Bab 21
Dasar adat Ki Go-thian sangat tinggi, tanpa pikir terus saja menjawab: Haha, jago muda” Baik usiaku sekarang tiga puluh delapan tahun biarlah aku tunggu sampai berumur tujuh puluh tahun, aku akan muncul pula mencari kalian, tatkala mana bila kalian toh masih begini tak becus, haha, jangan salahkan aku yang tak kenal ampun.
Hong san Koay Khek “
Habis berkata, iapun tinggal pergi dan betul saja sejak itu Ki Go-thian menghilang dari dunia Kangouw dan lama2 orangpun se-akan2 lupa padanya.
Sebenarnya Jun-yan sudah ragu-ragu sejak mula ketika mendengar Ngo seng Thauto yang bukan orang sembarangan itu menyebut Ki-locianpwe pada orang tua itu, sungguh tidak terduga olehnya bahwa tokoh tertinggi berpuluh tahun yang lalu itulah yang kini dijumpai, padahal usianya kalau dihitung sudah 70an namun tampaknya belasan tahun lebih muda.
Maka untuk sejenak ia rada tercengang, tapi segera ia tenangkan diri dan berkata : Oho kiranya adalah Tok-poh-kian-gun Ki-locianpwe, sungguh tidak nyana dapat berjumpa disini, kalau tidak salah, menurut ceritera, katanya kau berjanji takkan menjelajah Kangouw dalam waktu tertentu “ Karena teguran ini, tiba2 Ki Go-thian mengerling sekejap kepadanya, tapi lantas berpaling pula menatap A Siu dan katanya dengan dingin : Ya, tiga hari yang lalu, persis genap waktu yang kujanjikan itu ! Jun-yan menjadi putus asa, maksudnya memancing menjadi gagal.
Ia pandang A Siu sekejap, sebaliknya A Siu yang polos merasa tenang saja walaupun dalam tiga gebrak tadi sudah merasakan betapa lihaynya orang itu.
Maka kata A Siu dengan sewajarnya : Mungkin dia hanya bergurau saja dengan kita, marilah kita pergi saja, enci Jun-yan.
Melihat A Siu pandang suasana berbahaya itu seakan tak terjadi apa2, diam2 Junyan gegetun akan kepolosan sang kawan.
Tapi segera terpikir pula olehnya, kenapa tidak tiru caranya Suhu mengumpak musuh, lalu tinggal ngeloyor pergi “ Maka segera sahutnya dengan tertawa : Ya, ya, kau benar A Siu, Locianpwe ini hanya bergurau saja dengan kita, masakan seorang Bu-lim-cianpwe benar2 sudi main2 dengan si anak kecil, kalau tersiar keluar, bukankah akan dibuat tertawaan” sembari berkata, ia coba melirik sikap Ki Go-thian, ternyata tokoh itu bermuka masam saja tanpa mengunjuk apa2, maka katanya pula: Ki-locianpwe, sering guruku berkata bahwa tokoh Bu lim seluruh jagat tiada satupun yang ia kagumi, kecuali kau seorang! Tiba-tiba Ki Go-thian mengejek, sahutnya: Ya, dan diseluruh jagat ini, dalam hal keberanian juga melulu siau-jiau saja seorang! Jangan kau senang dulu, kata guruku lagi bahwa disaat genting, kelakuanmu juga rada-rada rendah,maka dapat dipastikan kaupun bukan seorang kesatria sejati! kata Jun-yan pula.
Hong san Koay Khek “
Ngaco belo! mendadak Ki Go-thian menggerung keras.
Begitu hebat suara gerungan itu hingga muka Jun-yan pucat, telinga pekak.
Nyata suara gerungan itu apa yang disebut Say-cu-bo atau raungan singa, semacam lwekang yang hebat.
Diantara mereka bertiga hanya A Siu yang masih sanggup bertahan; walaupun jantungnya memukul keras juga.
Yang paling celaka adalah Ngo-seng Thauto, hampir-hampir ia jatuh tergetar oleh suara raungan itu, baiknya cepat ia menutupi telinganya, namun begitu kepalanya sudah pening dan mata ber-kunang2.
Kini barulah Jun-yan mau percaya sebabnya sang guru kagum terhadap Ki Go-thian yang memang bukan omong kosong ini padahal biasanya Jiau Pek-king tidak memandang sebelah mata kepada siapapun.
Segera iapun mengerti umpannya telah termakan Ki Go thian sekali tokoh itu sudah gusar pasti sudah akan masuk perangkapnya, ia tunggu sesudah suara raungan orang sudah reda; segera ia tambahi minyak lagi : Tak perlu kau gusar tanpa alasan masakan guruku berani omong begitu tentang dirimu” Buktinya seperti sekarang ini, kau melihat ilmu silat A Siu sangat tinggi lantas ketakutan pada gurunya seketika minta bergebrak padanya disini.
A Siu coba kau mengaku terus terang apakah kau sanggup melawannya” Sudah tentu dengan jujur tanpa aling2 A Siu menjawab: Mungkin aku hanya sanggup menandinginya paling banyak dalam sepuluh jurus.
Bagus, seru Jun-yan tertawa.
Nah Ki-lo-cianpwe kau sendiri sudah dengar, jika kau hanya pintar mencari lawan yang selalu menandingi kau sebanyak 10 jurus saja lalu macam jagoan apa kau ini” Kenapa kau tidak mencari gurunya saja buat bertanding “ Tapi terang kau tak berani kepada gurunya, paling2 kami berdua boleh kau binasakan saja.
Haha ! Enci Jun-yan, aku toh tidak mempu..
Ya, sudah tentu kau tak mempunyai pendirian apa2, sela Jun-yan cepat sebelum A Siu selesai berkata, nyata ia tahu gadis itu hendak bilang tak mempunyai guru , hal mana berarti usahanya mengumpak Ki Go-thian akan gagal maka sembari berkata, terus iapun mengedipi A Siu hingga gadis itu menjadi bingung dan urung bicara lagi.
Mm, lantas siapa gurunya “ tanya Go-thian menjengek.
Muridnya saja begini lihay, apalagi sang guru,'' ujar Jun-yan.
Apalagi dia orang tua melarang kami menyebut Hong san Koay Khek “
namanya diluaran, seumpama diperbolehkan, juga aku takkan terangkan, supaya kau tidak bakal kebat kebit merasa tidak tenteram.
Melihat tutur-kata Jun-yan itu tanpa merasa jeri sedikit juga, benar saja Ki Go-thian menjadi ragu2, ia coba meng-ingat2 tokoh persilatan terkemuka dimasa lalu, tapi ia merasa tiada seorangpun diantaranya yang dapat mengungkuli dirinya.
Kalau bilang selama ini muncul lagi jago baru, masakan Ngo-seng tidak tahu “ Setelah di-ingat2 pula, mendadak hatinya tergerak, teringat olehnya pada waktu dirinya malang melintang tanpa tandingan dahulu, pernah mendengar ceritera orang katanya di puncak tertinggi Khong-tong-san yang terdiri dari puncak timur dan barat itu, masing2 berdiam seorang paderi.
Kedua paderi sakti itu, bagi orang Khong-tong-san-pay sendiri belum pernah melihatnya.
Tapi kalau ada kabar demikian tentunya bukan tiada alasan.
Konon kedua paderi itu sangat tinggi ilmu lwekangnya, walaupun puncak timur dan barat itu berjarak beberapa li jauhnya tapi bila perlu mereka menyiarkan suara mereka dengan Iwekang yang tinggi itu untuk saling bicara.
Berpikir begitu, bukannya Ki Go-thian menjadi jeri, tapi dia merasa senang malah, sebab bakal mendapatkan tandingan yang selama ini dirasakannya hampa, maka dengan tertawa dingin katanya: Hm budak setan, kenapa mesti pura-pura, apa kau sangka aku tak tahu gurunya kalau bukan kedua keledai gundul di Khong tong-san itu siapa lagi” Sebenarnya selama hidupnya belum pernah Jun-yan mendengar tentang paderi sakti dipuncak Khong-tong-san itu sebab usianya masih terlalu muda bagi kejadian dahulu.
Tapi gadis cerdik begitu mendengar kata2 Ki Go-thian itu ia merasa paderi2 yang dimaksud itu pasti bukan sembarangan orang, maka sengaja ia mengunjuk rasa heran dan berkata kepada A Siu : Eh, dari mana dia dapat tahu “ Jika benar, bocah ini tetap harus kutahan disini! kata Ki Go-thian lagi, nyata seorang tokoh terkemuka dan pintar seperti dia ini juga kena diselomoti Jun-yan.
Melihat akalnya berhasil, dengan cepat kata Jun-yan lagi : He, bukankah kau tadi sedang berunding dengan Ngo seng katanya hendak hajar adat kepada Jing-ling Totiang, hendak kemanakah kalian itu “
'' Menghadiri pertemuan para jago Bu-lim yang diadakan Jing-ling-cu di kuilnya Lo-kun-tian dipuncak Ciok-yong-hong, sahui Ki Go-thian.
Hong san Koay Khek “
Wah, sangat kebetulan sekali, jika begitu pasti kau akan bertemu dengan kedua Locianpwe dari Khong-tong-san itu, ujar Jun-yan.
Tapi segera ia pura2 ketelanjur omong : Eh, jangan2 kau tidak jadi pergi kesana mendengar kabarku ini! Amarah Ki Go-thian memuncak dikatai jeri pada orang lain.
Kau boleh saksikan kedatanganku disana nanti ! Sekarang lekas enyah ! bentaknya sembari kebaskan lengan bajunya hingga Jun-yan merasa se-akan2 ditiup angin badai terus mencelat keluar sejauh beberapa tombak.
Cepat, A Siu ! seru Jun-yan sembari lari ketika dilihatnya A Siu juga sudah memutar tubuh.
Setelah beberapa li jauhnya, barulah mereka berani kendorkan langkah, namun suara bergelak Ki Go-thian masih terdengar berkumandang keras bagai guntur.
Cepat mereka berlari pula meninggalkan tempat berbahaya itu.
Wah, bila orang she Ki itu tak mau masuk perangkap, boleh jadi jiwa kita sudah melayang, ujar Jun-yan sesudah jauh.
Enci Jun-yan, kenapa kau suruh dia bertanding dengan guruku, darimana aku mempunyai guru” tanya A Siu tertawa.
Jangan kuatir A Siu, kalau sudah tiba harinya pertemuan di Ciok-yong-hong nanti, biarlah kita juga kesana, tentu disana akan terkumpul banyak jago2 terkemuka, masakan benar2 semuanya akan dikalahkan orang she Ki itu “ ujar Jun-yan, Dan bila benar2 dia memang lihay, kita punya kaki, masakan kita tak bisa angkat langkah seribu “ Kita juga hadir kesana, tapi kalau kepergok, bagaimana “ tanya A Siu lagi ragu2.
Kau jangan kuatir, guruku mahir menyamar, maka akupun sudah mempelajari kepandaian itu, sahut Jun-yan, nanti kalau kita sudah menyamar, tanggung kau takkan kenali dirinya sendiri lagi.
Sekarang paling perlu kita mencari tahu dulu kapan pertemuan para jago Bu-lim itu akan diadakan Jing-ling-cu.
sampai disini, ia merandek, lalu katanya pula: A Siu kita sudah seperti saudara sekandung saja, dapatkah kau ceritakan padaku, kau bilang tiada punya guru, lantas dari mana kau belajar kepandaian” A Siu menjadi ragu2, tapi bila mengingat hubungan mereka memang melebihi saudara sekandung, tanpa sangsi lagi lalu diceritakannya tentang Siau-jang-cit kay yang diperolehnya dari Lo-liong-thau digua itu.
Hong san Koay Khek “
Heran sekali Jun-yan oleh penemuan aneh itu, sungguh tidak nyana seorang tua cacat Suku Biau yang sepele itu juga mahir ilmu silat setinggi itu.
Sembari bicara mereka sambil berjalan, kata Jun-yan pula: A Siu, kata orang diatas ada sorga, dibawah ada Soh Hong (Sociau dan Hangciu), perjalanan kita toh mesti lewat wilayah Ciatkang, biarlah kita pesiar sekalian ke Hangciu.
Bagus, seru A Siu girang.
Tempat seindah itu, boleh jadi disana kita akan bertemu dengan Ti-koko.
Diam2 Jun yan gegetun akan hati A Siu yang telah begitu kesemsem atas diri Tiput-cian.
Tidak seberapa hari, tibalah mereka dikota Hangciu dan mereka pesiar beberapa hari menikmati keindahan kota sorga itu.
Dan karena selama itu tidak melihat bayangannya Ti-put-cian hati A Siu menjadi murung.
Suatu hari mereka lagi pesiar mendayung perahu ditelaga So-oh yang indah permai itu.
Sedang mereka asyik tamasya, se-konyong2 suara air telaga gedebyuran, tahu2 sebuah kapal pesiar yang besar menerjang dari samping dengan kerasnya, diatas Kapal belasan lelaki sedang makan-minum sambil terbahak2 hingga suasana yang tadinya aman tentram itu jadi gaduh.
A Siu mengkerut kening, sebaliknya Jun-yan menjadi gusar.
Tanpa pikir lagi, cepat ia berdiri, ia tunggu kapal itu sudah hampir mendekat, ia samber sebuah ember disampingnya terus menciduk seember air penuh dan digebyurkan sekuatnya kearah kapal itu.
Betapa hebat tenaga yang digunakan Jun-yan, byur , itu tepat masuk kedalam ruangan kapal itu melalui jendela dan belasan lelaki di-dalamnya menjadi gelagapan dan jatuh pontang-panting, kemudian kapal itu sedikit miring hingga hampir2 terbalik.
Jun-yan ter-bahak2, dan sekali dayungnya bekerja, cepat perahunya sudah meluncur pergi jauh, tiba2 dari dalam kapal itu melompat keluar seorang terus terjun ketengah telaga, hebatnya meski didalam air, orang itu tidak tenggelam, tapi air hanya sebatas lututnya, dengan cara inilah orang itu mengejar perahunya Jun-yan dengan berjalan diatas air, dan cepatnya sungguh luar biasa.
Hayo, berhenti, siapa berani tepuk lalat diatas kepala harimau, main gila di telaga ini “ Suara itu Jun-yan merasa sudah pernah kenal, tapi karena perahunya meluncur sangat cepat, pula deburan air yang tinggi, lantaran diseberangi orang itu, maka Hong san Koay Khek “
mukanya tidak nampak jelas.
Dalam pada itu, A Siu sudah samber dayung satunya lagi membantu percepat lajunya perahu.
Rupanya melihat tak sanggup mengejar lagi, mendadak tubuh orang itu tenggelam kedalam telaga, hingga lama belum kelihatan muncul.
Jun-yan menyangka orang itu mungkin sudah kelelap ditelan ikan, maka ia berhenti mendayung untuk bergurau dengan A Siu.
Diluar dugaan, tiba2 terdengar suara pluk-pluk beberapa kali dibawah perahu, tahu2 air telaga merembas masuk dari bawah, ternyata dasar perahu itu tahu2 bertambah beberapa Iobang kecil, menyusul mana suara pluk2 terdengar pula dihaluan dan buritan perahu berlubang lagi beberapa buah hingga cepat sekali separuh dari perahu itu sudah terendam air.
Baru sekarang Jun-yan insaf orang tadilah yang telah menyabot perahunya itu, cepat ia sumpal sebilah papan perahunya terus dilemparkan ke-permukaan telaga sambil peringatkan A Siu agar berlaku cara yang sama.
Menyusul mana, ia genjot tubuhnya melompat keatas papan yang terapung ditelaga itu.
Melihat perahunya sudah hampir tenggelam cepat A Siu berbuat seperti caranya Jun-yan hingga mereka menumpangi dua papan sejajar seperti orang main ski.
Dan baru saja mereka selamatkan diri, terdengarlah suara air gedeburan, seorang telah muncul dari dasar telaga dengan tangan memegang senjata Hun-cui-go-bi ji semacam cundrik kaum nelayan, sekali tusuk perahu itu telah ditenggelamkannya, tapi ketika melihat kedua gadis itu sudah berpisah keatas dua papan ia alihkan senjatanya sambil membentak: Berani kau .
Hanya sekian saja ucapan orang itu karena orangnya lantas saja terkesiap.
Berbareng itu Jun yan pun sudah melihat jelas bahwa orang itu adalah Tong-ting-huihi Bok Siang-hiong.
Haha kiranya kau! seru Jun-yan tertawa.
Melihat Jun-yan untuk sesaat Bok Siang-hiong juga tertegun, karena jeri terhadap gurunya thian-sin-mo Jiau Pek-king, pula kepandaian si gadis sendiri juga tidak rendah, sebagaimana dahulu Siau-yau-ih su Cu Hong-tin pernah dipermainkan, maka Bok Sianghiong menjadi serba salah terpaksa iapun menyapa dengan tertawa: O kiranya nona Lou juga pesiar kesini apakah kau datang bersama gurumu dan hendak menghadiri undangannya Jing liang Totiang” Hong san Koay Khek “
Maafkan Bok-bengcu kami telah mengganggu kesenanganmu dikapal tadi, sahut Jun-yan terpaksa merendah melihat kesungkanan orang.
Tentang undangan Jingling Totiang, entahlah aku sendiri tidak tahu kapan harinya” Terus terang saja sejak tempo hari sampai sekarang aku masih belum pulang maka kalau ketemu Suhu, tolonglah kau banyak memberi alasan.
Sebenarnya Bok Siang hiong rada heran oleh munculnya Jun yan disitu, tapi demi mendengar penuturan itu segera sahutnya dengan tertawa: Ah jamak juga orang muda suka pesiar, kalau sudah keluar segan kembali, tentunya gurumu takkan mengenali kau.
Tentang hari undangannya Jing ling cu telah ditetapkan tanggal satu bulan dua belas, tinggal setengah bulan saja sudah tiba.
Diatas kapal kami sana masih ada Tai lik-sin Tong-Po dan beberapa kawan Bu-lim lain bila nona Lou tidak mencela, maukah kita bikin perjalanan bersama ! Mendengar itu Jun-yan menaksir kalau terus langsung menuju ke Hing-san menghadiri pertemuan yang diadakan Jing-ling-cu, waktunya masih cukup, maka jawabnya : Terima kasih atas kebaikanmu, masih ada sedikit urusanku yang lain, tolonglah kau sampaikan guruku, dan aku tidak sekapal dengan kau, nyata diam2 dalam hati Jun-yan sudah mempunyai rencana sendiri, bukan saja hendak mengingusi Tokpoh-kian-gun Ki Go-thian yang disegani semua jago silat, bahkan gurunya sendiri juga akan diselomotinya.
Bok Siang-hiong pun tidak memaksa, ia melihat tidak jauh dari situ sebuah perahu kecil lagi meluncur tiba, anehnya diatasnya tiada pengemudinya, melainkan satu orang sedang ngantuk mendekam diatas meja.
Kebetulan disitu ada sebuah perahu, silahkan nona menumpang kesana, dihadapan gurumu kelak aku akan memberi penjelasan bagimu, katanya kepada Jun-yan, lalu ia selulup lagi kedalam air terus menghilang.
A Siu, kepandaian berenang orang ini rasanya tiada seorangpun dijagat ini yang menandinginya, kata Jun-yan.
Marilah kita naik keperahu itu ! Sebenarnya A Siu ragu2 melihat perahu orang itu.
Tetapi Jun-yan sudah mendahului luncurkan papan yang diinjaknya kesana, terpaksa ia menyusul.
Hai, Toako diatas perahu, kami minta numpang perahumu ! seru Jun-yan ketika sudah dekat.
Namun orang itu masih menggeros dengan pulasnya.
Tanpa pikir lagi Junyan melompat keatas perahu dengan enteng sekali dan disusul oleh A Siu.
Hong san Koay Khek “
Waktu Jun-yan meng-amat2i orang yang masih mendengkur itu, ia lihat perawakan orang rada tegap, berbaju hitam singsat, warnanya sudah luntur, malahan disana sini banyak tambalan.
Karena mukanya terbenam disekap kedua lengannya diatas meja, maka tidak kelihatan.
Yang terang, tidurnya ternyata nyenyak sekali.
Orang ini pulas seperti babi mati, mungkin perahu ini sudah kita dayung ketepi, ia sendiri masih belum tahu, ujar Jun-yan geli.
Perlahan-lahan mereka angkat penggayuh dan mendayung perahu itu ketepi sana.
Sembari mendayung Jun-yan berkata perlahan kepada A Siu: Hari pertemuan jago Bulim yang diadakan Jing-ling-cu katanya tgl.
1 bulan 12.
Jika begitu, sesudah mendarat, kita harus terus berangkat.
Untuk tidak diketahui Suhu, biarlah aku menyamar seorang seperti Thio Hui (tokoh dalam cerita Sam Kok yang berwajah hitam bengis) dan kau, menurut pendapatku menyamar seorang pemuda ganteng, boleh jadi sepanjang jalan kau akan digilai oleh kaum gadis ! Wajah A Siu menjadi merah oleh olok-olok itu, sahutnya: Apakah aku dapat lebih gagah daripada Ti-koko “ Terang lebih bagus dari dia, ujar Jun-yan.
Maka untuk selanjutnya aku disebut Say Thio-hui dan kau bernama..
bernama Giok bin-long-kun (sijejaka bermuka bagus), kita mengaku bersaudara, aku Toako dan kau adik.
Aku sebenarnya ingin mencari Ti koko dulu, ujar A Siu.
Eh, kembali kau rindu lagi, siapa tahu, kalau di Ciok-yong hong nanti justru dapat kau jumpai dia” bujuk Jun yan.
Tidak lama, perahu mereka sudah dekat tepi telaga, tiba2 mereka mendengar suara orang menguap, waktu mereka menoleh, kiranya lelaki yang tidur tadi sedang mengulet sambil julurkan kedua tangannya kelantai, sehabis mengulet, sambil mulutnya berkemak-kemik bagai orang ngelindur, mendekam diatas meja tertidur pula.
Melihat tangan orang itu ketika dijulurkan keatas, panjangnya luar biasa, alisnya juga tebal sekali, cuma tadi orang lagi menguap, maka wajahnya macam apa, belum tampak jelas Jun-yan menjadi geli melihat kelakuan orang, katanya.
A Siu..
tidak, Giokbin-long-kun, tampaknya orang ini kerjanya hanya gegares dan tidur melulu, tidur dirumah kuatir diganggu, maka pindah tidur diatas perahu.
Marilah kita tinggal pergi, peduli amat dia mau tidur sampai tahun depan ! Hong san Koay Khek “
Diwaktu bicara, karena anggap dirinya sekarang sudah Say Thio-hui atau si Thio Hui kedua, sengaja Jun-yan bikin kasar suaranya, karena A Siu tertawa geli, katanya: Enci Jun-yan.
Stop, sela Jun-yan mendadak, bukan enci lagi, tapi ingat, selanjutnya harus panggil Toako ! Ah, nanti saja kalau sudah sampai di Ciok-yong hong, tawar A Siu geli.
Sementara itu perahu sudah menepi, mereka meletakan dayung dan melompat kedaratan dalam pada itu lelaki tadi kedengaran lagi menguap dan kemak kemik mengigau pula.
Tanpa ambil pusing lagi, mereka tinggal menuju kekota.
Disebuah toko, Jun-yan membeli pupur minyak, jenggot palsu dan sebagainya lalu membeli pula bahan obat2an disebuah apotik.
Dengan semua itu mereka pulang kehotel.
Hai dimanakah pedangmu, kenapa tinggal sarungnya melulu ! seru A Siu kaget ketika melihat senjata yang terselip dipinggang Jun-yan sudah tak kelihatan.
Jun-yan terkejut ketika diperiksanya benar saja sarung pedang masih, senjatanya sudah hilang.
Ia ingat ketika menghadapi Bok Siang-hiong tadi karena menyangka orang akan menyerangnya ia masih meraba senjatanya itu, kenapa sekarang bisa mendadak hilang”
Untuk sesaat itu Jun-yan menjadi bingung, yang bikin mengejutkan lagi, ketika ia merasa sutera merah yang diperolehnya dari gua didaerah Biau itu juga sudah hilang tak berbekas, padahal ia ingat benar barang tersebut tersimpan baik2 dalam bajunya.
A Siu ikut sibuk melihat kawannya kelabakan, lekas2 ia tanya apalagi yang hilang: Sepotong kain sutera merah, sahut Jun-yan.
Entah keparat jahanam yang mana berani main gila dengan aku, jika dapat kubekuk, kalau tidak kucacah badannya, tidak puas hatiku.
Dan sedang Jun-yan mencak2 tanpa sasaran tiba2 datanglah pelayan hotel menghantarkan sepucuk surat sambil menanya: Apakah nona she Lou “ Jun-yan melengak, tapi cepat sahutnya: Benar.
Ada apa “ Disini ada sepucuk surat ditujukan untuk nona, kata pelayan.
Hong san Koay Khek “
Cepat Jun-yan menerima surat itu dengan heran, ia lihat diatas sampul tertulis : Dihaturkan kepada nona Lou ! Tulisannya indah kuat.
Sebagai murid Thong-thian-sinmo yang serba pandai, dengan sendirinya dalam hal seni tulis Jun-yan pun terhitung akhli, ia merasa tidak kenal gaya tulisan siapakah dari orang2 yang dikenalnya.
Ketika sampul itu disobeknya, ia lihat kertas surat didalamnya putih kosong kecuali dua huruf yang cukup besar : Kiam, Leng.
Melihat tulisan kedua huruf yang berarti : pedang dan sutera, segera Jun-yang tahu ada hubungannya dengan kedua bendanya yang hilang itu.
Dari siapakah surat ini “ Cepat ia tanya sipelayan.
Saking tidak sabar, bahu pelayan itu terus dicengkeramnya sambil di-gentak gentak.
Karuan pelayan itu meringis kesakitan sambil ber-kuik2 seperti babi disembelih.
Sementara itu Jun-yan telah membentak pula suruh mengaku.
Aku.
akupun tidak tahu siapa pengirimnya, aku hanya terima dari satu kacung penjual kacang, katanya suruhan seorang sastrawan .
sahut pelayan itu tak lampias.
Untuk sejenak Jun-yan tertegun oleh jawaban itu, tapi segera pelayan itu dilepaskannya ia tarik A Siu: Marilah, kita pergi bikin perhitungan dengan jahanam itu.
He, siapakah” tanya A Siu heran.
Masakan kau sudah lupa pada lelaki yang tidur seperti babi mati diatas perahu itu” sahut Jun-yan.
A Siu menjadi ingat pada orang itu.
Namun begitu, iapun heran apakah mungkin orang itulah yang mempermainkan mereka.
Tapi selamanya ia hanya menurut saja segala apa yang dikehendaki kawannya, tanpa bicara segera ia ikut dibelakang Jun-yan ketelaga Se-oh.