Bab 30 (Tamat)
Tak terduga, mendadak Ki Go-thian mendak kebawah menghindarkan serangan golok si orang aneh yang saat itu lagi membabat pula, berbareng itu tubuhnya memutar sambil kebaskan lengan bajunya hingga daya pukulan Wi Ko tadi kena dipatahkan.
Malahan sebelah tangannya itu terus menghantam kearah Wi Ko sembari membentk: Ha, bocah berani membokong ! Sungguh terkejut sekali Wi Ko atas kesempatan lawan, dia menduga dirinya takkan sanggup menangkis pukulan orang yang maha hebat itu, cepat2 ia berkelit, maka Hong san Koay Khek “
terdengarlah suara blang yang keras, sebuah batu besar dibelakangnya telah hancur kena tenaga pukulan Ki Go-thian.
Dilain pihak, si orang aneh itu telah mencecar Ki Go-thian pula dengan permainan goloknya yang lihay.
Yang aneh yalah gerak serangan golok itu bukan lagi merupakan ilmu golok tetapi lebih mirip ilmu pedang.
Li heng itu toh bukan Liok-hap-to-hoat golonganmu” Tanya Jing-ling-cu pada Li Pong.
Ya, bukan Liok-hap-to-hoat, sahut Li Pong.
Jing-ling Tothiang, kau adalah akhli pedang tentu kau dapat menyelami sedikit gaya permainan golok itu.
Sungguh memalukan aku sendiripun tidak tahu, sahut Jing-ling-cu.
Tiba2 Thay-jing-siancu membisiki mereka; Ilmu permainan golok sobat aneh itu kenapa mirip benar dengan ilmu pedang Khong Siau-lin dari Siangyang dahulu” Hati semua orang tergerak mendengar nama Khong Siau-lin disebut.
Jago angkatan tua itu terkenal sebagai gurunya Jiau Pek-king yang selisih usianya tidak banyak, dan telah menghilang lebih tiga puluh tahun yang lalu ketika dalam suatu perjalanan jauh sama Jiau Pek-king.
Sedang men-duga2 diri sobat aneh itu, pada saat itulah tiba2 Jiau Pek-king menggerang sekali, berbareng orangnya terus maju, sekali Tun-kau-kiam bergerak, segulung sinar hijau segera mengurung keatas kepala Ki Go-thian.
Jadi sekarang Ki Gothian dikeroyok dua.
Melihat Jiau Pek-king sudah bertindak, Wi Ko pun tidak mau ketinggalan lagi, kembali ia pun menerjang maju dengan pukulan yang cukup lihay.
Ketika merasa serangan pedang Jiau Pek-king menyambar, Ki Go-thian sempat menghindarkan bacokan si orang aneh berbareng tubuhnya meluncur kesamping dan tangannya membalik, hendak merebut pedangnya Jiau Pek-king, sedang lengan baju sebelah lain terus mengebas mendesak Wi Ko kebelakang.
Sekali bergerak menghalau tiga serangan.
Melihat Jiau Pek-king yang sejak tadi diam saja, dan kini mendadak ikut menyerbu maju, Jing-ling-cu dan lain-lain menjadi heran, tetapi merekapun lantas bersiap-siap menanti kesempatan baik untuk menerjang.
Hong san Koay Khek “
Dalam pada itu ketika Ki Go-thian harus menghindarkan diri lagi dari suatu serangan si orang aneh yang dipandangnya paling tangguh diantaranya tiga lawan itu, diluar dugaan tusukan pedang Jiau Pek-king menyusul tiba juga, lekas-lekas ia meloncat setinggi dua tombak ke atas, habis itu terus menubruk kebawah mengarah Wi Ko yang dianggap lawan terlemah.
Namun begitu, tidak urung lengan bajunya sudah berlubang tertusuk pedangnya Jiau Pek-king.
Maka berserulah Ki Go-thian sembari menubruk kebawah: Aha, Siau Jiau kiranya sudah berada disini.
Tapi kenapa kau menjadi penakut begini, diam2 menyamar lalu mengeroyok” Benar, memang aku sudah ada disini, sahut Jiau Pek-king dingin.
Tetapi apakah kau pun tahu sobat aneh ini siapa” Siapa dia” katakan lekas ! bentak Ki Go-thian sambil menyerang.
Siapa dia” Apakah kau tidak kenal ilmu pedangnya yang dimainkan dengan golok itu, sahut Jiau Pek-king dengan berkelit.
Dia bukan lain adalah Siang-yang-kiam-sin (jago pedang sakti dari Siangyang) Khong Siau-lin! Ha, Khong Siau-lin” seru Ki Go-thian terkejut.
Bukankah sudah berpuluh tahun Khong Siau-lin hilang tak diketahui mati hidupnya” Ya, dan sekarang Khong-kiam-sin itu telah menjelma kembali! kata Jiau Pek-king sambil tersenyum.
Diam2 Ki Go-thian memikir, apabila benar orang aneh ini adalah Khong Siau-lin, maka pastilah merupakan seorang lawan yang tangguh, untuk menangkan dia masih belum berani yakin.
Apalagi kini lawan dibantu Jiau Pek-king dan Wi Ko, kalau melihat keadaannya, orang aneh ini seperti kurang waras.
Jalan satu-satunya aku harus membinasakan orang aneh ini lebih dulu, habis itu satu persatu aku akan bereskan yang lain.
Setelah mengambil ketetapan itu, segera ia pusatkan serangannya kepada orang aneh itu, keroyokan Jiau Pek-king dan Wi Ko yang dipandang enteng itu hanya sekalidua ditangkisnya atau cukup dengan tenaga kebasan lengan bajunya akan membikin kedua orang itu terpaksa mundur.
Suatu ketika si orang aneh itu membabat dengan goloknya sembari meloncat keatas mengelakkan serangan itu, berbareng Ki Go-thian terus menabok dengan telapak Hong san Koay Khek “
tangan kanannya kebatok kepala lawannya.
Begitu cepat dan lihai serangan itu hingga tampaknya kepala orang aneh itu pasti akan remuk kena digaplok.
Syukurlah dari samping Jiau Pek-king dan Wi Ko cepat bertindak.
Jiau Pek-king menusuk dengan pedangnya, terpaksa Ki Go-thian tarik kembali serangannya itu, sedang Wi Ko terus melontarkan serangan dengan kedua tangannya, dengan maksud menahan tenaga gaplokan Ki Go-thian keatas kepala orang aneh itu.
Ternyata babak ini adalah babak yang menentukan.
Ki Go-thian sudah ambil keputusan sekali pukul harus bereskan orang aneh itu meskipun ia harus terima resiko pengeroyokan dari Jiau Pek-king.
Namun begitu dia masih sempat depakkan kakinya kebatang pedang Jiau Pek-king yang menusuk kearahnya itu, begitu besar tenaga depakannya hingga meski pedangnya yang didepak, tapi tidak urung Jiau Pek-king kena digetarkan roboh.
Dipihak lain gerakan si orang aneh juga tidak kalah sebatnya, sedikit Ki Go-thian ayal karena kaki dan tangannya meski bekerja semua goloknya telah diputarnya kembali dan dengan gaya pedang terus menusuk keperut Ki Go-thian yang sudah mulai menurun dari atas.
Sebaliknya pukulannya Ki Go-thian tadi masih digablokkan keatas kepala si orang aneh, cuma tenaganya sudah berkurang karena rintangan Wi Ko tadi.
Maka terdengarlah suara crak , disusul dengan suara gedebukan badan manusia beberapa kali.
Saking ngerinya dan luar biasa adegan itu sampai Jing-ling-cu dan lain2nya sama menjerit dengan pejamkan mata, mereka menduga sekali ini pastilah tamat riwayatnya dengan terbinasanya si orang aneh yang mereka andalkan itu.
Diluar dugaan, ketika mereka membuka mata ternyata Ki Go-thian sudah menggeletak tanpa berkutik pula, ulu hatinya berlubang memancurkan darah, sedangkan orang aneh itupun terguling ditanah tak sadarkan diri.
Wi Ko termangu2 kaku ditempatnya, dan Jiau Pek-king tampak sedang merangkak bangun dari jatuhnya tadi.
Hong san Koay Khek “
Kiranya terbinasalah Ki Goan-thian itu disebabkan tusukan golok si orang aneh ketika kakinya menjejak pedangnya Jiau Pek-king, sebaliknya orang aneh itupun terjungkal pingsan oleh samberan angin pukulan Ki Go-thian, untung Wi Ko mendahului hantamkan kedua tangannya hingga tenaga pukulan Ki Go-thian telah banyak dipatahkan, bila tidak, pasti batok kepala orang aneh itu sudah pecah berantakan.
Dan sesudah merangkak bangun serta melihat keadaan disekitarnya, segera Jiau Pek-king menubruk ketempat orang aneh itu, ia pegang urat nadi orang dan mendapatkan keadaannya baik2 saja, cepat ia mengurut badan orang aneh itu hingga sejenak kemudian orang itu tampak siuman kembali.
Tapi demi orang aneh itu membuka matanya, seketika memancarkan sinar mata yang berkilat2.
Berbeda sekali dengan sorot matanya yang buram tadi.
Karuan Jiau Pekking sangat girang, segera ia pegang pundak orang dan dibangunkan, saking terharunya sampai ia tidak sanggup ber-kata2.
Semua orang menjadi bingung oleh kelakuan Jiau Pek-king itu.
Sebaliknya orang aneh itu ikut heran ketika melihat Jiau Pek-king berada dihadapannya dan disamping masih terdapat kawan2 yang sebagian besar tak dikenalnya.
Pek..
Pek King, kiranya kau! tiba-tiba orang aneh itu dapat bersuara.
Ya suhu, memang murid adanya, sahut Jiau Pek-king terharu.
Tercenganglah semua orang mendengar itu.
Orang itu dipanggil suhu oleh Jiau Pekking, jadi dia itulah Khong Siau-lin, dan bukan Siang Hiap yang mereka sangka.
Lantas mengapa sebelum ajalnya Cu Hong tin telah berlutut minta ampun kepada orang aneh itu dan menyebutnya sebagai Siang Hiap “ Kiranya pada waktu semua pada datang ke Ciok-yong-hong Cu Hong-tin juga sudah tiba.
Cuma waktu melihat Jiau Pek-king juga hadir dengan menyamar sebagai Hwe Tek, sebagai orang pengecut, cepat ia tinggal pergi lagi.
Tapi malang baginya, ditengah jalan ia kepergok Ki Go-thian hingga kena dilukai, maka kembali ia berlari keatas Ciok-yonghong dan akhirnya terbinasa disitu.
Mengenai Siang Hiap mendadak bisa berubah menjadi Khong Siau-lin, hal itu memang yang tidak tahu duduknya perkara menjadi heran dan bingung.
Sebaliknya sejak mula Jiau Pek-king memang sudah meragukan orang aneh itu sebagai Siang Hiap ketika setiap gerak-geriknya mirip sang guru yang sudah sangat dikenalnya itu.
Hong san Koay Khek “
Dahulu waktu mereka berkelana kedaerah Biau, secara kebetulan Khong Siau-lin juga telah ikut memperebutkan Seng-co suku Biau yang kedelapan dan berhasil mendudukinya.
Karena tujuan mereka kedaerah Biau hendak menyelidiki rahasia kitab Siau-yangchit-kay, maka Jiau Pek-king coba minta sang guru membatalkan niatnya menjadi Sengco.
Tapi Khong Siau-lin berlainan pendapat, ia anggap dengan menduduki suku Biau itu akan memudahkan penyelidikannya.
Sebab pertentangan pendapat itu, kemudian Jiau Pek-king kembali kedaerah Tionggoan sendiri dan bungkam seribu bahasa tentang sang guru itu.
Sehabis menjabat Seng-co kedelapan, pada suatu hari, selagi Khong Siau-lin mengadakan penyelidikan ditengah gunung didaerah Biau itu, dipergoki seorang berlari2 diantara hutan belukar itu seperti orang linglung.
Segera ia memburunya, tapi sesudah dekat, ia dapatkan muka orang sudah rusak membusuk.
Kiranya orang itu bukan lain dari pada Siang Hiap yang melarikan diri dari rumah penduduk Biau itu ketika ditinggalkan sang isteri, yaitu Ang Jing-kin yang pergi mencari obat baginya.
Karena racun luka dimukanya itu sudah terlalu hebat, Siang Hiap tidak tahan lagi, ia roboh pingsan.
Waktu Khong Siau-lin berusaha menyadarkannya, tapi napasnya sudah lemah, ia hanya sempat mengeluarkan kata2 Jing-kin ber-ulang2 sambil menunjuk kearah pegunungan lalu menghembuskan napas yang terakhir.
Si orang cakap ganteng yang digilai banyak gadis diantaranya seperti To Hiat-koh akhirnya terbinasa ditanah Biau.
Khong Siau-lin mengulangi kata2 Jing-kin itu, ia menduga itu pasti nama seorang wanita.
lapun heran kenapa Siang Hiap menunjuk kearah pegunungan yang tidak pernah dijajah manusia itu.
Segera ia melanjutkan perjalanannya dipegunungan itu dan akhirnya mendapatkan Ang Jing-kin menggeletak ditepi kolam dan napasnya sudah tinggal senin kemis.
Dalam keadaan tak sadar, Ang Jing-kin sempat menyerahkan kain sutera merah dan Tun-kaukiam kepada Khong Siau-lin yang disangkanya suaminya sendiri, lalu menghembuskan napas yang penghabisan.
Dengan terharu Khong Siau-lin kembali ke kediamannya, ia simpan pedang dan kain sutera itu dalam gua tempat suci Seng-co.
Pada masa itulah, diam2 ia mencintai Hong san Koay Khek “
seorang gadis Biau yang cantik.
Akan tetapi menurut adat bangsa Biau, seorang gadis yang berani berhubungan gelap dengan Seng-co dianggap suatu dosa besar.
Diluar tahu Khong Siau-lin, diam2 gadis itu dibakar hidup2 oleh suku bangsa mereka.
Waktu Khong Siau-lin mengetahui, keadaan sudah terlambat, api sudah berkobar-kobar dan gadis itu sudah terbakar.
Dengan kalap Khong Siau-lin membinasakan beberapa orang Biau, terus menerjang ke dalam lautan api, ia dapatkan gadis buah hatinya sudah hangus.
Sungguh tidak kepalang pedih hatinya, ia menubruk keatas mayat yang sudah berwujut arang itu sambil menangis keras2.
Sementara itu orang Biau sama ketakutan dan melarikan diri ketika beberapa kawannya dibinasakan Seng-co mereka.
Akhirnya Khong Siau-lin kemudianpun jatuh pingsan diatas mayat gadis Biau itu.
Bila ia dapat siuman kembali, pikirannya telah berubah kurang waras, menjadi seorang gendeng dan mukanya terbakar rusak.
Satu2nya yang masih dapat diingat olehnya hanya nama Jing-kin yang didengarnya paling akhir itu.
Sebab itulah, ketika akhirnya ter-lunta2 sampai di pegunungan Heng San dan diketemukan Jing-ling-cu, yang masih diingatnya juga melulu Jing-kin saja dua huruf.
Dan secara kebetulan sekali, ketika digaplok Ki Go-thian, beruntung tenaga pukulan itu kena ditahan oleh Wi Ko, hingga Khong Siau-lin hanya terpukul pingsan, bahkan karena pukulan itu menggetarkan otaknya dan jernih kembali pikirannya.
Begitulah sesudah Khong Siau-lin menceritakan pengalamannya itu, barulah semua orang mengerti duduk perkaranya.
Jun-yan lekas kau kemari memberi hormat pada Suco! seru Jiau Pek-king kemudian.
Dengan lincah Jun-yan lantas menjura pada orang aneh alias Khong Siau-lin, katanya kemudian: Pantas Su-co menganggap diriku sebagai Jing-kin serta selalu membela padaku, tapi memang tidak salah juga kalau seorang Su-co harus melindungi cucu muridnya! Khong Siau-lin tertawa oleh kata2 si gadis yang genit itu.
Sebaliknya Jiau Pek-king terus mengomelnya.
Suhu, kata Jun-yan pula, jelek2 Tecu telah berjasa bukan” Kalau bukan Tecu yang memancing Ki Go-thian kesini, tentu suco takkan dapat dikenal dan dipulihkan ingatannya bukan” Hong san Koay Khek “
Jiau Pek-king benar2 kewalahan oleh kenakalan murid itu.
Ia hanya bisa geleng2 kepala sambil menghela napas.
Segera Jun-yan menambahi pula: Dan sekarang Tecu mohon perkenankan suhu mengizinkan tecu menyusul A Siu kedaerah Biau untuk beberapa bulan lamanya, A Siu tentu telah pulang kekampung nya sana bersama Ti Put-cian yang dicintainya itu! Habis berkata tanpa menunggu jawaban, tangan Wi Ko lantas ditariknya dan berlari kebawah gunung sambil tertawa ter-kikih2 genit..
Tamat