Pedang KIRI Pedang KANAN Jilid 05

Jilid 5

"Cukup," jawab Peng-say sambil menyusupkan tangan kanan keikat pinggangnya, tangan kiri memegang pedang yang masih bersarung itu dan terlintang didepan dada sebagai tanda menghormat. Lalu ia menyambung pula: "Silakan!”

Sau Kim-leng menjadi heran, Soat Peng-say membawa dua pedang, tapi tangan kanan justeru tidak digunakan melainkan dimasukkan pada ikat pinggang. Ia menganggap sikap Soat Peng-say ini terlalu takabur dan suatu penghinaan. Liok-ma sendiri meski tidak tahu sebab apa anak muda itu mengikat tangan kanannya, tapi ia tahu pasti bukan maksud Peng-say meremehkan dia. Ia pikir kalau orang memang bertangan satu masih dapat dimengerti, tapi kedua tanganmu tiada cacat sedikitpun, namun sengaja menggunakan satu tangan, apakah ini tidak mencari susah sendiri" Ia tidak tahu bahwa guru Soat Peng-say justeru cuma bertangan satu, meski Soat Peng-say sendiri bertangan dua, tapi akibat belajar selama lima tahun pada Tio Tay-peng, tangan kanannya hampir kehilangan daya-guna sama sekali, seumpama tidak diikat juga tiada gunanya, bahkan akan menjadi pengalang malah.

Liok-ma tidak suka bicara tentang peraturan bertanding segala, begitu Soat Peng-say menyilakan tanpa sungkan2 ia terus ayun cambuknya dan menyabat kepinggang anak muda itu. Ketika cambuk hampir menyentuh tubuh Soat Peng-say.

sekejap itu sarung pedang yang berwarna hitam itupun mencelat kesamping, belum lagi sarung pedang itu jatuh ke lantai, sekaligus Soat Peng say sudah bergebrak tujuh atau delapan jurus dengan si nenek, tapi setiap jurus serangannya selalu mengincar cambuk lawan.

Dengan sendirinya Liok-ma tidak membiarkan cambuknya ditabas Soat Peng-say, asal pedang anak muda itu memapas, segera ia tarik kembali cambuknya dan ganti serangan.

Namun Soat Peng-say tidak berharap akan melukai lawan. yang diincar justeru melulu cambuk sinenek saja. Ia tahu tidaklah mudah untuk melukai Liok-ma, jalan yang baik adalah memapas cambuknya agar serangan si nenek selalu gagal setengah jalan, akhirnya bukannya menyerang lagi tapi harus bertahan. Dengan demikian seratus jurus dengan mudah akan dicapainya.

Sudah tentu pertarungan cara begini bukan kehendak Liok-ma, dia masih mempunyai rencana lain. Ia lihat Soat Peng-say tidak mengeluarkan ilmu pedang yang digunakan menghadapi Pang Bong-ki dan Kwa Liong tempo hari, tapi melulu mengandalkan kecepatan pedangnya untuk memapas cambuknya. Akhirnya ia menjadi tidak sabar, ia pikir bolehlah kau papas cambuk ini jika ini yang kau inginkan. Maka ketika pedang Soat Peng-say menabas lagi, seketika ujung cambuk Liok-ma terpapas satu bagian.

Pertandingan antara jago silat kelas tinggi, bila senjata terusak, hal ini berarti kalah Tapi Liok-ma tidak terikat oleh peraturan demikian, ia tidak mau mengaku kalah, Cambuknya berputar semakin kencang dan selalu mengincar Hiat-to penting di tubuh Soat Peng-say.

Ini memang bukan pertandingan, tapi pertarungan maut, hanya ada mati atau hidup. Liok-ma tidak mau mengaku kalah, terpaksa ia harus merobohkannya. Tapi cambuk Liok-ma itu cukup panjang. bahkan berjaga dengan sangat rapat, tentu tidak mudah bagi Soat Peng-say untuk mendekatinya. Ia pikir bilamana cambukmu kupapas sedikit demi sedikit, akhirnya cambukmu akan terpapas habis, lalu apa yang kau gunakan untuk bertahan”

Berpikir demikian. Soat Peng-say tidak mengeluarkan gerakan Siang liu-kiam-hoat lagi, ia sengaja keras lawan keras, cambuk lawan disambut dengan pedangnya, maka setelah belasan gebrak lagi, kembali ujung cambuk Liok-ma terpapas belasan potong.

Kini cambuk panjang si nenek yang semula lebih dua tombak itu tersisa lima-enam kaki saja, panjangnya sekarang hampir sama dengan pedang Soat Peng-say.

"Coba kau papas lagi cambukku!" mendadak Liok-ma membentak.

Soat Peng-say pikir kalau cambuk lawan sudah ditabasnya belasan kali, apa susahnya jika ditabas sekali lagi.

Ia kuatir si nenek ada jurus serangan istimewa yang dapat mengelakkan tabasan pedangnya, maka ketika ia memapas pula, yang digunakan adalah satu jurus Pedang Kiri ajaran Tio Tay-peng.

Tak terduga serangan Liok-ma tiada sesuatu perubahan yang aneh, bahkan dengan mudah membiarkan cambuknya ditabas pedang Soat Peng-say. Walaupun tertabas dengan telak, tapi sekali ini cambuk tidak terpapas putus, sebaliknya seperti menabas pada sepotong kulit tebal dan menimbulkan suara "bluk".

Soat Peng-say terkejut, tak diduganya sedemikian lihay Lwekang si nenek sehingga cambuk yang lemas itu dapat dikeraskan dan tidak mempan ditabas pedang.

Karena itu, ia tahu tidak nanti pedangnya dapat menabas putus lagi cambuk lawan, ia ingin menang dengan jurus serangan ilmu pedang saja. Segera gerak pedangnya berubah, ber-turut2 dimainkannya jurus ilmu pedang tangan kiri ajaran Tio Tay-peng itu.

Soat Peng-say tidak tahu bahwa Co-pi-kiam-hoat atau ilmu pedang tangan kiri hanya setengah bagian dari Siangliu-kiam-hoat yang termashur.

Dahulu Soat Ih-nio dan Tio Tay-peng masing2 menemukan setengah bagian ilmu pedang dua aliran itu, kebetulan Tio Tay-peng buntung lengan kanannya dan yang diperolehnya juga sebagian ilmu pedang yang dimainkan dengan tangan kiri. Sebaliknya tangan kiri Soat Ih-nio tertabas kutung dan mendapatkan pelajaran ilmu pedang tangan kanan. Selama lima tahun Soat Peng-say belajar ilmu pedang tangan kiri dan selama itu Tio Tay-peng tidak pernah bercerita tentang saling mengutungi sebelah lengan masing2 dengan Soat Ih-nio itu, maklum, ia kuatir Soat Peng-say akan memandang rendah perbuatannya itu, dengan sendirinya ia tidak suKa menceritakan niat serakahnya yang hendak mengangkangi sendiri kitab pusaka Siang-liu-kiam-hoat dahulu itu.

Selain itu Tio Tay-peng juga tidak menjelaskan bahwa dia sebenarnya adalah ayah Soat Peng-say, ia hanya menurunkan segenap ilmu pedang yang dipelajarinya selama belasan tahun itu kepada Soat Peng-say. Ia pikir: "Sehari menjadi gurunya, selama hidup seperti ayahnya.

Kalau dapat menjadi guru dan murid, untuk apa mesti bicara tentang hubungan ayah dan anak jika akibatnya hanya akan menimbulkan antipati si anak setelah mengetahui perbuatannya mengutungi lengan kiri ibundanya?”

Sudan tentu tak pernah terbayang olehnya bahwa sesungguhnya Soat Peng-say bukanlah anaknya. Ibu Soat Peng-say yang juga telah meninggal dunia itu mempunyai dua tangan yang utuh dan baik tanpa kurang apapun.

Begitulah, setengah bagian Siang-liu-kiam-hoat yang berhasil diyakinkan Soat Peng-say itu ternyata tidak mampu mengalahkan Liok-ma, sebaliknya cambuk si nenek yang kini tersisa pendek itu telah dimainkannya menurut ilmu permainan pedang. Ia menusuk, menabas, menyabat, menutul, semuanya bergaya pedang, bahkan jurus serangannya sangat lihay, sedikitpun tidak lebih asor dibandingkan ilmu pedang Soat Peng-say.

Ilmu pedang "Pak-cay" terkenal tiada tandingannya didunia ini, sekarang Liok-ma menggunakan cambuk sebagai pedang, tenaga dalamnya sangat hebat, namun begitu permainan cambuk bergaya pedang itupun terbatas begitu saja dan tak dapat mengalahkan Soat Peng-say.

Diam2 Peng-say heran, pikirnya: "Menurut Suhu, katanya Co-pi-kiam-hoat tidak ada artinya bagi anak murid Pak-cay, tampaknya sekarang hal itu tidaklah benar, paling2 hanya dapat dikatakan selisih tidak banyak dan tidak boleh meremehkan pihak lain.”

Dalam pada itu Soat Peng-say sudah selesai memainkan Co-pi-kiam-hoat yang meliputi 49 jurus itu. Tapi keduanya masih tetap sama kuat.

Mereka bertempur dengan penuh perhatian tanpa memikirkan urusan lain, orang yang menonton juga memusatkan perhatian pada pertarungan mereka. siapapun tidak melihat air muka Sau Kim-leng yang berubah hebat karena keheranan itu.

Soat Peng-say bartekad harus menang, pada jurus terakhir, yaitu jurus ke- 100, mendadak pedangnya dilepaskan kedepan, dalam sekejap itu dia melolos pedang cadangan yang tersanding di pundaknya. Dua pedang bergabung dan menyerang sekaligus. Inilah jurus Siang-liu-kiam-hoat ciptaan Tio Tay-peng sendiri dan mempunyai daya serang yang sangat lihay.

Dengan jurus pedang inilah Tio Tay-peng telah membunuh Beng Si-hian. Jurus ilmu pedang sakti ini diturunkannya kepada Soat Peng-say. Dengan jurus pedang ini pula Soat Peng-say telah pernah membuat kedua gembong iblis kalangan Hek-to yang termashur di dunia Kangouw itu terpaksa harus melolos senjata andalan untuk menangkis dan tetap kewalahan.

Tapi sekarang. sama sekali tak terduga bahwa seorang nenek malah dapat mematahkan jurus serangannya ini tanpa cedera apapun.

Meski gagal serangannya, namun Soat Peng-say, tidak patah semangat, ia membentak: "Sambut lagi satu jurus!”

Sekali ia tarik rantai yang mengikat pedang pertama, lalu diayun lagi kedepan, pedang itu tidak sampai dipegangnya kembali, tapi terus menusuk lagi kearah Liok-ma dari jurusan lain. Dan pada saat pedang pertama itu menusuk, pedang kedua menyusul menusuk juga, kembali satu jurus gabungan kedua pedang dilontarkan. Bahkan jurus serangan ini jauh lebih kuat daripada yang pertama tadi.

Namun Liok-ma tetap dapat mematahkan serangan lihay ini tanpa terluka, hanya caranya rada kerepotan sedikit.

Bilamana Liok ma tidak memiliki keuletan latihan berpuluh tahun, tentu dia sudah roboh terkapar.

Diam2 Peng-say kagum juga terhadap ketangguhan si nenek, tapi demi kemenangan, tanpa bersuara ia melontarkan lagi serangan gabungan dua pedang untuk ketiga kalinya.

Daya tekanan serangan ketiga ini hampir sama dengan gabungan kekuatan serangan pertama dan kedua tadi.

Liok-ma masih dapat mengelak, akan tetapi pergelangan kedua tangannya sama luka tergores, inipun lantaran kebaikan hati Soat Peng-say, kalau tidak kedua tangan si nenek sudah terbatas kutung.

Begitu tercapai maksud tujuannya. segera Soat Peng-say Mengembalikan pedang kesarungnya dan pedang lain tetap terhunus, dengan gagah perkasa ia pandang si nenek dan ingin dengar apa komentarnya.

Liok-ma hanya mendengus saja tanpa bicara, sebaliknya Sau Kim-leng lantas berdiri dan berkata dengan agak gemetar: "Salah, salah . . . .”

Melihat si nona bicara menghadap kearahnya. jelas ucapan "salah'" itu ditujukan kepadanya, tapi Soat Peng-say tidak tahu apa maksudnya, ia coba Tanya: '"Apa yang nona maksudkan?”

Dengan lemah Sau Kim-leng berkata: "Ke ....ketiga jurus serangan gabungan pedangmu itu tidak tepat. . .”

Sudah tentu Peng-say merasa tersinggung, jawabnya dengan gusar: "Jika tidak tepat, harap nona suka memberi petunjuk!”

Sau Kim-leng menggeleng, katanya: "Ketiga jurus serangan gabungan dua pedang itu masih selisih sangat ....

sangat jauh. sama sekali .... sama sekali kacau balau." “

Sungguh tidak kepalang gusar Peng-say karena orang berani menghina ketiga jurus ilmu pedang kebanggaan perguruannya, ia tidak tahan lagi, bentaknya: "Lihat serangan!" Berbareng itu pedangnya terus menusuk ke ulu hati Sau Kim-leng Menurut jalan pikiran Soat Peng-say, ilmu silat Sau Kimleng pasti jauh di atas Liok-ma, makanya nona itu memandang rendah ketiga jurus ilmu pedangnya tadi.

Karena itulah serangannya dilakukan dengan cepat dan ganas. Tak tersangka Sau Kim-leng sama sekali tidak berkelit sehingga dengan tepat kena ditusuk oleh Soat Peng-say, kontan nona itu menjerit.

Peng-say jadi terkejut dan cepat menahan serangannya, namun begitu ujung pedang tetap masuk juga satu-dua senti kedalam dada Sau Kim-leng.

Sama sekali Liok-ma tidak menyangka akan kejadian itu, namun cukup cepat juga dia melakukan pertolongan, hampir pada saat yang sama cambuknya menyabat batang pedang Soat Peng-say. Seketika tangan Peng-say bergetar dan tidak mampu memegangnya lagi, kontan pedang mencelat oleh betotan cambuk dan melayang ke atas, "crat", pedang menancap dibelandar hingga ambles lebih dari setengah. Menyusul cambuk Liok-ma berputar balik lagi dan menutuk ke depan. Merasa telah menimbulkan malapetaka, Soat Peng say menyadari nasib dirinya pasti akan celaka, tapi iapun tidak manda menanti ajal, cepat ia melompat mundur sambil meraba pedang dipunggungnya.

Rupanya Liok-ma benar2 menjadi murka, tutukan pertama luput, segera cambuknya menyabat pula secepat kilat. Soat Peng-say juga cukup cekatan, pada saat yang tepat pedang di punggung telah dilolosnya untuk menangkis "Pletak", cambuk dan pedang beradu, tahu2 pedang Soat Peng-say yang patah menjadi dua potong.

Pucat pasi muka Soat Peng say, ia tidak sanggup bertahan lagi setelah kehilangan senjata andalannya sedingkan serangan ketiga cambuk Liok-ma bertambah cepat, kontan Tiong-ting hiat didada Soat Peng-say tertutuk.

Tutukan cambuk Liok-ma sangat keras, "bluk" Peng-say jatuh terduduk dan darah segar tersembur dari mulutnya, seketika ia tak mampu berdiri lagi.

Meski anak muda itu sudah terluka parah, namum marah Liok-ma belum lagi reda, damperatnya: "Keparat yang tidak tahu malu, mengapa kau menyerang gadis yang sama sekali tak bertenaga, kau manusia atau bukan?”

Biasanya Soat Peng-say sangat disiplin terhadap dirinya sendiri, sebaliknya suka memberi maaf kepada kesalahan orang lain. Meski terluka parah, dengan malu ia tetap menjawab: "Aku .... aku tidak tahu bahwa Siocia kalian tidak mahir ilmu silat.”

"Tidak tahu apa?" damperat Liok-ma. "Siocia kami serba pintar, apa yang diketahuinya jauh diatasmu, hanya ilmu silat saja sejak kecil tidak mau dipelajarinya.”

"Untunglah lukanya tidak parah," ujar Peng-say.

Hati Liok-ma rada lega juga melihat baju Sau Kim-leng di bagian dada hanya berlepotan darah sedikit saja, namun ia mengira ucapan Soat Peng-say itu sengaja ber-olok2, segera ia mendengus: "Hm. jadi kau menyesal karena tidak berhasil membunuh Siocia kami" Hm, kulihat seranganmu sangat keji, jika pertolonganku kurang cepat, tentu terlaksanalah maksud tujuanmu.”

Peng-say tidak mau berdebat dengan si nenek, ucapnya dengan pelahan: "Sudah lebih seratus jurus kita bergebrak, sekarang hendaklah kau beri kematianku dengan cepat, jika kau ingin melampiaskan sakit hati Siociamu, silakan bunuh saja aku dan hendaklah kau suka mengampuni adik perempuanku.”

"Jangan mimpi!" teriak Liok-ma. "Adik perempuanmu adalah biang keladi dari semua gara2 ini dan tidak boleh diampuni. Sebaliknya kau, sebenarnya dapat kuberi kelonggaran padamu, tapi sekarang pun tidak dapat lagi, kau melukai Siocia kami, dosamu tidak dibawah budak cilik itu.”

"Jika demikian, jadi kami harus mati"' tanya Peng-say.

"Ya, tiada jalan lain!" dengus Liok-ma.

Mendadak Sau Kim-leng berkata dengan suara lemah: "'Liok-ma, coba tanyai dia dulu, jangan menakuti dia.”

Untuk lebih meyakinkan, Liok-ma berpaling dan tanya si nona: "Yang dimainkannya apakah betul Siang-liu-kiam-hoat?”

Sau Kim-leng mengangguk, jawabnya: "Betul. cuma ketiga jurus serangan gabungan dua pedang itu sudah diubah sedemikian rupa sehingga tidak keruan. sudah selisih jauh daripada ketiga jurus yang asli. ilmu pedangnya boleh dikatakan kacau-balau."“

Soat Peng-say menjadi gusar pula, teriaknya: "Kau cuma seorang perempuan lemah, apa yang kau ketahui" Ilmu pedang Ajaran guruku masa boleh kau lukiskan dengan kata2 kacau-balau begitu"!”

"Tutup mulut!" bentak Liok-ma. "Sekali Siau Leng bilang ilmu pedangmu salah, maka pasti tidak betul. Bila Siau Leng bilang ilmu pedangmu kacau-balau, maka jelas memang kacau-balau “

"Hehe, sayangnya anda justeru kalah di bawah ilmu pedang yang kacau balau ini!" ejek Peng-say.

Ini memang fakta. Liok-ma sendiri tahu bilamana serangan ketiga Soat Peng-say tadi tidak memberi kelonggaran, tentu kedua tangannya sudah buntung.

Namun dia tidak mau terima kebaikan ini.

Jengeknya: "Hm, bilamana kita bertempur betul2, coba jawab, apakah kau sempat mengeluarkan ketiga jurus serangan pedang gabungan begitu?”

Soat Peng-say menjadi bungkam. Apa yang dikatakan si nenek juga betul. Bilamana mereka benar2 bertempur, tentu kedua pedang Soat Peng-say sudah tergetar patah semua, hakikatnya tidak ada kesempatan melancarkan ketiga jurus serangan maut itu dan juga tidak mungkin dapat bergebrak dengan nenek itu hingga seratus jurus.

Jadi jelas Liok-ma mampu mematahkan pedangnya sejak tadi, dalam gebrakan seratus jurus itu, asalkan cambuk sinenek beradu dengan pedang, setiap saat ada kemungkinan pedang tergetar patah, namun dia tidak mencari kesempatan itu, malahan beberapa kali pedang beradu dengan cambuk juga si nenek tidak menggunakan tenaga dalamnya untuk mematahkan pedang, jadi seperti sengaja membiarkan Soat Peng-say menyelesaikan seratus jurus Co-pi-kiam-hoatnya.

Maka sadarlah Peng-say sekarang bahwa sesungguhnya si nenek telah memberi kelonggaran padanya. entah ada maksud tujuannya. Dengan dahi berkerut ia coba merenungkan arti pertanyaan Liok-ma kepada Sau Kimleng tadi. Begitulah didengarnya Liok-ma lagi berkata; "Lolo sengaja memberi kesempatan bagimu memainkan seratus jurus pedangmu agar kau dapat mati lebih enak, sekarang seratus jurus itu sudah selesai, ingin kutanya lagi beberapa kali, jika kau mengatakan terus terang, segera akan kubunuh kau dengan cepat. Kalau tidak, biar kau rasakan dulu tutukan maut dan mencicipi pula rasanja Hun-kin-coh-kut (otot keseleo dan tulang terkilir).”

Tergerak hati Soat Peng-say, baru sekarang dipahaminya maksud tujuan orang. Segera ia mendengus: "Hm, kiranya tujuanmu yang terakhir hanya ingin menanyai keteranganku. Namun Cayhe bukan pesakitan mau bunuh boleh bunuh, tidak ada yang perlu kukatakan.”

"Sekarang kau tak dapat bebas lagi, meski bukan pesakitan, jika ingin mati dengan cepat, mau-tak-mau harus kau katakan terus terang!" damperat pula si nenek.

Dengan hambar Peng say menjawab: "Kutahu kau cuma ingin tanya Siang-liu-kiam-hoat apa segala ingin kukatakan lebih dulu bahwa selama ini tidak pernah kukenal nama ilmu pedang tersebut.”

"Anak busuk, bohong kau!" teriak Liok-ma.

"Percaya atau tidak terserah padamu," kata Peng say.

"Jika kau sengaja membunuh orang untuk memuaskan hatimu, silakan turun tangan saja, bilamana Soat Peng say berkerut kening dia bukan lelaki sejati.”

Mendadak Sau Kim-leng menyela: "Numpang tanya Kongcu, apa nama ilmu pedang tangan kirimu itu?”

"Tidak ada nama," jawab Peng-say singkat.

Liok-ma mengira anak muda itu sengaja tidak mau mengaku, dengan gusar ia membentak: "Siau Tho, buka Hiat-to adik perempuannya.”

Setelah Ciang bun-hiat yang tertutuk itu dilancarkan. Cin Yak-leng lantas siuman, ketike melihat Soat Peng-say berduduk di lantai dengan dada berlepotan darah, ia berteriak kuatir: "He, kakak Peng, kenapa kau"!”

Segera ia bermaksud memburu maju. Tak terduga Hiatto yang satu dibuka, Hiat-to yang lain ternyata masih tertutuk sehingga hanya dapat bicara tanpa bisa bergerak.

"Tidak apa2, adik Leng, cuma terluka sedikit, tidak gawat jangan kuatir," kata Peng-say.

"Hm, apa yang dikuatirkannya" Kukira kau yang tidak perlu berkuatir baginya," jengek Liok-ma Sambil menyeringai ia lantas mendekati Yak-leng.

"Akan kau apakan dia?" teriak Peng say sekuatnya.

"Akan kucabut seluruh rambutnya bersama kulit kepalanya," ucap si nenek dengan keji.

"Sekali kubilang tidak tahu ya tetap tidak tahu, urusan yang memang tidak tahu cara bagaimana harus kujawab?”

teriak Peng-say dengan gusar.

Segera Liok-ma hendak mencengkeram rambut Cin Yakleng Syukur Sau Kim-leng lantas berseru: "Nanti dulu, Liok-ma, biarkan kutanyai dia.”

Lalu ia meninggalkan kursinya dan mendekati Soat Peng-say. Liok-ma tahu Soat Peng-say tidak mampu berdiri, tapi ia kuatir anak muda itu akan nekat dan melakukan serangan terakhir untuk gugur bersama sang Siocia, maka cepat ia memburu kesamping Sau Kim-leng untuk melindunginya.

Sau Kim-leng berdiri didepan Peng-say dengan wajah yang melankolik, wajah yang murung dan menimbulkan rasa kasih-sayang setiap orang yang melihatnya, katanya dengan sayu: "Soat kongcu, jurus pertama Co-pi-kiam-hoatmu itu bernama Kiong-siang-kut-tau bukan?”

"Kiong-siang-kut-tau" atau muka melarat tulang kere adalah kata2 makian, artinya dasar tulang melarat, bagaimanapun tetap melarat dan tidak mungkin jaya.

Hampir dapat dipastikan didunia ini tiada orang tolol yang mau memberi nama jurus pedangnya dengan istilah makian itu. Cin Yak-leng menyangka Sau Kim-leng sengaja ber-olok2 dan secara tidak langsung memaki kakak Peng bermuka kere. Diam2 ia merasa gusar.

Tak terduga, tiba2 terdengar Soat Peng-say menjawab dengan melengak: "Ya, betul!”

Dimaki orang, tapi malah menjawab "betul" dengan sungguh2, Cin Yak-leng mengira anak muda itu mungkin gegar otak karena serangan musuh tadi sehingga pikirannya menjadi tidak waras lagi.

Terdengar Sau Kim-leng menghela napas pelahan, lalu menyambung: "Tahukah Kongcu bahwa istilah Kiongsiang-kut-tau adalah pemberian ayahku" Dengan nama itu, ayah ingin menunjukkan kerendahan hatinya pada jurus pertama ini, maksudnya ilmu pedang beliau tiada berguna, wujudnya miskin dan mungkin akan ditertawakan orang.”

Di balik ucapannya jelas dia menganggap Co-pi-kiamhoat yang dimainkan Soat Peng-say tadi adalah ilmu pedang ciptaan ayahnya.

Sudah tentu Peng-say tidak mau percaya begitu saja hanya karena Sau Kim-leng dapat menebak dengan jitu nama satu jurus ilmu pedangnya, ia menjawab: "Istilah Kiong-siang-kut-tau berasal dari pujangga Ong Ting-po di jaman Cunciu, nona memang terpelajar dan serba tahu, dengan sendirinya paham istilah tersebut, tapi jika engkau bilang istilah itu ciptaan ayahmu, hehe .. . . " dia hanya menjengek saja dan tidak melanjutkan.

Ucapan Soat Peng-say ini tetap menyatakan tidak percaya, bahkan bernada menyindir. Keruan muka Sau Kim-leng menjadi merah, katanya dengan suara pelahan: "Ah, anak perempuan pegunungan seperti diriku mana bisa dikatakan terpelajar dan serba tahu. Numpang tanya, jurus kedua ilmu pedang Soat-kongcu itu bernama Put-cun-kay-ti (tidak naruh rasa sirik) bukan?”

Supaya maklum bahwa ayah Sau Kim-leng bernama Sau Cing-in, meski wataknya aneh, eksentrik, tingkah-lakunya angkuh dan mendekati sifat latah. namun hidupnya lebih suka menyendiri dan tidak suka menonjolkan nama. Ilmu pedang aliran Pak-cay sudah termashur sejak turun temurun, sampai di tangan Sau Cing-in, karena bakat pembawaannya yang luar biasa, Pak-cay tambah terkenal dan berjaya, pada usia setengah baya dia berhasil menciptakan sendiri Siang-liu-kiam-hoat atau ilmu pedang dua saluran.

Siang-liu-kiam-hoat itu boleh dikatakan sudah mencapai puncaknya pengetahuan ilmu pedang, tapi Sau Cing-in tidak pernah pamerkan ilmu pedangnya itu terhadap orang luar. Ketika untuk pertama kalinya dia perlihatkan ilmu pedangnya itu kepada orang luar dan namanya bertambah mengguncangkan dunia persilatan, tapi pada tahun itu juga dia lantas menghilang hingga sekarang.

Begitulah Soat Peng-say menjadi sangsi setelah Sau Kimleng menyebut dengan tepat nama jurus ilmu pedangnya, ia tidak habis mengerti darimana si nona bisa tahu sejelas itu.

Dalam pada itu Sau Kim-leng telah menyambung pula: "Dan jurus ketiga bernama Ya-jin-hian-pau (orang liar memperlihatkan keluguannya) betul tidak!”

Saking kejut dan herannya sampai Soat Peng say tidak sanggup bersuara, ia hanya mengangguk saja.

Lalu Sau Kim-leng berkata pula: "Dan jurus keempat Wan-se-put kiong (main2 tanpa ikatan peraturan). jurus kelima Tam-jian-tit-ci (menghadapinya dengan tak acuh). .

." Dia terus menyebut nama setiap jurus ilmu pedang Soat Peng-say hingga jurus ke-49 yang bernama Ki-jik san-lim (meninggalkan jejak di pegunungan), lalu selesai.

Nama ke-49 jurus ilmu pedang itu ternyata disebutnya dengan jitu. keruan Soat Peng-say melenggong hingga lama dan tidak tahu apa yang harus dikatakannya.

"Bagaimana, mengapa diam saja, jangan2 hapalan Siau Leng tidak betul?" demikian tanya Liok-ma kemudian.

"Kalau betul mau apa?" jawab Peng-say dengan mendongkol. "Baiklah jika kau mengaku betul," kata Liok-ma.

"Sekarang ingin kutanya suatu soal yang paling sederhana, coba jawab, sebab apa Siocia kami dapat mengapalkan nama setiap jurus ilmu pedangmu tanpa keliru satu hurufpun?”

"Ini . ... ini." Soat Peng-say menjadi gelagapan.

"Tidak perlu ini dan itu, mengaku saja terus terang, Siang-liu-kiam-hoat itu kau pelajari dari siapa?" tanya Liok-ma.

"Hakikatnya aku tidak tahu Siang-liu-kiam-hoat apa segala!" jawab Peng say tegas.

"Masih bilang tidak tahu" Co-pi-kiam-hoat yang kau mainkan itulah bernama Siang-liu-kiam-hoat!" teriak Liok-ma dengan gusar.

"Kukira bukan," ujar Peng-say sambii menggeleng. "Bila betul Siang-liu-kiam-hoat, mustahil aku tidak tahu.”

"Bukan tidak tahu, tapi matipun kau tidak mau mengakuinya!" bentak Liok-ma.

"Baiklah, anggaplah memang betul Siang-liu-kiam-hoat, lalu mau apa?" kata Peng-say dengan mendongkol.

"Siang-liu-kiam-hoat adalah ilmu rahasia keluarga Sau yang terkenal sebagai Pak-cay ini, tiada ilmu keluarga Sau yang diajarkan kepada orang luar. lalu darimana kau berhasil mencuri belajar?”

"Kukira ucapanmu kurang tepat," ujar Peng-say sambil menggeleng. '"Cayhe mempelajari ilmu pedang ini secara terangan dari guruku, mana boleh kau katakan mencuri belajar segala?”

"Siapa gurumu?" tanya Liok-ma.

"Nama guruku tidak boleh sembarangan kukatakan.”

"Apakah tidak berani kau katakan" ejek Liok-ma.

Soat Peng-say menjadi gusar, jawabnya: "Guruku bukanlah pesakitan atau buronan, kenapa tidak berani kukatakan" Soalnya aku merasa tidak perlu kukatakan kepadamu.”

"Hm, kalau gurunya maling, dengan sendirinya tak berani kau katakan," jengek Liok-ma pula.

Tidak kepalang gusar Soat Peng-say, ia ingin mendamperat nenek itu, tapi napas terasa sesak, terpaksa hanya melotot saja, sorot matanya yang bengis itu se-akan2 hendak memberitahu kepada Liok-ma bahwa bilamana aku Soat Peng-say tidak mati sekarang, pada suatu hari kelak pasti akan kau rasakan akibat dari ucapanmu tadi! Liok-ma lantas menjengek pula. katanya: "Hm, boleh saja kau mendelik, memangnya Lolo takut akan kau caplok" Biar kukatakan lagi lebih jelas, gurumu ialah maling, dia mencuri Siang-liu-kiam-hoat keluarga Sau kami!" Karena tidak sanggup bersuara untuk membantahnya, saking gemasnya hampir saja Peng-say jadi kelengar.

"Soat kongcu," tiba2 terdengar suara Sau Kim-leng yang lembut itu, "janganlah kau marah, Liok-ma memang suka bicara kasar dan sembarangan maki orang, engkau anggap sepi saja.”

Padahal Liok-ma sangat setia kepada majikan, malah dianggap suka sembarangan memaki. ia menjadi penasaran dan berseru: "Siocia, masa ucapanku tidak betul" Jika gurunya bukan maling. mengapa tidak memberitahukan nama ilmu pedangnya kepada muridnya, kukira anak busuk inipun tahu gelagat tidak menguntungkan, maka sengaja merahasiakan nama gurunya .... “

"Sudahlah, Liok-ma," sela Sau Kim-leng dengan dahi berkerut, "Soat kongcu tidak mau sembarangan menyebut nama gurunya, ini tanda rasa hormatnya kepada sang guru, mana boleh sembarangan kau menuduhnya.”

Kembali dianggap sembarangan menuduh orang, Liokma hanya tersenyum dongkol, tapi iapun tidak berani membantah lagi agar tidak didamperat majikan mudanya.

Dengan sungguh2 Sau Kim-leng lantas bertanya pula: "Soat-kongcu, apakah gurumu sepanjang tahun suka memakai jubah hitam?”

Peng-say tidak sampai hati menolak pertanyaan orang, ia mengangguk dan berkata: "Ya, guruku memang suka pada warna hitam, sepanjang tahun beliau memang memakai jubah hitam.”

Air muka Sau Kim-leng tampak berubah, ucapnya dengan suara rada gemetar: "Apakah boleh kutanya pula, adakah sesuatu tanda khas pada wajah gurumu?”

Liok-ma juga memandangi Soat Peng-say dengan tegang, katanya di dalam hati: "Wah, jika gurunya adalah Cukong (majikan) yang hilang itu, maka berarti aku telah memaki majikan sendiri sebagai maling, dosaku ini tak dapat kutebus dengan sekali mati saja.”

Watak Liok-ma memang pemberang, mulutnya suka 'ceplas-ceplos" tanpa pikir. tak pernah terbayang olehnya ada kemungkinan majikannya yang hilang itu yang mengajarkan Siang-liu-kiam-hoat kepada Soat Peng-say.

Maklumlah, sudah lebih 20 tahun Sau Cing-in menghilang sehingga harapannya untuk kembali dengan hidup sangatlah tipis, namun begitu juga tiada seorangpun yang dapat memastikan sang majikan telah meninggal dunia.

Setelah berpikir sejenak, Soat Peng-say menggeleng dan berkata: "Tidak ada, muka guruku tiada terdapat sesuatu ciri khas “

Segera Liok-ma berkata: "Coba pikirkan lagi lebih teliti, apakah pada . . . ." dia menyuruh orang pikir lagi, tapi dia sendiri hampir tak tahan akan menjelaskan ciri khas yang terdapat pada wajah Sau Cing-in.

Maka cepat Sau Kim-leng mencegahnya: "Liok-ma, jangan banyak bicara!”

Si nenek mengiakan, tapi Soat Peng-say didesaknya pula: "Hayo anak muda, lekas pikir lagi!”

"Muka guruku memang tiada ciri khas apa2, tak perlu kupikirkan lagi," jawab Peng-say.

"Masa di pipi kiri . . . .”

"Kau usil apalagi"!" sela Sau Kim-leng kurang senang sebelum lanjut ucapan Liok-ma itu.

"Mungkin dia lupa maka kuingatkan dia, masa tidak boleh?" ujar si nenek.

"Menurut ibu, ciri khas itu sangat menyolok, masa perlu diingatkan segala?" kata Kim-leng.

Liok-ma pikir apa yang dikatakan si nona memang betul, ia merasa dirinya sendiri yang tidak punya otak, ia menyengir, diam2 iapun menghela napas lega karena tidak telanjur memaki majikannya sendiri.

Peng-say jadi tertarik oleh karena pertanyaan orang yang ber-tubi2 itu, katanya kemudian, "Memangnya nona menyangka guruku ada hubungan apa2 dengan anggota keluargamu?”

Sau Kim-leng menggeleng. jawabnya: "Tidak, akulah yang salah sangka. Cukup dari ketiga jurus serangan gabungan kedua pedangmu saja jelas berselisih sangat jauh, sedikitpun tak mungkin terjadi.”

Mendadak Soat Peng-say mendengus.

Sau Kim-leng sangat pintar dan cerdik, ia tahu kata2nya barusan telah menghina kehormatan guru orang, cepat ia minta maaf: "Ucapanku tadi tidaklah sengaja, harap Kongcu jangan marah “

Karena orang mau minta maaf, hati Peng-say menjadi lemas, dengan ramah iapun menjawab: "Ah, tidak apa2.”

Melihat anak muda itu bersikap baik pada Sau Kim-leng, Cin Yak-leng menjadi sirik, mendadak ia menjengek: "Hm, apabila ada orang berani menghina guruku, andaikan tak dapat kutampar mukanya. sedikitnya juga akan kudamperat dia, kalau tidak sia2 belaka budi kebaikan Suhu yang telah mendidik kita selama ini.”

"Jika kau mampu, boleh coba kau mendamperat!" ujar Liok-ma.

"Bukan guruku yang dihina, tidak perlu kuikut campur,”

jawab Yak-leng.

"Untuk menghina gurumu apa susahnya?" ujar Liok-ma.

"Nah. dengarkan, gurumu mirip genderuwo, siluman rase, perempuan bawel.”

Cin Yak-leng tertavva ter-kekeh2 geli malah.

Liok-ma jadi melengak sendiri, tanyanya: "Kenapa kau tertawa, kau tidak balas memaki?”

"Hihihi, malahan harus kupuji kepintaranmu memberikan istilah2 bagus itu, mana boleh kumaki kau,”

kata Yak-leng. Liok-ma menyangka Cin Yak-leng takut mati, maka tidak berani memakinya, segera ia menjengek; "Huh, tak berguna!”

"Adik Leng bukankah nona yang tak berguna," tiba2 Peng-say menimbrung.

"Kalau berguna, mengapa dia tidak ambil pusing gurunya dimaki orang?" jengek Liok-ma pula. "Huh. jelas dia takut kuhajar dia, makanya dia ter-tawa2 padaku.”

"Adik Leng tidak punya guru, dengan sendirinya dia tidak ambil pusing," kata Peng-say.

"Mustahil dia tidak punya guru," kata Liok-ma. "Jelas dia anak murid Bu-tong-pay, memangnya kau kira aku tidak tahu?”

Dari gerak tubuh Cin Yak-leng tadi Liok-ma mengetahui nona ini anak murid Bu-tong-pay, menurut peraturan perguruan Bu-tong, guru lelaki tidak mengambil murid perempuan dan guru perempuan tidak menerima murid lelaki. Jika Cin Yak-leng benar mempunyai Suhu, maka Suhunya pasti seorang Tokoh (pendeta perempuan agama Tao). Tapi Soat Peng-say lantas menjelaskan: "Ilmu silat adik Leng memang berasal dan Bu-tong-pay. tapi dia bukan murid Bu-tong.”

Dengan sendirinya Liok-ma tidak tahu ilmu silat Cin Yak-leng itu diperoleh dari hasil renungan, sendiri dari kitab pusaka Siang-jing-pit-lok yang dipinjamnya dari Soat Peng-say itu, dia mengira anak muda itu sengaja membela adik perempuannya. maka dia lantas menjengek pula: "Huh. aku tidak percaya.”

Soat Peng-say hendak bicara lagi tapi Cin Yak-leng lantas menyela: "Sudahlah kalau dia tidak percaya.”

Dalam hati si nona diam2 menyesal atas kata2-nya tadi yang menusuk perasaan itu. padahal kakak Peng telah membelanya setulus hati ketika orang memakinya tak berguna Karena pikiran ini, dengan penuh rasa terima kasih ia memandang ke arah Soat Peng-say.

Kelakuan Cin Yak-leng ini telah dilihat oleh Sau Kimleng, diam2 ia merasa curiga: "Aneh, mengapa dia memandang kakaknya sendiri dengan sorot mata yang mesra begitu?”

Hanya perempuan sendiri yang paling memahami hati perempuan, asalkan sinar mata pihak lain ada sesuatu perubahan yang aneh. segera dia paham isi hatinya Sau Kim-leng menyangsikan Cin Yak-leng pasti bukan adik perempuan kandung Soat Peng-say, makanya nona itu memandang Peng-say dengan sorot mata yang menyangkut hubungan mesra antara lelaki dan perempuan.

Rasa sangsi ini disimpannya dalam hati, mungkin dia merasa lelah berdiri, maka ia duduk dikursi yang terletak disebelah Soat Peng-say, lalu berkata: "Soat-kongcu. ayahku menghilang pada lebih 20 tabun yang lalu, tadi aku menyangka gurumu mungkin ayahku, tapi sekarang setelah kupikirkan lagi. hal ini memang tidak mungkin.”

"Guruku bernama Tio Tay peng," tanpa ditanya sekarang Soat Peng-say bicara urus terang.

Sau Kim-leng berdiri dan memberi hormat, katanya: "Terima kasih atas keterangan Kongcu ini. Ayahku Sau Cin-in, jelas bukan orang yang sama dengan gurumu, tapi Co-pi-kiam-hoat ajaran gurumu itu...." dia merandek sejenak, lalu menyambung dengan rasa menyesal: "maaf.

Co-pit-kiam-hoat itu jelas adalah Siang-liu-kiam-hoat.

Ciptaan ayahku.”

"Hal ini masih harus dibuktikan lagi lebih lanjut, untuk sementara ini Cayhe tidak dapat menerima pernyataan nona ini," jawab Peng-say.

Bibir Sau Kim-leng yang merah dan mungil itu bergerak2, seperti mau bicara lagi. tapi urung.

"Ada urusan apa, silakan nona bicara saja." ujar Peng-say.

Sau Kim-leng memang nona pemalu, mestinya ia ingin tanya dimana tempat tinggai guru Soat Peng-say, tapi dia kuatir disemprot orang, maka tak berani dikemukakannya.

Liok-ma tahu isi hati sang Siocia. segera menukas: "Dimana tempat tinggal gurumu?”

Sebenarnya Soat Peng-say cukup menghormati orang tua semacam Liok-ma, sejak tadi iapun memanggilnya "Lolo”

atau nenek, tapi sekarang ia malas menggubrisnya, ia pura2 tidak tahu pertanyaan orang tua itu.

Merasa diremehkan, segera Liok-ma hendak mengumbar marahnya lagi, tapi tidak jadi. Ia pikir anak muda ini hanya boleh diperlakukan secara halus dan tidak mau dihadapi dengan sikap keras. jalan paling baik sekarang adalah berunding secara damai dengan dia. Maka ia lantas menoleh dan berkata: "Siau Tho, lepaskan Hiat-to nona Soat.”

Diluar tahu Soat Peng-say. diam2 si nenek mengedipi Siau Tho pula. Pelayan itu tahu apa artinya itu, waktu dia membuka Kim-sok-hiat, seperti tidak sengaja sikutnya menyodok pelahan pula Leng-tay-hiat di tubuh Cin Yakleng. Hiat-to yang tersebut belakangan ini adalah Hiat-to mematikan. bila tertutuk tepat bisa binasa seketika. sedikit tersodok juga akan mengakibatkan kepala pusing dan semaput. Siau Tho menyikut dengan pelahan, seketika Yakleng merasa kepalanya pening dan sekujur badan tak bertenaga. Sudah tentu Siau Tho tidak melepaskan Cin Yak-leng, ia pura2 menyilakan duduk si nona dan memayangnya berduduk di suatu kursi.

Karena kepala pening dan badan lemah, Cin Yak-leng jadi mengantuk dan ingin tidur saja. sedapatnya ia bertahan diatas kursi.

Diam2 Liok-ma memuji kecekatan bekerja Siau Tho, ia sengaja berseru kaget: "He, air muka nona Soat seperti kurang sehat. lekas membawanya mengaso kekamar tidur Siocia." Cin Yak-leng tidak tahu telah dikerjai orang, dalam keadaan pening ia berkata: "Kakak Peng, aku ....aku tidak enak badan . . . .”

"Ya, lekaslah pergi tidur sebentar," ujar Peng-say dengan penuh perhatian.

Siau Tho lantas membawa Cin Yik-leng kedalam kamar.

Setiba disana, kuatir si nona akan cepat sadar kembali.

segera ia menutuk pula Kin-sok-hiat serta Hiat-to yang membuatnya bisu.

Sekarang umpama Hiat-to Cin Yak-leng yang tertutuk tadi dapat terbuka sendiri, tapi jelas tak dapat bergerak dan bicara lagi. Dengan sendirinya Soat Peng-say tidak tahu apa yang terjadi, ia menyangka Yak-leng sedang tidur didalam kamar. Diam-diam dia merasa sangat berterima kasih atas kebaikan Liok-ma yang menyuruh Siau Tho membawa Yak-leng ke kamar.

Lalu Liok-ma berkata dengan tersenyum kepada Pengsay: "Biarpun aku tidak paham Siang-liu-kiam-hoat, tapi pernah kulihat Loya (tuan besar) berlatih maka sedikit aku masih ingat caranya, sebab itulah ketika Soat-kongcu menghajar Peng dan Kwa tempo hari, segera aku tertarik oleh ilmu pedangmu. Pertama demi menyembuhkan sakit rindu Siocia. selain itu juga untuk dibuktikan sendiri oleh Siocia akan ilmu pedangmu, terpaksa kuserang mendadak dan membawa Kongcu ke sini.”

Didepan Sau Kim-leng si nenek bicara tentang sakit rindunya, tentu saja Kim-leng malu dan menunduk, ia ingin mengomeli si nenek, tapi tidak enak karena hadirnya Soat Peng-say.

Cara bicara Liok-ma memang tanpa tedeng aling2, segera ia mencerocos lagi: "Tak tersangka orang yang dirindukan Siocia kami bukanlah kau melainkan. . . ." “

Sampai disini, Sau Kim-leng tidak tahan lagi, ia sengaja berdehem perlahan.

Baru sekarang Liok-ma melihat air muka sang Siocia yang kurang senang itu, dia bukan orang bodoh, maka cepat ia putar haluan dan menyambung pula: "Sudahlah, hal ini tidak perlu kukatakan lebih banjak Hanya satu hal, coba Kongcu pikir. apakah orang tidak mendongkol, sudah lama ayah Siocia tak diketahui jejaknya, ibunda meninggal dunia pula, Siocia hidup sebatangkara. semua ini sudah cukup membuatnya sengsara dan harus dikasihani. tapi sekarang dia terhina pula. Kalau menuruti watakku, betapapun harus kubunuh kau dan adik perempuanmu untuk melampiaskan dendam Siocia.”

Dengan kurang senang Sau Kim-leng berkata: "Ai, buka mulut bunuh orang, tutup mulut bunuh orang, sifat Liok-ma yang pandang jiwa manusia seperti tak berharga ini harus diubah.”

"Hm, jika bukan sifatku yang keras ini, apakah Lenghiang-cuy dapat bertahan sampai sekarang!" ujar Liok-ma.

Apa yang dikatakannya memang bukannja tidak beralasan. Semenjak menghilangnya Sau Cing-in, ibu Sau Kim-leng lantas keluar rumah mencari kesegenap pelosok tanpa berhasil. Sau-hujin (nyonya Sau) dan Sau Cing-in hidup rukun bahagia, hilangnya suami dalam beberapa tahun saja telah membuat nyonya yang baru berumur 40-an itu tampak lebih tua belasan tahun.

Akhirnya segala petunjuk yang mungkin dapat menemukan Sau Cing-in putus asa sama sekali, Sau-hujin jatuh sakit dan masih bertahan hingga beberapa tahun, waktu meninggal, umur Sau Kim-leng baru sebelas tahun.

Selagi Sau-hujin masih hidup, sementara orang persilatan yang berniat jahat masih jeri terhadap nyonya rumah itu dan tidak berani menyatroni Leng-hiang-cay, tapi begitu Sau-hujin wafat, orang2 jahat itu sama mengincar kitab pusaka ilmu silat keluarga Sau, begitu pula kekayaannya yang tertumpuk selama turun-temurun.

Dalam keadaan begitu di rumah keluarga Sau hanya Liok-ma saja yang ilmu silatnya cukup memadai untuk menghadapi para penyatron itu, dia melanggar pantangan membunuh secara besar2an. setiap pengacau yang datang, hampir sembilan di antara sepuluh orang yang binasa di bawah cambuknya. Terkadang ada kaum pelancongan yang tidak sengaja lalu di Leng-hiang-cay juga telah menjadi korban keganasan Liok-ma, sampai akhirnya Ngo-tay-san yang terkenal indah permai itu putus oleh kunjungan wisatawan. Tapi setelah Liok-ma berhasil membinasakan beberapa gembong iblis penyatron itu, namanya lantas disegani sehingga kawanan perusuh tidak berani mengincar Lenghiang-cay lagi. Sebaliknya nama Leng-hiang-cay masih tetap gemilang di dunia Kangouw. nama Pak cay tidak tercemar sedikit pun oleh karena hilangnya Sau Cing-in, setelah Sau-hujin Wafat juga Pak-cay tetap berjaya.

Kalau Liok-ma menonjolkan jasanya itu, siapapun tidak berani menyangkalnya. Apalagi tujuan utama Liok-ma adalah untuk melindungi keselamatan Sau Kim-leng, hal ini cukup diketahui si nona, maka biarpun kata2 Liok-ma tadi agak kaku dan kurang hormat, terpaksa Sau Kim-leng diam saja. Betapapun Liokima memang budak tua yang setia, setelah mengucapkan kata2 tadi, ia menjadi kuatir si Siocia akan tersinggung. cepat ia berkata pula dengan tersenyum: "Siau Leng, kutahu kau paling anti kubunuh orang. Baiklah.

mulai sekarang, kecuaii terpaksa, aku berjanji takkan membunuh orang lagi. Seperti halnya sekarang, lepas dari kebiasaanku, akan kuampuni jiwa Soat-kongcu dan adik perempuannya.”

Kesempatan itu tidak di-sia2kan oleh Soat Peng-say, cepat ia menanggapi: "Jika begitu. Cayhe dan adik Leng harus mengucapkan terima kasih kepada kemurahan hati Lolo." Tapi mendadak si nenek menarik muka pula, katanya: "Jangan buru2 berterima kasih segala. ucapanku belum lagi habis. Sekarang setelah Siau Leng membuktikan ilmu pedangmu adalah Siang-liu-kiam-hoat, maka melalui dirimu kami ingin cari tahu mengenai jejak Loya kami."“

Peng-say menggeleng, jawabnya: "Sekarang belum dapat dipastikan ilmu pedang tangan-kiriku ini adalah Siang-liu-kiam-hoat, untuk ini masih harus diselidiki dan dipelajari lebih lanjut.”

"Harus dipelajari bagaimana?" tanya Liok-oia.

"Cara yang paling sederhana adalah minta Siocia kalian memainkan ke 49 jurus Co-pi-kiam-hoatku yang diapalkan olehnya tadi, jika dia dapat memainkannva dengan tidak salah sedikitpun barulah aku mau percaya.”

"Jika tidak?" tanya Liok-ma.

"Jika tidak, maka jelas cuma nama jurusnya saja yang sama, tapi prakteknya berbeda," jawab Peng-say. "Maka Co-pi-kiam-hoat ajaran guruku tak dapat dikatakan sebagai Siang-liu-kiam-hoat segala, pula, kalianpun tidak perlu mencari tahu jejak Sau-locianpwe melalui diriku.”

"Tapi kau mesti tahu bahwa Siocia kami hakikatnya tidak mahir ilmu silat," kata Liok-ma.

"Jika begitu, mengapa dia dapat memastikan ilmu pedangku sebagai Siang-liu-kiam-hoat?" Peng-say balik bertanya.

"Sejak masih kecil Siocia sudah senang melihat Hujin berlatih ilmu pedang yang sakti ini. sebab itulah Siocia dapat mengingatnya dengan baik." tutur Liok-ma. "Apakab permainan ilmu pedangmu betul atau salah. sekali pandang saja Siocia akan segera tahu, misalnya ketiga jurus serangan gabungan kedua pedangmu tadi dikatakannya salah besar.

Aku jadi ingat kejadian dahulu, pernah kuragukan kelihayan kedua pedang Loya, aku sengaja mohon petunjuk kepada beliau. Siapa tahu, hanya satu jurus Siang-liu-kiam-hoat saja aku telah dikalahkan oleh Loya, tidak seperti kau.

harus tiga jurus baru dapat melukai tanganku.”

"Latihanku masih cetek, dengan sendirinya tak dapat dipersamakan dengan Sau-locianpwe," kata Peng-say.

"Siang-liu-kiam terdiri dari: satu kanan satu kiri, satu depan satu balik, satu Yang (positip) satu Im (negitip), bilamana jurus serangannya dilontarkan, tak peduli kuat atau lemah tenaga lawan, asalkan lawan tidak mampu mematahkannya dengan Kungfu yang lebih tinggi, maka dia pasti akan terluka tanpa ampun.”

"Satu kanan satu kiri?" demikian Peng-say bergumam sendiri.

"Ya," Liok-ma mengangguk. "Kau mempunyai tangan kanan. tapi tidak digunakan, sungguh si tolol nomor satu di dunia ini. Akan tetapi, kalau dipikir lagi, percuma juga andai kan tangan kanan kau gunakan, sebab Siang-liu-kiam yang kau mainkan hakikatnya tidak betul. Padahal kalau betul, cukup satu jurus saja dapat kalahkan diriku, buat apa mesti bergebrak hingga seratus jurus, lebih2 tidak mungkin pedangmu tergetar patah oleh cambukku.”

"Apakah .... apakah karena Siang-liu-kiam-hoat yang tulen tidak mungkin ada kesempatan bagimu untuk menggetar patahkan pedangnya?" tanya Peng-say.

"Ya, sebab bila aku ingin menggetar patahkan pedang lawan, betapapun cambukku harus beradu dengan pedang lawan, tapi kelihayan Siang-liu-kiam-hoat justeru terletak pada kelincahannya sehingga tidak memberi kesempatan kepada lawan yang bertenaga dalam lebih kuat untuk menyentuh kedua pedangnya itu. Sebab itulah, bilamana kedua pedang sudah dimainkan, biarpun lawan yang punya Lwekang tinggi juga tidak dapat menarik keuntungan sedikitpun.”

"Oo. . .jika begitu, bila kumainkan Siang-liu-kiam-hoat dengan betul, hakikatnya cambukmu tidak mungkin dapat menyentuh pedangku?" tanya Peng say.

"Memang," jawab Liok-ma "Jika sampai tersentuh, lalu terhitung ilmu pedang macam apa Siang-liu-kiam-hoat bila semudah itu pedangnya akan tergetar patah oleh musuh.”

"Ilmu pedang yang kumainkan ini memang bukan Siangliu-kiam-hoat yang maha hebat itu, makanya kau dapat menggetar patah pedangku," ucap Peng-say dengan tertawa.

"Lolo, ucapanmu dan Siocia kalian memang betul, yang kumainkan ini hakikatnya bukan Siang-liu-kiam-hoat segala, dibandingkan ilmu pedang sakti inipun selisih sangat jauh juga kacau balau cara permainanku, maka hendaklah kalian jangan lagi mengatakan Co-pi-kiam-hoat ku ini adalah Siang-liu-kiam-hoat.”

Liok-ma jadi melengak, pikirnya: "Ucapannya ini juga ada betulnya." " Tapi setelah direnungkan lagi, mendadak ia menggeleng dan berkata pula: "Tidak. tidak tepat!”

"Apa alasanmu?" tanya Peng-say.

Kiranya ilmu pedang keluarga Sau yang terkenal dengan Pak-cay ini berjumlah belasan macam dan setiap macamnya tergolong ilmu pedang kelas satu di dunia persilatan, lebih2 tiga macam ilmu pedang diantara belasan macam itu adalah ilmu pedang khas yang tidak diajarkan kepada orang luar terkecuali keturunan lurus keluarga Sau. Dan Siang-liukiam-hoat diciptakan oleh Sau Cing-in dengan memetik intisari dari ketiga macam ilmu pedang tadi.

Menurut aturan, Siam-liu-kiam-hoat inipun hanya dipelajari oleh keturunan langsung keluarga Sau, lantaran Liok-ma adalah kaum budak saja, dengan sendirinya satu jurus saja dia tidak pernah belajar.

Akan tetapi Liok-ma pernah menyaksikan latihan Sau Cing-in, Soat Peng-say tanya apa alasannya, dia memang tak dapat memberi jawaban yang tepat, tapi ia lantas berkata: "Co-pi-kiam-hoat-mu itu pasti Siang-liu-kiam-hoat, kalau tidak masakah sekali pandang saja kurasa sudah pernah melihatnva.”

"Kalau diputuskan begitu saja berdasarkan sekali pandang saja, kukira caramu ini hanya ingin menang sendiri," ujar Soat Peng-say sambil menggeleng.

"Kuingat Siang-liu-kiam-hoat yang dimainkan Loya sekaligus. menggunakan dua pedang kanan dan kiri, mungkin karena kau cuma menggunakan tangan kiri saja, maka tampaknya mirip, namun tak dapat mengeluarkan daya serangan yang ampuh," demikian tutur Liok-ma.

"Tapi kalau kedua tanganmu sekaligus memainkan pedang, mungkin caramu akan serupa Loya dan mengalahkan diriku dengan satu jurus saja.”

"Hakikatnya tangan kananku tak dapat kugunakan," ujar Peng say. "Seumpama kupaksakan tangan kanan memainkan ilmu pedangku, paling2 juga sama seperti dua Soat Peng-say menghadapi seorang Lolo, coba pikir, apakah Lolo tidak mampu menangkis satu jurus serangan dari dua orang Soat Peng-say macamku ini?”

Liok-ma berpikir sejenak, katanya kemudian sambil menggeleng: "Ya, tidak dapat, biarpun sepuluh orang Soat Peng-say maju sekaligus juga tak dapat mengalahkan aku dalam sejurus saja.”

"Kalau begitu, maka persoalannya menjadi jelas sudah,”

kata Peng-say dengan tertawa. "Berhubung Co-pi-kiam-hoat yang kumainkan tadi bukan Siaug-liu-kiam-hoat, maka tidak dapat kukalahkan kau dalam sejurus. Lolo, berkat kemurahan hatimu jiwaku telah kau ampuni. Sekarang jelas Cayhe tiada sangkut-pautnya dengan Siang-liu-kiam-hoat, juga jejak Loya kalian tak dapat ditemukan melalui diriku.

maka kumohon kalian jangan bertanya lagi dan sukalah melaksanakan janjimu tadi.”

"Maaksudmu supaya kubebaskan kalian kakak beradik?”

tanya Liok-ma dengan menarik muka.

"Itulah yang kuharapkan meski tidak berani kuminta,”

jawab Peng-say.

"Janjiku hanya mengampuni jiwa kalian, tapi tidak kukatakan akan membebaskan kalian, ujar Liok ma.

"Tidak kau bebaskan kami juga tidak menjadi soal, adalah beruntung dapat menjadi tamu Pak-cay yang termashur ini," kata Peng-say dengan tersenyum.

"Hm, jika begitu kalian kakak-beradik boleh tinggal selama hidup di Leng-hiang-cay sini," jengek Liok-ma.

Terkesiap juga Peng say, katanya: "Pemandangan alam disini indah permai, tinggal selama hidup di sini juga boleh, tapi bila maksud tujuan Lolo menahan kami disini hanya untnk mencari tahu jejak Sau-locianpwe, maka harapan kalian kukira takkan terkabul.”

Liok-ma meloncat keatas dan mencabut pedang yang menancap dibelandar tadi, lalu sepotong demi sepotong pedang itu dipatahkannya sambil berkata: "Tamu selama hidup dipenjara, apakah sekiranya kalian juga sanggup bertahan?”

Tindakan ini mangandung ancaman. namun Soat Pengsay hanya mendengus saja dan tidak menanggapinya pula Seketika suasana jadi beku dan sukar didamaikan.

Sau Kim-leng yang mendengarkan sejak tadi mendadak berkata sambil menghela napas panjang: "Bilamana dapat kutunjukkan bahwa Co-pi-kiam-hoat Soat-kongcu ini pasti Siang-liu-kiam-hoat ciptaan ayahku, apakah nanti Kougcu mau percaya?”

"Untuk itu nona harus memainkan satu jurus demi satu jurus dari seluruh ke-49 jurus Co-pi-kiam-hoat ini," jawab Peng-say tegas.

Sau Kim-leng menggigit bibir dengan giginya yang putih rajin itu, lalu berkata: '"Baik, akan kulakukan sekuat tenaga!”

"Jangan!" mendadak Liok-ma mencegah.

"Kenapa jangan?" ujar Kim-leng dengan tersenyum getir.

"Memang tidak salah ucapan Soat-kongcu, bilamana kutahu apa yang disebut Siang-liu-kiam-hoat, kalau tak dapat kumainkan sendiri, jelas orang lain tidak mau percaya." " Dia memberi tanda agar Liok-ma tidak merintangnya, lalu ia memanggil pelahan: "Siau Li, coba ambilkan pedang di dinding itu.”

Pelayan lain yang sejak tadi menunggu diluar pintu kamar mengiakan dan melangkah masuk pedang hiasan yang tergantung didinding sana diambilnya serta diangsurkan kepada Sau Kim-leng.

Bagian-13 Setelah memegang pedang ringan itu, Kim-leng berkata pula: "Soat-kongcu, ke-49 jurus Co-pi-kiam-hoat itu tak dapat kumainkan dengan lengkap.”

"Sejak kecil nona tidak belajar silat, dengan sendirinya yang dapat kau ingat sangat terbatas," ujar Peng-say. "Tapi kalau dapat kau mainkan sepuluh jurus dengan tepat, maka akupun percayalah.”

Dengan pedang terhunus Sau Kim-leng lantas maju ketengah ruangan yang sudah bebas dari perabot itu, ia pasang kuda2 menurut ajaran ibunya.

Selagi dia hendak memutar pedangnya menurut ingatannya, mendadak Liok-ma berseru: '"Siau Leng....”

Namun Sau Kim-leng tidak menghiraukannya, dia mulai memainkan ilmu pedang itu dengan jurus "Kiong-siang-kut-tau".

Setiap jurus yang dimainkannya sangat lambat, tampaknya tiada sedikitpun daya serangan. namun gaya gerakannya serupa benar dengan permainan Soat Peng-say tadi. Baru lima-enam jurus saja, meski tepat permainannya, namun butiran keringat sudah mulai merembes di dahinya.

"Sudahlah, cukup, cukup . . . ." seru Liok-ma, suaranya kedengaran cemas dan kuatir, se-akan2 bila Sau Kim-leng melanjutkan permainan pedangnya segera akan tertimpa bencana. Tapi demi untuk meyakinkan Sou Peng-say, Sau Kimleng tidak mau berhenti.

Karena tak dapat mencegahnya. cepat Liok-ma mendekati Peng-say dan berkata: "Lekas kau suruh dia berhenti!”

Namun Soat Peng-say tidak menggubrisnya. Dilihatnya Sau Kim-leng telah mandi keringat ketika bermain sampai jurus kedua belas. Hal ini membuat Soat Peng-say tidak mengerti. Ia pikir, biarpun perempuan yang paling lemah juga takkan lelah memainkan ilmu pedang yang tidak disertai tenaga dalam ini.

Pada saat itulah mendadak terdengar Liok-ma berseru padanya: "Jika tidak lekas kau minta dia berhenti, sebentar bila urat nadi Liok-im keterjang, jiwanya pasti sukar dipertahankan.”

"Apa katamu" Dia memiliki urat nadi Liok-im yang buntu?" teriak Peng-say terkejut.

Dia pernah mendengar dari Tio Tay-peng bahwa di dunia ini ada sejenis orang yang selama hidupnya tidak boleh belajar silat, jika memaksa belajar silat, biarpun gerakan yang sangat umum, tentu juga akan mengakibatkan urat nadi Liok-im terganggu dan jiwa bisa melayang.

Hal ini disebabkan kelainan orang yang memiliki urat nadi Liok-im yang bi ... .bila orang biasa dapat belajar silat untuk kesehatan maka orang yang mempunyai kelainan urat nadi itu tak dapat berlatih, bahkan terlalu lelah juga tidak boleh, apalagi kalau bergerak terlatu keras dan mengguncangkan Liok-im, bisa jadi urat nadi akan putus seketika dan binasa.

Dengan sendirinya Soat Peng-say tidak mau menanggung dosa membikin celaka nyawa orang, cepat ia berseru: "Harap berhenti, nona!”

Saat itu Sau Kim-leng sudah main sampai jurus ke-17, kepala sudah terasa pusing dan mata ber-kunang2, ia tahu bila permainan diteruskan tentu membahayakan jiwanya, maka demi mendengar seruan Soat Peng-say itu, perlahan2 ia lantas menghentikan gerakan pedangnya.

Walaupun begitu berdirinya saja tidak tegak lagi dan ter-huyung2.

Cepat Siau Li memburu maju untuk memapahnya. "Bawa kesamping Soat-kongcu," kata Kim-leng dengan lemah.

Siau Li mendudukkan Siocianya pada kursi di samping Soat Peng-say itu, begitu lelah sehingga napas Sau Kim-leng tampak megap2.

Apabila orang biasa, cukup Liok-ma menyalurkan sedikit tenaga murninya dan dapat memulihkan kekuatan si nona.

Tapi urat nadi Sau Kim-leng ada kelainan, bila dibantu dengan tenaga murni, bukannya menyembuhkan kesehatannya, sebaliknya akan membikin celaka padanya malah. Karena itulah Liok-ma hanya menunggui dengan cemas, Siau Li disuruh mengambilkan handuk dingin untuk mengusap muka si nona, sejenak kemudian barulah Sau Kim-leng pulih kembali seperti biasa.

Setelah tenang kembali, dengan suara rendah Sau Kimleng lantas tanya: "Soat-kongcu, tepat tidak ke-17 jurus yang kumainkan tadi?”

Peng-say melihat luka di dada si nona telah merembeskan darah lagi sehingga bajunya yang putih berlepotan darah lebih banyak. Ia mengangguk dan menjawab: "Tepatnya memang tepat, cuma. . ." tapi mengingat si nona telah memainkan ke-17 jurus tadi dengan susah payah, ia tidak tega memberi penilaian lagi "Cuma apa" Harap Kongcu bicara terus terang," pinta Kim-leng.

"Nona memang cerdas luar biasa," kata Peng-say secara tidak langsung, "daya ingatanmu juga sangat kuat. . . ." “

Dibalik ucapannya ini se-akan2 hendak mengartikan si nona cuma berdasarkan daya ingatannya yang kuat, maka dapat mengulangi permainan pedang Peng-say yang telah dilihatnya tadi.

Sudah tentu Sau Kim-leng dapat menangkap arti ucapan anak muda itu, sungguh tak tersangka sedemikian kejam hati anak muda itu, ia telah berusaha mati2an, akhirnya cuma sia-sia belaka. Seketika tubuh Kim-leng menjadi gemetar saking penasaran, selang sejenak barulah ia tanya pula: "Apakah ke-49 jurus itu harus kumainkan seluruhnya baru Kongcu mau percaya?”

"Sudahlah, kukira tidak perlu," sahut Peng-say.

Sau Kim-leng lantas meronta turun dari kursinya, katanya dengHn tegas: "Baik, akan kumulai dengan jurus ke-18!”

Liok-ma bertambah cemas. teriaknya bengis: "Soat Peng-say, apakah kau sengaja hendak membikin celaka dia?”

Dengan ketus Peng-say menjawab: "Aku kan seperti ikan di dalam kuali dan akan menjadi makananmu yang empuk.

masa aku berani mencelakai Siocia kalian?”

Pedih rasa hati Sau Kim-leng mendengar ucapan anak muda itu, dengan rasa getir iapun berkata: "Jangan kuatir, apabila kubikin celaka diriku sendiri, tidak nanti kuminta ganti nyawa padamu." " Habis berkata ia terus melangkah ketengah pula dengan pedang terhunus.

"Biarpun nona dapat memainkan ke-49 jurus secara lengkap dan benar, tetap aku tidak mau mengakui Co-pikiam-hoat ajaran guruku adalah Siang-liu-kiam-hoat.”

Kim-leng melengak dan berhenti melangkah.

Liok-ma kegirangan melihat sang Siocia dapat dicegah menyerempet bahaya, tapi ia lantas bertanya: "Sebab apa?”

" Ia menyangka Peng-say sengaja mencegah permainan pedang si nona, maka ia bertanya dengan nada yang ramah dan pelahan. Soat Peng-say lantas menjawab: "Betapapun ruwetnya ilmu pedang didunia ini tetap dapat di ingat dengan baik, lalu dimainkan menurut apa yang telah dilihatnya. Tapi kalau tangan tidak memberi gerakan kunci ilmu pedangnya, melulu gerakan kosong saja tetap tiada gunanya.”

Sau Kim-leng menghela napas, ia putar balik dan duduk kembali di kursi tadi.

"Maaf, nona," kata Peng-say pula, "lantaran permainanmu tadi tiada satu jurus pun yang disertai gerakan kunci, sebab itulah meski permainanrmu tidak salah, namun hal itu tidak dapat menyatakan bahwa nona mahir memainkan Co-pi-kiam-hoat dan lebih2 tak dapat dijadikan bukti. Bilamana nona tetap ingin membuktikannya, maka silakan menguraikan beberapa kata kunci ilmu pedangnya, asalkan tepat beberapa kalimat diantaranya, maka percayalah aku.”

"Jangankan beberapa kalimat kuncinya, satu kalimat saja aku tidak tahu," jawab Sau Kim-leng sambil menggeleng.

"Hm, syukur nona mau bicara terus terang," jengek Peng-say, "pantas. . . .”

Mungkin lanjutannya adalah kata2 yang tidak enak didengar, makanya dia tidak menyambung.

"Silakan Kongcu bicara lebih lanjut," desak Kim-leng.

"Nona ingin mendengarnya?" tanya Peng-say.

"Ya, sekalipun kata2 mengejek dan menusuk perasaan.

tetap ingin kudengar." ujar si nona.

"Juga bukan kata2 mengejek. cuma waktu turun gunung, guruku telah memperingatkan agar jangan sembarangan memainkan Co-pi-kiam-hoat, sebab kalau dilihat oleh orang yang berhati tamak. bisa jadi orang akan berusaha menipu kunci rahasia ilmu pedang ini.”

"Kau kira kami ini orang semacam itu?" tanya Sau Kim-leng.

"Mana berani kubilang begitu, Co-pi-kiam-hoat yang tiada artinya ini masa terpandang dimata Pak-cay yang termashur"!" ujar Peng-say.

"Di mulut kau bilang tidak, tapi di dalam hati kau anggap aku bersekongkol dengan Liok-ma, sebab itulah kau tidak mau mengakui Co-pi-kiam-hoat adalah Siang-liu-kiam-hoat, begitu bukan?”

"Tidak, ilmu pedang ajaran guruku ini memang bukan Siang-liu-kiam-hoat," jawab Peng-say tegas.

"Apakah kau kuatir secara resmi kami minta kembali bilamana kau mengaku ilmu pedangmu itu adalah Siangliu-kiam-hoat?" tukas Liok-ma.

Terhadap si nenek Soat Peng-say tidak mau sungkan2, segera ia menjawab dengan ketus: "Aku kan sudah jatuh ditanganmu, apakah perlu kau bicara tentang resmi dan sebagainya, kan dapat kau gunakan kekerasan untuk memaksa pengakuanku.”

Mendongkol si nenek, katanya: "Apa susahnya untuk itu, tiba saatnya nanti masakah kau tidak bicara secara terus terang?”

Mendadak Kim-leng berseru: "Liok-ma, apakah aku akan kau bikin menjadi manusia yang tidak berbudi?”

"Cara bicara bocah ini terlalu kaku, bila tidak diberitahu rasa sedikit, tentu dia belum kenal kelihayan Pak-cay!" ujar Liok-ma.

"Soat-kongcu," Sau Kim-leng lantas berkata kepada Peng say, "janganlah kau anggap sungguh2 ucapan Liok-ma, sama sekali kami tidak bermaksud menipu atau memeras kunci rahasia ilmu pedangmu.”

Si nona bicara dengan sungguh dan setulus hati, tapi Soat Peng-say tetap tidak percaya, pikirnya: "Ah, jangan2 kau cuma manis di mulut tapi keji di hati. Kalian bilang Sau Cing-in menghilang selama 20 tahun, bahwa Co-pi-kiam-hoatku ini adalah Sian-liu-kiam-hoat pusaka keluargamu segala, hm, rupanya setindak demi setindak kalian hendak menjirat diriku agar kukembalikan ilmu pedang yang kalian katakan sebagai Siang-liu-kiam-hoat ini.”

Tadinya ia mengira Sau Kim-leng adalah seorang nona yang jujur dan perlu dikasihani, tapi sekarang sedikitpun dia tidak kasihan lagi padanya dan menganggap dia cuma pura2 saja. Dari air muka Peng-say yang guram itu, Kim-leng tahu apa yang dipikirkan anak muda itu pasti tidak menguntungkan pihaknya, diam2 ia menyalahkan cara bicara Liok-ma yang kasar itu sehingga menambah rasa curiga orang. Ia berusaha memberi penjelasan, katanya: "Keluarga Sau memiliki tiga macam ilmu pedang, masing2 bernama 'Huingai', 'Liu-jay' dan 'Hoa-hong'. Ketiga macam ilmu pedang ini hanya diturunkan kepada putera kandung sendiri dan tidak diajarkan kepada murid, bahkan anak perempuan sendiri juga tidak diajari. Siang-liu-kiam-hoat ciptaan ayahku bersumber dari ketiga macam ilmu pedang leluhur tadi, demi mentaati peraturan leluhur, maka cuma putera ayah saja yang boleh mendapatkan ajaran Siang-liu-kiamhoat. "Akan tetapi waktu ayah menghilang, ibu belum melahirkan seorang anakpun, sebab itulah selama ayah sendiri tiada orang kedua lagi yang tahu rumus Siang-liu-kiam-hoat, sedangkan kitab pusaka ilmu pedang tersebut juga hilang bersama dengan lenyapnya ayahku.”

"Hanya saja waktu ayah menciptakan ilmu itu, saking asyiknya beliau sering2 lupa makan dan lupa tidur, mendiang ibuku senantiasa mendampingi ayah, maka setiap gerakan dan setiap jurus ilmu pedang tersebut telah diingatnya dengan baik dan apal, bahkan dari serangan setiap juius, pada waktu diciptakan ayah pasti juga memberitahu kepada ibu, karena itulah ibu sendiri sangat memahami Siang-liu-kiam-hoat, baik gerakannya, nama setiap jurusnya dan daya serangannya. semuanya diketahuinya dengan jelas, namun rumusnya sama sekali tidak paham. "Tahu permainannya tanpa memahami rumusnya, tentu saja tidak banyak gunanya, namun ibu tidak mau tanya kepada ayah, andaikan ditanyakan juga ayah takkan memberitahu mengingat petuah leluhur. Setelah ayah menghilang, ibu telah mencarinya hingga belasan tahun dan tidak bertemu, namun beliau belum lagi putus asa, cuma sayang kesehatan ibu lantas terganggu sehingga tidak sanggup mencari jejak ayah lagi, tugas pencarian itupun lantas diserahkan kepadaku.

"Cuma aku dilahirkan setelah ayah menghilang, selama ini belum pernah kukenal muka ayah, lalu cara begaimana aku mencarinya. andaikan bertemu muka juga tidak kenal dan usaha pencarian tentu akan sia2 belaka. Apalagi menghilangkan ayah bersangkutan dengan kitab pusaka Siang-liu-kiam-hoat, hanya melalui pencarian kitab pusaka itulah jejak ayahku dapat ditemukan.

"Mungkin ibu menyadari hidupnya tak tahan lama lagi, maka beliau lantas memberitahukan nama dan gaya permainan Siang-liu-kiam-hoat itu kepadaku. bahkan dimainkannya dihadapanku meski dalam keadaan sakit, supaya aku dapat mengingat seluruh teori dan praktek Siang-liu-kiam-hoat itu. Pada saat ibu mangkat, beliau memberi pesan wanti2 agar selama hidupku ini harus mencaritahu kemana menyhilangnya ayah, tapi sejauh ini belum kutemukan sesuatu petunjuk apapun meski setiap tahun sekali aku pasti meninggalkan gunung ini untuk melakukan penyelidikan. Sampai hari ini . . . . “

"Karena melihat aku dapat memainkan ilmu pedang yang serupa Siang-liu-kiam-hoat, maka kau kira ada petunjuk yang dapat menemukan jejak ayahmu, begitu bukan?" sela Soat Peng-say.

"Ya, maka kumohon Kongcu sudi membantu!" Kim-leng memohon dengan sangat.

Peng-say menggeleng. katanya: "Jangankan aku tidak dapat memberi bantuan apa2, andaikan bisa. . ." dia merandek dan tidak meneruskan.

"Jangan2 kau kuatir Leng-hiang-cay akan bertindak sesuatu yang tidak menguntungkan gurumu?" tanya Sau Kim-leng.

Memang inilah yang dikuatirkan Soat Peng-say. Ia pikir Sau Cing-in sudah hilang lebih 20 tahun, besar kemungkinan sudah mati, bilamana kematiannya berhubungun langsung dengan kitab pusaka Siang-liu-kiamhoat, maka orang yang mendapatkan kitab pusaka itu mungkin juga si pembunuh Sau Cing-in, jika keluarga Sau berhasil menemukan orang itu, mustahil urusan ini dapat didamaikan dan bila Soat Peng-say membantu mereka, bukanlah ini berarti dia membikin celaka gurunya sendiri”

Sudah tentu Ping-say tak dapat mengakui kekuatirannya itu, jawabnya sambil menggeleng: "Tidak, Co-pi-kiam-hoat guruku jelas bukan Siang-liu-kiam-hoat!”

"Alasanmu tetap menyatakan Co-pi-kiam-hoat bukan Siang-liu-kiam-hoat, apakah lantaran tiada satu jurus Co-pi-kiam-hoatmu itu dapat mengalahkan Liok-ma?" tanya Kim-leng.

"Ya, boleh dikatakan begitu," jawab Peng-say.

"Sebabnya tak dapat mengalahkan Liok-ma dengan satu jurus adalah karena yang diperoleh gurumu hanya setengah bagian dari kitab Siang-liu-kiam-hoat!”

"Darimana kau tahu?" tanya Peng-say.

"Coba Kongcu terka, sebab apa kukatakan ketiga jurus serangan gabungan kedua pedangmu itu masih selisih sangat jauh?”

"Dan harus ditambah lagi satu kalimat, kacau balau!”

tukas Peng-say dengan menyengir.

"Untuk itu hendaklah Kongcu sudi memberi maaf," kata Kim-leng dengan menyesal. "Bukan maksudku meremehkan kesanggupan gurumu, padahal boleh dikatakan tidak mudahlah bagi gurumu yang cuma mempunyai lengan satu, tapi dapat menciptakan ketiga jurus serangan gabungan dua pedang itu.”

Peng-say terkejut. "Da. . .darimana kau tahu guruku hanya mempunyai lengan satu?" tanyanya cepat.

"Kalau tidak lengan satu, mengapa Kongcu memainkan gerak serangan dua pedang, tapi yang digunakan hanya tangan kiri saja?" kata Kim-leng. "Maka jelaslah gurumu adalah seorang yang cuma berlengan satu, dan jurus serangan dua pedang yang diciptakan orang yang buntung sebelah tangannya dengan sendirinya juga cuma cocok digunakan dengan satu tangan saja.”

Mau-tak-mau Soat Peng-say mengangguk, katanya: "Ucapan nona memang betul, ketiga jurus serangan gabungan dua pedang yang diciptakan guruku itu bila kugunakan dengan kedua tangan, jadinya malah tidak sehebat bilamana kumainkan dengan satu tangan.”

"Apakah Kongcu tahu sebab apa gurumu menciptakan ketiga jurus serangan itu dengan menggunakan pedang ganda?" tanya Kim-leng.

Peng-say menggeleng, jawabnya: "Hal ini akupun tidak tahu. Tadinya kukira ilmu pedang yang dilatih Suhu melulu terdiri dari tiga jurus itu saja dan harus digunakan dengan dua pedang. Tapi ketika Subu mengajarkan ketiga jurus itu padaku, beliau bilang ketiga jurus itu adalah hasil ciptaannya selama berlatih belasan tahun, maka aku dipesan menyelaminya lebih mendalam. Waktu itu akupun heran mengapa Suhu mencari susah sendiri dengan ilmu pedang ciptaannya yang aneh itu.”

"Orang berlengan satu justeru menciptakan permainan pedang ganda, setiap orang pasti akan menganggap penciptanya itu mencari susah sendiri," kata Kim-leng.

"Tapi kalau Kongcu percaya pada keteranganku, tentu kau takkan ragu2 lagi.”

"Percaya apa?" tanya Peng-say.

"Percaya bahwa gurumu hanya mendapatkan setengah bagian dari kitab pusaka Siang-liu-kiam-hoat milik ayahku,”

kata Kim-leng. Karena ingin tahu sebab-musababnya, Soat Peng-say tidak lantas menyangkalnya, katanya: "Coba jelaskan lebih lanjut.”

"Kitab pusaka Siang-liu-kiam-hoat itu terdiri dari dua bagian, satu kiri dan satu kanan, satu depan dan satu balik, satu 'Yang' dan satu 'Im', hal inipun diketahui oleh Liok-ma," tutur Sau Kim-leng.

-ooo0dw0ooo- 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar