Manusia Aneh Dialas Pegunungan Bab 23

Bab 23

Bukankah atas kehadiran Ki Go-thian ke Ciokyong-hong ini kecuali kita berdua, orang lain tiada yang mengetahui” tutur Jun-yan perlahan.

Dan kalau kau unjukkan asal usul dirimu penyamaran kita sekarang ini, boleh jadi kita akan celaka.

Baiklah, Enci Jun-yan, pasti aku akan berlaku hati2, sahut A Siu.

Habis itu, dia putar kudanya dan ikut pendatang lain keatas gunung.

Jun-yan sendiri terus keprak kudanya menyusur lembah pegunungan itu.

Tapi jalannya menjadi berliku-liku terpaksa ia melompat turun dari kudanya, dia tambat binatang itu disuatu pohon, lalu melanjutkan dengan berjalan kaki.

Hong san Koay Khek “

Sebabnya Jun-yan tidak mau terus menuju Ciok-yong-hong, sebenarnya adalah karena terbayang oleh sipemuda sastrawan yang menggodanya ditelaga Se oh itu.

Ia pikir alangkah sedapnya apabila dapat mencari tempat yang sepi untuk duduk melamun mengenangkan orang yang tanpa merasa telah mencuri hatinya itu.

Maka ia melanjutkan langkahnya tanpa tujuan, sehingga hari sudah petang, sampailah disatu lembah yang suasananya terasa aneh, tatkala itu bulan sabit sudah menongol diujung langit, hingga menambah sekitarnya terlebih seram.

Ia melihat sekelilingnya sunyi senyap, hanya gemercik sebuah sungai kecil yang mengalir pelahan merupakan suara satu-satunya dalam suasana seakan-akan membeku itu.

Jun-yan melihat sungai itu mengalir lewat dua tebing yang curam.

Dalam keadaan remang2, mendadak Jun-yan tertarik oleh dua hurup besar yang terukir didinding tebing itu, hurup2 itu adalah Su-kok atau Lembah kematian.

Hati Jun-yan ber-debar2 melihat tulisan itu, tanpa merasa Tun-kau-kiam dilolosnya.

Ia lihat dibawah hurup besar itu tertulis pula sebaris hurup yang lebih kecil, maksudnya: Disanalah Lembah kematian, siapa yang masuk takkan bisa keluar.

Diam2 Jun-yan menjengek, mungkin siapa yang jahil sengaja mengukir tulisan itu disitu, masakan lembah sunyi begitu diberinya nama Lembah kematian , padahal bila benar2 tempat itu berbahaya, masakan selama ini tidak pernah didengarnya dari sang guru, terutama Jing-ling-cu yang bertempat tinggal dipegunungan ini” Ia melihat dinding gunung itu ada sebuah batu besar diatas mendatar rata, kalau dibuat merebah dan melamun, rasanya sangat tepat.

Karena ingin tahu, segera ia melompat ke atas batu itu, terbayang olehnya kelakuan Sasterawan diatas perahu yang sedang mengulet dan menguap itu, tatkala mana orang sama sekali tak menarik perhatiannya, siapa tahu sekarang justru terkenang.

Selagi pikirannya terbenam lamunan yang aneh itu, tiba2 ia merasa tengkuknya seakan2 ditiup dari belakang, cepat ia berbangkit, tapi tiada seorangpun terlihatnya.

Tanpa merasa ia mengkirik, apalagi dibawah sinar bulan yang remang2 tapi kembali tiupan angin itu terjadi lagi.

Ia coba meneliti dibelakang batu itu, maka tahulah ia kemudian, ternyata dibelakang batu yang mepet tebing itu ternyata ada sela-selanya.

Ia coba tempelkan jarinya kesela-sela itu ternyata tiupan angin yang dingin.

Nyata dibalik batu itu ada lobangnya.

Hong san Koay Khek “

Ia menjadi heran dan curiga, ia mencoba korek lobang itu dengan pedangnya, benar saja disitu ada sebuah goa yang ditutup dengan batu besar, lekas-lekas ia melompat turun, batu itu didorongnya, karena beralaskan pasir, maka batu itu dengan mudah lantas menggeser, maka tertampaklah sebuah gua yang gelap gulita, segera terasa pula angin dingin meniup keras dari dalam gua.

Ia bertambah heran, masakan angin meniup keluar dari dalam gua, dan bukan meniup kedalam, jika begitu tentu gua ini bertembusan dengan sebelah sana.

Ia hendak menyalakan api, tapi api selalu sirap oleh angin itu.

Padahal di dalam gua terlalu gelap.

Segera ia tabahkan diri, dengan pedang terhunus ia menerobos kedalam gua itu.

Gua itu ternyata hanya cukup dilalui seorang saja, dengan kedua belah dindingnya basah dengan penuh lumut.

Syukur dengan berkat sinar kemilau pedangnya Tun-kau-kiam lapat lapat sekedar dapat dibuat penerangan.

Benar juga tidak diantara lama, ia telah menembus kebalik gua sana, diatas langit bulan remang2, bintang ber-kelip2, nyata ia telah berada diudara terbuka lagi.

Malahan terdengar pula diatas karang sana ramai dengan suara berisik orang.

Jun-yan menjadi heran.

Tapi segera ia paham, tentu diatas situ adalah Ciok-yong-hong, dimana Jing-lingcu hendak mengadakan pertemuan dengan para jago silat, dan suara berisik itu orang yang berbondong2 datang memenuhi untuk memenuhi undangan itu.

Tiba2 Jun-yan mendengar suara pluk-pluk yang tidak terlalu keras, waktu ia memandang kedepan, ia lihat disana sebuah kolam lumpur penuh tumbuh-tumbuhan aneh, suara pluk-pluk itu keluar dari dasar lumpur, ditengah kolam lumpur itu ada sebuah batu besar hingga seperti pulau kecil, diatas batu itupun penuh lumut dan cendawan yang ber-macam2.

Hati Jun-yan tergerak melihat itu, ia menjadi ingat cerita Jin-ling-cu dahulu tentang diketemukannya manusia aneh didasar lembah itu, Jangan2 inilah yang diketemukannya orang aneh itu “ pikir Jun-yan.

Mendadak ia tertarik oleh beberapa tempat diatas batu yang kelihatan bersih dari lumut, ia menjadi heran, ia coba mendekati, ternyata lumut yang tumbuh disitu memang sudah bersih dikorek orang, malahan sebagai gantinya terdapat beberapa hurup Jingkin , yang terang digores dengan tenaga jari.

Goresan tulisan itu sudah sangat dikenal Jun-yan, yaitu mirip seperti tulisan dicarik kertas yang ditinggalkan orang aneh ketika memberikan Pek-lin-to dan mencurikan Hong san Koay Khek “

kapal jamrut dahulu.

Dari goresan hurup diatas batu itu Jun-yan bertambah yakin bahwa tempat itu memang bekas tempat tinggal manusia aneh.

Teringat pada orang aneh itu, Jun-yan merasa nasib orang harus dikasihani, baiknya sekarang Jin-ling-cu sudah mengundang semua jago silat ke Ciok-yong-hong ini untuk mengenalinya, kalau melihat bekas tempat tinggalnya yang banyak goresan hurup Jing-kin ini, boleh jadi disekitar gua ini masih dapat diperoleh tanda2 lainnya, bukankah untuk mengenali asal usul orang aneh itu akan jadi lebih gampang “ Karena itu Jun-yan masuk kedalam gua itu lagi untuk meneliti dalamnya.

Sungguh tak tersangka olehnya bahwa hampir ia terkubur benar benar didalam lembah kematian sesuai dengan nama pegunungan itu..

Sementara itu A Siu yang mengikuti orang banyak menuju ke Lo-kun-tiau dipuncak Ciok-yong-hong itu sudah sampai ditempat tujuannya.

Ia lihat kuil itu tidak terlalu megah, tapi cukup angker, ditanah lapang depan kuil itu tampak baru dibangun belasan rumah atap, agaknya disediakan untuk kediaman darurat para tamu undangan.

Disitu ternyata sudah tidak sedikit tamu yang datang lebih dahulu.

Sebelum tiba sepanjang jalan A Siu sudah mengawasi kian kemari, untuk berhadapan dengan orang banyak itu dapat dilihatnya Ti-put cian.

Kelakuannya yang lucu banyak menimbulkan heran bagi semua orang, tapi nampak A Siu berdandan sebagai pemuda sastrawan, orangpun tidak banyak ambil perhatian.

Sebenarnya A Siu sudah janji dengan Jun yan akan tutup mulut, sekalipun sudah ketemu dengan Ti Put-cian.

Tapi ketika sudah sampai di Ciok-yong-hong, pesan Jun-yan sudah dilupakan semua.

Ia lihat didepan kuil sama berdiri seorang imam tua para pengunjung itu satu persatu maju menyapa dan memberi salam padanya.

A Siu pikir tentu itulah Jing-ling-cu yang menjadi tuan rumah dalam pertemuan besar ini.

Kehadiran Ti Put ciang kesini, kalau ditanyakan pada imam itu pasti akan diketahui dengan jelas.

Segera iapun maju kehadapan imam itu dan menyapa sambil memberi hormat: Apakah Totiang Jing-ling-cu adanya” Cayhe memberi hormat disini.

Imam itu memang benar ketua Hing-san-pay tuan rumah dari Lo-song-tian, yaitu Jing-ling-cu adanya.

Ketika mendadak melihat pemuda ganteng dengan sorot mata tajam suatu tanda Lwekangnya yang tinggi, Jing-ling-cu menjadi heran darimanakah Hong san Koay Khek “

tiba2 muncul satu jago muda yang begini hebat, maka cepat jawabnya: Ah, terima kasih atas kunjungan Hengtay, pinto memang benar bergelar Jing-ling-cu dan Siauko ini..

Jing-ling Toheng, Siauko ini bernama Kah loji! tiba2 seorang menyanggapi dari samping.

Ternyata orang yang menyela itu bukan lain adalah Liok Hap-tongcu Li Pong yang sudah mendekati mereka.

Jing-ling-cu bertambah heran, masakan seorang jago muda yang begitu ganteng, suatu nama saja tidak ada, tapi pakai panggilan menurut urut2an, ia pikir didalamnya pasti ada apa2nya, maka katanya kemudian : O, kiranya Kaheng adanya silahkan masuk dan istirahatlah seadanya ! habis itu ia sibuk menyambut tamu yang lain lagi.

A Siu pikir Li Pong adalah sahabat baik Jing-ling-cu, pergaulannya luas, pengalamannya banyak, kalau tanya tentang Ti Put-cian kepadanya, tentu ia bisa memberi keterangan.

Maka orang tua itu hendak segera dihampirinya, namun baru ia memutar atau Li Pong sudah mendekatinya lebih dulu sambil menyapa : Kah-laute, apakah saudaramu tidak ikut datang” Melihat orang tua itu sangat peramah, cepat jawab A Siu : Ia sudah datang, cuma masih banyak tempo, sementara ini ia masih menikmati pemandangan indah pegunungan ini, sebaliknya aku ingin sekali mencari seseorang, maka datang kemari lebih dulu.

Memangnya Li Pong ingin tahu asal usulnya A Siu dan Jun-yan, mendengar ada seseorang yang hendak dicarinya, segera tanyanya : Eh, entah siapakah yang hendak Ka-laute cari “ Ia she Ti bernama Put-cian, orang Kang ouw menjuluki dia Kang Lam-it-ci-seng, sahat A Siu.

Li Pong menjadi terkesiap, pernah beberapa kali ia melihat Ti Put-cian, orangnya memang tampan, tapi kelakuannya sama sekali tidak dipuji.

Entah Kah-loji ini untuk apa hendak mencarinya “ Kemudian iapun menjawab : Agaknya tiada kelihatan bayangannya bahwa Ti Put-cian disini, hanya dua tahun yang lalu pernah kuberjumpa dengan dia.

A Siu menjadi kecewa dan Li Pong bertambah heran.

Ia pikir mungkin Ti Put-cian yang terkenal jahat itu telah berbuat sesuatu dosa apa, maka Kah-loji hendak mencari Hong san Koay Khek “

dan bikin perhitungan dengan dia.

Sudah tentu tak terpikir olehnya bahwa Kah-loji dihadapannya ini justru satu gadis jelita yang putih bersih tapi kesengsem dan merindukan Kam Lam it-ci-seng Ti Put-cian yang jahat laknat itu.

Apakah mungkin hadir kesini, Li-locianpwe “ tiba2 A Siu bertanya pula dengan sipatnya yang polos.

Susah dipastikan, sahut Li Pong ragu2.

Tapi biasanya Ti Put-cian itu berkeliaran di daerah Kanglam, sekarang tidak sedikit tokoh2 Kanglam yang lagi duduk2 mengobrol didalam, jika Kah-laute suka mencari keterangan pada mereka, tentu akan diketahui jejaknya.

Segera A Siu menerima usul itu lalu ikut menuju keruangan belakang, lantas terdengarlah suara gelak tawa yang ramai didalam.

Ketika A Siu ikut Li Pong melangkah masuk ruangan kamar itu, terlihatlah ditengah duduk lelaki jelek bermuka walang yang dijumpainya ditengah jalan itu lagi ter-bahak2 suaranya yang nyaring melengking.

Didepannya duduk seorang Nikoh atau paderi wanita yang berwajah welas asih, tangannya memegang sebatang kebut.

Disamping mereka duduk lagi dua orang, satu lelaki dan yang lain wanita.

Yang lelaki berjidat lebar, penuh berewok sangat gagah, sedang yang wanita kira-kira berusia lima puluhan tahun, kurus kering badannya, dari mukanya kelihatan bukanlah orang jahat.

Disebelah lagi duduk dua orang, juga satu lelaki dan seorang wanita.

Yang lelaki berperawakan pendek, bermuka cemberut mirip rupanya orang kematian.

Sedang yang wanita tinggi besar itu kulitnyapun juga yang sudah keriput, rambutnya ubanan, mukanya juga bersengut seakan2 orang menagih utang, tapi tidak berhasil.

Diantara mereka terdapat pula seorang Thauto atau Hwesio yang berambut, kepalanya sebesar gantang, wajahnya merah ber-seri2, duduknya bersandar tiang.

A Siu mengerling sekeliling atas dari semua orang itu, ia merasa silelaki jelek bermuka walang dan Nikoh tua itulah yang kelihatan Lwekangnya yang paling hebat, sedang yang lain biasa saja baginya.

Kemudian satu persatu Li Pong memperkenalkan padanya kepada A Siu.

Ternyata Thauto itu adalah Thi-thau-to sipaderi kepala besi dari Ngo-tai-san.

Ilmu Lwekangnya sudah mencapai tingkatan yang tinggi.

Lelaki berewok dan wanita kurus kering itu Hong san Koay Khek “

bukan lain yalah Tai-lik-sin Tong Po bersama isterinya Tay-jing-siancu Cio Ham.

Lelaki pendek dan wanita tinggi bermuka cemberut itu masing2 adalah Ok Hua to Ciok Katsing dan Li-pian-jiok Sian Tim, keduanya juga tokoh persilatan juga mahir ilmu pertabiban, maka mereka diundang oleh Jing-ling-cu dengan maksud, kalau perlu supaya bisa mengobati manusia aneh yang cacat itu.

Sedang lelaki yang bermuka walang itu sudah kenal A Siu sebagai Hwe Tek dan Nikoh tua itu ternyata satu diantara kedua paderi sakti dari Go-bi-san yang terkenal dengan ilmu Ji-lay-it-ci, tutukan dengan jari sakti namanya Boh-hoat Suthay.

Ketika semua orang mula2 melihat Li Pong membawa masuk seorang pemuda, semua orang merasa heran.

Tapi demi nampak tindakan A Siu yang kokoh kuat, sinar matanya yang tajam semua orang bertambah aneh oleh pemuda yang lihay ini.

Sesudah Li Pong memperkenalkan, kemudian katanya pula, Kah-heng ini ingin mencari keterangan satu orang.

Dalam hal ini rasanya Tong-heng akan lebih mengetahui.

Siapakah yang dia tanya, tentang urusan apa “ tanya Tong Po.

Ia ingin tahu jejaknya Kang Lam-it-ci-seng Ti Put-cian, sahut Li Pong.

Mendengar nama itu disebut, wajah Tay-lik-sin Tong Po mendadak berdiri dan berseru : Apakah Ti Put-cian hadir kemari “ Tidak, tapi Kah-heng justru lagi mencarinya, sahut Li Pong.

Perawakan Thay-jing-siancu Cio Ham yang kurus kering tinggi gala bambu itu tingginya, ternyata melebihi sang suami.

Dengan wajah merah padam mendadak dia berteriak kearah A Siu: Kau pernah apanya Ti Put-cian, untuk keperluan apa kau mencari dia” Diam2 A Siu pikir, kenapa wanita kurus ini begitu galak” untuk sejenak ia ragu2 cara bagaimana dia harus menjawabnya, sahutnya kemudian: Aku adalah sobat baiknya.

Lau Tong, seru Cio Ham kepada sang suami, akhirnya dapatlah kita menemukan dia! Tong Po mengangguk, sudah tentu orang semua yang hadir disitu tidak paham apa yang sudah terjadi dan apa maksud kata2 Cio Ham itu.

Hong san Koay Khek “

Bagus sekali, orang she Kah, jika memang kau sobat baik sikeparat Ti Put Cian itu, sekarang juga ingin kami tanya kau kejadian dua bulan yang lalu, dua murid kami terbunuh di dekat Tinkang itu, kau ikut serta tidak” tanya Cio Ham sambil melangkah maju.

Karuan A Siu bingung.

Dar .

darimana aku tahu” sahutnya kemudian dengan tidak lancar.

Cio Ham menjadi gusar.

Masih berani kau pura2 tidak tahu, apabila kau mengaku sobat baik dengan Ti Put-cian, tentu kaupun bukan manusia baik2, bentaknya sembari ulur tangannya terus mencengkeram.

Tenaga cengkeraman itu ternyata keras sekali, hingga membawa angin mendesing, sedang Li Pong terus berseru : Enso Tong, ada urusan apa, terangkanlah dahulu, jangan buru2 turun tangan ! Untuk sejenak Cio Ham berhenti, katanya dengan muka merah padam : Kedua murid kami dua bulan yang lalu telah terbinasa ditangannya Ti Put-cian, sebelum ajalnya, mereka sempat mengirim berita pada kami bahwa musuh yang membokong mereka adalah Ti Put cian beserta seorang kawannya, jika begitu, siapa lagi kawannya itu kalau bukan bocah sekarang ini “ Apakah sakit hati membunuh murid harus kudiamkan begini saja “ Li Pong menjadi bungkam mendengar alasan itu.

Sebaliknya silelaki jelek bermuka walang itu tiba2 ter-kekeh2 dan berkata : Aha, muridnya sendiri yang tak becus, pembunuh biang keladinya tak diketemukan, sekarang malah merecoki pada seorang yang belum pasti diketahui berdosa atau tidak ! Cio Ham menjadi murka, muridnya dibunuh orang, masih di-olok2, ia tertawa dingin dan menyahut: Lo-mo-thau (iblis tua), kau membual apa “ Kembali lelaki jelek bernama Hwe Tek itu terkekeh-kekeh katanya: Alangkah garangnya lagakmu! Apa kau sangka orang mudah kau robohkan” Cobalah kalau kau tak percaya, kalau kalian suami istri berdua mampu mengalahkan anak muda ini, aku terima menjura tujuh likur kali padamu ! Hm, Lo-mo-thau, kau benar2 memandang rendah pada kami! jengek Cio Ham.

Habis ini mendadak berseru: Lo Tong! Hong san Koay Khek “

Rahasia Tong Po takut bini sudah bukan rahasia lagi dikalangan kangouw, maka demi mendengar panggilan istrinya itu, cepat ia mengia dan melompat maju.

Mari kita jajal bocah ini kepelataran depan sana, kata Cio Ham pula.

Melihat orang sungguh2 hendak bergebrak dengan dia, A Siu menjadi gugup, ia menggoyang-goyang tangannya sambil berkata, Kita selamanya tidak kenal, tanpa dendam takkan sakit hati! habis berkata, sekali tubuhnya melesat, segera bermaksud undurkan diri.

Namun baru sedikit badannya bergerak, tahu2 Cio Ham sudah mendahului membentak: Jangan lari! berbareng itu, pedang sudah dilolosnya dan menghadang diambang pintu.

Melihat kesebatan dan gerak senjatanya yang lihay, A Siu tak berani sembrono, ia mundur selangkah, lalu menegur.

Sudah kukatakan kita tiada bermusuhan apa2, kenapa kau memaksa aku turun tangan “ Justru aku ingin kau turun tangan! teriak Cio Ham sambil ayun pedangnya dengan cepat dan kencang, sinar pedang kemilauan menyilaukan mata.

Akan tetapi A Siu tidak ingin berkelahi dengan orang, ia terus mundur hingga tanpa merasa telah mundur sampai didepan kursi silelaki jelek bernama Hwe Tek itu.

Ketika ia hendak mundur lagi, ternyata dari belakang se-akan2 ditahan oleh selapis tembok kuatnya.

Ia melengak, ketika melirik, kiranya Hwe Tek itu masih duduk tenang ditempatnya, hanya sebelah telapak tangannya sedikit membalik mengarah kepunggungnya A Siu, dengan sorot mata tajam sedang menatap padanya.

Maka tahulah A Siu tenaga kuat yang menahan dari belakang terang keluar dari tangan Hwe Tek itu.

Ia menjadi terkejut, memang sejak bertemu ditengah jalan, ia sudah melihat Lwekang lelaki jelek ini luar biasa, tatkala iapun menjawil A Siu agar berlaku hati-hati, kini dugaannya itu ternyata tidak salah.

Hong san Koay Khek “

Dan karena ditolak dari belakang, terpaksa A Siu berulang kali mesti menghadapi bahaya, ia berkelit kian kemari oleh serangan Cio Ham yang sementara itu sudah dilontarkan.

Tapi A Siu dapat menghindarkannya dengan enteng dan manis sekali.

Ilmu pedang yang dimainkan Cio Ham itu terkenal sebagai Thay-jing-kim-hoat , anehnya setiap kali serangan tampak hampir mengenai sasaran, selalu A Siu dapat menghindar dengan cepat dan enteng seperti gontai pergi oleh angin serangannya.

Lama2 Cio Ham menjadi gemas.

Tiba2 ia getarkan pedangnya hingga mengeluarkan sinar gemilapan; seketika A Siu seperti terkurung didalam sinar pedangnya, tampaknya asal sekali tusukan pedang dilontarkan, pasti A Siu akan mengalami nasib malang.

Nampak keadaan itu, tanpa pikir Li Pong sudah lantas lolos golok pusakanya Peklin-sin-to dan Boh-hoat-suthay juga angkat kebutnya dengan maksud hendak menolong A Siu.

Tak terduga, tiba2 bayangan orang berkelebat, tahu2 A Siu sudah menyelinap keluar dari kurungan sinar senjata itu, anehnya tak kelihatan dari arah mana A Siu menerobos keluar.

Karuan semua orang tercengang, sungguh tidak tersangka dengan ilmu pedangnya Cio Ham yang terkenal lihay dan tampaknya A Siu sudah terkurung oleh sinar senjatanya itu, tapi tahu2 bisa loloskan diri, sampai seujung bajunya saja tidak sobek, maka dapatlah dibayangkan betapa hebat Ginkang atau ilmu mengentengkan tubuh bocah itu.

Maka tak mau mereka pun berseru memuji.

Tentu saja Cio Ham tambah sengit, dengan gusar teriaknya : Anak busuk, tidak lekas kau lolos senjata, jangan salahkan aku jika kau sebentar badanmu berlubang! Sudah kukatakan tidak bermaksud berkelahi dengan kau, darimana aku punya senjata “ sahut A Siu tenang.

Ternyata jawaban yang tulus itu telah disalahartikan sebagai ejekan oleh Cio Ham, tanpa berkata lagi ber-runtun2 ia melontarkan serangan lagi beberapa kali.

Akan tetapi masih tetap A Siu menghindarkan tanpa balas menyerang.

Keparat, terimalah serangan ini! teriak Cio Ham pula, dengan geram cepat pedangnya menebas.

Namun dengan sebat dan enteng sekali A Siu tergontai pergi hingga saking cepatnya pedang Cio Ham menyerempet tiang disamping A Siu.

Sungguh hebat serangan itu, sedikit berayal saja tubuh A Siu mungkin sudah terkutung.

Hong san Koay Khek “

Semua orang menjadi ter-heran2 pula melihat gerakan A Siu yang lincah dan aneh itu.

Walaupun disitu hadir jago silat dari berbagai golongan, tapi tiada satupun yang mengenali dari aliran mana ilmu silat A Siu itu.

Maka baru sekarang mereka mau percaya olok2 Hwe Tek tadi, memang nyata, kalau mau sungguh2 A Siu sudah dapat mengalahkan Cio Ham.

Diluar dugaan, mendadak A Siu melompat kesamping lalu berseru: Sudahlah cukup, baiklah aku mengaku kalah saja! Karuan semua orang ternganga heran, lebih2 Cio Ham yang tahu jelas yang tak mampu menyenggol seujung rambut lawannya tapi mengapa tiba2 lawannya itu terima mengaku kalah” Untuk sesaat ia menjadi tertegun ditempatnya.

Aha, teranglah dia bukan manusia sebangsanya It-ci-seng Ti Put-cian, harap Enso Tong dapat berlaku bijaksana, lekas2 Li Pong berusaha meredakan suasana tegang itu.

Haha, bocah ini terang memiliki kepandaian yang sangat tinggi, mengapa dia berlaku sungkan2” Biarlah aku menjajalnya, seru Hwe Tek tiba2 sambil melangkah maju.

Habis ini ia menanya pula kepada A Siu: Bocah, siapakah gurumu “ Hai, Lo-mo-thau, orang begitu muda, dengan pamormu, masakan kau akan bergebrak dengan dia” seru Li Pong tiba-tiba.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar