Seruling Samber Nyawa Jilid 27

Jilid 27

Pikirnya, meskipun Kim-ling-cu Cian-pwe berpesan supaya aku secepatnya menuju ke ping goan dilaut utara, mungkin urusan disana juga tidak kalah pentingnya.

Akan tetapi urusan di Bu-ih san ini menurut berita yang didapat ditengah jalan ini betapa juga dirinya tidak boleh ayal untuk segera menyusul kesana, semoga dirinya kelak tidak mendapat teguran karena perubahan arah tujuan ini.

Setelah mengambil keputusan tetap, disaat waktu masih pagi dan belum kelihatan orang berlalu lalang ini segera ia kembang-kan Leng-hun-toh, membelok kearah tenggara langsung menuju ke Bu ih-san.

Sepanjang jalan ini secara cermat ia awasi setiap orang yang berlalu lalang, betul juga didapatinya tidak sedikit kaum persilatan yang juga tengah menempuh perjalanan dengan langkah cepat, semua menunjukkan sikap tegang dan tergesagesa, sama pula tujuan arah mereka ke tenggara dimana letak Bu-ih san itu.

Supaya lebih cepat sampai ditempat tujuan, sedapat mungkin Giok-liong menghindar diri dari bentrokan dengan kaum persilatan Bukan begitu saja, malah pada tengah hari ia tekan tenaga dan menyedot hawa mengendalikan Iwekang pakaian juga berganti seperti pelancongan umumnya, sedikltpun ia tidak tunjukan gaya sebagai kaum persilatan.

yang terpenting selalu ia sengaja lewati kota-kota besar dan rumah penginapan, seadanya saja menginap di rumah petani atau gubuk pemburu serta beli makanan kering untuk ditangsel di tengah perjalanan setiap malam saat paling enak untuk melanjutkan perjalanan kilat.

Entah berapa hari telah lewat, hari itu ia sudah mulai memasuki daerah pedalaman pegunungan Bu ih-san.

Bulan sabit bertengger dicakrawala, bintang berkelap-ke diangkasa raya, hawa malam yang sejak menghembus halus sepoi-sepoi.

Di bawah sinar bulan yang redup ini, Giok liong melanjutkan perjalanan terus menerobos semak belukar dan jurang jurang, menurut perhitungannya sebelum terang tanah tentu dirinya sudah tiba di rawa naga beracun itu.

semakin dekat semangatnya semakin menyala, tenaganya terkerahkan kakinyapun melangkah semakin cepat.

sekonyong-konyong selarik sinar biru meluncur tinggi ke tengah angkasa terus meledak ditengah udara, cahayanya terang menyolok mata, Bersama itu dari semak belukar kanan kiri terdengar suara keresakan bayangan orang bergerakgerak disertai kilatan sinar senjata tajam.

Tanpa disadari Giokliong sudah masuk kepungan.

sesaat Giok-liong melengak, namun dilain saat ia menghimpun semangat mengerahkan hawa ji-lo melindungi badan, lahirnya berlaku tenang, kakinya terus melangkah menyelusuri jalan pegunungan kecil yang berliku-liku, tapi langkah kakinya mulai lamban.

Tiba-tiba sesosok bayangan kuning terbang menubruk datang, belum sampai suaranya sudah membentak.

"Berdiri "

Hilang suaranya bayangan itu sudah hinggap ditanah kira-kira tiga toaibak dihadapan Giok-liong.

dari penerangan cahaya bulan kelihatan orang ini tinggi kurus berusia lima puluhan mengenakan jubah kuning dari kain kaci yang tipis.

Cuaca pada saat ini musim dingin sedikitpun ia kelihatan tidak merasa dingin, terang kalau Iwekang sudah sangat tinggi, di belakang punggungnya menonjol keluar batang pedangnya, sikapnya kelihatan sangat garang dan angker.

Kepandaian tinggi membuat nyali Giok-liong besar dan tabah.

Apalagi sudah dalam perhitungan kalau berani meluruk keBu-ih-san ini paling tidak harus mengalami pertempuran besar melawan gembong-gembong silat kenamaan, maka sikapnya ini sangat tenang tanpa merasa sesuatu keganjilan, dengan senyum manis ia berkata tawar.

"Lo-tiang menyuruh aku berhenti"

Sudah tentu si orang tua jubah kuning ini tertegun malah, melihat sikap Giok-liong yang wajar tanpa kejut dan takut ini terasa aneh dan lucu baginya, maka dengan mengangkat alis ia menghardik bengis.

"

Kalau tidak melarang kau siapa pula yang berada disini ?"

"oh Lalu kenapakah ?"

"Tidak karena apa "

"Kalau tidak ada persoalan, terpaksa aku yang rendah melanggar perintah "

Lalu dengan langkah semula ia beranjak maju ke depan, Giok-liong memang sengaja hendak menggertak orang, maka langkahnya kelihatan pelan, namun waktu kakinya menutul tanah, dimana Leng-hun-toh dikembalikan tahu-tahu tubuhnya berkelebat laksana bayangan telah melesat lewat disamping si orang tua yang berdiri tegak tiga tombak di depannya.

"Hah "

Orang tua jubah kuning terbelalak sambil mengucekngucek matanya, belum sempat ia berkedip tahu-tahu bayangan putih berkelebat lewat terus menghilang, keruan saking kejut mulutnya berteriak.

"Apa aku melihat setan ?"

"Hehehe, bukankah aku berada disini"

Mendengar suara Giok- liong bicara di-belakangnya orang tua jubah kuning tersentak kaget seperti disengat kala, sambil bersitegang leher bergegas ia memutar tubuh sambil melolos keluar pedang dari punggungnya, dengan gaya dibuat-buat ia menghardik bengis.

"Bedebah, kau setan atau manusia ?"

Giok-liong menjadi geli dan dongkol, desisnya.

"pandangan orang kampung Katak dalam sumur yang tidak melihat betapa besarnya dunia ini"

Orang tua jubah kuning menjadi murka diolok-olok, bentaknya geram.

"Buyung kurang ajar"

Pedangnya terus menusuk dan menerjang dengan tendangan pula.

Giok liong tertawa dingin, tangan kirinya berputar setengah lingkaran di udara, sedangkan jari tangan kiri seperti cakar mencengkeram pergelangan tangan musuh yang memegang pedang cara kerjanya secepat kilat dan indah sekali "Wah"

Orang tua jubah kuning lagi-lagi menjerit sempoyongan tujuh kali sambil menarik pedangnya- Meski sasaran serangannya tidak berhasil hanya cukup menggertak mundur musuh, Giok-liong menjadi segan melanjutkan aksinya, maka ejeknya tawar.

"Hm Mengandal kemampuanmu ini, apa tidak malu ditertawakan orang."

Orang tua jubah kuning semakin berjingkrak gusar seperti kebakaran jenggot, teriaknya sambil membanting kaki.

"Keparat Kau menghina Lohu yang tidak becus ini"

Giok liong tertawa gelak, ujarnya.

"Bukan aku menghina kau tidak tidak becus. kenyataan bahwa kau sendiri yang tidak becus"

"Mati aku saking jengkel, lihat pedang"

Sinar pedangnya bergerak lincah dan cepat sekali seperti bianglala laksana titik sinar bintang kelap kelip yang rapat dan kokoh serta keji, terang inilah ilmu pedang aliran tingkat tinggi yang cukup hebat.

Tapi apa boleh buat, betapa juga kepandaian setingkat ini masih jauh dibanding kemampuan orang lain betapapun tak dapat dipaksakan seperti orang sering berkata telur ayam diadu dengan batu, hancurlah.

Memang cara permainan ilmu pedang orang tua jubah kuning ini cepat gesit laksana angin lesus, malah sangat sempurna dalam latihan dengan tekanan titik yang mengancam kelemahan lawan, ini sudah boleh terhitung angkatan kelas satu pada kalangan persilatan.

Sayang lawan yang dihadapi adalah Ma Giok liong, tunas harapan Bulim yang paling berbakat, kalau dibanding dan dibedakan laksana bumi dan langit, sedikitpun orang tua ini tak mampu memperlihatkan kewajibannya.

Menghadapi ilmu pedang yang lihay ini Giok liong berlaku sangat tenang seperti dirinya tidak diserang sama sekali, setiap gerak luncuran ujung pedang musuh selalu diikuti oleh pandangan matanya, kalau ujung pedang benar-benar menusuk datang pada detik yang menentukan mendadak ia menekuk dada atau menggeser kedudukan kesamping atau mundur maju dengan lincah sekali.

Kadang kala ia ulurkan tangan seperti orang hutan memetik buah dengan ujung jarinya menjepit pedang musuh, atau balas menyerang dengan tutukan jari di badan penting musuh.

gerak serangan balasan Giok liong selalu tepat dan lincah sekali tak terduga lagi sebelumnya, jalan darah yang diarah juga telak sekali, keruan hanya dengan gerak gerik gertak sambil ini saja cukup membuat musuhnya kelab akan setengah mati

Suatu ketika terdengar orang tua itu mengeluh tertahan lantas terdengar suara kerontangan, kiranya pedang panjangnya terpental jatuh ke tanah- "Hahahaha"

Giok- liong bergelak tawa terloroh-loroh, suaraku bergema dialam pegunungan yang sunyi lengang ini.

"Lohu mengadu jiwa dengan kau "

Sembari menjerit murka si orang tua jubah kuning lantas menyerbu datang dengan kedua kepalannya, nyata bahwa ia sudah berlaku nekad untuk mengadu jiwa.

Melihat orang berlaku kalap seperti kesetanan dengan serangan kepalan yang cukup ganas lagi, Giok-liong sendiri menjadi keripuhan, sembari melayani serangan musuh terdengar ia berteriak.

"Kau ingin mengadu jiwa, apa kita bermusuhan dan dendam kesumat ?"

Seperti harimau gila orang tua jubah kuning ini menyerbu terus sambil lancarkan pukulan yang gencar, sedikitpun ia tidak hiraukan kepalan tangan Giok-liong yang bakal mendarat diatas tubuhnya, seumpama betul-betul kena, jiwanya tanpa ampun tentu melayang, justru ini memang menjadi tujuannya untuk gugur bersama.

sudah tentu Giok liong tidak sudi adu jiwa, oleh karena itu terang ia berkesempatan melancarkan tutukan jarinya atau sebuah pukulan yang mematikan, tapi betapapun ia harus menjaga diri untuk menolong jiwa sendiri.

Begitulah pertempuran yang agak lucu dan ganjil ini berjalan terus dengan sengitnya sekejap saja lima puluh jurus sudah lewat keadaan masih seperti semula sama kuat tiada yang penghabisan Lama kelamaan Giok-liong menjadi gelisah sendiri, pikirnya, cara tempur begini berlangsung terus tentu tiada akhirnya, sampai kapan nanti baru bisa selesai.

Tiba-tiba ia mencelat mundur tujuh langksh bentaknya.

"Aku sudah mengalah begitu jauh, kalau Lotiang mendesak terus jangan salahkan aku sampai kelepasan tangan"

Orang tua jubah kuning sudah megap-megap kelelahan dengus napasnya seperti hembusan kerbau, saking mangkel ia lantas membentak mengertak gigi.

"selama hidup ini Lohu belum pernah main keroyokan, sebetulnya aku benci main keroyokan tapi, sekarang apa boleh buat"

Habis berkata mendadak ia menjebirkan bibir terus mendongak keatas bersiul panjang, suaranya melengking tinggi menembus awan.

Reaksi dari siulan panjang ini sungguh diluar dugaan, serempak terdengar derap langkah yang ramai dari berbagai penjuru hutan sekelilingnya lantas kelihatan bayangan banyak orang bergerak sembari menghunus senjata tajam.

Nyata bahwa diantara rumpun pohon dan semak belukar sana sudah terpendam bala bantuan yang siaga.

Kini setelah mendengar tanda aba-aba serentak mereka menyerbu keluar langsung meluruk ke arah Giok-liong, jumlah mereka tidak kurang sebanyak dua tiga ratus orang.

Sungguh hebat dan menggetarkan nyali perbawa barisan ini sudah tentu Giok- liocg bercekat, pikirnya.

"Kedua kepalanku ini betapa juga susah menghadapi musuh begitu banyak, seorang laki-laki paling gemas menghadapi keroyokan, untuk mearang aku pantang membunuh sudah tidak mungkin lagi."

"Aku harus turun tangan lebih dulu."

Seiring dengan kilas pikiran dalam benaknya ini Giok-liong lantas menggerakkan kedua kepalannya seraya membentak gusar.

"mau-main keroyokan, silakan, kalau kalian ingin lekas mati"

Orang-orang yang mendesak datang dari empat penjuru itu sekarang sudah tinggal jarak tiga tombak saja semua siap siaga menyerbu tinggal tunggu komando saja. Terlihat orang tua jubah kuning angkat sebelah tangannya mulutnya berseru keras.

"Pun ciang-bun melanggar undang-undang puluhan tahun, para murid dengar perintah keroyok dan hancur leburlah badannya"

"Bunuh...

"

"Sikat....

"

Teriakan aba-aba yang semakin ramai dan semangat ini gegap gempita menggetarkan alas pegunungan dalam hutan lebat ini.

Coba bayangkan betapa keras dan menakutkan pcebawa gemboran keras dari gabungan dua tiga ratus orang.

sabar ada batasnya, demikianlah keadaan Giok liong karena didesak demikian rupa akhirnya ia menjadi nekad teriaknya.

"jangan salahkan tanganku yang main keji ini"

Tubuhnya berputar seperti gangsingan, dimana kedua tangannya bergerak memutar menimbulkan angin kencang menahan serbuan musuh, tak lupa hawa ji-lo dikerahkan sampai puncak tertinggi tiba-tiba ia melejit maju setombak terus lancarkan serangannya.

Serbuan ratustan musuh yang mengepung itu laksana air bah dan terjangan ribuan kuda liar, gelombang mega putih yang besar selulup timbul bergerak lincah diantara sekian ratus orang banyak yang seliweran melancarkan serangan ganas tak mengenal kasihan lagi.

Tapi dimana gelembung mega putih itu sampai seketika pasti terdengar jerit dan teriakan kesakitan yang mengenaskan, nafsu membunuh Giok-liong sudah menghantui sanubarinya, tanpa banyak rintangan segera ia kembangkan sam-ji-cui-hun-chiu, selalu ia mengerahkan pukulannya ketempat dimana kelompok manusia paling banyak, sudah tentu orang-orang menjadi korban konyol.

Orang tua jubah kuning berkaok-kaok berang, aba-abanya menjadi semakin deras, namun serta melihat anak buahnya jungkir balik dan satu persatu berguguran, tiba-tiba ia menjerit panjang, seperti banteng ketaton segera ia menyerbu tiba dengan kedua kepalan yang mengancam jiwa, melihat pimpinan mempelopori penyerbuan gelombang kedua ini anak buahnya menjadi lebih semangat lagi, serbuan semakin gila gila tak mengenal apa artinya maut, betul-betul pantang mundur.

Keruan Giok-liong semakin beringas, pikirnya.

"menangkap berandal harus meringkus pentolannya dulu, kalau ular tanpa kepala tentu tak dapat bergerak banyak, terpaksa aku harus membekuk orang tua kepala batu ini, masa takut anak buahnya tidak bertekuk lutut menghentikan rangsakan yang edan-edanan."

Tiba-tiba ia mencelat tinggi ketengah udara, lalu meluncur turun seperti seekor elang langsung menyamber ke arah orang tua jubah kuning itu mulutnya berteriak.

"Tua bangka sudah gila kau"

Sebetulnya orang tua jubah kuning sudah gentar, namun mulutnya masih bandel "Keparat kau Lohu bersumpah takkan hidup berdampingan dengan kau"

Anak buah di-sekelilingnya seiring dengan tubrukan Giokliong ini, bergegas mereka memburu kearah ketuanya untuk melindungi jiwanya.

Tapi saking banyak jumlah mereka, mempunyai itikad yang sama pula, sehingga antara kawan sendiri siling berdesekan, gerak gerik kurang bebas dan tangkas, mana mungkin dapat mengungkuli kecepatan Giokliong yang cekatan dengan dilandasi Iwekang yang tinggi lagi.

Terdengar ia bersuit sekali, setelah menyedot hawa terus berseru.

"Kemarilah "

"Aduh"

Terdengar orang tua jubah kuning mengeluh tertahan, sambil berontak sekuat tenaga, namun sia-sia belaka karena jalan darah dipundak kena dipencet oleh Giok-liong sedang tangan kanan mengancam jalan darah Giok-sia yang mematikan.

Cara turun nya tangan Giok-liong ini betul betul secepat kilat, belum lagi para pengepungnya melihat tegas, tahu-tahu sang ketua sudah diringkus menjadi sandera pihak musuh, terdengar Giok-liong membentak lantang.

"siapa berani bergerak, ku bunuh dia dulu"

Karena jalan darah besar dipencet, orang tua jubah kuning menjadi pucat dan ketakutan sedikit bergerakpun tidak berani, saking gusar air mukanya menjadi pucat dan basah oleh keringat dingin, bibirnya membiru dan gemetar, demikianjuga seluruh tubuhnya bergidik.

Anak buah yang mengepung diempat penjuru menjadi tertegak diam tanpa bersuara diliputi gelapnya sang malam.

Giok-liong berkata lantas.

"Aku yang rendah selamanya belum kenal dengan kalian, belum pernah mengikat permusuhan dan sekarangpun tiada dendam kesumat kalian..

."

Tak kira orang tua jubah kuning yaag jalan darahnya sudah terpencet dan mati kutu tiba-tiba berontak berteriak beringas.

"

Kalian serbu terus sampai titik darah penghabisan tegakkan dan lindungilah nama baik perguruan kita, aku mati tidak menjadi soal, lekas serbu bersama"

Giok-liong menjadi sengit, hardiknya.

"Kau betul-betul tidak takut mati ?"

Tanpa menyahut gentakan Giok-liong, orang tua jubah kuning berteriak lagi dengan suara serak.

"Kalau tidak menumpas bocah kurcaci ini, tentu perguruan kita tiada kesempatan hidup jaya dan sentosa di rimba persilatan. Mari para muridku hayo turun tangan, jangan pedulikan jiwa ku yang tak berarti ini"

Baru saja Giok-liong berniat merintangi, tahu-tahu di antara kelompok pengepung itu ada orang berteriak- "Ketua berkorban demi nama baik perguruan. Hayo kawankawan serbu bersama"

"Maju Serbu "

Gegap gempita bersahutan, beratus orang menyerbu sambil menggerakan senjata tajam tanpa hiraukan lagi sang ketua yang dijadikan sandera ditangan Giok-liong.

Nyata kemurkaan masa memang tukar dibendung lagi.

kejadian ini benar-benar diluar sangka Giok liong, akhirnya ia menjadi sengit pula, teriaknya.

"Kubunuh..."

Sekonyong- konyong - "Giok liong jangan "

Bentakan serak ini laksana samberan geledek seperti keluhan naga kumandang di tengah udara, suarnya, tidak keras tapi tebal kuat dan kokoh terdengar jelas sekali, sampai mendengung dipinggir kuping menggetarkan langit dan bumisupyr gaduh, dari ratusan orang itu menjadi sirap tertelan oleh gema yang menusuk telinga ini- Giok-liong sendiri jaga tersentak kaget seperti baru siuman dari impian batinnya.

"suara ini kukenal betul... ."

Belum lagi habis pikirannya mendadak ia lepaskan cengkeraman sebat sekali tubuhnya lantas melenting tinggi tiga tombak langsung meluncur kearah tanjakan tinggi dari mana suara tadi terdengar, ditengah udara ia berteriak dengan nada kegirangan dan penuh kejut.

"suhu suhu "

Dibawah penerangan cahaya bulan yang redup kelihatan diatas batu yang menonjol keluar diatas gugusan puncak sebelah kiri sana berdiri seseorang laksana malaikat dewata, jubah panjang melambai terhembus angin.

Beliau bukan lain adalah majikan Lembah kematian salah satu dari Ih-lwe-sucun Toji Pang Giok- Tampak air muka Toji Pang Giok serius, alis yang lentik memutih diangkat tinggi, mata jehnya memancar sinar terang dan tajam berwibawa, sikap yang sungguh dan angker ini sedikitpun tiada tawa serinya, sekian lama ia hadapi Giok liong tanpa bersuara.

Kecut perasaan Giok iiok.

tersipu-sipu ia bertekuk lutut terus menyembab, sapanya.

"Suhu"

Dingin muka Toji Pang Giok, dengusnya. "Kau masih ingat aku ?"

Tanpa marah sudah memperlihatkan perbawanya yang menggetarkan hati, nadanya berat. Giok liong tersentak kejut, berulang-ulang ia menyembah tanpa berani angkat kepala, ratapnya.

"Harap suhu suka mengoreksi "

Toji Pang Giok mendengus keras, tanpa hiraukan Giokliong, tidak menyuruhnya bangun tiba-tiba ia kebutkan lengan bajunya enteng sekali badannya lantas melayang turun dari puncak bukit entah bagaimana ia bergerak tahu-tahu di kejap lain ia sudah hinggap dihadapan orang tua jubah kuning itu, katanya berseri sambil unjuk hormat.

"cio Ciang-bun Baik-baik saja selama berpisah "

Kiranya orang tua jubah kuning ini adalah Ciang-bun-jin dari aliran Bu ih-pay, beliau bukan lain Im yang-kiam cio Beng-hui yang kenamaan itu.

sebagai tertua dari I-lwe-su cun kedudukan tingkat Toji Pang Giok boleh dikata sangat tinggi tiada keduanya yang di dunia persilatan.

Meskipun Im yang-kiam cio Beng-hui sebagai ketua dariBu-ih pay, kalau mau dikata menurut urutan aturan kalangan persilatan boleh dikata tiada hak untuk dijajarkan dengan kedudukan Toji Pang Giok- Pada waktu Go Beng-hui masih ingusan sebagai kacung diBu-ih pay, nama Toji Pang Giok sudah menggetarkan maya pada ini, tokoh kelas satu yang disanjung puja, dulu memang mereka pernah bertemu muka sekali, sekarang sudah berselang puluhan tahun, menurut perkiraannya Toji Pang Giok Giok tentu seorang orang tua bangka yang sudah reyot dan ubanan.

Tak terduga setelah bertemu mula baru dilihatnya tegas, bahwa Toji Pang Giok ternyata masin begitu segar dan sehat, sikap dan semangatnya masih begitu kuat dan muda- Tak heran lantas timbul rasa hormatnya tersipu-sipu ia membungkuk dalam balas menghormat seraya sapanya.

"Beng-hui menghadap pada Ciang-pwe "

Anak murid Bu ih-pay hanya pernah dengar akan keharuman nama ToJi Pang Giok, selamanya belum pernah melihat.

Kini melihat sang ketua begitu hormat, dan merendah terhadap orang, seketika mereka turut membungkuk dengan hormat, menghela napas besarpun tak berani.

Karena hormat Go Beng-hui yang merendahi diri ini Toji Pang Giok menjadi rikuh cepat ia berkata.

"Kenapa Go Ciang bun begitu sungkan. Muridku yang nakal dan kurang ajar itu, biarlah aku orang she Pang yang mintakan maaf dan ampun baginya "

Im-yang-kiam Go Beng-hui menjadi terkejut, berulang kali ia mengiakan.

"Mana Wanpwe berani terima, tak berani terima "

Toji Pang cijiok mendongak dan membentak berat kearah Giok-liong yang masih berlutut di puncak gunung sana.

"

Giok-liong Kemari"

Giok-liong menjadi ketakutan, bergegas ia meluncur turun terus berdiri disamping menundukkan kepala tak berani bersuara.

Menurut adat kebiasaan dalam aturan kalangan Kangouw, sesuatu aliran atau golongan kalau hendak menghukum atau melaksanakan hukuman menurut undang-undang perguruan tak boleh ada orang luar hadir Maka cepat-cepat Go Beng-hui maju selangkah, katanya.

"Cian-pwe berkunjung keBu-ih-san, Wanpwe tidak menyambut selayaknya, harap suka dimaafkan sebesarbesarnya "

Toji Pang Giok tertawa, ujarnya.

"Aku malah mengganggu kalian, tak perlu sungkan"

Kata Im yang-kiam Go Beng hui.

"Akhir akhir ini banyak urusan di wilayah kita. Belakangan ini kulihat banyak kaum persilatan yang meluruk datang dan mengobrak-abrik tempat semayan kita disini- Karena itu untuk melindungi nama baik perguruan yang didirikan oleh para Cosu, tak dapat tidak kita harus bertindak tegas, tak duga tak duga..."

Toji pang Giok manggut-manggut, ujarnya.

"Memang benar ucapan Go Ciang-bun, sudah jamak dan semestinya kalian bertindak demikian "

Kuatir berlarut membicarakan pertikaian yang memalukan barusan tadi, Go Beng-hui segera mengalihkan pokok pembicaraan katanya tertawa getir.

"

Urusan ini sudah kujelaskan maka Wanpwe mohon diri "

"Go Ciang bun silakan"

"Mari pulang "

Dengan lantang Go Beng-hui memberi perintah pada anak buahnya, sekejap saja mereka beriring mengundurkan diri menghilang dilamping sebelah kiri Di pegunungan yang sunyi di bawah penerangan cahaya bulan yang remang-remang kini tinggal Toji Pang Giok dan Giok-liong berdua.

Memberanikan diri Giok liong coba bertanya mengambil hati.

"Suhu selama ini apakah baik-baik saja kau orang tua ?"

"Kau duduk "

ToJi Pang Giok membentak dengan suaya berat. Lalu ia melangkah dua tindak memilih sebuah batu besar dan duduk dengan angkernya. Mana Giok-liong berani duduk, mulutnya mengiakan terbata-bata.

"Dimana Tecu ada kesalahan, harap guru berbudi suka menghukum"

"Baik, asal kau masih mengaku aku sebagai gurumu, terhitung hati nuranimu belum padam, kau masih punya perasaan "

Giok-liong bergidik seram, mulutnya hanya mengiakan saja.

"Coba kutanya,"

Kata Toji Pang Giok.

"selama kau kelana di Kangouw, apa saja yang pernah kau lakukan ?"

"Tecu memang bersalah, boleh dikata satupun tiada yang sukses."

"Kaupun tahu bukan saja tiada satupun yang beres, malah mencuci bersih seluruh Go bi, menimbulkan kemarahan delapan partai besar yang meluruk mencari perkara kepada gurumu-"

"Pencucian bersih pihak Go-bi, bukan perbuatan Tecu "

"Aku tahu bukan perbuatanmu tapi kalau kakimu sudah terbenam kedalam lumpur maka kau harus berusaha mencucinya sampai bersih untuk membuktikan kesucian diri "

"Benar, Tecu pasti akan menyelesaikan hal ini"

"Masih ada lagi, kau berkutet dan bermain pat-gulipat tiada habisnya dengan pihak hutan kematian, sehingga mengorbankan jiwa Wi-thian-ciang Liong Bun" "Tecu memang harus dihukum"

"Yang paling menyengitkan adalah kau memimpin para kawanan anjing menyerbu ke-tempat semayan sip-hiat-Hongpian Koan le kini dan melukai muridnya siau-pa ong"

"Harap suhu suka periksa bersekongkol dan memimpin gerombolan liar adalah salah paham belaka, tentang melukai siau pa ong..."

"Kau tak perlu main debat"

"Keadaan Tecu waktu itu memang sangat terdesak terpaksa harus berbuat begitu"

"

Gurumu selama ratusan tahun berkelana di kalangan Kangouw, belum pernah terjadi sampai terdesak atau kepaksa berbuat sesuatu yang melanggar hukum, Masa kau harus dihargai secara istimewa? Ketahuilah, membina diri dan menyempurnakan jiwa tergantung dari pribadi masing-masing jangan kau sesalkan orang lain kalau sesuatu terjadi atas dirimu."

"selanjutnya Tecu pasti membatasi diri dan mematuhi petunjuk Suhu"

"Petunjuk guru? Hm Hm"

Bentak ToJi Pang Giok.

"main gagah-gagahan dan senang berkelahi, hari ini berjanji dengan orang besok menantang orang berkelahi, sehingga gurumu ini terpaksa harus meluruk ke yu-bing-ma khek- bertanding Iwekang dengan iblis itu, karena tidak tega membuka pantangan membunuh selama dua ratus tahun ini, akhirnya terjadi penyelesaian yang cukup memalukan ini semua gara-gara perbuatanmu yang mengakibatkan timbulnya bibit perkara yang menimpa gurumu, bagus ya perbuatanmu?"

Keringat dingin membanjir keluar membasahi seluruh badan Giok liong. Hening sejenak Toji Pang Giok menghela napas panjang lalu berkata lagi dengan suara tertekan .

"Coba katanya lagi Kau kumpulkan para nona cantik itu di Kau ji san, cara bagai mana kau hendak menyelesaikan urusan mereka?"

Mimpi juga Giok liong tidak menyangka bahwa segala perbuatan dirinya selama kelana dikangouw, semua sudah diteropong dan diawasi oleh gurunya sedemikian jelas tak mungkin dirinya membela diri, maka untuk sesaat lamanya ia terbungkam seribu basa.

Suara Toji Pang Giok mendadak meninggi keras "perkara Hwi hun cheng bagaimana pula kau hendak membereskannya? Hayo bicara?"

Gemetar seluruh tubuh Giok liong, dengan lemas lunglai ia berlutut lalu menyembah berulang- ulang. Toji Pang Giok menarik muka, sikapnya dingin, bentaknya "Menurut undang undang perguruan, lalu sudah tahu cara bagaimana kau harus dihukum?"

Nada kata-kataaya bengis dan keras laksana geledek di siang hari bolong, laksana sebuah pentung yang mengemplang kepala Giok liong.

selamanya Giok liong belum pernah melihat gurunya marah begitu besar, sebesar ini belum pernah pula dimaki dan di tegur begitu keras, keruan ia menjadi gemetar dan merinding.

Agak lama kemudian baru ia berkata terbata-bata.

"

Harap suhu suka jatuhkan hukuman."

Toji Pang Giok semakin murka, hardiknya.

"Tarik kembali ilmu silatmu, bikin cacat kaki tangannya, usir dari perguruan dan diumumkan kepada seluruh Bulim"

Giok liong bagai mendengar bunyi geledek di pinggir telinganya tersentak kaget berdiri terus menubruk maju berlutut dan memeluk kedua kaki suhunya. suara Toji Pang Giok masih terdengar kereng dia berat.

"Kusangka setelah menyempurnakan kau bisa dibuat bekal untuk menumpas segala kejahatan daa mala petaka di-Bulim, untuk menyambung kemurnian, perguruan ji bun kita. siapa sangka dimana-mana kau bermain romantis mengandal kepandaian malang melintang membuat onar demi kepentingan pribadi"

"Cukup, cukup Apa kau mau menindas bocah ini sehingga mati ya"

Sebuah suara nyaring merdu laksana kicauan burung kenari terdengar mendatangi, sekejap saja hidung juga lantas terangsang bebauan wangi yang menyegarkan.

Dengan mata mengembeng air mata tersipu-sipu Giok liong memburu kearah Kim Ling cu serta memberi hormat, sapanya .

"

Bibi, terimalah sembah Tit-ji."

Laksana dewi dari kahyangan pakaian Kim Ling-cu melambai-lambai meluncur di-hadapan mereka. Toji pang Giok juga tersipu-sipu bangun sambil membetulkan pakaiannya, serunya .

"Ji moay"

Kim ling cu mengulur tangan menggandeng tangan Giokliong, ia diseret kehadapan Pang Giok- katanya tersenyum manis.

"Kau ini guru agama yang nganggur tak ada kerjaan mungkin, bocah ini tengah menghadapi persoalan yang menegangkan dengan gertakanmu tadi untuk melanjutkan cara bagaimana ia harus terjun kembali ke-dunia persilatan"

Tetap dengan sikapnya yang keren dan berwibawa Toji Pang Giok berkata.

"Kalau kedatanganku sedikit terlambat saja, aliran Bu ih bakal terbabat habis di tangannya pula"

Sebetulnya Giok-liong merasa dongkol dan penasaran ada alasan untuk membela diri, tapi melihat sikap garang suhunya untuk marah-marah itu, hatinya menjadi ciut dan tak berani banyak berkutik, sebaliknya Kim-ling-cu berkata dengan sewajarnya "Sudah jamak terjadi dalam dunia persilatan yang kuat menang yang lemah binasa, kebijaksanaan hanya bisa dilaksanakan pada diri orang-orang yang kenal aturan.

Kalau dia tidak turun tangan apa suruh antar jiwa sendiri di ujung golok musuh- Ku tanggung kalau murid kesayanganmu ini binasa kau sendiripun akan bersedih, paling tidak bakal membikin malu nama baik golongan ji- bun kamu"

Toji Pang Giok menjadi bungkam seribu basa, selang berapa lama baru ia berkata sambil menghela napas.

"Ai, takdir selalu mempermainkan manusia"

Kim ling-cu terkikik geli, ujarnya.

"Bocah ini serahkan kepadaku silakan tinggal pergi"

Toji Pang Giok sudah beranjak hendak tinggal pergi, tapi baru dua langkah tiba tiba ia putar balik dengan sikap kereng ia memberi peringatan kepada Giok-liong.

"urusan dirawa naga beracun mempunyai sangkut paut yang penting dengan asal usul riwayatmu. Maka gurumu takkan merintangi keberangkatanmu ini. Tapi ada satu undang-undang yang harus kau patuhi betul "

Lekas-lekas Giok-liong menyembah serta katanya.

"

Harap unsu memberi petunjuk"

Kata Pang Giok lantang.

"Betapapun kejadian kularang kau membunuh orang, kalau tidak biarlah kita putus hubungan antara guru dan murid, anggap saja selama ini kita tidak kenal satu sama lain, selanjutnya jangan kau sebut-sebut nama ji bun"

Kim-ling-cu menjadi melenggong, tanya nya tertegun.

"Mana bisa begitu ?"

Giok-liong menduga, berapa banyak gembong-gembong silat dan Para iblis, ia kini telah meluruk datang ke Rawa naga beracun itu, menghadapi musuh sedemikian banyak adalah janggal sekali untuk tidak sampai melukai atau membunuh jiwa seseorang.

Tapi mana ia berani main debat di hadapan gurunya, sambil memandang kearah Kim-ling-cu berteriak.

"suhu.. ."

Kata Pang Giok keras "sudah cukup sekian saja, keputusanku jangan digugat lagi."

Cepat-cepat Kim-ling-cu ikut menyela.

"Kalau sebentar dengan para iblis .. ."

"Jimoay "

Segera Pang Giok menukas kata-kata Kim ling cu dengan panggilannya ini, lalu katanya pula dengan nada serius.

"Kau sudah dengar belum ?"

Mana Giok-liong berani bertingkah- sahutnya tergagap.

"Tecu sudah dengar" "Bagus "

Sekejap saja TOji Pang Giok lantas melayang jauh dan menghilang dari pandangan mata.

Giok liong berteriak keras, baru sekarang ia berani menangis sekeras-kerasnya.

Memang pembawaan sifatnya sangat keras dan ketus, tapi menghadapi guru yang berbuat di sini meski ia merasa sangat penasaran, betapa juga ia tidak berani mengumbar adatnya, sekarang setelah gurunya pergi, tak tertahan ia lampiskan kedongkolan hatinya dengan tangis gerung-gerung.

Kim ling-cu terkekeh geli, sambil mengelus kepalanya dengan sikap yang halus dan penuh kasih sayang ia berkata lembut.

"Anak bodoh, gurumu sudah pergi jauh, buat apa kau menangis ? sudahlah jangan bersedih "

Sejak berpisah dengan ibunya belum pernah Giok-liong mendengar bujukan serta suara yang begitu halus penuh kasih sayang, seketika timbul rasa hangat dan terkenang akan ibunya, rasa duka membuat tangisnya menjadi keras ia menubruk kedalam pelukan Kim ling cu dan menangis sepuaspuasnya.

secara batiniah Kim-ling cu dapat menyelami betapa dalam dan gersang perasaan anak yang sejak kecil kehilangan cinta kasih orang tuanya ini, maka tanpa banyak bujukan lagi, tangannya menepuk-nepuk punggung Giok liong, sedang tangan yang lain menyeka air mata dipipinya.

Seperti rebah dalam haribaan sang ibunya yang tercinta Giok-liong mengumbar rasa dukanya.

Entah berapa lama berselang, pelan-pelan Kim ling-cu mengangkat dagu Giok-liong, ujarnya penuh prihatin.

"sudah Nak, rasa duka dan dongkolmu sudah terlampias belum "

Teringat akan peringatan suhunya sebelum pergi tadi, Giokliong menjadi kememek fagi, katanya sambil mengembeng air mata.

"Bibi, suhu dia orang tua .. ."

"Kau tak perlu hiraukan dia lagi,"

Ujar Kim Ling cu tersenyum "segalanya biar aku yang tanggung jawab"

Sungguh Giok liong sangat berterima kasih, namun betapa juga ia tidak berani melanggar pesan gurunya, katanya sayu.

"Terima kasih Bibi, tapi menurut pendapatku tak usah ikut campur segala urusan di pegunungan Bu-ih-san ini, sebab seumpama..."

Belum selesai Giok liong bicara, Kim-ling cu sudah berkata.

"Begitu mendengar kabar urusan di Rawa naga beracun sudah tersiar luas dikalangan Kangouw, aku kuatir kau sudah jauh menuju ke Laut utara, maka aku lantas menyusulmu kesana, Ditengah jalan baru kuketahui bahwa kau sudah putar balik dan telah memasuki pegunungan Bu-ih-san ini. urusan kali ini menyangkut kepentingan riwayatmu, budi orang tua setinggi gunung, mana bisa kau lepaskan kesempatan terakhir ini- Asal kau berpedoman sedikit turun tangan kejam dan tidak melukai jiwa orang saja. urusan macam ini aku dan gurumu tidak leluasa ikut campur, maka kau harus kuat bersabar dan mengendalikan diri- Tentang beringatan gurumu tadi kau tak perlu kwatir."

Betapa besar rasa terima kasih Giok- liong, serta merta ia menubruk maju terus menyembah berulang-ulang.

Cepatcepat Kim-lingcu menarik bangun, katanya.

"Buat apa kau banyak peradatan.

segera kau pergi, kalau urusan disini sudah selesai cepat-cepat menyusul ke ciokyang"

"

Lalu perjalanan ke laut utara .. ."

Tersipu-sipu Giok- liong berkata.

"Nantikan saja setelah pertemuan di Gak- yang nanti, mungkin aku sendiri harus pergi bersama kau ke Ping-goan di laut utara "

"Bibi terlalu baik terhadap aku"

"Anak bodoh, apakah perlu diantara kita main sungkan apa segala."

Seiring dengan gelak tawanM yang merdu nyaring dan suara kelintingan yang melengking tinggi, kelihatan Kim lingcu mengebutkan lengan bajunya, laksana seekor bangau terbang sekejap saja bayangan putih telah melayang jauh dan menghilang.

"Bibi "

Giok-liong berseru memanggil sambil melesat tinggi sejauh tiga tombak- "Nak- kunanti kedatanganmu di Gak-yang lau "

Dari kejauhan terdengar seruan Kim-ling cu.

Terpaksa Giok-liong menghentikan pengejarannya, sambil menghela napas ia menjublek di tempatnya sambil memandang jauh kebawah gunung sana- Sekonyong-konyong suara suitan panjang lalu disusul suara gemuruh yang menggetarkan terdengar dari bawah bukit sana- Di lain kejap terlihat selarik sinar biru yang menyala terang meluncur ke tengah angkasa dari hutan gelap dikejauhan sana, sekejap saja sinar biru menyala itu telah meluncur turun diatas bukit tak jauh kira-kira puluhan tombak dimana Giok-liong berada- Giok-liong menjadi tercengang, batinnya.

"

Iblis dari aliran mana lagi ini ? Kalau menurut tabiat biasanya tentu segera memburu kesana untuk melihat dengan mata kepala sendiri.

Tapi sekarang ia sudah berpedoman, lebih baik tiada tersangkut paut dalam suatu perkara daripada terlibat dalam suatu pertikaian.

supaya tidak melanggar larangan gurunya, walaupun Kimling cu sendiri sudah memberi hati hendak menanggung segala sepak terjangnya, tapi bagaimana juga kalau bisa berlaku sabar dan menghindari saja.

Karena itu pelan-pelan ia memutar tubuh terus beranjak turun gunung.

siapa tahu tiba-tiba terdengar lambaian pakaian yang menderu terhembus angin.

Dari belakang gunung sebelah sana terlihat puluhan bayangan hitam laksana kilat meluncur ditengah udara langsung melesat kearah di mana sinar biru tadi lenyap.

Jelas kelihatan puluhan bayangan hitam itu rata-rata membekal kepandaian yang tidak boleh di pandang ringan.

terang semua adalah tokoh-tokoh silat kelas wahid- Cepat-cepat Giok- liong menyelinap menyembunyikan diri dibelakang semak batu.

Baru saja Giok-liong berjongkok mengumpatkan diri, terlihat sebuah bayangan biru tua yang besar meluncur lewat dari atas kepalanya.

Meskipun saat itu dalam kegelapan, namun dengan kejelian mata Giok liong, sekilas saja dapat dilihatnya, jelas bayangan itu bukan lain adalah guru Lan-i long-kun Hoa sip-i yaitu ketua Lan ing-hwe Lan-ing-mo-ko Le siang san.

seorang diri Lan-ing mo-ko Le Siang san berlari kencang menuju ke puncak bukit di mana rombongan bayangan hitam tadi menuju.

Mau tak mau Giok-liong harus menerka-nerka dalam hati, sikap yang semula tak mau campur segala urusan tetek bengek akhirnya menjadi kabur dan lenyap dalam benaknya, karena terasa olehnya keganjilan menurut apa yang dilihatnya ini, betapa juga harus diselidiki kesana.

Demikian ia membatin dalam hati, serta sudah tetap pikirnya, tanpa ayal lagi dengan cermat ia menggeremet dan main sembunyi terus menyelinap di antara kegelapan menuju kebukit itujuga.

Tak duga belum jauh ia berjalan dari arah timur, selatan barat dan utara berbagai penjuru beruntun terlihat gerak-gerik bayangan orang yang serba misterius, sama menunjukkan kepandaian yang tidak boleh dipandang ringan.

Tanpa berjanji terang tujuan mereka tak lainjuga puncak bukit didepan sana itu.

Kira-kira setengah jam telah berlalu.

Mungkin ada puluhan rombongan yang sudah kelihatan bergerak meluruk kearah tujuan sana, jelas dan terang bukit Bu-ih-san ini sudah menjadi arena tempat yang bakal menjadi pertempuran seru antara gembong-gembong silat kenamaan.

Maka Giok-liong tidak berani berlaku ayal, berapa-kali loncatan tubuhnya berkelebat cepat langsung melesat kebelakang sebuah pohon siong besar dipinggir bukit dari tempat sembunyian nya ini diam-diam ia mengintip ke arah puncak bukit sana.

setelah tiba diatas puncak dan dari dekat barujelas kelihatan situasi dan keadaan bukit yang menyerupai punggung seekor unta ditengah puncak tanahnya melekuk dalam dan gundul seluas puluhan tombak- Diatas tempat lekuk yang datar ini dibagian timur dan barat sudah berkelompok dibagi dua gerombolan tokoh-tokoh silat dari berbagai golongan dan aliran dari seluruh penjuru dunia.

golongan satria dari aliran lurus tak kelihatan seorangpun yang ikut hadir dalam pertemuan besar ini
 Diantara mereka sebagian besar adalah musuh-musuh yang pernah bergebrak dengan Giok-liong, setelah menerawang situasi dalam gelanggang diam-diam bercekat hati Giok liong, seumpama tak usah hiraukan larangan suhunya, hanya para iblis dan gembong-gembong silat yang harus dihadapinya ini saja cukup membuat kepalanya pusing.

seumpama benar-benar harus berkelahi dan harus menang tanpa membunuh atau melukai mereka ini benar-benar sesukar memanjat keatas langit, Giok liong menjadi serba sulit dan menghela napas panjang ditempat sembunyinya.

Kecuali ia mengundurkan diri dan meninggalkan gunung Bu ih san ini, kalau tidak pertempuran besar dan mati-matian harus ditakuti.

Bolehkah dirinya mengundurkan diri atau berpeluk tangan saja? Tak mungkin jadi.

Disaat Giok liong dirundung kebingungan inilah tiba-tiba terdengar sebuah gerungan keras disertai melebarnya kabut biru.

Kiranya Cukong istana beracun I bun Hoat telah tampil kedepanserta berseru.

"Go B eng- hui benar-benar bertingkah dan main jual mahal seaala Berulang-kali sudah kita undang dan desak untuk keluar sampai sekarang masih tak sudi unjukkan diri, apa memandang ringan kita orang orang dari aliran samping dan luar pintu ini. Atau hendak mengagulkan kedudukan sendiri sebagai pentolan suatu aliran lurus yang berbau busuk itu?"

Begitu iblis besar ini mempclopori makiannya seketika seluruh lapangan menjadi ribut dan berbisik-bisik, yang bertabiat kasar malah lantas mengumpat caci makian kotor.

"Go-ciang-bun tiba"

Kumandang sebuah gerung a n keras dan kumandang di tengah udara, lantas terlihat pancaran sinar biru berkilau meluncur ke tengah gelanggang, ternyata itulah salah seoarang dari anak buah istana beracun.

Dalam sekejap lain terlihatlah sesosok bayangan kuning meluncur turun pula, itulah Im yang klam Go Beng-hui, Ciangbunjio Bu ih pay telah tiba.

Di belakangnya mengintil empat orang muridnya yang paling diandalkan, punggung mereka menyoreng pedang, semua berdiri tegak dengan sikap serius dan waspada.

Sambil berputar Go Beng-hui angkat tangan memberi hormat keempat peajuru, serunya lantang.

"Para tuan-tuan malam-malam berkunjung keatas gunung kita, aku yang rendah terlambat..."

Tak menanti ia bicara habis, terlihat tubuh kecil cebol I bun Hoat Cukong istana beracun kelihatan bergerak maju, teriaknya dengan angkuh.

"Tay ciang-bun. Tak perlu banyak cerewet, silakan bicara yang penting saja."

Membesi air muka Go Beng-hui, sikapnya dingin membeku,jengeknya dingin.

"Tujuan tuan-tuan..."

Li Peklyang ketua dari yu-bing mo-khek mendadak melompat maju ke hadapan Im-yang-klam, semprotnya dengan beringas.

"Apa perlu ditanyakan lagi maksud kedatangan kita. Kita hanya menanti saja bagaimana sikap pihak B u-ih-pay kalian terhadap persoalan di Rawa naga beracun itu."

Sikapnya yang congkak dan takabur ini sungguh sangat menyebalkan dan tengik sekali. Go Beng hui tertawa getir, ujarnya.

"Gamblang sudah bahwa peristiwa kali ini terjadi diatas gunung kita, betapa juga kita takkan berpeluk tangan mandah menonton saja " "Sret"

Ke empat murid Bu ih-pay serempak mencabut pedang masing-masing terus berpencar ke empat penjuru, empat batang pedang mereka berkilau menyilaukan mata melintang di depan dada, semua siap dan waspada untuk menghadapi pertempuran besar.

Cukong istana beracun I bun Hoat terkekeh keras, suaranya menusuk telinga dan menyedot sukma, katanya.

"Menurut pendapat aku orang she I bun, lebih baik pihak Bu ih-pay kalian tidak ikut campur dalam air keruh ini supaya tidak - - Hehehe Hehe-hehe"

Beruntun jengek dinginnya ini betul-betul mengandung ancaman seram dengan nada yang kejam dan sadis.

Menghadapi musuh sekian banyak yang berkepandaian tinggi sekali, mau tak mau Go Beng hui merasa keder juga.

Tapi sebagai seorang ketua dari satu partai, betapa juga malu untuk menyesali begitu saja, sekilas ia memberi isyarat dengan kedipan mata kepada empat muridnya, artinya agar keempat muridnya jangan sembarangan bergerak lalu dengan sikap tenang yang dibuat-buat ia tertawa kering, katanya.

"Ha Haha-hahaha jadi tuan-tuan sekalian bermaksud main tangan ?"

Dengan suaranya yang serak dan keras yu bing-khek cu Li Pek-yang mengancam.

"Semua terserah dari ucapan Go ciangbun saja "

Delapan belas Hek-i Tongcu serta para rasul yang tak terhitung jumlahnya dari yu-bing mo khek- anak buah dari istana beracun mengenakan pakaian aneh dengan kedok aneh pula seperti laba-laba diatas kepalanya, serta entah berapa banyak gembong-gembong silat dari berbagai aliran serentak merubung maju.

Im yang kiam Go Beng hui sudah terkepung dalam barisan manusia yang berlapis-lapis banyaknya, kalau sedikit ia bicara kurang hati-hati dan menyinggung perasaan mereka, tak ayal lagi puluhan atau ratusan kepalan tangan pasti serempak memberondong kearah dirinya, betapa lihay kepandaian sendiri seumpama setinggi langit juga takkan mungkin dapat membela diri atau meloloskan diri dari serangan gabungan yang dahsyat itu, terang jiwanya bakal melayang secara konyol.

Karena itu sebisanya ia menekan gejolak hatinya dengan muka rada pucat ia berkata gemetar sambil menelan air liur.

"ini urusan besar dalam dunia persilatan betapa juga harus dirundingkan masak-masak, mana mungkin tergantung dari sekejap dua patah kata saja?"

Namun cukong istana beracun tak memberi hati. Bentak I bun Hoat.

"Tidak perlu rundingan apa segala, Go Tay-ciang bun, hayolah kau putuskan sekarang juga."

Go Beng hui menjadi serba salah, saking kewalahan akhirnya ia membuka kata dengan nada sember.

"Terus terang saja perguruan kita tiada menaruh minat terhadap buka catatan rahasia yang berada didalam rawa naga beracun itu"

"Ini terhitung kau pandai melihat gelagat"

"Tapi kejadian hari ini justeru terjadi didalam markas besar kita yang terlarang, kalau pihak kita tidak unjuk muka apakah tidak ditertawakan oleh sesama kaum Dan yang terpenting generasi muda partai kita untuk selanjutnya susah hidup dan tampil di Kangouw" "Hahahahahahihihihi"

Cukong istana beracun I bun Hoat mengudal gelak tawanya yang menusuk telinga menggetarkan sukma mengalun tinggi menembus angkasa. setelah gelak tawanya berhenti, mulutnya lantas menggerung.

"seorang kesatria harus pandai melihat gelagat memutar haluan menurut arah angin, perguruan Bu-ih-bun kalian kalau bisa terhindar dari malapetaka kali ini sudah terhitung suatu keberuntungan besar, masih masih mau mengurus generasi muda apa segala Go Ciang bun terlalu jauh pandanganmu "

Sebagai Ciang-bun-jin dari suatu aliran, tingkah aku atau tindak tanduk Im-yang-kiam Go Beng hui selalu mewakili perguruan-nya serta nama dan gengsi Bu-ih-pay, bagaimana juga ia harus menegakkan kebenaran dan berani menanggung sebala resiko, maka katanya..

"Ucapan saudara I bun Hoat sukar dapat kusetujui"

Beringas muka I bun Hoat, dengusnya.

"Hah Kenapa?"

"Sebagai seorang ciang-bun, sudah selayaknya aku mengembangkan dan menegakkan keharuman nama dan gengsi perguruan"

I bun Hoat terloroh-loroh sambil menekan perutnya, matanya yang menyipit hampir terpejam karena tertawa itu. sekonyong-konyong gelak tawanya lenyap mukanya berubah bengis dan menjengek dengan ketus.

"Cuh mengembangkan apa segala, kentut busuk jangan kau mimpi"

Umumnya kalau dua orang berhadapan saling bermusuhan karena urusan pribadi masing-masing saling caci maki dan mencemooh atau menghina lawannya adalah jamak dan biasa, ini tak terhitung keluar batas.

Tapi adalah lain kalau kedua belah pihak berhadapan secara masa membawa nama baik perguruan atau golongan, umpat caci atau makian yang menghina secara umum di muka sekian banyak orang belum pernah terjadi, sehingga para gembong-gembong silat yang biasanya berlaku ganas itu juga tercengang dan melenggong mendengar kata-kata I bun Hoat yang terlalu mengandung nada kasar itu.

seumpama seorang tanah liat, betapa juga Go Beng hui punya perasaan, seketika pucat pasi selembar mukanya, bibirnya sampai biru, seluruh badan gemetar saking gusar, serunya.

"

I bun Hoat Kau..."

"Coba kau tanya dirimu sendiri, bagaimana kalau kalian dibanding kekuatan dan kebesaran pihak Go bipay "

Demikian semprot I bun Hoat.

Giok liong yang sejak tadi sembunyi dan mengintip menjadi gusar bukan main, rasanya nadi dan jalan darahnya menjadi melembung dan tangan juga gatal ingin rasany segera menerjang keluar merangsak I bun Hoat si manusia laknat itu.

satu pihak karena merasa sebal dan gemas melihat tingkah polahnya yang congkak dan takabur itu, lain pihak karena pencucian bersih diatas gunung Go b i san itu oleh pihak istana beracun sehingga dirinyalah yang terkena getahnya dicap sebagai durjana yang menumpas habis seluruh Go bipay- sungguh penasaran.

Akan tetapi, demi mematuhi larangan gurunya, terpaksa ia harus menelan keinginannya bulat-bulat, dengan menahan sabar ia mandah menonton dan melihat perkembangan selanjutnya.

saat mana Im yang-kiam Go Beng bui memutar tubuh memandang ke empat penjuru lalu katanya dengan mendelu.

"Melihat situasi hari ini, sebenarnya kalian kemari karena benda pusaka di Rawa naga beracun itu, atau hendak mencari perkara dengan perguruan kita?"

Dalam keadaan ujang terdesak ini apa boleh buat ia berusaha hendak memecah urusan besar ini dalam dua persoalan, supaya pihak sendiri tidak konyol dan rugi besar.

siapa tahu Cukong istana beracun ternyata tak mau memberi muka, secara langsung ia menantang.

"Dua-duanya boleh kita bicarakan menjadi satu"

Jawaban yang terus terang ini betapa juga Go Beng hui tak bisa main ulur atau banyak alasan lagi.

Keempat muridnya sudah tak tahan sabar lagi, serempak empat batang pedang mereka bergerak melingkar mematikan sebuah lingkaran besar, mereka siaga bertempur, katanya bersama .

"ciang-bun kau tahan sabar, kita tak kuat lagi, meski harus menentang ajal kita takkan mundur setapakpun"

Belum sempat Go Beng-hui membuka mulut. Cukong istana beracun I bun Hoat terkekeh kekeh, makinya.

"Keparat, agaknya kalian memang harus diberantas"

"I bun Hoat Kau terlalu takabur"

"Bangkotan tua beracun lihat pedang"

Seiring dengan makian mereka empat sinar pedang yang menyilaukan mata berbareng meluruk ke arah I bun Hoat, Mereka turun tangan dengan nekad untuk mengadu jiwa, maka jurus serangan ini dilancarkan cukup lihay dan ganas.

"Hehehehe Cari mampus Hai, hayo maju" - ternyata I bun Hoat tak balas menyerang cukup dengan teriakannya ini serta isyarat tangan bergerak lantas terlihat empat pancaran sinar biru yang menyala meluncur datang dari belakang-nya. seluruh gelanggang kontan menjadi geger.

"Lan cu tok yam "

Terdengar teriakan kejut di mana-mana dari mulut orang-orang sekitarnya, semua melompat mundur karena gentar menghadapi kehebatan ilmu sesat ini.

Empat pancaran, sinar biru melembung tinggi ke angkasa lalu menukik turun dengan deras mengeluarkan suara mendesis yang keras, laksana empat cakar iblis yang ganas tiba-tiba menyemburkan bara api yang menjilat ke empat penjuru, seketika hidung semua orang terendus bau hangus, rumput menjadi kering batu menjadi hangus.

Pancaran sinar pedang ke empat murid Bu-ih pay begitu keterjang lidah api yang dahsyat itu seketika pudar.

Kini hanya terlihat empat kerangka manusia, bukan saja pakaian mereka sudah hancur luluh menjadi abu, sampai daging mereka juga menjadi hangus seluruhnya, tinggal tulang-tulang kerangka yang memutih bersemu kuning atau hitam itulah yang masih teaak berdiri diatas tanah pemandangan ini sungguh mengejutkan dan menakutkan.

Udara pegunungan yang jernih seketika berbau amis dan busuk serta hangus tercampur aduk.

yang terang semua merasa mual dan kepala pening.

seluruh hadirin menjadi melongo dan merinding serta bergidik Memang Lan ca-tok-yam pihak istana beracun sudah lama menggetarkan Bulim, akan tetapi banyak diantaranya yang baru sekali ini melihat dengan mata kepala sendiri betapa hebat dan mengerikan ilmu ganas ini.

Im-yang-kiam Go Beng-hui terkesima menjublek di tempatnya seperti orang sinting tanpa bergerak- Matanya nanar memandang ke depan tanpa berkesip
 Cukong istana beracun I bun Hoat terliuk-liuk kegelian dengan senangnya ia mementang mulut menarik suara.

"Hahahahaha----"

Tak lama kemudian pelan-pelan kaki Im-yang kiam Go Beng-hui mulai bergerak beranjak maju, mukanya kaku tanpa emosi, setindak demi setindak dengan langkah tetap ia menghampiri kearah I bun Hoat yang masih terloroh itu, mulutnya mendesis sepatah demi sepatah.

"Kau- juga bunuh aku sekalian"

I bun Hoat menghentikan gelak tawanya, bentaknya dengan bengis.

"Kau sangka aku tak berani ? "

"Kau... berani.... kau..."

"Baik, kau sendiri yang cari penyakit dan minta digebuk Biarlah Cukongmu ini menyempurnakan keinginanmu "

Sembari berkata kedua biji matanya yang kecil itu memancarkan cahaya biru kelam, mukanya di-rundung hawa membunuh yang tebal, pelan-pelan dua lengan kecilnya yang kurus kering seperti kayu bakar itu mulai terangkat.

Asal lengan keringnya ini sedikit terayun saja tanggung jiwa Im-yang-kiam Go Beng-hui bakal melayang dalam sekejap itu saja, arwahnya pasti menyusul keempat muridnya yang sudah mendahului menghadap Giam-lo-ong tinggal tulang kerangkanya yang masih utuh berdiri Tepat pada saat itulah sekuntum mega kelabu bergulung mendatangi.

Dua laki-laki kekar berusia pertengahan abad meluncur tiba di tengah gelanggang, serempak mereka berseru.

"

Cukong istana beracun, harap tunggu sebentar "

Melihat kedatangan kedua orang tua ini Giok-liong lantas membatin.

"Ternyata ci-hu-ji-lo juga ikut dalam keramaian ini"

Dalam pada itu, I bun Hoat sedikit tertegun, kedua lengannya tetap terangkat tinggi, nadanya berkata hina.

"Kalian datang terlambat hendak main kayu juga ? Berani menghalangi Lohu "

Kedua lengannya mulai bergerak memberi aba-aba kepada anak buahnya supaya segera turun tangan melenyapkan jiwa Im-yang-kiam Go Beng huici huji lo mandah tertawa tawa, katanya bersama.

"Mana kita berani. Lihatlah majikan telah tiba "

Sinar kelabu berkelebat terbungkus oleh kabut ungu yang bergulung mendatangi seperti lambat namun cepat sekali dalam sekejap mata saja Ci hu-sin kun Kiong Ki dengan sikap angker dan penuh wibawa meluncur turun tanpa mengeluarkan suara.

ci-hu bun sudah angkat nama dan gengsi dalam kalangan hitam dan putih, selama ratusan tahun sudah malang melintang dan mendirikan pangkalannya yang kokoh dan digdaya, sudah tentu kedatangannya ini membuat para hadirin menjadi ribut dan berbisik-bisik- Cukong istana beracun I bun Hoat, sendiri juga harus sedikit memberi muka oleh karena itu serta merta tangannya sudah terangkat itu mulai merandek dan pelan-pelan diturunkan lagi- Biji mata Ci-hu-sin kun laksana mata api yang berkilau tajam, sekilas ia menyapu pandang ke seluruh hadirin lalu berkata dengan suara yang menggeledek.

"Disini berkumpul sekian banyak orang, kalian meluruk kemari perorangan atau ada pentolannya ?"

Lagi-lagi semua hadirin menjadi gempar, entah berapa banyak pasang mata sekaligus menatap kearah I bun Hoat.

Meski rada keder, namun sikap I bun Hoat yang congkak dan takabur masih kelihatan nyata, tiga tindak ia tampil kedepan sembari angkat kedua tangannya terus digoyanggoyangkan, katanya dengan lantang.

"Aku yang rendah I bun Hoatlah yang mengundang mereka "

Traktiran: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan) ataupun bisa melalui via Trakteer yang ada dibawah

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar