Manusia Aneh Dialas Pegunungan Bab 26

Bab 26

Ai engko yang baik, kiranya lehermu terluka lagi, marilah biar kubersihkan darahmu ! terdengar bayangan orang berkata pula sesudah berhadapan dengan si orang aneh yang masih berdiri menjubleg itu.

Lalu wanita itupun angkat tangannya mengusap perlahan-lahan darah yang masih mengucur dileher orang.

Jun-yan menjadi bingung oleh kelakuan wanita itu.

la pikir dijagat ini tiada rasanya orang bermuka lebih jelek lagi dari pada orang aneh ini, masakan kini ada seorang wanita yang sudi mencintainya” Jika begitu wanita inipun jeleknya tak terkira.

Diluar dugaan, ketika wanita itu berpaling, Jun-yan menjadi terkesima, ternyata wanita itu tidak bermuka jelek bahkan sangat cantik, usianya kira-kira 40an tahun, rambutnya panjang terurai lebih-lebih sepasang tangannya yang putih halus, hanya Hong san Koay Khek “

diantara telapak tangannya bersemu merah, sorot matanya rada aneh, tapi kesemuanya itu tidak mengurangi kecantikannya.

Kenapa kau melukai dia “ mendadak wanita itu membentak.

Habis itu ia lantas berpaling kepada orang aneh itu dan berkata, Engkoh yang baik, jangan kuatir, biarkan aku yang membalas hajar dia!'' Ternyata suara waktu menanya Jun-yan yang bernada kaku dingin itu sama sekali berbeda dengan ketika berkata pada orang aneh itu dengan lemah lembut.

Sungguh heran Jun-yan, eh, jadi kau kenal dia” Siapakah kau” tanyanya segera.

Wanita itu melototnya sekejap, jawabnya kemudian dengan dingin: Hm, seorang bocah perempuan macam kau, rasanya kaupun tak kenal siapa aku.

Pernahkah kau mendengar, julukan Li-giam-ong” Kenapa kau melukai engkohku ini” Ah, kiranya adalah Li-giam-ong To Hiat-koh Cianpwe, ujar Jun-yan.

Tidak, aku tak bermaksud mencelakai oleh pedangku.

Eh, jika kau kenal dia kenapa kau tidak mendatangi Jing-ling-cu Totiang yang sedang mengumpulkan para kawan untuk mengetahui asal-usul dari Cian-pwe yang aneh ini” Kiranya wanita ini memang benar Li-giam-ong To Hiat-koh yang tadi telah bikin geger di atas Ciok-yong-hong itu.

Maka katanya pula : Tidak perlu aku gubris urusan orang lain.

Aku hanya ingin tanya padamu, kenapa kau berani gegabah masuk kelembah ini, apakah kau tidak melihat huruf yang terukir dimulut lembah sana” Melihat, sahut Jun-yan.

Nah inilah lembah kematian, bisa masuk tak bisa keluar, kata To Hiat-koh.

Omong kosong! Siapa yang menetapkan aturan itu” sahut Jun-yan ketus.

Aku ! sahut To Hiat-koh.

Apakah peraturan itu berlaku untuk semua orang” Ya ! Hahaha, tiba-tiba Jun-yan bergelak tertawa.

Nyata peraturanmu itu omong kosong belaka.

Apakah dengan begitu, kau dan sobat aneh itupun takkan keluar juga dari sini” Hm, kau memang pintar bicara, kata To Hiat-koh.

Baik, aku dapat membiarkan kau dari sini dengan hidup.

Sama sekali Jun-yan tak menyangka urusan bisa begitu gampang diselesaikan, kalau mengingat telapak tangan orang yang terkenal jahat luar biasa, ia pikir jalan Hong san Koay Khek “

paling selamat lekas saja angkat kaki, hanya katanya segera : Jika begitu, maaflah dan selamat tinggal ! Cepat Jun-yan hendak melompat pergi, tapi baru saja badannya hendak bergerak, tahu-tahu sesosok bayangan sudah menghadang dihadapannya.

Siapa lagi dia kalau bukan To Hiat koh “ Kenapa kata-katamu seperti kentut saja, barusan omong, sudah dijilat kembali “ damprat Jun-yan.

Hm, kenapa kau tidak mendengarkan lebih jelas, kata-kataku tadi masih belum habis.

sahut To Hiat-koh.

Aku sudah berjanji pada engkohku yang baik itu, karena kau melukai lehernya, maka akupun hendak menggores lehermu dengan luka seperti dia.

Cis, apakah aku patung, bisa kau perlakukan sesukamu “ sahut Jun-yan.

Habis ini, kembali badannya melesat hendak tinggal pergi.

Namun To Hiat-koh tidak mudah melepaskannya begitu saja.

Sekali tangannya menjambret hampir-hampir Jun-yan kena cengkeram.

Beruntung baju penyamarannya itu longgar besar, maka hanya sobek sebagian dipundaknya.

Karena itu Jun-yan tak sanggup berdiri tegak lagi, ia terhuyung-huyung menyelonong kedepan.

Dalam pada itu, cengkeraman maut To Hiat-koh yang kedua sudah menyusul.

Rupanya, serangan pertama tidak kena sasaran, wanita iblis ini menjadi murka hingga rambutnya yang panjang itu seakan-akan menegak dan tampaknya sangat beringas.

Dalam keadaan badan kehilangan imbangan, dari belakang cengkeraman itu menyusul pula, terpaksa Jun-yan terus gulingkan diri ke samping, waktu dia angkat kepalanya, sekilas dapat dilihatnya To Hiat-koh sudah memburunya lagi dengan tangan terbuka hendak mencengkeram.

Alangkah terkejutnya Jun-yan menghadapi saat berbahaya itu.

Dalam keadaan hilang akal tanpa pikir Tun-kau-kiam ditangannya terus disambitkannya kearah musuh.

Waktu To Hiat-koh lagi menubruk maju dengan bengisnya ketika mendadak dilihatnya sinar tajam menyambar untuk menghindar terang tak sempat lagi.

Tapi sekonyong2 rambutnya terus menjulur kedepan terus melibat pedang.

Walaupun kemudian ternyata rambutnya terkupas putus, tapi pedang itupun dapat ditariknya kesamping hingga melulu menyerempet bajunya tanpa melukai.

Habis itu kembali dengan sinar mata bengis, To Hiat-koh melototi Jun-yan sambil melangkah maju pula.

Hong san Koay Khek “

Kuatir dan bingung Jun-yan melihat sinar mata orang se-akan2 berapi itu.

Dalam keadaan takut, tiba2 tangannya menyentuh pecut berujung mulut bebek yang melibat dipinggangnya.

Tanpa pikir lagi terus dikeluarkannya dengan cepat, ia menunggu ketika To Hiat-koh sudah mendekat, sekonyong2 tarrr , pecutnya menyabet sekuatnya.

Tetapi To Hiat-koh bukan jago rendahan, serangan pecut hanya dipandang sebelah mata olehnya.

Hanya sekali lengan bajunya mengayun, tahu-tahu pecut itu sudah terlibat, menyusul sekali membetot, terpaksa Jun-yan melepaskan senjatanya itu.

Karena modal terakhir ikut ludes, Jun-yan pikir ajalnya sudah sampai, ia tinggal pejamkan mata menyerah pada nasib.

Tapi meski ia sudah menunggu sejenak, tangan musuh yang mematikan belum juga kunjung datang.

Waktu membuka matanya, ia melihat To Hiat-koh lagi tertegun sambil memegangi pedang dan pecut rampasannya dengan wajah rada sangsi.

Dari aliran mana kau” Siapa gurumu “ tanya To Hiat-koh tiba-tiba.

Hati Jun-yan tergerak, kenapa orang mendadak tidak jadi mencelakainya, dan kini menanyai tentang asal-usulnya.

lapun tidak berani berolok-olok lagi terus menjawab: Guruku adalah Jiau Pek-king berjuluk Thong-thian-sin-mo! Seharusnya kau mengetahui bahwa muridnya bukan seorang yang mudah dihina segala orang! Dan karena jawabannya itu, seketika Jun-yan terkejut sendiri.

Aneh, sebab sekarang suaranya sudah pulih keasalnya sebagai seorang gadis.

Nyata obat serak yang sudah pernah diminumnya sudah hilang kasiatnya, karena mengeluarkan tenaga untuk bertempur tadi.

Sebaliknya ketika mendadak To Hiat-koh mendengar seorang laki-laki berewok bersuara wanita, iapun tercengang, tapi yang membuatnya terkejut ialah suaranya Junyan itu mirip benar dengan suaranya orang yang selama ini dibencinya.

Kau..

.kau sebenarnya siapa “ tanya To Hiat-koh kemudian tak lancar.

Apa kau she Siang “ Kenapa aku mesti she Siang” sahut Jun-yan.

Hong san Koay Khek “

Mendadak To Hiat-koh bergelak tertawa sambil mendongak, begitu keras suaranya hingga lembah gunung itu seakan-akan terguncang, didalam sunyi kedengarannya menjadi lebih seram.

Habis itu setindak demi setindak ia mendekati Jun-yan lagi.

Dalam keadaan bahaya, tiba2 Jun-yan teringat pada si orang aneh itu, serunya : Paman aneh, tolonglah lekas, ada orang hendak mencelakai aku! Benar juga, baru selesai kata2nya, secepat angin orang aneh itu sudah melesat tiba terus menghalang ditengah-tengah antara To Hiat-koh dan Jun-yan.

Lekas2 Hiat-koh berkata: Engkoh yang baik, jangan kau dengar kata2nya, dialah musuhmu dia yang telah melukai kau! Selesai berkata, sebelah tangan terus meraup kedepan melalui samping tubuh orang aneh itu.

Namun sebelum serangannya mengenai Jun yan, tahu tahu kedua tangan orang aneh itu sudah disodok kedepan dadanya.

Dalam keadaan terbuka, To Hiat-koh tidak sempat menarik tangannya buat menangkis tiba-tiba dia menghela napas dengan wajah muram pedih.

Maka tanpa ampun lagi, bluk-bluk dua kali, dengan tepat dadanya kena hantaman kuat si orang aneh, To Hiat-koh terhuyung-huyung ke belakang, katanya dengan suara sedih: Ohh, engkoh yang baik sudah sekian lamanya ternyata kau masih serupa dahulu.

Baiklah kau menghajarku tidak sekali-kali aku membalas! Habis berkata, darah segar menyembur dari mulutnya.

Sebenarnya wajah To Hiat-koh cantik bercahaya, tapi kini seakan-akan diliputi selapis awan mendung, mukanya pucat, matanya sayu tanpa semangat.

Karena hantaman si orang aneh tadi tidak kepalang hebatnya, yaitu menyerupai ilmu pukulan geledek andalan Ngo-tai-pay yang dimiliki Thi-thauto, bahkan tenaga pukulan jauh lebih keras.

Walaupun seketika To Hiat-koh tidak lantas binasa, tapi sudah terluka dalam sangat parah.

Sejenak kemudian, robohlah dia terkulai.

Melihat To Hiat-koh begitu mendalam cintanya terhadap si orang aneh, Jun-yan malah menjadi terharu, segera katanya : Sudahlah, paman aneh, dia sudah terluka, jangan kau menghajarnya lagi.

Marilah kita sekarang pergi ke Ciok yong-hong saja ! Lalu tangan si orang aneh ditariknya.

Tapi segera Jun-yan merasa tindakannya sendiri enteng limbung, lemas tak bertenaga, ternyata pukulan To Hiat-koh tadi tidak mengenai tubuhnya, namun angin pukulannya berbisa wanita iblis itu telah Hong san Koay Khek “

mempengaruhi juga jalan pernapasannya, untuk sesaat itu ia terpaksa berhenti buat himpun tenaga dalam.

Tiba2 teringat olehnya bahwa To Hiat-koh itu ternyata kenal si orang aneh ini, pada detik sebelum penghabisannya, kenapa tak mencari keterangan padanya “ Segera Junyan berjongkok mendekati tubuh To Hiat-koh yang menggeletak tengkurap itu.

Li-giamong, siapakah gerangan paman aneh itu sebenarnya “ Kenapa berubah begitu rupa “ Maukah kau memberitahukan padaku “ Tiba2 To Hiat-koh paksakan diri memalingkan kepalanya kearah Jun-yan, wajahnya guram, matanya gelap, dengan tak lancar ia berkata : Kau .

sebenarnya siapa “ Aku bernama Lou Jun-yan, wanita menyamar sebagai lelaki, guruku memang Tongthian-sin-mo Jiau Pek-king ! Kau memang tidak she Siang “ Ti .

.tidak berdusta “ Dan siapa ibumu “ Aku she Lou, sahut Jun-yan heran.

Siapa ibuku, entahlah, aku tidak kenal.

Tapi siapakah paman aneh itu “ Tiba2 mata To Hiat-koh yang guram itu, menyorotkan cahaya yang aneh, bibirnya bergerak sedikit seperti ingin berkata apa2, tapi terus berdiam lagi sambil menunduk.

Li-giam-ong, apa yang hendak kau katakan, lekaslah ! seru Jun-yan.

Dia tak menjawab pertanyaanmu lagi nona Lou, dia sudah mati.

tiba-tiba suara seorang laki-laki menegur dari samping.

Tidak, tidak, dia masih hendak mengatakan sesuatu ! seru Jun-yan.

Tapi lantas teringat olehnya bahwa dilembah itu kecuali dia dan To Hiat-koh serta si orang aneh, tiada orang lain lagi.

Kenapa sekarang bisa muncul suara orang.

Waktu ia menoleh, ternyata dibelakangnya sudah berdiri seorang tinggi besar, berdandan sebagai sastrawan, yang aneh tangan dan kaki sastrawan ini jauh lebih panjang daripada orang biasa.

Ah, siapa dia kalau bukan sastrawan yang pernah menggodanya ditelaga Se-oh serta yang selalu dirindukannya itu.

Sedang manusia aneh itu sudah menghilang entah pergi kemana.

Kau.

kau.

berulang-ulang Jun-yan hanya sanggup mengucapkan sepatah kata itu saja, sampai lama baru dia dapat menyambung pula: Siapakah kau yang sebenarnya “ Hong san Koay Khek “

Caihe she Wi bernama Ko, sahut orang itu.

Pantas surat yang ditinggalkan dirumah itu tidak ditanda tangani, melainkan tertulis beberapa batang rumput (Wi) serta seekor burung belibis tunggal (Ko), demikian Junyan diam-diam membatin.

Tiba-tiba teringat pula apa yang pernah terlukis dalam suratnya itu tentang Leng tulen, tapi Kiam tiruan, teka-teki itu sampai sekarang masih belum dipahaminya.

Maka cepat ia menanya pula: Wi.

ah, cara bagaimana aku harus memanggil kau “ Terserah, asal kau tidak memaki aku sebagai babi, bolehlah, sahut Wi Ko menyerahkan.

Rupanya diapun ingat Jun-yan pernah menganggap tidurnya diperahu seperti babi mati, maka sekarang sengaja mengungkatnya.

Maka tersenyumlah sekarang saling pandang.

Wi-toako, kata Jun-yan kemudian.

Leng tulen, Kiam tiruan.

Sebenarnya apa artinya” He, kenapa kau tidak mengetahuinya “ ujar Wi Ko terheran-heran.

Aku benar-benar tidak paham, kata Jun-yan.

Tentang apakah “ Aneh ! Lalu dari manakah kau memperoleh Ang-leng (sutera merah) itu” tanya Wi Ko.

Mendengar lagu pertanyaan orang itu sangat serius, seperti sutera merah itu mempunyai urusan yang maha penting, maka berceritalah Jun-yan mengenai pengalaman merebut Seng-co ke 72 gua suku Biau dahulu dan menemukan kain sutera merah itu dalam gua.

Ternyata itu membikin Wi Ko bersuara heran juga.

Aneh, sungguh aneh! katanya berulang-ulang.

Aneh, tentang apakah “ tanya Jun-yan tak mengerti.

Tapi Wi Ko tidak menjawabnya lagi, sebaliknya berkata : Nona Lou, urusan ini biarlah kita bicarakan kelak.

Sekarang marilah kita pergi ke Ciok-yong-hong dahulu.

Mungkin hari ini akan kedatangan iblis raksasa, jangan kita terlambat keramaian itu.

Biasanya Jun-yan sangat suka menuruti wataknya sendiri, tapi kini, menghadapi sisastrawan ini, ia menjadi penurut sekali.

Segera ia terima ajakan itu.

Hong san Koay Khek “

Tapi, nona Lou, apakah aku tetap panggil kau nona Lou, atau sebut Kah-laute “ tanya Wi Ko dengan tertawa.

Emangnya dengan pakaianku ini, apakah kau kira sesuai menyebutku nona segala “ ujar Jun-yan dengan geli.

Apalagi aku sengaja hendak bergurau dengan suhuku, biar dia tercengang nanti bila sudah mengenali aku.

Begitulah sambil bicara, mereka terus meninggalkan lembah kematian itu untuk kembali ke Ciok-yong-hong.

Wi-toako, sebenarnya siapakah gurumu “ Sungguh hebat sekali ilmu silatmu, ujar Jun-yan ditengah jalan.

Tapi Wi Ko hanya tersenyum sambil menggeleng, katanya: Guruku tidak perbolehkan aku menyebutkan nama mereka pada orang lain.

Semalam aku malah disangka muridnya Tok-poh-kin-gun Ki Go-thian.

Eh, kiranya gurumu tidak hanya satu saja tapi lebih dari seorang” Lantas ada berapa orang, tentunya dapat kau katakan bukan “ ujar Jun-yan.

Nyata gadis ini sangat teliti kata-kata mereka diwaktu Wi Ko menyebutkan gurunya telah dapat ditangkapnya dengan baik.

Ada dua orang, jawab Wi Ko kemudian.

Jun-yan mengangguk dan tidak menanya lagi.

Tidak lama mereka sampailah diatas Ciok yong-hong, ternyata disitu sudah bertambah beberapa puluh orang lagi, hingga seluruhnya ada lebih dua ratus orang yang hadir.

Mereka tersebar bebas sendiri-sendiri, ada yang duduk-duduk pasang omong, ada yang lagi main catur, dan macam-macam jalan untuk melewatkan tempo senggang.

Jun-yan mencoba mencari A Siu diantara orang banyak itu, tapi tidak ketemu.

Diamdiam dia heran, menurut watak A Siu yang pendiam itu, tidak mungkin suka keluyuran kemana-mana, lantas kemana gadis itu “ Jangan-jangan terjadi apa-apa atas dirinya” Marilah kita mencari tempat duduk yang cocok, tiba2 Wi Ko berkata padanya terus menyusur diantara orang-orang banyak itu.

Hong san Koay Khek “

Ketika semua orang melihat datangnya Kah lotoa bersama Wi Ko, diam2 mereka sama melengak, Wi Ko sudah mereka kenal karena keonarannya siang tadi, kini berkomplot pula dengan seorang Kah-lotoa yang jahil belum lagi si Kah-loji yang masih belum muncul.

Melihat sorot mata semua ditujukan kepada mereka, Jun-yan sama sekali tidak ambil pusing.

Dengan lagak Lo-cianpwe ia terus berjalan kedepan dengan lagak leher dan membusung dada.

Sampai didepan satu meja, disitu hanya berduduk satu orang lelaki setengah umur yang tidak mereka kenal.

Untuk maju lagi sudah tidak banyak tempat lowong.

Selagi Wi Ko belum ambil ketetapan apakah duduk saja dimeja yang masih kosong itu tiba2 terdengar suara brak ada orang menggebrak meja sambil memaki : Hm, macam apa “ Lagaknya melebihi Bu-lim cianpwe! Segera Jun-yan berpaling, ternyata yang memaki itu bukan lain dari pada lelaki setengah umur yang duduk sendirian itu, dengan mata melotot ia sedang menatap Junyan.

Tidak kenal dan tanpa sebab dimaki, kontan saja Jun-yan hendak balas unjuk gigi , tapi keburu dicegah Wi Ko, katanya dengan tersenyum : Saudara Kah, tidak salah juga teguran kawan ini, marilah kita duduk saja disini ! Sudah tentu Jun-yan penasaran dimaki orang, malahan hendak duduk bersama satu meja dengan orang itu.

Tapi belum ia membantah Wi Ko sudah menariknya buat duduk dihadapan lelaki setengah umur itu.

Diluar dugaan, tiba2 lelaki itu membentak pula : Enyah, disini bukan tempatmu ! Karuan Jun-yan hampir meledak dadanya oleh kekurang ajaran orang.

Kontan makian2 yang lebih kotor hendak dikirim kealamat si-lelaki setengah umur itu, kalau tidak keburu terdengar suara Liok-hap-tongcu Li Pong dari meja samping: Tuan rumah sebentar akan keluar, maka para hadirin suka menghormatinya, janganlah bikin ribut dahulu.

Harap kawan dari Pi-lik-pay suka tenang ! Baru sekarang tahu sebab musababnya.

Kiranya orang ini adalah dari golongan Pilik-pay, pantas sengaja cari-cari hendak bikin gaduh, sebab Ong Lui dari golongan pukulan geledek itu pernah dijatuhkan A Siu ditengah perjalanan tempo hari.

Dalam pada itu Wi Ko sudah duduk dihadapan orang Pi-lik-pay itu terpaksa Jun-yan ikut duduk.

Hong san Koay Khek “

Cayhe she Wi nama Ko, dan saudara ini Kah-lotoa, dengan tertawa Wi Ko lantas perkenalkan pada orang itu.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar