Pedang KIRI Pedang KANAN Jilid 09

Jilid 9

Dalam pada itu di sebelah sana mendadak terdengar kumandang kuda lari yang riuh, waktu mereka memandang kesana. tertampak debu mengepul ber-gulung2, lima penunggang kuda sedang membedal ke sini dengan cepat.

Pandangan Peng say tangat tajam, sekilas lihat saja ia lantas berteriak: "Wuh, celaka! Mereka benar2 mengejar kemari!”

Menyusul Soat Koh juga dapat melihat siapa rombongan pendatang itu, iapun menjerit kuatir: "Wah, memang benar mereka! Lekas, cepat!”

Segera Peng-say melompat lagi ke atas kereta dan dilarikan secepat terbang.

Meski keempat ekor kuda penarik kereta itu sangat tangkas, tapi apapun juga tak dapat membandingi kecepatan lari seekor kuda dengan penunggangnya. Lama2 para pengejar itu sudah semakin dekat.

Soat Koh menjadi kuatir, serunya: "Aku akan sembunyi dulu. hendaklah kau berusaha menipu mereka agar mau pergi. . . .”

"Sejak tadi nona tidak mau turut nasihatku, sekarang tiada gunanya lagi biar pun nona bersembunyi!" seru Peng-say. "Jelas-jelas jejak nora di kereta ini sudah dilihat mereka, makanya mereka mengejar dengan kencang. Jalan satu2nya bila tersusul nanti adalah hadapi mereka dengan mati2an.”

"Tapi kau. . . .”

"Aku tidak menjadi soal, harap nona cepat mengalahkan mereka.”

"Bicara terus terang, akupun bukan tandingan mereka berlima," tutur Soat Koh dengan menyesal.

"Jika nona tidak sanggup menandingi mereka dengan sendirinya akan kubantu.”

"Wah, tidak boleh jadi, Jilengcu," seru Soat Koh. "Jika kau tidak membantu diriku mungkin jiwamu dapat diselamatkan. Bila kau turun tangan jiwamu tentu akan melayang percuma. Ingat, jangan sekali2 ikut turun tangan membantuku.”

"Betul juga ucapan nona," seru Peng-say dengan tertawa.

"Untuk mencari kayu masih boleh juga bagiku, kalau berkelahi, wah, bisa runyam. Jangan2 jiwa akan melayang percuma, maka bolehlah nanti aku hanya menonton disamping saja.”

Tidak lama kemudian kelima penungggang kuda itu betturut2 sudah menyusul tiba. Li Yu-seng lantas meraung disamping kereta: "Berhenti! Berhenti! Peng-say menyengir terhadap orang she Li itu katanya: "Baiklah. segera kuhentikan!" Mendadak ia injak rem dan kereta itu lantas berhenti seketika.

Tan Goan-hay dan konco2nya tidak mengira Soat Pengsay akan menghentikan keretanya secepat dan semendadak begitu, mereka telanjur berpacu agak jauh ke depan baru kemudian memutar balik.

Kelima orang lantas mengitari kereta. terdengar Tan Goan-hay berseru: "Nona Soat, silakan keluar!”

"Eh. apa yang tuan2 kejar" Di keretaku ini tiada terdapat nona Soat segala"!" ujar Peng say.

Li Yu-seng menjadi gusar dan mendamperat: "Anak busuk, masih berani bohong kau!" Berbareng cambuknya lantas menyabat.

"Aduh! Tolong!" teriak Peng-say. tampaknya seperti ketakutan dan mendadak ia jatuh terjungkal ke bawah. Tapi sabatan Li Yu-seng itupun dapat dihindarkannya.

Segera Li Yu-seng akan menyerang pula, tapi Tan Goanhay telah mencegahnya: "Nanti dulu, Li-heng!" Lalu ia melompat turun dari kudanya dan mendekati Peng say, jengeknya: "Sudahlah, silakan bangun saja, jangan kau berlagak bodoh lagi!”

Peng-say meraba pantatnya dan merangkak bangun dengan lambat2, katanya dengan menyengir: "Tuan ini ada pesan apa?”

"Jangan saudara menganggap diriku orang buta, hendaklah katakan terus terang, nona Soat pernah hubungan apa dengan kau?" tanya Tan Goan-hay.

"Pekerjaanku mengendarai kereta, dengan sendirinya aku ini kusir," kata Peng-say.

Sudah dua kali Tan Gom-hay melihat Peng-say terjungkal dari keretanya, kalau pertama kalinya dia dapat mengelakkan hantaman gada Ong Cin-ek masih dapat dimengerti, tapi sabatan cambuk Li Yu seng juga dapat dihindarkan, inilah yang tidak sederhana. Ia menjadi kuatir kalau anak muda inipun pembantu tangguh maling perempuan di dalam kereta itu, bila betul demikian halnya tentu akan merepotkan juga.

Maka dengan kata2 baik dia coba membujuk. "Jika engkau tiada hubungan khusus dengan nona Soat, kukira tidak perlu engkau menjual nyawa bagi seorang perempuan, apabila saudara tidak ikut campur urusan ini, tentu kami takkan melupakan kebaikanmu.”

Peng-say tetap berlagak bodoh dan menjawab: "Eh, tuan ini apa tidak salah ucap. Bilakah pernah kujual nyawa bagi orang perempuan, kalau mengadu jiwa dengan kawanan kerbau dungu sih masih sanggup dan sekali ingin kucoba.”

"Bagus, boleh kita coba2," bentak Li Yu-seng.

"Ai, masa tuan ini mengaku dirinya sendiri sebagai kerbau dungu?" kata Peng-say dengan tertawa. "Wah, kebetulan jika begitu, untuk menghadapi kawanan kerbau dungu memang agak repot bagiku, tapi kalau melayani seekor kerbau dungu sih tidak menjadi soal.”

Saking gemasnya sampai air muka Li Yu-seng berubah menjadi merah padam, mendadak ia berpaling kepada Tan Goan-hay dan berkata: "Tan toako, keparat ini serahkan saja padaku, bila tidak kubinasakan dia, aku bersumpah tidak she Li lagi!”

Tan Goan-hay memang orang yang sangat sabar dan dapat menahan perasaannya, marah atau gembira tidak kelihatan di luar, ia hanya mendengus: "Li-heng. kukira lebih penting kita berusaha merampas kembali benda pusaka yang hilang daripada bertengkar dengan orang macam begini?”

"Anak busuk ini memaki kita sebagai kawanan kerbau dungu. masa Tan-toako tidak dengar"!" ujar Li Yu-seng dengan gemas.

"Tapi dia tidak langsung tunjuk hidung dan memaki kita, untuk apa digubris?" ujar Tan Goan-hay.

"Nah, kan begitu," kata Soat Peng say dengan tertawa.

"Kalau dia merasa dirinya tersinggung, itu kan salahnya sendiri.”

"Apakah anda memang sengaja hendak ikut berkecimpung di dalam air keruh ini?" tanya Tan Goan-hay tiba2.

Peng-say sengaja balas bertanya: "Ikut berkecimpung di dalam air keruh apa maksudmu?”

The Kim ciam tidak tahan rasa gemasnya, ia membentak: "Keparat, kau benar tidak paham atau pura2 dungu?" "Benar2 tidak paham dan pura2 dungu bagaimana?”

Peng-say sengaja mengacau.

Sedapatnya Tan Goan-hay menahan perasaannya, katanya pula dengan tenang: "Anda tidak paham ikut berkecimpung di dalam air keruh, bahkan, akan kutanya dengan perkataan lain: Cara bagaimana akan kau hadapi persoalan ini?”

"Persoalan apa?" tanya Peng-say.

Ko Kong-lim, si ahli golok dari Kwitang dan si ahli pukulan dari Hopak, Tan Yam-bok, yang sejak tadi hanya menonton saja. kini mendadak membentak bersama: "Keparat, dirodok! Bunuh saja lebih dulu!”

Kedua orang lantas melompat turun dari kudanya, di sebelah sana The Kim-ciam dan Li Yu-seng juga ikut melompat turun. Tampaknya mereka berempat benar2 teramat gemas terhadap Soat Peng-say dan ingin membinasakan anak muda itu.

Cepat Tan Goan-hay menggoyang tangan dan mencegah, katanya pula dengan tenang: "Jika anda memang tidak paham apapun, baiklah, tidak perlu kau tanya lagi, silakan kau berdiri di samping saja, mau?”

"Memangnya aku ingin menonton saja di samping, tidak perlu disilakan olehmu," jawab Peng-say tak acuh. Lalu ia melangkah ke tepi jalan dan berduduk di bawah pohon sana. The Kim-ciam berempat mengira anak muda itu sudah jeri, mereka sama mendengus.

"Awas, jangan sampai budak itu sempat melepaskan panah gelap, kita harus waspada," desis Tan Goan-hay kepada kawan2nya.

Terkesiap juga keempat orang itu demi mendengar perintah Tan Goan-hay, kembali mereka mengitari kereta dengan was-was.

Saat itu Soat Koh memang sudah siap akan membidikkan panahnya selagi lawan tidak ber-jaga2, tak terduga Tan Goan-hay mengingatkan konco2nya sehingga gagal maksud si nona, keruan ia sangat mendongkol, ia tahu Tan Goan-hay berlima bukan lawan empuk, jika mereka sudah ber-hati2, percumalah ia melepaskan panahnya. Maka terdengarlah Tan Goan-hay berseru: "Nona Soat, silahkan keluarlah!”

Sedikitpun Soat Koh tidak punya akal untuk mengatasi musuh, jika bertempur berhadapan jelas pasti akan kalah.

Karena merasa takut, untuk sementara ia tidak berani memperlihatkan diri.

"Masa masih mau sembunyi pula?" teriak The Kim-ciam.

"Memangnya kau kira kami tidak melihat dirimu. . . Hm, ketahuilah, begitu kereta ini membelok kejalan simpang segera kami melihat wajah nona!”

Tan Yam-bok lantas menyambung: "Tak tersangka nona ternyata bersembunyi di pegunungan, betapapun dugaan Tan-toako memang tepat, beliau bilang keretamu menuju ke tempat sepi tanpa penduduk, besar kemungkinan hanya untuk menjemput nona, maka kami cukup berjaga saja di tengah jalan untuk mencegat. Ternyata betul. akhirnya nona muncul juga di sini.”

"Haha, perkiraan ngawur masa kau anggap dugaan tepat" Sungguh menggelikan!" sela Peng-say dengan tertawa. "Jika tidak tepat dugaanku, mengapa kaubawa keretamu ke daerah pegunungan ini?" ujar Tan Goan-hay yang sok pintar.

"Tentang ini, jika kau memang pintar, coba kau terka!”

kata Peng-say. "Bila penguntitan kami sampai terlepas, anggaplah kami ini memang maha tolol," kata Tan Goan-hay.

"Ujung jalan raya ini banyak sekali jalan simpangan, tapi semua jalan desa dan tidak mungkin dilalui oleh kereta.

Kau sengaja Memilih jalan yang jarang dilalui kereta agar kami kehilangan jejak atau sukar mencari keterangan, tampaknya jalan pikiranmu memang pintar, tapi kau lupa bahwa di mana keretamu lewat, di situ pula pasti meninggalkan bekas roda, semakin sepi jalan yang kau lalui, semakin mudah pula dikenali bekas rodanya,”

demikian The Kim-ciam menambahkan.

"Kau kira kami akan bingung dan kesasar di jalan persimpangan, jalan pikiranmu ini sungguh lebih dungu daripada kerbau," Tan Yam-bok ikut ber-olok2.

"Dungu seperti kerbau", ejekan ini membuat Soat Peng-say menunduk malu. Pikirnya: "Sungguh nista yang tepat, wahai Soat Peng-say, betapapun kau memang masih hijau, kaupikir dengan sembunyi satu malam di pegunungan sini lantas dapat melepaskan penguntitan mereka, pikiran ini sungguh teramat dungu dan goblok.”

Karena mendapat kesempatan untuk memaki dan menyindir, Ho Kong-lim lantas ikut menimbrung: "Sungguh anak yang pintar. caramu melepaskan diri dari penguntitan agak terlalu hebat. Sayang sinar bulan semalam kurang terang, Tan-toako kuatir rombongan akan tersesat di pegunungan, kalau tidak, diam2 kita bekuk kedua lelaki perempuan anjing yang sedang main pat-gulipat di atas gunung sana, wah, tentu ada tontonan yang sangat menarik." Semua olok2 itu membuat Soat Peng-say sangat malu, ia memaki dirinya sendiri yang terlalu goblok, saking menyesalnya sampai ucapan Ho Kong-lim yang tidak senonoh itupun tidak sempat dibantahnya.

Kuatir dari malu Soat Peng-say akan menjadi gusar, cepat Tan Goan-hay menyela: "Sudahlah, jangan omong lagi, kukira Jilengcu inipun tidak sebodoh seperti apa yang kita katakan. tentu dia sengaja pergi ke sana untuk menjemput nona Soat sehingga tidak mengetahui penguntitan kita.”

Di antara rombongan Tan Goan-hay itu Li Yu seng terhitung paling bebal, tadi dia belum sempat ikut ber-olok2, sekarang iapun tidak mau ketinggalan dan ingin memperlihatkan kemahirannya berputar lidah, katanya: "Kalau goblok ya tetap goblok, buat apa Tan-toako membela dia. Coba pikir, masa tidak ada tempat lain, kenapa mesti pilih jalan pegunungan yang sepi" Dia anggap tempat yang sepi lebih sukar dikuntit, tak tahunya justeru terbalik, tempat yang ramailah yang sulit dikuntit.”

"Ah, kukira ucapan Li-heng tidak betul!' mendadak Ho Kong-lim menimpali.

Otak Li Yu-seng memang kurang lincah, ia tidak tahu maksud temannya, dengan marah ia bertanya: "Apa, tidak betul?”

"Kukatakan tidak betul tidak berarti ucapan Li-heng itu salah," kata Ho Kong-lim. "Maksudku Li-heng tidak berpikir bagi kepentingan mereka berdua, tempat yang sepi memang semakin mudah dikuntit. tapi juga tempat yang bagus untuk pertemuan gelap antara lelaki dan perempuan.

Apakah mungkin mereka malah main di tempat ramai dan mengadakan pertunjukan di depan umum?”

"Hahahaha! Betul, betul!" seru Li Yu-seng dengan bergelak tertawa.

Semakin kelam air muka Soat Peng-say, tapi ia tetap menahan perasaannya, ia pikir bila dirinya memberi reaksi, tentu orang2 itu akan mentertawakan dia dan menganggap dia dari malu menjadi gusar. Karena itulah ia tetap diam saja tanpa menggubris ejekan mereka.

Olok2 dengan kata kasar begitu bagi orang lelaki biasanya tidak menjadi soal, tapi bagi perempuan tentu saja lain. Dengan pedang terhunus segera Soat Koh melangkah keluar dari keretanya.

"Aha, Akhirnya nona keluar juga," seru Ho Kong-lim dengan ter-bahak2. "Kukira engkau tetap tidak mau keluar dan minta dibakar!”

"Kau harus mati!" kata Soat Koh dengan gemas.

"Betul, kau harus mati," jawab Ho Kong-lim dengan cengar-cengir. "Cuma terasa sayang juga bila kami harus membunuh kau, kalau dipenjarakan tentu kaupun akan meringkuk sia2 disana mengingat usiamu yang masih muda belia. Kukira begini saja, lekas serahkan barang curianmu, lalu temani kami berlima satu orang satu malam, habis itu kami akan memberi ampun dan membebaskan kau, nah, mau?" Betapapun juga Tan Goan-hay dan The Kim-ciam terhitung anak murid perguruan terhormat, cepat mereka membentak: "Ho-heng!”

Pada saat itu juga mendadak terdengar suara jepretan, "ser-ser", beberapa panah kecil lantas menyambar ke arah Ho Kong-lim.

Biarpun mulutnya kotor, tapi Kungfu Ho Kong-lim memang tidak lemah, ilmu permainan golok Toan-bun-to sudah cukup sempurna terlatih, dia putar goloknya seperti kitiran, semua panah kecil yang dibidikkan Soat Koh dapat disampuk jatuh.

Kuatir terjadi apa2 atas diri Ho Kong-lim, hal ini berarti akan kehilangan seorang pembantu yang kuat. maka cepat Tan Goan-hay berempat menubruk maju dan melancarkan serangan. Soat Koh memainkan kedua pedangnya, tanpa gentar ia hadapi kerubutan kelima orang itu. Pedangnya bergerak lincah dan cepat, serangannya ganas dan aneh. Namun pihak lawan juga tiada satupun yang lemah. Di bawah kerubutan jago yang berpengalaman itu, lambat laun permainan pedang Soat Koh menjadi lamban.

Tan Goan-hay juga dapat melihat pedang kiri Soat Koh tidak lebih kuat daripada pedang kanan, maka mereka lantas mencecar bagian yang lemah itu, tidak lama kemudian keadaan Soat Koh berbalik terancam.

Peng-say berduduk di bawah pohon sana dan memandangi bayangan punggung Soat Koh, menurut pikirannya, dikerubutnya Soat Koh sama saja seperti Cin Yak-leng yang sedang dikeroyok. Ia lihat ilmu pedang Soat Koh sangat aneh, sebenarnya ia ingin mengikuti permainan pedang si nona dengan se-jelas2nya, tapi demi melihat Soat Koh mulai kewalahan, cepat ia menjemput sepotong tangkai kayu dan berbangkit, bentaknya: "Lima lelaki mengeroyok seorang anak perempuan, hm, tidak tahu malu! Hayo, bagi dua orang untuk menghadapi diriku!”

Dari suara bentakan Peng-say itu, Tan Goan-hay dan The Kim-ciam dapat memperkirakan kekuatan anak muda itu pasti di atas nona she Soat. Diam2 mereka kuatir bila kawan lain yang diharuskan menghadapi Soat Peng-say, maka mereka berdua lantas mendahului memapak si anak muda. Dengan menyingkirnya Tan Goan-hay dan The Kimciam, tekanan pada Soat Koh lantas banyak berkurang.

meski nona itu belum dapat mengalahkan ketiga pengerubutnya, tapi untuk bertahan kiranya jauh daripada cukup.

Soat Koh juga kuatir Peng-say tidak mampu melawan Tan Goan-hay berdua dan akan mati konyol, maka cepat ia berseru: "Jilengcu, kau boleh menonton saja disamping, tidak perlu ikut campur!”

"Hahahaha!" Peng-say bergelak tertawa, "Tidak bisa, apapun juga aku harus ikut campur. Jangan kuatir. aku pernah belajar silat.”

"Memangnya jurus memotong kayu juga akan kau pamerkan di sini?" Soat Koh sengaja mengejek.

Dalam pada itu Peng-say sudah terlibat dalam pertandingan dengan Tan Goan-hay berdua, ia gunakan tangkai kayu untuk menangkis pedang lawan sambil berseru: "Demi menyelamatkan kau, terpaksa harus kupamerkan jurus memotong kayu di sini!”

"Andaikan aku tak dapat melawan mereka dan terbunuh juga bukan urusanmu!" seru Soat Koh.

"Tidak boleh terjadi," teriak Peng-say dengan tertawa.

"Kalau kau mati, upah sehari sepuluh tahil siapa yang akan bayar padaku?”

Waktu Soat Koh melirik kesana, dilihatnya anak muda itu memutar tangkai kayunya menghadapi serangan Tan Goan-hay berdua dengan cara2 yang teratur, mana ada jurus memotong kayu segala" Baru sekarang ia tahu anak muda itu sengaja berlagak bodoh, yang benar ilmu silatnya ternyata tidak lebih rendah daripadanya. Dengan tertawa ia lantas mengomel: "Demi mendapatkan upah sehari sepuluh tahil perak kau lantas mau mengadu jiwa, kau benar2 menusia yang mata duitan!”

Sementara itu Li Yu-seng bertiga lantas menyerang dengan segenap kepandaian mereka sehingga Soat Koh tidak sempat memperhatikan Peng-say lagi.

Mendadak didengarnya Peng-say berteriak. Soat Koh terkejut, cepat ia bertanya: "Kenapa kau. Ji-lengcu?”

"Wah, celaka! Pedangku patah!" teriak Peng-say.

Padahal yang dipegangnya cuma sepotong kayu darimana ada pedang”

Tapi Soat Koh tahu yang dimaksud "pedang" oleh anak muda itu adalah tangkai kayu yang dipegangnya, segera ia bertanya: "Dengan bertangan kosoog kau sanggup bertahan berapa lama?”

"Setanakan nasi mungkin tidak menjadi soal!" seru Peng-say.

"Baiklah, bertahan sekuatnya, akan kukirim pedang padamu," kata Soat Koh.

Mendengar si nona hendak memberi pedang kepada Peng-say, tentu saja Li Yu-seng bertiga tidak mau memberi kesempatan padanya, mereka mengepung terlebih rapat.

Dalam keadaan demikian, biarpun Soat Koh tidak sampai kalah, untuk membobol kerubutan ketiga lawan terasa sulit juga.

Di pihak sana, biarpun ilmu pedang Soat Peng-say cukup tinggi. cuma sayang, senjatanya hanya setangkai kayu sehingga sukar mengeluarkan Siang-liu-kiam-hoat yang dikuasainya itu Apalagi setengah bagian Siang-liu-kiamhoat juga tiada kelihayan yang istimewa.

Serangan andalannya yang berwujut tiga jurus gabungan dua pedang sekarang sukar dilontarkan, sebab kedua pedang yang biasa digunakannya ketinggalan di Siau-ngotay-san ketika dia meninggalkan tempat itu dengan tergesa2, sekarang dia cuma menggunakan setangkai kayu, dengan sendirinya tak dapat main dengan leluasa. Padahal sekalipun dia diberi pedang, kalau tiada perlengkapan rantai khusus juga tiada gunanya.

Sedangkan ilmu pedang Tan Goan-hay sendiri juga cukup lihay, ditambah lagi permainan tongkat The Kimciam, tentu saja Peng-say tak dapat bertahan lama, ketika dia habis memainkan ke-49 jurus Siang-liu-kiam-hoat dan hendak mulai dari jurus pertama lagi, kesempatan itu segera digunakan oleh Tan Goan-hay, sekali tabas tangkai kayu Soat Peng-say itu terpapas patah.

Karena tak dapat memainkan ilmu pedang lagi, terpaksa Soat Peng-say menggunakan ilmu pukulan Bu-tong-pay yang dipelajarinya dari Siang-jing-pit-lok, ia pikir untuk sementara sedapatnya menahan serangan musuh, bila Soat Koh memberikan pedang padanya barulah dia akan memainkan Siang-liu-kiam hoat pula.

Melihat pergantian Kungfu Soat Peng-say itu, mendadak Tan Goan-hay berhenti menyerang dan bertanya: "Apakah anda murid Bu-tong-pay?”

Dengan menahan tongkatnya The Kim-ciam juga berseru: "Selamanya Siau-lim-pay dan Bu-tong-pay ada hubungan yang erat, apakah anda murid Sau Peng-lam, Sau-toako?”

Sau Peng-lam yang disebut itu adalah tokoh utama murid Bu-tong pay angkatan ketujuh, ilmu silatnya hanya sedikit di bawah ketua Bu-tong-pay sekarang, yaitu Tongthian Totiang. Melihat usia Peng-say masih sangat muda, tapi ilmu pedangnya sangat aneh, bahkan ilmu pukulannya yang bergaya Bu-tong-pay juga sangat kuat, maka The Kim-ciam mengira Peng-say pasti murid Sau Peng-lam, yaitu orang Bu-tong-pay dari keluarga preman.

Tapi Peng-say sama sekali tidak kenal siapa orang yang disebut itu, ia berbalik menegas: "Sau Peng-lam?”

The Kim-ciam jadi salah paham lagi, dilihatnya Peng-say berani menyebut nama Sau Peng-lam, disangkanya anak muda ini satu angkatan dengan Sau Peng-lam, maka ia bertanya pula: "Apakah mungkin kau ini murid Bu-tong angkatan ketujuh yang pakai nama 'Peng'" Cara bagaimana kau memanggil Tong-thian Supek?”

Ketua Siau-lim-pay sekarang, Un-goan Taysu lebih muda beberapa tahun daripada Tong-thian Totiang. sedangkan The Kim-ciam adalah murid terkecil Un-goan Taysu, hubungan antara Un-goan Taysu dan Tong-thian Totiang sangat erat, maka The Kim-ciam kenal baik dan menyebut Supek kepada Tong-thian, jadi tingkatannya sama dengan Sau Peng-lam, makanya iapun menyebut Sau Peng-lam sebagai Sau-toako. Dia tidak menduga bahwa Peng-say bukanlah murid Sau Peng-lam, jika demikian, seyogianya hanya Tong-thian Totiang saja yang dapat mendidik murid sehebat ini. Tak tersangka Soat Peng-say tetap tidak peduli siapa itu Tong-thian Totiang segala. ia menegas pula: "Tong-thian. “

"Kau berani langsung menyebut nama Tong-thian Supek"!" bentak The Kim-ciam.

"Kenapa tidak berani?" jawab Peng-say. "Konon Tong-thian adalah ketua Bu-tong-pay, aku bukan murid Bu-tong, jika namanya memang Tong-thian, kenapa aku tidak boleh menyebut namanya?”

"Kau bukan murid Bu-tong-pay?" Tan Goan-hay dan The Kim-ciam menegas bersama. Tentu saja mereka tidak percaya, "Jadi kalian tidak percaya?" tanya Peng say.

"Anda jelas2 murid Bu-tong. tapi tidak mau mengakui sebagai murid Bu-tong, tahukah kau bahwa perbuatan mengingkari perguruan adalah dosa yang tak dapat diampuni dan setiap orang boleh membunuhnya"!" kata The Kim-ciam dengan kereng.

Peng-say melangkah maju setindak, katanya: "Tampaknya kau tidak percaya pada keteranganku. Padahal Bu-tong-pay adalah perguruan ternama, mengaku anak murid Bu-tong-pay kan meninggikan harga diriku, kenapa aku mesti menyangkal" Soalnya aku memang bukan murid Bu-tong-pay, mana boleh Cayhe mengaku tanpa berdasar?”

Habis berkata, mendadak ia melayang keluar.

"Berhenti!" bentak Tan Goan-hay dan The Kim-ciam bersama. Jika Soat Peng-say benar bukan anak murid Bu-tong-pay, cara menyerang mereka menjadi tidak kenal ampun, pedang dan tongkat sekaligus mengincar tempat mematikan di tubuh Soat Peng-say.

Namun gerak tubuh Peng-say teramat cepat dan gesit.

pula dia mendahului bergerak, senjata lawan tidak mampu merintangi kepergiannya.

Soat-koh dapat melihat tindakan Peng-say itu, mendadak iapun membentak nyaring, segera kedua pedangnya menyerang, mestinya Li Yu-seng bertiga dapat mematahkan serangan si nona, cuma pada saat itu juga mereka terdengar suara Soat Peng-say melayang tiba dari belakang, mereka kuatir disergap. maka cepat mereka melompat ke samping untuk menghindar.

Dengan demikian dapatlah Peng-say bergabung dengan Soat Koh. Cepat si nona melemparkan pedang kiri kepada Peng-say. Meski terasa agak enteng maklum pedang milik anak perempuan, tapi apapun juga senjata tajam kan lebih baik daripada menggunakan ranting kayu. Semangat Peng-say terbangkit seketika, dengan punggung menempel punggung mereka menghadapi musuh dengan menggunakan pedang kiri dan pedang kanan.

Soat Koh sekarang hanya memainkan sebilah pedang saja, meski daya tempurnya agak berkurang tapi kemahirannya memang terletak pada permainan pedang kanan. maka caranya menyerang dan bertahan menjadi lebih lincah, apalagi bagian belakang telah dijaga oleh Soat Peng-say, kini dia hanya menghadapi tiga jurusan saja, dengan sendirinya jauh lebih enteng daripada tadi.

Peng-say juga begitu, dia tidak perlu memikirkan sergapan musuh dari belakang, tapi memusatkan perhatiannya menghadapi kedua musuh di depan.

Semula Tan Goan-hay dan The Kim-ciam berada di atas angin. baik menyerang dari muka dan belakang atau mengerubut dari kanan-kiri. Tapi sekarang mereka hanva dapat menyerang dari depan. untuk ini Peng-say cukup kuat untuk bertahan sehingga untuk sekian lama keadaan berjalan dengan seimbang. Dalam keadaan demikian, dengan sendirinya yang menentukan sekarang adalah keuletan belaka asalkan salah seorang tidak sanggup tahan lama segera akan kelihatan kalah atau menang. Padahal Tan Goan-hay berlima rata2 berusia antara tiga-empat puluhan, kekuatan mereka jelas di atas Peng-say dan Soat Koh, dalam hal keuletan jelas tidak menjadi soal.

Sebaliknya Peng-say dan Soat Koh jauh lebih muda, pengalaman tempur juga kurang. Mendingan Soat Pengsay, tapi Soat Koh jelas tidak sanggup bertahan lama, pembawaan anak perempuan juga lebih lemah daripada anak lelaki, apalagi kekuatannya memang selisih jauh dibandingkan lawan Jika berlangsung lebih lama lagi bukan mustahil Soat Koh akan terluka, bila si nona sudah terluka dan kehilangan daya tempur, Peng-say sendiri pasti juga tidak sanggup bertahan, akhirnya dia pasti juga akan mati konyol.

Dengan perhitungan ini. Tan Goan-hay berlima bertempur dengan tenang dan sabar, mereka sengaja menunggu bila Soat Koh sudah lemah dan tak tahan, laiu mereka akan melancarkan serangan gencar untuk merobohkan Soat Peng-say.

Tapi sebelum kehabisan tenaga, kelihatan Soat Koh sudah tidak tahan lagi. Dia bertempur dengan saling membelakangi dengan Peng say, dalam hal siasat tempur memang sangat baik, tapi juga disinilah timbulnya kelemahan. Dia dan Peng say memainkan pedang dengan tangan kanan dan tangan kiri, dalam keadaan punggung menempel punggung, tangan kedua orang yang memainkan pedang menjadi saling mengganggu, kalau bukan siku Soat Koh menyenggol tangan Peng-say, tentu Peng-say yang menyikut lengan Soat Koh.

Bilamana kedua orang sama2 menggunakan tangan kanan dan berdiri saling membelakangi, tentu takkan timbul kerepotan ini. Justeru Peng say tidak mahir menggunakan tangan kanan, hanya dapat memainkan pedang kiri, kini ia berdiri mungkur bersama Soat Koh, dengan sendirinya kedua orang lantas terjadi saling menyikut.

Padahal pertarungan diantara jago2 silat tidak boleh lengah sedikit pun, karena tersenggol dan tersikut, serangan jadi terganggu, tentu saja Soat Koh menjadi sukar menghadapi serangan maut Li Yu-seng bertiga.

Peng-say sendiri tidak tahu cara bagaimana harus menghindari sentuhan dengan Soat Koh, keduanya berdiri mungkur, tentu saja sukar untuk melihat kebelakang.

Suatu ketika, mungkin Peng-say terlalu kuat menggunakan tenaga, dengan tepat ia menyikut lengan Soat Koh yang sedang ditarik ke belakang. Keruan si nona menjerit kesakitan, dengan susah payah dia harus melancarkan beberapa gerakan kilat untuk menyelamatkan diri akibat sentuhan tersebut. Diam2 Soat Koh mendongkol, ia pikir terlalu berbahaya jika keadaan demikian berlangsung terus.

Segera ia mengomel: "Jilengcu, tidakkah kau dapat memainkan pedangmu dengan tangan lain?”

"Jika aku diharuskan menggunakan tangan kanan, sama saja suruh aku mengangsurkan kepalaku untuk dipenggal musuh," ujar Peng-say dengan menyengir.

"Memangnya kenapa dengan tangar kananmu" Apakah buntung?" tanya Soat Koh.

"Buntung sih tidak, cuma tangan kananku hanya dapat pegang sumpit untuk makan nasi, sama sekali tidak sanggup menggunakan pedang," tutur Peng-say.

Soat Koh tidak tahu bahwa sejak mula Peng-say berlatih ilmu pedangnya dengan tangan kanan terikat. Jadi tangan kanan tidak pernah digunakan berlatih Siang-liu-kiam-hoat itu, bilamana dia diharuskan menggunakan tangan kanan, sama saja dia disuruh mengantarkan nyawa. Padahal anak muda itu telah banyak membantunya, jika sekarang ia memaksanya mengganti tangan sehingga membahayakan jiwanya, betapapun tindakan ini agak keterlaluan dan tidak tahu budi.

Teringat demikian, Soat Koh tidak dapat bicara lagi.

Celakanya, sejenak kemudian iapun membentur tangan Peng-say, menyusul anak muda itu lantas menyikutnya pula. Meski ganggunn ini segera dapat diperbaikinya, tapi cambuk Li Yu-seng tidak urung sempat menyabat pada bahunya. Syukur Soat Koh bertahan sekuatnya sehingga tidak sampai menjerit sakit. Hal ini tidak diketahui Soat Pengsay. Tidak lama kemudian kembali ia menyikut Soat Koh sekali lagi. Mau-tak-mau Soat Koh menjadi gemas, segera ia memaki: "Orang mampus! Kenapa tidak hati2 sedikit, sebentar2 menyikut! Kau kira orang tidak sakit?”

Peng-say menghela napas menyesal, katanya: "Nona Soat, kedua tanganmu dapat kau gunakan, kenapa kau tidak menggunakan tangan kiri saja?”

"Huh, kalau jiwamu berharga, apakah jiwaku tidak berharga sehingga aku yang harus berganti tangan?" jengek Soat Koh.

Rupanya ilmu pedang Soat Koh itupun hanya cocok dimainkan dengan tangan kanan, meski tangan kiri juga dapat memainkannya, tapi tak dapat digunakan tanpa kerja sama tangan kanan, bila cuma tangan kiri saja yang digunakan, maka kekuatannya tidak berbeda banyak daripada Soat Peng-tay berganti tangan.

"Bukan begitu maksudku," kata Peng-say pula. "Jika dapat ganti tangan boleh kau ganti, kalau tidak dapat ya tidak kupaksa. hanya saja . . . . “

"Hanya apa?" tanya Soat Koh.

Lantaran serangan Tan Goan-hay dan The Kim-ciam bertambah gencar. terpaksa Peng-say harus memusatkan perhatian untuk menangkis serangan sehingga tidak sempat menjawab.

"Hanya apa?" demikian Soat Koh bertanya pula.

Dengan beberapa gerakan aneh dapatlah Peng-say mematahkan serangan musuh, keadaanya menjadi longgar lagi. maka dapatlah ia menjawab. "Jika keadaan demikian berlangsung terus, akhirnya jiwa kita pasti akan melayang di sini.”

Teringat kepada nasib sendiri, ayah kandung tidak diketahui, Cin Yak-leng jatuh didalam cengkeraman orang jahat pula, dan sekarang dirinya sendiri akan binasa, ia menjadi menyesal dan menghela napas pnnjang.

"Jangan kau perlihatkan rasa takut matimu," teriak Soat Koh. "Jika kau takut mati, pergilah kau, aku tidak memerlukan bantuanmu lagi.”

Sudah tentu Peng say bukan manusia vang takut mati, ia mendongkol oleh ucapan Soat Koh itu, tapi tidak dihiraukannya. "Hayolah pergi, lekas kau pergi saja!" desak Soat Koh pula.

Peng-say menjawab dengan tertawa; "Ditemani gadis cantik, biarpun mati bersama juga rela aku.”

Soat Koh melengak, mendadak ia berkata pula: "Kau tidak mau pergi, biar aku saja yang pergi." Habis itu mendadak ia memisahkan diri.

Keruan Peng-say menjadi kuatir, serunya cepat: "Jangan!”

Soat Koh masih berdiri di sebelahnya dan menjengek: "Tidak perlu kuatir, urusanku sendiri tidak nanti kusuruh kau bertanggung-jawab sendirian dan kutinggal pergi.”

"Nona jangan salah paham," demikian Peng-say berusaha memberi penjelasan sembari bertempur. "Sekali kita berpisah, tentu kita akan kalah terlebih cepat.”

"Hm, dasar takut mati, lekas kau pergi saja!" jengek Soat Koh. "Mulai sekarang, urusan nona tidak perlu kau ikut campur lagi, kembalikan pedangku itu!”

Karena dirinya dimaki takut mati, keruan gusar Peng-say tidak kepalang.

Kesempatan itu segera digunakan Tan Goan-hay untuk memecah-belah: "Nah, saudara cilik, baru sekarang kau tahu rasa. Untuk apalagi kau mengadu jiwa bagi seorang perempuan yang tidak tahu diri?”

Mendadak Soat Koh menabas tiga kali sambil membentak: "Enyah!”

Melihat si nona menjadi nekat, Li Yu-seng bertiga menjadi keder malah, mereka kuatir si nona akan menerjangnya. karena itulah serangan mereka menjadi kendur. Kesempatan itu tidak di sia2kan Soat Koh, cepat ia menerobos keluar kepungan, tapi ia tidak kabur, sebaliknya ia lantas berteriak: "Urusanku tiada sangkut-pautnya dengan bocah she Tio itu, silakan kalian terjang diriku, bila kukalah. ketujuh benda pusaka segera kuserahkan kepada kalian." Tan Goan-hay dan The Kim-ciam memang tiada maksud bermusuhan dengan Soat Peng-say, segera mereka berhenti menyerang demi mendengar seruan Soat Koh itu, kata Tan Goan hay: "Tentunya tidak mudah saudara cilik melatih Kungfumu ini, silakan kau pergi saja, kami takkan mempersulit padamu.”

"Betul, lekas enyah saja kau!" teriak Soat Koh.

Dengan gusar Soat Peng-say membalik tubuh terus melangkah pergi.

Tan Goan-hay dan The Kim-ciam sangat girang melihat kepergian Soat Peng-say, bersama Li Yu-seng bertiga, tanpa berjanji mereka terus menerjang Soat Koh.

Terjangan mereka sangat hebat, Soat Koh tidak sempat meminta kembali pedangnya kepada Peng-say. pedang tangan kanan segera menabas kedepan. Ia pikir dengan dua pedang saja bukan tandingan kelima musuh, kini tersisa sebuah pedang saja, mungkin sepuluh jurus saja tak tahan.

Di luar dugaan, baru saja pedangnya bergerak, tahu2 Soat Peng-say melayang turun dari udara. Rupanya Soat Peng say sangat gusar karena Soat Koh berulang kali berteriak menyuruhnya enyah. Tapi demi melihat Tan Goan-hay berlima menerjang seorang gadis, ia menjadi tidak sampai hati untuk tinggal pergi. Belum sampai kelima musuh mendekati Soat Koh, segera ia melayang ke atas dan mendahului turun di samping si nona serta membantunya dengan satu jurus "Kiong-siang-kut-thau", yaitu jurus pertama dari Siang-liu-kiam-hoat, untuk menghalau musuh.

Ketika mendadak Soat Koh mengetahui disampingnya telah bertambah seorang, sekilas lirik dilihatnya ialah Soat Peng-say, segera ia membentak: "Siapa suruh kau . . . . “

belum lanjut ucapannya, pedang kanan yang ditabaskan itu telah menimbulkan jeritan ngeri tiga orang.

Waktu Soat Koh memandang kesana. dilihatnya Li Yuseng, Ho Kong-lim dan Tan Yam-bok bertiga yang berdiri sejajar itu telah terluka dadanya oleh tabasan pedangnya.

Karena waktu itu dia sedang melirik ke samping sehingga tidak jelas cara bagaimana musuh dilukainya, Soat Koh menjadi heran dan memandang ketiga pecundangnya dengan bingung.

Untung Tan Goan-hay dan The Kim-ciam menjaga gengsi, mereka tidak mengerubut senapsu ketiga temannya, maka mereka berdua tidak ikut terluka. Sungguh mereka tidak melihat sesuatu keistimewaan pada tabasan pedang Soat Koh itu, tapi buktinya sudah melukai ketiga temannya, apalagi sekarang cepat Peng-say telah putar balik membela si nona, jika pertarungan diteruskan jelas pihaknya pasti kalah.

Dalam pada itu The Kim-ciam sudah mulai mengangkat tubuh Li Yu-seng, segera Tan Goan-hay juga menyisipkan pedangnya ke tali pingang, ia kempit Ho Kong-lim dan Tan Yam-bok dengan kedua tangan, mereka hanya melototi Soat Koh sekejap, tanpa bicara apapun mereka terus berlari pergi.

Sementara itu darah segar masih ber-ketes2 di ujung pedung Soat Koh, ia berdiri termangu2, ia tidak tahu mengapa hal itu bisa terjadi, betapapun ia tidak dapat memahami kejadian itu.

Tapi Soat Peng-say malahan mulai paham duduknya perkara Ia pikir jurus Kiong-siang-kut-thau yang dikeluarkannya tadi jelas berhasil mengatasi musuh, lantaran itulah Li Yu-seng bertiga tidak mampu menghindarkan tabasan pedang Soat Koh.

Kiranya tadi Li Yu-seng bertiga menerjang maju berjajar, saat itu Soat Koh lagi membentak Peng-say agar enyah, dengan sendirinya gerak pedangnya agak lambat. Maka serangan yang dilontarkan Peng-say itu meski ketinggalan sejenak darj pada serangan Soat Koh tadi, jadinya dapat bekerja sama dengan sangat rapat, hasilnya sekejap itu Li Yu-seng bertiga berusaha menghindarkan serangan Peng-say, tapi lupa bahwa disamping itu masih ada pula serangan Soat Koh dan tahu2 dada mereka terobek.

Apa yang terjadi itu dapat dilihat Peng-say dengan jelas, ia tahu hal ini tidak terjadi secara kebetulan belaka. Dalam keadaan itu, bilamana ketiga orang itu hendak mengelakkan serangan Peng-say, maka dada mereka tentu akan dirobek oleh pedang Soat Koh, kalau tidak, maka pedang Peng-say yang akan melukai mereka.

Diam2 Peng-say merasa heran dan tak dapat menarik kesimpulan dari kejadian tersebut. Mengapa jurus Kiong siang-kut-thau itu mendadak bisa berubah sedemikian lihaynya" Padahal permainan silat tidak mungkin mengandalkan untung2an betapapun Peng-say tidak percaya hal yang tidak mungkin terjadi ini. Lalu apa sebabnya bisa terjadi begitu”

Teringat olehnya setengah bagian Siang-liu-kiam-hoat yang lain. Teringat olehnya berita yang tersiar tentang Siang-liu-kiam-hoat nomor satu di dunia. Teringat pada saat melancarkan serangan bersama Soat Koh tadi, timbul semacam perasaan yang sukar dipecahkan.

Pada saat itulah tiba2 terdengar Soat Koh berseru: "Bagus kau, Jilengcu, kau sengaja membohongi nonamu ya"!”

Peng-say terkejut, disangkanya si nona telah mengetahui sebab-musabab berhasilnya serangannya tadi.

Tapi lantas terdengar Soat Koh berkata pula: "Pintar sekali kau berdusta, katamu mencari kayu juga mesti mengangkat guru, memangnya Kungfumu ini juga kau pelajari dari cara mencari kayu di gunung?”

Dengan tertawa Peng-say menjawab: "Aku belajar mencari kayu di gunung bersama guruku adalah kejadian betul2, aku tidak berdusta. Cuma selain mengajarkan cara mencari kayu, guruku memang juga mengajarkan beberapa jurus ilmu pedang kasaran padaku.”

"Hm ilmu pedang kasaran apa, kembali kau bohong lagi!" jengek Soat Koh. "Belum pernah kudengar ilmu pedang yang mampu melawan jago silat dari Siau lim-pay dan Tiam-jong-pay dikatakan sebagai ilmu pedang kasaran.

Jika demikian, kau anggap ilmu silat Siau-lim-pay dan Tiam-jong-pay yang kau kalahkan itu lebih kasar daripada kepandaianmu?”

"Ilmu silat Siau-lim-pay dan Tiam-jong-pay sudah tentu sangat hebat, mana boleh dinilai dengan istilah kasar?" ujar Peng-say. "Yang jelas ilmu pedang pencari kayu Jilengcu menjadi teramat kasar bilamana dibandingkan ilmu pedang sakti nona.”

"Huh, masih muda belia sudah pintar putar lidah dan suka menyanjung puji kepada orang lain," omel si nona.

"Tapi buktinya sekali serang nona memang telah melukai tiga musuh, suugguh ilmu pedang yang maha sakti . . . . “

"Sudahlah, jangan kau teruskan, hanya bikin malu saja, ujar Soat Koh. "Padahal akupun tidak tahu cara bagaimana mereka terluka. Tampaknya cukup berat juga luka mereka, bila mati, Wah, bisa susah aku.”

Baru sekarang Peng-say mengetahui si nona belum memahami sebab-musabab sekaligus dapat melukai tiga orang musuh. Maka legalah hatinya, segera ia bertanya: "Mengapa kau omong begitu?”

"Betapapun kalau musuh terlalu banyak tentu akan lebih banyak pula menimbulkan kesulitan," jawab si nona.

"Seperti guruku, bulan yang lalu secara tidak sengaja beliau membunuh jago silat terkenal di Pakkhia, yaitu Beng Engkiat, habis itu beliau sangat menyesal. Jika tadi kubunuh lagi murid keluarga Liong di Kwan-gwa, yaitu orang she Li tadi serta kedua kawannya, tentu hal ini akan menimbulkan kegusaran umum di dunia persilatan. Bila mereka be-ramai2 mencari diriku dan guruku, kan urusan bisa runyam." "Dimanakah gurumu?" tanya Peng-say.

"Kami berpisah sebulan yang lalu di Pakkhia," tutur Soat Koh. "Suhu bilang ilmu silatku sudah cukup lumayan, sudah pantas berdikari dan menggembleng diri di dunia Kangonw, kalau sepanjang hari selalu mengintil di belakang beliau, seperti anak kecil yang belum disapih, bila kelak ketemu urusan gawat, tentu akan kebingungan dan tidak sanggup mengambil keputusan sendiri.”

"Jadi gurumu sengaja menggembleng dirimu di dunia Kangouw, tapi kan tidak menyuruh kau menjadi . . . . “

sampai di sini mendadak terputus ucapannya, kata "maling”

tidak jadi diucapkan.

"Kenapa tidak kau teruskan?" omel Soat Koh dengan menarik muka. "Memang sejak mula aku memilih bidang 'mencuri' sebagai pekerjaanku.”

Peng-say menggeleng. katanya dengan menyesal: "Ai, nona cantik seperti dirimu, untuk apa. . . .”

"Hayolah lanjutkan!. . . . “

"Untuk apa menjadi pencuri, sungguh sayang," ucap Peng-say dengan sungguh2.

Tidak kepalang dongkol Soat Koh hingga mencucurkan air mata, katanya: "Bagus, terang2an kau memaki aku sebagai maling, sebagai pencuri, aku.... . .aku lebih baik mati saja.”

Peng-say jadi melengak, diam2 ia merasa perempuan benar2 makhluk yang aneh. Dia mengaku sendiri sebagai pencuri, kenapa pantang orang menyebutnya pencuri”

Apalagi ia sendiri yang menyuruhnya omong.

Dengan air mata berderai Soat Koh berkata pula: "Pergilah kau, pergi saja, jangan bergaul dengan maling, jangan2 kau akan ketularan bau maling. . . .”

"Nona," kata Peng say, "hendaklah kau terima nasihatku, pekerjaan mencuri bukanlah lapangan pekerjaan yang baik. Malahan akan banyak mendatangkan kesulitan, orang dan golongan hitam saja menusuhi kau, apalagi orang dari kalangan putih, bisa jadi mereka akan membunuh kau.”

Mendadak Soat Koh membusungkan dada sambil berteriak: "Baiklah, boleh kau bunuh, boleh kau bunuh. . . .”

sembari berseru ia terus melangkah maju dengan marah2.

Selangkah demi selangkah Peng-say menyurut mundur, katanya: "Jika kau merasa malu bergaul dengan pencuri macam diriku, mengapa tadi kau menolong diriku, kumaki juga kau terima dan tidak mau enyah?”

"Ini. . .ini. . . " Peng say ter-gagap2, sampai sekian lama tetap tak dapat memberi jawaban.

"Kutahu anda ini seorang yang berbudi luhur, seorang yang welas-asih dari kalangan putih. betapapun anda tidak sudi turun tangan membunuh orang. Tapi kau kan tidak perlu membunuh diriku, boleh kau biarkan aku dibunuh oleh Tan Goan-hay dan begundalnya tadi, kan secara tidak langsung kau telah mendapat pahala dengan terbunuhnya seorang maling?”

Peng-say menjadi rikuh sendiri, jawabnya: "Ah, mana diriku dapat disebut sebagai orang yang berbudi luhur segala, yang benar, lantaran mengharapkan upah sehari sepuluh tahil perak, makanya kutolong kau .... “

"Ai, sampai sekarang kau masih juga omong kosong!”

kata Soat Koh dengan tertawa. "Hah, kukira kaupun tidak perlu berlagak sebagai orang baik2 lagi, jelas kaupun ingin membagi rejeki, betul tidak?”

"Membagi rejeki apa?" tanya Peng-say.

"Memangnya, maksud tujuanmu menolong diriku bukankah ingin membagi satu-dua benda pusaka barang curianku ini?”

"Jika kuminta bagi rejeki, perutku jauh lebih besar daripada kawanan bandit yang hendak membegal kau itu, aku tidak mau membagi satu-dua bagian saja, jika mau, harus seluruhnya, tujuh macam benda pusaka itu harus diserahkan kepadaku, satu-pun tidak boleh kurang.”

"Wahhh tega amat kau! Sekali caplok hendak kau kangkangi seluruhnya"!”

"Sebenarnya juga bukan hendak kukangkangi menjadi milikku, tapi hendak kukembalikan kepada si pemiliknya.”

"He, sebab apa kau bertindak demikian?" tanya Soat Koh dengan mendelik.

"Tahukah kau, dengan hilangnya ketujuh benda pusaka ini, siapa orang di Kotaraja sana yang paling sial?”

"Dengan sendirinya kelima bangsawan yang kehilangan itu.”

"Dalam hal kebendaan secara langsung memang mereka yang rugi tapi sebagai bangsawan yang kaya raya, kehilangan sedikit harta benda tentu saja bukan apa2 bagi mereka. Yang benar2 kena getahnya adalah orang yang bertanggung jawab atas keamanan kota.”

"O, kau maksudkan kawanan petugas itu, seperti. Ong Cin-ek, begitu?”

"Yang ikut bertanggung jawab dengan sendirinya bukan cuma petugas rendahan itu, tapi juga Kiu-bun-te-tok Cin-tayjin. Jika harta benda penduduk biasa yang kau curi mungkin tidak menjadi soal, tapi yang kehilangan adalah kaum pangeran dan pembesar tinggi, coba kau pikir, siapa orang pertama yang akan dimintai tanggung-jawab”

Dengan sendirinya Cin-tayjin sebagai penguasa militer kotaraja. Lalu bagaimana akibatnya jika barang yang hilang tidak dapat ditemukan kembali" Bukankah Cin-tayjin yang bakal kehilangan kedudukannya dan bahkan masuk penjara pula." "Jadi yang bakal tertimpa bencana adalah Kiu-bun-te-tok Cin-tayjin" Eh, coba jawab dulu. Kau sendiri bukan pembesar negeri, bukan pengusaha swasta, tidak terima upah, tidak bayar pajak, kau berkeliaran didunia Kangouw dengan bebas, untuk apa kau perhatikan urusan kaum pembesar itu?”

"Urusan kaum pembesar itu sebenarnya memang tiada sangkut-pautnya dengan orang persilatan seperti kita ini,”

kata Peng-say. "Tapi persoalannya menyangkut hari depan Cin tayjin, mau-tak mau aku harus ikut campur.”

"Aha, jangan2 Cin Ci-wan itu adalah bakal mertuamu?”

jengek Soat Koh.

Peng-say melengak karena ucapan yang hampir mendekati kebenaran itu, tapi ia lantas menggeleng dan berkata pula: "Jangan sembarang kau terka, Cin-tayjin itu masih terhitung pamanku, ibu Cin-tayjin itu adalah saudara nenek perempuanku.”

"O, maaf, maaf, kiranya Tio-jilengcu kita ini jelek2 masih mempunyai famili yang menjadi pembesar negeri. Tapi ingin kutanya pula padamu,jikalau benar2 hendak membela sanak-kadangmu yang pembesar itu, mengapa sejak mula tidak kau serahkan diriku kepada Tan Goan-hay, asalkan barang curianku ditemukan mereka dan dikembalikan kepada pemiliknya, tentu pembesar negeri yang bersangkutan tidak perlu mengusut lebih lanjut dan pamanmu yang pembesar itu pasti juga tetap aman pada kedudukannya.”

Padahal sebelum ini Soat Peng-say sendiri tidak pernah membayangkan hal demikian, sebabnya dia menolong Soat Koh, ia sendiripun tidak dapat mengemukakan alasannya.

Bisa jadi lantaran Soat Koh dalam pandangannya sama dengan duplikat Cin Yak-leng, menolong Soat Koh se-olah2 sama dengan menyelamatkan Cin Yak-leng.

Maka Peng-say lantas menjawab: "Kukira belum terlambat biarpun benda2 pusaka itu dikembalikan kepada pemiliknya melalui tanganku sekarang. Cuma apakah benda2 pusaka itu sekarang berada padamu, kan tiada seorangpun yang tahu. Bisa jadi barang curian itu sudah kau pindahkan kepada orang lain, dengan sendirinya tidak mungkin dapat ditemukan pada dirimu.”

"Hm, apakah kau kira lantaran kau telah membantu diriku, lalu akan kubantu kau menemukan benda2 pusaka itu?" jengek Soat Koh.

"Ya, itu kan terserah kepada hati nuranimu sendiri," ujar Peng-say dengan tertawa.

"Benda pusaka tidak kupindahkan kepada orang lain, sekarang juga masih tersimpan di bawah kereta, tapi jangan kau harap akan menerimanya dariku, bahkan ingin membagi satu potong saja tidak boleh, sebab benda2 ini bukan milikku.”

"Tepat!" seru Peng-say. "Milik orang lain, mana boleh kita kangkangi menjadi milik sendiri. Tidak menjadi soal meskipun tidak kau serahkan padaku, bagaimana kalau langsung kau sendiri yang menyerahkan kembali kepada pemiliknya?”

"Apa katamu" Jadi jerih payahku selama sebulan ini akan sia2 belaka?" seru Soat Koh dengan melotot. "Supaya kau tahu, barang2 ini sudah pasti tidak akan kukembalikan kepada pemiliknya tapi juga takkan kukangkangi menjadi milik sendiri, maksudku akan kujual, lalu . . . . “

"Aha, pikiran bagus!" seru Peng-say sambil berkeplok.

"Sungguh tak nyana nona ini seorang maling agung yang mulia, maling budiman yang suka merampas milik orang kaya untuk disedekahkan kepada kaum miskin.”

"Maling" Huh, sebutan yang menusuk telinga! Meski kau tambah satu kata 'agung' juga tetap tidak enak di dengar!”

"O, jika begitu, sebut saja Lihiapkhek (pendekar perempuan) yang suka berbuat mulia bagi keadilan manusia Nah, cocok?”

Soat Koh tepekur sejenak dan mengangguk, katanya: "Ehm, boleh juga sebutan ini, cuma, dengan demikian, sanak familimu itu jelas2 akan tertimpa sial.”

"Asal tujuan nona memang demi kebaikan umum, apa mau dikatakan lagi?" ujar Peng-say. "Terpaksa biarkan saja pamanku itu menerima damperatan kelima pangeran itu.

Menurut pendapatku, masih untung barang yang kau curi bukan milik si tua raja sehingga pamanku takkan sampai kehilangan jabatannya.”

"Wah, jika begitu, lain kali akan kugerayangi kas negara di Pakkhia sana, akan kucuri beberapa benda pusaka kesayangan si tua raja.”

-oo0dw0oo- 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar