Manusia Aneh Dialas Pegunungan Bab 04

Bab 04

Bedanya tadi ia terus mengubar jejaknya si gadis, adapun sekarang orangnya berdiri tegak bagaikan patung.

Melihat keadaan orang, Jing-ling-cu menghela napas kasihan, katanya pada Tong Po dan Bok Siang-hiong: Bicara tentang ilmu silat, terang sobat ini jauh lebih tinggi dari kita.

Cuma sayang ia sudah buta, pula bisu, boleh jadi dimasa dulu hatinya pernah kena pukulan yang hebat sehingga tindak-tanduknya menjadi abnormal.

Untuk selanjutnya diharap kalian mengingat akan sesama orang persilatan sukalah meng-amat2i dan mencari tahu siapakah gerangan dia ini serta adakah sanak pamilinya.

Adapun kini terpaksa biarkan dia tinggal sementara dikelentingku ini ! Hong san Koay Khek “

Habis berkata, lalu ia mendekati orang aneh itu.

Tak terduga, tiba-tiba dilihatnya pada pipi orang aneh yang jelek itu sedikit basah, nyata air matanya sudah meleleh.

Hati Jing-ling-cu tergerak, diam2 ia menduga pasti dimasa yang lalu orang aneh ini tentu mengalami sesuatu peristiwa yang amat menyakiti hati dan menggetarkan sukma.

Cuma sayang, keadaan orang aneh ini kini dalam keadaan tidak waras hingga susah untuk ditanya.

Yang mencurigakan ialah kejadian tadi sebab apakah mendadak Siauyau-ih-su menjerit kaget, lalu berlari pergi begitu saja “ Dan mengapa bila mendengar suara si gadis, Lou Jun-yan, lantas mengubar terus “ Apakah mungkin dengan kedua orang tersebut belakangan ini memang pernah ada hubungannya “ Dasar watak Jing-ling-cu memang simpatik, ia pikir orang aneh itu ia sendiri yang ketemukan, maka urusan apa yang menyangkut diri orang aneh itu, sudahlah pasti ia takkan bisa tinggal diam.

Maka kembali ia tutup muka orang dengan kain selubung hitam tadi dan katanya ramah : Sobat, marilah kembali kekamar mengaso dulu ! Orang itu tetap diam saja, maka Jing-ling cu lantas menarik tangannya dan dibawa masuk keruangan belakang.

Besok paginya sesudah Tong Po dan Bok Siang-hiong memohon diri pulang kekediamannya masing2, dalam keadaan seorang diri Jing-ling-cu terus memikirkan teka-teki yang menyelubungi diri orang aneh itu.

Tiba2 ia menjadi ingat, kalau tak bisa buka suara, bukankah dapat menulis, dan kenapa kemarin tidak diberikan pena dan kertas suruh menulis jawaban apa yang ditanyakan itu “ Diam2 Jing-ling-cu mengomeli dirinya sendiri yang kenapa begitu goblok hingga tidak ingat akan akal ini.

Maka lekas2 ia mendatangi kamar si orang aneh.

Tapi ia kecele, sebab orang itu ternyata telah tiada di kamarnya lagi.

Kalau melihat bantal dan selimut yang masih baik2 berada diatas ranjang, nyata sekali semalam sama sekali orang aneh itu tidak tidur disitu, dan sejak kapan orangnya menghilangpun susah diketahui.

Karena kejadian ini, hati Jing-ling-cu menjadi murung, tapi apa daya “ Dalam pada itu, mengenai diri Lou Jun-yan sejak meninggalkan kuil Lo seng-tian, ditengah jalan teringat olehnya kejadian dikelenteng itu, dimana ia telah menggoda Hong san Koay Khek “

habis2an beberapa tokoh angkatan tua, diam2 ia merasa geli sendiri dan saking senangnya, sepanjang jalan ia bersenandung per-lahan2 sembari memainkan tetumbuhan bunga hutan di tepi jalan, terus turun ke bawah gunung.

Setibanya dibawah puncak gunung, gadis ini menjadi ragu2, apakah begitu saja terus pulang kerumah “ Biasanya sang guru teramat keras mengawasi dirinya, kalau bukan undangan Jing-ling-cu dan sang guru enggan turun gunung, boleh jadi hingga kini ia masih tetap dikeram, kini dirinya berada sejauh ribuan li dari gurunya, tentu orang tua itu takkan tahu urusan disini ternyata begitu cepat sudah selesai “ Dan kesempatan ini mengapa tak dipergunakannya untuk pesiar dikalangan kang-ouw “ Setelah ambil ketetapan itu, hati si gadis makin gembira.

Terus saja ia melanjutkan perjalanan buat tinggalkan pegunungan Heng-san itu.

Tak terduga, karena terlalu sedikit pengalaman, dan pula Lam-gak Heng-san ini baru pertama kali ia kunjungi, jalan pegunungan ber-liku2, bilak-biluk, meski ia sudah berputar2 hingga hari hampir magrib, masih juga belum keluar dari tanah pegunungan itu.

Jun-yan menjadi gugup, akhirnya ia pikir2 jangan2 malam ini harus tidur dialas pegunungan terbuka.

Dalam kesalnya ia duduk diatas satu batu ditepi jalan untuk mengaso.

Tiba2 dilihatnya dari jauh ada beberapa orang yang mendatangi, sesudah dekat, ternyata mereka adalah beberapa tukang pencari kayu.

Dalam girangnya Jun-yan terlompat bangun serta berseru : Numpang tanya, toako tukang kayu! sembari berkata, segera iapun memapak maju.

Siapa tahu, baru saja tubuhnya bergerak, mendadak terasa dibelakangnya ada berkesiur angin yang sangat perlahan, se-akan2 ada seseorang yang mengintil dibelakangnya.

Gerak-gerik Jun-yan memang sangat gesit dan cekatan, ketika berasa begitu, tanpa berpaling lagi, se-konyong2 ia baliki tangannya terus meraup kebelakang.

Tapi ternyata ia hanya meraup angin belaka, ketika ia menoleh, yang tertampak hanya cuaca remang2 tanpa suatu bayanganpun.

la menjadi heran dan melengak, tapi segera ia meneruskan niatnya memapak beberapa tukang kayu tadi.

Sudah tentu para tukang kayu itu terheran-heran ketika mendadak melihat seorang gadis jelita muncul ditengah-tengah alas pegunungan yang sunyi itu.

Tadinya mereka Hong san Koay Khek “

menyangka jangan-jangan dewi kayangan yang turun kebumi.

Sesudah mendengar pertanyaan si gadis tentang jalan turun kebawah gunung, lalu dengan sangat sopannya mereka memberitahukan dengan jelasnya.

Dengan riangnya Jun-yan mengucapkan terima kasih lalu berlari-lari lagi kejurusan yang ditunjuk, tapi sesudah beberapa puluh tombak jauhnya, kembali ia merasa angin silir berkesiur lagi dibelakangnya.

Tatkala hari itu sudah mulai gelap, cuma sang dewi malam belum menampakan diri.

Kembali hati si gadis terkejut, diam2 ia memikir, apakah mungkin ada setan alas yang sedang mengintil dibelakangnya.

Ketika ia coba menghentikan langkahnya, tahu2 angin silir dibelakangnyapun lenyap.

Maka yakin sudah si gadis, pasti ada orang yang selalu mengintil, tapi bila ia mendadak menoleh toh tiada sesuatu bayangan yang terlihat olehnya” Dalam keadaan seorang diri di-tengah2 alas pegunungan, dan pula dimalam yang kini sudah gelap, sungguhpun nyali si gadis cukup tabah, tak urung ia merasa mengkirik.

Segera ia tarik senjatanya Ah-jui-bian atau pecut mulut bebek, ia siapkan ditangan untuk menjaga segala kemungkinan.

Pecut ini adalah senjata andalan gurunya, Thong-thian-sin-mo Jiau-Pek-king diwaktu mulai berkecimpung didunia kang-ouw.

Meski nama senjata itu lucu kedengarannya, tapi sebenarnya adalah sesuatu genggaman yang liehay dan jarang dilihat.

Panjang pecut itu kira2 tujuh kaki, besarnya seperti jari dan terbagi dalam ruas2 yang terbikin dari baja yang tajam sekali.

Di ujung pecut itu terdapat pula dua potong pelat baja yang tipis tajam, letak kelihayannya justru pada kedua pelat baja ini, kalau diputarkan, ke dua pelat ini bisa buka-tutup hingga mirip mulut bebek.

Begitulah, Jun-yan siapkan pecutnya ini di tangan terus melanjutkan perjalanan dengan cepat.

Beberapa kali terasa angin berkesiur lagi dibelakangnya, segera pecutnya ia sabetkan, tapi selalu mengenai tempat kosong.

Dengan sendirinya hatinya menjadi semakin heran.

Tidak antara lama, sesudah rembulan lambat laun meninggi disebelah belakangnya serta memancarkan sinarnya yang indah, diam2 Jun-yan bergirang.

Tapi ketika ia memandang kebawah, ia menjadi terperanjat tidak kepalang.

Hong san Koay Khek “

Kiranya di bawah sorot sinar bulan yang terang, kecuali bayangan tubuhnya yang tertampak memanjang kedepan ditengah pegunungan itu, terdapat pula satu bayangan orang lain yang lebih jangkung dari dirinya, kalau melihat jaraknya, orang itu terang selalu mengintil dalam jarak tiada 4-5 kaki dari belakangnya.

Memangnya sejak tadi Jun-yan curiga ada orang yang mengintil dibelakangnya hingga menerbitkan berkesiurnya angin, tapi beberapa kali ia berpaling atau menyabet dengan pecutnya, toh selalu nihil tiada sesuatu yang dilihatnya.

Kini kalau bukan dia berjalan dengan memungkiri bulan hingga bayangannya tersorot kedepan, boleh jadi ia belum berani yakin kalau berkesiurnya angin itu dijangkitkan oleh orang.

Dalam kagetnya, hati Jun-yan benar2 dek-dekan, ia menduga orang mungkin sudah lama mengintil, maka betapa hebat ilmu entengi tubuh orang itu, sungguh susah dibayangkan.

Cuma anehnya, mustahil orang itu belum insyaf kalau bayangan tubuhnya yang tersorot sinar bulan itu kini sudah dapat diketahui” Ketika per-lahan2 Jun-yan sengaja melangkah dua tindak kedepan, tahu-tahu bayangan orang itupun bertindak dua langkah.

Bila ia berlari, bayangan itupun ikut berlari, hingga mirip seperti bayangan sendiri saja.

Sembari berjalan, diam-diam Jun-yan menimang-nimang, ia pikir orang mungkin tiada maksud jahat, sebab kalau punya tujuan jahat pada sebelum bayangannya diketahui, sejak tadi-tadi sudah turun tangan.

Boleh jadi orang ini adalah Bu-lim Cianpwe atau angkatan tua dari dunia persilatan yang kenal akan kenakalannya maka sengaja hendak bergurau padanya.

Memikir akan itu, diam2 Jun-yan geli sendiri, sebab besar kemungkinan malah suhunya sendiri yang telah turun gunung dan menggoda padanya.

Diam2 ia himpun tenaganya, ia siapkan pecutnya baik2, suatu ketika, mendadak ia putar tubuh, terus menyabet ber-runtun2 tiga kali.

Cara menyerangnya itu cepat luar biasa, tapi gerak tubuh orang yang dibelakangnya itu ternyata jauh lebih cepat lagi, hingga tiga kali sabetannya mengenai tempat kosong semua.

Cuma ada hasilnya juga, sebab ia sudah pusatkan perhatian, maka sekilas dapat dilihat oleh Jun-yan, dibawah sinar bulan ada satu orang secepat angin telah melesat pergi terus menyelusup masuk kedalam rimba yang berdekatan.

Hong san Koay Khek “

Ha, masih lari “ Sudah kepergok, kau mau sembunyi kemana “ teriak Jun-yan.

Dan sambil mengangkat pecutnya, segera ia mengejar.

Sesudah menyusur rimba, ia ber-teriak2 lagi memaki dengan maksud memancing keluar orang itu, tapi pohon2 rimba itu jarang2 saja tidak terlalu rindang, hingga keadaan sekitarnya cukup terlihat jelas, sunyi senyap saja tiada seorangpun.

Tanpa terasa bulu roma si gadis berdiri, diam2 ia membatin, apakah mungkin setan atau genderuwo yang lagi menggodanya “ la coba tenangkan diri, lalu duduk dibawah satu pohon besar sambil meng-amat2i keadaan sekitarnya, tapi benar2 tiada suatu bayanganpun yang terlihat, ketika ia menengadah, sinar bulan yang putih jernih menembus rimba yang jarang itu hingga suasana malam itu tenang2 aman.

Selagi Jun-yan tengak-tengok kesana kemari, tiba2 dilihatnya diatas sebatang dahan pohon yang tumbuh miring, coraknya agak aneh.

Ketika ditegasi, ternyata bukan dahan pohon, tapi kain baju yang ber-goyang2, terang seorang manusia terpantek miring dibatang pohon besar itu dengan ilmu kepandaian lip te-seng-kin atau berdiri ditanah tumbuh akar, semacam ilmu yang memberatkan tubuh yang pernah didengar tapi belum pernah dilihatnya.

Ilmu lip-te-seng-kin itu adalah kepandaian tunggal kaum Khong-tong-pay.

Yang melatih ilmu ini, kalau Iwekangnya belum punya dasar yang kuat, tak nanti bisa berhasil.

Kalau begitu, apakah mungkin orang ini adalah Li Pong, Ciang-bun-jin atau ketua dari Khong-tong-pay yang berjuluk Liok-hap-tong-cu itu “ Li Pong itu di waktu berusia tujuh belas tahun, ilmu silatnya sudah menjagoi sesama saudara seperguruannya, dengan liok-hap-to-hoat dari Khong-tong-pay mereka, sekaligus ia telah kalahkan tiga puluh lima saudara perguruannya hingga diangkat sebagai ketua.

Sebab itulah orang kang-ouw menyebutnya Liok-hap-tong-cu atau sibocah pemain Liok-hap-to.

Kini meski usianya sudah lanjut, tapi julukan muda itu masih belum terhapuskan.

Jun-yan pikir Li Pong adalah kawan sehidup semati gurunya, Jiau Pek-king, biasanya suka menggoda dan bergurau padanya.

Maka ia menduga orang ini pasti Li Pong adanya.

Hatinya menjadi lega, dengan ketawa-ketawa segera ia menegur : Hayo, Li-sioksiok (paman Li), sudah dapat kukenali, kenapa masih kau pura2 tidak tahu disitu “ Lekaslah turun ke mari, ajarkanlah padaku ilmu golokmu Liok-hap-to-hoat.

Bila tidak nanti aku Hong san Koay Khek “

akan siarkan kau seorang tua sengaja menindas yang muda, coba bagaimana kau akan membela diri “ habis berkata lalu iapun berdiri.

Dan ketika ia mendongak pula sambil berkata dengan ketawa: Nah, Li..

belum lagi sioksiok diucapkan tiba2 ia merasa mukanya seperti teraling-aling sesuatu nyata itulah muka seorang yang jelek dan menyeramkan luar biasa yang hampir-hampir menempel dengan mukanya, maka teranglah bahwa orang itu sekali-kali bukan Liok-hap-tong-cu Li Pong yang disangkanya, tapi adalah si orang aneh yang dilihatnya dikelenteng Loseng-tian siang tadi.

Kiranya tadi tubuh orang aneh itu terpantek miring keatas dibatang pohon, tapi kemudian menggantung kebawah, hingga mukanya hampir2 berciuman dengan mukanya Jun-yan ketika si gadis berdiri.

Sesaat itu, saking kagetnya napas Jun-yan seakan-akan sesak, ia terhuyung-huyung mundur beberapa tindak.

Kau..

.kau sebenarnya..

.siapa” tanyanya kemudian dengan suara gemetar.

Mendadak matanya menjadi burem, tahu-tahu orang itu telah melayang turun kedua tangannya terpentang terus melangkah maju se-akan2 Jun-yan hendak dirangkul kedalam pelukannya.

Dalam kagetnya Jun-yan menjerit tajam sembari melompat mundur.

Mendengar suara jeritan si gadis, mendadak orang aneh itu berhenti tak jadi maju, kedua tangannya pun diluruskan kebawah lagi, hanya dari tenggorokannya terdengar berkeruyukan, mulut dengan bibirnya yang sudah tak utuh lagi itu ternganga dan mengeluarkan semacam suara yang menakutkan dan menggetarkan sukma.

Mendengar orang mengandung rasa pilu, tapi penasaran dan benci, seperti orang yang telah dianiaya musuh, tapi dendam sedalam lautan itu tak berdaya dibalas.

Maka meski suaranya tadi begitu menyeramkan, dari takut tiba-tiba timbul rasa simpatik si gadis terhadap diri orang aneh itu.

Jun-yan coba mengamati-amati perawakan dan bentuk wajah orang, tapi tiada sesuatu yang mirip Li Pong, diantara anak murid Khongtong-pay juga tidak sedikit yang dikenalnya dan tiada seorangpun yang berwajah begini, sebaliknya kepandaian lip-le-seng-kin yang ditunjukkan si orang aneh ini tadi justru adalah ilmu tunggal golongan Khong-tong-pay yang tak mungkin diajarkan pada orang luar.

Hong san Koay Khek “

Diam-diam Jun-yan menimang-nimang meski orang aneh tiada maksud jahat, tapi ketika di Lo-seng-tian selalu mengejar saja pada dirinya, sesudah ia tinggalkan kelenteng itu masih terus orang mengintil.

Dengan siapapun boleh berkawan, tetapi masa harus berkawan dengan seorang aneh seperti setan ini” Tidakkah jalan paling selamat ialah : kabur “ Karena itu segera ia pura2 membentak: Hai, apakah kau ini orang Khong-tong-pay “ Berani kau menggoda aku ditengah jalan, jika aku laporkan pada Ciangbunjin dari Khong-tong-pay, Liok-hap-tong-cu Li Pong, pasti takkan menguntungkan kau! Cara Jun-yan berkata ini sengaja ia keraskan suaranya, sebab ia insyaf, sedikit saja ia menggeser pergi, betapapun gesitnya, pasti orang aneh itu dapat menyusulnya.

Maka semakin berkata semakin keras suaranya, sedang kakinya terus menggeser kebelakang.

Ketika selesai ia berkata, sementara itu ia sudah berada sejauh 4-5 tombak dari orang aneh itu.

Betul juga, orang aneh itu masih berdiri terpaku ditempatnya, hanya kepalanya miringi, rupanya sedang pasang kuping buat mendengarkan.

Diam-diam Jun-yan sangat girang, lebih pasti lagi dugaannya bahwa orang aneh tentu seorang buta, asal ia menahan napas dan tidak menerbitkan suara, pasti orang takkan dapat mencari jejaknya.

Ia pikir mundur lagi sedikit jauh, lalu berdiam diri untuk melihat bagaimana reaksi orang aneh itu.

Tak terduga ada lebih baik kalau ia tidak mundur lagi, tapi baru mundur selangkah, tahu-tahu tubuhnya telah menubruk kedalam pangkuan seseorang.

Kagetnya Jun-yan kali ini ber-tambah2, tanpa pikir lagi telapak tangan kirinya ia tamparkan kebelakang.

Dalam keadaan tubuh menempel, semestinya tamparan ini tentu kena sasarannya, siapa duga, baru saja tangannya diayun, tahu-tahu pergelangan tangannya malah terasa kesemutan, kiranya sudah kena ditangkap orang dibelakangnya itu.

Jun-yan jadi mengeluh, ia tak berani berteriak, karena kuatir diketahui orang aneh itu hingga soalnya semakin bertele-tele.

Dalam gugupnya ia ayun pecutnya yang berujung mulut bebek itu kebelakang dengan tipu hwe-jui-tiok-le atau membalik mulut mematok keong.

Hong san Koay Khek “

Tapi sial baginya, sebelum sabetannya mengenai sasarannya, tahu-tahu jiok-tekhiat di sikutnya terasa kesemutan, genggamannya menjadi kendor, dan senjatanya sudah pindah ketangan orang.

Dahulu ketika Jun-yan mempelajari ilmu pecut itu, pernah gurunya Thong-thian-sinmo Jiau Pek-king berpesan: Dengan ilmu pecut lain dari pada yang lain ini, betapapun musuh takkan dapat merampas senjatamu ini, tetapi bila sampai pecutmu ini kena direbut, maka terang kau sudah kecundang, tak perduli lawan seorang sepele saja, jangan lagi kau menempur terus, jalan paling selamat ialah lari.

Baiknya gurumu ini bukan seorang ksatria atau laki2 sejati, lebih2 bukan manusia yang suka cari nama, maka kau larikan diri rasanya juga tidak merosotkan pamor gurumu ini! Pesan itu selamanya diingat baik-baik oleh Jun-yan.

Kini melihat pecutnya benar2 kena dirampas orang, segera ia bermaksud kabur.

Namun pergelangan tangan kirinya kena dipegang musuh, mana bisa lari begitu saja “ Dalam gugupnya ia me-ronta2 sembari melirik tangan musuh yang memegangi tangannya itu, dan diluar dugaan, demi nampak tangan orang, dari keringat dingin yang tadinya sudah membasahi tubuhnya itu, kini ia malah menjadi lega.

Kiranya tangan orang yang memegangnya itu ternyata berjari gemuk-gemuk dan merah seperti diwanter kuku jarinya, panjang lebih dua senti hingga mengeluarkan cahaya mengkilap, siapa lagi dia kalau bukan telapak tangan Cu-seng-cian atau tangan merah Cu-se yang dikenalinya sebagai tangannya Liok-hap-tong-cu Li Pong.

Saking girangnya, segera iapun mengomel : He, Li-sioksiok, kenapa kau sengaja bikin kaget padaku “ Maka terdengarlah orang yang dibelakangnya itu ketawa terbahak-bahak sembari kendorkan cekalannya, kemudian katanya : Setan cerdik, dibelakangku kau selalu sebut namaku, apa yang sedang kau lakukan untuk alamatku bukan “ Haha, kalau tidak bikin kaget kau sekali-kali, adu mulut aku memang kalah, bukankah selalu aku akan rugi “ Ketika Jun-yan menoleh, maka terlihatlah seorang berperawakan pendek buntat, rambutnya hitam mengkilap, alisnya yang panjang tebal, tapi berwarna putih bersih, dibawah janggutnya tumbuh serumpun jenggot, tapi warnanya justru hitam, dan diapit dan alisnya putih, wajahnya masih kekanak2an, tambah lagi sepasang tangan Cu-sengciang , siapa lagi dijagat ini yang mempunyai corak khas seperti Liok-hap-tong-cu Li Pong ini “ Hong san Koay Khek “

Sesudah tertegun sejenak, segera Jun-yan mengomel lagi: Bagus kau, Li-sioksiok ! Kau kirim orang golonganmu Khong-tong-pay untuk bikin rusuh di Lo-seng-tian diatas Ciok-yong-hong, kini tua menghina lagi seorang gadis muda seperti aku, kelakuanmu ini mana ada sifat pribadi yang agung sebagai Bu-lim-cianpwe (angkatan tua persilatan) dan seorang ketua cabang persilatan.

Biarlah aku siarkan berita ini tentu kau akan dibuat buah tertawaan orang! Hebat benar dakwaanmu ini “ sahut Li Pong sambil melelet-leletkan lidahnya.

Tapi cara bagaimana untuk menebus kekalahanku ini, supaya nona jelita tidak marah-marah lagi” Itu mudah , ujar Jun-yan sembari tekap mulutnya yang mungil untuk menahan tertawanya.

Asal kau ajarkan aku Liok-hap-to-hoat, maka segalanya akan menjadi beres! Kiranya Liok-hap-tong-cu Li Pong ini memang bertabiat jenaka, meski seorang ketua cabang persilatan, tapi paling suka pada orang muda yang ingin maju, sama sekali tak berlagak tua terhadap kaum muda, dan Lou Jun-yan memang sudah biasa bersenda gurau dengan dia.

Ai, setan cerdik , demikian sahut Li Pong kemudian dengan tertawa ia menyambung : Belum lagi menjadi pembesar, sudah mau terima sogok, sayang Liok-hap-to-hoat yang kau inginkan tidak ada, kalau Liok-hap-cio-hoat, bagaimana” Kau mau tidak” Jun-yan tidak tahu kalau kata2 Li Pong itu sedang mempermainkannya, sebaliknya ia pikir, menurut cerita suhunya ilmu silat rahasia kaum Khong-tong-pay sangat banyak dan semuanya bagus tiada bandingan, keruan ia kegirangan, segera ia menyahut : Ya, boleh, bagus sekali! Baik , kata Liok-hap-tong-cu Li Pong sembari geraki tangannya terus mendorong ke arah si gadis.

Sampai disini, barulah Jun-yan tahu dirinya kena diapusi.

lapun tahu tak nanti Li Pong memukul sungguh-sungguh padanya, namun bila pukulan itu sampai kena, bukankah ia sendiri malu sebagai anak murid Thong-thian-sin mo Jiau Pek-king” Maka cepat sekali ia berkelit kesamping.

Bagus, gerakan yang gesit! seru Li Pong memuji Tapi segera ia melangkah maju dan pukulan kedua dilontarkan pula.

Hong san Koay Khek “

Selagi Jun-yan hendak berkelit pula, mendadak terasa angin berkesiur cepat lewat disampingnya, si orang aneh yang terpaku ditempatnya tadi tahu-tahu melesat ketengahtengah antara dia dengan Li Pong, terlihat pula tangan si orang aneh diangkat, iapun melontarkan pukulan kedepan, maka terdengarlah suara plak , kedua tangan si orang aneh dan Li Pong saling beradu.

Pukulan yang dilontarkan oleh Li Pong tadi hanya pura2 saja untuk menggoda Jun-yan, sama sekali ia tidak menduga bahwa mendadak bisa muncul seseorang untuk merintanginya” Sebaliknya orang aneh itu melontarkan pukulan sepenuh tenaga, maka Liok-hap-tong-cu Li Pong tergetar hingga mundur 7-8 tindak, jika bukan lwekangnya sudah terlatih sampai tingkat yang bisa dipergunakan dengan sesukanya dan segera kumpulkan tenaga buat menahan, boleh jadi ia sudah terluka dalam.

Bila kemudian Li Pong dapat melihat bahwa lawannya itu ternyata seorang jelek yang mukanya 90 persen lebih mirip setan, kedua matanya melolor memutih, terang seorang buta, tapi tenaga dalamnya ternyata sedemikian hebatnya, ia menjadi tercengang.

He, budak cerdik, kiranya kau masih punya bala bantuan! , katanya kemudian.

Semula Jun-yan menyangka kalau orang aneh ini adalah orang Khong-tong-pay, kini mendengar kata Li Pong, pula cara orang aneh itu turun tangan tadi terang bukannya pura2, tapi menganggap Li Pong hendak mencelakainya, kalau begitu, apakah benar2 orang aneh ini sudah berkawan dengan aku” demikian pikir si gadis.

Karena itu, cepat ia menjawab: Li-sioksiok, bergurau boleh bergurau, tapi kalau sungguh2 hendaklah kita juga sungguh2.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar