Pedang KIRI Pedang KANAN Jilid 06

Jilid 6

"Ya, dahulu aku dikalahkan Loya hanya dengan satu jurus saja, dalam hati sangat kukagumi Siang-liu-kiam-hoat ciptaan Loya itu," demikian Liok-ma bertutur. "maksudku hendak memohon Loya suka memberi petunjuk barang sejurus-dua, tapi Loya menolak karena tidak berani melanggar peraturan leluhur. Beliau cuma menyebut ke-12 kata tadi, yaitu: satu kiri satu kanan, satu depan satu balik, satu 'Yang' satu 'Im', katanya berkat intisari ke-12 kata itulah Siang-liu-kiam-hoat sudah jauh diatas segala ilmu pedang di antero kolong langit ini. Tatkala itu aku tidak begitu jelas arti kata tersebut, sekarang setelah kupikir, bisa jadi Co-pi-kiam-hoat yang dimainkan Soat-kongcu memang betul cuma setengah bagian dari Siang-liu-kiam-hoat, makanya engkau tidak dapat mengalahkan diriku dalam satu jurus.”

Sau Kim-leng lantas menyambung: "Apa yang disebut satu kiri satu kanan. maksudnya satu orang sekaligus memainkan dua macam ilmu pedang yang tidak sama, untuk ini dengan sendirinya orangnya harus mempunyai dua tangan yang utuh. Tapi kalau satu orang berlatih satu tangan, lalu dua orang maju bersama, tetap dapat memancarkan daya serangan Siang-liu-kiam-hoat yang dahsyat. Sesuai dengan keadaan begitu, ayah lantas membagi Sian-liu-kiam-hoat menjadi dua bagian. Tapi kalau dilatih begitu saja, Siang-liu-kiam-hoat tampaknya menjadi serupa Liang-gi-kiam-hoat Bu-tong-pay dan tiada sesuatu yang luar biasa. Konon Liang-gi-kiamhoat Bu-tong-pay itu tergolong top di dunia persilatan saat ini, tapi ilmu pedang pedang itu harus dimainkan dua orang sekaligus, Jadi, dengan dua lawan satu, andaikan menang juga kurang gemilang. Sedangkan Liang-gi-kiam-hoat tidak dapat dimainkan satu orang, maka bila diadakan pertandingan ilmu pedang secara terbuka, jelas Liang-gikiam-hoat tidak mungkin menjadi juara. Berdasarkan alasan tersebut, ayahku berpikir bila mau menciptakan sejenis ilmu pedang yang memainkan dua pedang sekaligus, maka hal itu harus dilakukan oleh satu orang saja dengan menggunakan tangan kanan dan kiri. Disinilah kejutan hasil ciptaan ayah yang tidak dapat disamai oleh Liang-gi-kiam-hoat.”

-Tapi ayahku juga mempertimbangkan suatu soal, yakni, dapatkah orang lain menghadapi kesulitan berlatih ilmu pedang ganda yang dimainkan tangan kanan dan kiri sekaligus. Lebih2 puteranya sendiri apakah kelak mempunyai bakat seperti sang ayah. Maklumlah, hanya karena kecerdasan yang tinggi ayah dapat menciptakan Siang-liu-kiam-hoat, tapi apakah kecerdasan orang lain, termasuk puteranya sendiri, apakah juga setinggi ayah”

Dengan sendirinya hal ini sukar terjadi, mengingat kesulitan inilah selama beberapa tahun ayah berusaha membagi Siang-liu-kiam-hoat menjadi dua bagian, dengan demikian Sian-liu-kiam-hoat dapat dilatih oleh satu orang hingga sempurna, tapi dua orang melatihnya dengan salah satu tangan juga dapat mencapai hasil yang sama, semua itu bergantung pada bakat dan kecerdasan masing2.”

Sampai disini, Sau Kim-leng berhenti sejenak, kemudian menyambung pula: "Penjelasanku ini hanya ingin kuberitahukan kepada kongcu apa sebabnya Co-pi-kiamhoat gurumu itu dapat berdiri sendiri, dengan alasan yang sama, orang yang mendapatkan sebagian Siang-liu-kiam-hoat yang lain juga dapat memainkan 49 jurus Yu-pi-kiamhoat (ilmu pedang tangan kanan) dan tampaknya juga 'Ilmu pedang yang berdiri sendiri.”

Soat Peng-say mendengarkan dengan diam2 saja, dahinys berkerut, seperti sedang memikirkan sesuatu.

Selang sejenak lagi baru Soat Peng-say berkata; "Harap nona melanjutkan penuturanmu.”

"Meski kedua bagian Siang-liu-kiam-hoat yang kukatakan tadi dapat berdiri sendiri2, namun sejak mula maksud tujuan ayah hanya ingin menciptakan semacam ilmu pedang yang dimainkan satu orang saja dan kemudian terpaksa dipecah menjadi dua, maka bila ada seorang yang berbakat tinggi dan cuma dapat meyakinkan setengah bagian saja dari ilmu pedang ciptaan ayah itu, baginya akan selalu merasa ada sesuatu kekurangan. -Aku tidak tahu mengapa gurumu hanya mendapatkan bagian kiri dari ilmu pedang ayah itu, tapi jelas gurumu telah merasakan kekurangannya, cuma sayang kitab yang berada padanya hanya setengah bagian saja, mungkin dia tidak tahu masih ada setengah bagian lagi, akibatnya berdasarkan kepintarannya sendiri gurumu telah menciptakan ketiga jurus serangan gabungan yang daya serangannya jauh lebih hebat daripada ke-49 jurus Co-pi-kiam-hoat yang ditemukannya. Tapi gurumu hanya mempunyai satu lengan, bahkan tiga jurus serangannya itu diciptakan lantaran ketidak-puasan, dengan sendirinya ilmu pedang ciptaan gurumu lidak dapat melebihi ketiga macam ilmu pedang warisan leluhur kami. Sebab itu pula, meski ketiga jurus ciptaan gurumu itu bergaya Siang-liu-kiam-hoat yang tulen, namun . . . . " karena kuatir Soat Peng-say tidak senang, maka Kim-leng tidak melanjutkan.

"Namun jauh di bawah kelihayan daya serangan gabungan dua pedang ciptaan ayahmu, makanya nona bilang selisih sangat jauh dan kacau balau, begitu bukan?”

tukas Peng-say.

Melihat cara bicara anak muda itu masih penasaran, dengan menyesal Sau Kim-leng berkata: "Harap .... harap engkau suka memaafkan keterus-teranganku. . . .”

"Kenapa mesti minta maaf," ujar Peng-say dengan ketus.

"Kenyataannya Co-pi-kiam-hoat guruku memang jauh dibandingkan Siang-liu-kiam-hoat!" Di balik ucapannya jelas masih bernada tidak mengakui Co-pi-kiam-hoat! adalah sebagian dan Siang-liu-kiam-hoat.

Meski Sau Kim-leng dapat menangkap nada ucapan Soat Peng say itu, tapi ia malah berkata pula: "Kelihayan Liang-gi-kiam-hoat Bu-tong-pay itu terletak pada penggunaannya oleh dua orang sekaligus, bila dimainkan satu orang saja, maka banyak sekali lubang kelemahannya, sekalipun ilmu pedang biasa saja dapat mematahkannya. Meski Siang-liukiam-hoat tidak terdapat kelemahan demikian, tapi cuma setengah bagian saja juga sukar mengeluarkan daya serangnya yang ampuh. Andaikan gurumu bisa mendapatkan dua bagian secara lengkap, biarpun lengan satu tidak leluasa melatih dua pedang sekaligus, tapi dengan kecerdasan gurumu kuyakin beliau sanggup menguasai delapan atau sembilan bagian.”

Maksud Sau Kim-leng hendak memuji guru Soat Pengsay, tak terduga anak muda itu malah berkata dengan ketus: "Sekali Co-pi-kiam-hoat tetap Co-pi-kiam-hoat, masa ada setengah bagian Siang-liu-kiam-hoat apa segala?”

Liok-ma menjadi marah, damperatnya: "Anak busuk, sudah setengah harian Siocia memberi penjelasan padamu, jika kau tetap kepala batu, bila Lolo naik darah, batang lehermu bisa kupuntir patah!”

Tapi Sau Kim-leng menjadi tidak senang, katanya: "Liok-ma, silakan kau keluar saja." Dengan mendongkol terpaksa Liok-ma mengundurkan diri, tapi dia masih merata kuatir, ia hanya berhenti diambang pintu dan tidak keluar.

"Soat kongcu," kata Kim-leng pula dengan lembut, "apakah benar Co-pi-kiam-hoat gurumu itu bukan Siang-liu-kiam-hoat?”

"Bukan!" jawab Peng-say tegas.

Betapapun dia takkan mengakui Co-pi-kiam-hoat adalah Siang-liu-kiam-hoat, tapi dalam hati ia tahu ucapannya itu bertentangan dengan hati nurani sendiri. Bukan saja dia tahu Co-pi-kiam-hoat gurunya itu memang betul setengah bagian kiri Siang-liu kiam-hoat, bahkan iapun mengetahui setengah bagian kanan Siang-liu-kiam-hoat itu dimiliki oleh seorang perempuan berlengan kanan yang telah membunuh Beng Eng-kiat itu.

Walaupun tidak diketahui asal-usul perempuan buntung itu, anehnya tangan perempuan yang buntung itu justeru tangan kiri, inilah suatu kebetulan yang aneh dan menimbulkan tanda tanya.

Padahal sudah dua kali dia mendengar nama Siang-liukiam-hoat, pertama kali pada lima tahun yang lalu ketika Tio Tay-peng mengalahkan Beng Si-hian, waktu itu Beng Si-hian telah memberi pesan kepada anak perempuannya yang masih kecil itu agar bilang kepada Beng Eng-kiat bahwa dirinya mati oleh Siang-liu-kiam. Kedua kalinya baru terjadi beberapa hari yang lalu, yaitu ketika Beng Eng-kiat berpesan kepada Beng Siau-gi (puteri Beng Si-hian) agar selalu ingat bahwa kakek dan ayahnya mati terbunuh oleh Siang-liu-kiam-hoat.

Tapi lantaran selama menjadi murid Tio Tay-peng belum pernah sang guru menyebut nama Siang-liu-kiam-hoat hanya dikatakan bahwa ilmu pedang yang diajarkan itu bernama Co-pi-kiam-hoat, maka Peng-say mengira sebabnya sang guru merahasiakan nama ilmu pedang ini mungkin kuatir dia tidak dapat tutup mulut rapat2 dan bisa jadi akan menyebutkan nama Siang-liu-kiam-hoat di depan umum dan didengar anak murid Pak cay. Ia pikir mungkin inilah alasannya sang guru pernah pesan padanya agar dirinya jangan sampai bertengkar dengan anak murid Pakcay. Tadinya ia mengira sang guru mengetahui kelihayan ilmu pedang Pak-cay, maka dikatakannya bahwa Co-pikiam-hoat tidak ada artinya bagi pandangan anak murid Pak-cay Baru sekarang ia tahu bukannya tiada artinya bagi pandangan anak murid Pak-cay, yang benar ialah kuatir ilmu pedangnya itu dikenali orang.

Dan mengapa kuatir orang mengenali Co-pi-kiam-hoat adalah Siang-liu-kiam-hoat, mengapa kuatir dikenali oleh anak murid Pak-cay" Jangan2 sang guru yang membikin celaka ketua Pak-cay Sau Cing-in”

Mengingat hal2 itu, terpaksa Peng-say berkeras tidak mau mengakui Co-pi-kiam-hoat sebagai Siang-liu-kiamhoat. Iapun kuatir bilamana mengakui kebenarannya, jangan2 Liok-ma akan memaksa dirinya membawa nenek itu untuk menemui sang guru, ia pikir gurunya pasti bukan tandingan Liok-ma, mana boleh dia membawa seorang luar untuk membunuh gurunya sendiri”

Begitulah, karena merasa berdusta, Peng-say merasa malu diri, ia menunduk dan tidak berani memandang Sau Kim-leng. Didengarnya si nona menghela napas pelahan, ucapnya rawan: "Kau tidak mau mengaku, ya, apa boleh buat, akupun tidak dapat memaksa, cuma kumohon sesuatu padamu, maukah kau berjanji?”

Dia masih tetap memobon dengan suara lemah-lembut, sedikitpun tidak gusar. Mau-taU-mau Peng-say merasa rikuh, ia mengangkat kepala dan berkata: "Silakan nona bicara saja, asalkan sanggup kulakukan. tentu akan kuterima.”

"Kumobon sukalah engkau ikut bantu mencari tahu jejak ayahku baik hidup atau mati." kata Kim-leng. "Andaikan benar ayah sudah mengalami nasib malang, bila tulang beliau dapat dibawa pulang untuk dikubur bersama ibuku, cukup kiranya sekadar menghibur arwah ibu di alam baka.”

"Bila ayah nona meninggal di tangan musuh, apakah nona tidak ingin menuntut balas?" tanya Peng-say.

"Jangan kuatir. akan kuberi perintah kepada segenap anggota Pak-cay agar tidak mencari gurumu untuk menuntut balas, asal saja gurumu mau memberitahukan jejak ayahku," kata Kim-leng.

"Ah, nona jangan bergurau, darimana guruku tahu di mana ayahmu?" ujar Peng-say dengan waswas. "Apakah kau kuatir kami akan mencari gurumu untuk menuntut balas?" tanya Kim-leng pula dengan gegetun.

"Padabal siapa pula yang mampu menuntut balas bagi ayahku" Aku" ai, aku sendiri jelas tidak mempunyai kepandaian apa2, hakikatnya tiada soal menuntut balas bagiku. Adapun murid ayah, sejak ibu meninggal, satu persatu mereka sudah pergi semua tanpa sisa seorangpun.

Mereka adalah manusia yang rendah. tidak tahu budi dan tidak setia, mereka hanya mementingkan dirinya sendiri, mana mau mengurus mati-hidup ayahku lagi.”

Dengan sendirinva Peng-say tidak percaya bahwa Sau Kim-leng tidak akan menuntut balas bagi ayahnya, ia memandang Liok-ma yang berdiri diambang pintu sana dan berpikir: "Kau sendiri tidak, tapi dia?”

Sau Kim-leng dapat meraba pikiran Soat Peng-say itu, ia menggeleng dan berkata: "Jika ayah sudah mengalami nasib malang dan sekiranya menyangkut gurumu, tentu takkan kusuruh Liok-ma mencari dan menuntut balas pada gurumu. Yang ingin kami ketahui hanya jejak ayahku yang sesungguhnya."“

"Ucapan nona semakin aneh kedengarannya. bilamana ayahmu mengalami sesuatu, manabisa ada sangkut-pautnya dengan guruku?”

"Baiklah, engkau tidak perlu menjelaskan di mana kediaman gurumu, kami takkan mencari beliau, kami hanya mohon engkau suka bantu mencari tahu dimana jejak Caycu atau ayahku," cara bicara Sau Kim-leng sekarang sudah lebih bersifat memohon dengan sangat.

Peng-say mengangguk, katanya; "Sebagai sesama orang Bu-lim, sudah sepantasnya kuberi bantuan, tapi sama sekali aku tidak tahu cara bagaimana ayahmu menghilang.

Apabila ada penjelasan sekadarnya, tentu akan jauh lebih mudah untuk menyelidikinya.”

Sudah tentu Sau Kim-leng tahu maksud Peng-say yang tidak ingin melibatkan gurunya dalam persoalan ini, maka iapun berkata pula mengikuti haluan Peng-say itu: "Ayah meninggalkan rumah dan hilang pada 27 tahun yang lalu “

mendadak ia merandek ketika menyadari ucapannya keseleo, cepat ia menunduk dengan kikuk.

Melihat sikap si nona, pahamlah Soat Peng-say, pikirnya: "Pantas kau tidak bermaksud menuntut balas, kiranya Sau Cing-in bukan ayah-kandungmu. Kau sendiri tampaknya baru berumur 20-an, sedangkan ayahmu sudah hilang 27 tahun, setiap orang tentu dapat meraba bahwa Sau Cing-in pasti bukan ayahmu sebenarnya.”

Peng-say tidak bertanya, ia diam saja menunggu cerita si nona lebih lanjut.

Pelahan2 Sau Kim-leng tenang kembali, ia mendongak, melihat Soat Peng-say tidak memandang hina padanya, hatinya merasa tenteram, segara ia menyambung: "Tahun itu ayah menerima sepucuk surat undangan agar hadir ke Ki-lian-san, surat undangan itu ditanda tangani Ciamtay Cu-ih. . . .”

"Apakah Hong hoa-wancu Ciamtay Cu-ih?" sela Peng-say.

"Betul, Hong-hoa-wancu dari Tang-hay (lautan timur),”

jawab Kim-leng. "Dalam suratnya dinyatakan pula bahwa yang diundang ada pula Ngo-hoa-koancu dan Son-hok-hancu.”

"Wah, itu kan suatu pertemuan besar yang menggemparkan"!" Peng-say berseru tertahan.

"Tang-wan, Se-koan, Lam-han, Pak-cay, empat aliran yang paling terkenal pada jaman itu sudah menjagoi wilayah masing2 selama ratusan tahun," tutur Kim-leng pula. "Selama itu mereka tidak saling mengganggu, masing2 mempertahankan nama dan kehormatan sendiri, juga tidak mau saling menyambangi. Bahwa empat tokoh top pada waktu itu dapat mengadakan pertemuan, sungguh peristiwa yang sukar dicari, bilamana hal ini diketahui oleh kaum persilatan umumnya tentu akan menganggapnya suatu pertemuan besar yang luar biasa. Akan tetapi sebenarnya kejadian itu justeru sedikit diketahui orang.”

"Jangan2 suatu pertemuan rahasia, maka sedikit orang yang tahu?" tanya Peng-say.

"Meski tak dapat dikatakan pertemuan rahasia tapi lantaran maksud undangan Ciamtay Cu-ih itu disebutkan untuk tukar pikiran mengenai ilmu silat dan saling mendemonstrasikan ilmu silat andalan masing2. dengan sendirinya diperlukan tempat yang paling tenang dan sepi, mungkin masing2 pihak memang tidak ingin diganggu orang luar sehingga berita pertemuan itu sengaja tidak disiarkan.”

Keteranganmu ini memang beralasan, kalau sampai berita itu tersiar. bisa jadi jalan menuju Ki-lian akan menjadi macet, sebab siapa didunia Kangouw ini yang tidak ingin melihat wajah asli keempat tokoh aneh dunia persilatan pada waktu itu?”

"Dan hal itu tentu bukan kehendak mereka," kata Kim-leng pula. "Sebab itulah ayah hanya memberitahu kepada ibu saja mengenai surat undangan itu dan tiada orang lain yang tahu.”

"Jika demikian, jadi hilangnya ayahmu. . . ." mendadak teringat sesuatu oleh Peng-say, tanyanya segera: "Dan ayahmu akhirnya hadir tidak di saoa?”

"Mendiang ibuku juga pernah memikirkan soal ini,”

jawab Kim-leng sambil mengangguk. "Apabila ayah tidak hadir di Ki-lian-san, itu berarti beliau hilang di tengah perjalanan, untuk mencarinya akan lebih mudah mengingat letak tempatnya jelas lebih sempit.”

"Lalu apakah ibumu menyelidiki ayahmu hadir di Kilian-san atau tidak?" tanya Peng-say pula.

"Sebelum berangkat ayah telah memberi pesan kepada ibu bahwa dalam setengah tahun beliau pasti akan pergi dan pulang," tutur Kim-leng, "Tapi setelah setengah tahun berlalu dan ayah belum nampak pulang, ibu menjadi cemas dan buru2 menyusul ke Ki-lian-san. Lantaran kebiasaan ayah tidak suka bermalam di hotel sehingga ditengah perjalanan ibu tidak dapat menyelidiki apakah ayah menuju ke pertemuan di Ki-lian-san atau tidak.”

Ia merandek dan menghela, lalu menyambung pula: "Mendiang ibuku dan ayah adalah suami isteri yang bahagia, selama hidup mereka tidak pernah berpisah barang sebulanpun, apalagi setengah tahun. Ibu mengira mungkin ayah menjadi lupa daratan dan lupa pulang setelah bertemu dengan Ciam-tay Cu-ih dan kawan lainnya di Ki-lian, saking asyiknya berdiskusi tentang ilmu silat. Tapi ketika ibu sampai ditempat pertemuan itu, tiada bayangan seorangpun yang dilihatnya. Dengan demikian apakah ayah hadir disana atau tidak seketika menjadi sukar untuk menyelidikinya.”

"Setengah tahun lebih baru ibumu menyusul kesana, bisa jadi pertemuan mereka sudah lama bubar," ujar Peng-say.

"Jika pertemuan sudah bubar, mustahil ayah tidak cepat2 pulang," kata Kim-leng. "Setelah tidak menemukan ayah di Ki-lian-san, diam2 Ibu sudah merasakan firasat yang tidak enak.”

"Jangan2. . . ." karena tidak berani sembarangan menerka Peng-say urung bicara.

"Untuk mendapatkan keterangan apakah ayah hadir tidak di Ki-Iian-san, kemudian ibu menuju ke Huiciu di Kanglam untuk menemui Soh-hok-bancu, dari beliau ibu mendapat tahu bahwa ayah hadir di Ki-lian-san tepat pada waktunya sehingga bubarnya pertemuan itu.”

"Apakah mungkin terjadi sesuatu di dalam peristiwa itu?" tanya Peng-say dengan sangsi.

"Setelah ibu tanya lebih jelas kepada Soh-hok-hancu, akhirnya diketahui bahwa dalam pertemuan yang berlangsung selama tujuh hari itu, keempat tokoh itu berunding dengan rukun dan damai, kemudian berpisahlah mereka dan tiada yang menjelaskan akan pergi kemana, maka menurut dugaan Soh-hok-hancu tentu ayah langsung pulang ke Ngo-tay-san kecil Padahal ayah jelas belum pulang, apa lagi waktu ibu keluar rumah mencari ayah, kira2 sudah empat bulan lebih sejak bubarnya pertemuan itu, betapapun lambat perjalanan ayah seharusnya sudah pulang kerumah dalam setengah tahun itu. -Walaupun yakin kepulangan ayah tidak mungkin tertunda sampai empat bulan setelah bubarnya pertemuan, tapi setelah mendapat keterangan Soh-hok-huncu tersebut, diam2 ibu menghibur diri semoga ayah sudah pulang selagi ibu sendiri keluar mencarinya. Maka buru2 ibu pulang ke rumah, tapi ayah tetap tidak kelihatan pulang Tentu saja ibu bertambah cemas, sebab setiba ibu di rumah sementara itu sudah lebih delapan bulan sejak bubarnya pertemuan di Kilian-san. Padahal jarak Ki-lian-san dengan Ngo-tay-san cuma perjalanan sebulan lebih, betapapun lambatnya perjalanan pasti akan sampai juga dalam waktu delapan bulan. Menghadapi kenyataan ini, ibu tidak mengkhayalkan lagi kemungkian pulangnya ayah, tapi kalau ayah mengalami sesuatu yang tidak baik yang pertama menimbulkan curiga adalah pasti di tengah pertemuan Kilian-san itu telah terjadi sesuatu, Akan tetapi menurut keterangan Soh-hok-hancu, katanya pertemuan yang makan waktu tujuh hari itu berlangsung secara rukun dan damai, jadi tidak mungkin terjadi apa2.”

"Apakah ibumu tidak tanya lagi kepada kedua tokoh yang lain?" tanya Peng-say.

"Apakah kau sangsikan keterangan Soh-hok-hancu?”

"Soh-hok-hancu dari Tiong-hi-koan adalah Tosu yang beribadat tinggi," kata Soat Peng-say, "jadi tidak boleh kita menaruh prasangka kepadanya. Akan tetapi bila keterangan ketiga orang lainnya seragam, tentu akan lebih meyakinkan.”

"Kita" yang diucapkan Soat Peng-say itu membuat hangat perasaan Sau Kim-leng, ia merasa kata2 itu sedemikian mesra, untuk sejenak ia berusaha meresapi kata2 itu. Soat Peng-say tidak menyangka Sau Kim-leng adalah nona yang haus cinta, disangkanya nona itu sedang merenungkan sesuatu, maka tidak diganggunya.

Liok-ma berdiri di ambang pintu, dia cuma dapat melihat punggung Sau Kim-leng, ia tidak tahu apa yang sedang dilakukan si nona, maka ia bertanya: "Siau Leng, ada apa”

Badanmu tidak enak?”

Sau Kim-leng tersentak sadar, cepat ia menjawab: "O, tidak apa2”

"Jika tidak enak badan, tidurlah sebentar dulu!" ujar Liok-ma.

Tapi Sau Kim-leng menggeleng kepala, katanya: "Ucapan Soat kongcu memang benar, kita tidak pantas menyangsikan keterangan Soh-hok-hancu itu. Tapi untuk membuktikan keterangan itu, mendiang ibuku telah pergi ke Sinkiang untuk menanyai Ngo-hoa koancu. akhirnya beliau juga menyeberang lautan timur untuk menanyai Hong-hoawancu. Akhirnya diketahui keterangan ketiga orang itupun sama, semuanya bilang selama pertemuan tujuh hari itu berlangsung dalam suasana rukun dan damai. Dengan demikian ibu tidak dapat menyangsikan lagi telah terjadi sesuatu dalam pertemuan Ki-lian-san itu, rasanya ketiga tokoh terkemuka itupun tidak akan mendustai ibu, apalagi Tang wan, Se koan, Lam-han dan Pat-cay selama ini tidak ada permusuhan apapun, tiada alasan bagi mereka untuk mencelakai ayah. Tapi, lantas kemanakah ayah sebenarnya"!”

"Ya, sulit jadinya," ujar Peng-say sambil menggeleng, "Ayahmu tidak menyatakan kemana perginya kepada rekannya, kenyataan beliau juga tidak pulang ke rumah, dunia seluas ini, tidaklah mudah untuk mencari jejaknya.”

"Tapi kalau dapat menemukan Siang-liu-kiam-boh (kitab pusaka) kuyakin pasti dapat menemukan jejak ayah," kata Sau Kim-leng mendadak setelah berpikir sejenak.

"Apa dasarnya?" tanya Peng-say.

"Akhirnya setelah ibu pulang dari lautan timur dan terbukti tiada terjadi apa2 dalam pertemuan di Ki-lian-san, beliau lantas mulai menyelidiki ke segenap pelosok Tionggoan (daratan tengah), sebab ibu yakin jejak ayah pasti tidak meninggalkan Tionggoan, akhirnya meski ayah tak dapat ditemukan, namun ibu berhasil mendapatkan berita mengenai jejak ayah. . . .”

Melihat si nona merandek, Soat Peng-say tidak tahan, ia tanya: "Berita apa itu?”

"Ibu merasa heran didunia persilatan daerah Tionggoan ramai tersiar berita tentang ilmu pedang nomor satu di dunia, yaitu Siang-liu-kiam-hoat ciptaan ayah. Hampir setiap jago pedang pasti tahu istilah 'Siang-liu-kiam-hoat nomor satu di dunia' yang terkenal itu.”

"Kenapa mesti heran, siapa yang tidak tahu ilmu pedang Pak-cay memang tiada bandingannya di dunia ini," ujar Peng-say. "Siang-liu kiam-hoat ciptaan ayahmu itu disebut ilmu pedang nomor satu di dunia, kan juga masuk diakal.”

"Soalnya sifat ayahku tidaklah suka pamer. setelah Siang-liu-kiam berhasil diciptakan, meski beliau tahu pasti dapat mengalahkan Liang-gi-kiam-hoat dari Bu tong-pay, tapi beliau tidak pernah mencobanya, dengan sendirinya orang luar juga tidak pernah kenal nama Siang-liu-kiamhoat segala, manabisa terjadi setelah menghilangnya ayah, nama Siang-liu-kiam-hoat justeru menggemparkan dunia persilatan, bahkan didukung sebagai ilmu pedang nomor satu di dunia?”

"Masa ayahmu tidak pernah perlihatkan Siang-liu-kiam-hoat kepada orang luar?”

"Menurut cerita ibu, sejak ayah berhasil menciptakan ilmu pedang tersebut memang tidak pernah dipertunjukkan kepada orang luar. Pada umumnya orang cuma tahu ketiga macam ilmu pedang Leng-hiang-cay yang terkenal, yaitu Hui-ngai, Liu-jay dan Hoa-hong-kiam-hoat, itupun karena kakek pernah memperlihatkan ketiga macam ilmu pedang itu di medan pertemuan Bu-lim yang sering diadakan, tapi dapat dipastikan tiada orang luar yang tahu ayahku telah menciptakan pula Siang-liu-kiam-hoat yang baru itu “

"Kukira ayahmu pasti pernah memperlihatkan Siang-liu-kiam-hoat kepada orang luar, cuma kalian sendiri yang tidak tahu," ujar Peng-say.

"Ingin kutanya padamu, berdasarkan apa kau bilang begitu?" tanya Kim-leng dengan tersenyum.

"Coba pikir, dalam pertemuan Ki-lian-san sana masakah ayahmu tidak menonjolkan hasil ciptaannya" Pertemuan itu kan bertujuan tukar pikiran. kukira ayahmu pasti memperlihatkan ilmu pedang baru kebanggaannya itu.”

"Betul juga alasan Soat-kongcu, tapi coba pikir pula, berdasarkan watak keempat tokoh yang tidak mau tunduk kepada pihak lain, biarpun ilmu pedang ayahku memang nomor satu di dunia, mustahil ketiga tokoh yang lain mau mengakui hal ini, apalagi menyiarkarnya.”

Peng-say garuk2 kepalanya yang tidak gatal, katanya: "Ya, rasanya memang tidak mungkin. . . .”

"Hakikatnya memang tidak mungkin," tukas Kim-leng.

"Coba pikir, mereka masing2 menjagoi wilayahnya sendiri, mana mau mereka menjunjung ilmu pedang tokoh lain sebagai nomor satu di dunia" Andaikan betul mereka mau mengakuinya, mengapa tiada seorangpun yang menyinggungnya, waktu mendiang ibuku berkunjung kepada mereka, semuanya cuma menyatakan pertemuan di Ki-lian-san berlangsung dengan akrab dan damai.”

Peng-say pikir keterangan ini memang beralasan, terpaksa ia hanya mengangguk saja.

Maka Kim-leng melanjutkan lagi: "Karena menyangsikan berita Siang-liu-kiam-hoat nomor satu didunia itu, ibu lantas mulai mengusut darimana sumber berita itu. Ibu yakin bilamana sumber berita itu ditemukan, pasti tidak sulit untuk menemukan pula jejak ayahku .... “

Karena si nona merandek pula, Soat Peng-say tambah ingin tahu, segera ia bertanya: "Dan akhirnya bagaimana?”

"Akhirnya diperoleh belasan sumber berita tersebut,”

jawab Kim-leng.

"Bagaimana menurut keterangan mereka?”

"Mereka" Sama seperti ayahku.”

"Hilang semua"!”

"Ya, siapapun tidak tahu kemana mereka?”

"Aneh, sungguh aneh!. . ." gumam Peng-say sambil menggeleng.

"Walaupun tampaknya aneh, kalau dipikir dengan cermat akan menjadi tidak aneh.”

"Masa tidak aneh?" ujar Peng-say.

"Apabila mereka sudah terbunuh semua, kan menjadi tidak aneh sama sekali.”

"Siapa yang membunuh mereka?”

"Kedua orang terakhir yang mendapatkan Siang-liukiam-boh itu," ucap Sau Kim-leng dengan ketus.

Diam2 Peng-say terkesiap. apakah mungkin kedua orang yang dimaksud itu ialah gurunya sendiri dan si perempuan berlengan satu itu" Tapi mengingat gurunya bukan manusia kejam yang suka membunuh, cepat ia menggeleng dan berkata: "Tidak-tidak masuk diakal”

Kim-leng tahu anak muda itu tetap membela gurunya, katanya kemudian dengan gegetun: "Tapi ibu justeru yakin akan kejadian itu.”

"Bagaimana menurut keyakinan ibumu itu?”

"Menurut ibu, Siang-liu-kiam-boh selalu dibawa oleh ayah, maka dapat diduga pasti kitab pusaka itulah yang membikin celaka ayah, sedangkan orang yang mencelakai ayahku itu termasuk belasan jago pedang kelas tinggi yang hilang itu.”

"Jago pedang kelas tinggi?" gumam Peng-say.

"Ya, ibu telah menyelidiki dengan jelas bahwa belasan orang itu adalah jago2 pedang yang terkenal di dunia Kangouw," tutur Kim-leng pula. "Bisa jadi mereka mengincar kitab pusaka ayahku, be-ramai2 mereka lantas mengerubut dan membunuh ayah. Akhirnya setelah kitab pusaka itu diperoleh dan dipelajari, mereka sama mengakui kitab itu berisi ilmu pedang nomor satu di dunia, maka dari mulut mereka itupun tersiar berita itu secara luas. Lantaran mereka adalah jago pedang ternama. apa yang mereka ucapkan tentu juga berbobot, maka berita !tu tersiar semakin luas sehingga setiap orangpun menganggap Siang liu-kiam-hoat adalah ilmu pedang nomor satu di dunia.

Tapi di antara belasan orang itu, ada dua orang yang diam2 timbul pikiran jahat." “

"Mengapa ibumu hanya menerka dua orang di antaranya?" sela Peng-say.

Sau Kim-leng memandang Peng-say sekejap, katanya kemudian dengan menyesal: "Ibu sendiri cuma menerka satu di antara mereka yang berpikiran jahat. yang menerka dua orang di antara mereka itu adalah aku sendiri.

Bagaimana pendapatmu?”

"Aku tidak tahu," jawab Peng-say dengan kurang senang.

"Janganlah kau marah," bujuk Kim-leng dengan suara lembut.

Peng-say tersadar, ia pikir bila dirinya memperlihatkan rasa tidak senang, ini sama dengan mengakui bahwa dua orang di antaranya yang bermaksud jahat itu termasuk juga gurunva Maka cepat ia menggeleng dan menjawab: "Tidak, aku tidak marah, lanjutkan saja ceritamu!”

"Kuharap engkau jangan marah, bilamana penuturanku tidak tepat, hendaklah jangan kau pikirkan. Menurut taksiranku, demi mengangkangi kitab pusaka ayah, kedua orang itu lantas membunuh teman2nya satu persatu, kemudian mereka sengaja mengarang cerita se-akan2 orang" itu telah hilang agar tidak menimbulkan curiga umum. Tapi entah mengapa, kemudian kedua orang itu bertengkar sendiri dan masing2 mendapatkan setengah bagian kitab ayah, pula satu di antara kedua orang itu terkutung lengan kanannya, ialah. . . . .”

Jelas yang dimaksud si nona ialah gurunva Soat Pengsay, tapi anak muda itu tidak percaya gurunya adalah manusia yang rendah begitu, dengan tegas ia bertanja: "Siapa dia yang kau maksudkan?”

"Kukira kau sendiri sudah tahu!" ujar Kim-leng dengan menyesal.

"Aku tidak percaya!" teriak Peng-say.

"Persoalannya sudah cukup gamblang, apapula yang kau ragukan pula?" demlkian pikir Kim-leng di dalam hati, cuma tidak diucapkannya.

Soat Peng-say memang tidak percaya gurunya adalah manusia yang rendah dan keji, dia berteriak membantah pula: "Semua ini cuma rekaanmu saja, sebaiknya jangan sembarangan kau menerka, tidak mungkin terjadi begitu.”

Dengan rendah hati Kim-leng menjawab: "Apakah betul atau tidak terserah kepadamu, aku cuma mohon bantuanmu agar ikut menyelidikinya.”

"Menurut ceritera nona, dahulu ibumu sudah menyelidikinya sehingga jelas, kenapa minta bantuan penyelidikanku pula"!”

"Meski ibu sudah menarik kesimpulan ada satu di antaranya yang mengangkangi kitab pusaka itu, tapi beliau tidak dapat menemukar siapa gerangan orangnya, kecuali salah seorang jago pedang yang telah hilang itu dapat hidup kembali dan memberi tahukan ibuku, kalau tidak hampir tiada sesuatu petunjuk lain yang dapat ditemukan.”

Tergerak hati Peng-say, katanya: "Ah, masa begitu"!”

"Memang aneh juga, meski ibu telah menyelidiki mulai dari sumber pertama yang menyiarkan berita tentang Siang-liu-kiam-hoat nomor satu didunia sehingga sanak keluarga belasan jago pedang yang hilang itu, ternyata sia2 belaka usahanya.”

"Apakah ibumu sudah langsung menanyai sanak keluarga belasan jago pedang yang hilang itu?" tanya Peng-say.

"Menurut ceritu ibu, semuanya sudah ditanyai tanpi kecuali, kecermatannya cukup meyakinkan. Akan tetapi orang yang merupakan sumber berita pertama itu se-akan2 tidak mempunyai sanak keluarga, maka sama sekali tidak dapat menyelidikinya. Bila betul demikian, cara bagaimana orang ini bisa mengerubut ayahku bersama belasan orang yang hiiang itu?”

"Nona Sau, kukira disitulah kesalahan kesimpulan ibumu," kata Peng-say dengan tersenyum.

Kim-leng menggeleng, katanya: "Tidak mungkin, sebab belasan orang itu tidak nanti hilang tanpa sebab. Menurut pendapat ibuku, bisa jadi orang itu muncul peda saat terakhir dan membantu belasan jago pedang itu membunuh ayahku, namun belasan jago pedang yang hilang itupun tidak kenal dia, maka sukar diperoleh keterangan apapun dan sanak keluarga belasan korban itu.”

"Tidak, kukira jalan pikiran ini kurang berdasar," ujar Peng-say sambil menggeleng. "Kupikir di dalam persoalan ini pasti ada rahasia lain lagi, hanya saja sejauh itu tak dapat dipecahkan oleh ibumu.”

Mendadak Sau Kim-leng berkata dengan berduka: "Setelah gagal menemukan jejak ayah, tidak lama setelah ibu pulang, beliau lantas sakit dan beberapa tahun kemudian beliaupun wafat, Tapi sebelum meninggal ibu tetap tidak putus harapan, kata beliau, lambat atau cepat Siang-liu-kiam-hoat pasti akan muncul didunia Kangouw, maka aku disuruh menaruh perhatian. Bila Siang-liu-kiamhoat muncul, tentu tidak sukar mencari jejak ayah, sekalipun yang ditemukan hanya abu tulang ayah, lalu dapat dikuburkan bersama ibu, maka tenanglah ibu di alam baka. Ibupun memberi pesan, apabila ayah ditemukan belum meninggal, maka per-tama2 harus bersembahyang di depan makam ibu agar diketahui arwah beliau dialam baka, kalau tidak, arwah beliau takkan tenang selamanya.”

Peng-say sangat terharu atas cerita Sau Kim-leng yang terakhir ini, ucapnya dengan tulus: "Nona Sau, pasti akan kubantu mencari jejak ayahmu. sekalipun nanti diketahui guruku yang mencelakai ayahmu, pasti juga akan kuberitahukan padamu se-jelas2nya.”

Sau Kim-leng berbangkit dan memberi hormat katanya: "Atas pernyataan Kongcu ini, terimalah hormatku lebih dulu.”

Soat Peng-aay tidak dapat berdiri untuk mencegahnya, cepat ia menjawab: "Ah, jangan begitu!”

Namun Sau Kim-leng tidak berhenti, ia tetap memberi hormat dengan khidmat.

"Dengan penghormatanmu ini, hatiku menjadi tidak tenteram," ujar Peng-say dengan gegetun. "Ketahuilah bahwa ucapan seorang lelaki sejati pasti akan dilaksanakan, mestinya engkau tidak perlu memberi penghormatan setinggi ini.”

"Kuberterima kasih dengan setulus hati dan bukannya meragukan pernyataan Kongcu," ucap Kim-leng.

"Jangankan usaha ibumu yang mengharukan itu. demi membuktikan bahwa guruku pasti bukan orang yang berhati jahat dan keji begitu, pasti juga akan kuselidiki soal ini hingga jelas," kata Peng-say tegas.

"Liok-ma!" mendadak Kim-leng memanggil.

Si nenek mengiakan dan mendekatinya.

"Harap engkau suka menyembuhkan luka Soat-kongcu yang kau tutuk tadi," kata si nona.

"Lukanya cukup parah, tidaklah mudah untuk menyembuhkannya," kata Liok-ma.

Sau Kim-leng lantas uring2an, omelnya: "Salahmu mengapa melukai orang. Tidak mudah disembuhkan juga harus kau lakukan!”

Ia lupa bahwa apa yang dilakukan Liok-ma tadi adalah demi membelanya. Tapi si necek tidak berani membantah melainkan mengiakan saja.

Segera ia memberi perintah kepada Ang-hay-ji yang sejak tadi berdiri melongo di samping sana: "Lekas panggil Sau Tiong dan Sau Coan ke sini.”

"Untuk apa memanggil mereka?" tanya Kim-leng.

"Luka Soat-kongcu ini harus dirawat di Ciok-leng-tong (gua susu batu), kupanggil Sau Tiong dan Sau Coan untuk mengusungnya ke sana," tutur si nenek "Sau Tiong dan Sau Coan adalah orang kasar, masa dapat mengusung dengan hati2," ujar Kim-leng sambil memandang Liok-ma, maksudnya menyuruh si nenek sendiri yang membawa Soat Peng-say ke gua yang dimaksud. Liok-ma merasa enggan, sebab Ciok-leng-tong itu terletak di pedalaman Ngo-tay-san dan harus melalui jalan pegunungan yang tidak dekat, bukan soal lelah yang dipikir Liok-ma, tapi orang tua seperti dia diharuskan memondong seorang anak muda, inilah yang membuatnya enggan, apalagi sikap Peng-say juga tidak ramah padanya.

Namun iapun tidak berani membangkang atas kehendak sang Siocia, selagi ragu itulah, se-konyong2 terdengar suara tertawa seorang lelaki di luar: "Hahaha, adik Leng, sekali ini dapatlah kakanda memergoki kau di rumah!”

Meski orangnya masih berada di kejauhan, tapi suaranya yang bernada bangor itu dapat terdengar dengan jelas.

Air muka Kim-leng menjadi pucat, tanyanya cepat: "Sia .... siapa dia?”

"Lekas sembunyi, itulah putera Ciamtay Cu-ih," seru Liok-ma kuatir.

"Mau apa dia datang kemari?" tanya Kim-leng pula.

"Dia .... dia .... sudahlah, jangan tanya lagi, lekas sembunyi saja!”

Tapi Sau Kim-leng mendengus, katanya: "Hm, mengapa aku harus sembunyi?”

"Jika tidak segera bersembunyi tentu tidak keburu lagi!”

ujar Liok-ma dengan gelisah.

Mendadak dua orang budak berlari masuk sambil berseru dengan kuatir: "Lolo, wah, orang banyak tidak mampu menahannya!”

Kedua budak ini kebetulan adalah Sau Tiong dan Sau Coan yang akan dipanggil tadi.

"Kedatangan kalian sangat kebetulan," kata Liok-ma.

"Lekas kalian membawa Soat-kongcu ke Ciok-leng-tong dengan jalan memutar.”

Kedua orang itu mengiakan, cepat mereka mengangkat Soat Peng-say. Peng-say diam saja membiarkan dirinya diangkat, pikirnya: "Untuk apakah putera Ciamtay Cu-ih datang ke sini dari lautan timur yang jauh sana?”

Melihat Sau Kim-leng masih tetap berdiri saja, segera Liok-ma berseru pula: "Siau Li. lekas membawa Siocia dan bersembunyi!”

Cepat Siau Li memburu saja, tapi Kim leng lantas rnendelik, katanya dengan menggeleng: "Tidak, aku tidak perlu sembunyi!”

Terpaksa Liok-ma bicara terus terang: "Baiklah, biar kukatakan padamu, selama dua tahun ini sudah tiga kali dia dataog kemari, kebetulan kau tidak di rumah, tapi kami tidak berani lapor padamu, sebab dia .... dia bilang akan menikahi kau dan membawamu ke Tang-hay.”

Sekujur badan Sau Kim-leng tampak gemetar, ia mendamperat: "Binatang, dasar binataug. . . .”

Diam2 Peng-say merasa heran, kalau tidak mau boleh tolak saja lamaran orang, mengapa mesti maki orang sebagai binatang" Karena Sau Kim-leng tetap tidak mau sembunyi. Liok-ma mendesak pula: "Siau Li, lekas gendong Siocia, sembunyilah ke Ciok leng-tong bersama Sau Tiong dan Sau Coan.”

Segera Siau Li hendak menggendong Sau Kim-leng tapi si nona tetap menolak, katanya: "Tidak, akan kumaki dia bila berhadapan nanti!”

"Jangan," seru Liok-ma kuatir. "Orang itu tidak bisa diajak bicara secara baik2, apalagi aku bukan tandingannya.”

Mendengar satu2nya orang yang diandalkannya ngaku bukan tandingan si penyatron, mau-tak-mau Sau Kim-leng jadi gugup, maka ia tidak menolak lagi ketika Siau Li menggendongnya.

"Lekas bawa Siocia keluar pintu belakang," seru Liok-ma pula.

Segera Siau Li yang menggendong Kim-leng itu mendahului jalan di depan dan menyelinap masuk ke kamar tidur Sau Kim-leng, Sau Tiong dan Sau Coan yang menggotong Soat Peng-say juga ikut masuk ke situ.

Dalam pada itu terdengar suara penyatron tadi bergema pula di tempat yang makin dekat, katanya: "Adik Leng keretamu berada di luar, sekali ini jelas kau berada di rumah!" "Siau Tho, lekas keluar dan berusaha menahannya sebisanya," seru Liok-ma.

Mestinya Siau Tho berada di kamar Sau Kim-leng dan menjaga Cin Yak-leng di situ, mendengar seruan si nenek, cepat ia lari keluar.

Waktu masuk kamar tidur, Soat Peng-say sempat melihat Cin Yak-leng berbaring disuatu tempat tidur buatan dari perunggu yang indah, tubuhnya tertutup oleh selimut merah bertepi hijau. kelambu setengah tertutup, agaknya si nona sedang tidur nyenyak.

Selagi Soat Peng-say hendak membangunkan Cin Yakleng dan mengajaknya pergi bersama, namun Sau Tiong dan Sau Coan keburu membawanya keluar melalui sebuah pintu kecil di belakang kamar tidur itu.

Pikir Peng-say: "Adik Yak-leng sedang tidur nyenyak, lebih baik jangan kubangunkan.”

Ia tidak tahu bahwa Cin Yak-leng bukannyn tidur nyenyak melainkan pingsan karena Leng-tay-hiat tertutuk.

Baru saja mereka menyelinap keluar, menyusul Liok-ma lantas masuk ke kamar. Ia mendekati tempat tidur dan cepat membuka Hiat-to bisu Cin Yak-leng yang ditutuk Siau Tho tadi serta Sok-kin-hiat itu ia menepuknya pelahan hingga Yak-leng siuman. . . .

-)()(- -)(dw)(- -)()(Sementara itu Siau Li dengan menggendong Sau Kimleng dan Soat Peng-say yang digotong Sau Tiong dan Sau Coan telah meninggalkan lingkungan Leng-hiang-cay dan menuju ke suatu puncak gunung menjulang tinggi ke tengah awan didepan sana.

Jalan pegunungan melingkar terus menanjak keatas, di pandang dari jauh mirip usus kambing yang me-lingkar2, makin lama makin tinggi, tidak lama sampailah mereka di tengah hutan purba yang lebat.

Jalanan kecil yang sempit kini hampir seluruhnya terbenam oleh tumbuhan berduri, ditambah keremangan ditengah hutan yang rindang itu, hampir saja jalanan kecil itu tidak kelihatan saat itu.

Namun semua itu tidak menjadi halangan bagi Siau Li, Sau Tiong dan Sau Coan, mereka terus berlompatan di atas tumbuhan berduri, Ginkang mereka sama sekali tidak menjadi kendur. Mungkin mereka sudah sangat apal jalan menuju ke Ciok-long-tong atau gua susu batu yang dimaksud, walaupun suasana remang2, tapi mereka tetap dapat membedakan arah dan berlari dan berlompatan dengan lincah dan cekatan.

Tidak lama kemudian, terbeliaklah mereka, suasana terang benderang, rupanva hutan purba itu sudah ditembus mereka dan tibalah di puncak gunung yang gundul, mungkin karena tiupan angin yang keras, maka di puncak situ tiada sesuatu tetumbuhan. Yang ada cuma batu2an yang berbentuk aneh, ada yang mencuat, ada yang mirip ukiran patung. Mendadak Siau Li yang berjalan di depan berhenti mengaso di bawah sebuah batu padas besar, lalu menuju ke bagian dalam, makin jauh makin gelap, rupanya mereka sedang memasuki sebuah gua.

Sungguh terlalu gelap gua ini, Siau Li bertiga lantas menyalakan geretan api, tapi cahaya geretan terlalu lemah, hanya mencakup sejauh beberapa kaki saja, bagian atas terang, bagian bawah menjadi remang2. Pula jalanan di dalam gua terasa lembab dan licin, Gunkang mereka tiada gunanya didalam gua ini, terpaksa mereka berjalan pelahan dan hati-hati.

Gua itu makin dalam makin ciut, mendingan tubuh Siau Li yang memang kecil, Sau Tiong dan Sau Coan terpaksa harus jalan dengan setengah berjongkok.

Dari cahaya geretan yang menyorot keatas, tampak batu gua itu berbentuk aneh dan berwarna hitam pekat. Kadang2 ada butiran air yang menetes dari batu itu, bila kuduk kejatuhan tetesan air, rasanya dingin merasuk tulang.

Waktu muka Soat Peng-say kejatuhan satu tetes, tanpa terasa ia menggigil kedinginan.

Agak lama mereka merayap di dalam gua itu, setelah melintasi suatu punggung batu raksasa bagian depan mendadak ada cahaya terang, makin lama makin terang, jalanan juga tambah lebar, di sekeliling bagian atas penuh bergantungan jalur batu yang berbentuk genta, besar kecil, kasar dan halus tidak tentu.

Setelah belasan langkah pula, mendadak cahaya terang mencorong masuk dari atas dan menerangi sebuah lubang gua seluas tiga-empat meter persegi sehingga sesuatu dapat terlihat dengan jelas. Cahaya itu ternyata tidak menyorot langsung dari atas, bila memandang kearah atas, lubang gua itu seperti lurus keatas sehingga mirip sebuah cerobong asap besar, tapi "cerobong" ini setiap beberapa meter tentu membelok satu kali sehinga sukar diketahui berapa tingginya. Tapi lantaran di bawah lubang gua ini penuh batu2 putih sehingga ketika tertimpa cahaya dari cerobong di atas lantas memantulkan sinar terang ke sekelilingnya. Di dalam gua ternyata penuh jalur2 batu yaog berbentuk aneh dan membingungkan. Siau Li menurunkan Sau Kim-leng, lalu si nona berkata sambi! menuding sekitarnya: "Inilah Ciok-leng-tong yang kumaksudkan.”

Soat Peng-say ditaruh berduduk di suatu potong batu yang menyerupai sebuah kursi raksasa, dilihatnya di dalam gua banyak botol porselen. mulut botol menghadap jalur batu putih yang berbentuk seperti puting susu, dari puting batu itu meneteslah cairan putih dan tepat masuk ke dalam botol porselen.

"Apakah Ciok-leng-tong inilah tempat yang mennghasilkan Leng-ju-coan?" tanya Soat Peng-say.

Sau Kim-leng mengangguk sambil mengulum senyum.

"Keajaiban alam memang sukar dibayangkan tidak tersangka disini ada sebuah gua yang semuanya terdiri dari batu puting susu begini!" kata Soat Peng-say dengan gegetun.

"Batu ini disebut batu puting, makanya kami namainya gua susu batu, tapi batu di sini lain daripada batu umumnya, kadar batu disini seragam batu murni, menurut cerita, air puting batu yang berwarna putih ini pernah dijadikan barang upeti untuk kerajaan," demikian tutur Kim-leng.

"Wah, sampai dijadikan barang upeti, maka nilainya dapat dibayangkan!" ujar Peng-say.

"Coba pikir, air yang tidak mudah diminum raja sekalipun, sekarang akan kau jadikan air mandi," kata Kim-leng dengan tertawa.

"Apa katamu?" tanya Peng-say terkejut.

Sau Kim-leng hanya tersenyum saja tanpa menjawab, ia lantas memerintahkan Sau Tiong dan Sau Coan agar memindahkan kursi raksasa itu.

Pelahan2 Sau Tiong berdua menggeser kursi batu diduduki Soat Peng say itu, ternyata kursi itu bergerak.

hanya sebentar saja tertampaklah sebuah kolam kecil di bawah kursi tadi, air yang berhawa dingin segera terasa menggigilkan, air kolam kecil itupun berwarna putih susu.

Sambil menunjuk kolam kecil itu, Sau Kim-leng berkata dengan tertawa: "Silakan anda buka baju dan mandi di situ.”

"He. ma. . .mana boleh jadi. . .!" Peng-say menjadi kelabakan.

"Aku dan Siau Li dengan sendirinya akan menyingkir dari sini," kata Kim-leng pula dengan wajah ke-merah2an.

Lekas Peng-say berseru: "He, bukan. . .bukan begitu maksudku. . . .”

Karena gugupnya, ucapan Peng-say se-akan menyatakan Sau Kim-leng tidak perlu menyingkir pergi apabila benar dirinya diharuskan mandi telanjang di dalam kolam.

Karena menyangka Peng-say tidak keberatan ditonton, namun Sau Kim-leng sendiri tetap kikuk, ia lantas membalik tubuh dan berkata: "Sau Tiong dan Sau Coan, buka baju Soat-kongcu.”

"Eh, jangan, jangan, nanti dulu!" teriak Peng-say, mungkin Sau Tiong dan Sau Coan telah mulai membelejeti pakaiannya, maka akhirnya ia berseru "nanti dulu".

Mengira Peng-say malu mandi di depan orang banyak, selagi Sau Kim-leng hendak mengajak Siau Li menyingkir, tiba2 Peng-say berkata pula: "Leng-ju-coan satu kolam penuh ini apakah akan terbuang percuma hanya kugunakan untuk mandi?”

Baru sekarang Kim-leng tahu kiranya disinilah letak keberatan Soat Peng-say, diam2 ia tertawa geli, dengan suara lembut ia hanya berkata: "Tidak menjadi soal. Leng-ju-coan yang keluar dari sumber didasar kolam ini dinginnya melebihi es, memang tidak boleh dibuat minum, tapi lebih cocok untuk mandi.”

"Aneh, apa manfaatnya mandi air ini?" ujar Peng-say dengan heran.

"Soalnya Tiong ting-hiatmu terluka, kalau melulu Leng ju-coan yang menetes keluar dari itu kurang cepat khasiatnya, bilamana berendam pula di dalam kolam, dengan pengobatan dari luar dan dalam, tentu cepat kesembuhanmu.”

"O, pantas Lolo bilang akan mengantarku ke Ciok-tengtong ini untuk menyembuhkan lukaku," kata Peng-say.

"Nah, silakan membuka baju!" kata Kim-leng sambil berdiri membelakangi anak muda itu.

Karena orang lain tiada bermaksud menyingkir, terpaksa Peng-say menyilakan Sau Tiong dan Sau Coan membuka bajunya. Selagi Sau Tiong berdua sibuk bekerja, datanglah Siau Li dengan membawa satu botol Leng-ju-coan, katanya dengan tertawa: "Silakan Kongcu minum.”

Waktu itu baju luar Peng-say, sudah ditanggalkan, bila baju dalam dibuka tentu akan mulai telanjang, maka cepat2 ia minum air yang dibawakan itu. Rupanya Siau Li juga tahu anak muda itu malu ditonton orang, ia tertawa dan juga berdiri mungkur.

Setelah membuka semua pakaian Peng-say Sau Tiong dan Sau Coan menggotongnya kedalam kolam. Dasar kolam itu tidak dalam, dengan duduk bersila di dalam kolam, tepat air kolam hanya sebatas leher.

Waktu minum Leng-ju-coan yang dibawakan Siau Li tadi Peng-say merasa perutnya dingin segar, tak tersangka setelah berduduk di dalam kolam, air kolam benar2 lebih dingin daripada air es, kalau Sau Kim-leng tidak memberitahu sebelumnya, bisa jadi dia akan menjerit kaget "Pantas tidak dapat diminum, kalau diminum pasti isi perut akan beku," demikian pikir Peng-say. Walaupun begitu ia sendiripun kedinginan setengah mati.

Pelahan2 Sau Kim-leng membalik tubuh, katanya dengan tertawa: "Cukup duduk satu jam di situ dan akan sembuh.”

"I . . . . iya. . ." sebisanya Peng-say menjawab, tapi saking kedinginan. hampir saja giginya gemertuk, kuatir didengar si nona, cepat ia berbicara untuk menutupi menggigilnya itu: "Rasanya lebih dingin daripada duduk di tanah bersalju di musim dingin.”

Kim-leng tersenyum, ucapnya: "Lambat-laun takkan kau rasakan dingin.”

"I.... iya. . ." sungguh celaka. hampir saja giginya gemertuk lagi. lekas ia bertahan sekuatnya dan berkata pula: "No . . . nona Sau, apakah sebelum ini kau kenal Ciamtay. .

. .Ciamtay-kongcu?”

"Tidak," jawab Kim-leng.

"O, jadi. . . .jadi dia sengaja datang melamar. . . .”

Si nona hanya mengiakan pelahan.

"Entah. . .entah bagaimana tampang mukanya. . . ." kata Peng-say pula.

Kim-leng hanya meliriknya sekejap tanpa bersuara, tampaknya dia tidak suka Peng say berbicara mengenai puteranya Ciamtay Cu-ih.

Sebenarnya Peng-say lagi menggigil kedinginan, ia bertahan sekuatnya sehingga tidak sempat memperhatikan sikap si nona. Agar giginya tidak gemertuk, ia berkata pula, "Jika. . .jika Ciamtay kongcu memiliki tampang muka yang bagus, agaknya cukup setimpal juga. . . ." “

"Sudahlah. jangan omong lagi!" teriak Kim-leng mendadak dengan aseran.

Peng-say melengak, seketika ia menggigil sehingga giginya gemertuk.

Kim-leng mengira anak muda itu menjadi takut karena dimarahmya, dengan menyesal ia berkata: "Maaf, tidak seharusnya kumarah padamu. . .”

"Ti. . .tidak apa. . . ." Peng-say menggeleng.

"Sebenarnya tak dapat kukatakan tidak kenal dia," tutur Kim-leng seteleh menghela napas. "Sebab pada waktu aku berusia lima tahun sudah kukenal dia bernama Ciamtay Boh-ko " "O, kiranya kalian kenal sejak kecil, pantas jauh2 dia datang dari lautan timur sana untuk melamar dirimu." kata Peng-say.

Kini Peng-say mulai tidak merasakan kedinginan lagi, rasa dinginnya sekarang malahan terasa segar dan enak, terasa 36 ribu pori di tubuhnya sedang mengisap hawa dingin dengan kuat, makin banyak pori2 itu mengisap, makin segar pula rasanya, mirip orang minum air es di musim panas, "Juga tak dapat dikatakan kenal sejak kecil, sebab mendiang ibuku tidak mengizinkan aku ber-main2 dengan dia, bertemu saja dilarang," tutur Kim-leng pula "O, jadi ibumu pernah membawa kau ke lautan timur sana?" "Aku sendiri dilahirkan di lautan timur sana, sampai berumur lima baru ikut ibu meninggalkan sana.”

"Oo!" Peng-say bersuara heran, ia menjadi sangsi, kalau si nona lahir di lautan timur sana, lalu siapa ayahnya”

Tiba2 Sau Kim-leng menghela napas sedih, katanya pula: "Kutahu engkau tentu menyangsikan asal-usulku, memang sudah jelas aku bukan puteri dari Sau Cing-in, dia sudah hilang 27 tahun lalu, sedangkan umurku baru 20 ... .”

"Sia ... siapakah ayah nona" ....”

"Ciamtay Cu-ih," jawab Kim-leng.

"Ahhh," Peng-say bersuara kaget, sejenak kemudian baru ia berkata pula: "Pantas kau memaki Ciamtay Boh-ko sebagai binatang.”

"Ciamtay Cu-ih telah membikin susah ibuku, sekarang menyuruh anaknja mencelakai diriku pula seperti hewan,”

kata Kim-leng dengan gemas Peng-say merasa bingung, ia bertanya: "Apakah Ciamtay Cu-ih tidak tahu kau adalah puterinya”

"Masa dia tidak tahu" Apa yang telah diperbuatnya mustahil dia tidak tahu," jawab Kim-leng dengan gregetan.

"Dan Ciamtay Boh-ko?”

"Sudah tentu iapun tahu aku ini adik perempuannya!”

kata Kim-leng. Teringat oleh Peng-say sebelum masuk rumah tadi Ciamtay Boh-ko telah berteriak dan mengaku "kakanda”

terhadap Sau Kim-leng, disangkanya ucapan tersebut hanya sebagai kata2 rayuan saja, tak tersangka memang benar.

Di dunia ini ternyata ada kakak ingin memperisteri adik perempuan sendiri, jelas ini perbuatan abnormal, melanggar susila tata keluarga, sungguh kejadian yang aneh.

Dengan gemas Peng-say juga berkata: "Percuma Ciamtay Cu-ih termasuk satu diantara 'Su-ki' (empat tokoh ) yang disegani, tadinya kukira dia pasti seorang kosen yang bijaksana, tak terduga dia malah menganjurkan anaknya sendiri melakukan perbuatan asusila seperti binatang.”

Apapun juga Hong-hoa-wancu Ciamtay Cu-ih tetap ayah kanduhg Sau Kim-leng, lantaran gemasnya Peng-say memaki tokoh itu seperti binatang, tentu saja terasa tidak enak bagi pendengaran Sau Kim-leng.

Segera Peng-say melihat sikap kikuk si nona, ia menyadari ucapan sendiri yang menyinggung perasaan itu, ia cepat menyatakan penyesalannya: "Maaf, nona, bila ucapanku tidak pantas. . . .”

"Aku tidak menyalahkan kau," ujar Kim-leng gegetun.

"Mempunyai ayah begitu. tentu tidak terhindar dari makian orang. Apabila kuingat aku ini anaknya, sungguh akupun malu dan ingin mati saja, Entah. . .entah setelah kau tahu persoalan ini, apakah selanjutnya kau tetap baik terhadapku"....”

"Aku hanya menganggap engkau adalah puteri Saucianpwe," kata Peng-say.

"Kau tidak mencela asal-usulku?" tanya Kim-leng dengan hati terhibur.

Peng-say mengangguk, katanya: "Sudahlah, urusan ini tidak perlu kita menyinggungnya lagi, selamanya akan kuanggap engkau adalah ahli waris Pak-cay, apabila suatu hari dapat kutemukan setengah Siang-liu-kiam-boh yang lain pasti akan kukembalikan kepadamu.”

Saking terharunya hampir Sau Kim-leng mencucurkan air mata, katanya: "Ini sih tidak perlu, Siang-liu-kiam-boh juga tak berguna bagiku. Pula aku bukan keturunan Pak-cay yang sesungguhnya, aku tidak berhak mendapatkan Siang-liu-kiam-boh. . . .”

"Salah ucapan nona," ujar Peng-say sambil menggeleng.

"Keluarga Sau dari Pak-cay hanya mempunyai puteri she Sau seperti dirimu ini, bilamana kau tidak berhak mendapatkan Siang-liu-kiam-boh, lalu siapa yang berhak?”

"Tapi. . .tapi aslinya aku she Ciamtay. . . .”

Peng-say terdiam sejenak, pikirnya: "Di dunia ini tidak ada ayah-ibu yang salah, tampaknya betapapun kotor dan rendahnya Hong-hoa-wancu, pada suatu hari akhirnya nona ini juga akan mengakuinya sebagai ayah.”

Setelah termenung sejenak, lalu ia bertanya; "Dan bagaimana sekarang" Apakah nona sudah mengambil sesuatu keputusan" Melulu bersembunyi kukira juga bukan cara yang baik. . . .”

"Tapi selain bersembunyi apapula yang dapat kuperbuat?" ujar Kim-leng dengan sedih. "Liok-ma jelas bukan tandingannya, lalu siapa pula yang sanggup melindungi diriku?”

Jiwa ksatria Soat Peng-say segera membangkitkan semangatnya dan akan mengajukan kesediaannya membela si nona, tapi bila teringat pihak lawan teramat lihay, saimpai Liok-ma juga mengaku bukan tandingannya, kan berarti dirinya terlalu tidak tahu diri. Maka setelah berpikir, lalu ia berkata: "Selama dua tahun konon Ciamtay Boh-ko telah datang mencari kau dua kali, ini menandakan dia tidak pernah meninggalkan daratan Tionggoan dan bertekad harus mendapatkan nona. Sekarang kau kepergok dirumah, kukira urusan tidak mudah diselesaikan.

Sekalipun nanti Liok-ma dapat mengenyahkan dia, selanjutnya dia tetap akan mengacau lagi ke sini. Jalan yang paling baik kukira harus mematikan hasratnya untuk mendapatkan dirimu, maka menurut pendapatku. . . ." “

"Jika Kongcu mempunyai saran yang baik, mohon memberi petunjuk," pinta Kim-leng.

"Saran baik juga bukao," jawab Peng-say. "Kukira engkau harus bicara berhadapan dengan dia dan membujuknya secara persaudaraan.”

"Dan kalau dia tidak menurut?”

"Ciamtay Boh-ko adalah keturunan tokoh teekemuka kukira tidak sampai bertindak secara ngawur, andaikan sukar dibujuk, apakah benar dia berani membawa kau pulang ke Tang-hay?”

"Hakikatnya dia memang hewan, masa tidak berani?”

ujar Kim-leng. "Menurut perkiraanku, meski Ciamtay Boh-ko menyatakan hendak menikahi kau dan membawa kau ke Tang-hay, bisa jadi apa yang dilakukannya ini bukan atas perintah sang ayah, apabila nanti ayahnya mengetahui kau adalah puterinya, tidak nanti dia membiarkan puteranya sendiri bertindak ngawur begitu.”

"Memangnya kau kira setelah aku dibawa ke Tang-hay, lalu Hong-hoa-wancu akan mencegah perbuatan Ciamtay Boh-ko yang melanggar susila ini?”

"Kukira pasti akan dilakukannya," ujar Peng-say.

"Hong-hoa-wancu bukanlah penduduk asli kepulauan yang masih biadab di lautan timur sana, lihat saja nama Hong-hoa-wancu, jelas ini nama istana kerajaan Sui-yang-te pada dinasti Sui dan Tong dahulu. Nama Ciamtay Cu-ih sendiri juga cangkotan nama murid nabi Khongcu, jelas Hong-hoa-wancu tidak pernah melupakan adat istiadat Tionggoan meski dia bertempat tinggal jauh di lautan timur sana. Kalau sudah begitu, mustahil dia memperkenankan anaknya sendiri melanggar susila tata kekeluargaan" Kukira pasti disebabkan Ciamtay Boh-ko dilahirkan dan dibesarkan di lautan timur sana, dia tidak tahu adat kebiasaan Tionggoan, bisa jadi untuk pertama kalinya dia berkunjung ke Tionggoan sini dan mendengar kecantikan nona yang tiada bandingannya, maka tanpa menghiraukan nona ini terhitung adik perempuannya, tapi memaksa akan mengisterikan dirimu. Tapi bila sudah pulang ke Tang-hay, mustahil Hong-hoa-wancu takkan mencegahnya?”

Mendengar dirinya dipuji Peng-say sebagai cantik tiada bandingannya, Kim-leng menjadi malu, katanya: "Diriku hanya gadis gunung biasa saja, manabisa dikatakan cantik tiada bandingannya....”

"Ini memang kenyataan, bukan muksudku hendak menyanjung nona," ucap Peng-say.

Pembawaan orang perempuan suka pada kecantikan, lebih2 bila orang memujinya cantik, betapapun pasti merasa senang.

Dengan sendirinya Sau Kim-leng juga suka dipuji. Ia tersenyum, lalu berkata pula: "Tapi Kongcu cuma tahu yang satu dan tidak tahu yang dua.”

"O, masa masih ada persoalan lain?”

"Memang betul seperti dugaan Kongcu tadi. Hong-hoawancu memang pengagum kebudayaan Tionggoan, maka tempat tinggalnya telah dibangun sedemikian rupa sehingga menyerupai istana raja. Tapi hakikatnya dia tidak menghiraukan tata adat Tionggoan, dia merajai dunia lautan timur sana dan berbuat sesukanya, bahkan adat kebiasaan busuk setempat juga dianutnya.”

Peng-say terkejut. tanyanya: "Apakah di sana ada adat kebiasaan perkawman di antara saudara sekandung sendiri"!”

Kim-leng mengangguk, katanya: "Ketika ibuku menyelidiki hilangnya ayah di pertemuan Ki-lian-san, setelah mengunjungi Lam-han dan Se-koan, ibu lantas menyeberang ke lautan timur sana. Sungguh malang, perjalanan kesana telah tertahan selama tujuh tahun, sebab ibu terjeblos ke sarang iblis, beliau bukan tandingan Honghoa-wancu sehingga diperlakukan tidak senonoh. Pedih hati ibu dan ingin mati saja kalau bisa, tapi apa daya, biarpun dimaki dan dipukul, atau bicara menurut aturan, Hong-hoa-wancu tetap tidak mau tahu dan juga tidak mau membebaskan ibu pulang ke Tionggoan. Demi pencarian jejak ayah, terpaksa ibu mempertahankan hidupnya, lima tahun kemudian, waktu aku berumur tiga tahun, Ciamtay Boh-ko juga sudah berumur sepuluh. Suatu hari waktu Hong-hoa-wancu menimang diriku, ia bilang kepada ibu bahwa Leng-ji makin besar makin menyenangkan, bilamana sudah besar kelak rasanya berat kalau dinikahkan kepada orang luar, syukur adat kebiasaan setempat memperbolehkan perkawinan antara saudara sendiri, maka kelak biar Boh-ko kawin saja dengan anak Leng dan mewarisi Hong-hoa-wan bersama.”

Peng-say meng-geleng2 kepala oleh cerita yang tidak masuk diakal sehat itu.

Kim-leng mencucurkan air mata, katanya pula: "Mendengar ucapan Hong hoa-wancu itu, dapat dibayangkan betapa kejut dan sedih ibuku. beliau tidak memperlihatkan sesuatu perasaan apapun, diam2 ia mencari kesempatan untuk meloloskan diri dari sarang iblis.

Selama dua tahun ibu terus berusaha, disamping menyogok pelayan dan siap menyeberangi lautan , diam2 juga berjaga agar aku tidak bergaul dengan Ciamtay Boh-ko. Sebab itulah sampai sekarang aku tidak mempunyai kesan apapun terhadap Ciamtay Boh-ko, mungkin Ciamtay Boh-ko sendiri juga tidak mempunyai kesan apapun atas diriku, inilah cara mendiang ibuku ber-jaga2 terhadap segala kemungkinan, sebelum meninggal ibu juga berpesan padaku, apabila kelak Ciamtay Boh-ko datang ke Tiongoan dan terlalu mendesak, maka aku dianjurkan mengasingkan diri dan hidup terpencil agar tidak dapat ditemukan Ciamtay Boh-ko. Tujuh tahun ibu bertempat tinggal di Tang-hay sana, akhirnya tiba saatnya ketika Hong-hoawancu sedang mabuk, ibu berusaha membunuhnya dan melarikan diri . . . .”

"Jadikah Hong-hoa-wancu mati?" sela Peng-say.

"Menurut cerita ibu, Hong-hoa-wancu benar2 tidak malu menjadi satu diantara Su-ki yang termashur, sudah jelas pedang ibu tepat menikam pada tempat fatal di tubuhnya, tapi dia masih mampu mematahkan pedang ibu, bahkan balas menghantam sekali sehingga ibu terluka. Melihat bagian pedang yang patah menancap di tubuh Hong-hoawancu dan dia tetap berdiri tegak tanpa roboh. ibu menjadi ketakutan dan cepat2 melarikan diri dengan menanggung luka, karena itulah mati hidup Hong-hoa-wancu juga tidak diketahui. Akan tetapi kemudian sama sekali tiada tersiar berita tentang kematian Hong-hoa-wancu, jadi mungkin dia masih hidup. Namun menurut ibu, biarpun tikaman itu tidak membinasakan dia, sedikitnya akan membuatnya lumpuh untuk selamanya dan sakit hati selama tujuh tahun terasa sudah terbalas. Sampai sekarang Hong-hoa-wancu tidak pernah muncul di Tionggoan, mungkin dia memang sudah lumpuh. Sebaliknya karena pukulan Hong hoawancu luka ibupun tidak ringan dan tidak pernah disembuhkan secara tuntas. Ditambah lagi ibu terlalu capek mencari Caycu, lari kesana cari kesini, akhirnya buyarlah segala harapannya untuk menemukannya, karena sedih ditambah lukanya, ibu tidak pernah bangun lagi, beliau wafat pada waktu aku berumur sebelas.”

Peng-say menghela napas gegetun, katanya: "Kalau Hong hoa-wancu lumpuh tesama itu, jelas itulah ganjarannya yang setimpal. Tapi kematian ibumu, ai, sungguh tidak adil dunia ini.”

"Yang harus disesalkan adalah diriku yang dilahirkan tak berguna ini," ucap Sau Kim-leng dengan gemas. "Ilmu silat tak dapat kulatih, aku tidak mampu pergi ke Tang-hay untuk menuntut balas kematian ibu, sebaliknya Hong-hoawancu malah tidak melupakan diriku, jelas dia sengaja menyuruh puteranya datang kemari untuk memaksa diriku pulang ke Tang-hay sana.”

"Dengan tindakan ini apa manfaatnya bagi Hong-hoawancu sendiri?" ujar Peng-say sambil meng-geleng2 kepala.

"Dia mengira ibu belum meninggal, tentu dia sengaja menyuruh anaknya bertindak demikian agar ibu mati keki,”

kata Kim-leng. Peng-say menggeleng kepala pula, ucapnya: "Ibumu adalah tokoh ternama di dunia Kangouw, setiap orang Bulim tahu ibumu sudah meninggal dunia, makanya terjadi penyatron berulang kali ke Leng-hiang-cay sini. Meski Hong-hoa-wancu ber-tempat tinggal jauh di lautan sana, tentu dia juga mendengar berita meninggalnya ibumu.”

"Pendek kata, jelas Hong-hoa-wancu tidak bermaksud baik," ucap Kim-leng dengan gegetun.

"Apabila pada suatu hari engkau dapat menuntut balas, cara bagaimana akan kau perlakukan Hong-hoa-wancu?”

tanya Peng-say.

Kim-leng ragu sejenak, jawabnya kemudian dengan tergagap: "Akan akan kubunuh dia. . . .”

"Jangan lupa, dia adalah ayah-kandungmu!”

Mendadak Sau Kim-leog mendekap mukanya dan menangis, serunya: "Tapi. . .tapi kalau dia tahu hubungan baik antara ayah dan anak, tentu dia tidak menyuruh puteranya datang kesini untuk menghina diriku “

"Nona janganlah berduka, yang penting sekarang, pikirkanlah cara bagaimana menghadapinya," ujar Pengsay.

"Dalam keadaan terpaksa, biarlah kutinggalkan tempat ini, aku akan mengasingkan diri untuk menyambung sisa hidupku ini.”

"Tapi pondasi Pak-cay yang sudah terpupuk selama ratusan tabun. apakah tidak sayang jika ditinggalkan begitu saja?”

"Habis seorang perempuan lemah macam diriku ini masa mampu menghadapi srigala yang buas itu?”

Peng-say terdiam. Ia membatin: "Semoga Sau Cing-in belum lagi mati, asalkan dia muncul kembali untuk mengemudikan keadaan ini, tentu Pak-cay dapat diselamatkan.”

Akan tetapi Sau Cing-in sudah hilang 27 tahun lamanya, apakah jalan pikirannya ini tidak terlalu muluk”

Tiba2 Sau Kim-leng bertutur pula: "Ang-hay-ji adalah anak yatim-piatu yang dibuang orang tuanya, tak diketahui she dan namanya, tapi dia pintar dan cerdas, mestinya ada maksudku akan mengangkat dia menjadi ahliwaris Pak-cay agar nama kebesaran Pak-cay yang sudah bersejarah ratusan tahun ini tidak hanyut di tanganku." “

"Inipun pikiran yang baik," ujar Peng-say "Sudah berapa tahun Liok-ma mengajarkan Kungfu kepadanya?”

"Kira2 tiga tahun," jawab Kim-leng.

"Kalau sudah dewasa nanti akan kuajarkan padanya setengah bagian kiri Siang-liu-kiam-hoat ini," kata Peng-say.

"Tapi setelah dia dewasa nanti, mungkin didunia persilatan sudah tidak dikenal lagi nama Pak Cay," kata Kim-leng.

"Kan masih ada Liok-ma, kukira tidak perlu kuatir.”

"Usia Liok-ma sudah hampir delapan puluh, berapa tahun lagi dapat kita tunggu?" ujar Kim-leng.

"Ya, ini .... memang . . . . “

"Meski kau bukan murid Pak-cay, tapi kau memiliki ilmu pedang Pak-cay, asalkan kau mau mengambil alih tugas ini dan berjuang bagi Pak-cay, tentu nama Pak-cay tidak kuatir akan lenyap.”

Permintaan ini sebenarnya rada semberono, tapi lantaran percakapan mereka makin lama makin cocok, Sau Kimleng memandang Peng-say seperti orang sendiri, tanpa terasa tercetus permintaannya itu.

Tapi Peng-say juga tidak marah, ia mengangguk dan berkata: "Pantasnya, karena aku memainkan ilmu pedang Pak-cay, akupun harus berjuang bagi Pak-cay, asalkan tenagaku mampu melaksanakannya. secara diam2 aku pasti akan membela nama baik Pak-cay.”

"Kenapa mesti secara diam2?" tanya Kim-leng dengan heran.

"Habis bagaimana menurut kehendak nona?”

"Jika aku mengasingkan diri, Liok-ma tentu akan ikut bersamaku, Leng-hiang-cay tidak boleh kosong tanpa pemilik, sedangkan usia Ang-hay-ji masih terlalu kecil, kelak juga belum pasti sanggup memikul beban berat sebagai pewaris Pak-cay, sekarang terpaksa harus mohon bantuanmu agar suka tinggal di sini dan menjadi pemilik Pak-cay." Cepat Peng-say menggeleng, katanya: "Wah, mana boleh jadi begini! Betapa banyak harta benda Pak-cay mana boleh jatuh ke tanganku dengan begini saja" Apalagi aku masih banyak urusan lain dan tidak dapat setiap hari berdiam di Leng-hiang-cay.”

"Ai, Ka. . . . Kongcu dungu," mestinya dia akan bilang "kakak tolol", tapi terasa tidak enak, maka cepat ganti sebutan, "siapa yang suruh kau berdiam disini setiap hari, kau bebas kemanapun sesukamu, jangan lupa, aku kan pernah minta bantuanmu agar ikut mencari kabar jejak Caycu, jika engkau hanya berdiam disini setiap hari, lalu cara bagaimana akan kau cari beritanya" Terserah padamu, boleh kau tinggal di sini satu-dua hari setiap bulan atau sepuluh hari setiap dua bulan, asal saja kau menganggapnya sebagai tempat tinggalmu.”

Tapi Peng-say tetap menggeleng, katanya: "Tanpa alasan seorang asing seperti diriku ini mendadak disuruh menjadi pemilik Pak-cay, namanya tidak cocok, kata2nya tidak sesuai, kukira tidak boleh jadi.”

Mendadak dari lorong sana ada orang menyambung: "Siapa bilang namanya tidak cocok dan kata2nya tidak sesuai?”

"Ah, Liok-ma datang," seru Kim-leng girang.

Benar juga, sejenak kemudian tampak liok-ma melangkah masuk gua itu, katanya dengan mengulum senyum: "Soat kongcu diminta menjadi Pak-cay Caycu kukira memang paling ideal. Tua bangka macam diriku entah bisa hidup berapa tahun lagi, bilamana mendadak kutinggalkan dunia fana ini, tertinggal anak ingusan macam Ang hay-ji bisa ber-buat apa" Kepandaian Soat kongcu jelas tidak di bawahku, engkau juga menguasai ilmu pedang ciptaan Loya, ini sama dengan murid Loya, sungguh ideal bila engkau menjadi pewaris Pak-cay. Soal namanya tidak cocok dan kata2nya tidak sesuai kan mudah diatur.”

"Cara bagaimana mengaturnya?" tanya Kim-leng.

"Asalkan dia memperisteri Siocia kita, kan segala urusan menjadi beres?" ujar Liok-ma dengan tertawa.

Seketika muka Sau Kim-leng menjadi merah, ia menunduk malu hingga kepala hampir menempel dada.

Tapi dia tidak bersuara, bahkan cuma merasa malu saja, jelas diam2 berarti setuju, hanya tidak diketahuinya apakah sang jejaka setuju atau tidak.

Bahwa mendadak ada rejeki nomplok, diberi isteri cantik, terima warisan harta benda yang tak terhitung besarnya, semua ini benar2 sangat menarik. Soat Peng-say sendiri baru saja lolos dari lubang jarum, setelah jiwa selamat segera diuruk rejeki, perubahan mendadak ini benar2 membuatnya terkesima, Sejak dulu setiap pahlawan memang sukar terhindar dari gangguan si cantik, bahwa sekarang isteri cantik disodorkan kepadanya, betapapun Soat Peng-say sukar menolaknya, jangankan kuatir akan melukai hati si nona, sesungguhnya iapun merasa sayang untuk tidak menerimanya. Tapi kalau dia menerima begitu saja, rasanya juga rada2 enggan.

Untung pinangan Liok-ma itu tidak ditanyakan secara langsung, jadi masih dapat dipertimbangkan lagi secara pelahan2. Maka Peng-say lantas bertanva: "Apakah Ciamtay Bohko sudah pergi?”

"Syukurlah sudah dapat kuenyahkan dan terhindarlah kesukaran di depan mata," jawab Liok-ma. "Eh, hari sudah lewat lohor, kalian belum makan siang, maka sengaja kudatang memapak pulang Siau-leng.”

-ooo0dw0ooo- 

Traktiran: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan) ataupun bisa melalui via Trakteer yang ada dibawah

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar