanya: "Ji-suko tentu mencemoohkan diriku, apabila kepandaian guruku memang hebat, mengapa tidak diajarkan padaku, begitu bukan?" "Cap-itsute," kata Lo-kiat dengan sungguh2, "antara kita sebaiknya jangan sampai cekcok hanya karena soal sepele ini. Memangnya kau merasa kepandaian gurumu yang lain ada kemungkinan di atas Su-ki" Ingat, kita sekarang sedang menyelidiki kejadian yang sebenarnya. Seyogianya kau mesti bantu gurumu melepaskan diri dari tuduhan sebagai pembunuh Toapekmu. Memangnya kau malah berharap gurumu adalah seorang pembunuh yang kejam?”

Ucapan ini seperti kemplengan keras yang tepat mengenai kepala Peng-say, anak muda itu terkesiap dan berkeringat dingin, cepat2 ia menggeleng dan berkata: "Sudah tentu tidak, Ji-suko, tidak nanti kuharapkan begitu.

Memang aku yang salah omong,”

"Baik, sekarang kau sudah sadar dan bolehlah kita bicara dengan kepala dingin," ujar Lo-kiat dengan tertawa.

"Sudah tentu kungfu guruku tidak mungkin diatas Su-ki, buktinya beliau malu untuk mengajarkan kepandaiannya kepadaku," kata Peng-say dengan gegetun.

"Meski kukatakan salah seorang Su-ki juga tidak dapat membunuh Cui-hun dan kawannya, maksudku bukan harus orang yang berkepandaian lebih tinggi diripada Su-ki baru dapat melakukannya. Sebab mampu tidak melulu mengandalkan kekuatan. tapi juga perlu pakai otak, pakai kecerdasan, asalkan dapat menggunakan akal untuk menutupi kekurangan ilmu silatnya, maka orang demikianpun harus disegani. Namun minimal ilmu silatnya juga harus lebih tinggi daripada salah seorang rombongan Cui-hun itu. Mungkin gurumu memang cerdik dan banyak akalnya, tapi entah bagaimana ilmu silatnya.”

"Akupun tidak jelas, selain ilmu pedang kiri itu belum pernah kulihat guruku memainkan Kungfu lain, mungkin beliau mengira aku menjadi bosan karena setiap hari hanya berlatih pedang kiri yang begitu2 saja, pernah beliau berkata padaku bahwa bukan dia sengaja tak mengajarkan ilmu silat lain padaku, soalnya dasar Lwekangku sudah cukup kupelajari sendiri selama hidup.”

"O. jangan2 dia mengetahui dasar Lwekangmu berasal dari Bu-tong?" tanya Lo-kiat.

Peng-say mengiakan.

"Ucapan gurumu memang betul." kata Lo-kiat pula.

"Jangan kau kira isi Siang-cing-pit-lok itu tiada sesuatu yang istimewa, padahal bila benar2 kau latih dengan baik sesuai isinya, maka gerakanmu saja sudah cukup mengejutkan orang. Namun tidaklah mudab untuk meyakinkan semacam kungfu dengan sempurna. Memang isi Siang-cing-pit-lok itu cukup mengasyikkan untuk dipelajari selama hidup.”

"Guruku juga berkata padaku apa sebabnya ibuku tidak mengajarkan ilmu silat perguruannya sendiri, tapi menyuruh kubelajar Kungfu Bu-tong-pay, soalnya ibu tahu ilmu silatnya sendiri tidak dapat dibandingkan dengan Lwekang Bu-tong-pay yang hebat. Jalan pikiran guruku ternyata sesuai dengan ibu, kukira inilah alasannya mengapa sejauh itu guruku tidak mengajarkan ilmu silat lain padaku.”

"Gurumu kenal pada ibumu?" tanya Lo-kiat.

"Beliau mengaku kenal, tapi menurut pandanganku, agaknya tidak benar.”

"Mengapa bisa begitu?”

"Waktu beliau melihat kubawa satu mutiara, beliau lantas mengaku kenal . . . ,”

"Mutiara" Apakah Pi-tun-cu?" tukas Lo-kiat.

-oo0dw0ooo- 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar