Seruling Samber Nyawa Jilid 02

Jilid 02

Jawab Giok liong sambil menunduk.

"Tecu hidup berdampingan bersama ibu sejak kecil, orang tua tewas dengan mengenaskan dalam tangan para musuh yang kejam ..."

Tak terasa air mata mengalir deras membasahi pipi.

"Anak baik,"

Ujar To-ji sambil mengusap-usap kepala Giokliong, janganlah bersedih mari ikut aku."

Habis berkata ia berputar tubuh terus berjalan kearah dinding kiri sebelah sana dengan langkah tegap dan tenang.

Glok-liong mengintil dibelakangnya sambil mengusap air matanya waktu dekat dengan dinding batu, tampak To-ji mengulur tangap jarinya menekan sebuah tombol disebelah kiri, segera terbukalah sebuah pintu.

Belakang pintu ini adalah sebuah ruangan batu juga yang berhawa sejuk dan lebar, di atas dinding sebelah kanan berlukiskan tiga gambar orang, sedemikian indah dan menakjubkan gambar itu bagai hidup saja.

Ketiga gambar menunjukkan gaya yang berlainan.

Kata Pang Giok kepada Giok-liong.

"inilah tiga jurus pelajaran dasar dari perguruan kita, bagi yang baru belajar harus menyelaminya dengan seksama dan tekun, selanjutnya masih banyak dan rumit pelajaran lain yang harus kau pelajari !"

Selanjutnya dengan sabar sejelas-jelasnya ia terangkan ketiga jurus pelajaran dasar itu.

Setelah diberi penjelasan baru Giok-liong maklum, kiranya ketiga jurus dasar pelajaran dasar kepandaian yang harus dipelajari ini ternyata adalah ilmu yang bernama Sam- ji- cuihunchiu yang telah menghilang selama ratusan tahun dikalangan Kangouw.

Jangan dikata hanya tiga jurus saja, namun dalam jurus ada jurus tersembunyi tipu-tipu lihay lagi, ini benar-benar pelajaran yang rumit dan dalam sekali dasarnya.

Giok-liong memang seorang bocah cerdik sudah mempunyai bekal Lwekang murni yang lumayan pula, ditambah penyaluran tenaga dalam ratusan tahun dari Pang Giok tadi, kondisinya sekarang sudah dapat menyamai tokoh tokoh silat kelas tinggi di Bulim, sekarang setelah mendengar penjelasan To-ji yang mendetail, meski belum dapat memahami seluruhnya sedikitnya separoh dari inti pelajaran sudah dapat dicukup dalam benaknya.

Jurus pertama bernama .

"Cin-chiu,"

Jurus kedua adalah "Hoat-bwe"

Dan yang ketiga adalah "Tiam-ceng."

Ketiga jurus ini masing-masing mempunyai keistimewaannya sendirisendiri.

Menurut pesan dan petunjuk To-ji Giok-liong terus menyelami dengan tekun dan mempelajarinya dengan giat tak mengenal lelah.

Akhirnya gerak tubuh serta langkah kakinya juga sudah semakin teratur dan akhirnya sudah apal diluar kepala, tapi badannya juga sudah basah kuyup oleh keringat.

Entah kapan tahu-tahu To-ji sudah tak berada lagi dalam ruang batu itu, tinggal Giok-liong sendirian yang masih giat berlatih dengan kepala penuh keringat.

Beberapa lama kemudian tiba-tiba kepalanya terasa berat dan pusing sekali, hawa murni dalam tubuhnya juga lantas mengalir balik terus menerjang dengan kerasnya, saking kejut dan takut, segera ia menghentikan latihannya, batinnya.

"Celaka,"

Sungguh tak nyana bahwa sam-ji cui-hun-chiu ini ternyata terlalu banyak mengulas tenaga murni orang ...."

Tengah berpikir itu, badannya sudah tak kuat bertahan Iagi, segera ia duduk bersila dilantai pejamkan mata menghimpun semangat mengerahkan hawa murni untuk memulihkan tenaganya. Mendadak terdengar kata-kata To ji terkiang dipiaggir telinganya.

"Nak, bertahamlah."

Lalu terasa segulung tenaga hawa yang hangat seperti bara mencurah memasuki badannya melalui ubun-ubun kepalanya.

Dan bersamaan dengan itu segulung arus hawa murni yang dingin seperti gulungan es menerjang masuk juga melalui jalan darah Bing-bun-hiat.

Keadaan Giok-liong sudah sangat lemah, seluruh hawa murninya sudah terkuras habis, begitu dituangi dua jalur hawa murni yang bertentangan ini, terus menerobos dan menerjang kesegala urat nadi dan sendi-sendinya secepat air bah, keruan sakitnya luar biasa seperti disiksa, mata sampai berkunangkunang.

Tapi dasar wataknya keras dan teguh pendirian, sambil mengertak gigi ia terus bertahan tanpa mengeluh sedikitpun.

Setelah hawa panas dingin bergabung dan dapat lancar berputar sebanyak tujuh putaran dalam seluruh tubuhnya, mendadak seperti satnberan geledek kedua jalur hawa yang berbeda itu berpencar lagi terus mengembang kekiri-kanan langsung menerobos kejalan darah Ji-ti jalan darah terpenting bagi mati hidup manusia.

"Bus."

Terdengar getaran yang agak ringan, seketika Giokliong rasakan seluruh badan seperti ditusuki beribu jarum, sakitnya sampai menyusup ketulang-tulangnya, seolah-olah seluruh badannya telah dirobek-robek sampai dedel dowel.

Tak kuat lagi segera mulutnya terpentang terus memuntahkan segumpal darah segar.

Pada saat itu juga kedua gulungan hawa panas dingin itu kontan lantas bergabung menjadi satu terus berubah menjadi hawa yang hangat halus berputar dan merembes keseluruh badan dengan pelan-pelan dimana hawa hangat ini lewat, rasa sakit segera hilang dan badan semakin bertambah segar.

Lambat laun seluruh kesegarannya telah pulih kembali dan memasuki kealam sejadinya yang tak irfat segalanya lagi.

To-ji Pang Giok sendiri tampak duduk bersila disamping Giok-Iiong, jidatnya basah oleh keringat, wajahnya juga sedikit pucat tangannya merogoh kedalam sakunya mengeluarkan sebuah pulungan kecil dituangnya dua butir pil warna hijau, sebutir dimasukkan kedalam mulut sendiri sedang sebutir yang lain dijejalkan ke mulut Giok-liong, Lalu ia sendiri juga menghimpun semangat mulai latihan dalam semadinya.

Entah berapa lama berselang Giok-liong baru siunaan, begitu kedua matanya dibuka, dua sorot tajam bagai kilat memancar keluar dari kedua biji matanya, tapi juga hanya sekejap saja terus berganti sinar tajam yang penuh wibawa, membuat orang tak berani beradu pandang secara berhadapan.

pelan-pelan ia bangkit berdiri, terasa seluruh tubuhnya segar bugar, hawa hangat yang menyegarkan itu terus berputar-putar dan mengalir didalam badan Waktu ia memandang ke sekelilingnya, bayangan To-ji sudah tak kelihatan lagi, Di-bawah kakinya terletak seperangkat pakaian yang bersih, sedang baju yang dipakainya itu sudth basah oleh keringat dan kotor sekali.

Sekonyong-konyong suara To ji terdengar berkata.

"Dibelakang ruang batu ini ada sebuah empang, kau harus merendam diri dan bersemadi dalam air empang itu selama dua belas jam, lalu kau nantikan petunjuk gurumu selanjutnya."

Blang "

Suaranya keadaan menjadi sunyi senyap.

Sebuah suara keresekan terdengar, terbuka pintu di sebelah samping kanan sana, kontan terasa hawa dingin yang menusuk tulang menghembus masuk kedalam ruang batu ini, Memang di belakang ruang batu ini terdapat sebuah empang seluas satu tombak.

Giok-liong segera menekuk lutut serta berseru lirih.

"Budi Suhu yang besar ini, Tecu menghaturkan banyak terima kasih, terimalah sembah sujud Tecu!" -habis berkata ia menyembah sembilan kali, setelah itu baru menanggalkan pakaian dan turun kedalam air. Air dalam empang ini ternyata sedemikian dingin seolaholah dapat membekukan darah. Cepat-cepat Giok-liong mengerahkan hawa murni untuk bertahan, lambat laun rasa dingin itu mulai terusir keluar dari tubuhnya. Begitulah dengan duduk semadi lambat laun Giok-liong sudah mengerahkan seluruh tenaganya sampai pada puncak tertinggi tapi masih sulit menahan serangan hawa dingin itu, untung suhu hangat masih mengembang dalam badannya, sehingga tubuhnya masih kuat bertahan sekian lama. Dua belas jam kemudian baru Giok-liong perlahan-lahan berdiri dan keluar dari empang. Hawa murni dalam tubuhnya sudah kokoh dan karena pengerahan pada puncak tertinggi untuk bertahan terhadap serangan dingin itu. Setelah keluar dari empang, dipakainya pakaian yang telah disediakan oleh To-ji itu. Tiba-tiba terlihat dinding batu bergeser, To-ji Pang Giok lantas melangkah masuk sambil mengulum senyum. Cepat-cepat Giok-liong-berlutut memberi hormat serta katanya.

"Suhu diatas, terimalah hormat Tecu ini!"

Ujar To-ji tertawa.

"Baik, bagus sekali, sudah tak usah banyak peradatan!"

Habis berkata ia tertawa riang, lalu sambungnya.

"Anak Liong. apa kau tahu betapa tinggi latihan Lwekang yang telah mengeram dalam badanmu itu."

Giok-liong menggeleng, sahutnya.

"Tecu tidak tahu!"

"Kau sekarang sudah mempunyai dasar latihan Lwekang selama seabad lebih, dalam kalangan Kangouw sekarahg ini tokoh yang dapat melawan kau sudah sangat sedikit jumlahnya."

Karuan girang Giok-liong bukan main, cepat-cepat ia berlutut dan menghaturkan terima kasih lagi.

"Terima kasih akan budi Suhu yang telah menyempurnakan Tecu! "

To-ji diam-diam saja menerima sembah sujudnya tiga kali, lalu katanya lagi.

"Hawa murni yang mengeram dalam tubuhnya itu merupakan pelajaran tunggal dari golongan kita yaitu "Ji-hua"

Yang dinamakan "Ji-lo"

Merupakan hawa murni yang paling lurus dan mandraguna, Kuharap kau dapat menyesuaikan diri dalam segala tindak-tandukmu kelak, janganlah kau mengecewakan harapan suhumu yang susah payah ini !"

Didengar dari nada perkataannya ini, agaknya ada maksudnya yang hendak segera menyuruh Giok-liong meninggalkan lembah putus nyawa ini. Hati Giok liong menjadi terharu, ujarnya perlahan.

"tecu paham !"

To ji tersenyum, tanyanya .

"Anak Liong, apakah kau tahu ada berapa tokoh-tokoh silat yang dulu sejajar dalam tingkatan dengan Suhumu?"

Sebentar Giok-lioag berpikir, lalu sahutnya.

"Ada Kim-lengcu, Pat-ci-kay-ong dan Hoat-ceng yang termasuk daiam Ih
 lwe-su-cun, Masih ada lagi Thian-lan-sam yau, Mo-pak it-jan dan majikan pulau tanpa bayangan di Lam-hay."

To jin manggut-manggut, ujarnya.

"Benar, tapi masih ada seorang yang paling lihay belum kau sebutkan."

Giok liong terperanjat tanyanya.

"Siapa dia?"

"Hiat-eng-cu, Congcu dari Hiat-eng-bun!"

Giok-Iiong belum pernah dengar akan nama ini, tapi dia juga tidak berani sembarangan tanya, tanyanya lebih lanjut.

"Apakah mereka masih belum menjadi dewa?"

To ji menghela napas, ujarnya .

"Gurumu juga tidak jelas, setelah turun gunung kau harus hati-hati, pelan-pelan kau resapilah pelajaran Sam-ji-cui hun chiu itu dalam praktek. Aku masih ada satu urusan yang harus kuselesaikan, bersama itu juga perlu menuju keluar lautan untuk mencari bahan-bahan obat untuk membantu kau melatih badan yang kuat seumpama badan baja yang tak tembus senjata sebagai murid ahli waris-ku !"

Bukan kepalang rasa haru dan terima kasih Giok-liong, air meleleh dengan deras, katanya sesenggukkan sambil mendekam ditanah .

"Budi besar Suhu ini, seumpama badanku hancur lebur juga sulit membalasnya."

To-ji tertawa lagi, ujarnya.

"Anak bodoh, ini semua tergantung dari kerajinan latihanmu, kalau tidak betapapun gurumu takkan menerima seorang murid yang jahat dan buruk, maka dalam berkecimpung didunia persilatan ini kau harus mengutamakan "Lurus"

Dan tegak dalam keadilan dan kebenaran. Kalau sebaliknya janganlah kelak kau mengatakan bahwa gurumu berlaku kejam terhadapmu, bukan saja harus kupunahkan kepandaianmu jiwamu juga harus dicabut !"

Mendengar petuah serta ancaman gurunya ini tanpa merasa Giok liong sampai merinding segera ia menghentikan tangisnya serta sahutnya.

"Tecu pasti tidak berani!" "Gurumu percaya kau takkan berani berbuat begitu ..."

Lalu dirogohnya keluar sebatang seruling batu giok bewarna putih mulus yang mengeluarkan cahaya kemilau, seruling itu diangsurkan kepada Giok liong serta katanya.

"seruling ini bernama Jan-hun ti."

Tergetar hati Giok-Hong mendengar nama seruling itu, Janhun ti atau seruling samber nyawa adalah merupakan sebuah benda antik yang sangat tua usianya, Seruling ini selama ratusan tahun selalu menjadi incaran dan idaman setiap tokoh-iokoh silat, senjata sakti mandraguna yang telah menghilang ratusan tahun yang Ialu itu ternyata berada ditangan To-ji Pang Giok.

Bukan saja seruling samber nyawa ini adalah senjata kuno yang sakti mandraguna, malah konon kabarnya didalamnya ada terpendam suatu rahasia besar dunia persilatan.

Pemilik utama dari seruling samber nyawa ini adalah Janhun cu, Jan-hun cu sudah sempurna pelajaran agama dan sudah menjadi dewa pada ribuan tahun yang lalu, intisari pelajaran ilmu silatnya semua terpendam dalam seruling pusaka ini.

Selama ribuan tahun ini seruling sakti ini hanya pernah muncul satu kali, biarpun satu kali tapi cukup menimbulkan buru-hara serta kekacauan yang besar, dimana-mana terjadi pembunuhan kejam untuk memperebutkannya sehingga kaum persilatan tidak bisa hidup tentram, akhirnya seruling pusaka ini menghilang pula tanpa diketahui jejak, dan sejak itu belum pernah muncul lagi.

Dengan tersenyum lebar To ji menyerahkan seruling itu, ujarnya.

"seruling ini ada serangkaian jurus hawa murni yang melandasinya, dalam jaman ini tiada seorangpun yang dapat menggunakan. Pada ratusan tahun yang lalu secara kebetulan gurumu memperoleh seruling ini, dengan landasan Jilo dari perguruan kita kuciptakan ilmu Jan hun-su sek, ilmu ini cukup hebat dan besar perbawanya tapi juga cukup ganas, kau harus mempelajarinya dengan baik-baik sebelum turun gunung."

Saat itu juga ia turunkan pelajaran Jan-hun-su sek itu kepada Giok-liong, Makna dari pada pelajaran keempat jurus itu terdiri dari masing-masing kejut hati kehilangan sukma, putus nyawa sukma tersiksa."

Sebetulnya kedelapan kata itu setiap suku katanya merupakan salah satu jurus yang tergabung menjadi tipu pukulan, kalau digabung lagi maka perbawanya semakin hebat, tiada seorangpun yang bakal kuat bertahan dari serangan rangkaian ini.

Tanpa mengenal lelah dengan giat Giok-liong mempelajari keempat jurus serangan yang lihay ini, sepuluh hari kemudian baru dia selesai mencakup seluruh intisari pelajaran empat jurus tipu-tipu dari Jan-hun-su-sek itu.

Sete!ah Giok-Iiong benar benar sudah lancar dapat mempergunakan pelajarannya ini baru To-ji memberi pesan supaya dia memasuki sebuah ruangan batu lain, setelah mereka duduk berhadapan, barulah To ji membuka kata dengan nada serius.

"Anak Liong, kau sudah tahu peraturan perguruan kita belum ?"

"Tecu masih belum tahu !"

"Setia serta kebajikanlah yang diutamakan, dengan jiwa yang lurus dan hati yang murni baru kau dapat menegakkan peraturan yang keras ini."

Giok-Iiong mengiakan.

"Setelah kau turun gunung, jangan sekali-kali sembarangan kau tunjukan seruling samber nyawa ini kepada orang lain, Kalau tidak kau akan menghadapi banyak kesukaran. Setelah kau berkelana di Kangouw bila ada perlu, carilah majikan Pulau tanpa bayangan di Lam-hay, dia seorang sahabatku yang paling kental, dari mulutnya kau akan tahu berita mengenai gurumu, carilah tahu tentang keadaan Kim leng cu apakah dia masih hidup, jika masih sehat walafiaf, kau harus berdaya upaya untuk bertemu dengan dia, beritahulah kepadanya.

"Sampai mati baru asmara terbawa kubur, lilin luluh baru air mata kering."

Segera dia akan tahu siapa kau adanya, pasti dia pesan kepadamu untuk aku. Dan lagi kau boleh beritahukan alamat ku ini kepadanya."

Setelah itu, tak lupa To ji berikan keterangan tentang asal usul serta wajah muka serta keistimewaan semua tokoh-tokoh ternama.

Diberikan pula sebuah senjata berupa pena yang memancarkan sinar kekuningan, panjang senjata berbentuk potlot setengah meter, katanya.

"Walaupun potlot emas ini tak sebanding dengan seruling menyiksa sukma, senjata ini sudah bertahun tahun mengikuti gurumu berkelana di Bulim, cara penggunakannya adalah jurus-jurus tipu dari gerakan dasar Jan-hun-su-sek itu, semua sekandung dalam delapan gerakan tangan, cara menggunakannya kau sudah bisa. Potlot ini mempunyai asal usulnya tersendiri masih adalagi tiga potlot emas kecil sepanjang tiga inci, potlot-poilot kecil ini merupakan pertanda chas dari sepak terjangku semasa muda dulu."

Lalu diserahkan juga sebuah buntalan sederhana, serta pesannya.

"sekarang pergilah, kelak aku akan mencarimu sendiri."

Perasaan Giok-liong menjadi haru dan bergelora, namun sekuatnya ia tekan perasaan ini serta katanya.

"Suhu, aku , ,. ."

Akhir nya tak terelakkan lagi dua titik air mata meleleh membasahi pipinya. To-ji tertawa dingin, katanya.

"Anak bodoh, lekaslah berangkat, Kaum persilatan telah menanti kau untuk menegakkan keadilan dan kebenaran!"

Giok liong memaksa untuk tertawa, setelah menyeka air mata dipipinya dia berkata.

"Suhu harap terimalah hormat Tecu yang terakhir ini."

Habis memberi hormat cepat-cepat ia berdiri terus memutar tubun melangkah lebar keluar ruang batuc Wajah To ji yang kelihaian bersih berwibawa itu juga kelihatan sedikit murung dan berat, berapa tahun sudah baru sekarang angan-angannya terkabul memperoleh seorang murid yang mencocoki seleranya, baru berkumpul beberapa lama saja sekarang sudah harus berpisah lagi tak tertahan ia berteriak memanggil.

"Giok liong!"

Giok-liong segera berpaling, sahutnya.

"Suhu, ada apa?"

Dengan tajam Toji memandang, wajahnya sekian saat baru bicara.

"Semua jebakan rahasia dalam lembah gua ini sudah kututup kau boleh keluar mengembangkan Ginkang!"

Giok liong mengiakan sambil membungkuk.

Belum hilang suaranya berkelebatan sebuah bayangan putih secepat anak panah dan seringan asap Giok-liong sudah melesat berlari kencang menuju keluar lembah.

Dengan mengembangkan pelajaran Gin-kang perguruannya yang dinamakan Leng hun toh ( melampaui awan mengembang ) tubuhnya seperti angin melayang sekejap saja sudah melewati jalan-jalan rahasia yang terpenting dilembah putus nyawa itu, dan dilain saat ia sudah berada diluar lembah.

Selepas pandang, dilihatnya selokan setan masgul masih seperti sedia kala, kabut tebal masih meliputi seluruh alam sekitarnya angin pegunungan yang dingin juga ribut menghembus keras.

Tiba-tiba terkiaug pesan To ji yang wantiwanti.

"Anak Liong, jagalah dirimu baik-baik sepanjang jalan, segeralah berangkat gurumu hendak menutup seluruh jalan masuk lembah ini. Kelak kalau kau datang lagi, bilamana mulut lembah belum terbuka, itu tandanya bahwa Suhu belum kembali!"

Giok liong maklum bahwa gurunya meng gunakan ilmu Cian li thoan-im (mengirim suara ribuan li) untuk bicara dengan dirinya, maka segera menggunakan ilmu yang sama untuk menjawab "Tecu sudah tahu."

Selanjutnya ia bertanya lagi.

"Suhu, kapan kau orang tua kembali kedalam lembah?"

"Perjalanan ini sulit ditentukan, kapan aku pulang tidak pasti, Waktu mulut lembah terbuka, gurumu pasti ada didiami Sudah lekaslah berangkat, lekas berangkat."

"Tecu terima perintah."

Sahut Giok-liong sambil membungkuk lagi.

Begitu menyedot hawa dalam-dalam menghimpun hawa murni, kakinya terus menjejak tanah melesat kearah sebuah batu gunung yang menonjol keluar diieberang sebelah sana, jaraknya tidak kurang dua puing tombak lebih, namun dengan ringan sekali tubuhnya meluncur seperti snnk i anah, Sungguh diluar perhitungannya begitu pesat lurcuran tubuhnya ini seperti kilat saja melambung ditengah kabut, terpaksa ia harus menekuk tubuh dan meliukkan badan seperti seekor bangau saja tubuhnya segera meluncur turun tepat diatas ngarai sukma gentayangan.

"Oh, Tuhan,"

Hampir saja ia berteriak saking tak tahan menahan rasa girang yang meluap-Iuap.

Hanya sekali jejakan kakinya saja ternyata sekarang dirinya mampu melompati jurang yang lebarnya tiga puluhan tombak ini.

Benar-benar suatu hal yang mustahil bila dibayangkan masakah mungkin tenaga manusia dapat mencapainya ? Teringat waktu datang, betapa ia harus memeras keringat mengalirkan darah serta menghabiskan seluruh tenaganya baru dapat melampaui selokan setan masgul ini dan masuk kedalam Lembah putus nyawa.

Siapa akan menduga hanya beberapa hari saja sekarang dirinya sudah dapat melewati jurang yang berbahaya ini hanya sekali lompat saja.

Anugrah Suhu terhadap dirinya sungguh besar dan tak tenilai, sekian lama ia berdiri terpesona saking senang, hampir-hampir ia sendiri tidak percaya akan kenyataan ingin dia membuktikan apakah dirinya benar-benar sudah melampaui selokan setan masgul ini ! Tak kira begitu ia memutar tubuh seketika ia berdiri tertegun, Kabut masih tebal angin masih ribut tapi bekasbekas atau bayangan jalan pendek nyawa itu kini telah menghilang ? Demikian batu besar itu juga telah menghilang tanpa bekas, Ngarai disebrang sana juga sudah tidak kelihatan iagi, hanya tinggal lereng gunung yang menjulang tinggi keangkasa, tiada celah-celah yang merekah yang telah dilewati tempo hari.

Hanya dalam sekejap mata itu saja, seluruh jalan yang menuju ke Lembah putus nyawa sudah tertutup rapat.

Hati Giok liong serasa mencelos dan gegetun, Dengan bekal Lwekangnya sekarang, untuk malang melintang di Kangouw menuntut balas pasti bukan persoalan yang berat.

Tapi sebuah jalanan pendek nyawa yang besar itu, sekejap saja menghilang tanpa suara tanpa diketahui kapan jalanan itu lenyap.

Bangunan alat-alat rahasia semacam ini benar-benar sangat menakjubkan.

Tidak usah dibuat heran sedemikian banyak tokoh-tokoh Bulim yang terjungkal dan menemui ajalnya dalam lembah putus nyawa ini.

Untuk selanjutnya dirinya harus berlaku waspada dan hati hati berkelana didunia persilatan supaya tidak sampai kena terbokong.

Baru lenyap pikirannya, mendadak dipinggir telinga seperti ada orang berkata riang.

"Giok-liong, lekaslah turun gunung, gurumu juga segera akan berangkat !"

Giok liong tergagap, cepat ia berpaling kearah datangnya suara, terlihat ditengah keremangan kabut tebal samar-samar berkelebat sebuah bayangan putih terus hilang di telan kabut tebal, dari kejauhan sayup-sayup terdengar pula suara To-ji berkata.

"Hati-hatilah menjaga dirimu dalam perantauan !"

Habis suaranya orangnya juga sudah jauh beberapa li.

"Tecu tahu !"

Sahut Giok-liong hormat, dimana tubuhnya melenting berubah segulung bayangan putih terus meluncur kebawah dari ngarai sukma gentayangan ini.

setelah sampai dikaki gunung hatinya menjadi hampa dia celingukan kian kemari, tak tahu dia kemanakah dirinya harus menuju, pelanpelan kakinya melangkah tak terasa ia beranjak melalui jalan yang pernah dilalui tempo hari waktu datang.

Ditengah jalan ia berpikir.

"Baiklah, terlebih dulu aku harus kembali keruman gubuk yang telah terbakar menjadi puing itu,"

Teringat akan rumah, sakit hati yang sekian lama sudah terpendam dalam hatiaya mulai berkobar lagi. Tragedi berdarah akan masa yang lalu kembali terbayang dikelopak matanya, hatinya mengeluh dan berteriak.

"Bunuh, berantas habis semua iblis laknat yang jahat itu ..."

Wajahnya tidak menunjukkan sesuatu expresi yang luar biasa, namun gerak tubuhnya melesat semakin pesat susah diukur kecepatannya menuju kearah ngarai tempat tinggalnya dulu.

Tiba-tiba sebuah persoalan lain timbul dalam benaknya.

Ke-manakah ayah telah pergi? Bukankah Hwe-thian-khek Ma Hun dari laut utara itu juga she Ma? Dan lagi iblis nomor wahid paling kejam, membunuh orang tanpa berkedip Sip-hiat-leng Toan Bok-ki kemana pula dia pergi? Kesan semua orang dunia persilatan adalah bahwa mereka berdua sudah mampus didalam lembah putus nyawa.

Tapi suhunya, majikan lembah putus nyawa ini memberi tahu bahwa ketiga orang itu hakekatnya tidak atau belum pernah memasuki lembah yang bertuah ini.

Kemanakah mereka telah pergi? Tak tertahan hatinya berdenyut bertanya-tanya, Apakah mungkin menghilangnya ketiga tokoh kenamaan itu merupakan suatu muslihat yang keji dalam kalangan persilatan? jikalau dugaannya ini kenyataan, itu sungguh berbahaya dan menakutkan.

Tapi kalau diselami lebih lanjut dugaannya ini juga banyak kelemahannya dan tak mungkin bisa terjadi.

Sebab kepandaian silat dan kecerdikan ketiga tokoh-tokoh lihay itu sangat tinggi, betapapun juga mereka takkak semudah itu kena tertipu atau terjebak.

Pikir punya pikir badannya masih berlaju, terus berloncatan didaratan pegunungan yang tidak rata dengan tanah penuh ditaburi salju tebal, Tatkala itu tanpa merasa Giok-liong sudah kembangkan gerak tubuh Leng-hun-toh sampai sepuluh bagian tenaganya, sebuah bayangan putih laksana asap berkelebat seperti bayangan tanpa ujud saja melintas secepat kilat diatas pegunungan yang memutih sampai tak dapat dilihat tegas dengan pandangan mata biasa.

Tak lama kemudian jauh-jauh ngarai tempat tinggalnya itu sudah kelihatan.

Tanpa merasa darah bergejolak dalam rongga dadanya, semakin cepat kakinya bergerak luncuran tubuhnya semakin pesat terus melesat- keatas ngarai itu.

Tiba- tiba di dapatinya bahwa diatas ngarai itu ada bayangan orang tengah bergerak -gerak terus berkelebat menghilang.

Kontan timbul kewaspadaan dalam benak Giokliong, Besar kemungkinan pihak Kim i-pang atau Hiat-hongpang masih meninggalkan anak buahnya untuk menjaga diatas sana.

Dengan beberapa kali loncatan lagi, Giok-liong sudah sampai dibawah bukit terus sembunyi dibawah tebing ngarai itu.

Samar-samar terdengar sebuah percakapan tengah berkata.

"Lo-ong, araknya masih ada tidak?"

"Keparat, mana bisa ada arak? Tapi dalam dua hari ini komandan piket pasti akan lewat disini, mungkin beliau akan menghadiahi dua guci arak kepada kita."

"Ai, nenekmya kedudukan kita dikalangan Kangouw juga cukup disegani, tak nyana kita malah mendapat tugas untuk berjaga ditempat dingin semacam ini untuk menunggu orok kecil yang tak berguna."

"Hei, menurut pendapatku saudara Tan meskipun tugas ini agak menyiksa kita, tapi siapa tahu kalau kita bisa ketiban rejeki, benar-benar orok kecil itu muncul dan dapat kita ringkus, bukankah merupakan pahala besar, Saat mana bukankah pangkat kita akan naik beberapa tingkat paling rendah juga menjadi Tocu, saat itu apa yang kita inginkan pasti kesampaian bukankah sangat menyenangkan."

"Ai, memang gampang diucapkan, jangan jaga punya jaga yang datang malah malapetaka yang bakal menghabisi jiwa kita, jangan kata dapat makan enak, celakalah kalau jiwa sendiri melayang."

"Sudahlah, mengandal kebesaran Hiat-hong-pang kita, siapa yang berani mengusik kepada kita? Apalagi setan kecil itu sudah terjungkal kedalam jurang, meskipun jenazah-nya tidak ketemu, tapi betapa keras tulang tulangnya, seumpama dapat ditolong orang saat ini juga tengah menyembuhkan luka-lukanya itu, mana mungkin ada malapetaka pencabut jiwa apa segala."

"Itu juga belum tentu, siapa tahu..."

"Siapa tahu dewa elmaut sekarang telah datang! "demikianlah sebuah suara dingin mendadak menyentak pembicaraan mereka. Ketika anak buah Hiat hong pang sebetulnya tengah duduk mengobrol didepan pintu gubuk yang baru mereka bangun lagi, begitu mendengar suara ini bukan kepalang kejut mereka. Waktu angkat kepala, tampak terpaut lima kaki disamping mereka berdiri angker seorang pemuda berpakaian jubah putih panjang seperti seragam pelajar umumnya, matanya tajam beringas menatap kearah mereka. Meskipun suara pemuda ini dingin dan mengejutkan tapi wajahnya sedemikian halus dan ganteng, Demikian juga ketajaman kedua matanya bersinar terang seperti kilat, tapi tiada sorot kewibawaan yang menusuk hati sebagai orang yang pernah belajar silat. Kedua arak buah Hiat-hong-pang she Tan dan she Ong itu saling pandang sebentar, lantas tertawa gelak-gelak, sambil tertawa orang she Ong menunjuk si pemuda pelajar katanya.

"Hahahaha, mengandal kau ini ? Mengandal kau anak masih berbau bawang?"

Habis berkata mereka berkakakan lagi dengan temberang, Pemuda pelajar ini bukan lain adalah Ma Giok liong yang baru saja tiba dari Lembah putus nyawa, sikapnya tetap dingin memandangi kedua antek Hiat-hong pang tertawa mengejek sepuasnya.

Tiba-tiba ia membuka suara lagi.

"Sudah puas belum tertawa kalian ?"

Orang she Tan menyeringai ancamnya mendelik.

"Keparat, agaknya kau sudah bosan hidup berani datang kemari untuk dibelejeti oleh tuan-tuanmu ini. Lekas tinggalkan uang sangu dan seluruh perbekalan, biar tuan besarmu ini ampuni jiwa kecilmu."

Giok-liong menjengek dingin.

"Ibu keluarga Ma sekarang berada dimana ?"

Orang she Ong yang berdiri disamping mendadak menghentikan tawanya, hardiknya beringas.

"Bocah keparat, kaukah ini keturunan haram dari keluarga Ma itu?"

"Tuan mudamu ini berjalan tidak mengganti she, duduk tidak berganti nama, memang akulah yang bernama Ma Giokliong!"

Orang she 0ng menggeram gemas, ujarnya.

"Saudara Tan, keiajaroan mataku ini agak boleh diandalkan Malam itu memang aku berjaga dipinggir ngarai sebelah sana, sepintas saja aku melihat bocah dungu ini. Hm, ternyata dia masih hidup malah mengantar jiwanya kepada kita. Hahahaha bagus benar nasib kita!" -Ialu sambil melangkah setindak matanya mendelik dan berkata kepada Giok liong.

"Bocah jangan harap hari ini kau dapat pergi, menyerah saja biar kuringkus."

Giok liong menjengek dingin.

"Tuan kecil mu ini tidak suka main-main, maka kuanjurkan kalian sukalah tahu diri jawablah setiap pertanyaan tuan kecilmu ini."

Tanpa merasa orang she Ong dan she Tan saling pandang dan tertawa gelak-gelak lagi.

Dalam pandangan mereka pemuda seperti pelajar yang lemah ini, seumpama datang lagi sepuluh orang juga tidak menjadi soal lagi bagi mereka berdua.

Belum lenyap suara gelak tawa mereka, orang she Ong sudah membentak.

"Bocah hayo masuk rumah."

Sambil membentak dimana terlihat tangannya menjambret dan menarik pergelangan tangan Giok-liong tepat kena dicengkeramnya, sedikit menggunakan tenaga untuk menikung, seketika terdengar teriakan panjang yang kesakitan, Tahu-tahu tubuh orang she-Ong yang tinggi besar itu terpental tinggi seperti bola terus terbanting keras jatuh di atas tanah sejauh beberapa tombak, tubuhnya berkelejetan mulutnya mengerang kesakitan.

Kejadian ini terjadi begitu mendadak sesaat orang she Tan berdiri tertegun tiba-tiba tangannya membalik.

"Siut..."

Selar ik sinar merah melesat membumbung tinggi keangkasa, di lain saat dengan gerakan yang cekatan sebat sekali ia telah menghunus golok yang tersoreng dipinggangnya.

Dengan jurus Tok-bi-hoa-san (membelah gunung Hoa ) goloknya terus membacok keatas batok kepala Giok-liong, sedemikian besar nafsonya untuk membunuh musuh kecil ini sehingga ia mengerahkan seluruh tenaganya sampai sambaran goloknya berbunyi menderu.

Tidak ketinggalan mulutnya juga memaki kalang kabut.

"Bocah keparat, berani kau melukai orang ...."

Belum lenyap suara makiannya, mendadak terdengar Giokliong tertawa dlngin, jari tengah tangan kirinya diulurkan menyelentik ke arah golok musuh, sedang tangan kiri ringan sekali menampar.

Terdengar pekik kesakitan yang tersendat, hujan darah memenuhi udara dan bercecer kemana-mana.

"Plak"

"Aduh .., .

"

Dimana terlihat tubuh orang she Tan jungkir balik, tepat sekali tubuhnya jatuh menindih keatas tubuh orang she Ong, celakanya ujung goloknya itu justru menusuk tembus kedada kawan sendiri darah kontan menyemprot keluar seperti sumber air jiwa keduanya berbareng menghadap raja akhirat Giok-liong menyeringai dingin, gumamnya.

"Bala bantuan mereda segera akan datang, besar harapanku, Komandan piket sek-te utara mereka juga tiba hari ini. Mungkin dari mulut mereka aku bisa mendapat kabar tentang keadaan ibu !"

Lalu dengan langkah ringan perlahan lahan ia memasuki gubuk yang baru dibangun, keadaan didalam gubuk morat marit, berbau apek dan arak, kotornya luar biasa, Giok-liong mendengus dongkol, dicarinya bahan api terus disulut lalu dilemparkan kedalam gubuk, Tidak lama kemudian, asap membumbung tinggi ketengah angkasa membuat burungburung kaget ketakutan dan beterbangan kemana-mana, kembang api juga beterbangan keempat penjuru.

Giok-liong berdiri membelakangi gubuk yang tengah berkobar sambil menggendong tangan, sekarang baru ia merasa keriangan hati setelah melaksanakan pembalasan.

Hawa hangat dan panas dari kobaran api bergelombang menghembus kearah tubuhnya, membuat tekadnya menuntut balas semakin besar, semakin mendesak.

Bibit dendam kesumat semakin bersemi dan berkobar wajahnya yang putih halus semakin merah membara, tapi sikapnya dingin membesi tanpa emosi.

Mendadak dari bawah ngarai sana terdengar suara lirih dari melambainya pakaian orang yang tengah berlari mendatangi.

Tanpa merasa Giok-liong mendengus ejek.

"Yang mengantar nyawa telah tiba puIa."

Memang tidak salah dugaannya, dari lamping ngarai sebelah depan sana berbareng muncul tiga orang laki-laki yang mengenakan seragam ketat warna hitam.

Orang yang berdiri ditengah berjenggot kambing dan bergodek panjang, kedua matanya berkilat-kilat memandang kedua mayat orang she Tan dan she Ong bergantian, lalu memandang ke arah kobaran api yang tengah menelan gubuk baru itu.

Perlahan dengan tindakan mantap ia maju ketengah, setelah batuk sekali lantas ia buka suara bertanya kepada Giok liong.

"Tuan ini kawan dari aliran mana ?"

Dua Iaki-laki dikanan kirinya terus berendeng dibelakangnya.

Dilihat dari cara dandanan pakaiannya ini, agaknya dia salah seorang Tocu yang berkedudukan di suatu tempat.

Giok-liong tetap berdiri dengan tegap, sikapnya angkuh dan temberang sekali.

Setelah sampai ditengah ngarai baru ketiga orang itu menghentikan langkahnya, orang ditengah itu bertanya lagi lebih keras.

"Apakah nian ini dari aliran yang sama?"

Suasana yang tetap sunyi ini adalah jawabannya Orang yang berdiri disebelah kanan, kini sudah tidak sabaran lagi, jengeknya dingin.

"Tocu tak perlu banyak bacot lagi, biarlah hamba yang maju membekuk bocah kurang ajar ini !"

Orang yang dipanggil Tocu itu manggut-manggut, dengusnya.

"Kematian sudah di-depan mata masih berani bertingkah."

Sekali bergerak dengan sekali loncatan gaya harimau menubruk, laki-laki sebelah kanan itu melesat sampai dibelakang Giok-liong dimana tangan kanannya bergerak langsung ia mencengkram kepundak kanan Giok liong.

"Brak."

"Jatuh !"

Terdengar suara keras lalu disusul teriakan panjang yang kesakitan, tahu-tahu badan laki-laki itu terjungkal terbang menyemburkan hujan darah.

Dimana sebuah bayangan putih berkelebat, tahu-tahu Giokliong sudah berdiri di-hadapan sang Tocu terpaut lima kaki, wajahnya membeku dingin pandangannya mengancam, tanyanya.

"Kalian mengapakan ibu keluarga Ma disini, dan dimana beliau sekarang !"

Sang Tocu dan seorang bawahannya hanya merasakan pandangannya kabur, tahu-tahu Giok-liong sudah berdiri begitu dekat didepannya, karuan kejut hatinya bukan main, setelah tercengang sebentar, baru mereka dapat bernapas lega dan menenangkas semangatnya, bentaknya gusar.

"Buyung, benar-benar kau sudah bosan hidup, berani kau mencari perkara dengan Hiat-hong-pang?"

"Aku bertanya dimana sekarang ibu keluarga Ma berada ?".

"Pergi kerumah gendaknya ..."

Bayangan putih berkelebat ,lantas terdengar pekik yang menyeramkan serta suara plakplok bergantian yang nyaring, sebuah tubuh manusia lagi-lagi terbang bergulingan tujuh delapan tombak terus rebah celentang tidak bergerak lagi.

Sementara itu sang Tocu tengah berlutut diatas tanah, mulutnya penuh berlepotan darah, sorot matanya mengandung minta ampun yang sangat memandang wajah si pemuda yang berdiri gusar mendelik dihadapannya, mohonnya gemetar.

"Ampun Siauhiap, ham ... hamba ... tidak tahu ..."

"Kalau kau ingin hidup, lekas katakan sebetulnya."

Demikian ancam Giok-liong. Tocu itu benar-benar sudah ketakutan, sahutnya lirih.

"Hamm ... hamba benar-benar tidak tahu, Hamba hanya tahu bahwa pangcu sendiri pernah datang kemari, malah telah dikeluarkar perintahnya untuk mencari jejak seorang pemuda tanggung, raut muka serta asal usulnya sudah ditulis dan digambar serta disebarkan ke berbagai cabang dimana-mana ..."

Sampai disini mendadak ia berhenti, dengan terbelalak dan ketakutan ia memandang wajah Giok-liong. Giok liong menyeringai dingin.

"Bagaimana? Apa yang kau lihat ? persis dengan gambar itu bukan ? Hehehehe, Tuan muda ini tak lain adalah Ma Giok-liong, akulah yang menjadi dewa elmaut bagi Hiat-hong-paag kalian. Kalau kau tidak bicara secara terus terang, kaupun jangan harap bisa kembali dengan masih hidup!"

Tocu ini terlongong memandangi wajah Giok-liong, sekian lama kemudian baru ia membuka mulut lirih.

"Ma-siau-hiap, dulu Ma-nio-cu juga bersikap baik sekali terhadap hamba terutama bodr terhadap beliau. Asal hamba tahu dimana sekarang beliau berada, masa hamba berani merahasiakan..."

Baru dia bicara sampai disini, dari kejauhan ditengah hutan sana, tiba-tiba melengking tinggi sebuah suitan panjang yang memecah angkasa terus meluncur tiba dengan pesatnya.

Wajah yang berlepotan darah dari sang Tocu itu seketika berubah pucat pasi dan mulutnya terdengar mengguman.

"Komandan Ang telah tiba, Komandan Ang telah tiba ..."

Mendadak ia menyembah berulang-ulang kepada Giok-liong serta memohon.

"siauhiap ampun !"

Melihat tingkah tengik orang ini, Giok-liong menjadi geli dalam hati, tanyanya menegas dengan nada berat.

"siapakah komandan Ang itu ?"

Tocu itu menyahut gemetar.

"Beliau adalah wakil komandan piket sekte utara. Thi-bin-to hu Ang k-hwi ....... Siau-hiap ampun ..."

Giok-liong mendengus hina, ujarnya.

"Baik, kau pergi lah!"

Bergegas Tocu itu bangkit berdiri sambil membungkukbungkuk dan berkata.

"Terima kasih akan budi pengampunan Siau-hiap"

Habis berkata terus berlari terbuit-birit kebawah ngarai. Mendadak alis Giok-Iiong tegak berdiri, bentaknya.

"tunggu sebentar!"

Tocu itu mengiakan dan segera menghentikan langkahnya,siapakah komandan piket sekte utara kalian ?"

"Thian~siu-su-cia le Pong !"

"Baik, kau boleh pergi !"

Sambil menyatakan terima kasih, kedua kaki Tocu menjejak tanah terus berlari pesat seperti anak panah melesat kebawah ngarai. Sekonyong-konyong.

"Hehehehe ..,."

Serangkaian suara tawa yang panjang terdengar dari pinggir ngarai sana, Sang Tocu yang baru saja berlari sampai dipinggir ngarai segera menghentikan langkahnya, teriaknya ketakutan.

"Wakil komandan piket ..."

"Hehene...

"

"Prak"

Suara tawa dingin itu melayang tiba, serangan angin lalu disusul jeritan yang mengerikan. Badan sang Tocu kelihatan melayang tinggi jungkir balik ditengah udara terus terbanting mampus, dari tujuh lobang indranya mengalirkan darah segar.

"Hehehe... kurcaci macam ini yang berlutut minta ampun. Heheheh ..."

Diiringi suara dingin seperti tawa setan gentayangan yang menggiriskan ini, seperti bayangan setan saja dari pinggir ngarai didepan sana muncul sebuah bayangan besar.

"Hehehehe, buyung, perhitungan ini harus segera dilunasi Hehehehe ...

"

Waktu Giok-liong memandang lebih tegas, tanpa merasa hatinya terperanjat.

Tampak dipinggir bawah ngarai sana perlahan-lahan muncul sebuah bayangan manusia yang tinggi besar seiring dengan tawa dinginnya itu, ia melayang seringan daun seperti setan layaknya, Selayang pandang dari gerak geriknya saja lantas dapat dipastikan bahwa ilmu silat serta Lwekang orang ini pasti sudah mencapai kesempurnaan Iatihannya.

Jarak mereka sekarang semakin dekat, Thi-bin to-hu (sijahat bermuka besi) Ang It hwi ternyata berwajah warna kehijau-hijauan, beringas mengandung hawa membunuh yang tebal, kedua biji matanya melotot besar seperti keliningan berkilat-kilat memandang wajah Giok-liong dengan tajam, tanyanya dingin .

"Buyung, kau ini yang bernama Ma Giokliong ?"

Dimulut ia bertanya, namun dalam hati jaga membatin.

"Bocah ini terang adalah bocah yang diperintahkan harus ditangkap oleh Pangcu, Tapi mengapa Pangcu tidak mengatakan bahwa ilmu silatnya sangat lihai. Dilibat sikap pemuda ini, kedua matanya bersinar, bernapas enteng berdiri tegap tanpa bergerak, terang kalau dia membekal Lwekang yang tinggi, mungkin sudah mencapai taraf yang paling sempurna hanya tersembunyi ...

"

Sedikit menggerakkan kepala, Giok-Iiong menyahut dingin.

"Aku yang rendah memang Ma Giok-liong adanya, Tuan ini tentu Ang It-hwi si jagal bermuka besi bukan ?"

"Hehehehe... di surga ada jalan kau tak mau kesana, sebaliknya di akhirat tertutup jalan kau menerjaug datang, Buyung serahkan saja jiwamu. Hehehe ..."

Sambil tertawa dingin, kakinya melangkah maju dengan tenang dan mantap. Giok-liong ganda menyeringai ejek, tanyanya.

"Ang It-hwi, bagaimana keadaan ibu keluarga Ma ?"

Si jagal bermuka besi tertawa iblis, jengeknya.

"Buyung nyawamu sendiri belum tentu selamat, masih banyak tingkah mengurusi persoalan lain ?"

Berbareng dengan habis ucapannya, tiba-tiba tubuhnya melejit maju, dimana kedua tangannya bergerak secepat kilat ia melayang tiba, bayangan kedua gerak tangannya memenuhi seluruh tubuh Giok-liong, Tahu-tahu lima jalan darah terpenting didada Giok-liong sudah terancam bahaya.

Giok liong mendengus hina, tiba-tiba tangan kirinya diayun bergerak setengah lingkaran ditengah udara, terus bergerak laksana kilat menutuk kejalan darah Thian-king hiat kedua sikut tangan si jagal manusia bermuka besi.

Bersama itu tangan kanan juga tidak ketinggalan sedikit diangkat lurus kedepan bergerak pulang pergi menekan kedada lawan.

Baru saja Aag Il-hwi lancarkan pukulannya mendadak ia rasakan dua jalur angin kencang langsung menerjang kearaft jalan darah Thian king-hiat dikedua sikutnya, betapa kejut hatinya, cepat-cepat pinggangnya sedikit ditekuk berbareng kedua tangannya dipentang berbareng kesamping terik melompat mundur dengan sigap sekali.

Dalam saat genting secara kilat itulah, sebuah tangan yangputih, laksana bayangan-setan saja tahu-tahu tanpa bersuara telah menyelonong kedepan dadanya, bergerak-gerak seperti melayang menekan dengan sebuah tusukan kearah jalan darah Thian ti di-dadanya.

Saking kejutnya si jagal bermuka besi cepat-cepat menyedot hawa menekuk dadanya, berbareng kakinya bergerak menggeser kedudukan terus melesat kesamping, dimana kedua kakinya menjejak sekuat tenaga kontan tubuhnya mumbul menerjang keatas.

Segera terdengar dua kali teriakan keras disusul suara "blang"

Yang keras, lantas dua bayangan orang terpental berpisah.

Wajah si jagal bermuka besi kelihatan hijau membesi badannya terpental setombak lebih kedua lengannya bergerak berbareng sebat sekali, ia tanggalkan jubah hitamnya, kini kelihatan pakaian dalamnya yang ketat juga perlente, bentaknya geram.

"Bocah serahkan nyawamu!"

Membarengi dengan bentakannya, secepat kilat ia merangsang kearah Giok-liong sambil lancarkan pukulannya dimana kedua tangan oleh bayangan tangan pukulannya yang mengandung tenaga luar biasa sampai angin menderu-deru bagai badai yang langsung menerpa ketubuh Giok-liong.

Giok-liong tertawa dingin, jengeknya.

"Mutiara sebesar beras juga berani memancarkan sinar."

Sambil menjengek itu tubuhnya sedikit-sedikit berputar, tubuhnya malah melesat menerjang masuk kedalam lingkungan angin badai yang membumbung tinggi keangkasa, Diantara bayangan, kepalan tangan dia bergerak sedemikian lincah sambil lancarkan juga pukulannya yang tidak kalah hebatnya, secara dekat ia tandangi adu kepalan dengan si jagal bermuka besi dengan cepat lawan cepat.

Seketika terlihatlah bayangan berkelebatan angin pukulan bagai badai dan lebih dahsyat lagi dari tadi, tidak lama kemudian bayangan mereka sudah terbungkus tak kelihatan.

Kira-kira dua puluh jurus kemudian, tiba-tiba terdengar Giok-liong menghardik rendah.

"Lihat pukulan!"

Dari kedua biji matanya tiba-tiba mencorong sinar dingin setajam kilat, demikian juga tiba-tiba gerak geriknya menjadi lamban, tapi tangan kiri sebaliknya bergerak secepat kilat membuat lingkaran ditengah udara terus ditepukkan kedepan.

Ditengah udara seketika mengembang gumpalan awan putih yang bergulung-gulung dengan mengeluarkan suara yang menggelegar, langsung menerjang kearah Ang It-hwi.

Bertepatan dengan itu tangan kanan Giok-liong juga ikut melambat keatas ringan sekali menekan kedada musuh.

Si jagal bermuka besi Ang It-hwi sebenarnya adalah salah satu iblis besar dikalangan Kangouw, kepandaian serta pengalamannya sudah tentu sangat tinggi dan luas sekali, Tapi begitu berhadapan dengan Giok-liong ia lantas menambah kewaspadaan Setelah saling gebrak lantas ia merasa gerak gerik Giok-liong sangat ringan dan cekatan sekali, cara turun tangannya juga sangat ganas dan telengas, seolah-olah dirinya sulit dapat melawan.

Maka setelah sepuluh jurus kemudian, segera ia kerahkan seluruh hawa murninya sampai sepuluh bagian, dengan dilandasi kekuatan yang hebat ini ia lancarkan ilmu pukulan To chiu-cap-sek (sepuluh jurus Jagal tangan), ilmu yang jarang sekali dikeluarkan.

Siapa nyana baru saja pukulan To-chiu-cap-cek dilancarkan gerakan lawan tiba tiba menjadi lamban, seakan-akan kehabisan tenaga, Keruan hatinya girang, dengan gerak-gerik jurus Hiat-kong-beng-sian (sinar darah mendadak memancar) buru-buru tangan kirinya bergerak.

Mendadak dilihatnya air muka Giok-iiong diliputi hawa agung yang murni, belum lagi rasa herannya hilang, mendadak angin badai disertai gelombang awan putih yang menggulung.

Begitu melihat macam pukulan yang dahsyat ini seketika hatinya bercekat sambil berseru ketakutan sampai suaranya tersendat lirih.

"Sam-ji-cui-chiu!"

Ditengah teriakannya itu, kedua kakinya dijejakan sekuatnya, kontan tubuhnya melesat menghindar kearah samping kiri, bersama itu ia kerahkan ilmu Sim-hiat-kang yang dilatihnya selama dua puluh tahun meski belum sempurna sambil mundur itu kedua tangannya juga bergerak cepat terus didorong kedepan memapak serangan musuh.

Terdengarlah ledakan dahsyat yang gegap gempita menggetar langit dan bumi, dua jalur sinar layung warna merah darah segera memancar dari kedua telapak tangannya terus melesat keluar seperti kepala ular sanca yang sedang gusar terus menerjang kearah awan putih yang melayang datang.

Tepat pada saat itulah sebuah tangan kecil yang putih halus tanpa- mengeluarkan suara tahu-tahu sudah menepuk tiba didepan dadanya hanya terpaut dua kaki saja.

Begitu melihat tangan halus yang menyelonong ini nyawa Ang lt-hwi hampir melayang keluar raganya, hatinya terasa membeku serta timbul rasa kejut dan takut yang selama ini belum pernah menghampiri sanubarinya.

Hilanglah sifat-sifat kejam dan keberanian semula, Dari telapak tangan putih halus ini ia membaui hawa keaslian yang semakin mendekat.

"Dar....weeest ..."

Ditengah ledakan dahsyat yang menggetarkan seluruh ngarai itu, sinar layang merah darah itu kontan pecah berhamburan menjadi titik kecil bersinar seperti kunang-kunang menyemprot ke empat penjuru, gelombang awan putih segera mengembang pecah berguIung-gulung.

Si jagal bcrmaka besi segera meliukkan pinggang, sayang gerakannya kurang cepat dan terlambat sedetik, meskipun tangan halus itu tidak melukai dadanya tak urung pundaknya yang menjadi sasaran empuk.

Dimana terdengar geraman rendah bayangan kedua orang segera terpental berpisah.

Badan Ang It-hwi yang tinggi besar itu disertai hujan darah menggelinding sejauh lima tombak jauhnya seperti bola saja layaknya, sekuat sisa tenaganya ia berusaha menahan daya luncuran tubuhnya, dengan susah payah baru ia dapat bangun dengan sempoyongan.

Baru saja dapat berdiri tegak, kontan mulutnya terpentang terus menghamburkan darah segar, perlahan-lahan ia angkat kepala sorot matanya yang mengandung kebencian menyalanyala menatap wajah Giok-liong seakan-akan seperti hendak dipatuknya.

Pada waktu tenaga pukulan kedua belah pihak saling kebentur tadi, Giok-liong juga rasakan sebuah tenaga tekanan yang besar dan aneh menerjang kearah dadanya.

Maka ccpat-cepat menyedot hawa murni, tangan kanan terus didorong lagi dengan di tambahi tiga bagian tenaga lagi, sedang gerakan tangan kiri sedikit diperlambat Meskipun tipunya ini berhasil melukai si iagal bermuka besi, tapi dia sendiri juga merasa dadanya rada sakit, napasnya sesak, matapun berkunang-kunang, ternyata dirinya juga menderita luka dalam yang tidak ringan.

Tanpa ajal perlahan-lahan ia menyedot hawa mengatur pernapasan sambil mengerahkan Ji-lo untuk menelusuri seluruh badan untuk menyembuhkan luka-lukanya.

Waktu si jagal bermuka besi dapat berdiri tegak lagi, darah yang bergolak dirongga dadanya juga sudah dapat diatasi, sedikit kakinya bergerak enteng sekali tubuhnya lantas melayang maju kehadapan Ang It-hwi.

Mendadak Ang It-hwi merasa pandangannya kabur, secara tiba- tiba Giok-liong tahu-tahu sudah berdiri didepan matanya, tak kuasa geram hatinya, dengan suara serak ia membentak gusar.

"Bocah Lohu adu jiwa ...

"

Belum habis kata-katanya, lagi-lagi ia muntah darah. Sekonyong konyong terdengar sebuah suara dingin dari samping yang tidak jauh dari sana.

"Saudaraku, kau boleh istirahat dulu!"

Seiring dengan suara ini sebuah bayangan laksana seekor burung besar mendadak muncul disampingnya, sekali jinjing sebat sekali kawannya dibawanya menyingkir delapan tombak jauhnya, suaranya tetap dingin.

"Kau istirahatlah disini !"

Setelah merebahkan si jagal berduka besi, gesit sekali bayangan itu sudah melayang tiba dihadapan Giok-liong lagi. Bercekat hati Giok-Iiong, batinnya.

"Ternyata banyak juga jago silat kelas tinggi didalam Hiat-hong-pang. Tak heran mereka berani malang melintang bsrsiinaharaja."

Sambil berpikir matanya memandang menyelidiki kearah bayangan hitam ini.

Tampak bentuk tubuh orang ini kurus kecil, kedua biji matanya cekung kedalam, tapi bersinar tajam.

Diatas kedua biji matanya yang memancarkan sinar kehijauan itu adalah alisnya yang tebal gompyok, hampir menutupi seluruh dahinya, Hidungnya besar bengkak seperti paruh elang, bibirnya tipis kering merekah, selayang pandang bentuk rupanya ini pasti akan menggiriskan orang yang melihatnya.

Giok-liong berdiri diam dan tenang, sikapnya dingin memandang, baru ini tanpa mengeluarkan suara.

Tapi hawa Ji-lo sudah terkerahkan untuk melindungi badan bersiap menghadapi setiap pertempuran.

Tatkala itulah dibelakangnya terdengar berkesiurnya angin dari lambaian baju, dengan seksama ia hitung pendatang baru dibelakangnya sebanyak lima orang, Dari gerak.

langkah serta lambaian baju mereka dapatlah diukur kepandaian mereka, paling banyak juga setingkat lebih rendah dibanding si jagal bermuka besi.

Tiba-tiba si kurus kecil berhidung bengkak itu membuka suara dingin.

"Bukankah tuan ini Ma Giok-liong? Pun-coh (aku) adalah Thian-siu-su cia Ie Pong"

Giok-liong insaf bahwa Thian-siusu cia Ie Pong didepannya ini benar-benar berkepandaian aneh dan tinggi, salah seorang iblis besar yang berwatak aneh pula. Sambil bersiaga ia menyahut.

"Sudah lama kudengar nama tuan, laksana geledek membisingkan telinga, Aku yang rendah memang Ma Giokliong!"

Sekian lama Thian-siu-su-cia le Pong mengamatinya, lalu katanya manggut-manggut "Benar-benar seorang gagah, sayang terlalu angkuh. Hm. tuan berani membakar gubuk dan melukai orang orangku, mungkin kau tidak akan terhindar dari kejaran keadilan."

Mendadak Giok-liong mendongak sambil perdengarkan tawa gelak-gelak, ujarnya.

"Tak terduga kata kata keadilan juga dapat tuan katakan, Hahahaha."

Air muka Thian siu-su-cia tetap membeku tanpa emosi, setelah suara tawa Giok-liong reda, baru ia berkata dingin.

"Memang tuan harus tertawa puas sebelum ajal"

Sikap Giok-liong tidak kalah dingin.

"Hari ini berapa anak buah yang tuan bawa kemari. Lebih baik suruh mereka maju berbareng supaya aku tidak membuang tenaga dan waktu."

Thian-siu-su-cia mendengus keras, mendadak ia berteriak kearah belakang Giok-liong.

"Para Hiang-cu diharap mundur kesamping, biar aku sendiri yang turun tangan, Kalau menang itulah baik, kalau kalah segera kita mundur. Anggaplah peristiwa malam ini belum pernah terjadi!"

Sekilas Giok-liong melirik kebelakang, terlihat dibelakangnya, berdiri jajar lima orang laki-laki yang mengenakan pakaian sangat perlente, semua bersikap garang, berbareng mereka melompat mundar kesamping.

Berkata pula Thian-siu-su-cia kepada Giok-liong.

"Tuan boleh kerahkan seluruh kemampuan untuk melawan aku, Kalau sejurus atau setengah jurus tuan dapat menangkan aku, urusan malam ini kita sudahi sampai disini. tapi setelah malam ini bila bertemu lagi itu menjadi persoalan lain."

Giok liong tersenyum.

"Tuan tidak usah kuatir tentang hal ini seandainya tuan tidak datang, aku yang rendah juga akan meluruk kemarkas besar Hiat-hong-pang kalian."

"Baiklah aku silakan tuan menyerang tiga jurus lebih duIu, supaya tidak menjadi buah tertawaan orang yang mengatakan aku le Pong menindas anak kecil"

"Baiklah aku juga tidak main sungkan-sungkan lagi."

Lenyap suara kakinya sedikit menggeser kesamping kiri sedang tangan kanannya bergerak perlahan dengan jurus Beng-houju- tong (harimau gilik keluar gua), gerakannya sedemikian lamban dan berat karena tanpa menggunakan tenaga murninya, Bersama itu mulutnya juga berseru keras.

"jurus pertama !"

Gerak gerik Giok-liong ini merupakan jurus serangan yang paling umum dilancarkan dengan sengaja tanpa mengerahkan hawa murninya lagi keruan Thian siu-su-cia menjadi tercengang, sedikit bergerak ia menyingkir setengah langkah.

Kini Giok- liong merubah gerakannya, tubuh sedikit mendak kedepan, kepelan tangan kanan tergantung, sedang telapak tangan kiri menyambar miring dari samping lagi-lagi ia lancarkan gerak tipu Hu-hou tio-yang (harimau mendekam menghadap matahari) jurus umum yang paling rendah tingkatnya.
Sekali ini baru Thian siu su cia paham bahwa Giok-liong sengaja tidak mau terima kemurahan akan serangan tiga jurus terdahulu ini, keruan bukan kepalang rasa hatinya, tapi ia segan pula membuka mulut.

Dalam pada itu, Giok liong sudah selesai melancarkan tiga jurus serangan pura-pura, lantas katanya.

"Tuan marilah jangan main sungkan-sungkan lagi !"

Ringan sekali tubuhnya melayang mundur lima kaki.

Kelima Hiang-cu yang berdiri membelakangi jurang diatas ngarai itu, melihat betapa congkak sikap Giok liong ini, diamdiam mereka membatin, bocah ini tidak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi, hari ini terhitung dia pasti mampus.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar