Manusia Aneh Dialas Pegunungan Bab 19

Bab 19

Tapi meski ia meng-ingat2nya lagi, masih tak mengerti apakah itu kebetulan saja atau sesuatu peristiwa yang pernah terjadi.

A Siu, siapakah gerangan Ang Jing-kin itu, dapatkah kau ceritakan padaku sedikit tentang dia “ katanya kemudian.

Akupun tidak begitu paham, hanya masih kuingat ketika aku ikut dia masuk gunung bersama ayah untuk mencari obat untuk suaminya.

sahut A Siu.

Lalu iapun cerita sekenanya tanpa teratur apa yang masih teringat olehnya ketika rumahnya kedatangan suami isteri Ang Jing-kin, kemudian bersama Tiat-pi Hwesio pergi mencari ayahnya dan menemukan kerangka tulang ditepi empang.

Sudah tentu cerita yang tak keruan susunannya itu membikin Jun-yan tambah bingung.

Siapakah gerangan suaminya Ang Jing-kin itu “ Kemudian kemana dia telah pergi “ ia tanya pula.

Entah, cuma menurut cerita Tiat-hoa-popo, ketika tanpa sengaja ibuku menyingkap kain kerudung kepalanya, ibuku menjerit kaget karena melihat wajah orang yang lebih mirip setan, lalu orang itu berlari pergi menghilang , tutur A Siu.

Mukanya jelek mirip setan “ Apakah karena bekas luka “ demikian Jun-yan menggumam sendiri.

Hong san Koay Khek “

Namun A Siu tak bisa menjelaskan lebih banyak, iapun tidak menanya lebih jauh, mereka melanjutkan perjalanan tanpa terjadi apa2.

Akhirnya tibalah mereka sampai ditapal batas propinsi Ciat-kiang.

Tatkala itu menginjak musim rontok, hawa sejuk pemandangan permai.

Terutama A Siu yang belum pernah menjajaki daerah Kanglam yang indah, ia sangat terpesona oleh pemandangan alam yang dilaluinya.

Suatu hari, sampailah mereka didaerah kabupaten hi-sui-koan.

Karena kesemsem akan pemandangan indah disekitarnya, mereka berdua menjadi melampaui waktu istirahat, makin jauh makin memasuki tanah pegunungan.

Sementara itu sang surya sudah mulai mendoyong kebarat.

Tiba2 mereka melihat didepan sana tumbuh beberapa rumpun pohon bambu, ditepinya mengalir sebuah sungai yang mengelilingi tiga buah rumah gubuk.

Melihat pemandangan itu, tanpa merasa Jun-yan memuji, Betapa indahnya tempat ini entah siapa gerangan yang tinggal itu, benar2 pandai menikmati ! Dan selagi ia hendak berseru akan memohon mondok bermalam digubuk itu, tiba2 dilihatnya ada seorang lagi jalan keluar dari salah satu rumah itu sambil mengukur, dengan laku sangat hormat orang itu lagi berkata dengan badan membungkuk : Kilocianpwee, haraplah pada waktunya nanti kau orang tua bisa hadir disana, betapapun juga, sedikitnya akan membikin semangat Jing-ling-cu dan begundalnya melempem ! Habis itu dari dalam rumah lantas terdengar sahutan seorang yang bersuara tuan besar : Ehm, tiba waktunya nanti aku datang kesana.

Sekarang lekaslah kau enyah ! Ber-ulang2 orang yang keluar itu membungkuk sambil mengia.

Sebaliknya lagak lagu orang didalam rumah itu terang angkuh luar biasa.

Diam2 Jun-yan terkejut ketika mendengar nama Jing-ling-cu disebut.

Cepat ia tarik A Siu dan membisikinya : Coba kita sembunyi dulu untuk melihat siapakah orang itu ! lalu keduanya menyelinap masuk kesemak-semak pohon bambu sana.

Cuaca waktu itu sudah mulai sore, namun cukup jelas untuk melihat orang yang keluar itu ternyata seorang Thauto atau paderi yang memelihara rambut panjang, mukanya bengis dilehernya terkalung serenceng tasbih dari emas yang bentuknya dibikin seperti tengkorak, jumlahnya beratus biji.

Tampak mukanya ber-seri2, kadang2 mengelus2 jenggotnya yang pendek dengan tangannya yang penuh bulu.

Hong san Koay Khek “

Jun-yan tak kenal Thauto itu, ia lihat orang berjalan dengan bersitegang leher dan lewat tidak jauh dari tempat sembunyinya tanpa merasa.

Diam2 Jun-yan bergirang, ia membisiki A Siu: Tampaknya paderi ini bukan manusia baik2.

Jing-ling-cu yang disebutnya tadi adalah tokoh ternama dari Heng-san yang menjadi sobat baikku.

Marilah kita coba mengintil dibelakangnya untuk melihat apa yang hendak dilakukannya.

Sudah tentu A Siu menurut saja, apalagi sifat kanak2nya masih belum hilang, untuk berbuat hal2 yang nakal justeru sangat cocok dengan kelincahannya.

Maka dengan ilmu entengi tubuh yang tinggi mereka menguntit Thauto itu dari jauh.

Sudah tentu ilmu Ginkang A Siu jauh lebih hebat daripada Jun-yan, maka kagum sekali Jun-yan terhadap kepandaian kawannya yang tinggi itu, ia heran akan keterangan A Siu tempo hari bahwa ilmu kepandaian yang dimilikinya itu dipelajarinya tanpa guru.

Ia tidak tahu bahwa Siu-yang-chit-Kay yang dipelajari oleh A Siu itu adalah merupakan kombinasi dari intisari berbagai cabang persilatan, maka tidak heran ilmu kepandaian A Siu susah diukur dengan ilmu silat umumnya.

Saking kagumnya, maka Jun-yan coba menanya sedikit tentang dasar2 Ginkang yang dimiliki A Siu itu.

Tanpa ragu2 A Siu suka memberi penjelasan juga, begitu pula ia terangkan Lwekang yang pernah dipelajarinya dari ukiran digua itu.

Dan karena asyik tanya jawab itu, sampai mereka lupa bahwa mereka lagi mengintil Thau-to berambut panjang tadi.

Ketika mereka ingat kembali, namun Thauto itu sudah tak kelihatan lagi bayangannya, kedua gadis itu hanya saling pandang dengan tersenyum geli.

Keenakan paderi itu, demikian Jun-yan menggerutu.

Dan selagi mereka hendak mencari jalan lain buat melanjutkan perjalanan mereka, tiba-tiba tercium bau sedap yang menusuk hidung.

Nyata itulah bau makanan yang dipanggang, mungkin babi atau ayam panggang.

Dasar perut mereka sudah sangat lapar, maka Jun-yan yang pertama-tama tak tahan, hampir-hampir air liurnya menetes dari mulutnya.

Ehm, betapa lezatnya bau itu! Siapakah gerangan yang lagi panggang daging babi itu “ Ehm, betapa wanginya! demikian ia berkecap2 sambil lidahnya menjilat-jilat.

Habis berkata, cepat ia mendahului berlari menuju ke tempat datangnya bau sedap itu.

Hong san Koay Khek “

A Siu menjadi geli melihat wajah kerakusan kawannya itu, tetapi iapun berlari mengikut dibelakang.

Tidak seberapa jauh, tampaklah oleh mereka disuatu lapang sedang menyala segunduk besar api unggun ternyata Thauto tadi lagi membolak-balikkan tangkai kayu yang menyunduk tiga ekor kelinci panggang diatas api, pantas bau wangi lewat jauh.

Nampak itu, tiba2 timbul lagi pikiran jahilnya Jun-yan.

A Siu, harap kau pancing paderi itu pergi sejauh mungkin, biar aku goda dia agar tahu rasa, supaya kelak jangan berani-berani sembarangan omong, katanya segera.

Suruh menggoda orang, tentu saja A Siu sangat senang.

Segera ia melompat maju mendekati Thauto yang asyik memanggang kelinci itu.

Mungkin juga lagi bayangkan betapa lezatnya kelinci panggang itu, maka paderi berambut itu sama sekali tidak merasa bahwa dibelakangnya sudah berdiri seorang A Siu.

Tiba-tiba A Siu telah tertawa sekali, lalu cepat sekali ia melesat pergi.

Sungguh diluar dugaan Jun-yan, gerakan Thauto ternyata sebat luar biasa, mendadak ia putar tubuh, tapi A Siu sudah melesat kedalam semak2 pohon, maka tiada suatu bayanganpun yang dilihatnya.

Ia menjadi curiga, terang tadi suara tertawa orang, kenapa tiada terdapat seorangpun “ Kembali ia teruskan memanggang kelinci.

Kembali A Siu mendekatinya, sekali ini ia cabut setangkai rumput panjang, dengan itu ia jentikkan kepunggung si Thauto.

Karena rumput itu sangat enteng, tapi dengan tenaga dalamnya A Siu, rumput itu meluncur kedepan dengan cepat sekali tanpa suara menuju punggung Thauto itu terus menyusup masuk Kasa (jubah padri) dan nancap didaging.

Karuan paderi itu ber-kaok2 kaget sambil meloncat tinggi.

Bettt, kontan ia menghantam kebelakang, betapa keras tenaga pukulannya hingga dua pohon kecil dibelakangnya seketika patah kena angin pukulan itu.

Namun A Siu sendiri sudah melesat pergi dengan cepat.

Sekilas bayangan A Siu sekali ini dapat dilihat oleh Thauto itu, tentu saja ia menjadi murka, dengan menggerang terus saja mengudak.

Ketika melihat angin pukulan si Thauto yang maha hebat itu, untuk sejenak Jun-yan terkejut kalau Thauto itu saja demikian lihay-nya apalagi orang she Ki yang sangat dihormatinya didalam gubuk itu” demikian ia pikir.

Hong san Koay Khek “

Tapi demi nampak Thauto itu sudah jauh pergi mengejar A Siu, kembali Jun-yan membayangkan macamnya orang yang menggelikan ketika kena teperdaya olehnya nanti.

Maka cepat ia melompat keluar mendekati api unggun sementara itu dia sudah mengempal tiga comot besar lempung (tanah liat) yang bentuknya mirip kelinci, segera dia lepaskan tiga ekor kelinci panggang dari tangkai kayu, sebagai gantinya ia tusuk kelinci tepung itu keatasnya, ia tambahi pula kayu bakar agar api unggun berkobar lebih keras, lalu berlari sembunyi ketempatnya tadi.

Tak lama pula, ia lihat bayangan A Siu berkelebat, gadis itu sudah kembali dengan tertawa, Eenci Jun-yan, Thauto itu cukup lihay, tapi telah kuperdayai mungkin orangnya sekarang masih putar kayu dirimba sana sambil mencaci maki, demikian tuturnya dengan geli.

Dasar watak Jun-yan memang binal, biasanya dikalangan Kangouw orang segan pada nama gurunya, maka sama mengalah padanya.

Apalagi sekarang ada A Siu yang mengawalinya ia menjadi semakin berani, sahutnya dengan tertawa : Ha-ha, biar kita tunggu sebentar lagi dan mempermainkan Thauto itu! Baru selesai ia berkata, tampak Thauto tadi sudah datang kembali dengan langkah lebar, dari wajahnya yang merah padam, tampak sekali rasa gusarnya yang tidak terhingga.

Begitu datang dengan marah-marah ia duduk diatas batu disamping api unggun, lalu termenung-menung seakan-akan lagi mengingat siapakah gerangan yang bergurau padanya tadi.

Tak lama kemudian tiba-tiba ia menggablok keatas batu disampingnya hingga remukan batu berhamburan.

Diam-diam Jun-yan terkejut dan memuji akan tenaga pukulan orang, ia pikir tenaga pukulan yang paling lihay di jaman ini yalah Thi-thau-to dari Ngo-tai-san.

Paderi piara rambut berkepala baja..

Dengan tenaga pukulannya Jian-kin-cio-tui atau hantaman beribu kati pernah ia patahkan pohon yang bulat tengahnya sebesar paha.

Sekarang orang inipun thauto jangan-jangan dia inilah Thi-tha-to yang tersohor itu “ Tapi pernah dia mendengar tentang sipat Thi-thau-to yang berjiwa besar, apalagi sebagai seorang ketua cabang persilatan, tak nanti mau merendah dan menjilat seperti kelakuan Thauto ini tadi.

Sementara itu si Thauto melihat kelinci panggangnya sudah berwarna hitam, ia sangka telah hangus, maka cepat2 ia angkat kayu sunduk-nya, tapi sebelum kelinci pangggang itu dihantar kemulutnya, mendadak ia membentak, sambil menoleh.

Nyata Hong san Koay Khek “

karena digoda A Siu tadi, ia menjadi senewen, padahal dibelakangnya tiada seorangpun, tapi untuk ber-jaga2, ia sengaja menghardik kebelakang.

Melihat kelakuan orang yang menggelikan, hampir2 Jun-yan terbahak-bahak, tapi sedapat mungkin ia bertahan.

Pada saat lain, terlihatlah Thauto itu terus menggerogoti kelinci panggang.

Apa celaka, masih untung juga baginya, baru sekali-dua ia cokot kelinci itu dan baru mulai dikunyah, segera ia merasa rasanya kelinci panggang itu rada-rada luar biasa, ia menjadi kelabakan, frr.

frr.

berulang-ulang ia semburkan lempung dari mulutnya disertai dengan suara gerengan yang murka.

Melihat macam orang yang lucu.

semula Jun-yan masih menahan rasa gelinya sedapat mungkin, sampai akhirnya ia benar-benar tak tahan lagi, dengan ter-bahak2 iapun berdiri dari tempat sembunyinya sambil menggoda : Haha, Thauto busuk, kelinci panggangmu ini kurang pandai kau membakarnya, bukankah kelinci panggang yang kubikin untukmu itu jauh lebih lezat “ Thauto itu terkejut karena tiba-tiba melihat dari semak-semak sana muncul dua gadis dengan ter-tawa2 sambil tangan masing2 memegangi seekor kelinci panggang dan sedang dimakan dengan nikmatnya.

Maka tahulah dia duduknya perkara sebenarnya, karuan alangkah gusarnya tanpa pikir lagi ia kerahkan seluruh tenaga di sebelah tangannya terus dihantamkan kedepan.

Saat itu Jun-yan masih ter-pingkal2 dengan mulutnya penuh daging kelinci panggang, ketika mendadak Thauto itu melontarkan serangan, sama sekali ia tidak berjaga2.

Baiknya A Siu selalu waspada, melihat bahaya, cepat ia berseru sambil tumbuk badan Jun-yan dengan pundaknya sambil meloncat kepinggir.

Karena tumbukan A Siu itu, Jun yan ter-huyung2 kesamping hingga jauh, dalam kagetnya segera ia hendak mengomeli A Siu yang sembrono, namun bila ia pandang lagi, ia terkejut sendiri.

Ternyata dimana pukulan Thauto tadi sampai, seketika batu kerikil berhamburan.

Betapa hebat tenaga pukulan itu, sungguh sangat mengejutkan.

Namun Jun-yan bukan Jun-yan kalau dia menjadi takut, dengan gusar ia malah balas mendamperat : Thauto keparat, hanya tiga ekor kelinci panggang, kenapa kau mesti turun tangan sekeji itu “ Siapakah “ Hong san Koay Khek “

Saking murkanya Thauto itu tidak menjawab lagi, ia hanya memaki : Setan alas! habis ini, sekali lompat, kembali ia melontarkan serangan pula, sebelah tangannya dengan kelima jarinya yang dipentang lebar terus mencengkeram keatas kepalanya Jun-yan, sedang telapak tangan lain dari samping bergaya merangkul ke tengah.

Tiba2 Jun-yan merasa suatu tenaga maha besar seakan-akan mencakup kepalanya, segera ia hendak melompat menghindari, tapi tahu-tahu sesuatu tenaga lain dari samping seakan-akan menggondeli tubuhnya hingga dirinya seperti sudah dikurung ditengah, sementara itu terdengar pula suara tertawa sinis si Thauto.

Dalam gugupnya Jun-yan terpaksa pukulkan juga kedua tangannya coba bertahan, pada saat itu pula iapun ingat siapa akan diri si Thauto itu, teriaknya : He, kau Tai-likeng-jiau Ngo-seng Thauto! Kiranya Ngo-seng Thauto yang berjuluk Tai-lik-eng-jiau atau cakar elang bertenaga raksasa, adalah sutenya Thi-thau-to, ini ketua Ngo-tai-san yang tersohor.

Tapi karena jiwanya yang kotor dan kemurtadannya, maka ia telah mendurhakai perguruan dan memusuhi sang Suheng, malahan secara rendah berani menggondol lari kitab pelajaran Tai-lik-jiau-hoat dan kabur jauh ketempat lain, akhirnya berhasil juga melatih ilmu cakar elang itu, maka seperti harimau tumbuh sayap saja, kelakuannya semakin sewenang2.

Begitulah, maka Jun-yan benar2 payah merasakan kurungan tenaga pukulan orang, sedapat mungkin ia coba bertahan, tetapi dadanya serasa sesak, mata ber-kunang2 diam2 ia mengeluh mengapa A Siu tidak lekas turun tangan membantu.

Namun A Siu sudah dapat juga melihat keadaan Jun-yan yang payah, serunya segera : Thauto, jangan kau sesalkan aku bila kau tak mau lepaskan enciku ! Sudah tentu Ngo-seng tidak pandang sebelah mata pada seorang gadis jelita yang lemah itu segera iapun dapat mengenali orang yang menggoda dan diudak olehnya itu adalah gadis ini, tiba2 ia tertawa aneh, berbareng tangan kiri memutar, mendadak mencengkeram juga keatas kepalanya A Siu.

Nyata dengan demikian ia telah salah perhitungan.

Jika seorang diri Jun-yan yang diserangnya terang tenaganya masih jauh berlebihan tapi terhadap A Siu satu melawan satu saja belum tentu Ngo-seng sanggup menang, sudah tentu ia tidak tahu akan betapa tinggi ilmu lwekangnya A Siu hanya Hong san Koay Khek “

disangkanya seperti Jun-yan yang mudah dilayani, maka sekaligus ia pikir hendak robohkan kedua gadis itu untuk kemudian akan disiksa.

Maka sekali A Siu kebas lengan bajunya menangkis mendadak Ngo-seng merasakan suatu tenaga yang maha besar membentur kemukanya begitu hebat hingga napasnya se-akan2 sesak matanya ber-kunang2.

Barulah sekarang ia terkejut tidak kepalang.

Terpaksa ia mesti tarik kembali sebelah tangan yang melayani Jun-yan tadi untuk membela diri.

Dan karena mendadak tangannya ditarik, Jun-yan menjadi kehilangan imbangan badannya karena dia juga lagi kerahkan sepenuh tenaga untuk melawan, gadis ini terhuyung-huyung kedepan hingga mendekati Ngo seng namun Junyan bukan anak murid Thong thian-sin-mo kalau dia lantas jatuh begitu saja.

Dalam keadaan sempoyongan ia masih sempat ayun tangannya menampar hingga plok dengan keras Ngo-seng telah kena ditempilingnya sekali sampai beberapa giginya rompal dan darah mengucur dari mulut.

Dan pada saat lain karena melihat Jun-yan sudah terbebas dari bahaya, cepat A Siu tarik kembali tenaga serangannya tadi.

Sungguh tidak kepalang murkanya Ngo-seng, belum pernah ia kecundang seperti sekarang ini sejak ia malang melintang didunia Kangouw, apalagi kecundang dibawah tangan si gadis cilik yang dianggap masih ingusan.

Saking gusarnya hingga untuk sesaat tampak ia berdiri menjublek dengan sinar mata bengis.

Sudahlah, enci Jun-yan, marilah kita pergi, ajak A Siu kemudian.

Nanti dulu, sahut Jun-yan sambil melolos pedang.

Habis siapa suruh paderi busuk itu berlaku begitu garang, kalau tak diberi sedikit hajaran, boleh jadi ia akan lebih mementang2 lagi.

Habis ini, tiba2 ia membentak Ngo-seng ; Nah, kau sudah dengar tidak, paderi busuk, jika kau ingin hidup, biarlah aku mengiris dulu kedua kupingmu, dan kau boleh pergi lantas.

Terdengar Ngo-seng mendengus tertahan, tetapi tidak buka suara, masih terus melotot, malahan dari ubun2nya se-akan2 mengepulkan hawa.

Nampak itu, segera Jun-yan hendak membentaknya pula, tak terduga, mendadak Ngo-seng telah mendahului menggertak sekali sekeras guntur, berbareng kedua tangannya diangkat, seperti cakar elang saja, dengan tipu Siang-jiau-bok tho atau dua cakar mencengkeram kelinci, segera mengarah kemukanya Jun-yan.

Hong san Koay Khek “

Kiranya berdiamnya Ngo-seng tadi ialah sedang mengumpulkan seluruh tenaga dalamnya untuk melontarkan serangan yang mematikan kepada Jun-yan yang sudah dibencinya tujuh turunan.

Maka sekali serang, ia yakin akan matikan lawannya itu.

Alangkah terkejutnya Jun-yan oleh serangan maha lihay itu.

cepat ia putar pedangnya keatas dengan gerak tipu heng-hun-liu-sui atau awan meluncur air mengalir, secepat kilat ia sambut cakaran orang.

Untuk kesebatan si gadis itu, mau tak mau Ngo-seng terkejut juga, mendadak ia putar telapak tangannya kesamping, namun begitu, lengan bajunya sudah terpapas sobek, cuma serangannya masih terus mencengkeram kedepan.

Dalam keadaan begitu, walaupun Jun-yan berhasil memapas baju orang, tapi ia sendiri masih tetap terancam bahaya.

Maka A Siu tak bisa tinggal diam lagi, terpaksa ia turun tangan menolong.

Saat itu Ngo-seng lagi kerahkan seluruh tenaganya untuk mematikan Jun-yan, ketika tiba2 merasa angin pukulan menyambar lagi dari samping, ia menjadi kaget dan sadar akan kepandaian A Siu yang tak boleh dipandang enteng itu, maksud hatinya akan mengegos kesamping sambil membaliki sebelah tangannya menangkis.

Tapi lagi2 ia mesti telan pil pahit, sedikit kelonggaran telah dipergunakan oleh Jun-yan dengan baik, plok-plok dua kali ia hantam pundak orang, berbareng pedang diputar dengan tipu hun-kay-goat-hian atau awan menyingkap, bulan kelihatan, tiba2 Ngo-seng merasa pipinya nyes dingin tahu2 sebelah kupingnya sudah berpisah dengan tuannya.

Sungguh apes bagi Ngo-seng akan kejadian hari ini, berulang kali ia kena dihajar, sebelah kupingnya kena diiris lagi.

Karuan bukan main murkanya, tapi apa daya” Menghadapi dua gadis lincah itu, ia benar-benar mati kutu, hanya sesudah melompat pergi ia memutar tubuh dan melotot dengan mata berapi.

Paderi busuk, tiba-tiba Jun-yan memaki pula, rupanya ia masih belum puas mempermainkan Thauto itu, kau masih punya sehelai daun kuping, supaya tidak ganjil, ada lebih baik biar kupotong sekalian! habis berkata, benar saja ia melompat maju dengan pedang terhunus.

Gemas luar biasa sebenarnya Ngo-seng kepada Jun-yan, kalau bisa gadis ini hendak ditelannya bulat2, tapi ia kuatir kalau2 A Siu nanti mengerubut maju lagi dan jangan2 kuping yang tinggal satu itu benar2 akan berkorban lagi, bagaimana macam kepalanya tanpa daun kuping itu “ Hong san Koay Khek “

Karena itu, dengan gusar2 takut itu, mendadak ia hantamkan kedepan sekali sebelum Jun yan mendekat, angin pukulan yang keras itu menyambar kemuka si gadis, terpaksa Jun-yan sedikit merandek, maka Ngo-seng sempat putar tubuh angkat langkah seribu.

Namun begitu, berulang2 ia menoleh kuatir diudak.

Jun-yan ter-bahak2 geli, dampratnya dengan tertawa, Hahaha, paderi keparat, apa mungkin kau ajak berlomba lari “ lalu ia berpaling kepada A Siu dan berseru: Marilah A Siu, paderi busuk itu sudah ketakutan, cepat kita kejar dia ! Sebenarnya A Siu yang lebih halus perangainya itu enggan ikut mengudak, tapi karena Jun yan sudah mendahului lari, terpaksa ia menyusul dari belakang.

Sebaliknya ketika mula2 Ngo-seng melihat Jun-yan sendiri yang mengejarnya, ia telah berhenti sejenak, tapi demi nampak A Siu sudah menyusul, ia menjadi jeri dan cepat berlari.

Uber punya uber, akhirnya mereka sampai didekat kompleks rumah2 gubuk tadi.

Melihat itu dari jauh, Jun-yan menjadi ragu2, teringat olehnya waktu Ngo-seng Thauto keluar dari gubuk itu telah mem-bungkuk2 badan sambil mengia dengan merendah sekali, terang didalam rumah itu terdapat seorang kosen, yang sangat disegani paderi itu.

Melihat Jun-yan berhenti dengan sangsi, sudah tentu Ngo-seng tidak tinggal diam, segera ia memaki2 lagi dengan kata2 kotor dan rendah untuk bikin hati si gadis menjadi panas.

Betul juga Jun-yan menjadi murka, dampratnya: keparat, jika aku tidak potong lehermu, jangan kau panggil nona Lou kepadaku! Dan segera ia mengejar pula.

Karena kuatirkan keselamatan Jun-yan, cepat A Siu menyusul dibelakangnya.

Sebaliknya ketika sampai didepan pintu gubuk tadi, mendadak Ngo-seng berhenti dengan celingukan.

Lalu ia berpaling kearah Jun-yan dan memaki pula, tapi tidak keras, hanya dengan suara tertahan.

Karuan Jun-yan berjingkrak saking murka, la lihat gubuk itu ada suara lentera dari dalam tetapi keadaan sunyi saja, ia menjadi berani, ia mendamprat pula terus menubruk maju, sekali pedangnya mengayun, terus ia tusukkan.

Hong san Koay Khek “

Rupanya serangan inilah yang sedang ditunggu2 Ngo-seng, sebab begitu Jun-yan menubruk maju, tiba2 dengan bahunya ia dorong pintu gubuk dan orangnya menerobos masuk.

Tanpa pikir terus saja Jun-yan ikut menguber kedalam.

Diluar dugaan, suatu tenaga maha besar lantas menerjang dari depan, baiknya Junyan cukup cekatan, begitu merasa gelagat jelek, segera ia melompat mundur terdorong oleh damparan tenaga itu, menyusul mana suatu bayangan ikut melayang tiba hendak menubruk tubuhnya, dalam gugupnya cepat Jun-yan berjumpalitan ke samping, maka terdengarlah suara buk yang keras, sesosok tubuh telah terbanting ditanah.

Dan sejenak kemudian barulah A Siu dan Jun-yan dapat melihat itu adalah Ngo-seng Thauto yang gede.

Rupanya jatuhnya itu sangat keras hingga Ngo-seng berjongkok meringis hingga lama baru bisa bangun.

A Siu dan Jun-yan telah merasakan betapa lihaynya Ngo-seng, kalau satu lawan satu mereka belum pasti menang, tapi kini begitu mudah Ngo-seng terlempar keluar, maka betapa hebat tenaga pukulan orang yang berdiam didalam rumah itu dapat dibayangkan.

Dalam pada itu dengan ter-sipu2 Ngo-seng telah merangkak bangun walaupun dengan meringis kesakitan, sesudah berdiri, dengan sangat hormat ia masih berkata kearah rumah itu: Ki-lociappwe, memang aku terlalu sembrono masuk tanpa permisi, tetapi kedua budak ini sesungguhnya keterlaluan..

Traktiran: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan) ataupun bisa melalui via Trakteer yang ada dibawah

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar