Manusia Aneh Dialas Pegunungan Bab 27

Bab 27

Dan entah siapa nama Saudara yang terhormat” Karena yang bertanya adalah Wi Ko pula ditegur oleh Li Pong tadi maka orang itu tidak enak hendak umbar amarahnya lagi, sahutnya, Cayhe she Thio, bernama Tiongpat.

O, kiranya sobat Thio, ujar Wi Ko.

Dan baru selesai dia berkata, se-konyong2 anak murid Pi-lik-cio In Thian-sang yang bernama Thiong-pat itu menjerit sekali, kedua tangannya yang menahan diatas meja sambil melototi Jun-yan tadi tahu2 terpental kebelakang, sampai balok kursi yang buat kursi duduknya juga ikut mencelat hampir menindih orang lain.

Perubahan ini benar2 datangnya sekonyong-konyong, jangankan orang lain tak tahu apa-apa yang sudah terjadi, sampai Jun-yan pun tidak mengerti duduknya perkara.

Sebaliknya Wi Ko terus berkata lagi dengan tertawa : Ah, kenapa kawan Thio kurang hati-hati ! Habis berkata, ia kebas lengan bajunya, Jun-yan ditariknya untuk menuju kemeja yang lain.

Karena Wi Ko membuka suara, barulah orang lain tahu dialah yang menyebabkan Thio Tiong-pat terpental, tapi cara bagaimana melakukannya, orang2 itu sama bingung.

Hanya tokoh2 seperti Thi-thau-to, Cio Ham, Boh-hoat Suthay, dan lelaki jelek yang mengaku bernama Hwe Tek serta Li Pong yang paham apa sebabnya Thio Tiong-pat roboh terpental, wajah mereka rada berubah dan saling berpandangan, nyata mereka dapat melihat ketika berduduk tadi, Wi Ko telah menahan meja juga dengan sebuah tangannya.

Pasti pada saat itulah lwe-kangnya yang hebat terus melontarkan untuk menghantam Thio Tiong-pat hingga terpental oleh tenaga dalam yang maha hebat itu.

Sungguh susah dipercaya seorang muda sudah memiliki Lwekang setinggi itu.

Dalam pada itu Thio Tiong-pat telah merangkak bangun, mukanya merah padam, mungkin sekarang sudah tahu rasa ia tak berani tinggal lama lagi, cepat saja ia lari turun gunung sipat kuping.

Maka dengan lagak yang dibuat2, sengaja Jun-yan mengerling sekelilingnya dengan jumawa.

Ternyata diantara hadirin sebanyak itu, tak dilihatnya sang guru, yaitu Thongthian-sin-mo Jiau Pek-king.

Begitu pula A Siu masih tak kelihatan bayangannya.

Segera iapun menanya Li Pong: Numpang tanya, Liheng, kenapa diantara hadirin sebanyak ini masih kurang lagi seorang tokoh yang terkenal “ Hong san Koay Khek “

Siapakah yang Kah-laute maksudkan” tanya Li Pong.

Thong-thian-sin-mo Jiau Pekking dari Jing-sia, sahut Jun-yan.

O, kiranya Kah-laute kenal dengan Lau Jiau “ ujar Li Pong.

Ah, kami hanya sobat lama saja, kata Jun-yan sengaja membual.

Malahan banyak diantara kepandaian Lau Jiau diyakinkan ketika saling tukar pikiran dengan aku.' meski bilang tukar pikiran waktu belajar, tapi dibalik kata2 itu seakan-akan bermaksud Jiau Pek-king yang belajar dari dia.

O, kiranya begitu! seru Li Pong, tapi diam-diam dalam hati ia merasa geli, ia pikir Kah Lotoa ini selalu suka menggoda orang, kini sengaja pula membual atas namanya Thong thian-sim mo Jiau Pek-king, pasti nanti kau akan tahu rasa.

Ternyata pikiran Li Pong itu bukannya tidak beralasan, sebab si lelaki bermuka jelek yang duduk diseberang Jun-yan yang dikenal sebagai Hwe Tek itu, sebenarnya Jiau Pek-king dalam penyamaran.

Ilmu penyamaran Jun-yan dipelajari dari sang guru, sudah tentu penyamaran Jiau Pek-king itu jauh lebih susah dikenali Jun-yan.

Sebaliknya Jiau Pek-king pun tidak nyana bahwa si Kah-lotoa yang jahil itu adalah muridnya, terutama si gadis itu berteman A Siu yang aneh.

Sementara itu karena kata2 tadi rupanya sangat menarik perhatian orang banyak, Jun-yan semakin mendapat angin, segera ia menyambung lagi; Padahal Siau Jiau pakai julukan Thong thian-sin-mo, sebenarnya rada berlebihan, kata2 Thong-thian (mencakup jagat) masakan begitu mudah digunakan dia, sedangkan Tok-poh-kiang gun Lau Ki juga cuma menyebut dirinya Gi thian (kebanggaan jagat) saja ! Sungguh terlalu berani pembualan Jun-yan, ia telah menyebut Jiau Pek-king sebagai Siau jiau kecil, sebaliknya menyebut Ki Go-Thian sebagai Lau Ki atau Ki tua.

Karuan semua orang ikut tersentak oleh mulutnya yang besar itu.

Meski geli, akhirnya Hwe Tek alias Jiau Pek-king tulen itu, tidak tahan juga, katanya dengan dingin: Entah kawan Kah ini berusia berapa sekarang, kenapa menyebut ThongThian sin-mo itu sebagai Siau Jiau” Memangnya sejak bertemu ditengah jalan Jun-yan sudah sirik terhadap lelaki bermuka jelek ini, kini orang lain tidak berani menanya, justru orang yang dibenci inilah yang buka suara, maka sahutnya dengan melirik hina : Soal umur kenapa mesti heran” Dikalangan Bu-lim Sutit lebih tua dari Susiok juga tidak sedikit.

Hong san Koay Khek “

Eh, jadi tingkatan saudara tentunya lebih tinggi dari Thong-thian-sin-mo “ tanya Jiau Pek-king sengaja.

Memang, sahut Jun-yan, tingkatan kini memang selisih satu angkatan! Ternyata jawabannya ini ada benarnya juga.

Dia memangnya adalah muridnya Jiau Pek king, dan tingkatannya mereka jadi selisih satu angkatan.

Cuma dari lagu suara jawabannya ini, bagi pendengaran orang lain menjadi seperti dialah yang lebih tua setingkat.

Aha, jika begitu tentu saudara benar2 orang Bu-lim-cianpwe, kata Jiau Pek-king menjengek.

Marilah, biar kusuguh secawan sekedar sebagai penghormatanku.

Habis berkata, poci teh diatas meja terus diangkatnya, menyusul sedikit poci bergerak, tahu-tahu seutas air teh terus mancur dengan cepat dan kerasnya kesuatu cawan kosong diatas meja Jun-yan.

Tenaga dalam yang diunjukkan oleh Jiau Pek-king ini, sungguh diantara hadirin itu tiada yang mampu melakukannya.

Karuan sekaranglah Jun-yan baru terkejut dan insaf menghadapi seorang kosen.

Pantas hari itu A Siu sudah memperingatkannya bahwa orang ini mempunyai Lwekang yang tinggi.

Kalau melihat kepandaiannya menyemburkan air dalam poci dengan tekanan tenaga dalamnya, terang ilmu kepandaiannya ini tidak dibawah gurunya sendiri, yaitu Thong-thian-sin-mo.

Teringat pada sang guru, hati Jun-yan menjadi tergerak.

Baru sekarang dia insaf kata2 bualannya benar-benar rada keterlaluan.

Cepat ia berpura-pura berjongkok dan sekilas melirik ke kuduk kepala lelaki jelek itu.

Sungguh tak kepalang terkejutnya Jun-yan, ternyata dikuduk kepala orang itu ada sebutir andeng-andeng merah besar.

Hong san Koay Khek “

Andeng2 demikian itu diketahuinya terdapat juga pada kuduk kepala sang guru.

Maka teranglah tidak mungkin didunia ini ada dua orang yang serupa, tidak usah disangsikan lagi pasti orang yang dihadapannya ini adalah gurunya sendiri.

Apalagi bila sebentar sang guru juga hendak mengujinya dengan Lwekang, tentu celakalah baginya.

Sedang Jun-yan kerupukan sendiri, tiba2 terlihat tuan rumah yaitu Jing-ling-cu, sedang keluar dari kuilnya dengan wajah muram.

Karena itu suara ramai tadi menjadi sirap, sebagai gantinya semua pandangan dipusatkan kepada imam itu.

Sudah sampai di-tengah2 orang banyak, Jing-ling-cu memandang sekelilingnya, ia mendehem sekali, lalu dengan suara yang berat ia berkata.

Lebih dulu banyak terima kasih atas kedatangan para sobat.

Adapun undangan Pinto kali ini tujuannya yalah supaya kita be-ramai2 mengenal sobat aneh dari Bu-lim yang luar biasa.

Muka sobat ini sudah rusak dan sukar dikenali, entah tergoncang soal apa, sampai pikirannya juga kurang waras, malahan tak bisa bicara dan tak bisa melihat.

Untuk ini Pinto telah minta dua bantuan dari tabib pandai yang kita sudah sama-sama mengenalnya; yaitu Cokkak seng dan Siang Tim diantaranya berdua, akan tetapi kedua ahli ini kinipun angkat tangan tak berdaya, sekarang jalan lain tidak ada kecuali sobat ini dihadapkan pada para hadirin untuk bantu mengenalinya! Sebenarnya tanpa diminta semua hadirin itu pun sudah tahu maksud tujuan undangan Jing-ling-cu kepada mereka itu.

Yang mereka herankan yalah betapa hebatnya orang aneh itu, hingga kedua tokoh pertabiban seperti Ciok-kak-seng dan Siang Tim juga tak berdaya mendapatkan tanda2 asal-usul orang aneh itu.

Sementara itu dari dalam kuil tampak keluarlah seorang yang mukanya sangat menyeramkan, dibelakangnya ikut dua orang, yang satu lelaki dan yang lain wanita, mereka adalah kedua tabib tersohor yang disebut tadi.

Sedang orang berwajah jelek itu bukan lain adalah si orang aneh itu yang memiliki ilmu silat yang tinggi, tapi asalusulnya masih menjadi pertanyaan itu.

Diam2 semua orang tercengang melihat muka orang aneh itu, mereka heran oleh sebab apakah hingga muka orang berubah begitu macam “ Dan karena sudah begitu rupa, dengan sendirinya juga susah untuk dikenali lagi.

Sejenak kemudian terdengar Jing-ling-cu berkata pula dengan menghela napas: Sobat aneh ini, bukan saja Lwekangnya sudah sangat sempurna, bahkan terhadap ilmu Hong san Koay Khek “

tunggal dari golongan lain juga diyakini dengan baik.

Cuma sayang, mukanya justru telah rusak begini rupa.

Kini jalan lain tidak ada kecuali mesti minta bantuan para hadirin, mungkin diantara siapa2 yang dapat mengenalinya” Akan tetapi meskipun ucapan Jing-ling-cu itu diulang lagi, tetap tiada seorangpun yang tahu asal usul orang aneh itu.

Hanya Jiau-pek-king yang menyamar sebagai Hwe Tek itu, tampak berkedip dengan sinar mata yang berkilau, seperi tertarik oleh sesuatu.

Sampai lama sekali keadaan tetap hening, ketika tiba-tiba terdengar seorang berseru: Tentang diri sobat aneh ini, barang kali aku tahu sedikitnya tahu persoalannya! Semua orang tercengang oleh seruan orang itu, pandangan mereka seketika diarahkan pada orang yang bersuara itu, ternyata ia bukan lain adalah si binal Lau Junyan.

Jing-ling-cu menjadi girang, tanyanya cepat: Eh, jadi Kah-heng mengetahui seluk beluk sobat aneh ini, silahkan menerangkan lekas! Tapi Jun-yan sengaja jual mahal, dia melantur-lantur jauh dulu, habis itu baru bercerita apa yang pernah didengarnya dari A Siu tentang Ang Jin kin hingga ayah A Siu ikut tewas.

Sedang Siang Hiap yang mukanya serta ditutupi selapis kain itu tanpa sengaja telah disingkap ibu A Siu dan dalam kagetnya Siang Hiap terus minggat entah kemana perginya.

Darimana kau bisa tahu semua itu “ tiba2 Jiau Pek-king menanya dengan sorot mata curiga.

Namun Jun-yan masih berlagak serba tahu, dengan ogah-ogahan baru dia menjawab : tentu saja aku tahu, malahan aku tahu Ang Jing kin yang meninggalkan sang suami mencari obat akhirnya tewas ditepi sebuah kolam, disebelah lagi terdapat tiga kerangka tulang yang tak dikenal, dan pula tiga macam senjata aneh.

Senjata macam apa “ tanya Jiau Pek-king dan Li Pong berbareng.

Katanya berbentuk gada yang disebut Tui hong-hoan, sahut Jun-yan.

He, itulah senjata tunggal milik Bong-san sam-sia ! seru beberapa orang diantara hadirin.

Hong san Koay Khek “

Ya, jika begitu, apakah mungkin Ang Jing kin tewas ditangan Bong-san-sam-sia itu “ ujar Jing-ling-cu ragu-ragu.

Benar, pasti begitulah soalnya, tiba-tiba dua orang Piauthau she Giam ikut menimbrung.

Dahulu ketika ditengah jalan, dalam suatu pengawalan Hunlam, pernah kami melihat Siang Hiap dan Ang Jing-kin berdua di-uber2 empat orang, kecuali Bong san-sam-sia, ada lagi yang kukenal sebagai Siau-yau-ih-su Cu-Hong-tin! Baru sekarang semua orang ingat pada Cu Hong-tin.

Aneh juga semua orang yang diundang semua sudah hadir, kenapa Siau-yau-ih-su itu tidak tampak batang hidungnya “ Jika begitu, apakah sobat aneh ini adalah Sam-siang sin tong Siang Hiap”

'' ujarJing-ling cu ragu-ragu.

Kalau mengingat kepandaian Siang Hiap, rasanya belum setinggi sobat aneh ini.

Pendapat Jing ling cu ini membikin semua orang ikut bersangsi.

Memang kalau melihat ilmu silat yang dimiliki orang aneh ini, terang tidak mungkin dapat dicapai oleh Siang Hiap yang mereka kenal.

Dan selagi Jing-ling cu hendak menanya pula, tiba2 terdengar suara bentakan orang yang sangat keras seperti bunyi guntur: Mana orangnya begitu berani menghina Pi-lik-pay kita “ Sungguh celaka murid semacam kau ini, bikin malu melulu.

Menyusui mana, muncullah dari bawah tiga orang, dua diantaranya bukan lain ialah Ong Lui dan Thio Tiong pat yang telah dibikin keok oleh A Siu dan Wi Ko itu, sedang seorang lagi sudah lanjut usianya, kepalanya botak, jidatnya lebar, matanya bersinar.

Melihat orang tua ini, seketika semua para hadirin hampir semua berdiri menyambut dengan hormat sambil menyapa : In locianpwe! In-luheng! , In-laupek! dan macam2 panggilan lagi.

Kiranya dia bukan lain adalah Ciangbunjin dari pada Pi-lik-pay yaitu gurunya Ong Lui yang terkenal dengan pukulan geledeknya In Thian-sang.

Ia tidak begitu pusing akan panggilan2 orang itu, tapi hanya mengangguk-angguk acuh tak acuh.

Habis itu terus menghampiri Jing-ling-cu, katanya sambil kiongchiu: Jingling Totiang, maafkan atas kedatanganku yang ceroboh ini.

Tapi betapapun aku anggap Toheng takkan berpeluk tangan nama baik adikmu ini dihina orang.

Habis ini tiba2 ia Hong san Koay Khek “

membentak kepada Ong Lui berdua, Mana orangnya yang coba-coba hendak menghancurkan pamor Pi-lik-pay kita” Kenapa kalian bungkam saja” Sambil celingukan kian kemari Ong Lui mendapatkan Jun-yan dalam penyamaran itu, katanya pada sang guru.

Inilah keparat itu ! masih ada lagi seorang lebih muda, entah sembunyi kemana batang hidungnya sekarang tak kelihatan! Ya, dan ini pula yang satu yang telah main bokong itu! sahut Thio Tiong-pat.

Kiranya In Tiang-sang ini sangat dihargai didalam Bu-lim berhubung budi luhurnya, cuma ada satu kekurangan yalah suka membela orang sendiri peduli salah atau benar.

Sampai anjing piaraannya tidak boleh disentuh orang.

Apalagi kini dua muridnya yang dihina dan dikecundang orang, karuan ia sangat murka.

Hm, kiranya hanya demikian ini macamnya, jengeknya kemudian kearah Jun-yan dan Wi Ko.

Jika kalian sudah berniat akan menghancurkan nama baik Pi-lik-pay, marilah kenapa tidak lekas ikut kebawah gunung sana” Nyata ia masih mengindahkan Jingling-cu sebagai tuan rumah dan tidak mau mengacaukan pertemuan orang banyak itu, maka menyuruh Jun-yan berdua ikut kebawah gunung untuk membikin perhitungan.

Namun Jing-ling-cu mencoba melerainya, katanya: In-heng, harap sabar ! Kedatanganmu ini sangat kebetulan, mungkin kau akan membantu mengenali sobat aneh itu sebagai Sam-siang-tong Siang Hiap dahulu “ Siang Hiap “ mau tak mau In Thian-sang menegas dengan heran.

Mana mungkin mukanya berobah begini “ Ya, air mukanya sebab apa telah menjadi begitu rupa, kata Jing-ling-cu.

Tapi sobat ini benar-benar luar biasa, berbagai ilmu silat dari segala aliran yang paling lihay dimilikinya.

Boleh jadi pukulan geledek dari In-heng juga dipelajarinya.

Ah, omong kosong, sahut In-thiang-san, Sudahlah, silahkan kalian urus persoalanmu sendiri.

Aku sendiri biar bikin perhitungan dulu dengan kedua bocah ini, maafkan kalau aku mesti bikin ribut didepanmu ini! Habis itu, tiba-tiba ia menatap Junyan dan Wi Ko pula sambil membentak: Binatang kecil, kenapa tak lekas turun gunung “

'' Betapapun sabarnya Wi Ko, akhirnya ia mendongkol juga.

Sambil mengkerut kening, segera ia menyindir: In-locianpwe, dengan kedudukanmu di kalangan Bu-lim yang terhormat, kenapa kelakuanmu pun seperti tukang pukul gembereng dijalan raya “ Hong san Koay Khek “

In Thian-sang menjadi murka oleh olok2 itu, bentaknya gusar: Kurang ajar benar! Kalau aku tidak memberi hajaran padamu, tentu kau belum kenal tingginya langit dan tebalnya bumi! Habis bersuara, tahu-tahu orangnya sudah menubruk maju.

Namun Wi Ko dan Junyan sudah siap siaga, cepat mereka yang menjadi sasaran menghindar, krak, krak , kursi-kursi itu seketika hancur kena gabrukan tangan ln Thian-sang yang luar biasa itu.

Eh, eh, kiranya In-locianpwe hendak membawa kursi kebawah gunung” Silahkan! masih Jun-yan berolok-olok sambil tertawa dingin.

Tapi tiba2 angin pukulan geledek telah menyambar lagi kearahnya, ternyata In Thian-sang telah melontarkan pukulan pula.

Baiknya Wi Ko keburu menarik Jun-yan kepinggir, sekali ini meja besar dihadapan mereka yang menjadi korban terus mencelat persis ketempat duduknya Jiau Pek-king.

Begitu hebat dan keras samberan meja itu, orang lain kalau tidak mampus, tentu akan babak belur ketimpa meja nyasar itu, namun tanpa menoleh sedikitpun, begitu meja itu mendekat, Jiau Pek-king hanya jentikkan jarinya ke samping hingga meja itu menyambar kembali ke arah In Thian-sang.

Lekas2 jago tua ini memukulkan kedua tangannya, maka terdengarlah suara gedubrakan yang keras, meja itu telah hancur kena dipukul geledeknya.

In Thian-sang terkesiap, ia memandang sekejap kearah Jiau Pek-king, ia heran seorang bermuka jelek itu memiliki Lwekang sebegitu tingginya.

Rasanya selama ini tak pernah didengar dan dikenalnya.

Hm, hebat juga kepandaian saudara, sebentar lagi bila perlu akupun akan belajar kenal, jengeknya kemudian.

Lekas2 Jing-ling-cu mendekati In Thian sang dan membisikinya; In-heng, harap kau jangan salah mata, dia adalah samaran Lau Jiau, masakan sobat lama tak dikenal lagi” Mendengar itu In Thian-sang menjadi kaget, la pandang sekejap pula kearah Jiau Pek-king lalu bungkam tak berani garang lagi.

Betapapun asemnya In Thian-seng terhadap momok seperti Thong-thian-sin-mo itu, mau tak mau iapun rada jeri.

Dalam pada itu Jing-ling-cu lantas bertanya pula pada Jun-yan: Jika menurut cerita Kah-heng tadi jadi sobat ini adalah Siang Hiap.

Tetapi sebab apa mukanya menjadi begitu rupa, apakah Kah-heng juga dapat memberi keterangan” Hong san Koay Khek “

Tapi belum juga Jun-yan menjawab sekonyong-konyong wajah Jing-ling-cu berubah, begitu pula Jiau Pek-king, Li Pong, In Thian-sang dan gembong gembong lainnya.

Kiranya pada saat itulah, dari bawah gunung tiba-tiba terdengar semacam suara yang sangat aneh, suara itu panjang melengking lambat tapi nyaring sekali, hingga seperti bunyi suara ditepi telinga yang mendengarnya.

Segera para gembong persilatan itu dapat menduga bahwa gerungan suara siapakah itu.

Tentu bukan lain adalah Tok-poh-kian-gun Ki Go-thian.

Terpengaruh oleh suara itu segera ada beberapa orang yang bernyali kecil hendak mengeloyor pergi.

Tapi belum sampai mereka melangkah, tiba2 terdengar suara bentakan : Siapapun tidak boleh angkat kaki ! Menyusul mana dari bawah gunung muncul seorang Thauto yang bertubuh tinggi besar dengan lagak congkak.

Begitu melihat, Jun-yan menjadi geli sebab segera dikenalinya Thauto itu bukan lain adalah Ngo seng yang pernah digodanya tempo hari.

Diam2 ia metertawai lagak Ngo-seng yang tengik itu, ia pikir sebentar lagi Thauto itu kudu diberi rasa lagi supaya kapok.

Tapi iapun teringat akan komplotan Ngo-seng bernama Ki Go-thian yang akan datang ke Ciok-yong-hong.

Terutama kepandaiannya Ki Go-thian yang sudah diketahuinya itu, mau tak mau hatinya menjadi kebat kebit.

Sementara itu ia lihat Ngo-seng sedang sesumbar pula : Nah, dengarlah semua orang! Sebentar lagi Ki Go-thian, Ki-locianpwe akan tiba, beliau suruh aku datang memberitahukan lebih dulu, supaya kalian bersiap-siap menyambut atas kedatangannya ! Melihat murid durhaka seperguruannya sekarang unjuk lagak sedemikian menjemukan di hadapan orang banyak, Thi-thau-to dari Ngo tai san ini menjadi murka, bentaknya : .

.Ngo-seng, tutup bacotmu ! Kau masih kenal aku tidak “ Sejak kau merat, aku sangka akan insaf kejalan yang benar, siapa tahu kau justru makin mengganas.

Hari ini biarlah aku membikin pembersihan lagi perguruan sendiri! sambil berkata, ia terus mendekati Ngo-seng.

Mendengar suara itu bukan lain adalah Suhengnya sendiri yang selama ini menjadi musuh besarnya, Ngo-seng malah bergirang, ia pikir tibalah sekarang saatnya melampiaskan rasa dendamnya.

Maka dengan bergelak tertawa segera ia balas mengejek : Hahaha kiranya kau Lauti.

Benar juga ucapanmu tadi memang sudah Hong san Koay Khek “

waktunya bikin pembersihan pada perguruan kita, cuma tergantung siapakah yang harus dibersihkan “ Marilah maju ! Habis berkata, ia ber-siap2 untuk menyerang.

Sebagaimana sudah diceritakan, Ngo-seng dan Thi-thau-to sebenarnya adalah saudara seperguruan.

Kalau bicara tentang bakat, Ngo-seng masih jauh lebih tinggi dari Suheng, yaitu Thi-thau-to.

Tetapi sebelum tamat belajar, guru mereka sudah dapat mengetahui jiwa Ngo seng yang jahat.

Maka tidak seluruh kepandaiannya diajarkan padanya.

Hal inilah menimbulkan rasa dendamnya Ngo seng, begitu suhunya wafat, ia mengambil lari kitab pusaka perguruan, yaitu ilmu Tay-lik-eng-jiau-hoat, cakar elang bertenaga raksasa, yang diandalkan Ngo-tay-pay itu.

Setelah berhasil diyakinkan ditempat terpencil, maka makin mengganaslah Ngoseng didunia Kangouw.

Kini dihadapan sang Suheng yang dipandang bukan tandingannya itu, apalagi sebentar lagi Ki Go-thian akan tiba juga, sama sekali Ngo-seng tidak gentar.

Sebaliknya mendengar sesumbarnya Ngo-seng tadi, Thi-thau-to tak bisa menahan gusarnya lagi, segera ia mendahului menghantam ke dada, Ngo-seng berkelit kesamping kiri.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar