Seruling Samber Nyawa Jilid 19

Jilid 19

Sikut kiri Le-hwe heng-cia kena tergores oleh Potlot mas Giok-liong, keruan hatinya bertambah marah seperti terbakar.

Terlihat ia geleng-gelengkan kepalanya yang besar sehingga rambutnya menjadi riap-riapan, mukanya menyeringai seperti wajah setan, menepuk kedua tangannya ia menggembor keras.

"Bocah keparat, kau harus mati !"

Tepat disaat ia mengayun telapak tangannya, cahaya merah dari bara yang panas sekali samar-samar seperti dua tonggak api menyembur keluar dari telapak tangannya. Terdengar Pat-ci-kay-ong berteriak.

"Giok liong, hati-hati, inilah Le-hwe-ceng-ciang."

Siang-siang Giok-liong sudah kerahkan seluruh latihan Lwekangnya Ji-lo juga dikerahkan sampai puncaknya, tanpa disadari tangan kirinya sudah merogoh keluar seruling samber nyawa.

Dengan kedua senjata ampuh dan sakti berada ditangan Giok-liong seperti harimau tumbuh sayap, dengan gencar ia lancarkan seluruh kepandaiannya.

Lambat laun kedua belah pihak sudah kerahkan kemampuan masing-masing, seluruh kekuatan telah disalurkan untuk mengadu kekerasan.

Pada saat itulah, mendadak gelak tawa lantang yang kumandang ditengah udara meluncur semakin dekat dari kejauhan sana.

Belum sempat mata berkedip, dalam gelanggang sudah bertambah dengan empat laki-laki tua berambut putih perak.

Rambut keempat orang tua ini samasama berkilau, sikapnya gagah bertubuh tinggi besar dan kekar.

Begitu mendarat di tanah, serentak mereka bersuara.

"Lehwe heng cia, berhenti!"

Agaknya Pat ci kay ong kenal ke empat kakek tua ini, memburu maju beberapa langkah ia berseru.

"Ji kang su-gi ..."

Keempat kakek tua itu sedikit manggut sambil tersenyum, katanya bersama.

"Kay-oag ! Apa kau baik ? Kita sekarang sudah merubah sebutan bersama Pak hay-su-lok ! Hahahaha !"

Sementara itu Giok-liong juga sudah memburu tiba lantas menjura kepada ke-empat kakek tua itu, ujarnya .

"Apakah cianpwe berempat belum kembali ke Ping-goan di laut utara ?"

Le hwe-heng cia menggosok gosok kedua telapak tangannya, matanya berapi-api sambil berkaok uring uringan.

"Aku tengah menuntut balas hutang darah dengan bocah ini, peduli apa dengan kalian ...

"

Tertua dari pak-hay-su-lo King thian-sio Lu Say segera menarik muka desisnya berat .

"Tutup mulutmu ! Sebab Ma Siau-hiap yang kau tuntut ini adalah juga orang yang hendak kita undang, terpaksa kau harus mengalah sedikit ! Kembalilah kesarangmu di perbatasan sana ! Terhitung kau yang sebat!"

Li Hian termuda dari Pat hay-su lo mendekat di samping Giok-liong, dengan sungguh-sungguh ia berkata .

"Kawan kecil ! Kita sudah kembali ke laut utara, kini kita menerima perintah majikan untuk mengundangmu ke laut utara."

Belum Giok-liong sempat menjawab, di sebelah sana Le hwe-heng-cia sudah menggerung gusar, sambil menggemakan kedua tangannya terus menubruk maju.

Berubah air muka Pak-hay su-lo melihat amukan orang seperti banteng ketaton ini, serentak mereka bergerak bersama mendorong tangan memapak kedepan, seraya berseru .

"Besar nyalimu iblis !"

"Blang !"

Ledakan yang keras sekali menggetarkan bumi dan langit Le hwe-heng-cia tergetar mundur lima kaki, angkara murka menghantui pikirannya.

Sebaliknya Pek-hay su-lo masing-masing juga tersurut mundur tiga kaki, air muka mereka mengunjuk sikap serius, Tempat kosong di antara jarak mereka yang terpaut dua tombak itu rumput menjadi kering, batu juga terhangus seperti telah terjadi kebakaran besar laksana disamber geledek sehingga meninggalkan bekas yang menyolok.

King-thian-sin Lu Say menjadi murka, gerungnya berat.

"Betapapun jahatnya Le-hwe-heng-ceng, jangan kau lupa akan Nay-ham kang dari Ping-goan di laut utara yang merupakan tandingan setimpal dari ilmu jahatmu itu !"

Wi-tian ing Yu Pau juga berubah air mukanya, ancamnya dengan serius.

"Tua bangka bangkotan yang tidak tahu akan kebaikan !"

Ka-liong Gi-hong juga membentak.

"Kalau berani mari sekali lagi!"

Pat-oi-kay-ong berseri tawa seraya maju tampil kedepan, katanya lembut kepada Le-hwe heng cia.

"Urusan hari ini menurut hematku sudahi saja sampai disini. Kalau api ketemu es, kukira tidak bakal membawa keuntungan !"

Le hwe-heng cia merenung sebentar, sinar matanya lantas beringas tajam menatap ke arah Giok-liong, desisnya penuh kebencian.

"Baik ! Bocah keparat ! Urusan ini tidak akan berakhir sampai disini saja !"

Giok-liong bergelak tawa dengan congkaknya, ujaraya lantang.

"Aku Ma Giok-liong selalu melayani tantanganmu !"

King-thian sia Lu Say menjadi tidak sabar, sekali melayang ia mendesak maju ke-depan Le-hwe beog-cia sembari membentak.

"Kalau mau jual lagak marilah sekarang saja !"

Mana Le hwe heng cia bisa tahan di olok-olok sedemikian rupa, sambil kertak gigi segera tangannya terayun terus menepuk keatas kepala King-thian-sin Lu Say berbareng mulutnya membentak.

"Aliran Pak-hay kalian terlalu menghina orang !"

"Besar nyalimu !"

Serentak Pek-hay-su-lo melompat maju, masing-masing kirim pukulan setaker tenaganya, Bayangan orang, angin pukulan, serta hawa yang panas membakar terbaur dengan hawa dingin, batu menjadi hancur rumput beterbangan menari-nari udara menjadi gelap ditaburi kotoran dan debu.

Siapapun tak melihat tegas, dan siapapun takkan menduga "Haya!"

Pekik beruntun terdengar lantas terlihatlah bayangan mereka berpencar Pak hay-su lo dalam segebrak telah mengadu kekuatan pukulan dengan Lo-hwe-heng-cia ! Adu pukulan kali ini kedua belah pihak sudah kerahkan seluruh kekuatannya.

Secara naruliah dibandingkan Le-hweheng cia adalah seorang gembong silat aneh dari luar perbatasan, Lwekang serta kepandaiannya lihay luar biasa yang sangat diagungkan di daerahnya, Terutama Le-hwe-bubeng- ciang.( pukulan tangan berapi tak kenal ampun ) sudah menjagoi di dunia persilatan merupakan ilmu tunggal yang jarang menemui tandingannya.

Seumpama Nay-ham kang dari Ping-goan dilaut utara yang merupakan lawan tandingannya yang setimpal, karena yang satu panas dan yang lain dingin membeku, jikalau mereka berempat tidak bergabung mungkin juga takkan kuat bertahan, jangan kata bisa menang ! Sebuah pameo sering dibicarakan orang di kalangan Kangouw yang berkata, dua kepalan sulit melawan empat tangan, seorang gagah perwira tak gentar menghadapi keroyokan.

Sekarang terbukti dengan seluruh kekuatan Pak-hay-su lo harus mengadu pukulan, dengan gabungan Lwekang mereka berempat yang masing-masing mempunyai latihan ratusan tahun jadi boleh dijumlah menjadi empat ratusan tahun.

Maka dapatlah dibayangkan betapa hebat perbawa dari gabungan Lwekang selama latihan empat ratus tahun ini.

Maka tidaklah heran Le-hwe-hengcia yang mempunyai latihan kepandaiannya selama dua ratus tahun menelan pil pahit, Begitulah sebat sekali ia melompat mundur setombak lebih, mukanya yang merah beringas tadi kini berubah pucat pasi menakutkan orang, kedua tangannya tergantung semampai naga-naganya ia sudah lemas kehabisan tenaga karena terkuras habis mengadu pukulan dahsyat tadi.

Sorot matanya yang tadi berkilat garang juga menjadi lesu guram, ujarnya dengan rasa tertekan.

"Pihak Pak-hay kalian suka main keroyok, sampai mati juga Lohu takkan tunduk !"

Li Hian maju selangkah, ejeknya temberang.

"Tidak tunduk. Tapi hari ini terhitung sudah keok, seorang laki-laki harus tahu gelagat, lekaslah pergi pergi ! Karena empat lawan satu tadi maka Pak-hay bun kita mengampuni jiwamu sekali ini !"

"Sudah keok !"

Jengek Le-hwe-heng-cia dengan uringuringan. Jangan kalian mimpi disiang hari bolong !"

Agaknya ia masih belum kapok dan ingin maju lagi, kedua tangannya digerakkan sehingga berbunyi kerotokan.

Tiba-tiba sebuah bayangan hitam melayang turun disampingnya.

kiranya Hiat hong-pangcu yang berkedok itu telah muncul, katanya sambil angkat tangan .

"Cianpwe, selama gununggunung tetap menghijau tak perlu khawatir kehabisan kayu bakar. Bocah ini takkan selamanya mengandal pihak Pak-hay untuk melindunginya. Lain hari kita boleh mencarinya."

Terpaksa Le-hwe-heng-cia harus melihat angin memutar haluan, sambil membanting kaki ia tuding Giok-liong, ancamnya.

"Lain hari jangan kau kepergok ditangan Lohu ! " "Sekarang juga tidak menjadi halangan !"

Tantang Giok liong.

"Baik."

Seru Le hwe-heng cia sambil kertak gigi. marahnya masih belum hilang.

"Ingat kejadian hari ini. Mari..!"

Bayangan merah melayang sekali berkelebat bayangannya sudah terbang jauh seperti mengejar angin.

Sepasang matanya berkilat dibalik kedok Hiat-hong-pangcu menatap gusar kearah Gok liong, lalu ia pimpin anak buahnya mengundurkan diri.

Sementara itu Bok-pak-it jan Sa Ko yang duduk ditanah bersemadi mengobati luka lukanya itu entah sudah tidak kelihatan bayangannya lagi.

Menghadapi Pak hay-su-Io, Pat-ci-kay ong berseri tawa.

"Kapan kalian berempat sudah menghamba kedalam Pak-hay, ataukah kalian mendirikan aliran tersendiri ?"

Li Hian juga tertawa tawar, katanya.

"Emangnya bertulang budak kita tetap meneduh dibawah perintah orang, Kay-ong jangan mentertawakan lho !"

Terlintas rasa heran dan tak habis mengerti pada air muka Pat ci-kay ong, tanyanya.

"Apakah saudara Li tidak bicara kelakar?"

Li Hian menyahut sungguh.

"Masa aku harus berkelakar terhadap raja pengemis macam kau ?"

"Lalu siapakah Cukong kalian ?"

Li Hian menyengir tawa, sahutnya penuh arti .

"Harap maaf, hal ini tak bisa kita beritahu, karena , ... ."

Tatkala mana King-thian-shi Lu Say tengah bicara kepada Giok liong .

"Kita berempat mendapat perintah dari junjungan, siang malam kita menempuh perjalanan balik ke Tiong-goan sini. Harap Siau-hiap suka mengiring kita ke Pak-hay, sekarang juga kita harus berangkat supaya junjungan tidak khawatir dan mengharap-harap !"

Giok-liong mengedip-ngedipkap mata, tanyanya heran.

"Kalian khusus diperintahkan untuk mencari aku ?"

"Benar, tiada urusan lain yang lebih penting dari ini ini!"

Sahut Li Hian. Giok-liong semakin menaruh perhatian tanyanya mendadak.

"Siapakah pimpinan dari Pak-hay kalian, Wanpwe belum pernah tahu namanya, bagaimana bisa..."

"Setelah siauhiap tiba di Pak-hay, tentu semua akan jauh beres."

Hati Giok liong menjadi gundah sulit mengambil keputusan, sebaliknya Li Hian sudah mendesaknya lagi.

"Siau hiap, bagaimana karakter dan martabat kita berempat takkan dapat mengelabuhi Kay ong, tujuan kali ini tentu takkan terjadi sesuatu yang merugikan kau!"

Giok-liong menjadi rikuh memandang ke arah Pat ci kayong.

Pat-ci-kay ong sendiri agaknya juga tengah merenungkan sesuatu apa, mendengar ucapan Li Hian itu segera ia menimbrung "Ji-kang-su-gi dulu malang melintang di kangouw memperoleh pujian harum, untuk kali ini aku pengemis tua sungguh sangat kagum!"

Li Hian tertawa getir, ujarnya "Kay-ong terlalu memuji, banyak terimakasih!"

King-thian-sin Lu Say mengangkat tangan menyilakan Giokliong.

"Siau-hiap, mari silahkan!"

Sejenak Giok-liong berpikir, lalu katanya rikuh.

"Harap kalian suka maafkan, saat ini aku tak mungkin ikut kalian menuju ke Pak hay!" "Apakah kau meragukan ketulusan hati kita berempat akan tugas yang dibebankan kepada kami ini?"

"Bukan, bukan !"

Cepat-cepat Giok-liong berkata sambil goyang tangan.

"Lalu kenapa"

"Aku harus menepati janji ke Yu-bing-mo-khek!"

"Benar,"

Ujar Li Hian.

"Perihal itu aku tahu, tapi untuk janjimu itu biar aku mewakili kau kesana!"

"Tidak mungkin!"

"Harap Siau-hiap suka melegakan hati.".

"Ya, bukan aku kwatir, sebab guruku sudah kesana lebih dulu, mungkin saat ini sudah tiba di ngarai Im-hong di puncak Bu Iay-hong"

"Jadi siauhiap tertekad harus berangkat kesana?"

Giok-liong manggut manggut mengiakan. Pak-hay-su-lo saling pandang sebentar, raut muka mereka menunjuk serba susah. Pat ci kay ong sendiri juga menjadi kewalahan katanya kepada Giok-liong.

"Setelah bertemu dengan Suhumu, katakan supaya dia tidak melupakan janji pertemuan di Gak yang lau pada hari Goan siau nanti. Aku masih ada urusan, aku harus berangkat dulu!"

Lalu ia manggut-manggut kearah Pak-hay su-lo sambil berpisah. Setelah bayangan Pat ci kay ong menghilang, Giok-liong menjura kepada Sulo katanya.

"Para Cianpwe, aku juga harus minta diri!"

"Tunggu sebentar!"

Tiba-tiba Li Hian maju mencegah, Giokliong cepat-cepat menghentikan langkahnya, tanyanya tak mengerti. "Li cian-pwe sebetulnya Wanpwe..."

Tanpa menanti Giok liong bicara habis, Li Hian sudah celingukan keempat penjuru, seperti memeriksa sesuatu lalu katanya lirih.

"Saat ini tiada orang lain, tiada halangan aku beritahukan kepada kau, perjalanan ke Pak-hay kali ini betapa juga kau harus berangkat ."

"Sebetulnya untuk keperluan apakah?"

"Sebab sampai di ini Li Hian ragu-ragu meneruskan katanya, melirik ketiga temannya, Dengan sikap serius mereka bertiga segera berkata.

"Nanti dulu mari kita periksa tempat ini ! "

Serempak mereka berempat lantas berlari pencar keempat penjuru beruntun berapa kali lompatan bagian utara timur selataa dan barat telah mereka geledah dengan seksama.

Begitu tangkas dan gesit sekali gerak gerik mereka tak lama kemudian dengan berbagai gaya loncatan berbareng mereka sudah loncat kembali.

Giok liong menjadi bingung dan tak habis mengerti melihat tingkah laku mereka yang serba aneh ini, entah apa maksud mereka begitu serius dan begitu hati hati.

Untuk keperluan apakah mereka bekerja sedemikian rapi dan waspada.

Tak lama kemudian Sulo sudah mengelilingi Giok liong Li Hian buka bicara dengan hati hati dan prihatin.

"Siau-hiap, bukankah kau hendak mencari tahu riwayat hidupmu, serta hendak menuntut balas bagi ayah bundamu ?"

Tergetar badan Giok-liong terasa darah, berdesir keras sekali dalam tubuhnya, sahutnya cepat.

"Ya, benar !"

"Perjalanan ke Pak hay (Laut utara) kali ini mungkin ada sangkut paut dengan rahasia riwayat hidupmu, janganlah kau sia-siakan kesempatan yang baik ini !" "Ha !"

Keterangan ini benar-benar di-luar sangka Giok-liong tidak heran ia tersentak kaset.

"Apakah benar ucapan cianpwe ini?"

"Aku hanya dapat memberi keterangan sampai sekian saja ! Yang lain aku tak bisa membocorkan !"

"Kenapa pula begitu ?"

"Sebab urusan ini masih merupakan tanda tanya besar tentang kebenarannya, betul atau tidak siapapun tiada yang berani memberi kepastian, maka aku tidak berani banyak mulut !"

"Maksudmu tentang aku dengan junjungan kalian di Pakhay itu ?"

"Ini ...

"

Pak-hay su-lo mengunjuk senyum simpul yang misterius dengan ragu-ragu mereka menyahut samar samar Selama kelana di kangouw, belum pernah Giok liong melupakan rahasia riwayat hidupnya, Hakikatnya selama ini belum pernah diperoleh sumber pemecahan tentang asal usul dirinya, sekarang secara diluar dugaan mengalami peristiwa yang sangat diharapkan betapa juga dia tidak akan menyianyiakan kesempatan bagus ini.

Akan tetapi, Suhu yang berbudi jauh menempuh bahaya ke Bu-lay hong demi memenuhi perjuangan dirinya, sebetulnya mengandal kepandaian dan Lwekang To-ji Pang Giok, dapatlah dipercaya bahwa gurunya takkan mungkin kena cidera di Yu bing-mo-khek.

Tapi sebagai seorang murid yang mengerti tata kehidupan dan budi pekerti, bagaimana juga dirinya tidak boleh tinggal berpeluk tangan menonton saja.

Apalagi bukannya Pat ci-kay ong memberi pesan untuk disampaikan kepada gurunya.

kematian Wi thian ciang Liong Bun tersangkut paut dengan pedang dan meletusnya bencana dunia persilatan yang bersumber dari Hutan Kematian, hal ini juga harus segera dilaporkan kepada Suhunya, banyak persoalan ini benar benar membuatnya serba sulit.

Giok-liong merenung sekian lamanya, baru akhirnya berkata penuh kepastian.

"Bagaimana juga aku harus menyusul Suhu di Bu-lay-san dulu, harap kalian pulang dulu ke Pak-hay, laporkan kepada cukong kalian, baru setelah urusan di Bu lay-san selesai, aku pasti segera berangkat kesana, harap para cianpwe nanti memberi petunjuk!"

Pak hay su lo saling pandang terpaksa mereka manggut manggut saja, King-thian-sin Lu Say merogoh saku mengeluarkan sebuah kantongan suara hijau terus diangsurkan ke-depan Giok-liong, dengan air muka prihatin dan sungguh-sungguh ia berkata.

"Siau-hiap, benda ini adalah Hwi soat ling (lencana salju terbang), bagi siapa yang membekal lencana ini boleh bergerak bebas didaerah Pak-hay, malah pasti ada orang yang menyambut dan melayani segala keperluan, Kami harap setelah urusan di Bu-lay-san selesai, kau segera berangkat ke sana!"

Li Hian juga menambahkan dengan serius.

"Lencana ini merupakan benda pusaka dari Pak-hay kita, merupakan tanda teragung yang tidak ternilai harganya, siauhiap jangan kau pandang enteng benda ini!"

Giok liong mengulur tangan menyambut kentongan sutra hijau yang lembut laksana salju lalu dibukanya, tiba tiba pandangannya menjadi silau, Kiranya benda dalam kalangan itn bukan lain sebuah lencana empat persegi berwarna putih seperti perak tapi bukan .perak, bukan batu giok pula, bobotnya lebih berat dari benda logam biasanya, apalagi memancarkan cahaya cemerlang dan berhawa dingin, begitu bersih menembus cahaya sangat indah sekali.

Kata Lu Say lebih lanjut.

"Jian lian soat-siau hwi soat ling ini adalah batu meteor yang jatuh kedalam timbunan salju didaerah Pak-hay pada ribuan tahun yang lalu, selama ribuan tahun ini sudah menyedot hawa dingin dari salju menjadikan lebih keras dari baja, aliran kita hanya memperoleh dua potong, dipandang sebagai benda pusaka yaag tak ternilai sekarang dijadikan lencana (perintah) atau pertanda tertinggi dari golongan kita untuk segala pelosok di Pak-hay. sebelum berangkat menunaikan tugas kali ini, Cukong ada berpesan wanti wanti dan menyerahkan lencana pusaka ini, sebagai penghargaan untuk menyambut Siau hiap dan diharap supaya tidak sampai hilang!"

Melihat orang memberi pesan sedemikian serius, Giok liong malah tidak enak menerima, katanya mengangsurkan kembali.

"Jikalau sedemikian berhaaga, aku benar benar tidak berhak menerima!"

Li Hian cepat berkata.

"Kalangan persilatan di Pak hay jangan disamakan dengan dunia persilatan di Tionggoan, Kalau tidak membekal Hwi-soat-ling setiap tindakan mungkin kau akan selalu menghadapi banyak kesukaran, Siau-hiap terima saja!"

Merah wajah King thian in Lu Say, katanya rikuh.

"Bukan Losiu banyak curiga, aku hanya menerangkan asal usul dan kepentingan dari Hwi-soat-ling ini, harap Siau-hiap tidak salah paham."

Giok liong sendiri juga menjadi kikuk, terpaksa ia simpan lencana menjaga serta berkata .

"Kalau begitu, banyak- terima kasih akan segala bantuan ini, sekarang aku minta diri !"

Pak hay-su-Io berkata bersama.

"Kami berempat menunggu kedatangan Siau hiap di Pak hay"

"Aku pasti datang !" "Silakan !"

Pak-hay su-lo melejit bersama hanya berapa kali lompatan saja bayangan mereka sudah menghilang dikejauhan sana.

Giok liong terlongong memandang kedepan, tangannya meraba raba Hwi soat ling, sesaat perasaannya yang sangat gundah sulit dikendalikan.

Sebab sebagai manusia umumnya tentu mempunyai rumah sendiri, punya ayah bunda seumpama ayah bunda sudah meninggal, paling tidak juga mengetahui siapakah nama ayah bunda serta riwayat hidupnya selama masih hidup, Adalah semua ini bagi Giok-liong masih sangat kabur dan gelap, sekarang sudah mendapat titik terang sebagai petunjuk kearah penyelidikannya yang menjurus ke sumber yang tepat.

Betapa Giok-liong takkan gundah setelah mendengar berita yang menggirangkan ini, karena selama ini dengan segala daya upaya dan jerih payah sudah menyelidiki kemana-mana tanpa hasil, Dan sekarang karena benturan banyak hal-hal yang harus segera dilaksanakan terpaksa ia harus menunda perjalanan ke Pak hay ini.

Entah berapa lama Giok-liong mendelong memandang ke arah dimana Pak hay-su-lo menghilang, hatinya menjadi kosong dan tak tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya.

Akhirnya setelah menghela napas panjang menyusuri pinggir sungai ia beriari-lari kencang seperti orang gila turun gunung.

Karena kerisauan hatinya maka ia kerahkan seluruh Lwekangnya untuk mengembangkan ilmu ringan tubuh, satu pihak untuk me lampiaskan ganjalan hatinya, kedua karena ingin benar rasanya dapat segera terbang sampai di Bu-laysan, setelah bersua dengan Suhu segera berangkat lagi menuju ke Pak-hay, untuk memecahkan rahasia riwayat hidupnya.

Tengah malam ia sudah sampai di luar batas pegunungan disini jalan datar maka langkah kakinya menjadi lebih pesat terus menuju ke Bu-lay-san.

Seorang diri siang malam terus menempuh perjalanan jauh ini, beruntun beberapa hari sampai pakaiannya tak keruan, akhirnya ia sampai juga didaerah perbatasan gunung Bu- Iayhong.

Sore hari itu ia tiba di kaki gunting Bu-lay, dilihatnya hari sudah hampir petang, terpaksa ia mencari penginapan didalam sebuah kota kecil, menurut perhitungannya setelah mencari tahu jalan, besok pagi-pagi sekali segera melanjutkan perjalanan memasuki pegunungan.

Beberapa hari ini kurang tidur kurang makan dengan puas, tidak mandi lagi, Maka begitu mendapat tempat menetap, setelah cuci badan lantas pesan makanan dan minuman paling mahal setelah makan besar dengan lahapnya, ia kembali kekamarnya, mencopot baju luarnya meletakkan Potlot mas, Seruling dan Hwi soat-ling diatas ranjang, meskipun hari masih pagi ia sudah mapan tidur supaya besok bisa bangun pagi dan melanjutkan perjalanan.

Tak nyana, kira kira tengah malam tiba-tiba ia siuman dari tidurnya terasa seluruh badan panas membara seperti terbakar, begitu panas sampai tak tertahan lagi, napasnya juga seperti menyemburkan api, seluruh tulang belulang terasa linu dan sakit sekali, jantung berdesir keras sekali, sehingga darah terasa bergolak dalam tubuhnya.

Giok-liong tak kuat lagi, susah payah ia coba merangkak bangun, akan tetapi seluruh badan terasa lemas sedikitpun tak kuasa mengerahkan tenaga.

Keruan bukan kepalang kejutnya, Apakah Lwekang telah buyar dan kehilangan hawa murni ? Ataukah sudah Jauhwe-jip cto ( tersesat ) ? Haruslah diketahui bagai orang tokoh silat yang melihat Lwekang atau hawa murni yang sudah sempurna badannya akan kuat bertahan dari segala macam penyakit, maka biasanya mereka berusia sampai lanjut dengan badan tetap segar bugar.

Bagi Giok-liong yang sudah mencapai latihan sempurna seharusnya tidak mungkin bisa terserang penyakit sekarang kenyataan dirinya mengalami keadaan yang diiuar tahu sebelumnya betapa hatinya takkan kejut dan khawatir.

Betapa juga Giok-liong tidak putus asa, dengan menahan segala derita, ia berusaha mengerahkan hawa murni lalu pelan-pelan disalurkan.

Siapa tahu, bukan saja hawa murni sulit dihimpunkan, malah pusarnya terasa panas seperti dibakar, sakit bukan buatan, isi perut seperti dipuntir dan dipanggang, seluruh sendi tulang seperti copot, jalan darah menjadi panas laksana arus gelombang panas yang cepat sekali menjalar keseluruh badan.

Akhirnya Giok-liong tidak tahan lagi terguling-guling diatas ranjang sambil mengeluh sesambatan, Kebetulan penginapan itu banyak kamar kosong, maklum kota kecil yang jarang diinjak pedagang besar dari luar daerah.

Apalagi pemilik penginapan tidur dibagian ruang paling belakang, meskipun Giok-liong sudah tergerung-gerung menahan sakit sudah tentu tiada seorangpun yang menghiraukan, sebagai orang kelana kalau jatuh sakit dalam penginapan dirantau benar-benar merupakan suatu penderitaan besar.

Bagi orang yang pernah mengalami sendiri baru akan tahu betapa hebat penderitaan yang menyiksa dirinya itu.

Sudah tentu orang lain takkan dapat meresapi akan hal ini.

Demikianlah keadaan Giok liong, menghadapi sebuah pelita yang kelap kelip diatas meja ia terus bergulingan saking tak tahan, mulut sudah terasa kering seperti dibakar namun ia hanya mendelong saja melihati poci dan cawan yang terletak dimeja, tak mampu mengambilnya karena seluruh badan lemai lunglai tak bertenaga.

Seketika hatinya pilu dan sedih sekali, air mata tak tertahan mengalir dengan deras sampai bantal menjadi basah.

Tahan punya tahan setelah menderita siksaan yang hebat itu akhirnya cuaca mulai terang tanah.

Waktu pelayan penginapan masuk membawakan air sebaskom baru diketahui bahwa Giok-liong celentang terserang penyakit di-atas, tempat tidur, tanyanya.

"Tuan muda, kenapah kau ?"

Seluruh badan Giok liong masih panas membara, keluhnya berkata .

"Ambilkan air yang dingin, aku dahaga, sekali !"

Segera pelayan itu memegang secawan air dingin terus maju mendekat baru berapa langkah ia laitas berteriak kaget.

"Haya, tuan muda kenapa badanmu begitu panas, lihat aku sampai tidak berani mendekati."

"Oh, apa ya ?"

Keluh Giok lion semakin sedih.

"Siapa itu ?"

Tiba -tiba dari luar terdengar sebuah bentakan.

"kenipa ribat-ribut."

Seiring dengan suaranya diambang pintu lantas muncul seorang laki-laki pertengahan umur wajahnya kasar dan bengis, penuh daging menonjol. Si pelayan segera membungkuk maju terus menyapa hormat.

"Samya ! Kau orang tua tiba!"

Laki laki pertengahan umur yang dipanggil Samya itu mengerutkan kening tanyanya.

"Ada apa ?"

Lekas-lekas si pelayan menjawab .

"Tuan muda ini terserang penyakit, mungkin ...

"

"Kenapa dibuat heran."

Sentak laki-laki kasar itu acuh tak acuh.

"bekal yang dibawa banyak tidak ?"

Sambil berkata matanya jelilatan menyapu pandang keseluruh ruangan kamar, lalu sambungnya lagi dengan nada menghina.

"Kukira banyak membawa uang untuk membeli obat diatas gunung ? Ternyata uang sangunya saja tidak cukup, nanti setelah malam tiba angkut keluar dan buang kedalam sungai, supaya tidak menghabiskan sebuah peti mati."

"Hm, apakah kau ini pemilik penginapan ini ?"

Jengek Giokliong gusar. Si pelayan segera menyahut.

"Bukan ! ini adalah Siau- Efltnya dari atas gunuag, penginapan kita ini..."

"Jangan cerewet,"

Bentak Siau-samya.

"Dalam beberapa hari ini mungkin ada mangsa besar yang bakal naik ke atas gunung, kalian harus hati-hati!"

Si pelayan lantas menarik leher sambil-membungkukbungkuk, lidahnya dijulurkan keluar dengan ketakutan sementara itu, laki-laki yang dipanggil Siau samya itu lantas tinggal pergi sambil menggendong tangan.

Mengawasi punggung orang itu sungguh berang bukan buatan hati Giok-liong, ingin rasanya sekali bacok mampuskan niat usia kurang ajar ini.

Akan tetapi saat itu dirinya sendiri sedang dalam keadaan sekarat, jangan kata hendak membacok untuk angkat tangan sendiri saja tidak kuat, mana mungkin bisa melampiaskan rasa dongkolnya.

Terpaksa ia minta belas kasihan kepada si pelayan.

"Siau-ji koan ambilkan air!"

Si pelayan menjinjing secawan teh dan baru saja hendak diangsurkan datang. Mendadak seseorang berteriak.

"Siau-ji, nona besar turun gunung, lekas sediakan hidangan?"

Agaknya si pelayan sangat terkejut akan perintah ini, segera ia menyahut keras.

"Baik, segera aku datang !"

Dengan tersipu ia lantas lari keluar pintu, saking gugup sampai lupa meletakkan cawan teh yang akan diberikan kepada Giok-liong itu.

"Traang!"

Cawan itu pecah berhamburan jatuh di atas lantai, tak menghiraukan cawan pecah itu ia terus memburu lari keluar kamar.

"Aduh !"

"Keparat kurang ajar !"

Demikian terdengar keluhan dan bentakan gusar di ambang pintu, terlihatlah bayangan merah berkelebat.

Kontan si pelayan terhuyung sempoyongan masuk ke kamar terus terjungkir balik menghadap langit.

Giok-liong menjadi kaget, tak tahu apa yang telah terjadi, tanyanya .

"Siau-jiko, kenapa kau ?"

BeIum sempat si pelayan merangkak bangun menjawab pertanyaan, dari ambang pintu melenggok berjalan masuk seorang gadis baju merah, katanya uring-uringan.

"Jalan tidak pakai mata, biar mampus jiwamu... ai!"

Belum habis katakatanya mendadak ia berseru kejut terus memburu masuk kamar.

"Nona Li!"

Begitu melihat gadis baju merah ini yang tak lain adalah Ang i-mo-li Li Hong, Giok-liong berseru kegirangan seperti ketemu pamili, namun suaranya menjadi tersendak dikerongkongan karena kering, hidung menjadi kecut.

Begitu melihat Giok liong yang rebah diatas ranjang, Ang imo li Li Hong segera memburu maju ke pinggir ranjang, katanya terperanjat.

"Kau...bagaimana bisa kau ... matanya yang bening jeli laksana mata burung Hong itu lantas menitikkan air mata. Peristiwa aneh yang dulu terjadi membawa kesan mendalam bagi pertemuan Giok-liong dan Ang-mo-li Li Hong untuk pertama kalinya dulu, Malah Ang i-mo li pernah menolong jiwa Giok-liong, sejak berpisah sampai sekarang, walaupun dulu belum pernah bicara secara panjang lebar, tapi dalam nurani masing-masing sudah bersemi rasa simpatik sebagai kawan terdekat yang mempunyai ikatan batin antara mati dan hidup. Terutama bagi Ang-i-mo li Li Hong, cobalah pikir. bila seorang perempuan tidak mempunyai rasa cinta kasih, siapa yang sudi menolong jiwa orang dengan mempertaruhkan jiwa sendiri. sekarang meskipun ditempat yang tak terduga ini bertemu kembali malah Giok-liong dalam keadaan sakit berat, semakin besar rasa tanggung jawab sebagai seorang sahabat sejati. Dengan adanya alasan jamak yang alamiah ini, maka seruan panggilan tadi terdengar begitu mesra penuh perasaan, ini lebih mengesankan dan mengetuk sanubari. Bagi Li Hong sendiri, sejak berpisah dengan Giok liong dulu, boleh dikata satiap saat selalu terbayang akan pemuda pujaan-nya ini. sekarang begitu melihat sang jejaka terserang penyakit begitu parah, betapa hatinya takkan sedih. Tak kuasa mereka saling berpandangan dengan mcngembeng air mata. Melihat Giok liong adalah kenalan kental Ang i-mo li Li Hong, apalagi melihat hubungan mereka yang mesra itu, si pelayan tak hiraukan lagi bokongnya yang jatuh kesakitan tadi, tersipu-sipu ia merangkak bangun terus menuang teh lalu diangsurkan kedepan pembaringan, katanya.

"Tuan muda minum teh!"

Membasut air mata yang berlinang Li Hong berkata kememek.

"Bagaimana sampai terserang penyakit demikian? Kau..."

Disambutnya cawan teh dari pelayan lalu diangsurkan sendiri ke mulut Giok liong.

Mendapat peluang ini si pelayan lantas berlari terbirit birit keluar kamar, Tak lama kemudian, laki laki bertengahan umur bermuka kasar yang dipanggil Siau samya itu telah memburu masuk kedalam kamar-dengan muka gugup dan penuh rasa ketakutan dengan langkah lebar segera ia membungkuk badan menjura dalam, sikapnya ini betul-betul menyebalkan, dasar manusia penjilat yang rendah budi, ujarnya lirih kepada Li Hong.

"Siocia, dia ..."

Tanpa melirik sedikitpun Li Hong mengulurkan tangannya meraba jidat Giok-liong mulutnya lantas mengeluh tertahan.

"Ha-ya, badanmu panas benar."

Tanpa menanti Giok liong mengiakan ia-lantas memutar tubuh, menghadapi laki laki kasar itu, makinya.

"Modar kau ! Ayo sediakan tandu, angkut Siau hiap ini keatas gunung !"

Siau sam si laki laki kasar tadi mengiakan sambil membungkuk badan dalam hampir saja kepalanya menyentuh dengkulnya. Sebentar Ang-i-mo-li Li Hong berpikir, lalu katanya kepada Giok liong.

"Coba kau berdaya mengenakan pakaianmu, aku tunggu diluar. Tempat ini tidak jauh dari rumahku, kau istirahat disana nanti ku-panggilkan tabib untuk menyembuhkan penyakitmu ini. hatimu jangan risau!"

Seperti kakak menghibur adik, seperti pula ibunda yang mengemang kakinya- hakikatnya tidak lain hanya sebagai kekasih yang menghibur dan prihatin kepada pujaannya.

Giok liong manggut manggut, susah payah ia mengiakan, sambil melirik penuh arti Ang i mo-li beranjak keluar terus menutup pintu.

Seluruh tubuh Gick liong panas sukar ditahan, badan lemas lunglai.

Tapi sekuat tenaga ia berusaha merangkak bangun terus mengenakan pakaian luarnya, menjemput Potlot mas, seruling samber nyawa dan Hwi-hun-ling lalu hendak dimasukkan kedalam buntalannya.

"Hah!"

Tiba tiba ia berseru kejut waktu tangannya memegang Jian lian lut siau-hwi sat ling..

seketika terasa suhu panas badannya segera menurun dan susut sebagian besar, rasa sakit juga berangsur hilang, selain masih terasa lemas dan puyeng, kalau dibanding waktu berbaring tadi seumpama dua orang yang jauh sekali bedanya.

Rasa kejutnya ini terlalu mendadak dan begitu lebih besar waktu- ia terserang penyakit yang melumpuhkan seluruh sendi-sendi tulangnya ini.

Sebab kejadian ini juga sangat aneh sekali, pikirannya bagaimana ini bisa terjadi.

apa...."

Giok liong terlongong-longong menggenggam Hwi-soat-ling itu.

sekarang keanehan telah timbul lagi, terasa pada telapak tangan yang menggenggam Jian-lian-Iui-siau-hwi-,soatling itu merembes sejalur hawa dingin yang menyejukkan terus menerjang keseluruh urat syarat dan sendi sendi tulangnya meluas keseluruh badan, dimana hawa dingin ini tiba,terasa semakin sejuk nyaman, suhu panas yang merangsang dalam badannya lantas punah tak berbekas lagi, semangatnya lantas terbangun.

"Ya, tentu begitu!"

Tak tertahan ia berseru kegirangan.

pikirnya, mungkin aku terserang penyakit panas beracun, Hwisoat ling ini sangat dingin maka dapat memunahkan suhu panas, semalam aku buka pakaian dan meletakkannya di pinggir maka suhu panas terus terjangkit sampai tidak tertahan lagi.

Tapi, Lwekang yang kupelajari adalah ilmu dari aliran lurus yang murni, bagaimana aku terserang panas beracun.

Memikirkan penemuannya ini sehingga ia menjublek semakin lama.

"Blang, blang!"

"Hai, kenapa kau sudah mengenakan pakaian belum?"

Diluar pintu digembrong, Ang i mo li Li Hong berteriak tidak sabaran lagi. Giok liong tersipu sipu seperti baru sadar dari lamunannya, sambil masih menggenggam Hwi soat ling ia membuka pintu sambil tertawa ia berkata.

"Wah merepotkan nona Li menunggu terlalu lama!"

"Haya,"

Saking kejut Ang l mo li Li Hong sampai tersurut mundur keluar pintu, sepasang matanya kesima dan berkedip kedip, katanya.

"Kau......kau...."

Sesaat mulutnya melongo tak mampu bicara. Giok liong sendiri juga menjadi sulit untuk menerangkan, mulutnya juga tergagap.

"Aku ..... aku..."

"Hahahahah!"

"Hahahaha!"

Hehehehe! Hihihihihihi!"

Akhirnya mereka bergelak tawa berhadapan, nadanya penuh riang gembira.

Saat mana laki laki bernama Siau Sam itu sudah masuk dan tengah menggamit-gamit maju pelan-pelan dan hati hati di belakang Ang-i-mo-li Li Hong sebagaimana lazimnya sebagai budak ia membungkuk hormat, seraya berkata.

"Lapor Toasiocia, tandu...."

Li Hong tengah tertawa riang dan kehilangan kontrol, mendengar teguran ini seketika merah padam mukanya, semprotnya sambil mengerut kening dan mendelik.

"Siau Lim, lihatlah tingkah polahmu yang main sembunyi seperti panca longok."

Siau Sam mengerutkan leher, mundur dua tindak sahutnya membungkuk badan.

"Tadi hamba sudah melapor bahwa tandu sudah di siapkan !"

Rasa dongkol Li Hong masih belum hilang bentaknya.

"Sudah sana tunggu diluar."

Giok-liong teringat akan sikap Siau Sam yang congkak dan gagah gagahan tadi, maka ia bertanya.

"Nona Li, siapakah orang ini?"

"Kacung pengantar berita dan tukang gertak sambel !"

Siau Sam si budak rendah itu segera maju setindak lalu menjura kepada Giok liong katanya.

"Hamba yang rendah bernama Siau Sam ..."

"Cis !"

Li Hong marah semprotnya semakin gusar.

"jangan kau banyak mulut di hadapan Siau hiap ! Tidak tahu diri minta dilaporkan kepada ayah coba kedua kaki anjingmu dipatahkan dan dibuang kegunung untuk tangsel srigala,"

Berubah ketakutan air muka Siau Sam, seluruh badan gemetar. tersipu sipu ia minta ampun.

"Harap siocia suka memberi ampun maafkan kekurang-ajaran hamba, selanjutnya hamba takkan berani lagi, takkan berani lagi."

Giok-liong rada rikuh malah, katanya memutar haluan.

"Nona Li, penyakitku sudah sembuh, aku masih punya urusan penting, terpaksa tak dapat berkunjung kerumahmu, biarlah lain kesempatan !"

Ang-i-mo-li Li Hong tersentak kaget, tanyanya.

"Ada urusan penting?"

"Ya, sebab aku ada suatu janji yang sangat penting harus ditepati !" "Janji apakah itu."

"Hal ini .."

Giok-liong menjadi bimbang untuk menerangkan karena ia tidak suka tentang perjanjian dengan pihak Yu-bing mokhek diketahui orang lain, kata-katanya sudah sampai diujung mutui lantas ia berkata putar haluan.

"Aku hendak mencari guruku !"

"Dimanakah gurumu sekarang ..."

"Sekarang sudah memasuki Bu-lay-san, maka aku buru buru menyusulnya kemari !"

"Sungguh kebetulan sekali, rumahku berada di Bu-lay san, kita kan sejalan dan satu tujuan ! "

Terpaksa Giok-Iiong tak bisa mencari alasan lain lagi, katanya apa boleh buat.

"Kalau begitu, marilah kita naik gunung bersama, setelah sampai di persimpangan kita berpisah !"

Ang-i-moii Li Hong tersenyum penuh arti, sambil manggut.

"Baiklah!"

Lalu ia berpaling dan memberi perintah kepada Siau Sam .

"Tandu tak berguna lagi, sediakan kuda!"

Bagaikan mendapat lotre besar, Siau Sam mengiakan kegirangan.

Setelah keluar dari penginapan benring mereka naik kuda terus membedal menuju ke Bu Iay-san, sepanjang jalan ini banyak tikungan dan harus melewati hutan lebat dan himpun kembang yang berkembang semarak, aliran sungai dengan airnya yang bening, banyak panorama yang mempersonakan, BegituIah sambil bercakap cakap seenaknya mereka terus maju, tak terasa mereka sudah semakin dalam memasuki pedalaman pegunungan yang semakin jelek dan berbahaya.

Hari sudah lewat tengah hari didepan sebuah selat terlihatlah sebuah batu gunung yang berdiri setinggi lima tombak, dimana terukir huruf huruf besar yang berbunyi.

"Pintu masuk menuju Im liong pay !"

Begitu melihat tanda jalan ini, diatas kuda segera Giokliong menjura kepada Li Hong.

"Nona Li aku yang rendah harus berpisah disini. apakah kudamu ini boleh kupinjam, nanti setelah turun gunung pasti kukembalikan di penginapan itu!"

Li Hong cekikikan geli, ujarnya.

"Belum saatnya kita berpisah ucapan berpisah terlalu pagi kau katakan !"

"Apakah nona juga hendak menuju ke Im-liong gay ? (ngarai angin dingin)."

Li Hong mandah cekikikan lagi, menarik tali kekangnya di bedal meninggalkannya lari kedepan langsung memasuki selat sempit yang menuju ke Im-hong-gay itu. Mau tak mau Giok liong harus berpikir.

"Aneh ! Bagaimana mungkin dia bisa menetap di Im hong gay ?"

Tengah ia berpikir-pikir, kuda tunggangannya tanpa di kendalikan lagi segera berlari sendiri mengikuti dibelakang tunggangan Li Hong.

Tak lama kemudian pandangan di depan mendadak menjadi gelap, Kiranya di sebelah depan sana adalah selat sempit yang diapit oleh lereng gunung yang sangat curam dan tinggi, ditengah-tengahnya ada mulut selat yang mereka cukup tiba untuk jalan seorang dan seekor kuda, Ini betul-betul merupakan jalanan yang sangat bahaya sekali.

Di depan selat sempit ini terdapat pula sebuah baru pualam warna hijau yang terukir beberapa huruf berbunyi .

"Tempat terlarang Yu bing, sembarang orang tak boleh masuk !"

Baru saja Giok-Jiong hendak berseru mencegah Li Hong yang memang berjalan di sebelah depan terus membedal kudanya masuk tanpa melirik keatas batu yang penuh huruf
 huruf peringatan seumpama tidak melihat saja ia terus berlari kencang memasuki selat itu.

Bukan begitu saja malah kedua kakinya menendang perut kuda, saking kesakitan sang tunggangan menjadi jmgkrak berdiri sambil berbenger keras dan memekik panjang, suaranya kumandang dan bergema lama dalam alam pegunungan yang sepi ini.

Bercekat hati Giok-liong, batinya.

"

Kalau sampai konangan oleh anak buah pihak Yu-bing mo-khek, lalu bagaimana baiknya?"

Karena pikirannya segera ia congklang kudanya semakin cepat mengejar ketat dibelakang Li Hong, serunya dengan suara tertahan.

"Nona Li ! Kini sudah sampai ditempat terlarang, menurut hematku ... Tak sangka dari atas kuda Li Hong berpaling sambil unjuk senyum manis, katanya menggoda .

"Kau takut?"

"Aku hanya khawatir kau terbawa-bawa dalam kericuhan ini."

"Haaa! Hahahaha"

Ang-i-mo-li Li Hong terloroh loroh geli diatas kuda, sambil meliuk-liuk badan dan menekan perut, Bukan begitu saja malah nada tawanya ia tekan dengan mengunakan lwekang sehingga gelak tawanya melengking tinggi membelah kesunyian dialam pegunungan, mungkin suaranya bisa terdengar sejauh lima li dengan jelas.

Keruan Giok-liong semaki gelisah, Tapi hakekatnya mereka sudah beranjak terlalu dalam paling tidak sudah sampai ditengah-tengah selat sempit itu, seumpama tidak bisa menembus terus kedepan untuk putar balik juga tidak mungkin lagi.

Apa boleh buat dalam hati ia mengeluh panjang pendek.

"Celaka ! jikalau anak buah Yu-bing-mo khek meluruk datang karena suaranya tadi, Li Hong mana mungkin kuat menghadapi mereka I"

Karena pikirannya ini hatinya menjadi semakin gugup, serunya .

"Nona Li ! Apakah kau tahu untuk tujuan apa aku meluruk datang ke atas Bu-lay-san ini ?"

"Kalau tidak kau jelaskan mana aku bisa tahu,"

Sahut Li Hong tawar.

"Aku ada janji dengan pihak Yubing-mo khek untuk menyelesaikan suatu pertikaian !"

"O, begitu ?"

Ujar Li Hong acuh tak acuh sedikitpun ia tidak terkejut atau heran. Giok-liong menambahkan .

"Karena itu kuharap nona berhenti sampai disini saja supaya tidak terbawa-bawa dalam urusan yang tak ada habisnya ini."

"Yu bing-mo khek itu adalah serigala atau harimau?"

"Ini ..."

"Kau sendiri tidak takut kepada mereka, masa aku Li Hong harus takut ?"

"Bukan begitu maksudku !"

"Kalau tidak, mengapa kau selalu mendesak aku kembali saja ?".

"Karena aku tidak ingin melihat nona terlihat dalam urusan ini, maka ...

"

"Seumpama tidak ingin terlihat juga tidak mungkin lagi."

"Kenapa begitu ?"

"Sebab dengan adanya kau, aku ..."

Ucapannya yang terakhir tak terdengar lagi oleh Giok-liong saking lirihnya.

sambil menoleh ke belakang tampak sepasang mata Li Hong yang memancarkan cahaya yang cemerlang melirik penuh arti kepada Giok-liong.

Saat mana mereka sudah dekat mulut keluar selat sempit itu.

Tidak jauh didepan sana dalam semak belukar sudah tampak gerak gerik bayangan orang.

Melihat ini segera Giok liong tarik tali kekangnya membedal kuda menerobos lewat kedepan menghadang di depan Li Hong, dengan suara berat ia membentak .

"Nona Li berhenti, lihatlah !"

Belum hilang suaranya dari berbagai penjuru di semak belukar itu beruntun melompat keluar puluhan laki laki seragam abu-abu berambut panjang, sambil bersuit nyaring mereka menghadang didepan jalan.

Rombongan laki laki ini semua berambut panjang terurai, jubah panjang menyentuh tanah, terang mereka setingkatan dengan para rasul dan pihak Yu bing-mo khek, sudah tentu hal ini membuat Giok liong kaget dan bersiaga ? Dari atas kuda Giok liong melompat tinggi setombak lebih terus hinggap diatas tanah, serunya sambil membusung dada .

"Aku yang rendah menepati janji tiga bulan yang lalu ke Imhong gay ! Lekas laporkan kepada ketua kalian!"

Tak duga para rombongan seragam abu-abu seperti tidak mendengar seruannya, mata mereka semua tertuju kearah Ang i-mo li Li Hong masih bercokol diatas kuda.

Keruan Giok-liong menjadi uring-uringan dan gelisah.

Tapi Li Hong sendiri bersila tenang seperti tidak terjadi apa apa, malah unjuk senyum menggumam, katanya kepada Giok liong dengan lembut.

"Naiklah kekudamu, perjalanan masih cukup jauh."

Giok liong terlongong heran serunya gugup.

"Nona Li, orang orang ini ..."

Maksudnya hendak berpaling lagi menunjuk rombongan abu-abu itu serta memberi lahu kepada Li Hong siapa mereka adanya, siapa tahu, waktu ia menoleh balik lagi, orang orang seragam abu-abu itu seperti hilang di telan bumi tak kelihatan lagi bayangannya, entah kemana perginya.

"Aih ! "sesaat Giok liong menjadi melongo ditempatnya karena tak menduga sebelumnya. Ang i-mo-li Li Hong bersikap biasa suaranya juga wajar, katanya menunjuk tunggangan Giok-liong.

"Naiklah mari kita lanjutkan kedepan !"

Giok-liong seperti tenggelam dalam lautan kabut tebal yang gelap, matanya menjelajah kesekitarnya, tapi keadaan sunyi senyap tanpa suara apa-apa, terpaksa ia naik keatas kudanya lagi, katanya coba memancing.

"Nona Li rumahmu ..."

Tanpa menanti Giok-liong berkata habis Li Hong sudah menunjuk gunung gemunung di depan sana sembari berkata.

"Di depan itulah tak jauh lagi !"

Walaupun hati Giok-liong penuh curiga tapi terpaksa ia mengintil maju terus.

kira-kira beberapa ratus meter kemudian, disebelah depan dpinggir jalan terdapat sebuah pohon besar diatas pohon inilah terpasang papan kayu diatas kayu ini digambar setan terbentuk makhluk aneh, dimana tertulis delapan huruf besar yang berwarna merah darah berbunyi "Daerah terlarang, masuk mati."

Giok liong tak tahan lantas berteriak sambil membedal kudanya mengejar kedepan.

"Nona Li, lekas turun, lekas turun !"

Li Hong mandah berseri tawa, sikapnya wajar ujarnya dengan nada menggoda.

"Kenapa?"

"Tidakkah kau melihat papan larangan itu?"

"Didepan masih ada satu lagi !"

Betul juga kira-kira puluhan meter kemudian diatas pohon ada pula papan kayu yang dipancang diatas pohon, kali ini berbunyi.

"Dilarang kembangkan silat letakkan senjata tajam!"

Giok-liong lantas berpikir.

"Sungguh aneh kalau melarang orang masuk kenapa dipasang lagi papan larangan kedua yang satu sama lain menjadi kontras, bukankah berarti menampar mulutnya sendiri !"

Ang i-mo li Li Hong agaknya dapat menyelami isi hati Giok liong, ujarnya genit.

"Papan larangan ini khusus di tunjukan kepada kaum dalam orang orang Mo-khek sendiri !"

"Oh, masa orang-orang Mo-khek sendiri kalau masuk ke dalam sarang juga harus meletakkan senjata dan dilarang menggunakan ilmu sifatnya ?"

"Sudah tentu, sesuai dengan larangan itu !"

"Lalu kita ini ... ."

"Kita juga termasuk orang sendiri, maka tidak perlu mendapat larangan sesuai dengan papan larangan pertama !"

"Kita ? Orang sendiri ?"

"Kau diundang kemari, dan aku tinggal disini, bukankah termasuk orang sendiri!"

"Ada orang datang."

Benar juga disebelah depan dari dua samping jalan melayang layang seperti tidak menyentuh tanah berkelebat keluar delapan belas laki-laki kekat berambut panjang seragam hitam, gerak langkah mereka sangat aneh dan lucu sekali, terang kepandaian rombongan kedua ini jauh lebih lihay dan tinggi dibanding dengan rombongan seragam abuabu tadi.

Segera Giok-liong siap terus mengerahkan Ji lo untuk melindungi badan, Siapa tahu kiranya kedelapan belas laki-laki seragam hitam ini lantas berbaris rapi dikedua pinggiran jalan di belakang papan larangan kedua itu, semua berdiri tegap dengan mata tertuju ke depan tanpa bergerak dan bersuara.

"Mari !"

Ang-i-tno li Li Hong mengajak Giok-liong maju terus, dengan pecut ditangan ia mencongklang tunggangannya terus menerobos ke depan melewati tengah tengah deretan barisan, ke delapan belas seragam hitam itu.

Jantung Giok-liong berdebar keras, hatinya menjadi waswas dan risau, tak tahu apa yang bakal terjadi dan apa pula sebabnya.

"Kalau sudah berani datang, apapun akibatnya harus berani dihadapi, Tak peduIi sarang naga atau gua harimau, keadaanku seumpama anak panah yang terpasang di-busur, tinggal dilepaskan, seperti menunggang harimau yang sulit turun, betapapun aku tak boleh unjuk kelemahan supaya tdak dipandang ringan olen mereka !"

Karena pikirannya ini, Giokliong tak banyak mulut lagi, mengintil di belakang Li Hong iapun sedepan pelan-pelan.

Kira-kira dua puluhan tombak lagi, di-depan sana terlihat lagi papan larangan ketiga kali ini hanya tertulis dua huruf besar warna hitam .

"Tenang !"

Sampai didepan papan larangan Li Hong menghentikan kudanya terus turun dari tunggangannya, serunya merdu menggiurkan.

"Sudah sampai turun."

Belum lagi Giok-liong bergerak turun, bayangan orang berkelebat, dari belakang papan larangan itu melayang keluar empat orang aneh berambut panjang yang mengenakan seragam kuning.

Cara dandanan keempat orang aneh ini serupa dan sama, rambutnya riap-riapan dengan roman muka yang kasar dan beringas sangat menakutkan, apalagi panca inderanya tidak lengkap, kulit mukanya penuh tergores bekas luka luka dari senjata tajam yang matang melintang, jadi hakikatnya roman mukanya ini sudah tidak menyerupai wajah manusia umumnya.

Sekali pandang saja orang akan ketakutan dan merinding.

Begitu menginjak tanah tersipu-sipu mereka memburu maju menyambut ke depan Ang i mo li Li Hong terus menyapa berbareng.

"Siocia telah pulang !"

Sesaat Giok-liong tertegun diatas kudanya, pikirnya.

"Apa Li Hong warga Yu-bing-mo-khek?", tapi tiada banyak tempo untuk dia berpikir. Dengan sikap angkuh dan besar- besar Li liong manggut lalu katanya menunjuk Giok-liong.

"Su-ciang ( empat panglima ) menghadap pada Ma Tay hiap !"

Mendapat perintah ini keempat orang aneh itu saling pandang sebentar terus maju melangkah sambil menjura kepada Giok-liong, serunya bersama .

"selamat datang Ma Tay-hiap !"

Dengan suara merdunya lantas Li Hong memperkenalkan.

"inilah Ang-keh su-ciang, tokoh kosen langsung dibawah Sancu (ketua) Bu lay-san, Kaum bulim baik golongan hitam bila mendengar namanya pasti lari ketakutan, untuk aliran putih paling tidak akan mengerutkan kening, puluhaa tahun yang lalu mereka sudah malang melintang di Kangouw dengan nama Ang-st su-ni ing (empat pan!a-tvaa dari keluarga Ang)"

Ang keh-su ciang mundur berbareng sembari mengiakan .

"Siocia terlalu memuji hamba sekalian !"

Namun sedikitpun Li Hong tidak hiraukan mereka lagi, tanpa banyak omong lagi tangannya menjulur menyilahkan serta berkata kepada Giok-liong .

"Silakan !"

Bagi Giok liong semua yang dihadapi ini menjadi serba diluar dugaan, semua dirasakan aneh dan mengherankan, terpaksa ia bersikap acuh mengikuti situasi dengan manggut manggut tersenyum, menurut yang ditunjuk Li Hong ia mendahului berjalan di depan.

Setelah belak belok beberapa kali pemandangan di depan mata mendadak berubah sama sekali, sebuah lereng bukit yang terjal tak kelihatan ujung pangkalnya setinggi ribuan meter terbentang di depan mata, betapa curam dan berbahaya sungguh menggiriskan sekali, Puncak tertinggi tak kelihatan diselimuti awan tebal, angin menghembus keras menyampuk muka.

Di dasar lereng curam sana pohon pohon siong dan pek tumbuh subur, air sungai mengalir deras sekali laksana derap ribuan kuda yang mecnbedal kencang menggetarkan bumi memekakkan telinga, mengiring dasar jurang didasir lereng gunung curam itu adalah sebuah jalanan gunung yang penuh ditaburi lumut yang sangat licin sekali, sekali kurang hati-hati begitu terpeleset pasti badan akan jatuh masuk jurang tak terkira dalamnya.

Sampai di ujung jalan kecil pegunungan ini dihadapannya dihadapi banyak gua-gua yang hitam gelap, gua-gua ini berjajar sedemikian banyak tak kurang sembilan belas lobang.

Gua besar yang terletak dipaling tengah teratas atapnya terukir huruf huruf kuno yang besar berbunyi .

"Yu Bing !"

Melihat kedua huruf besar ini tanpa merasa Giok-liong menghentikan langkahnya, katanya kepada Ang-i-mo-li Li Hong.

"Nona Li, kau adalah ..."

Li Hong tersenyum simpul, ujarnya.

"Masuk dulu, nanti kita bicara lagi!"

Belum lenyap suara Li Hong, mendadak "Kok ! kok ! sebuah jeritan keras yang pendek menembus angkasa terdengar dari puncak lereng yang tinggi sana.

Tak kuasa berubah air muka Li Hong sesaat ia tertegun melenggong.

Giok-liong sendiri juga menjadi kaget dan kesima mendengar suara itu.

"Siuuuuur ....."

Terdengar angin berkesiur di susul subuah bayangan merah melesat keluar dari Yu-bing-khek menyusuri jalan kecil diatas lereng itu beruntun beberapa kali loncaran saja ringan sekali sudah meluncur turun dan hinggap disamping Li Hong.

Pendatang ini kiranya adalah seorang laki-iaki, tiga puluhan tahun, pakaian merah yang dipakainya itu sangat menyolok mata, kedua biji matanya berkilat tajam, pertama tama ia tetap Giok liong lalu beralih pandang ke arah Li Hong, katanya lantang.

"Dik, kau sudah kembali ?"

Tidak menjawab sebaliknya Li Hong baru bertanya.

"Toako dipuncak lereng - - ."

"Ayah naik ke puncak sana untuk menepati janji kupikir..."

Li Hong bertambah heran, tanyanya mengerut kening.

"Menepati janji?"

Lalu ia berputar menghadapi Giok liong katanya lagi.

"Kau punya teman?"

Giok liong menggeleng kepala dengan keheranan, katanya.

"Teman? Aku? Tidak?"

"Lalu siapakah dia?"

Ang-i-mo-li Li Hoog menggumam dan berkata seorang diri sambil merenung lalu katanya kepada laki-laki berbaju merah itu.

"Toako layanilah Ma Siau-hiap ini masuk ke dalam lembah biar aku naik keatas melihat-lihat."

Cepat-cepat Ang-mo atau laki-laki berpakaian merah itu menggoyang tangan serta berkata gugup.

"Dik, jangan bagaimana watak ayah masa kau tidak tahu?"

"Apa yang dikatakan ayah?" 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar