Seruling Samber Nyawa Jilid 21

Jilid 21

Baru sekarang Ibun Hoat menghentikan gelak tawanya, kepalanya berpaling menghadap Yu-bing-khek-cu Li Pek-yang, katanya keras.

"Khek-cu ! suruhlah seorang bawahan mu yang paliug kuat dan dapat dipercaya untuk mengikuti dia."

Ucapan yang tiada juntrungannya ini seketika membuat seluruh hadirin melongo heran tak tahu kemana gerangan maksud kata-katanya itu? Tanya Li Pek-yang tak mengerti.

"Mengikuti Ma Giok-liong ?"

"Betul !"

"Untuk apa ?"

"Menanti kesempatan menjemput seruling saktinya itu tanpa mengeluarkan tenaga."

"Bangkotan tua jadah ! Kau mimpi disiang hari bolong !"

Sebelum berkata Ibun Hoat mendengus dingin .

"Hm, bocah keparat ! Kematian sudah diambang pintu masih berkepala batu, malah mengatakan Lohu mimpi !"

"Maksud engkoh adalah ..."

Li Pek yang bertanya. Dengan kalem Cukong istana beracun Ibun Hoat menjelaskan.

"Biji matanya bersemu merah membara sedang ujung hidungnya gelap dingin, urat nadi sudah mulai terbakar, menurut pandanganku pasti dia sudah terkena pukulan Le hwe bu ceng-tok-kang dari Le-hwe-heng-cia tokoh kenamaan dari luar perbatasan itu! Kalau tidak menunggu ajal apalagi yang dinantinya ?"

Tergetar perasaan Giok-liong, tapi ia masih tak berani percaya diam-diam ia mengempos semangat menyalurkan bawa murni untuk mencoba apakah jalan darahnya berjalan normal, kenyataan seluruh sendi tulang dan urat nadinya tak apa-apa tanpa rintangan hatinya menjadi lega maka sahutnya sambil tertawa lebar.

"Bangkotan tua., kau betul-betul sudah melihat setan pada tengah hari bolong ini!"

Li Pek-yang juga bimbang rada tidak percaya, katanya tersekat sekat.

"Engkoh tua, bagi orang yang keracunan Le hwe-bu-ceng dalam jangka waktu dua belas jam seluruh tubuhnya pasti terbakar hangus, Bocah ini sejak memasuki daerah pegunungan kita sampai sekarang jauh sudah melampaui dua belas jam, apa mungkin ..."

"Tidak akan salah, tapi..."

Ibun Hoat juga menjadi curiga dan ragu-ragu.

Dalam pada itu, Ibun Hoat maju dua langkah lebih dekat dihadapan Giok-lioag, dengan cermat matanya menyelidik dan memeriksa dengan teliti sekian lama.

Walau dalam hati Giok liong sangat gusar dirinya dijadikan tontonan, tapi untuk orang membuktikan apakah dirinya betulbetul sudah terkena Le-hwe bu ceng, sedapat mungkin ia berlaku sabar membiarkan orang bertingkah semaunya.

"Paman Ibun, apakah omonganmu dapat dipercaya?"

Tanya Li Hong yang sejak tadi diam saja, dalam bertanya ini matanya mengerling tajam kearah Giok-liong, Nadanya terang bertanya keadaan sebenarnya, namun hakekatnya rasa prihatin dan gelisah hatinya tidak kalah besar dari kekhwatiran Giok-liong sendiri.

Sambil mengelus-elus jenggot kambingnya Ibun Hoat merenung, ujarnya .

"Aneh bocah ini ada melatih ilmu tunggal macam apa, kalau tidak ? Mengapa .....

"

Bicara sampai disini mendadak ia bertepuk keras-keras, serunya .

"Tidak peduli bagaimana, betapa juga Lwekangmu tinggi dan kuat, tujuh hari ini walaupun dewa datang juga tidak akan dapat menolong jiwanya dari reng-gutan elmaut, Buat apa aku patut dicap sebagai pembunuh kejam !"

Mulutnya mengoceh sendirian seperti sang tabib tua tengah menyelidiki suatu penyakit yang menyulitkan.

Dilain pihak Giok-liong sendiri juga tenggelam dalam renungannya, lupa akan keadaan dirinya saat itu.

Sebab ia tengah memikirkan pengalaman semalam dirumah penginapan itu semalam suntuk dirinya terserang penyakit panas yang aneh.

Lantas teringat pula akan pertempuran dirinya dengan Lehwe- heng-cia tempo hari.

semua hnl itu pasti Ibun Hoat takkan menduga dengan tepat, Tapi kenapa sekali lihat lantas dia dapat menunjuk secara tepat.

Terang bukan bohong atau membual belaka.

Tak tahu Ang i-mo-Ii bagaimana perasaan hatinya selanya cepat.

"Paman Ibun, apa kau tidak kwatir dia mempunyai cara pengobatan yang cocok!"

"Hahaha ! Mana gampang ! Mana gampang!"

Tak duga Li Pek-yang juga ikut bicara .

"Engkoh tua ! Bocah ini cukup cerdik, hubungan I-hwe su-cun juga sangat luas, Apa kau tidak kwatir salah perhitungan ?"

Terbalik biji mata Ibun Hoat, dengan semangat riang ia tertawa kering, lalu katanya.

"Hehe! Apa kau kira Le-hwe-boceng merupakan ilmu pasaran yang gampang di buat main, Kalau tidak masa dianggap satu dari tujuh ilmu tunggal mematikan paling hebat di daerah luar perbatasan !"

Cepat-cepat Li Hong membuka mulut lagi .

"Apakah tiada cara pengobatannya ?"

"Ada !"

Jawab Ibun Hoat tegas. Tergerak hati Giok-liong, dengan cermat ia pasang kuping mendengarkan.

"Pengobatan cara bagaimana ?"

Tercetus juga pertanyaan dari mulut Li Pek-yang. Ibun Hoat menggoyangkan kepala serta mengetuk dahinya, ujarnya .

"Lebih sulit memanjat langit ! Tiada halangannya kuberi tahu ! jangan katakan bahwa aku tua bangka terlalu tahu diri!"

Lalu ia berputar menghadap Giok liong serta melangkah maju lebih dekat, mulutnya berkata pelan.

"Hwising- chio dari Ling lam dan Ciat-bam-im dari Pak-hay beruntun kau harus minum tujuh resep baru jiwamu tertolong, namun ilmu silatmu musnah. Dalam tempo tujuh hari kau harus bisa lari keselatan di Ling-lam lalu mengejar waktu menuju kelaut utara untuk memohon kedua ramuan obat pusaka tadi, mungkin jiwamu bakal tertunda selama tiga lima tahun, Kalau tidak terpaksa kau harus niecca-ri Le-hwe heng cia untuk memperhitungkan hutang darah ini ! Hahaha ! Hahaha!"

Panjang lebar ia menjelaskan sambil tuding sana tunjuk sini serta mencak-mencak dengan bangga. Yu-bing-khek-cu Li Pek yang mendengar dan bergelak tawa keras, serunya lantang.

"Kalau begitu caranya, benar benar lebih sukar memanjat langit Pek-cho-ang di Ling-lam masa gampang mau diganggu usik ? Lebih sulit lagi dapat menemui Pak-hay Hwi-thian khek itu tokoh misterius yang aneh !"

Giok-liong semakin gelisah dan kwatir mendengar tembang sebul tanya jawab mereka berdua, jelas bahwa mereka berintrik hendak merebut seruling saktinya, maka tidak bisa ia harus percaya akan kata kata mereka itu.

Pikirnya, apapun yang bakal terjadi aku harus mencari Suhu dulu.

Karena pikirannya ini, Potlot mas diacungkan kedepan serta katanya dengan nada rendah .

"Bagaimana, aku tidak dapat menunggu terlalu lama disini !"

Tidak menanti Giok-liong bicara habis Ibun Hoat sudah menjura kepadanya serta ujarnya .

"Silakan ! Lebih baik kau cepat-cepat keluar dari lingkungan daerah Bu-lay-san supaya tidak membawa kau busuk bagi kita semua."

Giok-liong berludahi semprotnya.

"Coh! Basgkotan tua yang tidak tahu diri !"

Lalu ia menghadapi Li Pek-yang katanya .

"Kuperingatkan kepadamu, hapuskan perjanjianmu dengan guruku! Mulai saat ini jika kalian malang melintang dan membuat geger serta mala petaka di dunia persilatan kebentur ditanganku pasti tidak kuberi ampun !"

Li Pek yang terloroh-loroh, aerunya .

"Lekaslah lagi selamatkan diri ! Tuan besarmu ini takkan mata debat dengan bocah seperti kau yang menjelang ajal masuk liang kubur."

Lahirnya Giok liong tetap berlaku wajar dan tenang, namun sebenarnya hatinya gelisah dan was-was, Maka tiada minat ia terlalu lama tinggal di tempat ini main bacot, setelah mendengus dingin ia cepat-cepat tinggalkan tempat itu.

Ibun Hoat tertawa sinis, ujarnya .

"Kita akan mengutus seseorang untuk mengikuti kau!"

Acuh tak acuh dan jengkel Giok-liong menjengek .

"Kukira kalian takkan berani !"

"Lihat saja nanti !"

"Ya, yang sudah bosan hidup, silakan mengintil aku !"

"Wah main marah apa segala, kan kita bermaksud baik !"

"Maksud baik ?"

"Setelah memperoleh seruling samber nyawamu pasti kita akan mengurus jenazahmu dengan upacara pekuburan besarbesaran!"

"Kentutmu busuk !"

Hardik Giok-liong dengan murka, dimana badannya berkelebat jalur sinar kuning dari ujung Potlot masnya berkelebat tahu-tahu Jan hun su-sek sudah di lancarkan Laksana guntur menggelegar dan kilat menyambar langsung ujung senjatanya menutuk kearah tengah kedua mata Ibun Hoat Cukong istana beracun "Kematian sudah didepan mata masih berani gagah gagahan."

Sambil miringkan tubuh berkelit sebat sekali Ibun Hoat menghindarkan diri dari rangsakan ini, enak-enak saja ia menggendong tangan dengan sikap wajar dan tenang seperti tak terjadi sesuatu apa.

Giok-Iiong tahu gelagat dilihatnya tempat ini tidak perlu diberati lagi, apalagi naga-naganya mereka sudah tiada niat bergebrak lagi dengan dirinya, maka sambil mengembangkan kedua lengannya seperti burung terbang badannya mencelat jauh tinggi, di tengah udara ia membentak keras.

"Sekarang aku pergi. Siapa yang bosan hidup silakan mengintil di belakangku!"

Hilang suaranya bayangan tubuhnya juga sudah meluncur turun dari Im-hong gay dan sekejap mata saja sudah menghilang dikejauhan sana. Jauh dibelakangnya sana terlenrar Ibua Hoat berseru lantang .

"Betapapun tinggi Lwekangnya, sayang tidak berumur panjang!"

Terdengar pula Li Pek-yang berkata .

"Engkoh tua, apa betul-betul hendak mengutus orang untuk membuntutinya ?"

Di ujung jalan keluar pegunungan Bu-lay-san yang sempit penuh ditumbuhi pohon siong yang tua dan rimbun itu, angin menghembus kencang, diatas batu-batu runcing yang tersebar luas itu tampak meluncur sebuah bayangan putih laksana meteor terbang tengah berlari kencang seperti memburu waktu.

Begitu cepat luncuran bayangan putih ini sampai sukar dilihat dengan pandangan mata biasa, terus melesat keluar dari pegunungan yang liar dan lebat itu.

Tak lama sesudah bayangan putih ini menghilang dibalik aling-aling pohon yang lebat didepan sana, tiba-tiba terlihat pula setitik bayangan merah juga berlari kencang secepat kilat memburu dengan ketat, gerakan bayangan merah ini kelihatan lebih lincah dan gemulai.

Bayangan putih didepan itu bukan lain adalah Kim-pit janhun Ma Giok liong yang baru saja turun dari Im-hong-gay, setelah mendengar obrolan Cukong istana beracun Ibun Hoat mau tak mau hatinya menjadi goncang dan penuh was-was.

Karena menurut katanya dirinya telah terkenal bisa ilmu pukulan Le hwe-bu-ceng yang jahat itu.

Tapi waktu ia kerahkan hawa murni terbukti bahwa jalan darahnya normal tanpa gangguan atau petunjuk gejala gejala luka dalam.

Tapi kalau dikata dirinya tidak terluka dan terserang racun jahat,pengalaman malam dipenginapan itu sungguh aneh dan minta perhatian juga.

Apalagi tujuan utama ibun Hoat melulu pada seruling samber nyawa, terang benda sakti berada didepan mata tinggal menggunakan kekerasan merebutnya dari tangannya, namun dia tidak berbuat sebodoh itu, terang bahwa dia betul betul mempunyai pegangang akan berhasil dengan analisa tentang penyakit dirinya itu.

lblis tua laknat ini penuh akal muslihat dan licik, berhati loba dan tamak lagi, sesuatu benda yang sudah di incarnya kalau tiada punya pegangan pasti berhasil, tak mungkin begitu gampang ia mau melepas begitu saja, paling tidak harus memeras keringat untuk merobohkan dirinya dulu.

Bukankah Lam cu tok-yam merupakan ilmu sesat yang ganas dan paling diandalkan oleh pihak istana beracun.

Begitulah sambil berlari kencang diatas pegunungan yang lebat itu hatinya terus menimbang dan berpikir gundah tak tentram.

"Berdiri!"

Mendadak sebuah hardikan keras terdengar dari bawah bukit sebelah depan sana.

DisusuI luncuran turun sebuah bayangan abu abu laksana malaikat dewata terus menghadang didepannya, Begitu melihat orang orang menghadang di depannya ini segera Giok liong menghentikan larinya, cepat cepat ia menjura serta menyapa .

"Kiranya adalan Lo cianpwe!"

Ci-hu-sin-kun menunjukkan sikap serius dan tegang, tanpa mengacuhkan kata kata Giok-liong sebaliknya ia membentak lagi.

"Dimana dia?"

Bahwasanya hati Giok liong sudah dongkol perjalanan ini dihalangi kini dibentak-bentak lagi tanpa juntrungan kalau menurut adat biasanya pasti ia unjuk gigi.

Tapi sekarang dirinya dihadapi persoalan penting tak mau ia banyak menimbulkan perkara ditengah jalan, maka tawartawar saja ia menyahut ."Siapa?"

"Siapa ? Kau tidak tahu?"

"Darimana Wanpwe bisa tahu, toh aku bukan tukang ramal!"

"Bangsat! Tutup mulutmu!"

"Tidak mau aku banyak bicara, labih enak! selamat bertemu!"

Dimana badannya melejit terus meluncur kedepan sejauh lima tombak terus melesat lebih laju.

Giok liong sudah bergerak begitu cepat, namun bayangan abu-abu juga tidak kalah cepatnya, tahu-tahu sekali berkelebat telah menghadang lagi didepannya, bentaknya.

"Bocah keparat! Waktu di Bu-tong-san ada Bik-lian-hoa yang melindungi kau maka Lohu memberi ampun melepasmu untuk hidup, Tak duga ternyata pambek ambisimu begitu besar!"

Giok-liong tercengang heran, katanya.

"Ucapan cianpwe ini sungguh aku tidak paham!"

"Tidak paham!"

"Waktu mengadu pukulan di Bu-tong-san adalah kau sendiri yang melukai putrimu, apa pula hubungannya dengan aku yang rendah!"

"Mulut bawel! Serahkan anak Ling kepadako!"

"Serahkan dia? Nona Kiong?"

"Kemana kau bawa lari anak putriku?"

Giok-liong menjadi semakin melenggong, cepat ia menyahut.

"Sejak berpisah di Bu-tong-san, bukankah nona Kiong kau bawa pulang? Kenapa sekarang kau menagih kepadaku?"

Geram benar hati Ci hu sin-kun, dari dalam bajunya dirogohnya keluar selembar kain sutra terus diserahkan Giokliong, mulutnya membentak marah.

"Coba baca ini!"

Kain sutra warna merah berkembang mengandung desiran angin keras terus meluncur seperti anak panah, Agaknya Cihu- sin-kun benar-benar marah, maka lemparan kain sutra ini dilandasi tenaga dalamnya yang lihay, kepandaian Lwekangnya memang cukup hebat.

Giok-liong tak berani berajal, sigap sekali ia menggeser kaki miring ke sebalah kiri untuk menghindar daya tekanan dari sambaran angin keras ini lalu mengulur tangan meraih kain sutra dari samping.

Terlihat olehnya diatas kain sutra itu bertuliskan huruf huruf yang indah bergaya lembut diujung paling kanan berbunyi.

"Disampaikan kepada ibunda !"

Sedang isi tulisan selanjutnya berbunyi "Harap maafkan anak tidak berbakti, sehari aku tidak menemukan Giok liong, sehari aku akan kembali ke Ci hu, Tertanda pi ao anak Ling !"

Giok-liong menjadi melongo di tempatnya, perasaannya hampa tak tahu bagaimana ia harus berkata, Pikirnya, kenapa Kiong Ling-ling bisa begitu ke memek terhadap dirinya, sebegitu besar rasa cintanya sampai hendak mencari aku sampai keujung langit atau didalam bumi.

Betapa besar dunia ini seorang perempuan lemah seperti dia bukankah akan hidup sengsara dan merana dalam rantau.

Sedang aku sendiri tidak tabu mena hu tentang hal ini.

Agaknya cinta asmaranya ini akan sia-sia belaka, Sebab hanya menghadapi Coh-Ki-sia seorang saja cukup membuat kepalanya pusing tujuh keliling, bagaimana ia berani menimbulkan banyak kesulitan lainnya lagi? Karena pikirannya ini timbul batin dalam hatinya.

"Nona Kiong ! Ling-ling ! betapa besar rasa cintamu terhadapku, terpaksa aku Ma Giok-liong tidak dapat memberikan harapan."

Seorang diri ia terpekur tenggelam dalam renungannya, sebaliknya Ci hu-sin-kun yang menanti sekian lama sudah tidak sabaran Iagi, air mukanya semakin membara seperti di bakar, biji matanya yang berkilat memancarkan cahaya abuabu, dengan tak sabar ia menggembor.

"Masih ada omongan apa lagi yang ingin kau katakan ?"

Tidak gusar Giok liong sebaliknya tertawa gelak-gelak.

"Apa yang kau tertawakan ?"

"Sambut kembali !"

Kain sutra itu melambai lempang meluncur kembali ke arah Ci-hu-sin kun.

"Anakmu sendiri yang merat tanpa kau jaga, apa hubungannya dengan aku !"

Belum habis kata kata Giok-liong, ia sudah menjejakkan kedua kakinya, tahu-tahu badannya sudah melenting sejauh tiga tombak meluncur ke semak belakar di depan sana. "Keparat, enak benar kau hendak mungkir dari perbuatanmu!"

Gesit sekali Ci-hu-sin-kun juga bergerak laksana mengejar angin memburu kilat berlari kencang mengejar di belakang Giok liong.

"Ai..!"

Terdengar seruan tertahan yang lirih nyaring, setitik bayangan merah meluncur pula kedepan mengejar paling belakang.

"Terjadilah kejar mengejar diantara bayangan putih, abu abu dan merah. Laksana luncuran bintang kemukus mereka meluncur saling kejar diantara lebatnya hutan dan keadaan pegunungan yang penuh jurang- jalang membuat jarak mereka tidak terlalu jauh. Tak lama kemudian jauh didepan sana terdengar kumandangnya suara harpa yang mengalun sedih memilukan Di atas sebidang tanah datar berumput tebal, membumbung tinggi seonggok kayu bakar, beberapa pulun orang orang aneh-aneh yang berambut panjang terurai tengan mengelilingi bara api itu sambil gembar gembor dan menari-nari kegilaan.

"Tang !"

Suara gembreng berbunyi sekali, seketika suara hiruk pikuk menjadi sirap orang-orang aneh yang menari-nari itu juga segera berhenti seluruhnya. Diantara gerombolan besar ini berdiri seorang tua bermuka biru berteriak dengan suasa keras.

"saudara saudaraku, lihatlah !"

Tangannya menunjuk kearah bayangan putih yang melesat datang dengan kecepatan luar biasa langsung meluncur kearah lapangan berumput ini, jaraknya tidak lebih tinggal lima tujuh tombak saja.

Orang tua bermuka biru itu seketika menggerung keras, laksana seekor burung hijau yang besar mendadak ia menjejakkan kakinya tubuhnya lantas melambung tinggi memapak ke depan.

Di tengah udara sekali lagi ia menggerung bengis seraya bentaknya.

"Siapa kau!"

"Dar ...

"

Ledakan dahsyat memekakkan telinga, bayangan putih itu melenting tinggi beberapa tombak baru meluncur turun hinggap di tanah dengan ringan sekali.

Demikian juga orang tua muka biru dengan mata mendelik sebesar jengkol, rambut panjang awut-awutan terjungkir balik turun dari tengah udara, sikapnya garang dan buas penuh nafsu membunuh.

Sementara itu, bayangan abu-abu juga sudah meluncur tiba terus mendarat di sebelah kanan.

Melihat kehadiran sibayangan abu-abu ini berubah air muka si Orang tua muka biru, suaranya mengguntur laksana geledek.

"Ci-hu Loji, berapa tahun tak bertemu, kiranya kau belum mati ?"

Ci hu sin kun Kiong Ki juga berubah dingin, sahutnya penuh keheranan.

"0h ternyata kau !"

"Kau tak menduga bahwa Lit-mo-kiang-si (mayat berambut hijau dari Kiang-si bun (aliran mayat hidup) masih hidup diatas dunia baka ini bukan ?"

Orang tua bermuka biru yang mengaku bernama Lit mokiang- si menggelengkan kepalanya menggemakkati rambut panjang warna hijau diatas kepalanya, nada kata-katanya dingin menusuk pendengaran.

Demikian kedua lengan panjangnya yang tumbuh rambut lebat juga digentakkan sampai berbunyi keretekan, setelah berkata dengan langkah tetap ia mendesak maju ke arah Giok liong yang tengah berdiri melongo di tempatnya, giginya terdengar berkeriut.

Benar seperti dedemit atau siluman penunggu gunung, seolah-olah mayat yang hidup kembali dari liang kubur.

Begitu mendengar kata-kata Ci hun-sin-kun tadi, diam-diam Giok liong sudah waspada, Sebab tiang si bau merupakan aliran sesat yang paling jahat pada ratusan tahun yang lalu, lama sudah aliran ini putus turunan dan sudah lenyap dari kalangan Kangouw, sekarang secara tidak sengaja mendadak ditemui di tempat ini, ini betul-betul suatu hal yang luar biasa.

Sementara itu Lik-mo kiang-si sudah membentak kepada Giok-liong .

"Kawan cilik, siapa kau ini ?"

"Hahahaha ...

"

Belum lagi Giok-liong sempat menjawab, di sebelah sana Ci-hu-sin kun sudan bergelak tawa terbahakbahak, Tiba-tiba tawa panjangnya berhenti sekali berkelebat tahu tahu ia sudah melejit tiba di tengah antara Lik-mo kiangsi dan Giok-liong, dimana tangan besarnya bertepuk sekali seraya berkata.

"jalan di dunia ini kelihatannya memang sempit ! Yang tidak seharusnya bertemu justru sudah bersua tanpa disengaja, sungguh sangat kebetulan !"

Liok mo-kiang-si menengguk liur, katanya, melengking .

"Kiong Lotoa ! jangan suka jual mahal ! Dia ini apamu ?"

Ci-hu sin-kun bergelak tawa lagi sambil menengadah, ujarnya .

"Kiaag si kui ! Apa kau kenal To-ji Pang Giok ?"

"Ha ! Pang Giok Bangkotan tua yang belum mati itu ...

"

"Tutup mulutmu !"

Hardik Giok-liong dengar gusar mendengar Lik-roo kiang-si berani kurang ajar memaki gurunya.

"Kenapa kau semena-mena memaki orang ?"

Dengan senyum penuh arti Ci-hu-sin kun berkata mengadu domba.

"inilah murid tunggal Pang Giok yang kenamaan dengan gelar Kim pit-jan hun, hahahaha !"

Kontan berubah air muka Lik-mo-kiang-si, sepasang matanya memancarkan cahaya hijau rambutnya berdiri tegak nafsu membunuh membayang pada pandangannya, gigi juga berkerot menahan gusar, kedua telapak tangannya digosokgosokan dengan beringas ia tatap Giok-liong, katanya.

"Setan kecil benar kau murid tunggal Pang Giok?"

Giok liong tidak tahu menahu asal usul orang, maka sejujurnya ia menjawab lantang .

"Benar ! Ada urusan apa ?"

"Bagus ! Bagus !"

Dengan langkah kaku Lik-mo-kiang-si melangkah setindak, mendadak jarak beberapa tombak itu diperpendek dengan sekali lompat, lompatannyapun sangat aneh kedua kaki menjejak tanah lapang, badannya lantas melejit ketengah udara, di mana kedua tangannya berkembang jari-jari tangannya laksana cakar garuda mencengkram datang, mulutnya membentak.

"serahkan jiwamu !"

Tubrukannya ini sungguh sangat ganas dan buas seperti serigala kelaparan, serangan tangannya juga bukan olah-olah hebat dan telengas.

Keruan Giok-liong terkejut bukan main, bukankah selama ini belum pernah ketemu dengan Lik-mo kiang-si ini, kenapa sikapnya terhadap dirinya begitu garang seperti musuh punya dendam kesumat.

Sebab sekali ia menyingkir setombak Iebih, seru Giok-liong .

"Tiada dendam dan permusuhan, apa-apaan perbuatanmu ini!"

"Huaaa ... haha ..."

Begitu tusukannya mengenai tempat kosong, mulut Lik-mo-kiang-si lantas berkaok-kaok mengeluarkan suara aneh, Tapi reaksi suaranya ini sungguh mengejutkan.

Terdengar angin berseliweran, ratusan anak buahnya yang berambut aneh seketika merubung datang mengurung Giok-liong dengan rapat.

Tubuh bagian atas mereka telanjang kelihatan badan yang kurus-kurus tinggal kulit membungkus tulang, namun seluruh tubuhnya dirambati bulu-bulu yang tebal panjang, selembar kulit harimau untuk menutupi bawab tubuhnya, kakinya telanjang seperti para kerucut dari istana Giam lo-ong.

Di lain pihak Ci-hu-sin-kun malah bertepuk tangan sambil berjingkrak seperti melihat tontonan yang menggelikan, serunya.

"Lucu! Lucu ! perhitungan ini cukup menyulitkan bukan !"

Terdengar Lik-mo-kiang-si juga membentak beringas.

"Buyung siksaan selama tujuh puluh tahun sudah cukup kuderita, sungguh Tunan maha pengasih, sehari baru saja aku bebas lantas kau mengantarkan nyawa masuk pintu! Hahahaha !"

Hakikatnya Giok-liong tidak tahu menahu duduk perkaranya, keruan ia menjadi gusar, semprotnya.

"Bicara dulu supaya jelas, Urusan setinggi langit juga aku Ma Giok liong atau menandingi ! jangan main seruduk seperti banteng ketaton yang menggila, apa maksudmu?"

Ci-hu-iin-kun tertawa terpingkel-pingkel ujarnya.

"Betul! Kian-si-kui, bicaralah biar jelas, supaya bocah ini tidak mati penasaran"

"Baik."

Lik mo kiang si menggoyangkan kepala, rambut panjang di kepalanya diambilkan ke belakang.

"keparat ! bagaimana juga kau takkan dapat terbang ke langit!"

Lalu dengan telunjuknya ia menunjuk tulang pundaknya kelihatan tulang pundaknya berlobang sebesar ibu jari, lalu katanya sambil mengertak gigi.

"Ini sepasang lobang ini, sampai hari ini tepat tujuh puluh tahun sudah, Tujuh puluh tahun bukan jangka yang pendek, dua laksa lebih hari-hari yang penuh penderitaan sudah ku kenyam"

Hm"

Giok liong masih belum paham akan juntrungannya, tanyanya.

"Tujuh puluh tahun Aku tidak paham !"

"Sudah tentu akan ku buat kau paham !"

Kata Lik-mo kiang-si sepasang matanya seperti bara api berkilat, lengannya bergerak berkembang dengusnya marah-marah.

"Dengan baja murni, Pang Giok merantai aku di atas Kui-ongpeng selama tujuh puluh tahun, membuatku sangat menderita batin selama tujuh puluh tahun, hujan kedinginan siang kepanasan oleh terik matahari."

Giok-liong menjadi heran, selanya.

"Kenapa harus tujuh puluh tahun?"

"Setan cilik! Kau masih pura-pura main sandiwara, apakah tidak tahu baja asli yang dibuat rantai gurumu itu adalah Liam kiam-jan-thiat yang akan lumer sendiri setelah tujuh puluh tahun? Masa kau tidak tahu sebelum itu Liam- kiam -jan thiat adalah logam keras yang tak mempan sembarang senjata tajam?"

"Memang aku tidak tahu!"

"Tutup bacotmu! Bocah keparat, kau mau mungkir!"

"Aku ? mungkir?"

"Derita selama tujuh puluh tahun sudah kenyang kukecap!"

"Jadi kau penasaran !"

"Ya penasaran ini harus kulampiaskan pada dirimu, kecuali kau suruh guru setanmu itu muncul kemari menggantikan jiwamu!"

Giok liong harus berpikir panjang sebelum bertindak, direm wasnya situasi sekelilingnya.

Musuh begitu kuat, sedang Cihu- sin-kan enak-enak menggendong tangan berdiri dikejauhan sana sambil tersenyum sinis tanpa berbicara Iagi.

sedang orang-orang aneh berambut panjang di sekelilingnya semua mendelik gusar siap menubruk maju mencacah tubuhnya.

Sambil mengerahkan Jilo melindungi badan bersiaga, mulut Giok liong bersuara.

"Kenapa guruku menggunakan Liat-kiamjan thiat membelenggu kau! Seharosnya kau bisa menilai dirimu sendiri!"

"Kentut!"

Lik-mo-kiang-si berjingkrak gusar, teriaknya ."Gagah-gagahan dia anggap dirinya sebagai pendekar bangsa dewata apa segala, menghina aku sebagai iblis sesat dikatakan aku membahayakan Bulim dengan alasan suka membunuh dan membuat huru-hara dan apalagi, buset!"

Giok liong menjadi tertawa terbahak bahak, ujarnya .

"Hahaha itulah, kalau kau tidak membunuh tidak menyebar elmaut di Bulim, belum tentu guruku mau turun tangan, kau sendiri juga belum tentu harus disiksa selama tujuh puluh tahun. Kau harus merasa beruntung tidak kebentur dalam tanganku! Kalau sampai konangan olehku, hm, hm!"

"Kau, kenapa?"

"Aku tidak akan membantumu menderita siksaan selama tujuh puluh tahun!"

"Kau... Apa yang hendak kau lakukan?"

"Hukum mati dengan cacah jiwa!"

Sedemikian lantang dan keras Giok liong berkata-kata dengan sikap garang dan berwibawa, suaranya laksana guntur menggelegar disiang hari bolong.

Lik-mo-kiang si yang memang sudah penasaran ingin melampiaskan kedongkolan hatinya semakin berjingkrak gusar seperti kebakaran jenggot, gerungnya.

"Setan cilik, cari mati!"

Dengan kalap ia menubruk maju dengan serangan tangan laksana bayangan setan beribu banyaknya, yang diarah adalah dada dan perut Giok liong. Giok liong berlaku tenang, ujarnya sambil menyeringai .

"Di belenggu selama tujuh puluh tahun, namun watakmu masih belum berubah!"

Dimana tangannya didorong kedepan serentak ia menghardik keras.

"sambut ini !"

"Blang!"

Dentuman dahsyat menggetarkan langi dan bumi, Dua bayangan manusia terpental mundur, Lik-mo-kiang-si tertolak mundur sampai setombak lebih, mulutnya menggerung dan giginya berkeriut.

sedang Giok-liong sendiri juga tersurut mundur tiga langkah, wajahnya mengunjuk rasa heran.

Adu pukulan kali ini ternyata sama kuat dan setanding tanpa kelihatan siapa unggul dan asor.

Adalah para anak buah Kiang-si-bun yang menonton berkeliling sejauh tiga tombak itu tak kuat berdiri tegak, semua terdesak mundur oleh damparan angin keras akibat dari adu pukulan tadi, kini lingkaran gelanggang menjadi semakin besar.

Terdengar Ci hu sin kun membuka suara dengan rada sinis rendah .

"Kiang si-kui, Lwekang bocah ini tidak lebih rendah dari Pang Giok sendiri, Menurut hematku sudahi saja pertikaian kalian, mandah menyerah sajalah, supaya kau tidak kejatuhan abu mengotori muka sendiri !"

Hebat inilah kata-kata menghasut yang bersifat mengadu domba, Bagi Giok-liong ia mandah tertawa tawar saja, katanya .

"Kiong cian- pwe! Menurut pendapatku lebih penting kau mencari putrimu saja, kenapa kau berdiam disini menghabiskan waktumu belaka ?"

Terkancing mulut Ci hu sin kun, mukanya merat jengah sekian lama tak bisa bicara.

Pada saat itu berkelebat sebuah bayangan merah menyelinap hilang didalam dedaunan pohon yang rimbun diluar gelanggang lapangan rumput sana.

Setelah mengadu pukulan secara keras lawan keras, muka Lim mo-kiang-si yang semula biru menjadi hijau bersemu kekuningan, diantara warna kuning bersemu putih lagi, kilat mata hijaunya menyapu padang sekian lamanya, mendadak ia berteriak.

"Setan kecil, tak nyana hebat benar kau !"

Tawar tawar saja Giok-liong berkata.

"penderitaan selama tujuh puluh tahun masa masih belum dapat mengubah watakmu, menurut pendapatku yang bodoh, letakkan golok jadilah umat Tuhan yang saleh dan bijaksana. Lepas dari jurang kenistaan dan mati dengan tentram dari pada konyol!"

Giok liong mengudal ludah bertujuan baik untuk menasehati orang sebaliknya bagi pendengaran Lik-mo kiangsi adalah sebaliknya, semakin membakar kemarahannya.

Pelan-pelan kakinya menggeser maju, matanya dipicikan kedua, lengannya lurus turun suaranya rendah berat.

"Katakatamu memang betul, tepat sekali ucapanmu! Di mulut ia berkata halus rnanis, namun kakinya masih terus melangkah mendekat ke depan Giok-liong tidak lebih berjarak tujuh kaki, Mendadak mulutnya menggembor keras.

"Roboh!"

"BIang."

Cahaya merah pecah berhamburan disertai tekanan hawa panas sehingga udara menjadi membara laksana terjadi ledakan gunung yang dahsyat sekali.

Tiga tombak sekelilingnya menjadi hangus terbakar kobaran api membungbung tinggi.

Ternyata Lik-mo-kiang si telah berlaku licik dan kejam, secara membokong ia kerahkan seluruh tenaganya untuk melancarkan pukulan dahsyat, Karena tidak menyangka dan tanpa siaga dengan telak dada Giok liong kena digenjot seperti dipalu godam seberat ribuan kati, untuk berkelit sudah tak mungkin lagi, dalam keadaan yang mendesak dan gawat itu terpaksa ia hanya mampu mengempos hawa murni memusatkan seluruh tenaganya di pusar dia mandah digenjot dengan telak.

Diluar tahunya begitu dadanya terpukul hantaman dahsyat itu tenaga yang terkerahkan dalam pusarnya menjadi mendidih panas dan pedas sekali, seperti minyak mendidih, begitu terdesak oleh tenaga genjotan itu seketika seluruh isi perutnya seperti pecah dan hancur lebur, segulung hawa panas terus menerjang langsung ketenggorokan dan menyembur keluar diri mulut tanpa tertahan lagi, sebelum ia sempat menjerit tubuhnya sudah terkurap jatuh tak ingat diri, kepala enteng terasa pusing tujuh keliling.

Tepat sebelum tubuhnya menyentuh tanah dari mulut Giokliong menyembur keluar selarik lidah api yang bersuhu tinggi terus menyemprot kedepan.

Cemas bukan kepalang kaget Lik mo-kiang-si, sebab dikiranya pukulan bokongannya itu membawa hasil yang memuaskan, tengah ia kegirangan siapa tahu belum lagi ia sempat menarik balik tangannya letupan larik api membara itu sudah menyembur ke arah dirinya.

"Celaka ! Bocah ini pandai main sihir "

Tak sempat mulutnya habis berkata kedua lengan yang terjulur ke depan itu sudah celaka lebih dulu, seluruh bulu yang tumbuh dikedua lengannya itu seketika terjilat api apalagi angin menghembus rada kencang, kobaran api semakin besar, sebentar saja rambut diatas kepala serta bulu didepan dadanya juga sudah terjilat terbakar, beruntun kulit harimau yang dipakainya serta kedua kakinya yang kurus kecil itu juga mulai di makan api.

Sekarang Lik- mo kiang si menjadi segulungan bara api yang menyala besar.

Sambil berkaok dan melolong ia bergelindingan di atas tanah berusaha memadamkan api yang membakar dirinya.

Siapa tahu, kalau dikata memang aneh, api ini agaknya rada berbeda dengan api umumnya betapa juga ia menggelinding dan membanting-banting tubuhnya tetap tak mau padam.

Keruan saking kepanasan Lik-mo-kiang-si berjingkrak berloncatan sambil menjerit-jerit.

Alhasil, malah dengan berloncatan dan bergerak itu membawa desiran hembusan angin lebih besar, bukan padam bara api di tubuhnya seperti desiran minyak dihembus angin berkobar semakin besar.

Ci-hu sin kun sudah kaya akan perbendaharaan pengalamannya selama puluhan tahun merupakan Bingcu dari aliran hitam lagi, sekali pandang saja lantas ia tahu dan tersurut mundur dengan kaget dan takut mulutnya berteriak tak tertahan lagi.

"Wah, Bu Cing le hwe, Lehwe . ,"

Belum selesai teriakannya, sesosok bayangan abu-abu sudah melenting tinggi puluhan tombak terus berlari kencang kearah semak belukar sana seperti dikejar setan.

Saking cepatnya ia berlari laksana anak panah terlepas dari busurnya, sebentar saja bayangannya sudah lenyap dari pandangan mata.

Para anak buah Kiang-si bun begitu melihat seluruh tubuh sang Ciang-bun jin terbakar api semua, menjadi panik dan gugup, suasana menjadi kacau balau, ada yang memburu maju berusaha membantu untuk memadamkan api, tapi mereka menjadi kehabisan akal karena tidak tahu cara bagaimana harus bekerja.

Sebagian lagi ada pula memaki kalang kabut terus memburu maju kearah Giok liong, Hakikatnya Giok-liong sendiri saat itu tengah pingsan tak ingat diri, Justru yang lucu dan aneh keadaannya, dari mulut dan hidungnya masih tetap menyemburkan asap tebal yang bergulung panas, setombak disekitar tubuhnya terasa panas tak tertahan, tujuh kaki disekeliling tubuhnya sudah terbakar bangus.

Ada beberapa anak boah Kiang-si-bun yang berani mati menubruk dengan nekad, seketika mereka sendiri bulu dan rambutnya kena tersulut dan terus terbakar juga.

Suasana diatas lapangan berumput itu menjadi semakin gaduh dan panik, Belum lagi yang satu ini dapat dipadamkan yang lain-lain ikut terbakar pula.

Keruan para kurcaci Kiang sibun yang ikut terbakar itu lebih panik dan gaduh mereka bergelindingan ditanah dan menjerit dan menggerang seperti babi hendak disembelih menjelang ajal.

Bagi yang tidak terjilat api menjadi serba sulit pula, Tinggal lari takut kalau nanti api yang membakar Lik mo-kiang-si padam mereka bakal dijatuhi hukuman sebagai penghianat kepada cikal-bakal, lari di medan perang, Kalau tetap tinggal disitu sesaat mereka menjadi bingung cara bagaimana harus menolong para kawan dari jalatan api.

Suasana seri ut cicism kuali panas mereka ii i nnu^ dtiti berputar lari serabutan di aaj l.pFi-ji n )iitnpu! i u, tak thhu daii mana i.

e.i "A harus mulai turun tangan Adalah Lit mo-kiang si meski seluruh tubuhnya sudah terjilat api yang tengah berkobar besar, pikirannya masih tetap segar dalam keadaan gawat itu dengan suara parau ia membentak kepada anak buahnya.

"Pelan-pelan menggelinding, ke Ham cui-khek, menggelinding"

Bilang menggelinding benar-benar menggelinding, dengan membawa kobaran api di badannya ia mendahului bergelindingan terus menggelinding kearah timur dimana kehinaan buah aliran sungai, Anak buahnya yang tidak terjilat api segera berkaok dan bersorak gegap gempita berlari kencang menuju ke sungai di sebelah timur sana.

Mereka yang terjilat api mencontoh ketua mereka terpaksa ikut bergelundungan sekejap saja lapangan rumput menjadi sepi.

Suasana menjadi sunyi, yang terdengar hanya semburan asap tebal yang masih menyemprot keluar dari hidung dan mulut Giok liong yang rebah celentang ditanah.

Di-samping itu rumput dan semak belukar disekitar lapangan rumput itu juga sudah mulai terjilat api, api menjalar terhembus angin dengan cepat mengeluarkan bunyi keretekan.

Tiba tiba sebuah bayangan merah melompat keluar dari semak belukar sebelah sana.

Sosok bayangan merah ini bukan lain adalah Li Hong.

begitu mendaratkan kakinya kontan ia mengernyitkan kening dan mendelong mengawasi keadaan Giok liong yang aneh itu, gumannya ."Kenapa hidung dan mulutnya bisa menyemprotkan api?"

Tiba tiba ia menemukan sumber rahasia dari kobaran api yang terjadi ini.

Kiranya api yang menyembur keluar dari mulut dan hidung Giok liong hanya merupakan segulung hawa panas yang berupa jalur putih terbaur dengan asap hitam, karena tenaga semburan yang besar sampai menimbulkan gelombang panas dan udara mulai bergolak mengeluarkan suara ini.

Kobarn api di sebelah sana menjadi seperti arus tersedot oleh besi semberani meletup keras terus membakar semakin besar.

setelah mengetahui rahasia ini Li Hong menjadi bingung mulutnya berkata sendirian "Untuk menolongnya, aku harus memadamkan dulu kobaran api ini."

Maka mulailah ia bekerja memadamkan api, Pertama tama ia singkirkan dahan-dahan pohon yang belum terjilat api, lalu menjemput sebatang pohon terus mengepruk dan memadamkan api kobaran api terakhir ia menggali tanah dengan tanah inilah ia menguruk j.n,ng dan sisa sisa kayu bakar yang masih menyala, setelah susah payah akhirnya seluruh kobaran api dapat dipadamkan.

Sudab lazim bagi yang bermain air pasti basah, bermain api kena hangus.

Demikian juga keadaan Li Hong, wajahnya yang putih halus dan cantik itu kini sudah kotor oleh arang dan hangus terutama kedua telapak tangan dengan jari-jarinya menjadi lecet dan lebam hitam.

Baju merahnya juga tidak luput terkena abu dan api apalagi seluruh tubuhnya sudah mandi keringat, napas juga ngos-ngosan.

Tuhan memang maha pengasih terhadap yang menderita bekerja Waktu ia menengok kearah Giok-liong yang masih celentang itu, Benar juga mulut dan hidungnya sudah tidak menyemburkan lidah api lagi, cuma dari hidungnya masih menyemburkan hawa panas.

"Tunggu lagi sebentar mungkin keadaannya bisa mendingan."

Demikian Li Hong berpikir sambil mengusap keringat dan kotoran di mukanya.

Pelan pelan ia memeriksa dan meronda di sekitar Kui-ung-peng (lapangan raja setan).

Pertama ia khawatir Lik-mo kiang-si bakal putar balik lagi, kedua ia gentar menghadapi Ci-hu-sin-kun, siapa tahu bangkotan tua itu bisa datang kemari lagi, Betapapun dirinya bukan menjadi tandingan satu diantara mereka berdua.

Sang waktu sedetik demi sedetik terus berlalu.

Kala malam telah menjelang datang.

Pelan pelan dengan langkah ringan Li Hong mulai maju mendekat, dilihatnya Giok-liong yang masih kepulasan, Seperti layaknya orang yang sedang mabuk, d.iir.ian juga iea risau Giok-liong selebar mukanya merah membara kedua biji matanya merem meIek, muIut dan hidungnya menghembus keras hawa panas yang menyembur keluar dari hidungnya masih kelihatan mengandung kabut putih yang samar-samar.

Tapi suhu panas jauh sudah menurun dibanding pertama tadi.

Coba-coba Li Hong berseru membangunkannya.

"Ma Siau hiap ! Ma Giok-Iiong! Giok-liong ! Liong .."

Sedikit reaksipun tak ada, ia coba meraba pernapasannya, belum mati, rada ragu ragu telapak tangannya terulur mendekap jantungnya, tujuannya hendak merasakan apakah jantungnya masih berdetak, tak kira dimana tangannya menyentuh sebuah benda panjang keras, seruling samber nyawa seketika hatinya bersorak.

Pikirnya "Aku mendapat tugas supaya membuntutinya untuk mengambi seruling samber nyawa, inilah kesempatan paling baik bila kuambil, boleh dikata setan juga tidak bakal mengetahui.

Tapi otaknya lantas membatin lagi.

seruling iamber nyawa merupakan senjata pusaka orang orang kuno, merupakan benda antik yang paling diimpikan, berharga oleh kaum persilatan, sekarang aku hanya mengulur tangan saja sudah menjadi milikku, ah, mimpi juga aku takkan bisa menduga."

Sambil membatin itu pelan-pelan ia membuka kancing baju Giok liong.

Dalam kegelapan malam yang sudah menjelang datang ini tiba tiba keadaan sekitarnya menjadi terang benderang tersoren oleh cahaya puiih cemerlang yang terpancar dari Seruling sakti itu, sigap sekali Li Hong merogohnya keluar lalu dielus elus di tangannya.

Sekonyong konyong bayangan gelap membayangi sanubarinya, kedua tangannya yang mengelus-mgelus seruling tanpa terasa menjadi lemas dan turun semampir menindih di atas dada Giok-liong.

seruling samber nyawa melintang lurus didepan dada Giok-liong.

Bila asli membawa pulang Seruling samber nyawa tak lebih harus "disampaikan kepada cukong istana beracun Ibun Hoat, jikalau tidak diserahkan kepadanya tentu terjadi pertikaian hebat antara Tok-kiong dengan Mo khek, Terang kepandaian ayah bukan tandingan Ibun Hoat, apalagi oigfcoa daa sepasang pembantunya.

buk.-.nsan si i-.i,i saja menimbulkan pertempuran konyol.

Kalau kuserahkan kepadanya, apa pula untangku ? Apalagi Seruling ini adalah benda yang selalu diinginkan siang malam ....seluruh miliknya."

Berpikir sampai disini tanpa merasa matanya melirik kearah Giok-liong yang masih rebah tak bergerak.

Saat mana warna merah pada mukanya sudah berangsur hilang.

Tepat pada saat itulah terdengar hidungnya mendengus seolah-olah mengeluh karena kesakitan, lalu menggeleng kepala.

"Ma Siau-hiap ! Ma Giok-Iiong ! Giok-liong !"

Giok-liong tetap seperti tidur nyenyak tenggelam dalam impiannya.

"Bila kehilangan benda sakti pemberian perguruan ini, bagaimana nanti akibatnya ?"

Tak kira kini Li Hong sendiri yang tenggelam dalam pikirannya, perang batin tengah terjadi dalam sanubarinya "perbuatan yang merugikan orang lain kenapa harus kulakukan !"

Demikianlah akhirnya kesadaran dan pikiran terangnya telah menang, cepat cepat ia membuka pula baju Giok-iiong terus menyusupkan seruling samber nyawa ke dadanya.

Sekonyong-konyong sesosok bayangan kuning meluncur datang dan kejauhan sana, belum orangnya tiba suaranya sudah berteriak mendaki .

"Siluman bernyali besar. Lihat pedang!"

Dari tengah udara melancarkan serangannya, pedang pendek diputar menjadi kuntum bunga yang kemilau terus menungkrup keatas kepala Li Hong, sungguh hebat dan cukup ganas.

Li Hong berseru kejut, dalam gugupnya Seruling samber nyawa ditariknya keluar untuk menjaga diri, Terdengarlah suara seruling melengking tinggi, cahaya putih terus menyapu ke depan memapak dan menangkis serangan pedang lawan.

"Siluman keparat, sengaja memang kau hendak mencuri pusaka itu. Cara bagaimana kau telah membikinnya pingsan !"

"Tan Soat-kiau, bicaralah biar jelas!"

"Kenyataan di depan mata, kau masih berani bermulut bandel, merabukan pedang pendek Tan Soat kiau lincah dan lihay, tapi tak berani saling bentur dengan seruling sakti, terpaksa ia putar sekencangnya diluar garis pertahanan musuh, begitu deras sinar pedangnya berputar sehingga bayangan merah kena terbungkus didalamnya. Lagi-lagi terdengar ia membentak .

"Ang-i-mo-li permainan apa yang telah kau lakukan, kau membius Engkoh Liong!"

Walaupun bersenjata seruling samber nyawa, tapi karena Li Hong sendiri juga tidak biasa memainkan jurus-jurus ilmu seruling ampuh ini terpaksa digunakan secara ngawur saja seperti Poan-koan-pit umumnya, peranti untuk jalan darah.

Mendengar tuduhan yang semena-mena itu hatinya menjadi gusar, malunya kembali "Budak tidak tahu malu, terang-terangan kau berani panggil engkoh Liong apa segala, engkoh dari hubungan yang mana?"

Keruan merah jengah melebar muka Tan Soat kiau sampai kepinggir kupingnya malu bukan main, pedang lantas diputar lagi semakin gencar, setiap jurusnya semakin ganas, mematikan tak mengenal kasihan lagi mulut nya pun tak kalah adu lidah.

"Kau kira siluman macam kau ini saja yang tahu? siluman kecil macammu ini baru tidak tahu malu, bukankah kau sendiri yang tadi mencopoti baju seorang laki-laki, sungguh rendah dan hina serta kotor sekali !"

Beringas wajah Li Hong dimaki begitu rendah dan kotor, seruling ditangannya diayun sekuatnya terus mengepruk keatas batok kepala lawan, mulutnya tidak tinggal diam saja.

"Budak tidak tahu malu, kau pintar memutar lidah !"

Begitulah kedua belah pihak saling tuduh dan saling maki, namun gerak gerik mereka dengan senjata masing-masing tidak pernah kendor, Pedang dilarikan begitu kencang mengembangkan bundaran cahaya pedang besar kecil, sebaliknya irama seruling melengking lurus tanpa nada.

Kalau bayangan kuning mengepung diluar gelanggang dengan gerak-gerik yang lincah dan serangan yang membadai, adalah bayangan merah berdiri sekokoh gunung menggetarkan cahaya putih, membubung tinggi laksana gunung seperti tonggak menyanggah langit.

Suasana sepi di lapangan rumput kini menjadi ramai dengan makian dan angin deras yang menderu-deru, pertempuran seru penuh kebencian dengan serangan yang saling berlomba untuk merobohkan lawan ini terus berjalan sampai ratusan jurus pada babak terakhir ini mulai kelihatan masing-masing mempunyai kepandaian khusus dan ada pula kelemahannya, tapi sedapat mungkin mereka mempertunjukkan kepandaian istimewanya sehingga situasi pertempuran masih sama kuat.

"Hai, apa apaan kalian bertempur disini hayo berhenti !"

Tiba-tiba sebuah gerungan keras berseru disamping sana, Betul juga bayangan kedua orang yang berkuntet lantas mundur.

Tan Soat-kiau menyapukan pedangnya itu menyapu kedepan, dengan tubuh agak doyong ke depan tiba-tiba kakinya menjejak tanah , kontan tubuhnya terus melejit mundur setombak lebih.

Seruling ditangan Li Hong juga bergoyang malang melintang didepan dada menangkis disusul cahaya putih berkelebat tahu tahu ia sudah berdiri tegak sambil melintangkan seruling samber nyawa di depan dadanya.

Dibawah keremangan sinar bintang-bintang yang bertaburan di cakrawala, kelihatan Giok-liong tengah berdiri bertolak pinggang, matanya berkedip kedip celingukan bergantian memandang Tan Soat kiau dan melihat Li Hong, katanya penuh tanda tanya "Apa kalian rebutkan?"

Enteng sekali Li Hong melayang kede-kat Giok-liong, katanya lemah lembut.

"Ma Siau-hiap, kau sudah siuman kembali !""

Giok-liong kucek-kucek matanya, sahutnya sembarangan "Ai, aku sudah bangun, aku ... ."

Sudah tak teringat olehnya pengalaman yang baru tadi, Tak tahu ia apa yang tengah terjadi dihadapannya ini, pikir punya pikir ia berusaha mengingat kejadian apa yang telah menimpa dirinya tadi siang.

Sementara itu melihat Li Hong menggelendot di pinggir Giok-liong, rasa pahit hati Tan Siat-kiau saking mendelu dengan gusar ia memburu maju terus berteriak "Engkoh Liong, hati-hati akan bokongan, siluman licik ini !".

Giok liong tersentak, tanyanya tak mengerti.

"Di bokong?"

Tan Soat-kiau berkata lantang .

"Bukankah seruling samber nyawamu sudah dicuri oleh siluman keparat itu, awas ...

"

Giok liong tersurut mundur sambil berseru tertahan, waktu tangannya merogoh kedalam bajunya lagi-lagi ia berseru kejut sambil berjingkrak.

Baru sekarang dilihatnya bahwa Seruling dicekal ditangan Ang-i mo li Li Hong itu bukan lain adalah Jan hun ti miliknya.

Maka sebelum seruan kejutnya hilang, sigap sekali ia mengulur tangan sambil melangkah kedepan terus menangkap kearah Li Hong.

"Nanti dulu!"

Dengan muka bersungut Li Hong loncat sejauh sembilan kaki, serunya keras.

"Jadi kau percaya obrolannya !"

Memang Giok-liong tengah bingung dan menjadi ceroboh, sahutnya tersekat .

"Tapi Jan-huu-ti ...

"

Tangannya menunjuk seruling yang dipegang oleh Li Hong. Tan Soat-kiau tertawa sinis, katanya.

"Hm bukti ada didepan mata, jangan kau mungkir."

Li Hong menjadi gusar, teriaknya kalap .

"Kau menuduh semena-mena, kau ..."

Yang dipikirkan Giok-liong melulu seruling saktinya itu, maka katanya .

"Tak perduli bagaimana serahkan dulu Jan hun ti itu !"

Tan Soat-kiau membakar pula dengan kata-katanya.

"Benar, rebut kembali seruling itu, jangan sampai ia sempat melarikan diri!"

Benar juga Giok-liong termakan oleh hasutan ini, sikapnya lebih waspada dan berjaga-jaga katanya tertekan .

"Untuk membuktikan kesucian hatimu, serahkan kembali seruling itu kepadaku segala sesuatu baiklah dibicarakan kembali !"

Saking jengkel air muka Li Hong sampai berobah keki membesi hijau, teriaknya keras .

"Kecapa kau tidak percaya kepadaku kenapa begitu gampang termakan oleh hasutan dan adu domba mulut manis Tan Soat-kiau ?"

Namun Giok-liong berkata .

"Sebab bukti memang kenyataan kau telah mengambil serulingku !"

"K,au sangka aku benar-benar mencuri."

Kata Li Hong sembari tertawa getir, tawanya ini menjadi sember karena umbaran dari rasa gusarnya suaranya menjadi seperti pekik orang hutan yang mengeluh di malam nan keIam.

Dengan sedih dan hati hancur pelan-pelan ia angkat seruling diatas kepalanya, wajahnya pucat bergetar, bibirnya sudah memutih, tanpa darah, giginya juga berkerot-kerot, serunya.

"Berdiri disitu, selangkah lebih dekat biar aku hancur bersama Serulingmu ini!"

Agaknya ia benar benar hendak melaksanaancamannya. Tergetar badan Giok liong, lekas lekas ia mundur beberapa langkah, serunya gugup.

"Nona Li, jangan! jangan kau berbuat senekad itu!"

Kini berbalik Tan Soat-kiau yang dongkol, air mukanya menjadi tegang dan membesi, makinya dengan gusar .

"Berani kau! Budak galak! Berani kau merusak sedikit saja seruling itu, akan kuhancur leburkan tubuhmu!"

"Tidak tahu malu, ada sangkut paut apa urusan ini dengan tampangmu!"

Dengus Li Hong.

Giok liong kwatir kalau mereka berdua benar-benar saling cakar cakaran lagi, saking gusar mungkin Li Hong benar-benar melaksanakan ancamannya dengan merusak seruling saktinya itu,l pasti akibatnya sangat runyam dan merugikan banyak pihak, Oleh karena itu, lekas lekas ia menggoyangkan kedua tangannya serta berteriak.

"Bicara saja baik baik, mari kita rundingkan kenapa harus bertengkar!"

Pucat pasih selembar muka Li Hong saking menahan gejolak hatinya, suaranya sedu dan penuh rasa keibaan ."Memang tujuanku hendak mengambil seruling samber nyawa ini, ini memang tidak salah! "

Tampak Soat kiau tertawa hambar penuh kemenangan.

"Nah sudah kentara belangnya!"

"Ma Giok-liong ! Kapan seruling sakumu ini terjatuh di tanganku ? Cara bagaimana jatuh di tanganku ? Apa kau tahu ? Coba katakan !"

Giok-iiong menjadi melenggong, matanya berkedip-kedip suaranya tergagap .

"Aku hanya ingat ...setelah meninggalkan ..."

"Setelah meninggalkan Im hong-gay tak perlu kau uraikan ! selanjutnya bagaimana ?"

"Aku bersua dengan Ci-hu-sin kun akhirnya ..."

"Akhirnya bagaimana ?"

"Akhirnya . , ..disini ! Aku bertemu dengan Lik-mo-kiang si !"

Tan Soat-kiau tertegun kejut, ujarnya .

"Haya, Apakah iblis durjana kejam yang membunuh orang tanpa berkesip dan mendadak menghilang jejaknya pada tujuh puluh tahun ini ?"

Jauh jauh Li Hong T,cnyapkan seruling ditangannya, katanya tak senang.

"jangan cerewet !"

Sekarang Giok-liong sudah menjadi tenang dan ingat segala-galanya.

"Lik-mo-kiang-si mendadak melancarkan pukulan membokong aku pukuIannya.,...Haya, pukulannya itu agaknya tepat mengenai jalan darah besar di dadaku, yaitu Tiong-ting-hiat yang mematikan, Dulam keadaan gawat dan mendesak itu, aku masih sempat mengerahkan hawa tenaga dalam pusar, dengan menghimpun seluruh kekuatan Lwekang untuk menerima pukulan dahsyat musuh !"

Li Hong tertawa tawar, jengeknya dingin.

"Sayang usahamu ini sia sia belaka, Sekali pukul akhirnya kau terbanting semaput di tanah, dari hidung dan mulutmu menyemburkan asap tebal dan bara api yang bersuhu sangat panas sekali !"

Giok liong tak berani banyak berkata, ia tenggelam dalam renungannya. Tan Soat-kiau menjadi tidak sabaran, ia menyela lagi .

"Kentut, jatuh ya jatuh, bagaimana mulut dan hidungnya menyemburkan asap apa segala !"

Ang i mo-li Li Hong tidak menggubriskan lagi, dengan suara nyaring ia bicara panjang lebar .

"untung semburan asap tebal dari mulutnya itu telah menimbulkan kebakaran besar di sekitar gelanggang sini, tidak sedikit anak buah Kiang si bun yang kena terjilat api dan lari pontang panting. Kau sebagai murid tunggal Ji-bun yang suci murni dari I-lwe su cun (empat duta agung mayapada), tapi melatih ilmu sesat yang jahat kejam sampai matipun tak memberi ampun pada orang. Ai, Li Hong terhitung sudah terbuka mataku!"

Enak saja ia berbicara seperti bercerita dengan suara nada yang semakin sengit meninggi dan semangat sampai Giok-liong terlongo kesima.

Agak lama kemudian baru ia bergerak seraya menghela napas panjang, katanya ragu ragu "llmu sesat ? Sampai mati tak memberi ampun ?"

Li Hong menyeringai dingin, ujarnya.

"Hehehe, kejadian ini adalah aku sendiri yang melihat, maka kaupun tak perlu lagi memberi penjalasan."

"Aku ? Aku tidak bisa !"

"Perdengaran kuping mungkin bisa salah tapi penglihatan mana tentu benar. Bagai mana duduk kejadian sebenarnya, Ci-hu-sin-kun bisa menjadi saksi, yang hadir pada waktu itu bukan hanya aku Li Hong seorang saja !"

Giok-liong tak bisa bicara lagi, menengadah ia menghela napas lagi, keluhnya .

"Ai ! Tuhan yang tahu !"

Terdengar Li Hong menyambung lagi.

"Sekian lama kau jatuh pingsan, terpaksa aku bekerja memadamkan bara api, kalau tidak mungkin kau sendiri saat ini sudah hangus terbakar, apa perdulimu tentang Jan-hun-ti segala."

Giok-liong jelajatkan pandangannya ke empat penjuru, memang kata-kata Li Hong rupanya tidak bohong, dengan terlongong ia manggut-manggut, sepasang matanya mengunjuk rasa terima kasih. Li Hong berkata lagi.

"Tatkala itu, berulang kali aku berusaha membangunkan kau, tapi keadaan seperti orang mati. Kalau mau saat itu aku bisa ambil seruling sumber nyawa dan tinggal pergi, kau dapat menuduh siapa? Masa kau bisa tahu akan perbuatanku?"

Mendengar sampai disini, tiba tiba Tan Soat-kiau tertawa cekikikan katanya ."

Hihi, tadi kau terang-terangan mengatakan kedatanganmu ini..."

"Tak perlu kau cerewet, tujuanku memang hendak mengambil seruling ini!"

Giok liong tercengang, katanya ."

"Kenapa kau tidak lantas pergi setelah memperoleh seruling ini?"

"Aku..."

Mulut Li Hong jadi tersendat, bagaimana mungkin secara berhadapan ia bicara "karena aku menyintai kau"

Maka hatiku tega wajahnya berubah merah.

Beruntun berapa kali Tan Soat-kiau mendapat cemooh saat ini kesempatan baginya untuk membalas, desaknya dengan nada dingin ."Ayo katakan.

coba kulihat cara bagaimana kau berbohong mengarang cerita begitu panjang lebar."

Dari malu Li Hong menjadi gusar di senggak begitu rupa, seruling di tangannya tiba tiba diputar ditengah udara menimbulkan suara lengking tinggi, katanya ."Aku menanti orang ingin berkelahi untuk mencoba kekuatan seruling sakti ini!"

Tan Soat-kiau juga seorang nona yang keras di dalam lemah diluar,"

Mendengar tantangan terang-terangan ini segera iapun acungkan pedangnya, katanya terkikik.

"Sungguh kebetulan, biar nona besarmu ini mengiring bertempur tiga ratus jurus."

"Baik biar aku mengukur berapa tinggi kepandaian Kaujiang -san."

"Kalau kau punya kepandaian sejati, jangan gunakan seruling sakti itu!"

"Kau kira nonamu mengandal seruling ini untuk menundukkanmu?"

Habis berkata tiba-tiba Li Hong melemparkan seruling di tangannya ke-arah Giok liong seraya membentak ."Sambut!"

Giok liong benar-benar tidak menyangka, kejutnya bukan main sigap sekali dengan hati-hati ia mengulur tangan menyambut loncatan seruling yang keras dan deras ini.

Tepat waktu Giok liong dapat menangkap serulingnya, di sebelah sana Li Hong juga sudah melolos Liong cwan kiamnya.

Ti-ba-tiba terpancar cahaya dingin membungkus seluruh tubuhnya yang mengenakan pakaian serba merah menyolok itu.

Waktu Giok liong memasukkan seruling samber nyawa ke kantong bajunya kedua nona berwatak keras itu sudah berkutet dengan sengitnya, keruan Giok liong menjadi gugup dan gelisah, mulutnya saja yang berkaok-kaok.

"Berhenti! Berhenti!"

"Buat apa kalian berkelahi seperti anak-anak?"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar