Pedang KIRI Pedang KANAN Jilid 19

Jilid 19

Sementara itu murid Wi Kay-hou, yaitu Bi Oh-gi lantas memburu masuk ke ruang belakang- Dilihatnya Sumoaynya. yaitu Wi Jing dan Kik Fi-yan bergandengan tangan berdiri di serambi sana, seorang pemuda baju kuning mementangkan tangan merintangi jalan kedua nona itu.

Dari pakaiannya Bi Oh-gi tahu pemuda itu adalah murid Say-koan, diam2 ia mendongkol, ia sengaja berdehem, lalu berseru : "Suheng ini apakah dari Say-koan, kenapa tidak berduduk saja di ruangan depan?”

Orang itu berpaling, kiranya lelaki kekar berusia 27-28 tahun, dengan ketus ia menjawab: "Tidak perlulah. Atas perintah Bengcu, setiap anggota keluarga Wi harus diawasi, satupun tidak boleh lolos.”

Beberapa kalimat ini diucapkan dengan tidak keras, namun cukup angkuh dan menusuk perasaan. Para hadirin diruangan pendopo sama mendengarnya, semuanya sama melengak! Dengan gusar Wi Kay-hou lantas tanya Su Ting-tat: "Sebenarnya kalian mau apa ?”

Su Ting tat lantas berseru: "Ban-sute, keluarlah kemari! Kalau bicara hendaklah hati2 sedikit. Wi susiok sudah berjanji takkan cuci tangan.”

"Bagus sekali jika begitu," kata pemuda diruangan dalam itu, Lalu iapun keluar keruangan depan dan memberi hormat kepada Wi Kay-hou dan berkata ; "Murid Say-koan Ban Tay-peng menyampaikan sembah hormat kepada Wi-susiok.”

Sampai gemetar Wi Kay-hou saking gusarnya, teriaknya: "Ada berapa murid Say-koan yang datang kemari, boleh kalian unjuk diri seluruhnya !”

Baru habis ucapannya, mendadak dari atap rumah, diluar pintu, di pojok ruangan sana, dihalaman belakang, berpuluh orang dari muka-belakang dan kanan-kiri serentak menjawab : "Baik! murid Say-koan menyampaikan hormat kepada Wi-susiok !”

Berpuluh orang berseru serentak, suaranya nyaring dan diluar dugaan pula, keruan para hadirin sama terkejut, Maka tertampaklah di atas rumah berdiri belasan orang, semuanya berseragam kuning.

Tapi orang2 yang muncul di ruangan pendopo ini terdiri dari berbagai dandanan, jelas sudah sejak tadi mereka menyusup ke situ dan diam2 mengawasi tindak-tanduk Wi Kiy-hou, karena mereka bercampur di tengah rbuan orang sehingga tidak menimbulkan curiga siapapun juga.

Yang per-tama2 tidak tahan ialah Ting-yat Suthay, segera ia berteriak: "Ap. . . apakah artinya ini" Sungguh terlalu menghina orang!”

"Maaf, Supek," ucap Su Ting-tat. "Menurut perintah Suhuku, apapun juga kami harus mencegah Wi-susiok agar tidak sampai Kim-bun-se-jiu, lantaran kuatir Wi-susiok tidak mau mematuhi perintah, terpaksa kami bertindak agak keras.”

Pada saat itu pula dari ruangan belakang muncul lagi belasan orang, diantaranya terdapat isteri Wi Kay-hou dan dua puteranya yang masih kecil serta tujuh muridnya. Di belakang setiap orang dibuntuti seorang murid Say-koan, malahan anak murid Say-koan itu sama memegang belati dan mengancam punggung Wi-hujin dan lain2.

Rupanya anak murid Say-koan itu telah menyelundup ke halaman belakang dan berhasil mengatasi nyonva Wi dan anak muridnya dengan ancaman senjata. Jadi sikap Ban Tay-peng terhadap Wi Jing tadi malah lebih halus, dia cuma menyuruh nona itu jangan sembarangari bergerak, tapi tidak sampai mengancamnva dengan kekerasan.

Segera Wi Kay-hou berseru: "Para hadirin, kalian menyaksikan sendiri, bukanlah orang she Wi ini suka bertindak tidak se-mena2, tapi lantaran Coh-suheng mengancam dengan kekerasan, bilamana orang she Wi menyerah begitu saja, dimana pula aku dapat menancap kaki lagi" Coh-suheng melarang diriku Kim-bun-se-jui, hehe, kepala orang she Wi boleh dipenggal, tapi cita2nya harus terlaksana!”

Sembari bicara ia terus melangkah maju dan kedua tangannya hendak dimasukkan ke dalam baskom tadi.

"Nanti dulu!" teriak Su Ting-tat mendadak, panji pancawarna berkibar dan segera menghadang di depan Wi Kay-hou. Tanpa bicara jari tangan kiri Wi Kay-hou mencolok kedua mata Su Ting-tat. Tapi Su Ting-tat sempat menangkis, cepat Wi Kay-hou menarik kembali tangan kiri, menyusul tangan kanan lantas mencolok pula ke mata lawan. Agak repot juga bagi Su Ting-tat untuk menangkis, terpaksa ia melompat mundur.

Begitu lawan terdesak mundur, kedua tangan Wi Kayhou lantas terjulur pula kedalam baskom, Tapi segera terdengar angin menyambar dari belakang, dua orang menubruk tiba pula.

Tanpa menoleh kaki kiri Wi Kay-hou mendepak ke belakang, "blang", kontan seorang murid Say-koan terpental. Menyusul tangan kanan juga meraih kebelakang menurut arah suara angin, dada baju murid Say-koan yang lain kena dicengkeramnya terus diangkat dan dilemparkan kearah Su Ting-tat.

Cara Wi Kay-hou mendepak dengan kaki kiri dan mencengkeram dengan tangan kanan ini dilakukan dengan gesit dan cepat se-olah2 di punggungnya bertumbuh mata, sungguh gaya seorang tokoh sejati dan lain daripada yang lain, Setelah kedua orang itu dijatuhkan, anak murid Saykoan jadi terkesiap, seketika tiada seorang- pun berani maju lagi.

Tapi murid Say-koan yang berdiri dibelakang puteranya lantas mengancam : "Wi-suiiok, jika kau tidak berhenti, segera kubunuh puteramu!”

Wi Kay-kou menoleh, dipandangnya sekejap puteranya yang masih kecil itu, lalu menjengek: "Para pahlawan sama hadir di sini. berani kau ganggu seujung rambut anakku, berpuluh murid Say-koan kalian pasti akan hancur lebur di sini.”

Ucapan ini bukan cuma gertakan, sebab kalau a&nak murid Say-koan benar2 berani mencelakai anaknya yang masih kecil itu tentu akan menimbulkan kemarahan umum, bilamana para pahlawan bergerak serentak, berpuluh murid Say-koan pasti sukar lolos dari peradilan orang banyak.

Dalam pada itu Wi Kay-hou lantas mendekati baskom dan tangannya terjulur pula ke dalam baskom. Tampaknya sekali ini tiada orang lagi yang mampu merintanginya. Tak tersangka, mendadak cahaya perak berkelebat, sepotong Am-gi atau senjata gelap yang kecil menyambar tiba.

Terpaksa Wi Kay-hou melangkah mundur setindak.

"Tring", Am-gi itu tepat mengenai tepi baskom emas itu, seke-tika baskom itu terjatuh ke lantai dan menimbulkan suara gemerantang, baskom terbalik dan air tertumpah memenuhi lantai.

Berbareng itu tampak bayangan kuning berkelebat, dari atas rumah melompat turun seorang, sebelum kakinya terangkat, baskom emas yang terbalik itu diinjaknya dan kontan baskom itu menjadi gepeng.

Pendatang ini adalah lelaki berumur 40-an, bertubuh sedang agak kurus, bibir berkumis tikus, ia merangkap tangan memberi hormat dan berseru: "Wi-suheng, atas perintah Bengcu, Wi-suheng dilarang Kim-bun-se-jiu!”

Wi Kay-hou kenal orang ini adalah tokoh ke-empat dari Say-koan, yaitu Sute keempat Ngo-hoa- koancu, bernama Hui Pin terkenal dengan Tay-jiu-in (pukulan tangan besar).

Melihat gelagatnya, agaknya seluruh kekuatan Say-koan telah dikerahkan untuk menghadapi dirinya. Karena baskom emas sudah diinjak rusak, upacara Kim-bun-se-jiu jelas tak dapat berlangsung lagi. Urusun sekarang harus dihadapinya dengan sabar atau mesti bertempur sekuatnya”

Begitulah ia menjadi ragu, otaknya berputar cepat, pikirnya: "Meski Say-koan memegang panji kebesaran Ngo-tay-tay-lian-beng, tapi mereka bertindak secara kasar begini, memangnya beribu ksatria yang hadir disini tiada seorangpun yang berani tampil untuk bicara secara adil?”

Segera ia membalas hormat Hui Pin dan berkata; "Huiheng berkunjung kemari, mengapa tidak masuk sejak tadi untuk minum barang secawan, tapi malah bersembunyi di atas hingga terjemur sinar matahari. Kukira Ting-suheng dan Liok- suheng berdua tentu juga sudah datang dan silakan turun saja sekalian. Melulu melayani orang she Wi seorang. Hui-suheng sendiri saja sudah lebih dari cukup, kalau mesti menghadapi para ksatria yang hadir disini, kukira seluruh Say-koan juga tetap tidak cukup. Maka baik yang terang maupun secara gelap, semuanya tiada gunanya." "Untuk apa Wi-suheng mesti mengucapkan kata2 mengadu domba begitu?" ujar Hui Pin dengan tersenyum.

"Seumpama cuma Wi-suheng saja yang berhadapan dengan diriku juga Cayhe tidak sangpup melawan, terutama gerakan cepat dan jitu seperti Wi-suheng tadi. Say-koan sama sekali tidak berani memusuhi Thay-san-pay, lebih2 tidak berani menyalahi setiap ksatria yang hadir di sini, bahkan Wi-suheng juga kami tidak berani menyalahi.

Hanya saja demi keselamatan beratus ribu jiwa kawan dunia persilatan terpaksa kami datang untuk memohon agar Wi-suheng suka membatalkan niat Kim-bun-se-jiu ini.”

Keterangan ini membikin para hadirin melenggong bingung, mereka sama pikir: "Soal Wi Kay-hou akan Kim-bun-se-jiu, mengapa menyangkut jiwa beratus ribu jiwa kawan Bu-lim segala?”

Benar juga, segera Wi Kay-hou menanggapi; "Ah, ucapan Hui-suheng itu terasa terlalu meninggikan harga diri orang she Wi. Padahal diriku cuma kaum keroco Thay-san-pay, sedangkan Ngo-tay-lian-beng tidak kurang tenaga yang cakap, ketambahan seorang she Wi tidak bertambahh kuat, kehilangan seorang she Wi juga tidak menjadi lemah. Masa setiap gerak-gerik orang she Wi bisa menyangkut keselematan jiwa beratus ribu kawan Bu-lim?”

"Betul," tukas Ting-yat Suthay "Bahwa Wi hiante mau Kim-bun-se-jiu untuk menjabat pangkat sebesar karung kedelai itu, terus terang akupun tidak setuju. Tapi setiap manusia mempunyai cita2-nya sendiri, kalau dia suka pangkat dan ingin kaya, asalkan tidak merugikan rakyat jelata, tidak merusak rasa setia kawin Bu-lim, maka orang lain pun tidak dapat mencegahnya secara paksa. Kukira Wi-hiante juga tidak mempunyai kemahiran sehebat itu sehingga dapat membikin susah kawan Bu-lim sebanyak itu?" "Ting-yat Suthay," kata Hui Pin. "Anda adalah murid Buddha yang beribadat, dengan sendirinya anda tidak paham seluk beluk kelicikan manusia, apabila intrik besar ini sampai terlaksana, bukan saja kawan Bu-lim akan banyak jatuh korban, bahkan rakyat jelata yang tak berdosa juga akan banyak tertimpA bencana. Coba para hadirin pikir, nama Wi Kay-hou dari Thay-san-pay betapa gemilangnya di dunia Kangouw, masa sudi menurunkan derajat sendiri dan mau mengabdi bagi segelintir pembesar yang kotor dan korup itu" Wi-suheng sendiri terkenal kaya raya, masa kemaruk harta dan ingin pangkat segala" Sudah tentu di balik urusan ini masih ada sebab2 lain yang tak dapat diberitahukan kepada orang luar.”

Ucapan ini dapat diterima oleh para hadirin, memangnya mereka meragukan tindakan Wi Kay-hou yang ingin menjabat pangkat yang tak ada artinya itu, padahal dia adalah tokoh Thay-san-pay yang terkenal dan terhormat di dunia persilatan.

Tapi Wi Kay-hou tidak menjadi gusar, sebaliknya malah tertawa, katanya: "Bagus, bagus sekali, kiranya dibalik urusan ini masih ada intrik keji yang tak boleh diberitahukan kepada orang luar Hui-suheng, jika kau sengaja menfitnah orang, hendaklah caramu bicara harus dibuat serapihnya. Sibenarnya urusan ini tidak ingin kukemukakan, kalau dibicarakan hanya akan membikin malu rumah tangga Thay-san-pay sendiri. Tapi urusan sudah kadung begini, terpaksa harus kukatakan terus terang dan mohon para kawan memberi keadilan. Maka Ting-suheng dan Liok suheng dipersilahkan keluar saja sekalian!”

Serentak dari sebelah timur dan barat atap rumah terdengar orang berseru: "Baik!”

Menyusul dua sosok bayangan kuning berkelebat, tahu2 di tengah ruangan sudah berdiri dua orang. Ginkang yang indah ini serupa seperti Hui Pin melayang turun tadi.

Yang berdiri di sebelah timur adalah seorang botak, saking kelimisnya hingga mengkilat kepalanya, ialah Jisute ketua Say-koan, namanya Ting Tiong.

Orang di sebelah barat kurus kering seperti orang sakit tebese, punggung agak bungkuk, muka pucat, persis orang yang sudah belasan hari tidak makan nasi.

Para hadirin kenal orang ini adalah tokoh Say-koan yang menduduki kursi pimpinan ketiga, namanya Liok Pek berjuluk Wi-bin-cukat atau si Cu-kat Liang bermuka kuning. Cukat Liang atau Khong Beng adalah seorang ahli siasat di jaman Sam-kok, dari julukan ini dapat diperkirakan orang she Liok ini pasti banyak tipu akalnya.

Kedua orang itu ber-sama2 memberi hormat: "Selamat bertemu Wi-suheng, selamat bertemu para Enghiong (pahlawan, ksatria)!”

Ting Tiong dan Liok Pek juga terkenal dan disegani di dunia persilatan, maka para hadirin sama berdiri untuk membalas hormat.

Melihat jago Say-koan semakin banyak yang datang lamat2 semua orang merasakan gelagat tidak enak. Jelas persoalannya bertambah gawat dan mungkin tidak menguntungkan tuan rumah.

Segera Ting-yat Suthay membuka suara: "Wi-hiante.

jangan kuatir, segala urusan di dunia ini tak terlepas dari satu kata, yaitu kebenaran. Biarlah orang lain berjumlah banyak dan lihay2, memangnya kawan2 kita dari Yan-san, Lam-han dan Siong-san hanya datang untuk gegares saja tanpa ikut campur?”

Di balik ucapannya jelas dia ingin menyatakan bilamana Say-koan bertindak se-wenang2, maka dia orang pertama dari Siong-san-pay yang akan tampil kemuka untuk membela keadilan. sedangkan Thian-bun Tojin, Sau Cenghong dan lain2 juga takkan tinggal diam.

Wi Kay-hou tersenyum getir, katanya: "Sungguh memalukan jika urusan ini dibicarakan, sebenarnya urusan interen Thay-san-pay kami, tapi para hadirin harus ikut susah. Sekarang orang she Wi sudah tahu duduknya perkara, pasti Bok-suhengku telah mengadukan diriku kepada Bengcu kita dari Say-koan tentang macam2 kesalahanku sehingga para Suheng dari Say-koan sekarang diutus menuntut diriku. Baik, baik, biarlah aku mengaku salah saja kepada Bok-suheng,”

Sinar mata Hui Pin menyapu sekeliling para hadirin, kelihatan sorot matanya tajam berwibawa, jelas Lwekangnya sangat tinggi. Katanya kemudian: "Persoalan ini sama sekili tidak ada sangkut-pautnya dengan Bok-taysiansing. Boleh silakan Bok-tay- siansing tampil ke muka untuk menjelaskan duduk- nya perkara!”

Keadaan menjadi sunyi, semua orang sama menunggu, akan tetapi sejauh itu tidak kelihatan Khim- lo", si kakek kecapi Bok Jong-siong memperlihatkan diri. Maklumlah, ketua Thay-san-pay ini memang tidak hadir disini.

Dengan terseuyum pahit Wi Kay-hou lantas bicara pula: "Tentang ketidak cocokan diriku dengan Bok-suheng kukira bukan rahasia lagi dan cukup diketahui oleh kawan Bu-lim sehingga akupun tidak perlu menutupi hal ini. Karena tinggalan leluhur, kehidupan keluargaku memang lebih longgar dan serba cukup, sebaliknya Bok-suko adalah orang miskin. padahal terhadap antar kawan adalah jamak bilamana bantu membantu, apalagi di antara Suheng dan Sute sendiri. Akan tetapi rupanya Bok-suko sendiri merasa kurang senang pada padaku sehingga selamanyeatidak pernah menginjak rumahku. sudah ber-tahun2 kami tidak pernah bertemu dan bicara, maka sekarang jelas Bok-suko juga takkan hadir. Yang membuat penasaran padaku adalah Toa-bengcu hanya percaya kepada pengaduan sepihak dari Bok-suko, lalu para Suheng dikirim kemari untuk menuntut kepadaku, bahkan anak isteriku juga kalian tawan, kukira cara bertindak kalian ini rada2 keterlaluan.”

Mendadak Hui Pin berkata kepada Su Ting-tat: "Angkat Lengki!”

Su Ting-tat mengiakan dan mengacungkan panji pancawarna ke atas dan berdiri disamping Hui Pin.

Dengan kereng Hui Pin lantas berseru: ' Wi-suheng, urusan ini sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan Bok-taysiansing, ketua Thay-san-pay kalian, maka tidak perlu kau menyinggung urusannya- Menurut perintah Bengcu, kami diharuskan menyelidiki tentang hubunganmu dengan Tonghong Put-pay dari Mo-kau, Bengcu ingin tahu sebenarnya ada persekongkolan apa antara Wi-suheng dengan gembong Ma-kau itu. Intrik apa yang sedang kalian atur untuk menghadapi Ngo- tay-lian-beng serta para kawan Bu-lim yang berdiri di pihak kebenaran?”

Ucapan ini seketika menggemparkan para hadirin. Mokau atau agama Ma yang terkenal kejam dan keji itu selama ini suka memusuhi kaum ksatria di dunia persilatan.

permusuhan kedua pihak sudah berlangsung selama ratusan tahun, sudah sering terjadi pertarungan selama ini dan masing-masing pihak sama banyak jatuh korban. Diantara ribuan orang yang hedir sekarang ini sedikitnya ada separohnya yang pernah mengalami keganasan pihak Mokau. Ada ayah atau saudaranya terbunuh, ada yang guru dan saudara seperguruan teraniaya. Bilamana mereka menyebut Ma-kau, siapapun menggreget dengan benci dan dendam. Sebabnya kelima besar mengadakan persekutuan, tujuan utama adalah untuk menghadapi musuh tertangguh ini. Maklumlah, ilmu silat Ma-kau mempunyai gayanya tersendiri, baik Lwekang maupun Gwe-kang, semuanya mempunyai aliran sendiri, meski ilmu silat Beng-bun Ceng-pay (golongan dan perguruan yang termashur) cukup hebat, sering juga dikalahkpn oleh orang Ma-kau, Apalagi Ma-kau Kaucu, ketua Ma-kau, Tonghong Put-pay, sesuai dengan namanya "Put-pay" atau tak terkalahkan, terkenal sebagai jago nomor satu yang tak terkalahkan selama ratusan tahun ini.

Sekarang para hadirin itu mendengar Hui Pin menuduh Wi Kay-bou diam2 bersekongkol dengan pihak Ma-kau atau agama iblis itu, apakah tuduhan ini benar atau tidak, yang pasti hal ini memang menyangkut keselamatan pribadi dan keluarga mereka. Sebab itulah rasa simpati mereka terhadap Wi Kay bou jadi seketika lenyap.

Terdengar Wi Kay-hou menjawab: "Selama hidupku boleh dikatakan tidak pernah bertemu dengan Tanghong Put-pay dari Ma-kau, maka tuduhanmu tentang persekongkolan dan intrik yang ku-atur bersama Ma-kau entah darimana dasarnya?”

Hui Pin memandang Sam-suhengnya, yaitu Liok Pek.

dengan suara halus Liok Pek lantas berkata: Wi-suheng, ucapanmu kukira ada sebagian yang tidak benar dan tidak jujur. Coba jawab, ada seorang Hou-hoat tianglo (tertua pelindung agama) dari Mo-kau, namanya Kik Yang, Wisuheng kenal dia atau tidak?”

Sebenarnya Wi Kay-hou sangat tenang, tapi demi mendengar nama Kik Yang, seketika air mukanya berubah pucat, mulutnya terkancing dan tidak dapat menjawab.

"Kau kenal Kik Yang tidak?" mendadak Ting Tiong ikut bertanya dengan suara bengis, padahal si botak ini sejak tadi hanya diam saja. Begitu lantang suaranya sehingga anak telinga orang serasa mendengung Namun Wi Kay-hou tetap diam saja dan tidak menjawab, beribu pasang mata sama menatapnya, didalam hati orang2 itu sama merasa Wi Kay-hou menjawab atau tidak akan sama saja. Kalau dia tidak dapat menjawab, itu pun berarti mengakui secara diam2.

Selang agak lama barulah Wi Kay-hou mengangguk dan berkata: "Memang betul, Kik Yang, Kik-toako, bukan saja aku memang kenal, bahkan ialah satu2nya sahabatku yang paling karib selama hidupku ini.”

Seketika suasana menjadi gaduh. semua orang ramai membicarakan hal ini.

Beberapa kalimat ucapan Wi Kay-hou itu memang jauh diluar dugaan orang banyak. Tadinya mereka menyangka seumpama Wi Kay-hou tidak menyangkal, paling2 juga cuma mengaku sekadar kenal saja dengan Kik Yang, sama sekali tak terduga bahwa dia akan bicara secara terus terang dan malah menegaskan gembong Ma-kau itu adalah satu2nya sahabatnya yang paling karib.

Wajah Hui Pin menampilkan senyuman puas, katanya: "Nah. kau sudah mengaku sendiri, urusan menjadi mudah.

Seorang lelaki sejati, berani berbuat harus berani bertanggung jawab. Wi Kay-hou, Coh-cungcu sudah memutuskan dua jalan dan terserah kepadamu untuk memilihnya.”

Wi-kay-hou seperti tidak pernah mendengar ucapan Hui Pin itu, dengan tak acuh dia berduduk, diangkatnya poci arak dan menuang penuh satu cawan, lalu diminumnya dengan pelahan.

Para ksatria diam-diam sama kagum melihat keterangan tuan rumah itu menghadapi urusan gawat yang dituduhkan kepadanya ini. Dengan suara nyaring Hui Pin lantas berseru pula: "Kata Coh-cungcu, Wi Kay-hou adalah tokoh terkemuka Thay-san-pay, sayang salah bergaul dengan orang jahat dan tersesat, apabila mau insaf. sesuai pedoman kaum pendekar kita yang selalu mengutamakan kebajikan, maka Wi Kay-hou akan diberi kesempatan untuk memperbaharui hidupnya. Jika kau memilih jalan ini, maka dalam batas Waktu satu bulan kau diharuskan membunuh gembong Ma-kau yang bernama Kik Yang itu, harus kau buktikan dengan membawa kepalanya. Habis itu segala kesalahanmu yang lalu takkan diungkit dan kita masih tetap sahabat baik, tetap saudara.”

Para ksatria yang hadir dapat mengerti keputusan ketua Ngo-tay-lian-beng itu, terutama bila mengingat keganasan orang Ma-kau yang suka membunuh tanpa kenal ampun, antara yana jahat dan yang baik tidak mungkin berdiri sejajar, bilamana Coh-bengcu mengharuskan Wi Kay-hou membunuh Kik Yang untuk menembus kesalahannya, maka perintah ini pun tidak terlalu berlebihan.

Wajah Wi Kay-hou yang agak pucat itu terkilas senyuman pedih, ucapnya: "Kit-toako dan aku sekali bertemu lantas seperti kenalan lama, kami telah bersahabat tanpa cadangan apapun. Sudah belasan kali kami bertemu dan selalu tidur bersama dan bicara sepanjang malam, terkadang bila menyinggung perbedaan pendapat mengenai perguruan masing2, Kik-toako selalu menyatakan menyesal dan menganggap permusuhan antara kedua pihak sebenarnya tidak perlu. Persahabatanku dengan Kik-toako hanya menyangkut seni suara, dia adalah ahli kecapi dan aku gemar meniup seruling. dalam pertemuan kami sebagian besar waktunya kami gunakan untuk memetik kecapi dan meniup seruling bersama. Mengenai ilmu silat selamanya tidak pernah kami singgung.”

Ia merandek dan tersenyum, lalu menyambung pula: Bisa jadi para hadirin tidak percaya, tapi bagiku, pada masa ini, kalau bicara tentang memetik kecapi. maka tiada orang lain lagi yang bisa menandingi Kik-toako, dalam hal meniup seruling, kuyakin juga tiada orang kedua lagi.

Meski Kik-toako adalah orang Ma-kau, tapi dari suara kecapinya kutahu kepribadiannya yang luhur dan suci serta berjiwa besar, sungguh orang she Wi sangat kagum dan memujinya. Biarpun orang she Wi ini orang kasar juga tidak nanti membikin celaka seorang Kuncu (lelaki sejati) seperti Kik-toako.”

Makin heran para ksatria mendengar ucapan tuan rumah ini, sama sekali mereka tidak menyangka persahabatan Wi Kay-kou dengan Kik Yang ternyata dimulai dari seni musik, kalau tidak mau percaya, nyatanya cara bicaranya sedemikian sung-guh-sungguh, sedikitpun tidak ada tanda2 berdusta. Apalagi kalau mengingat tokoh2 Thay-san-pay dan tingkatan dahulu hingga sekarang memang banyak yang gemar main musik, seperti pejabat ketua sekarang, yaitu Bok Jong-siong, Bok-taysiansing, dia berjuluk "Khim-lo" atau si kakek kecapi, hobbinya main kecapi dan tersobor dengan istilah "ditengah kecapi tersembunyi pedang, suara kecapi timbul dari batang pedang". Maka walau Wi Kay-hou yang juga gemar meniup suling bersahabat dengan Kik Yang yang ahli petik kecapi, maka hal ini menang bukan tidak mungkin terjadi.

Maka Hui Pin lantas berkata pula: "Tentang persahabatan Wi-suheng dengan gembong iblis she Kik itu dimulai dengan main musik, hal ini sudah lama diselidiki Coh-bengcu dengan jelas. Kata Beng-cu, orang Ma-kau selalu berpikiran busuk, mereka tahu pengaruh kelima besar kita setelah bersekutu menjadi bertambah kuat dan sukar dilawan oleh Mo-kau, maka dengan segala daya upaya mereka bermaksud memecah belah dan mengadu domba diantara kita. Terhadap anak murid kita yang muda mereka pancing dengan perempuan cantik. Terhadap tokoh terkemuka seperti Wi-suheng yang biasanya hidup prihatin, usaha mereka lantas melalui hal2 yang menjadi kesukaanmu. maka Kik Yang ditugaskan memikat Wisuheng melalui jalan seni musik. Dalam hal ini ingin kami peringatkan Wi-suheng agar menyadari bahwa dimasa lalu kawan kita telah banyak yang menjadi korban keganasan Ma-kau, mengapa engkau sama sekali tidak menginsafi kesesatanmu karena terpengaruh oleh daya pikat orang?”

"Betul, ucapan Hui-sute memang tidak salah," timbrung Ting-yat Suthay. "Yang menakutkan dari Mo-kau bukan karena kekejian ilmu silatnya, tapi terletak pada berbagai macam tipu muslihatnya yang sukar diduga. Wi-sute, engkau adalah orang baik dan Kuncu sejati, bukan soal jika kau tertipu oleh kaum iblis yang rendah dan kotor itu.

Biarlah kita be-ramai2 turun tangan membinasakan orang she Kik itu dan bereslah segala persoalannya, Ngo-tay-lian-beng kita selamanya senasib setanggungan, janganlah kita mau dipecah-belah oleh orang jahat dari Ma-kau sehingga bertengkar diantara kawan sendiri.”

"Benar, Wi-sute," Thian-bun Tojin juga ikut bicara, "seorang lelaki sejati bila berbuat salah harus berani memperbaikinya. Biar kau bunuh gembong iblis she Kik itu, setiap pendekar paati akan mengacungkan jempol dan memuji kejantananmu, sebagai kawanmu kamipun akan merasa bangga,”

Wi Kay-ho tidak menanggapinya, sorot matanya beralih ke arah Sau Ceng-hong, katanya: "Sau-toako, engkau adalah Kuncu yang bijaksana, para tokoh Bu-lim yang hadir di sini sama mendesak padaku agar mengkhianati kawan.

Coba bagaimana pendapatmu?”

"Wi-hiante," jawab Sau Ceng-hong, "terhadap kawan sejati, kaum persilatan kita tidak segan2 mengorbankan jiwa raga demi persahabatan. Tapi orang she Kik dari Ma-kau itu jelas2 manis di mulut korup di dalam, tertawa tapi berbisa, dia berusaha menyeret Wi-heng menurut hobimu, ialah musuh yang paling keji. Jika orang demikian juga dapat disebut sebagai kawan, apakah istilah 'kawan' takkan ternoda" Orang kuno demi setia kawan rela mengorbankan keluarga sendiri, apalagi gembong iblis yang kau sebut sebagai kawan ini?”

Ucapan Sau Ceng-hong yang tegas itu menimbulkan pujian orang banyak, seru mereka: "Kata2 Sau-siansing memang benar, terhadap kawan harus bicara tentang budi setia, terhadap musuh tidak ada soal setia kawan apa segala?" Wi Kay-hou menghela napas, ucapnya kemudian, "Pada permulaan persahabatanku dengan Kik-toako memang sudah kuduga akan terjadi hal2 seperti sekaraag ini. Akhir2 ini setelah menilik keadaan umumnya, kuduga tidak lama lagi antara Ngo-tay-lian-beng dan Ma-kau pasti akan terjadi pertarungan sengit. Yang satu pihak adalah saudara persekutuan, di pihak yang lain adalah sababat karib, orang she Wi jelas tidak dapat membela pihak manapun, karena terpaksa maka kugunakan akal Kim-bun-se-jiu ini dengan maksud mengumumkan kepada para kawan Bu-lim bahwa mulai saat ini orang she Wi telah mengundurkan diri diri dunia persilatan dan takkan ikut campur setiap urusan Kangouw lagi. Agar tidak tersangkut dalam persoalan kawan Kangouw, aku sengaja berusaha mendapatkan satu pangkat yang kecil sekadar untuk menutupi maksud tujuanku ini, siapa tahu Coh-bengcu memang maha sakti, langkah orang she Wi ini tetap tak dapat mengelabui dia.”

Mendengar keterangan ini barulah para hadirin tahu duduknya perkara, mereka sama pikir: "Kiranya begitu tujuannya mencuci tangan dengan mengundurkau diri, pantas ia sengaja beli pangkat hanya untuk alasan saja.”

Hui Pin, Ting Tiong dan Liok Pek juga saling pandang dan merasa puas, pikir mereka: "Untung Coh-suko mengetahui akal busukmu dan mencegah tindakanmu tepat pada waktunya, kalau tidak tentu akan terkabul kelicikanmu.”

Terdengar Wi Kay-hou menyambung pula penuturannya: "Mo-kau dan kaum pendekar kita sudah sering bentrok, tentang siapa yang benar dan salah seketika sukar untuk diceritakan. Yang kuharap hanya dapat terhindar dari pertarungan berdarah ini agar dapat hidup tenteram hingga tua, kukira maksudku ini sama sekali tidak melanggar peraturan perguruan dan juga perjanjian Ngo-tay-lian-beng.”

"Hm, kalau setiap orang meniru kau, pada saat genting melarikan diri digaris depan. bukankah Ma-kau yang akan malang melintang didunia KangouW dan meracuni orang?”

jengek Hui Pin. "Sekalipun kau ingin menghindari segala persengketaan, mengapa iblis she Kik itu ikut mengasingkan diri pula?”

Wi Kay-hou tersenyum, jawabnya: "Di depanku Kiktoako sudah tegas2 bersumpah pada cakal-bakal Mo-kau mereka bahwa selanjutnya betapa?pun terjadi perselisihan antara Ma-kau mereka dengan kaum pendekar kita, Kik-toako berjanjj akan menarik diri dari segala persoalan dan tidak mau ikut campur. Orang tidak mengganggu kita, kitapun tidak mengganggu orang.”

"Hehehe, tapi kalau kaum pendekar kita yang mengganggunya, lalu bagaimana?" jengek Hui Pin.

"Kik-toako menyatakan pasti akan mengalah sedapatnya dan takkan main kekerasan, sebisanya dia akan berusaha mendamaikan segala kesalah-pahaman," kata Wi Kay-hou.

Setelah merandek sejenak, tiba2 ia menyambung pula: "Kemarin baru saja Kik-toako mengirim kabar padaku bahwa murid Lam-han yang bernama Sau Peng-lam dilukai orang, keadaannya sangat parah, Kik-toakolah yang telah menyelamatkan dia.”

Keterangan ini menggemparkan lagi bagi para hadirin, lebih2 anak murid Lam-han, orang2 Siong-san-pay dan Tang-wan, semuanya bisik2 ramai membicarakan apa yang terjadi. Biasanya Leng Hiang paling memperhatikan Sau Penglam, demi mendengar kabar sang Suheng, seketika ia bertanya: " Wi-susiok, berada dimanakah Toa-suko kami”

Apakah .... apakah betul dia di tolong oleh ....oleh Cianpwe the Kik itu?”

"Kalau Kik toako bilang begitu, kuyakin pasti adanya,”

ujar Wi Kay-hou. "Kelak bila bertemu dengan Sau-hiantit tentu dapat kau tanyai dia.”

"Kenapa mesti heran?" jengek Hui Pin. "Orang Ma-kau berusaha merangkul siapapun, segala jalan ditempuhnya.

Kalau dia berhasil merangkul Wi-suheng dengan segala daya upaya, dengan sendirinya diapun akan berhasil merangkul anak murid Lam-han. Bisa jadi lantaran itu Sau Peng-lam akan berterima kasih padanya serta akan membalas budi kebaikan pertolongan jiwanya. Di tengah Ngo-tay-lian-beng kita selanjutnya akan bertambah lagi seorang murtad.”

Alis Wi Kay-hou menegak, tanyanya dengan "Huisuheng, kau bilang akan bertambah lagi seorang murtad" di tengah Ngo-tay-lian-beng kita, apa artinya 'lagi' yang kau maksudkan itu?”

"Siapa yang berbuat tentu tahu sendiri, kenapa mesti bertanya lagi"!" jawab Hui Pin.

"Hm, jadi kau tuduh orang she Wi ini adalah murid murtad?" jengek Wi Kay-hou. "Padahal orang she Wi bersahabat dengan siapapun adalah urusan pribadiku, orang lain tidak perlu ikut campur. Selamanya orang she Wi tidak berani melawan guru dan berbuat sesuatu yang memalukan perguruan. Istilah 'murid murtad' itu biarlah kuatur kembali lengkap padarmu!”

Sebenarnya sikapnya sangat ramah dan bicaranya beraturan, tapi kini mendadak suaranya berubah keras dan tegas, sikapnya kereng dan gagah, sama sekali berbeda daripada semula.

Melihat kedudukan Wi Kay-hou yang tidak menguntungkan, tapi masih berani bicara dan berdebat secara tajam terhadap Hui Pin, mau-tak-mau para hadirin sama tagum kepada keberaniannya.

Hui Pin lantas berkata pula: "Jika demikian, jadi jalan pertama jelas tak dapat ditempuh Wi- suheng, sudah pasti kau tidak mau menumpas kejahatan dan membunuh gembong iblis she Kik itu”

"Bila Coh-bengcu ada perintah lain, boleh silahkan Hui-suheng bertindak saja sekarang dan membunuhlah segenap keluarga orang she Wi!" tantang Wi K.ay-hou.

"Hm, tidak perlu mentang2 karena kehadirinnya para pahlawan yang berada disini lalu kau kira Ngo-tay-lianbeng kita tidak dapat membersihkan rumah tangga sendiri"“

jengek Hui Pin. Mendadak ia menggapai Su Ting-tat dan berseru; "Kemari !”

Su ting-tat mengiakan dan melangkah maju. Panji kebesaran pancawarna yang dipegang Su Ting-tat itu lantas diambil Hui Pin terus diacungkan ke atas sambil berseru: "Dengarkan Wi Kay-hou Atas perintah Coh-bengcu, jika kau tidak sanggup membunuh Kik Yang dalam batas waktu sebulan, maka terpaksa Ngo-tay-lian-beng harus segera membersihkan rumah tangga sendiri agar tidak menimbulkan bibit bencana di kemudian hari, babat rumput sampai se-akar2nya tanpa kenal ampun, Nah hendaklah kau pikirkan lagi untuk yang terakhir.!”

Wi Kay-bhu tersenyum pedih, jawabnya: "Orang she Wi bersahabat dengan Kik-toako berdasarkan kecocokan hati nurani masing2, tidak nanti kubunuh Kawan karib untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Kalau Coh-bengcu tetap tidak dapat memaklumi keadaanku, orang she Wi cuma sendirian, mana dapat kulawan Coh-bengcu. Say-koan kalian memang sudah mengatur segala sesuatu sebelumnya, bisa jadi peti mati bagi orang she Wi juga sudah kalian sediakan. Maka mau tunggu apalagi, jika ingin turun tangan boleh silakan saja.”

Hui Pin lantas mengebaskan panjinya dan berseru lantang: "Thian-bun Supek dari Yang-san-pay, Sau-susiok dari Lam-han, Ting-yat Suthay dari Siong-san-pay serta para saudara dari berbagai aliran dan golongan yang hadir disini, Coh-bengcu telah memberi pesan bahwa selamanya antara yang baik dan yang jahat tidak pernah berdiri bersama, Mo-kau dan Ngo-tay-lian-beng kita selamanya bermusuhan tanpa kenal kompromi. Sekarang Wi Kay-hou dari Thay-san-pay sengaja bergaul dengan orang jahat, berkomplot dengan musuh, setiap anak murid Ngo-tay-muipay kita wajib menumpasnya bersama untuk ini, bagi siapa saja yang tunduk kepada perintah ini dipersilakan berdiri kesisi kiri!”

Yang pertama berdiri adalah Thian-bun Tojin, dengan langkah lebar ia menuju kesisi kiri tanpa memandang Wi Kay-hou. Kiranya guru Thian-bun Tojin dahulu justeru ditewaskan oleh seorang tertua Ma-kau, sebab itulah bencinya terhadap Ma-kau boleh dikatakan merasuk tulang. Karena dia telah mendahului berdiri kesisi kiri, dengan sendirinya tindakannya diikuti oleh semua anak muridnya.

Menyusul Sau Ceng-hong lantas berbangkit, katanya: "Wi-hiante, asalkan kau mengangguk, orang she Sau siap membereskan Kik Yang itu bagimu. Kau bilang seorang lelaki sejati tidak boleh mengkhianati kawan, memangnya di dunia ini hanya Kik Yang saja yang menjadi kawanmu, para pahlawan Ngo-tay-lian-beng kita ini bukan lagi kawanmu. Coba pikir, beribu teman yang hadir disini semuanya datang dari tempat jauh hanya untuk menghadiri upacara Kim-bun-se-jiu yang kau lakukan, mereka ingin memberi selamat kepadamu dengan hati yang tulus, apakah tindakan mereka ini tak cukup akrab" Biarpun orang she Kik itu ahli memetik kecapi dan sangat mencocoki seleramu, tapi jiwa segenap anggota keluargamu, persahabatan antara Ngo-tay-lian-beng kita, persaudaraan para ksatria yang hadir ini, semua ini digabung menjadi satu masakah tidak dapat membandingi seorang Kik Yang?”

Wi Kay-hou menggeleng pelahan, katanya: "Sau-suheng, engkau seorang terpelajar, tentunya kau tahu ada yang tidak boleh dilakukan seorang lelakj sejati. Aku sangat berterima kasih atas nasihatmu. Akan tetapi orang sengaja mendesak agar kubunuh Kik Yang, hal ini sama sekali tidak boleh kulukukan. Sama halnya bila ada orang memaksa kubunuh Sau-heng atau mencelakai salah seorang kawan yang hadir di sini. biarpun segenap anggota keluarga orang she Wi akan menjadi korban juga tak nanti kutunduk kepala.

Bahwa Kik-toako adalah sahabat karibku, hal ini sudah jelas dan tidak meragukan lagi, tapi Sau-heng kan juga sahabat-baikku Apabila Kik-toako sampai bersuara ingin mencelakai salah seorang kawanku dari Ngo-tay-lian-beng, maka akupun akan memandang rendah kepribadiannya dan takkan menganggap dia sebagai kawan lagi.”

Ucapan yang jujur dan tulus ini membuat para ksatria sama terharu, Maklumlah, orang persilatan paling mengutamakan budi setia, kini Wi Kay-hou ternyata rela berkorban segalanya demi persahabatannya dengan Kik Yang, mau-tak-mau semua orang merasa gegetun-.

Tapi Sau Ceng-bong lantas menggeleng, katanya: "Wihiante, ucapanmu ini tidaklah tepat. Bahwa Wi-hiante mengutamakan budi setia kawan.ini dikagumi siapapun juga. Tapi kau tidak dapat membedakan antara yang baik dan jahat. tidak tahu benar dan salah, inilah kurang bijaksana. Ma-kau terkenal jahat. sudah banyak kaum kita yang menjadi korban keganasannya, tapi hanya karena kecocokan dalam hal main musik lantas Wi-hiante menyerahkan jiwanya segenap anggota keluarga kepadanya, betapapun kau telah salah mengartikan budi setia." Wi Kay-hou tersenyum hambar, jawabnya: "Sau-toako, lantaran engkau tidak suka kepada seni suara, maka engkau tidak paham maksudku. Hendaklah kau maklum, kata2 atau tulisan masih dapat berdusta dan pura2, tapi suara kecapi dan seruling adalah suara isi hati. sedikitpun tidak dapat dipalsukan. Perbuatanku dengan Kik-toako didasari oleh paduan suara kecapi dan seruling sehingga antara kami sudah ada ikatan batin. Siaute rela menjamin dengan jiwa segenap anggota keluargaku bahwa Kik-toako sama sekali tidak berbau jahat seperti orang Mo-kau yang lain meski Kik-toako sendiri adalah salah seorang gembong mereka.”

Melihat keteguhan hati Wi Kay-hou, Sau Ceng-hong tidak bicara lagi, ia menghela napas dan melangkah ke sisi Thian-bun Tojin, anak murid Lam-han juga lantas mengikuti jejak sang guru.

Ting-yat Suthay memandang Wi Kay-hou tajam2, katanya kemudian: "Selanjutnya harus kusebut kau Wi-hiante atau namamu saja?”

"Jiwaku sudah tinggal waktu sekejap saja, selanjutnya Suthay takkan memanggil diriku lagi." ujar Wi Kay-hou dengan tersenyum pahit.

"Omitohud!" sabda Ting-yat dengan menyesal, pelahan iapun melangkah kesebelah Sau Ceng-hong dan diikuti anak muridnya. Segera Hui Pin berseru lantang pula: "Persoalan ini adalah urusan Wi Kay-hou seorang dan tiada sangkut pautnya dengan anak murid Thay-san-pay, asalkan tidaK ikut menggabungkan diri kepada pihak pengkhianat, maka semuanya disilakan berdiri kesebelah kiri.”

Seketika suasana menjadi hening. Selang sejenak.

seorang lelaki muda berkata: "Wi-supek, maaf bila Tecu bersalah.”

Serentak ada 30-an murid Thay-san-pay berdiri kesisi kiri yang ditunjuk, mereka adalah angkatan muda Thay-san-pay, murid keponakan Wi Kay-hou. Tapi tokoh angkatan tua Thay-san-pay serta anak murid ketuanya, yaitu Khim-lo Bok Jong-siong, tiada seorangpun yang hadir.

Hui Pin lantas berteriak pula: "Murid keluarga Wi juga disilakan berdiri kesebelah kiri “

Tapi Hiang Tay-lian lantas berseru lantang. "Kami Sudah banyak menerima budi kebaikan perguruan, sekarang Suhu ada kesulitan, betapapun kami wajib membelanya. Setiap murid keluarga Wi siap sehidup semati bersama Suhu.”

Bercucuran air mata Wi Kay-hou, ucapnya dengan terharu: "Hebat sekali, kau. Tay-lian! Dengan kata2mu itu sudah cukup tanggung jawabmu terhadap Suhu. Bolehlah kalau berdiri kesebelah Sana' Suhu sendiri yang berbuat dan tiada sangkut pautnya dengan kalian.”

"Sret", mendadak Bi Oh-gi melolos pedang, serunya: "Kerabat keluarga Wi sudah tentu bukan tandingan Ngo-tay-lian-beng, urusan hari ini tiada jalan lain kecuali mati saja. Tapi barang siapa yang ingin mencelakai guruku yang berbudi, maka harus lebih dulu melangkahi mayatku.”

Habis berkata ia terus berdiri tegak didepan sang guru. " f "Hm, mutiara sebesar menir jUga memancarkan cahaya"!" jengek Hui Pin, sekali tangan mengayun, "crit", setitik sinar perak terus menyambar secepat kilat.

Wi Kay-hou terkejut.-cepat ia mendorong bahu kanan Oh Bi-gi sehingga murid itu tertolak kesamping, dengan sendirinya sinar perak itu lantas menyambar kedada Wi Kay-hou sendiri. Hiang Tay-peng terlalu bernapsu ingin melindungi sang guru, tanpa pikir ia melompat maju, kontan terdengar dia menjerit, jarum perak itu tepat masuk di ulu hatinya, seketika ia terkapar dan binasa. Dengan tangan kanan Wi Kay-hou mengangkat tubuh Hiang Tay-lian, setelah memeriksa pernapasannya yang ternyata sudah berhenti, lalu ia berpaling dan berkata kepada Ting Tiong: "Ting-loji, Say-koan kalian yang lebih dulu membunuh muridku!”

"Betul, kami yang membunuh lehih dulu, habis mau apa?" jaWab Ting Tiong ketus Mendadak Wi Kay-hou angkat mayat Hiang Tay-lian, sekuatnya terus dilemparkan kepada Ting Tiong. Melihat gerakan lawan, Ting Tiong tahu kelihayan kungfu Thay-san-pay, tenaga lemparannya ini jelas tidak boleh dibuat main2. Segera ia menghimpun tenaga, ia bermaksud menangkap mayat itu untuk kemudian dilemparkan kembali.

Tak tersangka gerakan Wi Kay-hou itu ternyata hanya pura2 saja, tampaknya hendak dilemparkan ke depan, tapi mendadak ia melompat kesamping mayat Hiang Tay-lian, terus disodorkan ke depan Hui Pin.

Karena hal ini datangnya terlalu cepat dan tak ter-duga2, terpaksa Hui Pin angkat tangannya di depan dada untuk menahan sodokan mayat itu, Tapi pada saat itu juga tahu2 iga kanan lantas terasa kesemutan, teryata ia sudah kena ditutuk Wi Kay-hou.

Setelah berhasil dengan serangannya, tangan kiri Wi Kay-hou merampas Lengki yang dipegang Hui Pin, tangan kanan melolos pedang dan mengancam di tenggorokan Hui Pin dan membiarkan mayat Hiang Tay-lian jatuh ke lantai.

Beberapa gerakan dan kejadian ini sungguh berlangsung dengan sangat cepat, ketika Hui Pin tertawan, panji kebesaran terampas, habis itu barulah semua orang.

menyadari apa yang terjadi, Jelas yang digunakan Wi Kayhou ini adalah kungfu khas Thay-san-pay, yaitu apa yang disebut "Pek-pian-jian-hoan cap-sah-sik atau 13 gerakan seratus perubahan dan seribu impian,”

Sudah lama orang mendengar kepandaian khas Thay san-pay itu dan baru sekarang mereka menyaksikan dengan mata kepala sendiri. Konon ke-13 gerakan perubahan ajaib ini diciptakan oleh tokoh Thay-san-pay angkatan yang lalu, tokoh ini hidup dari main sulap dan berkeliling di dunia Kangouw Permainan sulap umumnya mengutamakan kecepatan dan tipuan, suara di timur yang terjadi di barat, tujuannya untuk mengelabui mata telinga penonton.

Tokoh Thay-san-pay itu konon berwatak kocak, makin tua makin tinggi ilmu silatnya, kepandaiannya main sulap juga bertambah ajaib. Akhirnya ia melebur gerakan sulap ke dalam ilmu silatnya dan dari ilmu silatnya disalurkan kedalam permainan sulap, suddh tentu peleburan ini semakin menambah ragam pertunjukannya yang menarik.

Karena bagusnya, akhirnya ilmu silatnya yang bercampur dengan ilmu sulap itu menjadi salah satu kepandaian khas Thay-san-pay.

Wdaak Wi Kay-hou biasanya pendiam dan tidak banyak tingkah, ilmu yang berhasil dipelajarinya dari perguruan itu selama ini belum pernah digunakannya, sekarang dalam keadaan kepepet dikeluarkannya dan ternyata berhasil dengan baik sehingga tokoh Say-koan yang termashur seperti Tay-jiu-in Hui Pin ini dapat dibekuknya.

Begitulah dengan tangan kanan mengangkat panji pancawarna dan pedang di tangan lain melintang di leher Hui Pin, dengan suara berat ia seru: "Ting-suheng dan Liok-suheng, maafkan jika terpaksa kurampas Leng-ki yang kita hormati ini, maksudku juga tidak berani memeras kalian, aku cuma ingin mohon jasa baik saja dari kalian.”

Ting tiong saling pandang sekejap dengan Liok Pek, keduanya sama berpikir: "Hui-sute berada dalam cengkeramannya. terpaksa harus mendengarkan apa kehendaknya.”

"Minta jasa baik apa?" tanya Ting Tiong.

"Mohon kalian suka menyampaikan permintaanku agar keluarga Wi diperbolehkan mengasingkan diri, selanjutnya tidak ikut campur apa pun di dunia persilatan. Seterusnya akupun tidak akan bertemu pula dengan Kik-toako, dengan para Su-heng dan kawan2 juga mulai sekarang kita berpisah. Wi Kay-hou membawa keluarga dan muridnya berangkat ke tempat yang jauh seumur hidupnya takkan menginjak tanah Tionggoan lagi."“

Ting Tiong ragu2, katanya kemudian: "Urusan ini aku dan Liok-sute tidak dapat memberi keputusan dan harus dilaporkan kepada Coh-suko serta minta pertimbangannya.”

Di sini terdapat ketua Yan-san dan Lam-han, dari Siongsay-pay juga hadir Ting-yat Suthay, selain itu para ksatria yang hadir juga dapat menjadi saksi," sampai di sini Wi Kay-hou menyapu pandang sekeliling ruangan, lalu menyambung: "Sekarang orang she Wi mohon para kawan sudi memberi dukungan, supaya aku tetap mempertahankan budi setia terhadap kawan, sekaligus juga menyelamatkan jiwa anak muridku.”

Ting-yat Suthay adalah wanita yang keras diluar dan lunak di dalam, meski perangainya pemberang, tapi hatinya welas-asih, dia yang per-tama2 buka suara: "Cara begini memang sangat baik, supaya tidak menimbulkan cekcok antara kita. Ting-suheng dan Liok-suheng, boleh kita terima permintaan Wi-hiante ini. Jika dia sudah berjanji takkan bergaul lagi dengan orang Ma-kau dan akan jauh meninggalkan Tionggoan, ini sama seperti di dunia ini tiada seorang Wi Kay-hou lagi, untuk apa pula kita mesti banyak membunuh orang yang tak berdosa?”

"Ya. cara ini memang cukup bagus, entah bagaimana pendapat Sau-hiante?" tukas Thian-bun Tojin.

"Wi-hiante adalah orang yang bisa pegang janji, jika ia sudah omong begitu, kita percaya kepadanya." ujar Sau Ceng-hong, "Marilah, mari, dari lawan biarlah kita menjadi kawan saja, Wi-hiante, boleh kau lepaskan Hui-hiante, marilah kita minum ber-sama2 satu cawan arak perdamaian, besok pagi2 boleh kau bawa muridmu dan meninggalkan kota Cujoan ini.”

Namun Liok Pek lantas menanggapi; "Kalau ketua Yansan-pay dan Lam-han sudah omong begitu. Ting-yat Suthay lebih2 menyokong kehendak Wi Kay-hou itu, mana kami berani berlawanan dengan pikiran orang banyak. Cuma, saat ini Hui-sute dari Say-koan berada dalam cengkeraman Wi Kay-hou, jika kami menerima permintaan begini saja, kelak orang Kangouw pasti akan bilang Say-koan berada di bawah ancaman Wi Kay-hou dan terpaksa harus tunduk dan mengaku kalah. Bila cerita ini tersiar, lalu kemana muka Say-koan akan ditaruh?”

"Maksud Wi-hiante ialah minta ampun kepada Say-koan dan bukan memaksa dan memeras. darimana bisa dikatakan Say-koan terpaksa tunduk dan menyerah?" tukas Ting-yat Suthay.

Tapi Liok Pek lantas mendeogus. serunya- "Tik Siu, siap!" Murid Say-koan yang berdiri di belakang putera sulung Wi Kay-hou lantas mengiakan. pedang yang dipegangnyn terus mengancam di punggung Wi-kongcu.

Dengan kereng Liok Pek lantas berkata: "Wi Kay-hou, jika kau ingin minta ampun, hendaklah ikut kami ke Say-koan untuk menemui Coh-bengcu dan mohon ampun langsung kepada beliau, kami hanya pelaksana tugas menurut perintah saja dan tak berwenang memutuskan sesuatu, hendaklah segera kau serahkan kembali Lengki yang kau rampas itu serta melepaskan Hui-sute!”

Wi Kay-hou tersenyum pedih, tanyanya kepada puteranya: "Nak, kau takut mati atau tidak?"“

Dengan tegas anak itu menjawab: "Anak turut kepada perkataan ayah, anak tidak gentar!”

"Bagus, anak bagus!" kata Wi Kay hou.

Segera Liok Pek membentak: "Bunuh!”

Kontan pedang Tik Siu ditolak ke depan dan menembus jantung Wi-kongcu dari belakang, waktu pedang dicabut, seketika Wi-kongcu jatuh tersungkur bermandikan darah.

Wi hujin (nyonya Wi) menjerit dan menubruk mayat anaknya. Kembali Liok Pek membentak: "Bunuh lagi! Pedang Tik Siu bekerja pula dan kembali menembus punggung Wi-hujin Ting yat Suthay menjadi gusar, tanpa bicara ia hantam Tik Siu sambil mendamperat: "Binatang kau!”

Tapi Ting Tiong keburu melompat maju dan menyambut pukulan Ting yat itu. "Plak" kedua tangan beradu, tenaga pukulan Ting-yat kalah kuat, ia tergetar mundur dua tiga langkah, dada terasa sesak, darah bergolak dan hampir tertumpah, tapi sekuatnya ia telan kembali darah yang sudah hampir tersembur itu.

Ting Tiong tersenyum, katanya: "Maaf!”

Kiranya Ting yat Suthay bukan ahli dalam ilmu pukulan, apalagi pukulannya tadi ditujukan kepada Tik Siu, serangan seorang tua terhadap orang muda, tidak digunakannya sepenuh tenaga. Tak disangkanya mendadak Ting Tiong turun tangan sepenuh tenaga, ketika merasa adu pukulan tak dapat dihindarkan, namun sudah terlambat bagi Tingyat untuk mengerahkan tenaga. tahu2 tenaga pukulan Ting Tiong sudah membanjir tiba.

Begitulah Ting-yat Suthay telah terluka dalam dan hampir tumpah darah, dengan gusar ia lantas memberi tanda kepada anak muridnya dan berseru: "Kita pergi!" “

segera ia melangkah keluar dan diikuti oleh para Nikoh.

"Bunuh lagi! " terdengar Liok Pek memberi aba2 pula.

Serentak dua murid Say-koan mengayun pedangnya dan dua murid keluarga Wi terkapar binasa pula. "Dengarkan para murid keluarga Wi " demikian Liok Pek berseru, "jika kalian ingin hidup, lekas kalian berlutut dan minta ampun, kalian harus menyatakan Wi Kay-hou bersalah. dengan demikian kalian akan terhindar dari kematian.”

Wi Jing, puteri Wi Kay-hou. dengan murka mendamperat: ' Bangsat, Say-koan kalian jauh lebih jahat dan keji daripada Ma-kau!”

Segera Ban Tay-peng menabas dengan pedangnya, kontan Wi Jing terbelah menjadi dua dari bahu kanan hingga ke pinggang kiri. Su Ting-tat dan murid Say-koan lain juga bertindak, beberapa murid keluarga Wi yang sudah tertutuk Hiat-tonya segera dibunuh pula.

Meski para Kastria yang hadir di ruangan ini sebagian besar sudah berpengalaman tempur, tapi menyaksikan pembunuhan secara kejam begini, tidak urung banyak yang merasa ngeri. Ada juga sebagian orang tua ingin bersuara mencegah, tapi tindakan pihak Say-koan sesungguhnya teramat cepat, baru ragu sejenak, tahu2 mayat sudah bergelimpangan memenuhi ruangan. Apalagi mereka pikir meski tindakan Say-keon ini terasa agak kejam, namun selanjutnya adalah demi menghadapi Mo-kau dan bukan soal menuntut balas terhadap pribadi Wi Kay-hou.

Selain itu Say-koan sekarang sudah mengatasi keadaan, sampai tokoh termashur seperti Ting-yat Suthay juga terpaksa harus tinggal pergi, tokoh2 lain seperti Thian-bun Tojin, Sau Ceng-hong dan lain2 juga diam saja, padahal persoalan ini menyangkut urusan Ngo-tay-lian-beng sendiri, orang luar menjadi tidak enak ikut campur, daripada mencari penyakit, lebih baik mencari selamat sendiri saja.

Begitulah dalam pada itu anak murid keluarga Wi sudah habis terbunah semua. yang tertingal hanya putera kesayangan Wi Kay-hou yang terkecil, namanya Wi Kin.

Anak ini baru berumur 11 tahun, cakap dan pintar.

Agaknya sebelumnya Liok Pek sudah menyelidiki dengan jelas bahwa Wi Kay-hou sangat sayang kepada putera bungsu ini, sekarang anak ini hendak diperalatnya untuk menundukkan Wi Kay-hou, segera ia berkata kepada Su Ting-tat: "Coba tanya bocah ini, mau minta ampun atau tidak. Kalau tidak, potong dulu hidungnya, lalu iris daun telinganya, kemudian cungkil biji matanya, biar dia rasakan betapa sakitnya.”

Su Ting-tat mengiakan, lalu ia berpaling dan tanya Wi Kin: "Nah, kau minta ampun atau tidak?”

Muka Wi Kin tampak pucat pasi dan badan gemetar "Anak yang baik," seru Wi Kay-hou "Kakakmu telah mati dengan gagah berani, mati biar mati, kenapa mesti takut?" "Akan tetapi. . . akan tetapi mereka hendak. . . hendak memotong hidungku dan. ....dan mencungkil mataku. . . .”

"Hahaha! Dalam keadaan begini memangnya kau masih berharap mereka akan melepaskan kita?" seru Wi Kay-hou dengan terbahak.

"Tapi. . .tapi ayah, engkau ber. .. . berjanji saja akan. . .

.akan membunuh Kik-pepek dan. . . .”

"Binatang, apa katanya?" bentak Kay-hou dengan gusar.

Su Ting-tat sengaja angkat pedangnya dan dinaik turunkan didepan hidung Wi Kin, katanya: "Anak kecil, jika kau tidak berlutut dan minta ampun, segera kupotong hidungmu. Nah, satu. ...dua. . .”

Belum lagi "tiga" diucapkan, cepat Wi Kin bertekuk lutut di lantai dan memohon: "Jang. . .Jangan. . .”

"Bagus, akan kuampuni kematianmu, tapi kau harus menyatakan kesalahan Wi Kay-hou didepan para kestria yang hadir disini," seru Liok Pek dengan tertawa.

Wi Kin memandang sang ayah, sorot matanya penuh rasa memelas dan memohon.

Sejak tadi Wi Kay-hou sangat tenang meski menyaksikan kematian anak-isterinya terbunuh secara kejam, tapi sekarang ia benar2 tak dapat menahan rasa murkanya, ia membentak: "Binatang kecil, apakah kau tidak merasa berdosa terhadap ibumu?”

Tapi Wi Kin menyaksikan ibu dan kakak2nya menggeletak bermandikan darah, pedang Su Ting-tat juga terus mengancam didepan hidungnya, ia menjadi ketakutan dan berkata kepada Liok Pek: "Mohon. . .mohon engkau suka. . . .suka mengampuni ayahku.”

"Ayahmu berkomplot dengan penjahat dari Ma-kau, menurut kau tindakannya salah atau tidak?" tanya Liok Pek.

"Ya, sa .. . .salah!" jawab Wi Kin dengan suara hampir tidak terdengar.

"Orang begini pantas dibunuh atau tidak?" tanya Liok Pek pula.

Wi Kin menunduk dan tidak berani menjawab.

"Bocah ini tidak mau bicara, bunuh saja dia!" seru Liok Pek.

Su Ting-tat mengiakan. Ia tahu ucapan Liok Pek hanya untuk menggertak saja, maka iapun angkat pedang dan berlagak hendak menabas.

Wi Kin menjadi takut, cepat ia bersuara: "Ya, pan. . .

pantas dibunuh!”

"Bagus!" seru Liok Pek sambil berkeplok. "Selanjutnya kau bukan orang Thay-san-pay lagi dan juga bukan putera Wi Kay-hou, kuampuni jiwamu!”

Saking ketakutan, kaki Wi Kin serasa lemas sehingga tidak sanggup berdiri.

Melihat kepengecutan anak itu, para ksatria sama merasa malu baginya, bahkan ada yang merasa muak dan berpaling ke arah lain. Wi Kay-hou menghela napas panjang, katanya kemudian: "Orang she Liok, kau yang menang," “

Mendadak panji rampasannya dilemparkan kearahnya, berbareng sebelah kakinya mendepak Hui Pin hingga terjungkal, lalu teriaknya dengan lantang: "Orang she Wi sudah kalah dan runtuh habis-habisan, rasanya akupun tidak perlu banyak menimbulkan korban.”

Mendadak ia palangkan pedang terus hendak menggorok leher sendiri. Pada detik paling gawat itulah se-konyong2 dari atas emper rumah sana melayang turun sesosok bayangan hitam, dengan gerakan secepat kilat tangan orang itu lantas meraih pergelangan tangan Wi Kay-hou sambil membentak: "Lelaki menuntut balas, sepuluh tahun lagi juga belum terlambat. Hayo pergi!”

Sambil bicara, ia seret Wi Kay-hou terus diajak berlari keluar secepat terbang.

"Kik-toako, kau ..." seru Kay-hou.

"Tidak perlu banyak bicara!" jawab orang itu. Kiranya dia inilah gembong Ma-kau, Kik Yang adanya.

Segera ia percepat langkahnya, Tapi baru beberapa langkah, Ting Tiong. Liok Pek dan Hui Pin bertiga serentak menghantam punggung mereka.

Kik Yang menyadari di tempat ini hadir jago2 kosen yang tak terhitung jumlahnya, setiap orang juga musuh bebuyutan Ma-kau, jika sampai terlibat dalim pertarungan tentu sukar untuk meloloskan diri.

Segera ia berseru kepada Wi Kay-hou: "Lari!”

Sekuatnya ia tolak punggung Kay-hou hingga melayang lebih cepat kedepan, berbareng itu ia himpun segenap tenaganya pada punggungnya, ia terima mentah2 pukulan tiga jago Say-koan itu.

"Blang", Kik Yang juga mencelat keluar. Sekalipun ilmu silatnya sangat tinggi, tapi betapa hebat tenaga pukulan gabungan tiga tokoh utama Say-koan, kontan Kik Yang tumpah darah Namun begitu ia sempat mengayun tangannya kebelakang, segerombol jarum hitam lantas bertebaran sebagai hujan.

Cepat Ting Tiong berteriak: "Hek-hiat-sin-ciam, cepat menghindar!”

Buru2 ia melompat kesamping. Sedangkan para ksatria menjadi kaget demi mendengar nama Hek-hiat-sin-ciam atau jarum sakti darah hitam dari Mo-kau ini, cepat mereka berusaha berkelit dan mengegos, saking banyaknya orang terjadilah tumbuk menumbuk, suasana menjadi kacau.

Sekalipun begitu, terdengar juga jeritan belasan orang.

"Aduh!. . .Celaka!”

Lantaran terlalu berjubel, hamburan jarum berbisa itupun sangat banyak dan cepat. Akhirnya berpuluh orang termakan juga oleh jarum itu.

Di tengah suara hiruk-pikuk, Kik Yang dan Wi Kay-hou sudah kabur jauh.

= oOdOwOo = 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar