Manusia Aneh Dialas Pegunungan Bab 22

Bab 22

Sementara itu hari sudah sore, sinar mata sang surya diwaktu senja menyorot indah diair telaga yang biru ke-hijau2an itu, namun Jun-yan berdua tiada pikiran buat menikmati keindahan pemandangan itu mereka terus langsung menuju ketempat pagi tadi, mereka melihat ditepi telaga sana masih tertambat sebuah perahu yang dikenalnya sebagai perahu lelaki sastrawan baju hijau itu, malahan diatas perahu itu masih ada seorang yang kelihatan masih sibuk entah apa yang sedang dikerjakan.

Hai, keparat, bagus sekali perbuatanmu.

Ya! teriak Jun-yan sebelum dekat.

Hong san Koay Khek “

Tapi sesudah dekat, ia menjadi melongo, karena orang diatas perahu itu ternyata seorang kacung berumur belasan tahun, maka cepat tegurnya dengan nada lain: He, kau bocah ini lagi kerja apa disini” Kacung itu tidak menjawab, tapi matanya berjelilatan mengawasi Jun-yan berdua, kemudian baru buka suara: Apakah kalian ini berdua masing2 bernama Say Thio-hui dan Giok Bin-long-kun” Seketika Jun-yan dan A Siu melengak oleh pertanyaan itu.

Tapi bila dipikir lagi, segera merekapun sadar duduknya perkara, tentu ketika mereka berunding tentang menyamar diatas perahu, rahasianya telah didengar oleh sastrawan itu, dan jika begitu, orang yang mencuri lebih terang lagi juga sastrawan itu.

Aku menanya dimana majikanmu, kenapa kau cerewet” bentak Jun-yan lagi tak sabar.

Tunggu sebentar, nona, memang aku ditugaskan menyambut kedatangan kalian, ujar kacung itu tertawa.

Habis itu, kembali ia sibuk mengurusi kerjanya tadi, ia mengangkat sebuah Khim kuno, sebuah anglo yang kecil mungil, seperangkat alat2 minum komplit dengan teko dan cangkir yang indah.

Semuanya itu diboyongnya kedaratan dan diletakkan didalam dua keranjang, lalu dipikulnya dan berjalan didepan mendahului Jun-yan, sambil menyanyi2 kecil.

Dengan mendongkol Jun-yan berdua ikut dibelakang kacung itu.

Tidak terlalu lama, ketika hari sudah remang-remang, tibalah mereka sampai di suatu gubuk yang terletak ditepi sebuah sungai kecil.

Tampaknya atap gubuk itu masih baru, agaknya belum lama dibangun.

Sudah sampai, silahkan kalian masuk, kata sikacung.

Gubuk itu ternyata dikitari pagar bambu, didalam pekarangan tertanam aneka warna bunga yang indah.

Waktu Jun-yan ikut melangkah masuk kedalam, ia lihat keadaan dalam rumah sederhana saja, diujung timur sana sebuah dipan di-aling2 pintu angin dari anyaman, diruangan sebuah meja lengkap dengan alat2 tulis, diterangi sebuah pelita yang ber-kelip2.

Ketika tidak melihat majikannya disitu, kacung itu coba berseru memanggilnya, tapi tiada sahutan.

Tiba2 dilihatnya diatas meja tulis terdapat sehelai surat, disamping surat itu terletak sebuah pedang terbungkus kain sutera merah.

Hong san Koay Khek “

Cepat kacung itu ambil kertas surat itu, sesudah dibaca sekedarnya, segera ia sodorkan kepada Jun-yan.

Waktu Jun-yan membaca surat itu tertulis : Nona Jun-yan yang terhormat, Pencurian Kiam dan Leng ini melulu bergurau belaka, sebagai timpalan olok2 nona siang tadi.

Sebenarnya kedatangan nona sangat kunantikan sekedar memenuhi kewajiban tuan rumah, tetapi sayang, karena keperluan harus segera berangkat tak sempat menunggu, harap dimaafkan.

Kiam dan Leng lengkap berada di sini, harap nona terima kembali dengan baik.

Cuma sayang Leng tulen, tapi Kiam tiruan, sayang! Surat ini ternyata tidak dibubuhi tandatangan pengirimnya, dibawah tertulis seekor burung belibis serta beberapa pucuk rumput egel2.

Untuk sesaat Jun-yan ter-mangu2 ia merasa ilmu silat sastrawan itu sebenarnya susah diukur, mengingat mencuri barangnya tanpa berasa, pula sekarang ternyata gaya tulisannya begitu indah, nyata orang itu serba pandai, silat dan surat.

Diam-diam iapun menyesal tak bisa berjumpa dengan orangnya.

Kiam dan Leng ini sudah kuambil kembali, marilah kita kembali, katanya kemudian.

Tapi sebelum melangkah keluar, tiba2 ia menanya sikacung : Eh, siapakah nama majikanmu” Ternyata kacung itu hanya menggeleng kepala tanpa menjawab.

Jun-yan menjadi masgul.

Sungguh aneh, hatinya yang polos tiba2 timbul semacam perasaan gegetun.

Dengan rasa hampa ia ajak A Siu pulang kehotel.

Besok paginya, Jun-yan sudah pulih akan kelincahannya.

Ia merasa senang apabila terpikir sesudah menyamar dan sampai di Hing-san ia akan dapat menggoda gurunya sendiri.

Segera ia bangunkan A Siu dan ber-kemas2 menyamar dengan bahan2 yang sudah dipersiapkan itu.

Lebih dulu Jun-yan membantu A Siu bersolek, sebentar saja A Siu ternyata sudah berubah menjadi satu pemuda pelajar yang tampan, ketika A Siu bercermin, ia sendiri hampir-hampir tak kenal dirinya lagi.

Kemudian Jun-yan merias dirinya sendiri, lebih dulu ia poles mukanya agak kehitam2an lalu ditempeli lagi berewok palsu.

Ketika mendadak berpaling, A Siu menjadi kaget.

Ternyata seorang gadis cantik ayu, kini telah berwujud seorang laki2 hitam Hong san Koay Khek “

berewok seperti sikat kawat.

Apalagi kalau Jun-yan berteriak, boleh jadi A Siu bisa lari ketakutan.

Habis merias muka mengenakan pakaian yang serasi dengan penyamaran.

Haha, dengan dandanan kita sekarang, kalau kita keluar, boleh jadi kuasa hotel takkan kenal kita, dan kita tinggal kabur saja, ujar Jun-yan.

Ya, tapi tanpa sebab bikin rugi orang, buat apa” sahut A Siu.

Perduli amat, kalau kita sewaktu butuh, sewa hotel juga akan mereka catut berlipat ganda, kata Jun-yan.

Dan benar juga, ketika melangkah keluar dengan lagak seperti tidak pernah terjadi apa2, pelayan dan kuasa hotel menjadi ternganga heran, kenapa dari kamar yang tadinya ditinggali dua nona, sekarang keluar dua lelaki yang berbeda seperti langit dan bumi “ Namun Jun-yan tak ambil pusing, terus saja ia ajak A Siu pergi, mereka membeli dua ekor kuda dulu, lalu menempuh perjalanan dengan cepat menuju Hing-san.

Mereka menghitung masih cukup waktu, maka mereka lanjutkan perjalanan seenaknya.

Jun-yan tahu undangan Jing-ling-cu kepada para jago silat seluruh jagat, tujuannya yalah untuk mengenali siapa adanya manusia yang lebih mirip setan dari pada manusia itu.

Namun begitu, kebiasaan orang Bu-lim yang suka unggul, untuk mencari nama , entah berapa orang rela mati untuknya, apalagi sudah dekat waktunya janji Ki Go-thian yang beritanya disebarkan Ngo seng Thauto, bahwa pada saat para jago berkumpul di Ciok-yong-hong, akan muncul untuk memenuhi janjinya dahulu.

Sebab itulah maka begitu Jun-yan berdua memasuki wilayah Oulam, mereka lantas melihat tidak sedikit tokoh Bu-lim ber-bondong2 melampaui mereka menuju ke Ciokyong-hong, cuma diantara mereka semua belum ada yang kenal, terutama manusia aneh itu tidak terlihat lagi sejak pertemuan terakhir digua berbahaya didaerah Biau.

Selagi mereka mengenali setiap orang yang jalan searah dengan mereka, tiba2 dari belakang seekor kuda putih menyalip lewat dengan cepatnya.

Penunggangnya seorang Tosu atau imam setengah umur dengan jubahnya yang bersih dan berkopiah pertapaan, dipunggung terselip sebuah kebut, kiranya dialah Siau-yau-ih-su Cu-hongtin.

Diam2 Jun-yan saling pandang dan tertawa bersama A Siu, dalam hati mereka mentertawai jago2 yang sudah keok dibawah tangannya A Siu itu masih berani Hong san Koay Khek “

berlagak.

Sedangkan Jun-yan bermaksud meneriaki dan menggodanya, mendadak terdengar dibelakangnya ada suara orang ter-bahak2 dan berkata: Haha, kehadiran Liheng dalam pertemuan para jago diatas hinsan sekali ini, pasti Li-heng sudah siapkan semacam kemahiran Khong-tong-pay untuk dipertunjukkan dihadapan kawan2 semuanya! Nyata, lagu suara orang ini seperti memuji juga se-akan2 mengolok-olok, tapi orang she Li itu agaknya sangat sabar dan merendah, sahutnya: Ah, mana ada! Khong-tongpay jauh terpencil disebelah barat sana, kami justru akan minta petunjuk kepandaian2 dari aliran lain.

Maka terdengar lagi orang tadi bergelak ketawa.

Waktu Jun-yan berpaling, kiranya orang yang dipanggil Li-heng itu bukan lain ialah Liok-hap-tong-cu Li-pong, itu ketua dari Khong tong-pay.

A Siu, kakek itu bernama Li Pong adalah sobat baik guruku, biarlah kutegurnya, coba dia kenali aku tidak, katanya kepada sang kawan.

Habis itu, ia tahan kudanya sedikit dijalan, setelah mendekat, ia lihat orang setengah umur dengan lagak tengik yang memuakkan, tampak Li Pong agak sungkan bikin perjalanan dengan dia, tapi orang itu terus ajak bicara padanya.

Sesudah dekat, segera Jun-yan memapaki sambil memberi hormat dan berkata : Ah, mendengar suaranya, ternyata memang benar Li-heng adanya, sungguh tidak nyana sesudah sekian lamanya, kini berjumpa lagi disini.

Li Pong menjadi heran ketika mendadak ditegur seorang hitam berewok yang tidak pernah dikenalnya, tapi mengapa dengan begitu menghormat.

Sesudah melengak, terpaksa ia menjawab dengan tertawa : O ya, sudah lama tidak berjumpa, apakah Hengtay (saudara) juga hendak pergi ke Giok-yong-hong “ Diam2 Jun-yan geli oleh jawaban itu, sudah terang tidak kenal masih berani menyahut Sudah lama tidak berjumpa.

Segera ia teriaki A Siu : Jite, marilah kuperkenalkan Li-heng kepadamu, selanjutnya kau mungkin harus banyak minta pelajaran Li-heng.

Ketika Li Pong memandang A Siu, ia melihat seorang pemuda tampan dengan sipat likat2 seperti anak perempuan, meski usianya muda, tapi sinar matanya tajam, sebagai seorang ahli begitu pandang, segera Li Pong tahu pemuda Hong san Koay Khek “

ini lihainya memiliki ilmu Lwekang yang tidak bisa dibilang rendah.

Li Pong terkejut, diam2 dia heran darimana tiba-tiba muncul dua saudara yang satu jelek yang satu tampan, tapi selamanya tidak dikenalnya.

Ketika Jun-yan melihat kawan perjalanan Li Pong tadi sedang memandang padanya dengan wajah menghina, ia menjadi gemas apa lagi setelah mendengar lagu suaranya yang sombong kepada Li Pong tadi, ia pikir, manusia congkak demikian harus diberi hajaran.

Maka pura2 ia tanya: Li-heng, siapakah sobat ini, sudikah kau memperkenalkan kepada kami “ Sudah tentu mimpi pun Li Pong tidak menduga bahwa sang keponakan perempuan nakal itu lagi bergurau kepadanya, maka jawabnya: Saudara ini murid Pi-lik-jiu In Thian Sang In-locianpwe dari Holam, namanya Ong Lui, orang menjulukinya Siau-pi-lik ! Jun-yan terkejut mendengar nama itu, ia pernah dengar beledek itu, usianya sudah lebih 80 tahun, tingkatannya dikalangan Bu-lim sangat tinggi, ilmu pukulan beledek yang dilatihnya sangat disegani.

Tentu muridnya ini juga tidak boleh dibuat main.

Maka ia cepat bersoja dan berkata: O, kiranya Ong-hiantit, sungguh kagum ! Mendengar sebutan Hian-tit atau keponakan itu bukan saja wajah Ong Lui seketika berubah hebat, bahkan Li Pong rada terkejut dan merasa siberewok ini sengaja cari2.

Masakan Ong Lui yang usianya sudah dekat 50an dan nampak jelas masih lebih tinggi dari siberewok itu, tapi orang berani menyebutnya keponakan yang berarti anggap dirinya lebih tua setingkat.

Padahal Li Pong saja sebut Ong Lui saudara, walaupun tingkatannya sebenarnya sejajar dengan gurunya yaitu sitangan geledek.

Benar juga, Ong Lui menjadi amat murka, biasanya ia tidak pandang sebelah mata pada siapapun juga, apalagi kini dipandang rendah terang2an, segera iapun berseru: Liheng siapakah orang ini” Untuk sejenak Li Pong gelagapan, sebab ia sendiripun sebenarnya tidak kenal siberewok.

Baiknya dengan cepat Jun-yan sudah menggantikan menjawab: Ah, Cayhe hanya orang tak terdaftar, maka tidak tenar seperti Ong-hiantit, aku bersama Kah-lotoa, dan saudaraku ini Kah loji, karena macam maki yang tak berarti ini, ada kawan juga yang sudi memberikan julukan pada kami sebagai Say-thio-hui dan Giok-bin-long-kun.

Ong Lui tambah murka mendengar orang terus sebut hiantit padanya, ia pikir Kahloji” Kenapa selamanya tidak pernah dengar nama jago silat demikian” Hong san Koay Khek “

Tapi iapun tak mau kalah gertak, segera ia menjengek dan menanya pula: Ehm, entah kalian dari golongan atau aliran mana” Eeh, kenapa Ong-hiantit begitu pelupa” sengaja Jun-yan meng-olok2 lagi.

Bukankah aliran kami dengan golongan gurumu, Lo In (In si tua) terkenal sebagai dua aliran terkemuka di Holam, cuma nama Pi-lik-pay kalian lebih kumandang sedikit sebaliknya kami hanya Tang-ko-pay (aliran genderang) maka suaranya kalah keras.

Karuan Ong Lui murka oleh sindiran itu masakan golongan Beleged mereka diimbangi dengan golongan genderang segera dia mendamprat: Orang she Kah, apakah barangkali mulutmu belum dicuci, kenapa kentut semuanya” Eeeeh, panas amat darah orang Ong-hiantit ini! sahut Jun-yan semakin menggoda.

Bicara tinggal bicara, apa kau sangka orang Tang ko-pay kami kena digertak”

'' Karena sambil berjalan, tatkala itu kebetulan mereka tiba sampai disuatu tanah datar, segera saja Ong Lui melompat turun dari kudanya sambil menantang: Hayolah orang she-kah bila kau berani, turunlah kemari! Tatkala itu, orang berlalu lalang dijalan cukup ramai, ketika mendengar Ong Lui berteriak-teriak menantang, semua orang menjadi ketarik, sebentar saja ditanah lapang itu sudah dirubung penonton.

Begitu pula Li Pong ikut merandek ingin melihat gaya dari golongan manakah Jun-yan berdua.

Jun-yan sendiri tahu bila ia turun lapangan sekali gebrak pasti akan dikenal Li Pong, maka katanya pada A Siu, Jite, Toako sungkan turun kalangan, bolehkah kau mewakilkan aku ! A Siu ragu2, masakan tanpa sebab disuruh berkelahi.

Jun-yan tahu bahwa kawannya itu sungkan bergebrak dengan orang, cepat katanya lagi: A Siu, cukup asal kau jungkalkan dia, tak usah melukainya, kenapa mesti takut” Terpaksa A Siu meloncat turun dari kudanya, dengan ayal2an ia masuk kalangan.

Melihat A Siu begitu ganteng, semua penonton lantas saja sudah bersorak memuji, karuan Ong Lui semakin murka, tanpa bicara lagi ia memukul dengan tangannya.

Ilmu Pi-lik-jiu atau pukulan geledeg dari keluarga In di Holam itu nyata bukan kepalang hebatnya, begitu pukulan dilontarkan, segera angin men-deru2 bagai guntur gemuruh.

Lekas-lekas A Siu pasang kuda-kuda dengan kuat sambil kedua lengan bajunya mengebas ke-samping.

Hong san Koay Khek “

Satu kali, tiba-tiba Jun-yan berseru mengejek.

Ong Lui tambah sengit, angin pukulannya tadi belum mengenai musuh atau tahu2 sudah dipatahkan musuh, padahal pukulan pertama yang disebut Lui-su-kay-loh atau malaikat beledeg membuka jalan, hampir seluruh tenaga dikeluarkannya, tapi hasilnya malah tenaga pukulannya itu se-akan2 terpental oleh kebasan A Siu tadi.

Terkejut dan gusar Ong Lui, sekali menggerung, kembali sebelah tangannya memukul lagi kedepan dengan sekuatnya.

Serangan ini dilakukan dengan cepat dan dari jarak dekat, asal badan A Siu kesenggol boleh jadi akan remuk seketika.

Melihat kekejian Ong Lui, semua orang ikut kuatir bagi A Siu.

Siapa duga dengan enteng sekali A Siu menggunakan samberan angin pukulan itu, tubuhnya terus ikut tergintai ikut pergi, habis itu, dengan pelahan ia turun kembali.

Melihat keindahan gerakan itu, kembali penonton bersorak.

Sebaliknya Jun-yan terus berseru pula : Dua kali! Alangkah mendongkolnya Ong Lui, musuh yang satu selalu bisa hindarkan serangannya dengan gesit, sebaliknya musuh yang lain berkoak-koak mengejek disamping.

Keparat, sambutlah seranganku ini! teriaknya murka.

Habis mana, tiba2 kedua telapak tangannya bergetar hingga bersuara, lalu didorongkan kedepan dengan tenaga beledek yang mengejutkan.

Dalam pada itu A Siu semakin sengit oleh maki-makian orang, ia pikir bila tidak diberi tahu rasa, mungkin pertandingan ini takkan habis2.

Ia berdiri diam menunggu, ketika tenaga pukulan lawan sudah mendekat ia membaliki tangannya terus menekan dari atas kebawah, memapak pukulan orang.

Gerakan lemas saja, tapi membawa kekuatan maha besar.

Melihat sebagai akhli silat, segera Li pong menduga Ong Lui bakal celaka.

Benar saja, segera Ong Lui menjerit sekali sambil sempoyongan kebelakang, untung dia masih tahan tubuhnya hingga belum terjungkal, namun begitu, darah segar terus saja menyembur dari mulutnya.

Nyata beradunya tenaga pukulan itu hanya digunakan separo dari Lwekang A Siu, bila tidak, mungkin Ong Lui sudah menggeletak tak bernyawa lagi.

Hong san Koay Khek “

Sebaliknya demi nampak keadaan Ong Lui yang cukup parah, A Siu menjadi tak tega, ia mendekatinya sambil mengurut dua kali dipunggung orang untuk menenangkan jalan darahnya lalu katanya : Maaf, saudara sudi mengalah sejurus ! Ong Lui menjadi malu, sahutnya lesu : Ilmu silatmu sungguh hebat, biarlah kita bertemu lagi kelak ! habis berkata tanpa berpaling lagi ia mengeloyor pergi diantara penonton sampai berpamit kepada Li Pong pun dilupakan.

Kah-heng, kata Li Pong kepada Jun-yan.

Pi-lik-cio In Thian-sang suka mengeloni anak muridnya, pulangnya Ong Lui ini mungkin akan mengadu biru kepada gurunya, kelak kalian harus berhati-hati! Jika begitu, kejadian tadi Li heng sendiri ikut menyaksikan, bila kelak perlu dibuat saksi, tolong Li-heng suka berlaku adil, ujar Jun yan.

Diam2 Li Pong pikir kejadian tadi benar disebabkan Ong Lui yang menantang, tapi asalnya karena Jun-yan yang mulai mengolok-olok dengan kata-kata Tang-ko-pay yang terang dimaksudkan untuk menimpali Pi-lik-pay orang, apalagi asal usulnya kedua orang dihadapannya ini tidak pernah dikenal.

Namun begitu bila melihat kepandaian adiknya sudah begini hebat, jangan kata lagi sang kakak.

Maka iapun menjawab sekedar memuaskan hati Jun-yan .

Sepanjang jalan Li Pong terus memikirkan dari golongan mana atau aliran manakah kedua teman perjalanan ini, terutama gerak silat A Siu yang aneh dan lihay itu hakekatnya tidak pernah dilihatnya.

Sudah tentu mimpipun tak terpikir olehnya bahwa A Siu alias Kah-loji hanya seorang gadis Biau yang secara kebetulan memperoleh ilmu Siau-yang-chit-kay yang lihay.

Ingat punya ingat, mendadak hatinya tergerak, terpikir seseorang lihay dimasa mudanya dahulu, cepat ia mendekati Jun-yan dan menanya : Kah-heng apakah gurumu she-Ki “ Kiranya ia teringat kepada Tok-pok-kian-gun Ki Go-thian, ia pikir, selain orang she Ki ini, rasanya tiada jago lain lagi yang mampu mendidik murid seperti kedua saudara Kah ini.

Untuk sesaat Jun-yan tertegun mendengar pertanyaan itu, tapi segera jawabnya sambil menggeleng kepala : Orang she Ki, apakah Li heng maksudkan Tok-poh-kiangun Ki Go-thian dimasa dahulu itu “ Benar, kata Li Pong.

Hong san Koay Khek “

Bukan, guruku adalah orang lain.

sahut Jun-yan.

Sedang mereka tanya jawab, se-konyong2 suara derapan kuda dari belakang berbunyi dengan riuhnya, seekor kuda tinggi kurus secepat angin telah melampaui mereka.

Kaki kuda itu jauh lebih panjang dari kuda biasa, maka larinyapun sangat kencang, ketika lewat, debu ikut bertebaran hingga muka Jun-yan se-akan2 ditabur debu.

Hai, orang itu apakah kau jalan tak pakai aturan “ seru Jun-yan segera dengan gusar.

Mendengar itu, mendadak penunggang kuda yang berbaju kelabu itu menahan kudanya hingga kedua kaki muka binatang itu terangkat keatas.

Waktu penunggangnya menoleh seketika rasa gusarnya Jun-yan tadi lenyap, bahkan hampir ia tertawa.

Ternyata orang berbaju kelabu itu bermuka sangat lucu, muka potongan segitiga seperti kepala walang, rambutnya jarang setengah botak.

Dan selagi Jun-yan hendak menegurnya lagi tiba2 A Siu menjawilnya memberi tanda hati2.

Dalam pada itu terdengar Li Pong telah berseru: Hai, kiranya kau Hweheng, cepat amat binatang tungganganmu itu! Apakah dia kawanmu, Li-heng” tanya Jun-yan.

Benar dia she Hwe, bernama Tek adalah sobat baikku, sahut Li Pong.

Jun-yan geleng2 kepala seperti seorang tua bicara kepada orang muda, ujarnya: Liheng mencari kawan juga harus yang genah, kalau segala manusia congkak kau jadikan teman apakah kau tidak kuatir ikut campur namamu” Sungguh geli dan dongkol Li Pong oleh lagak orang, sebagai seorang ketua Khongtong-pay, biasanya dia memberi petuah, masa sekarang dia yang diberi ceramah” Tapi dasarnya memang seorang sabar, maka ia hanya tersenyum tak menjawabnya.

Begitu pula lelaki jelek itupun tak menggubris akan olok2 Jun-yan itu, ia mendengus sekali, lalu keprak kudanya tinggal pergi.

Maaf, Kah-heng, Cayhe berjalan dahulu, kata Li Pong kemudian larilah kudanya menyusul orang aneh itu.

Dari jauh mereka terus pasang omong, malahan kadang kala menoleh lagi memandang Jun-yan berdua.

Hong san Koay Khek “

Jun-yan pun tidak ambil pusing, sebaliknya A Siu senantiasa pasang mata kekanan ke kiri, sudah tentu yang dicarinya yalah buah hati yang dirindukannya itu, Kang Lamit-ci-seng Ti Put-cian.

Melihat kelakuan kawannya ini, aneh juga tanpa merasa Jun-yan terkenang pula kepada sastrawan baju hitam yang menggodanya di Hang ciu itu.

Selamanya Jun-yan suka menggoda orang tapi sekali itu dia yang kena dipermainkan ketika diketahui siapa penggodanya serta melihat kepandaiannya yang serba pintar, timbul juga rasa kagumnya yang aneh yalah timbul rasa menyesalnya karena tak bisa berjumpa dengan sastrawan itu.

Begitulah tanpa pernah terjadi apa2 lagi, akhirnya merekapun sampai di Hian-san, mereka menghitung waktunya masih ada tiga hari pertemuan yang akan diadakan Jingling-cu.

Jun-yan pikir, puncak keramaiannya dari pertemuan itu tentu takkan terjadi pada permulaan, buat apa mesti buru-buru hadir kesana, pegunungan Hian-san seindah ini, kenapa tempo beberapa hari ini tak digunakan untuk menikmatinya.

Tapi.

tapi aku ingin mencari Ti-koko, kata A Siu tak sabaran, mengingat sudah sampai di Hian-san, tapi sang kawan tidak mau terus naik ke Ciok-yong-hong.

Kita sendiri belum lagi pasti, apakah dia hadir, bukankah percuma bila sudah sampai di sini, tapi tak menjumpainya” ujar Jun-yan.

Diam2 ia sangat gegetun akan cinta A Siu yang sudah buta itu, namun begitu iapun tidak mau mengecewakan sang kawan, katanya pula: Baiklah A Siu, bila kau ingin datang ke Ciok-yong hong dahulu, bolehlah kau kesana.

Tapi ingat, untuk sementara jangan sekali-kali kau ajak bicara pada Ti-put-cian apabila kau melihat dia disana.

Sebab apa “ tanya A Siu heran.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar