Manusia Aneh Dialas Pegunungan Bab 01

Bab 01

DIANTARA gunung-gemunung diwilayah Tiongkok yang paling terkenal adalah Ngo-gak atau lima gunung raksasa, yaitu Tiong-gak (gunung tengah) Ko-san, Lam-gak (gunun selatan) Heng-san, Pak-gak (gunung utara) Hing san, Tong-gak (gunung timur) Thay-san dan Se-gak (gunung barat) Hoa-san.

Lam-gak Heng-san yang tegak berdiri ditengah propinsi Oulam itu menjulang setinggi beberapa ribu meter, diantaranya adalah puncak Giok-yong-hong yang paling tinggi dan diatas puncak ini terdapat sebuah biara yang tidak terlalu besar, tapi cukup megah, namanya Lo-seng-tian .

Suatu hari di-tengah2 pendapa rumah biara tersebut, beberapa orang tertampak duduk berhadapan mengitari meja.

Yang duduk ditempat tuan rumah adalah seorang tosu atau imam tua yang berjenggot panjang memutih, memakai jubah biru, dandanannya sederhana.

Duduk disamping imam tua itu juga seorang tosu yang berusia setengah umur, mata-alisnya jernih bagus, semangatnya tangkas.

Dan dua orang lagi, yang satu adalah seorang laki2 berewok, dipunggungnya menggemblok sebuah perisai besar, sedang seorang lainnya adalah lelaki kurus.

Beberapa orang yang mengitari meja ini bukan sedang mengadakan Konperensi Meja Bundar , tapi mereka duduk tenang tanpa buka suara, masing2 memandang keluar pintu dengan wajah yang tak sabar se-akan2 sedang menantikan kedatangan seseorang.

Jing-ling Totiang , kata lelaki berewok tadi tiba2, agaknya sudah tak sabar lagi.

Siapakah gerangannya yang kau undang pula” Mengapa hingga kini masih belum muncul” Lelaki tegap berewok ini adalah tokoh dunia persilatan yang terkenal didaerah Kanglam, she Tong bernama Po, orang memberikan julukannya Tai-lik-kim-kong atau Dewa bertenaga raksasa, perangainya sangat keras dan tak sabaran.

Hong san Koay Khek “

Sedang Jing-ling Totiang yang ditegurnya itu ialah imam tua tuan rumah tadi.

Maka dengan mengelus jenggotnya ia menjawab dengan suara berat, Ya, orang ini selamanya tak pernah ingkar janji, sepantasnya saat inipun sudah harus tiba.

Jing-ling Toyu (kawan dalam agama), sela imam setengah umur tadi, siapakah gerangan yang seorang itu “ Sungguh bukannya aku membual, sekalipun umpamanya langit bakal ambruk, dengan kita beberapa orang ini rasanyapun cukup kuat untuk menyanggahnya.

Maka ada urusan apakah sebenarnya, lekas kau tuturkan saja! Imam yang menyela ini she Cu bernama Hong Tin alias Siau-yau-ih-su atau si Kelana hidup bebas.

Ia adalah tokoh kelas tertinggi dari golongan Jing-sia-pay.

Silahkan kalian melihat tungku batu didepan pintu kelentingku itu ! demikian sahut Jing-ling-cu sambil meng-geleng2 kepala menunjuk keluar pintu.

Kiranya kelenting Lo seng-tian itu hampir seluruhnya dibangun dengan lonjoran2 batu yang rata2 4-5 kaki persegi.

Lebih2 undak2an batunya adalah tatahan dari pegunungan yang melengkeit.

Diatas undak2an batu itu, tadinya terdapat sebuah tatahan tungku besar hio-lo (tempat pembakaran dupa besar) yang tingginya kira2 lima kaki, tapi kini kelihatan sudah roboh.

Nampak itu, Tai-lik-kim-kong Tong Po menjadi heran.

Apanya yang harus dilihat” katanya dengan mata membelalak lebar.

Namun tidak demikian dengan Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin.

Eh, tenaga orang ini besar amat! katanya heran sambil kebaskan kebut pertapaannya.

Ya, malahan amat besar pula nyalinya! timbrung si lelaki kurus yang sejak tadi berdiam itu.

Sungguh berani ia mengunjukkan kemahiran didepan Lo-seng-tian diatas Ciok-yong-hong ini! Mendengar percakapan kawannya itu, barulah kini Tong Po tahu bahwa tungku batu itu ternyata didorong roboh mentah2 oleh tenaga orang.

Pernah beberapa kali ia datang ke Ciok-yong-hong ini dan selamanya tahu kalau tungku batu itu aslinya bergandengan dengan batu undak2an yang sengaja dipahat dari sebuah batu raksasa.

Ia sendiri berjuluk Tai-lik-kim-kong dan mempunyai tenaga sakti pembawaan, tapi ia sendiri menaksir takkan mampu mendorongi tungku batu itu sedikit juga, maka ia melelet2kan lidah, lalu ia tak berani buka suara lagi.

Hong san Koay Khek “

Jing-ling-Toyu, sebenarnya siapakah gerangan seorang lagi yang belum datang itu” kembali Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin bertanya.

Kiranya ia bersama Tong Po dan Hui-hi (Ikan Terbang) Bok Siang-hiong dari Tongting-ou (Danau Tong-ting, diwilayah Oulam), yaitu silelaki kurus itu, semuanya datang ke Lo-seng tian ini karena menerima undangan penting kilat dari Jing-ling-cu, maka siang dan malam jauh2 mereka memburu datang.

Siapa tahu sesudah sampai, Jing-ling-cu sendiri tampaknya malahan tidak gugup atau kuatir, hanya bilang masih harus menantikan pula kedatangan seorang bala bantuan, seorang tokoh terkemuka.

Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin adalah seorang cerdik pandai dan serba bisa, baik ilmu silat maupun ilmu surat, biasanya ia anggap dirinya seperti Khong Beng pintarnya.

Maka kini demi nampak robohnya tungku batu itu, segera ia tahu Jing-ling-cu telah kedatangan musuh kelas berat, dirinya diundang kemari bukan lain melulu diminta membantu menghadapi musuh, maka persoalannya dipandang remeh saja olehnya.

Dan karena ber-ulang2 didesak, maka sesudah merenung sejenak, pula melihat hari sudah larut, akhirnya berkatalah Jing-ling-cu : Baiklah, kukatakan pun tiada halangannya.

Orang ini kalianpun sudah kenal semua, ialah Jiau Pek-king.

Ha.

Thong-thian-sin-mo! teriak Tai-lik-kim-kong Tong Po per-tama2 sembari meloncat bangun.

Begitu pula wajah Cu Hong-tin tampak berubah hebat, sekali ia mengebas lengan bajunya diatas meja, maka tertinggallah selarik goresan yang dalam bagai dikorek pisau.

Jing-ling cu , katanya kemudian kurang senang.

Jika kau telah mengundang Jiau Pek-king, mengapa mengundang pula aku Cu Hong-tin” Kalau Tong Po dan Cu Hong-tin berjingkrak ketika mendengar siapa orang yang ditunggu itu, adalah Hui-hi Bok Siang-hiong, Si-ikan terbang dari Tong-ting-ou, yang masih tetap duduk tenang ditempatnya tanpa buka suara.

Cu-toyu, sahut Jing-ling-cu kemudian, undanganku kali ini sesungguhnya terlalu hebat dan aneh, maka diapun sekalian telah kuundang.

Namun Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin masih kurang senang tampaknya oleh penjelasan itu.

Hong san Koay Khek “

Jing-ling Totiang.

seru Tong Po pula, baiknya jangan kau main teka-teki lebih lama lagi, sebenarnya ada urusan apakah “ katakanlah lekas! Ya, mungkin Jiau Pek-king takkan datang sudah, biarlah aku jelaskan kini! kata Jingling-cu, lalu ia berbangkit dan menuju keruangan dalam.

Karena tidak paham persoalan apa yang sedang dimainkan oleh sahabatnya itu Cu Hong-tin, Tong Po dan Bok Siang-hiong hanya saling pandang sekejap, lalu duduk diam menanti.

Tapi baru saja Jing-ling-cu melangkah beberapa tindak, tiba2 terdengarlah suara seorang wanita yang nyaring merdu sedang menanya diluar pendapa : Hai, apakah ini Lo-seng-tian “ Kenapa tiada satu imampun” Jing-ling-cu melengak, ketika ia menoleh tahu2 bayangan orang berkelebat, satu gadis jelita sudah menaiki undak2an batu dan berdiri di ambang pintu pendapa.

Usia gadis ini tidak lebih 17-18 tahun, cantik molek wajahnya, lebih2 sepasang mata bolanya yang besar jernih makin menambah kelincahannya.

Siapakah nona, adakah sesuatu petunjuk atas kunjungan nona” segera Jing-lingcu menyapa sambil memberi hormat.

Ah, aku hanya mencari Jing-ling Totiang, sahut gadis itu sambil tertawa.

Akulah..

O, tiba2 si gadis memutus kata2 orang, Kata Suhu, sebenarnya ia akan datang sendiri ketika menerima undanganmu, tapi ia tahu tentu kau telah mengundang juga seorang imam hidung kerbau (kata olok2 terhadap Tosu) yang lain yang bernama Cu Hong-tin apa segala.

Ia tidak sudi bertemu dengan manusia rendah semacam itu, maka akulah yang disuruh dating. Dengan uraiannya yang panjang lebar itu, keruan disamping lain Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin mukanya sudah merah padam bagaikan kepiting rebus.

Budak bernyali besar! bentaknya mendadak saking gusar.

Cu Hong-tin adalah tokoh terkemuka aliran Jing-sia-pay, di waktu mudanya seorang diri pernah ia kalahkan Khong-tong-su-kiat atau empat jago dari Khong-tong-pay, maka namanya menjadi cerlang-cemerlang dikang-ouw.

Sudah tentu suara gertakannya tadi pun bukan sembarangan gertak.

Hong san Koay Khek “

Tapi gadis jelita itu ternyata tidak menjadi gugup, apalagi gentar, bahkan dengan senyum simpul ia menoleh dan menuding Cu Hong-tin dengan jarinya yang halus lentik, katanya: E-eh, jadi kau inilah yang disebut Siau-yau-ih-su itu” Ah, memang benar kata Suhu, kau memang bikin orang jemu ! Habis berkata, kembali ia tertawa, maka pada pipinya sebelah kiri tertampak sebuah lekuk kecil, hingga kecantikkannya makin menggiurkan.

Sebenarnya Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin berwatak sangat tinggi hati, jangan kata si gadis hanya anak muridnya Thong-thian-sin-mo Jiau Pek-king, sekalipun Jiau Pek-king yang datang sendiri juga tidak nanti ia mau terima dihina mentah2.

Tapi kini demi nampak sikap dan wajah si gadis dikala tertawa, seketika hatinya tergetar, tiba2 teringat olehnya sesuatu peristiwa pada masa berselang.

Siapakah namamu “ Dan siapakah ayah bundamu” tanyanya kemudian setelah tertegun sejenak.

Namun si gadis tak mau menjawab, sebaliknya dengan mulut menjengkit ia mengolok2: Tu, bukankah kau memang bikin orang jemu” Baru saja berkenalan sudah bertanya macam2.

Menanya namaku masih dapat dimengerti, tapi datang2 tanya orang tuaku, aturan macam apakah ini” Melihat si gadis bersikap kasar terus terhadap Cu Hong-tin, diam2 Jing-ling-cu menjadi kuatir, lekas2 ia buka suara membilukan perselisihan mulut itu : Sebenarnya diwakili nona, juga serupa saja.

Gurumu bergelar Chong-thian-sin-mo , tidak saja memiliki kepandaian yang tinggi, juga mempunyai pengetahuan yang luas, maka pinto (imam miskin, sebutan diri sendiri) telah mengundang padanya, justru ingin minta dia ber-sama2 untuk mengenali seseorang ! Itulah mudah, sahut si gadis cepat.

Bagi Bu-beng-siau-cut (orang kecil tak ternama) memang aku tak kenal, tapi kalau jago2 yang berilmu tinggi seperti Sian-hoat Suthay dan Biau-in Suthay dari Go-bi-san, Pek-hoa-siancu To Hong dari Thian-ti, dan tujuh pendekar wanita dari Bu-tong-pay, kesemuanya itu aku sudah kenal.

Begitulah tanpa berhenti gadis itu telah uraikan serentetan nama2 tokoh silat yang kesohor dan semuanya adalah wanita.

Sebagai seorang pertapa yang saleh, Jing-ling-cu tak ingin memutus kata2 orang, ia tunggu si gadis sudah selesai, barulah berkata : Baiklah, silahkan nona duduk dulu, Hong san Koay Khek “ biarlah pinto membawa keluar orang itu ! Lalu ia melanjutkan niatnya menuju keruangan belakang.

Sementara itu, demi mendengar cerita Jing-ling-cu tadi, diam2 Cu Hong-tin, Tong Po dan Bok Siang-hiong menjadi heran.

Mereka cukup kenal tokoh Jing-ling-cu yang mempunyai pengalaman dan hubungan luas dikalangan Bu-lim serta lapisan atas dan bawah, tapi kini mengapa malah mengundang mereka kemari untuk mengenal seseorang, katanya” Sebaliknya si gadis tadi ternyata tidak bisa duduk anteng, hanya sejenak saja ia duduk, lalu berbangkit dan mengelilingi ruangan pendapa sambil me-lihat2, sebentar2 ia melompat keatas panggung arca, untuk me-raba2 arca Sam-jing Cosu yang dipuja dalam kuil itu, lain saat ia pun melompat turun lagi sambil memeriksa meja sembahyang dan hiolou.

Ketika pada saat tiba2 dilihatnya macam arca Tio Hian-than, itu malaikat yang terkenal dalam cerita Hong Sin, mendadak ia tertawa terpingkal2 sambil menuding Tailik-kim-kong Tong Po.

Sudah tentu, semua orang menjadi heran, lebih2 Tong Po yang ditertawai tanpa mengerti sebab2nya, menjadi mendongkol.

Budak cilik, apa yang kau tertawai” omelnya sambil melototkan kedua matanya yang besar.

Tapi gadis itu masih ter-pingkal2, kemudian sambil menuding Tong Po, lalu ia menunjuk arca Tio Hian-than, katanya: Kalian berdua mirip benar! Gusar tidak kepalang Tong Po dibuatnya, masakan dia dipersamakan dengan arca saja, tapi sebenarnya kalau melihat wajah mereka yang berewok, memang rada2 mirip juga.

Cuma segan terhadap nama besar guru si gadis, yaitu Thong-thian-sin-mo, maka tak berani ia umbar kemurkaannya.

Sebaliknya gadis itu makin senang, dengan lemah gemulai ia mendekati arca To Hian-than itu, mendadak ia cabut seutas jenggotnya, lalu katanya: Nih, lihatlah, raksasa (olok2nya pada Tong Po) ! Tak perlu matamu mendelik begitu rupa padaku, coba jenggot kalian berdua boleh di-banding2kan, bukankah memang sama miripnya! Sembari berkata, tanpa takut2 terus saja ia mendekati Tai-lik-kim-kong Tong Po dan mendadak juga ulur tangannya hendak mencabut jenggotnya seperti lakunya kepada arca Tio Hian than tadi.

Nyata seorang tokoh terkemuka yang diangkat sebagai CiangHong san Koay Khek “ bun-jin dari tiga belas aliran persilatan diempat propinsi daerah Kanglam sebagai Tailik-kim-kong Tong Po, oleh si gadis dianggap saja seperti anak kecil umur tiga tahunan.

Keruan muka Tong Po se-akan2 hangus saking gusarnya ketika melihat tangan si gadis yang putih halus itu sudah hampir menyentuh jenggotnya yang pendek2 bagai duri landak, se-konyong2 iapun ulur tangannya yang lebar bagai daun pisang, lima jarinya tergenggam, lalu menjentik kedepan ber-turut2, sayup2 diantara tulang2 jarinya terdengar berkertakan, dan yang diarah tepat kelima jari halus lentik si gadis.

Segera Cu Hong-tin dan Bok Siang-hiong dapat mengenali apa yang dikeluarkan oleh Tong Po itu adalah sejurus serangan yang disebut Jiu hun-ngo-hian atau tangan mementil rebab lima senar, salah satu jurus yang lihay dari Tai-lik-kim-kong-jiu-hat atau ilmu pukulan sakti bertenaga raksasa.

Sebenarnya dengan kedudukannya sebagai Tong Po, agaknya ber-lebih2an untuk mengeluarkan jurus serangan yang lihay itu untuk menghadapi seorang gadis jelita yang berusia tiada 20 tahun.

Tapi karena Tong-ting-hui-hi Bok Siang-hiong dan Siauyau-ih-su Cu Hong-tin berdua juga ada selisih paham dengan Thong-thian-sin-mo Jiau Pek-king, ialah guru gadis itu, maka merekapun tak sudi melerai, malahan justru ingin menyaksikan anak dara itu dihajar Tong Po.

Dalam pada itu, serangan kilat Tong Po yang menjentikan kelima jarinya ber-turut2 memapak tangan lawan, ternyata mengenai tempat kosong, sebab mendadak gadis jelita itu sempat menarik tangannya.

Hihihi, kau ini benar2 pelit, masakan seutas jenggot saja disayang” kata gadis itu sambil tertawa-tawa.

Cara si gadis itu mengucapkannya begitu kalem dan wajar, tapi cara menggerakkan tangannya justru cepat luar biasa, begitu ditaruh, tahu2 sebelah tangan lain sudah melayang kemukanya Tong Po terus mendadak menepuk kebawah.

Maka terdengarlah suara plak yang nyaring, dengan tepat punggung tangan Tong Po yang diangkat tadi kena dihantam.

Hong san Koay Khek “

Dalam terperanjatnya, lekas2 Tong Po membaliki tangannya hendak menangkap tangan orang, tapi tahu2 pipinya sendiri terasa sakit pedas, menyusul terdengar suara tawa ter-kikik2 si gadis, ketika ditegasinya, ternyata anak dara itu sudah berdiri ditempat sejauh setombak lebih, sedang ditangannya terlihat memegangi seutas jenggot pula sembari diunjukkan kepadanya.

Lihatlah, nih, tidak salah bukan, kataku “ Mirip amat, seperti pinang dibelah dua! kata gadis itu dengan tertawa sambil geraki kedua utas jenggot yang dipeganginya itu.

Sampai disini Tai-lik-kim-kong Tong Po tak tahan lagi, mendadak ia berbangkit, sekali tangannya menarik kebelakang, segera perisai besar yang menggemblok di punggungnya dikeluarkan, sambil mengeluarkan gertakan bagai guntur, ia melompat maju dan angkat perisainya terus mengepruk keatas kepala si gadis.

Perisai itu terbuat dari baja, lebarnya kira2 satu meter bundar, tebalnya lebih satu senti, beratnya hampir seratus kilo.

Maka dapat dibayangkan betapa jadinya kalau kepala gadis itu berkenalan dengan perisai.

Keruan sambaran angin berjangkit karena ayunan perisai itu, hingga areal dalam ruangan itu turut bergoncang ! Tiba2 terdengar suara jeritan si gadis, dengan gesit ia sudah meluncur pergi.

Tong Po hanya merasa pandangannya menjadi kabur, sasarannya tahu2 sudah menghilang.

Cepat ia membaliki tubuh, ternyata gadis itu sudah berdiri lagi ditempat sejauh setombak lebih dan sedang melelet2kan lidah sambil unjuk muka badut kepadanya.

Gusar dan geli Tong Po melihat kelakuan anak dara itu.

sesaat itu ia menjadi tak tega untuk mencelakai gadis yang lincah menyenangkan itu.

Dan sedang ia ragu2, sementara itu Jing-ling-cu sudah keluar sambil menuntun satu orang.

Orang itu berkaki telanjang, memakai sepotong baju yang ukurannya tidak sesuai dengan tubuhnya dan sudah compang-camping, sebaliknya kepalanya diselubungi Hong san Koay Khek “

sehelai kain hingga wajah aslinya tidak tertampak, hanya tangan dan kakinya terlihat kurus kering.

Sedang muka Jing-ling-cu tampak agak tegang seperti sedang menghadapi sesuatu urusan yang maha penting.

Aha, apakah sedang main kemanten2an “ Tapi kenapa seorang setan kurus begini yang disuruh menyamar mempelai perempuan “ demikian segera gadis tadi berseru sambil tepuk tangan dan tertawa.

Hendaklah nona jangan bergurau, kata Jing-ling-cu.

Lalu dengan sungguh2 ia melanjutkan: Lihatlah para hadirin, apakah kalian kenal siapakah gerangan sobat ini “ Sembari berkata, berbareng iapun menyingkap kain yang menutupi kepala orang itu.

Ketika mendadak berasa kain selubung kepalanya disingkap, orang itu bersuara perlahan tertahan, cepat sekali ia tutupi mukanya dengan kedua tangannya terus menunduk hingga wajah aslinya tetap belum jelas dilihat orang.

Namun begitu, kepala orang itu toh sudah terlihat.

Ternyata halus tanpa seutas rambutpun, tapi bukan halus gundul, melainkan seperti terluka oleh sesuatu hingga seluruh kulit kepalanya se-akan2 mengelotok, maka belangnya yang benjal-benjol dengan sendirinya takkan tumbuh rambut lagi.

Melulu melihat keadaan kepala ini saja sudah bikin orang merasa seram.

Sobat , kata Jing-ling-cu kemudian kepada orang aneh itu.

Lekaslah buka tanganmu, biarlah kawan2 Bu-lim yang berada disini mengenali dirimu, mungkin siapa asal-usulmu akan dapat diketahui “ Tapi orang itu seperti tak mendengar apa yang dikatakan Jing-ling-cu, masih tetap mukanya ditutup kencang2.

Melihat itu, Jing-ling-cu menjadi kewalahan, ia geleng2 kepala dan bertanya : Nah, apakah diantara kalian ada yang kenal siapakah gerangan sobat ini “ Diantara orang2 yang hadir itu, Siau-yau-ih-su meski berkediaman diatas gunung Jing-sia, tapi jejaknya sudah meratai seluruh negeri, bahkan sampai daerah2 terpencil, tempat2 tinggal suku2 bangsa diperbatasan, juga sudah pernah dikunjunginya.

Sedang Tai-lik-kim-kong Tong Po boleh dikata tiada seorang tokoh silat terkemuka didaerah yang tak dikenalnya.

Begitu juga Tong-ting-hui-hi Bok Siang-hiong yang merajai perairan, siapa jago terkenal disungai telaga yang bukan sahabat kentalnya “ Dan Hong san Koay Khek “

ditambah pula Jing-ling-cu sendiri yang kawannya merata di seluruh penjuru, semestinya jago terkemuka Bu-lim yang manapun juga, walau tak pernah bertemu seharusnya namanya juga sudah dikenal.

Namun anehnya justru selamanya mereka tidak pernah mendengar bahwa didunia persilatan terdapat tokoh kelas terkemuka seperti orang aneh ini.

Maka tidak heran kalau mereka hanya saling pandang saja tanpa bisa buka suara.

Jing-ling Toyu, kata Cu Hong-tin sejenak kemudian.

Mungkin orang ini hanya Bubeng-siau-cut saja dari kalangan Bu-lim, siapa bisa kenal padanya “ Akan tetapi Jing-ling-cu menggeleng kepala, sahutnya : Dugaan Toyu salah.

Lihatlah, tungku batu didepan Lo-seng-tian itu justru didorong roboh olehnya ! Ha, dia “ seru Tong Po terkejut.

Hai, sobat, marilah, biar aku melihat wajahmu yang sebenarnya.

Habis itu, dengan langkah lebar segera ia mendekati orang aneh itu sesudah letakkan perisainya diatas meja, sekali tangannya menguIur, kedua tangan orang aneh yang menutupi mukanya itu hendak ditariknya.

Sudah tentu yang paling terkejut adalah Jing-ling-cu demi melihat apa yang hendak diperbuat oleh Tai-lik-kim-kong, cepat ia berseru: Jangan sembrono, Tong-heng! Namun sudah terlambat, berbareng dengan suara seruannya itu, mendadak terdengar suara teriakan aneh Tong Po, tahu2 orangnya terpental pergi hingga berjumpalitan.

Ketika Tai-lik-kim-kong Tong Po hendak menarik tangan orang itu, karena tubuh Tong Po yang besar tegap hingga meng-aling2i penglihatan kawan2nya yang berada dibelakangnya, maka apa yang terjadi sebenarnya tidaklah diketahui, hanya Tong Po yang terpental hingga berjumpalitan itu, tampaknya sangat runyam, ia tak mampu mengerem tubuhnya hingga meja bundar dibelakangnya kena diseruduk hingga pecah berantakan, begitu pula senjatanya, perisai yang besar itu, terjatuh kelantai dan menerbitkan suara yang gemerontang keras.

Sebaliknya ketika memandang manusia aneh itu, ternyata masih tetap berdiri kaku ditempatnya tadi, kedua tangannya juga masih menutupi mukanya.

Tong-heng tidak sampai terluka, bukan”

Traktiran: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan) ataupun bisa melalui via Trakteer yang ada dibawah

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar