Seruling Samber Nyawa Jilid 25

Jilid 25

"Hai bocah cilik adakah empat ekor kuda lewat kedepan ?"

Giok-liong berlagak seperti orang kampungan yang takut kena perkara, sahutnya.

"Baru saja lewat"

Lalu bergegas tinggal pergi dengan langkah lebar.

Dilihat gelagatnya mereka para kaum persilatan ini tengah mengejar sesuatu, dirinya saat ini sedang dilibat oleh urusan besar yang harus cepat-cepat dapat diselesaikan kalau sampai ikut terlibat dalam urusan tetek bengek dengan mereka ini tentu serba berabe.

Tak duga nenek beruban itu berteriak lagi.

"Bocah cilik berapa ia tua mereka lewat"

"Baru saia belum lama "

Sahut Giok-LLong dari kejauhan. Si nenek lantas tersipu-sipu berlari ke depan sambil mulutnya mengomel panjang pendek. Tak nyana belum berapa jauh tiba-tiba ia putar balik lagi, tanyanya keras.

"Didepan keempat ekor kuda adalah kau melihat seorang gadis baju hitam lewat disini ?"

Giok-Liong menunduk dan menyahut mafas-malasan.

"Aku tidak melihat" "Tidak melihat ?"

Si nenek seperti tidak percaya, matanya berkedip-kedip, lalu desaknya lagi.

"Gadis baju hitam itu berusia enam tujuh belasan, tangannya membekaL sebatang seruling batu pualam "

"Hah."

Tak tertahan Giok-liong sampai berseru kejut, tergetar seluruh badannya. Agaknya si nenek tidak perhatikan sikap perubahan Giok- Liong ini, katanya pula tak sabar.

"Hai, apa kau tuli ? Kataku seorang gadis baju hitam yang membawa sebatang seruling batu pualam warna putih, berapa lama lewat dan sini?"

Sungguh girang Giok-liong bukan main, bangkit semangatnya secara reflek ia kembangkan kesehatan ringan tubuhnya, sekali melesat tiga tombak lebih mendahului didepan si nenek, mulutnya berseru keras.

"Benar ada kejadian ini"

Sekejap saja bayangannya sudah berlari kencang berapa jauh. Terdengar si nenek berseru tertahan, gerungnya gusar.

"Kurang ajar, aku salah mata "

Jantung Giok-liong berdegup keras sekali, ingin benar segera mengejar kedepan mendapatkan gadis baju hitam yang dikatakan si nenek itu, maka Leng-hun-toh dikembangkan sampai puncak tertinggi untung hari belum terang tanah, manusia masih jarang berlalu lalang maka secepat terbang ia kembangkan ilmunya tanpa kuatir sesuatu apapun terjadisekejap saja dilihatnya dikejauhan sana debu mengepul tinggi, terang sebentar ke-empat ekor kuda yang dicongklang cepat itu pasti dapat disusulnya.

Terlihat seratusan tombak didepaa sana adalah hutan pohon cemara yang lebat sekali, kelihatan keempat ekor kuda itu membelok masuk hutan terus lenyap dari pandangan mata.

Kuatir kegilangan jejak kuntitannya, Giok- liong kerahkan tenaganya, badannya melesat ke depan bagai terbang langsung meluncur memasuki rimba lebat itu.

"Aih, kemana mereka ?"

Tampak empat ekor kuda yang basah kuyup dengan keringat tengah kempas-kempis tersebar dalam hutan, empat orang laki-laki kekar diatas kuda tadi tak kelihatan bayangannya entah kemana- Tengah Giok-lioag terlongong bingung mendadak disebelah dalam hutan sana terdengar suara bentakan dan gemboran nyaring, angin menderu keras berseliweran didalam hutan sebelah sana.

Tanpa ayal segera ia memburu masuk ke sebelah dalam, menurut dugaannya pasti keempat laki-laki itu sudah menyusul orang yang hendak dicarinya itu, karena tiada persesuaian paham lantas berkelahi mati matian, yang bertempur dengar mereka juga bukan lain si gadis baju hitam yang dikatakan oieh nenek beruban itu.

Tanpa banyak pikir Giok-liong lantas meloncat kearah dimana terjadi pertempuran itu.

Tepat menurut dugaannya terlihat didalam hutan sana seorang gadis baju hitam tengah berkelahi sengit melawan musuhnya senjata ditangannya itu memang bukan lain adalah seruling samber nyawa miliknya yang telah hilang itu.

Naga-naganya si gadis tidak tahu cara permainan silat menggunakan seruling itu, karena tidak menyalurkan Iwekangnya, bukan saja jan-hun-ti tidak dapat memperlihatkan perbawanya, sampai cahaya terang yang terpancar dari batu pualam itupun tidak terpancar keluar.

Lawan sigadis baju hitam ternyata bukan empat laki-laki diatas kuda, ternyata adalah seorang pemuda berpakaian baju biru dan pemuda ini sudah dikenal oleh Giok-liong karena dia bukan lain adalah murid Lining mo-io Li siang-san, yaitu Lanitong- kim Hoa sip-i.

Begitu tiba cepat-cepat Giok-llong berteriak- "saudara Hoa, lekas berhenti "

Seiring dengan teriakan langsung ia melesat memasuki gelanggang terus berdiri bertolak- Maka tampaklah tangan orang terpental mundur.

Lani-longfcuo Hoa sip-i meloncat mundur tujuh kaki, menghindari sejurus seringan Giok ci-liang-jay dari si gadis baju hitam, terdengar ia berseru dengan kegirangan.

"siau-hiap Tepat benar kedatanganmu"

Kiranya napas sudah ngos-ngosan, tenaga juga hampir habis, jidatnya sudah basah oleh keringat.

si gadis baju hitam melintangkan seruling di depan dadanya, begitu melihat Giok-liong ia rada tercengang, matanya tak berkedip memandang Giok-liong, ujarnya heran.

"Aih, bukankah kau sudah mampus?"

Giok liong mandah tertawa geli, sahutnya- "Nona ini betul betul pandai main kelakar"

Gadis baju hitam mengangkat alis, serunya.

"siapa berkelakar dengan kau, waktu aku lewat bekas tempat terbakar itu, kulihat kau berduduk mematung seperti Hwesio yang sudah mati- sedang kurcaci yang membawa seruling ini tanpa menghiraukan undang-undang dalam rimba persilatan hendak menghancurkan jenazahmu- maka tanpa tanggung tanggung lagi kupersen sebuah kemplangan di belakang batok kepalanya- Apakah itu kejadian yang purapura saja?"

Giok-liong semakin tertawa lebar, katanya lembut sembari menjura.

"Terima kasih akan bantuan nona, sebetulnya aku yang rendah belum mati, memang aku terluka parah karena mengadu Iwekang dengan seorang musuh"

Sekarang berkerut alis si gadis baju hitam, dengan sikapnya yang besar-besaran berkata dengan nada penuh teguran.

"usia masih muda sudah berani gagah-gagahan mengadu tenaga dalam dengan orang jangan sekali-sekali kau ulangi lagi ya"

Hoa sip-i yang berdiri disamping menjengek dingin dan hendak membuka mulut.

Cepat-cepat Giok-liong mencegah orang bicara dengan syarat tangannya- sebab meski pun baru pertama kali ini bertemu, namun Giok-liong tahu bahwa nona ini tentu biasa sangat dimanjakan, seorang gadis binal seperti kuda pingitan yang jarang bergaul dengan umum, sekarang seruling samber nyawa masih berada ditangannya, sekali-kali jangan sampai membuatnya marah.

Giok liong lantas membungkuk serta katanya.

"

Ucapan nona memang benar "

Sigadis baju hitam semakin mendapat angin, katanya- "

Hidup dikalangan Kangouw kok gampang-gampang mengadu jiwa mati-matian."

Giok liong mengiakan "ya, memang benar "

Si gadis baju hitam semakin berbesar hati, seperti orang dewasa saja manggut-manggut, katanya.

"Sudahlah aku hendak pergi-"

Bergegas Giok-liong lantas memburu maju menghadang didepannya, katanya sambil memberi hormat.

"Nona, ada sesuatu urusan kuharap nona suka memberi maaf kepadaku"

"Urusan apa ?"

"Tentang seruling itulah "

"seruling ? Bagaimana dengan seruling ini ?"

"Seruling ini sebenarnya adalah milik-ku."

"Terang nyata adalah milik pemuda pucat itu, bagaimana bisa- - -"

Lan-i-long-kun Hoa sip-i segera menyela bicara.

"ya memang milik Ma siau hiap, aku berani menjadi saksi-"

Giok-liong khawatir membuat orang jengkel, maka lekaslekas ia bicara lagi.

"sebetulnya memang milikku, justeru karena jan.. ."

Mendadak tergerak hatinya, kata-katanya sudah sampai diujung mulut lantas ditelannya kembali, gadis baju hitam dihadapannya ini terang tidak tahu asal usul dan nilai seruling ini, andaikata diketahui sebagai senjata sakti dan benda pusaka dunia persilatan, mungkin ia tidak mau menyerahkan kembali.

Benar juga tampak si gadis baju hitam bersungut, katanya cemberut.

"Hanya karena sebatang seruling saja lantas mengadu jiwa apa segala, sungguh nakal benar kau ini"

Giok-liong lantas berkesempatan bicara lebih lanjut.

"Betul, seperti lelucon saja "

"Sudahlah tak perlu banyak bicara lagi, nah kau ambil kembali "

Seperti mendapat anugerah dari sang raja layaknya Giokliong melangkah setindak sambil mengulur tangan menyambut. sekonyong-konyong terlihat bayangan orang bergerak gerak didalam hutan sana di susul terdengar sebuah bentakan berkata.

"Jangan kau serahkan kepadanya "

Empat laki-laki penunggang kuda itu juga serentak merubung datang, sikapnya garang dan mengancam, senjata terhunus dengan berdiri tegang, mata mereka tertuju ke arah seruling samber nyawa. Mata gadis baju hitam berkedip-kedip, tanyanya heran.

"Kenapa ?"

Serempak ke empat laki-laki kekar itu berseru.

"Serahkan kepada kita"

Muka si gadis baju hitam mengunjuk rasa tak senang, katanya mendesis.

"Apa yang hendak kalian lakukan ?"

"Kau tidak kenal kita, tapi kita kenal siapa kau ?"

"siapa kalian ?"

"Apakah pernah dengar Kuisan-su kiat? (empat gagah dari gunung kura)."

"Tidak pernah dengar"

"Bersama ayahmu Hwi-thian-bu-siong siangkwan Hou kita adalah kawan sehidup semati-"

Bercekat hati Giok liong, saat masa tak menguntungkan bagi dirinya kalau terus merebut secara kekerasan, terpaksa harus menggebah keempat Kui-san-su-kiat lebih dulu, segera ia melangkah maju sambil bersiap siap hendak menyerang.

Tak duga si gadis baju hitam sudah bertindak lebih cepat, serunya tertawa .

"Ka-lian sahabat ayahkujuga kenal aku- Tapi, apa peduli kalian atas diriku ?"

Salah seorang dari Kui-san-su-kiat berteriak.

"Apakab kau tahu asal usul seruling ini?"

"Kalian tidak perlu urus tentang hal ini "

Sahut si gadis baju hitam uring-uringan.

"seruling ini adalah senjata kuno yang sakti mandraguna, pusaka dunia persilatan itulah seruling samber nyawa. yang menggetarkan seluruh Kangouw "

"Aku tidak peduli, aku harus mengembalikan secara adil kepada pemiliknya "

Sembari berkata ia angsurkan seruling samber nyawa kepada Giok-liong.

Tampak bayangan berkelebat dibarengi sinar abu-abu melesat tiba, empat bayangan abu-abu menubruk tempat kosong, kirinya ringan sekali gadis baju hitam itu telah melayang jauh setombak lebih, serunya tak senang sambil mengebutkan lengan bajunya.

"Apa yang kalian hendak lakukan ?"

Su-Kiat berkasa berseru.

"serahkan seruling samber nyawa kepada kita "

"Mimpi seumpama memang benar pusaka Bulim, kalau tidak kukembalikan kepada dia juga harus menjadi milikku, kenapa harus kuserahkan kepada kalian ?"

Giok-liong menjadi gugup, cepat-cepat ia menyela bicara.

"Nona .. ." "Legakanlah hatimu,"

Ujar si nona baja hitam sambil tersenyum manis "

Kalau memang milikmu nanti kukembalikan kepadamu"

Salah seorang dari su-kiat berkata lagi.

"Usiamu masih muda dengan bekal kepandaianmu sekarang takkan mungkin dapat melindungi pusaka itu, kupandang muka ayahmu dan demi keselamatan jiwamu, maksud kita adalah baik"

Gadis baju hitam menjadi berang, semprotnya.

"Pembual Iwekang kalian lebih lihay dari aku ? Marilah kita coba coba "

Apa yang dikatakan lantas dilaksanakan tampak bayangan hitam berkelebat sekali melejit ia tiba dihadapan Giok liong langsung menyisipkan seruling ke tangan Giok-liong, katanya tertawa .

"Jangan pergi dulu, lihatlah biar kuhajar mereka."

Kelakuan si gadis ayu ini benar benar diluar dugaan Giok liong, setelah seruling berada ditangannya hatinya menjadi lega, ia berdiri di tempatnya tanpa bergeming, matanya mendelong mengawasi gelanggang.

Lan ie long kun Hoa sip i lantas mendekati Giok hong, katanya lirih.

"Siau-hiap sekarang juga kau tidak maupergi masih tunggu apa lagi?"

Giok liong menggeleng kepala. matanya masih mengawasi kenakalan sepak terjang si gadis baju hitam. Kata Hoa sip-i lagi.

"siau hiap, ayah bocah perempuan ini bukan sembarang tokoh yang boleh dibuat permainan, ilmu kepandaian Hwithian bu-siong-tun-hiat elang sudah mencapai tingkat yang sempurna,"

Giok-liong manggut-manggut, ujarnya.

"Karena aku dia sampai berkelahi mana bisa aku tinggal pergi tanpa pamit, tanpa pedulikan mati hidupnya ?"

Saat mana si gadis baju hitam sudah melangkah ke depan Kuisan su-kiat kira-kira tujuh kaki, sembari menepukkan tangannya ia berseru lantang.

"Berkelahi cara bagaimana, satu lawan satu, atau kalian maju bersama ?"

Bersungut muka Kui-san-su kiat, serunya bersama.

"Tujuan kita adalah Jan-hun-ti, siapa yang sudi main tangan dengan kau "

Lalu saling memberi isyarat dan serentak bergerak menghampiri kcarah Giok-Liong. Gadis baju hitam semakin naik pitam, dengan sejurus TOpa cui-liu tiba-tiba badannya jumpalitan menghadang didepan Kui-san-su-kiat, katanya tak senang.

"Memandang rendah aku siangkwan Hong-cu ya ?"

Kui-san su kiat menjadi mangkel, serentak mereka membentak.

"Budak binal, terlalu kurang ajar"

Makian budak binal betul-betul membuat siang-kwan Hongcu berjingkrak gusar, makinya.

"Kentut"

Kedua kepalannya lantas bergerak sambil menubruk menyerang- Kui-san-su-kiat betul-betul dibuat mencak-mencak, mereka tak menduga kalau bakal diserang, maka dengan gugup saling berebutan meloncat menghindar selamatkan diri
 sekali serang berhasil membikin kocar kacir pihak musuh, siang-kwan Hong cu semakin mendapat hati, seperti bayangan mengikuti bentuknya serentak ia kembangkan ilmu pukulannya, sekejap saja beruntun ia lancarkan dua belas pukulan tangan terbagi empat Melihat cara permainan gadis baju hitam ini diam-diam Giok-liong terkejut dalam hati, bahwa kepandaian siangkwan Kong-cu ini memang cukup lihay.

saat itulah terdengar sebuah gerangan keras dari luar rimba, suara sember seperti gembreng pecah berkata.

"Hong Cu Jan- hun-ti jangan sampai hilang "

Seiring dengan habis perkataannya, segulung sinar terang berkelebat masuk ke dalam gelanggang. Begitu melihat si nenek ubanan, segera siangkwan Hong cu berteriak.

"Si lolo, Kui-san-su-kiat terlalu menghina orang "

Tak tahunya perhatian si-lolo ternyata tertuju ke seruling sambar nyawa yang di pegang Giok-liong, tanpa pedulikan teriakan siangkwan Hong cu, langsung ia menyerbu ke arah Giok-liong sembari menggerung gusar.

"Bocah keparat, kau menipu aku "

Gesit sekali Giok-lioag meloncat mundur dua tombak, kedua biji matanya bersinar tajam, ujarnya.

"Aku menipu kau apa ?"

"Mulutmu bawel, serahkan jiwamu "

Seperti banteng ketaton si-lolo menyerbu lagi dengan ancaman cakarnya yang berbahaya.

"

Celaka Awas dialah Li ciau-sin si ji-ping "

Tiba-tiba Hoa sip-i berteriak kaget sambil menarik lengan baju Giok-liong. "Lolo, jangan "

Dari samping sana Siangkwan Hong-cu berteriak sambil memburu tiba.

Kebetulan Li-ciau-sin siJiping tengah melancarkan 'ui-yan toh-hong-ciang' begitu melihat siangkwan Hong cu memapak datang, kejutnya bukan main, cepat ia menarik kembali serangannya, mulutnya ikut berteriak.

"

Hong-cu Bocah gendeng "

Jikalau kurang sigap ia menarik kembali serangannya tentu kedua telapak tangannya tadi sudah telak mengenai badan siangkwan Hong cu. Siangkwan Hong-cu merengut sambil membanting kaki.

"Lolo, kenapa kau hendak memukulnya ? Marilah kita hajar dulu empat kura-kura banci itu"

Keruan kata-katanya ini semakin membuat Kui san su-kiat murka, serunya- "Bagaimana Hwi thian bu siong siangkwan Hou mendidik anak gadis yang kurang ajar ini"

Li ciau sin sendirijuga dibikin kewalahan ujarnya.

"Hong cu yang penting sekarang kita menebus jan hun ti itu dulu"

Justru siangkwan Hong cu tak mau dengar nasehatnya katanya marah-marah.

"Aku tidak sudi, baik aku tidak perlu bantuan Lolo, masa aku tidak berani menempur empat kura kura ini"

Lekas-lekas Li ciau sin memburu maju merintangi, ujarnya.

"Hongcu, buat apa...."

Tanpa hiraukan nasehat orang, segera siangkwan Hong cu menerjang dengan serangan yang lebih gencar, betapa lincah dan gesit permainannya laksana seekor burung hong yang tengah menari dan berloncatan kedua lengannya tak berhenti, setiap pukulannya tentu mengarah Kui san su kiat.

Diam-diam Giok liong merasa geli dalam hati, sambil menenteng seruling samber nyawa ia acuh tak acuh menonton dari samping, coba cara bagaimana mereka hendak menyelesaikan urusan konyol ini, maka diam-diam ia ambil keputusan pada saat yang tidak dibutuhkan dia takkan sudi turun tangan mencampuri urusan ini.

Demikianjuga Lan i long-kun Hoa sip i berdiri berendeng bersama Giok- liong bersikap menonton saja.

sementara itu dengan gaya yang lincah serta ilmu pukulan yang lihay itu siangkwan Hong cu menyerbu ke tengah kawanan Kui-sansu kiat, beruntun ia lancarkan pukulan tendangan serabutan yang membikin lawannya kocar kacir, untuk mengalah sudah tidak mungkin bagi Kui san su kiat, atau sebaliknya mereka sendiri yang bakal menerima bogem mentah.

Namun karena Li ciau sin siji-ping juga hadir, supaya tidak dimaki orang tua menindas anak kecil, apalagi mereka masih gentar dan tak berani menyalahi terhadap siangkwan Hou maka cara permainan silat mereka juga rada tendor dan tak berani menyerang sungguh-sungguh, paling-paling cuma membelas diri saja.

sebaliknya siangkwan Hong cu seperti mendapat hati saja, serangannya terus membadai tak tahu apa yang dinamakan takut dan khawatir untuk menjaga diri, begitulah seperti orang kerasukan setan ia menyerang musuhnya habis-habisan dengan kalapnya- Keruan Kui-san su-kiat semakin mencak-mencak keripuhan sambil berkaok-kaok.

namun dasar kepandaian mereka lebih tinggi gesit dan tangkas sekali mereka dapat menghindarkan diri dari rangsekan musuh kecil ini.

Melihat keberandalan si gadis pingitan ini, akhirnya Li ciausin siji-ping menjadi dongkol, teriaknya.

"Hong cu, kenapa kau ini Hayo lekas berhenti"

Lalu ia berseru lagi.

"Para saudara dari Kui-san, kalian berempat masa hendak mengeroyok bocah kecil "

Baru saja lenyap suaranya mendadak terdengar siangkwan Hong cu menggerang keras.

"Roboh "

"Aduh "

Terdengar losam atau orang ke tiga dari Kui-san-su kiat mengeluh kesakitan, kedua kakinya lantas dijejakkan dan mundur beberapa tindak- saking besar tenaga yang telah dikerahkan tak waspada lagi kontan tubuhnya menumbuk sebuah batang pohon besar, lagi-lagi ia menjerit kesakitan terus membalik-balik dan terhuyung jatuh tersungkur, kepala berat dan mata berkunang-kunang babak belur.

Keruan tiga saudara lainnya menjadi gusar.

"Budak kurang ajar cari mati kau"

Demikian mereka memaki berbareng. sekali pukul dapat merobohkan salah seorang musuhnya, sudah tentu siangkwan Hong-cu semakin takabur, terdengar tawanya cekikikan seperti keliningan ujarnya.

"

Empat lawan satu, kalau tidak kurobohkan kalian satu persatu tentu aku yang rugi "

Sebetulnya ditimbang secara wajar dengan bekal kepandaiannya untuk melawan Kui-san-su kiat sebenarnya kemampuannya sangat terbatas, soalnya memang pihak lawan sengaja mengalah dan terlalu memberi hati.

Kini Kui-san-su kiat tidak tahan lagi, salah seorang yang tertua terdengar membentak .

"sikat "

"su-kiat"

Terdengar U-ciau sin siji-ping berteriak.

"Apakah kalian akan mengadu jiwa ?"

"Apa kau tidak lihat keadaan ini, atau kau sengaja hendak menghina dan mentertawakan kami?"

Sembari berkata serentak enam kepalan mereka bertiga bergerak mengepung siangkwan Hong cu ditengah arena.

"Lolo,"

Omel si Lotoa dengan gemas.

sebagai kambing gembel yang masih muda, tidak takut melihat harimau layaknya, siangkwan Hong cu semakin bernafsu berkelebat meski dikepung ketat dan setiap saat terancam mara bahaya masih terdengar suara tawanya yang cekikikan, sepasang tangan kecilnya yang putih halus bergerak lincah dan menderu membawa angin kencang terdengar suara merdu menggoda.

"Heh- Masih ada simpanan apa lagi yang belum kalian lancarkan ?"

Sementara itu si Losam yang jatuh muntah darah itu sudah merangkak bangun sambil menyeka darah yang meleleh di ujung mulutnya terus menyerbu ke dalam gelanggang pertempuran.

Pertempuran menjadi semakin sengit, angin menderu dan debu serta daun-daun kering beterbangan menari-nari di tengah udara.

Giok liong manggut-manggut merasa kagum, sungguh diluar dugaannya.

bahwa dengan sepasang kepalannya kiranya siangkwan Hong-cu kuat bertahan melawan keroyokan empat musuhnya yang kekar dan cukup tinggi kepandaiannya seperti Kui-san-iu-kiat ini, malah sama kuat dan kadangkadang mendesak
 Meskipun tingkat kepandaian Kusan-su-kiat belum termasuk katagori kelas wahid dan tokoh-tokoh kenamaannya, paling tidak nama mereka juga sudah disegani oleh kalangan persilatan sekitar daerahnya, sekarang hanya melawan gadis kecil macam siangkwan Hong-cu saja sudah begitu terdesak keripuhan, walaupun belum kelihatan kena kejotos roboh, menurut gelagatnya saja mereka sudah jatuh pamor dan malu.

sementara itu sambil mengikuti jalan pertempuran, tak lupa Li-ciau-sin siji-ping selalu melirik kearah seruling samber nyawa ditangan Giok- liong.

Kira-kira setengah jam sudah lewat, pertempuran masih kelihatan sama kuat, siang-kwan Hong cu mengandal ilmu pukulannya yang penuh mengandung tipu-tipu aneh dan lihay selalu menyergap musuh dan melancarkan sennpan menentukan, sehingga lama kelamaan tenaga mesti terkuras habis apalagi kalau diukur perorangan saja Iwekangrya masih setingkat lebih bawah, semakin lama maka kelihatan akan kelelahan dalam latihannya yang kurang sempurna.

Napas sudah megap-megap, tenaga juga semakin lemah, gerak geriknya semakin-lamban, tak kuasa menjebol kepungan Kui san-su kiat, sering kali sekarang ia menghadapi elmaut yang mengancam jiwa.

Tanpa merasa Giok-liong menggumam sendiri.

"sepuluh jurus lagi mungkin ia tak kuat bertahan"

Pelan-pelan jan hun-ti dimasukan kedalam kantongnya.

Melihat Giok liong menyimpan seruling sambar nyawa, sedang matanya tidak berkesip mengawasi gelanggang pertempuran, pundak juga sudah terangkat dengan kaki sudah bersiap bergerak.

Li ciau-sin menjadi kwatir kalau Giokliong melarikan diri segera ia menubruk maju sambil membentak.

"Kau hendak merat Tak begitu gampang "

Perhatian Giok-liong hanya tertuju kepada keselamatan siangkwan Hong cu, maka terhadap sikap terjang Li ciau-sian ini sedikitpun ia tidak ambil perhatian.

Tepat pada saat itulah perubahan dalam gelanggang pertempuran.

Dengan jurus yacan- pat hong (bertempur dari delapan penjuru) ia lancarkan sebuah pukulan dahsyat yang lihay, sayang tenaga sudah terkuras habis, tenaga yang terkerahkan tidak mencukupi jatah yang seharusnya diperlukan sehingga kakipun ikut tergoyah kedudukannya sehingga terlihatlah lobang kelemahannya.

Lotoa dari Kui san-su-kiat sudah pengalaman dalam pertempuran sengaja ia memancing musuh-musuh dalam tipu dayanya, sedikit tubuhnya terjengkang kebelakang untuk menghindar.

siangkwan Hong cu yang baru saja kelana di Kangouw dan belum berpengalaman menyangka bahwa serangannya pasti berhasil dan dirinya bisa segera menerobos keluar kepungan, maka dengan gesit sekali ia menerjang kearah lobang jebakan ini.

Adalah melihat kesempatan bagus ini, tiga saudara Kui-sansu kiat serempak menggembor keras enam tangan pukulan bersama memukul kedepan.

Dalam keadaan kritis bagi jiwa siang-kwan Hong-cu ini melihatlah sesosok bayangan putih berkelebat, tahu-tahu segesit kabut Giok liong sudah menerjunkan diri ke dalam gelanggang pertempuran sekali ulur ia cengkeram baju di tengkuk siangkwan Hong-cu terus menggembor keras, seketika seperti elang menyambar kelinci kontan tubuhnya melejit tinggi menjulang ke tengah angkasa setinggi tiga tombak, tepat sekali menyelamatkan jiwa siangkwan Hong-cu dari cengkraman elmaut dari pukulan gabungan musuh.

Maka terdengarlah suara "blang"

Yang keras, begitu dahsyat gabungan pukulan ini sehingga tanah dimana siangkwan Hong cu berpijak tadi kini sudah berlobang dalam..

Karena pukulan mengenai bumi dan tenaga yang terkerahkan juga sekuatnya maka tangan ketiga penyerangnya menjadi kaku kesemutan.

Waktu Kui san-su kiat angkat kepala, entah kapan tahutahu dipinggir lobang bekas kena pukulan itu kini sudah berdiri seorang tua pertengahan umur yang mengenakan pakaian jubah hitam dan topi rumput, wajahnya tampak bersegi empat.

Kejadian ini berlangsung begitu cepat sehingga Hoa sip-i dan si jiping juga tidak melihat jelas.

Tahu-tahu Giok liong sudah melayang jauh terhindar dari bahaya, setelah hinggap ditanah ia letakkan tubuh siangkwan Hong-cu diatas tanah, katanya lirih.

"Nona Hong cu Kau tidak kaget bukan ?"

Sepasang biji mata bening siangkwan Hong-cu, berkedipkedip memandangi wajah Giok-liong sesaat kemudian tiba-tiba ia berlari menubruk ke dalam pelukan si orang tua jubah hitam itu terus menangis gerung-gerung.

Ternyata orang tua jubah hitam bertopi rumput ini bukan lain adalah ayah siangkwan Hong cu yaitu Hwi thian bu siong Siangkwan Hou.

Air muka siangkwan Hou semakin membeku, giginya bergemeratak menahan gusar yang tak terkendali, napasnya juga rada memburu pancaran matanya mengandung nafsu membunuh.

Pelan-pelan dan ragu-ragu.

Li ciau sin siji-ping tampil ke depan, ujarnya.

"Engkoh tua, kau."

Tak duga siangkwan Kou malah membentaknya dengan suara keras bagai geledek.

"Jangan kau hiraukan aku"

Merah jengah selebar muka siji-ping katanya tersendat- "Kenapa kau ini ?"

"Aku tidak apa-apa-"

Sahut siangkwan Hou ketus- "Kenapa berlaku garang dan kasar terhadap aku Li-ciausin?"

"Aku-.. hm, terhitung kau sebagai kenalan kental, terhadap kau orang she si selamanya kupandang sebagai famili dan seperti saudara sedaging sendiri, bukankah hubungan kita baik-baik saja selama ini?"

"Siapa bilang salah?"

Sahut Li-ciau-sin manggut-manggut. Hwi-thian-bu-siong mendengus hidung, lalu jengeknya.

"Cuh, Kalau begitu kenapa kau melihat anakku di keroyok empat kau tinggal menggendong tangan diam saja- Kalau bukan kawan kecil ini yang menolong tepat pada waktunya, apakah saat ini Hong-cu masih bernyawa?"

Semakin merah wajah Li-ciau-sin siji-ping, katanya tersekatsekat.

"

Karena.. hanya..."

Tanpa terasa melirik kearah dirinya, siangkwan Hou mengelus kepala siangkwan Hong-cu pelan-pelan, ia menyurung tubuh putrinya serta katanya lembut "Hong cu, kau istirahat di-samping, biar aku mengukur sampai dimana tingkat kepandaian simpanan para saudara Kui-san su-kiat"

Lotoa dari Kui-san-su-kiat segera memburu dua langkah, katanya sambil menjura. "Siangkwan Toako . ."

Belum habis kata-katanya Hivi-thian-bu-siong siangkwan Hou sudah menukas dengan berjingkrak gusar.

"jangan cerewet lagi, mulailah"

"Duduk perkara ini..."

"Tutup mulutmu jelek-jelek aku siangkwan Hou punya nama dan kedudukan di kalangan Kangouw, masa bisa ku diamkan saja orang lain menghajar putriku didepan pintu rumahku, jangan sebutkan segala alasanmu. Mulailah "

Kui-san bersaudara menjadi kememek dan saling pandang. Naga-naganya mereka rada gentar dan takut menghadapi siang-kwan Hou. Tapi siangkwan Hou tidak memberi hati kedua lengannya digerak-gerakkan sampai mengeluarkan suara kerotokan, suaranya keras.

"Mari kalian berempat maju bersama, setelah mengeroyok yang muda keroyok sekalian yang tua ini, bukankah kalian akan puas dan gembira ?"

Kata Lotoa dari Kui san-su-kiat.

"siang-kwan Toako, urusan ini betapa juga kau harus mendengar dulu penjelasan dari si lolo"

Siangkwan Hou mandah terloroh-loroh dingin, mendadak ia menepuk tangannya serta serunya .

"

Aku tidak kenal siapa itu si-lolo, akupan tidak perlu ada orang ketiga sebagai saksi untuk mengobral kentut busuknya "

"Kalau begitu..."

"Tutup bacotmu kenyataan sudah membuktikan sendiri, kalau berani silakan turun tangan terhadap tulang tuaku ini "

Keadaan Li ciau-sin siji-ping menjadi serba runyam, segera selanya mendebat.

"Paling tidak kau harus mendengarkan dulu duduk perkara sebenarnya .. ."

"Aku tidak sudi mendengar, kalau kau tidak terima silakan kalian berlima maju sekalian, aku siangkwan Hou tidak memandang sebelah mata "

Terang Kui-san su kiat merasa gentar, namun di desak sedemikian rupa akhirnya si Lotoa membanting kaki seraya berkata mengertak gigi.

"Baik siangkwan Toako, kita bersaudara segera mengundurkan diri dari rimba itu "

"Berdiri Masa begitu gampang mau tinggal pergi begitu saja?"

"siangkwan Toako.."

"

Lihat serangan"

Tanpa banyak kata lagi siangkwan Hou segera mendahului melancarkan serangan, jurus serangannya dilancarkan dengan landasan kekuatan yang besar saking gusar, sekaligus empat lawannya diserang berbareng .

Bukan begitu saja akibatnya, pada saat gaya serangannya mulai dilancarkan tiba-tiba tubuhnya meluncur lurus kedepan, diam-diam sikutnya menyodok ke samping berbareng sebelah kaki kanan diangkat untuk menendang Li-ciau-sin yang berdiri disamping sebelah sana.

Li ciau-sin sedikitpun tidak menduga bahwa dirinya bakal diserang begitu rupa, keruan dalam keadaan yang tidak siaga ia menjadi gelagapan, untung ia cukup gesit mengelak mundur terus menggelendot dibatang pohon, air mukanya berubah bergantian menjadi jelek- Cara serangan siangkwan Hou ini bukan saja sangat sempurna dan kuat, dilandasi Iwekang yang ampuh lagi maka kekuatannya jauh lebih dahsyat dibanding anak putrinya tadi, setiap jurus tipunya mengancam jiwa keempat lawannya.

sudah tentu ilmu Hwi thian bu-siong Kun-hiat ciang (ilmu pukulan kelabang terbang menelan darah) jauh lebih hebat perbawanya dibanding putrinya tadisudah tentu Kui-san su-kiat merasa tekanan serangan musuh tua ini jauh lebih berat dan berbahaya, mau tak mau mereka harus kerahkan setaker kemampuannya untuk bertahan, namun demikian mereka merasa sangat payah juga- Dalam pada itu, pelan-pelan siangkwan Hong cu menggeremet mendekati Giok-liong, katanya terdengar lirih.

"Terima kasih atas pertolonganmu tadi "

Gadis pingitan ini berwatak keras dan kukuh, setelah mengucapkan kata katanya ini selebar mukanya menjadi jengah sendiri, lekas-lekas ia menundukkan kepala- Giok-liong juga menyahut lirih.

"Nona Heng-cu, kau terlalu sungkan. Kalau su-kiat tidak mengatur tipu daya ditambah sekali lipat lagi juga mereka bukan tandinganmu."

Syuuur rasa hati siangkwan Hong-cu, tanyanya lagi.

"Dimana serulingnya ?"

Giok-liong menepuk dadanya, sahutnya.

"Tersimpan disini, apa kau mau ?"

Siangkwan Hong cu menggeleng kepala, sahutnya.

"Bukan barang milikku, selamanya aku tidak mau terima, kecuali-.."

Belum habis kata-katanya tiba-tiba terasa angin kencang menyambar datang, disusul terlihat sesosok bayangan berkembang terus menubruk tiba Giok-liong menjadi murka, bentaknya sambil menggerakkan kedua tangannya.

"Li-ciau-sin, cari mampus kau"

Disaat Giok-Liong belum sempat melancarkan pukulannya siangkwan Hong-cu sudah mendahului bergerak, sambil mendorong kedua lengannya ia berteriak.

"Lolo kau berani pukul aku ?"

Sebenarnya sasaran serangan si Lolo tertuju kepada Giokliong, maka serangannya ini menggunakan sepenuh tenaganya, maka untuk menarik kembali menjadi rada sulit, apalagi tadi ia kena dicemoohkan secara terbuka oleh siangkwan Hou, rasa penasarannya lantas dilampiaskan kepada putrinya, begitulah tanpa peduli tiga kali tujuh dua satu langsung ia teruskan serangannya.

"Huh, kiranya memang kau bersekongkol dengan kura-kura itu"

Demikian dengus siangkwan Hou.

Lekas-lekas Giok-liong lantas melesat maju pula kedalam kancah pertempuran ini, demikianjuga Lan-Ulong-kun Hoa sip i juga tidak mau tinggal diam ikut menerjunkan diri kedalam perkelahian sengit ini.

Sembilan orang terbagi dalam dua kelompok, sehingga pertempuran ini terjadi begitu seru dan gegap gempita.

Siangkwan Hou yang tengah melawan keroyokan Kui-sansu- kiat begitu mendengar teriakan putrinya menjadi semakin murka, berulang kali ia berkaok-kaok mengumpat caci.

Tapi Kui-san-su-kiat bertempur dengan sepenuh tenaga dan kalap sehingga dalam waktu dekat menjadikan halangan bagi Siangkwan Hou untuk melepas diri dari libatan untuk menolong putrinya.

Kira kira setengah jam kemudisn.

Giok liong mulai lancarkan Sam-ji cui chlu, setiap gerak tipu serangannya selalu membayangi jalan darah mematikan ditubuh Li-ciau-sin, sehingga Siji-ping terdesak keripuhan, mulutnya tak kuasa mencaci kalang kabut sayang Siangkwan Hong-cu dan Hoa Sip-i ikut mengerubuti sehingga menghalangi kebebasan gerak gerik Giok-liong, kalau tidak siang-siang Giok-liong sudah dapat merobohkan Li-ciau sin.

Lain pula keadaan pertempuran Kui-san-su kiat melawan Siangkwan Hou, kalau di timbang dari Iwekang mereka, Kuisan su-kiat secara perorangan memang bukan tandingan Siangkwan Hou, tapi sekarang mereka bergabung bekerja sama sangat rapat bertempur secara nekad lagi, apalagi orang sering mengatakan dua kepalan sukar melawan empat musuh, seorang gagah paling payah menghadapi keroyokan, apalagi seorang yang kalap juga sulit ditahan oleh orang banyak, maka keadaan sama kuat tadi kini berbalik Siangkwan Hou yang terdesak dibawah angin malah.

Begitu melihat gelagat yang tidak menguntungkan bagi dirinya ini, timbul akal licik dalam hati Li-ciau-sin, sembari mempertahankan diri ia terus mundur mendekat kearah gelanggang pertempuran Kui-san s i- kiat, pikirnya hendak bergabung dengan su-kiat untuk mengurangi tekanan yang menimpa dirinya.

Benar juga usahanya berhasil dua kelompok pertempuran kini menjadi satu kelompok besar yang bertempur secara serabutan.

Tepat pada saat itu Giok-liang teogan melancarkan jurus Hwat bwe, jari kanan dan telapak tangan kiri menutuk dan menggablok terus disurung kedepan.

Diam-diam Li-ciau-sin mengeluh dalam hati, dalam keadaan yang tengah melancarkan serangan balasan dengan penuh serangan yang kepepet ini tiba-tiba ia menjejakkan kaki, tubuhnya mencelat mundur langsung menumbuk ke arah siangkwan Hou.

Tujuan semula adalah hendak menumbuk minggir siangkwan Hou, setelah itu kalau cilok-liong masih membuntuti dengan serangan dahsyatnya ia hendak berkelit dan menyingkir kebelakang Kui-san-sukiat, supaya Giok-liong secara langsung berhadapan dengan Kui-san-su-kiat, tinggal Lan-i-long-kun Hoa sip-i dan siangkwan Hong-cu baginya merupakan musuh enteng yang tidak dipandang sebelah matanya.

Tak terduga saking gugup tenaga yang dikerahkan pada kakinya terlalu besar, malah diluar perhitungan kita lagi, dalam keadaan tanpa siaga sama sekali, siangkwan Hou kena ditumbuknya sampai terhuyung ke depan, sudah tentu Kui-san su-kiat, tidak melepaskan kesempatan baik ini serentak mereka menghardik.

"serahkan jiwamu"

"Aduh"

Terlakan tertahan yang menyayatkan hati lantas disusul semburan darah segar dari mulutnya yang terpentang lebar. Keruan siangkwan Hong-cu berteriak keras dengan muka pucat ia terus menubruk kearah ayahnya sambil menggerung tangis.

"Ayah Ayah"

Giok-liong menjadi tak tega dan murka sekali, desisnya.

"Manusia rendah yang keji-Kubunuh kalian"

"Tri... lili... ."pancaran sinar putih cemerlang menembus udara sekitarnya, seruling samber nyawa mengeluarkan irama keras menusuk telinga.

"Jan-hun ti"

Li ciau-sin siji-ping berteriak sambil menerjang datang.

Namun secarik sinar putih laksana selendang perak tiba-tiba menyapu melintang memapas kedatangannya itu, terdengar Giok-liong menjengek "Bukankah, kau teramat tamak hendak merebut seruling ini? Nih kuberikan kepada mu "

Bermula memang siji-ping menyangka Giok-Liong itu seketika kuncup nyalinya, belum lagi ia sempat melarikan diri tahu-tahu ia menjerit panjang dengan pandangan mata terpelalak.

mungkin saking kesima melihat cahaya cemerlang yang terpencar keluar dari seruling sakti itu, untuk menyingkir lagi sudah tak mungkin untuk membela diri secara reflek ia gerakkan lengannya menangkis-"Krak."

"Aduh-"

Lengan yang hampir hancur dan patah itu terbang berhamburan sejauh lima tombak lebihselama hidup ini belum pernah Kui san su-kiat melihat perbawa sejurus serangan yang begitu hebat menakutkan, sepontan mulut mereka berteriak bersama.

"

Angin kencang "

Masing-masing terus putar tubuh dan berniat hendak melarikan diri Nafsu membunuh sudah menghantui lubuk hati Giok-liong, dengan mata yang merah membara buas ia mengejar dengan gesit, dimana kelihatan larik sinar putih berkelebat jurusjanhun- pat-sek di kembangkan beruntun ia lancarkan empat jurus tipu permainan ilmu seruling delapan jurus yang sakti mandraguna itu.

seumpama tumbuh sayap juga tak mungkin lagi Kui-san sukiat mampu lari secepat menyambar datangnya sinarpgrak yang mematikan itu.

Tanpa mengeluarkan suara seketika tubuh mereka hancur luluh beterbangan, bau darah yang anyir terhembus angin sangat memualkan.

Ditanah bertambah empat jenazah yang sudah tak lengkap panca inderanya, sejak saat itu Kut-san su kiat meninggalkan dunia fana yang penuh liku-liku hidup dan beban ini.

Beruntun beberapa jurus saja cukup buat Giok-liong memberantas Li-ciau-sin dan Kui-san su-kiat, aksinya ini boleh dikata hanya terjadi dalam berapa kejap saja.

Bukan saja Lan-i long-kun Hoa sip-i terpesona dan terlongong-longong, Hongcu yang biasanya bertabiat keras dan kukuh itu juga menjublek kesima menghentikan tangisnya.

Dengan pandangan yang aneh ia pandang Giok-liong, baru sekarang lubuk hatinya tunduk dan kagum betul-betul.

setelah membunuh musuh-musuh ini rasa gusar Giok-liong masih belum terlampias habis, terdengar ia menggeram.

"Manusia tak berguna "

Lan i long-kun Hoa Sin-i lantas mendekati Giok liong, katanya sambil berseri tawa.

"sudah lama tak bertemu, ternyata Iwekang siau hiap semakin maju dan menakjubkan"

Giok liong tertawa tawar, air mukanya bersemu merah, sahutnya rada rikuh.

"saudara Hoa terlalu memuji "

Saat mana Siangkwan Hong cu sudah mendekati jenazah ayahnya dan sesenggukan lagi.

Tak urung Giok liang ikut merasakan pula duka cita ini, bukankah orang begitu baik hati hati mengembalikan seruling pusakanya, malah begitu berani pula menampilkan diri untuk menghadapi para musuh, sudah tentu kesudahan yang mengenaskan ini membuat hatinya rikuh dan serba sulit, maka pelan-pelan ia maju mendekat serta bujuk-nya.

"Nona Hong cu, manusia mati takkan hidup kembali, lebih baik lekas kita urus layonnya saja, mari kita rundingkan urusan selanjutnya."

Siapa tahu kata-kata bujukan ini malah membuat hati si gadis manis ini bertambah duka, tangisnya malah semakin gerung-gerung. Terpaksa Giok liong mengajak Hoa sip i serta katanya.

"Saudara Hoa Mari bantu aku mengubur jenazah mereka ini"

Secara ala kadarnya sebentar saja mereka sudah mengubur bersama kelima jenazah Kui san-sukiat dan Li ciau sin.

Tak lupa di galinya pula sebuah liang untuk mengubur jenazah siangkwan Hou.

Tatkala mereka selesai mengubur matahari sudah naik ketengah cakrawala, sekarang siangkwan Hong-cu sudah menghentikan tangisnya, setelah bersembah lutut didepan pusara ayahnya, ia terlongong berdiri ditempatnyasambil mengebutkan kotoran ditangan dan bajunya Giokliong berkata.

"Nona Hong cu, urusan disini sudah selesai, silakan kaupulang saja, aku sendiri juga harus segera berangkat."

"Nanti dulu siau hiap"

Tiba-tiba Hoa sip-i berteriak menahan.

"saudara Hoa masih ada pentunjuk apa lagi ?"

Untuk membalas budi pertolongan siauhiap terhadap jiwaku tempo hari, aku mendengar sebuah berita penting perlu kuberitahukan kepada siau-hiap, tadi belum sempat kita bicarakan."

"o, entah berita penting-"

Hoa sip-i sudah membuka mulut namun lantas urung bicara, ia menjadi ragu karena siangkwan Hong-cu juga hadir disitu. Giok liong maklum akan keraguan orang ujarnya tertawa tawar.

"seorang laki laki harus berani bicara terus terang, coba silakan saudara Hoa bicara saja "

Muka Hoa sip-i menjadi merah, katanya sambil tertawa getir.

"Menurut berita yang kudengar diBulim, katanya didaerah pegunungan Bu-san telah diketemukan sebuah catatan rahasia sepeningggalan seorang tokoh kosen. Banyak gembonggembong persilatan yang meluruk kesana untuk merebutnya. Dengan bekal kepandaian siau-hiap sekarang, kukira dengan mudah dapat merebutnya."

Giok-liong menjadi geli, sahutuya.

"Maksud baik saudara Hoa kuterima dengan senang hati. Tapi saat ini aku tengah dilibat oleh sebuah tugas penting tak mungkin bisa kesana, apalagi usia hidup manusia paling panjang seratus tahun, catatan rahasia benda pusaka apa segala takkan dapat membawa berkah, aku tak berniat untuk merebutnya."

Hoa sip ie menjadi lesu dan putus harapan, katanya dengan rawan.

"Tak duga siauhiap kiranya sudah tawar menghadapi keramaian dunia ini"

Giok-liong menggeleng kepala, sambil menghela napas panjang untuk menghilangkan kerisauan hatinya segera ia angkat tangan sambil katanya.

"selamat bertemu"

Tiba-tiba siangkwan Hong-cu memburu ke hadapannya, katanya sambil menunduk.

"

Kemana kau?"

Sambut Giok-liong tersenyum. "Aku ada urusan penting, jauh harus menuju kelaut utara."

Tak nyana siangkwan Hon-cu malah membelalak matanya., tanyanya.

"Lalu bagaimana aku?"

"Kau,"

Giok-liong menjadi kememek- "sekarang ayah sudah meninggal, tinggal aku sebatang kara didunia fana ini, kemana pula aku harus pergi?"

"Ini... bukankah nona bisa pulang?"

"Pulang?"

"Bukankah nona punya rumah?"

"Orang siapa yang tak punya rumah Tapi dirumah tinggal ayah dan aku.. ."

"o, aku sendiri juga seorang yang tak punya rumah maka tak bisa... ."

"Bukankah sangat kebetulan malah, kau tak punya rumah dan aku juga takpunya rumah, kita sama-sama orang gelandangan, biarlah aku ikut kau berkelana di Kangouw, begitupun terpaksa..."

Siangkwan Hong-cu seorang gadis pingitan yang berhati polos dan jujur, belum tahu liku liku hidup duniawi yang serba rumit ini sudah tentu kata-katanya itu menjadi terasa lain bagi pendengaran Giok-liong, sambil menghela napas ia berkata, sambil tersenyum getir.

"Ini, hidupku selanjutnya penuh menghadapi gelombang hidup yang diliputi marah bahaya, betapa juga tak bisa menyeret nona kedalam libatan hidup.

"

Tak duga tanpa menanti Giok-liong bicara habis SiangKwan Hong-cu sudah berjingkrak membanting kaki dengan tingkah aleman, teriaknya bersungut. "Aku tak peduli, aku harus ikut bersama kau"

Keruan Giok-liong menjadi malu dan kikuk sementara Hoa sip-i ikut tersenyum geli- Giok-liong menjadi gugup dan gelisah, katanya keras.

"Nona Hong cu, betul aku ada urusan penting harus menuju kelaut utara-"

"Kemana kau pergi, seumpama sampai di-ujung langit aku harus ikut kepada kau"

"Wah berabe - - -"

"Apa kau membenci aku ?"

"Tidak, bukan begitu maksudku"

"Habis kenapa kau menolak dengan segala alasan tak sudi membawa aku-"

Giok liong betul betul kewalahan dibuatnya siangkwan Hongcu sudah mendesak maju dan menarik lengan bajunya, katanya, mendesak.

"Kalau mau berangkat mari sekarang juga "

Dari samping Hoa sip i segera ikut bicara.

"siauhiap kalau nona Hong-cu rela"

Kuatir orang banyak pentang mulut, lekas-lekas Giok-liong menukas.

"Aku betul-betul memikul tugas penting gi, baiklah"

Siangkwan Hong-cu lantas berjingkrak menari-nari.

"Kau mau melulusi ?"

Teriaknya kegirangan. Giok-Liong menjadi keripuhan dibuatnya, katanya kepada Hoa sip-i.

"saudara Hoa, adakah lain urusan lagi ?"

Hoa sip i membalas hormat, sahutnya.

"Aku khusus mencari siau-hiap hanya karena urusan itu tadi "

"Aku ada sebuah persoalan apakah saudara dapat membantu aku?"

"Ah, kenapa siau-hiap berlaku begitu sungkan, kalau ada pesan apa silakan katakan, menempuh lautan api gunung golok juga pasti kulaksanakan."

"Kuharap saudara Hoa suka pergi ke Kau-jiang san"

"Entah untuk urusan apakah yang perlu dibereskan ?"

"Antarlah nona siangkwan ke Kau-jiang-san, carilah Nona Tan soat-kiau "

Lalu ia menghadapi siangkwan Hoag-cu serta katanya.

"Nona Hong cu, di Kau jiang-san ada beberapa kawan semua bersahabat baik dengan aku, kalau kau bersama mereka ku-tanggung kau takkan kesepian."

Siangkwan Hong cu membelalakkan matanya, serunya keheranan.

"Berapa nona yang bersahabat baik dengan kau ?"

Giok-liong manggut-manggut, sahutnya.

"ya, seperti saudara sekandung sendiri "

Sangkwan Hong cu menghela napas lega, namun masih tetap bersungut dan monyongkan mulutnya.

"

Aku tidak mau, aku ingin .bersama kau saja "

"Nona, hal itu tidak mungkin terjadi"

"Kenapa"

Apa tak suka kepadaku "

Siangkwan Hong-cu terburu nafsu berkata, setelah bicara baru ia sadar telah kesalahan omong, seketika selebar mukanya merah malu. Muka Giok liong juga terasa seperti dihajar, cepat-cepat ia berkata.

"Bukan Bukan sebetulnya karena... a i"

Ia menghela napas dalam-dalam lalu katanya lagi.

"Sebetulnya tugas kelaut utara ini sangat penting dan berat, jaraknya begitu jauh diatas alam pegunungan yang penuh bertaburan saiju."

"Aku tidak takut hidup sengsara "

"ya, memang nona tidak takut menderita, tapi itu tidak perlu terjadi buat apa kita harus mencari penyakit sendiri?"

"Kenapa kau sendiri harus pergi kesana?"

Hampir saja Giok liong terpingkal-pingkal oleh pertanyaan ini, namun ia menjadi ragu-ragu juga, menerangkan.

"Ini... .aku sendiri juga tidah tahu" 'ya, memang Giok liong sendiri hakikatnya tidak tahu apa keperluannya menuju keping goan di laut utara itu?' keadaan Ping-goan boleh dikata masih sangat asing bagi dirinya, seumpama hanya undangan Hwi thian-khek Ma Hunsaja belum tentu ia mau melulusi pergi ke sana, apalagi disaat masih banyak perkara dan keramaian diBulim ini. Tapi betapapun ucapan Kim ling-cu harus ditaati, Giok-liong maklum bahwa angkatan cianpwe dari tertua Bulim su-bi ini tentu tak semena-mena menyuruh dirinya pergi menderita dalam perjalanan jauh ini tanpa membawa suatu manfaat yang berguna. Apalagi menurut naluri hatinya memang ia terdorong juga untuk mencoba pergi kesana, perasaan ini lebih tebal setelah ia berjumpa dengan Ma Giok hou. Akhirnya Lan i long-kun Hoa sip ijuga merasakan bahwa Giok liong memang mempunyai suatu ganjelan hati yang sulit diutarakan kemauan hatinya, tanpa merenung kedua alis yang mengerut dalam. Apalagi ia tahu sifat Giok-liong yang keras, apa yang pernah diucapkan tentu harus dilaksanakan. Maka akhirnya ia ikut membujuk kepada siangkwan Hong cu .

"Kalau Ma siau hiap sudah mengatur jalan hidupmu, kukira untuk sementara bolehlah nona menetap dulu di Kau-jiang san."

Lekas-lekas Giok liong menyambung.

"setelah lewat tahun ini, paling tidak kita bakal berjumpa-"

"Apa kau bisa pulang sebelum tahun baru?"

Tanya siangkwan Hong-cu.

"Pertemuan besar di Gak-yang pada hari Goan siau aku harus hadir, tatkala itu kau boleh ikut nona Tan mereka datang kesana, bukankah kita bisa jumpa lagi?"

Lan-i-long-kun Hoa sip-i lantas menambahi lagi "Tidak kurang dua bulan lagi hari Goan siau sudah tiba."

Mata besar dan jeli siangkwan Hong cu kemekmek memandangi Giok liong dengan rasa berat dan segan berpisah, akhirnya apa boleh buat ia manggut-manggut, sebelum pergi sekali lagi ia berpesan wanti-wanti.

"jangan kau ngapusi aku ya?"

Giok liong tertawa geli, serunya.

"Ah, buat apa aku menipumu? Tidak bakal"

"Baik, pada hari Goan siau kau harus datang kekota Gak yang"

Ujar siangkwan Hong-cu tersendat hampir saja air mata meleleh keluar dari kelopak matanya.

Giok liong menjadi tak tega dan kasihan, tanpa merasa ia tenggelam kedalam kenangan lama disaat perpisahan pertama dengan coh Ki-sia dulu.

Begitulah tanpa disadari pikirannya melayang entah apa saja yang telah dipikirkan, ia berdiri menjublek bagai patung.

Melihat orang mematung sekian lama tanpa bersuara siangkwan Hong cu menjadi heran, tanyanya .

"eh, apa yang tengah kaupikirkan?"

"Aku... aku...

"

Giok-liong gelagapan.

"Aku tengah memperhitungkan waktu perjalanan ke Pinggoan ini, apakah kiranya bisa mempercepat kembali menyusul ke ciak-yang"

Sudah tentu Hoa sip-i dapat memaklumi maksud kata-kata Giok-liong yang susah di utarakan secara gamblang.

Memang apa yang tengah terkandung dalam pikiran Giok-liong ia tidak tahu, namun dari sinar pancaran mata Giok liong yang rawan dan redup serta hampa itu.

Hal ini disalah artikan oleh Hoa sip-i, apalagi dilihatnya siangkwan Hong-cu memandang dengan penuh kasih mesra yang mendalam.

Mungkinkah diantara mereka berdua telah terikat tali asmara yang mendalam dan susah menyatakan terus terang.

Aku tidak seharusnya mengganggu diantara mereka.

Begitulah Hoa sipi menimbang dia menyangka bahwa dugaannya ini pasti benar, untuk menyatakan rasa terima kasihnya terhadap Giok liong yang sudah menyelamatkan jiwanya tempo hari, betapa juga ia harus membantu untuk merangkap perjodohan mereda berdua ini.

Karerja pikirannya yang terkandung dalam lubuk hatinya ini wajahnya lantas berseri-seri, dengan segera ia tampil ke depan dan berkata dengan penuh kepercayaan.

"siau-hiap, kalau sesudah sampai di Kau-jiang-san, seumpama nona Tan tidak mau percaya dan menerima kita bagaimana ?"

"Tidak mungkin mereka "

"Aku dan nona Hong-cu sama tidak kenal mereka,"

Demikian sela Hoa sip i sambil tertawa.

"Menurut hematku, lebih baik siauhiap menyerahkan suatu barang kepercayaan kepada nona Hong cu supaya kita tidak membuang buang tempo-"

"Benar..."

Siangkwan Hong-cu ikut bicara lagi.

"seumpama mereka tidak mau menerima aku, membuang waktu dan tenaga untuk pulang pergi sejauh ini tidak menjadi soal, yang penting kemana selanjutnya aku harus taruh mukaku ini"

"Akutoh bukan pimpinan sebuah aliran atau kepala dari suatu golongan, mana ada kepercayaan apa yang kumiliki"

"Sesuatu barang milik pribadimu yang selalu kau bawa juga bolehlah "

"Ini..."

Giok-liong termenung, supaya siangkwan Hongcu tidak mungkir lagi untuk pergi ke Kau-jiang san terpaksa Giokliong merogoh keluar mainan kalung berbentuk jantung hati pemberian ibundanya yang sudah pernah diserahkan kepada Coh Kisia dan dikembalikan lagi itu, katanya.

"Inilah mainan batu pualam merah pemberian ibundaku dulu. Batu ini termasuk barang berharga yang susah didapat, kedua juga menjadi milik pribadiku. Nona Tan, nona Ling dan nona Li sudah tahu akan asal-usul barangku ini, legakan kalian berangkat"

Sambil berseri tawa riang Hoa sip i bertepuk tangan.

"Mainan batu pualam Bagus sungguh bagus"

Sembari berkata ia menyambut batu mainan itu terus diserahkan kepada siangkwan Hong-cu, serta pesannya.

"Nona Hong-cu, kau sudah dengar bukan, inilah benda warisan keluarga Ma siau-hiap"

"Tidak Bukan begitu penting dan serius "

Cepat-cepat Giokliong coba menjelaskan. Tak duga Hoa sip-i malah menambahi dengan katakatanya.

"Ketahuilah hati siau-hiap boleh dikata sudah diserahkan kepada mu "

Berdegup jantung Siangkwan Hong cu, selebar mukanya merah jengah, sedikit melirik kepada Giok-liong, mulutnya berseru lincah- "Biarlah aku menunggumu di Kau jiang-san."

Habis ucapannya seperti segulung asap tubuhnya lantas meluncur enteng dan gesit sekali laksana seekor kupu-kupu yang terbang melincah diantara rumpun pohon, sekejap kemudian lenyap pandangan mata.

Begitu bayangan siang-kwan Hong-cu menghilang Giokliong merasa ucapan terakhir Hoa sip-i rada dipaksakan, lekaslekas ia menjelaskan dengan sungguh-.

"saudara Hoa, ucapanmu tadi terlalu..."

Hoa sip-i menduga bahwa dugaannya memang tepat, kini ia sangka Giok liong malu-malu kucing maka segera ia berseru lantang.

"siau-hiap, urusan ini serahkan saja kepadaku "

Giok liong salah sangka maksud kata-kata orang ini adalah melindungi siangkwa Hong-cu sepanjang perjalanan menuju ke Kaujiang-san, maka terpaksa ia mengiakan dan berpesan.

"ya, segalanya kuserahkan kepadamu selamat jumpa kesempatan lain kuucapkan terima kasih."

"sudah tentu kelak siau-hiap harus banyak terima kasih kepada aku "

Lalu gesit sekali ia berlari-lari kencang menyusul ke arah dimana siangkwan Hong-cu tadi menghilang, dari jauh terdengar kumandang gelak tawanya yang puas- Mengantar keberangkatan Hoa sip i, Giok-liong menghela napas lega, pelan-pelan ia beranjak keluar dari rimba yang kosong dan sunyi itu- sang putri malam yang redup mulai memancarkan cahayanya dari ufuk timur sana, dengan hati yang risau dan tenggelam dalam berbagai alampikiran tak terasa Giok liong sudah menyelusuri jalan raya- Semakin ke utara hawa udara semakin dingin, hujan saiju mulai turun, alam semesta ini sudah rata ditaburi bunga salju yang mulai menebal.

Laksana sebatang anak panah seperti bintang meteor yang jatuh Giok-liong kembangkan ilmu ringan tubuhnya melesat diatas saiju yang lama tak kelihatan ujung pangkalnya.

sekonyong-konyong didengarnya derap kaki kuda yang kencang serta ringkik kuda yang keras kumandang ditengah malam gelap ini- "siapakah itu yang menempuh jalan di tengah malam hujan saiju ini ?"

Demikian Giok liong bertanya dalam hati.

Belum lenyap pikirannya, dua ekor kuda sekencang angin tahu-tahu sudah melesat lewat dari samping tubuhnya, delapan kakinya mencabangkan bunga saiju dan kotoran lumpur.

sekilas pandang saja lantas bercekat hati Giok-liong siapakah dia ? siapa pula pemuda yang menunggang kuda pupus itu ? Lari kedua ekor kuda tadi betul-betul cepat sekali, bagi orang lain mungkin tak dapat melihat tegas.

Namun bagi pandangan Giok-liong yang jeli sekilas saja ia sudah melihat tegas.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar