Kaki Tiga Menjangan Jilid 97

Jilid 97

Ketika ditanya oleh Siau Po, dia baru mengeluarkan kekesalan hatinya, Thay Hou memperlakukan ketujuh istri Siau Po dengan adil. Dia tidak membeda-bedakan antara satu dengan lainnya, walaupun Kian Leng kongcu adalah putrinya sendiri tapi nada bicaranya tidak menunjukkan kemesraan sebagaimana biasanya perlakuan seorang ibu terhadap anaknya.

Tentu saja Siau Po tahu mengapa hal itu sampai terjadi .Diam-diam dia berpikir dalam hati.

"Thay Hou tidak memperlakukan kau dengan buruk, boleh dibilang karena beliau memandang muka suamimu ini. "

Meskipun di dalam hati dia berpikir demikian, namun mulutnya mengatakan.

"Thay Hou tidak mengistimewakan dirimu justru karena sikapnya yang bijaksana, dia tidak ingin menimbulkan rasa iri dengan kakak serta adikmu yang lain." 

Kian Leng kongcu masih merasa marah. "Dia ibu kandungku sendiri, kalau perlakuannya lebih manis sedikit terhadapku, masa mereka akan merasa iri juga?" teriaknya kesal. Siau Po merangkul pinggangnya.

"Biar aku saja yang memperlakukan kau lebih mesra sedikit, coba lihat apakah mereka akan merasa cemburu atau tidak?" katanya.

Istri-istrinya yang lain langsung tertawa cekikikan Kian Leng kongcu sikapnya terbuka. Kalau memang marah, dia langsung saja marah di depan orangnya, tapi dia juga mudah melupakannya. Melihat madu-madunya tertawa gembira, senyumnya ikut merekah juga.

Selama belasan hari selanjutnya, rumah Siau Po selalu ramai kedatangan tamu. Para pembesar satu demi satu datang mengucapkan selamat kepadanya. Malam harinya pasti diadakan perjamuan makan dan tentu saja tidak ketinggalan permainan judi-jadi Siau Po tidak mempunyai banyak waktu senggang, setiap hari dia repot melayani tamu.

Malam ini kembali diadakan perjamuan, To Lung yang kebetulan hadir bertanya kepada Siau Po dengan suara lirih.

"Saudara Wi, malam itu kita memukuli orang itu habis-habisan. Apa yang terjadi kemudian?"

Siau Po tahu 'orang itu' yang dimaksud To Lung tentulah Pang Ci Hoan. "Akhirnya tentu saja mengantarkannya pulang. Memangnya dia pergi ke mana?" 

sahut Siau Po-

"Apakah dia tidak kau bunuh?" tanya to Lung pula.

"Kalau aku menyuruh orang membunuhnya, sudah pasti To toako ikut menyaksikan juga. Apakah To toako melihat kejadian seperti itu?"

"Tidak, tidak." sahut To Lung cepat, 

"Kita hanya memukulnya sampai puas. Tentu saja kita tidak membunuhnya." "Sejak mendapat tugas memimpin pasukan perang, siaute memang berhubungan 

dengan berbagai kalangan. Tapi biar bagaimana, apa pun yang dilakukan oleh para 

siwi, adikmu ini pasti akan menanggungnya bersama-sama To toako," kata Siau Po tegas.

To Lung tersenyum.

"Tidak akan terjadi kesulitan apa-apa. Banyak saksi yang menyatakan bahwa orang itu dibawa oleh anak buah Cin Toutong, Belakangan memang diketahui bahwa dia tidak pernah kembali, urusan ini pernah ditanyakan oleh sekretaris Negara langsung kepada Cin Toutong.

Namun Cin Toutong memberikan jawaban secara samar-samar. Akhirnya malah ada beberapa pembesar lain yang merasa tidak senang Cin Toutong ditanyai sedemikian rupa dan sekretaris Negara pun tidak berani menyelidikinya lebih jauh," katanya sambil berdiri lalu menepuk-nepuk pundak Siau Po

"Saudara Wi, kau memang patut disebut Panglima Rejeki, Siapa sangka kejadiannya bisa begitu kebetulan istri tua Cin Toutong tidak mendatangi madunya kemarin-kemarin  atau keesokan harinya, dia justru datang malam itu. Dengan demikian semua urusan jadi dibebankan ke pundak si Cin tua itu."

Dalam hati dia yakin Pang Ci Hoan telah dibunuh oleh Siau Po- Meskipun dalam urusan ini dirinya juga ikut terlibat tapi dosanya sudah dibebankan kepada Cin Toutong. Hal ini benar-benar sesuai dengan kehendak hatinya.

To Lung mana tahu bahwa kedatangan istri tua Cin Toutong ke rumah madunya bukanlah suatu kebetulan sebetulnya secara diam-diam Siau Po menyuruh orang kepercayaannya untuk menyampaikan berita itu kepada istri tua Cin Toutong.

Dengan demikian sesuai dengan waktu yang telah diaturnya, terjadilah keributan tersebut, To Lung terlebih-lebih tidak menduga bahwa secara diam-diam pula Siau Po telah menyuruh anak buahnya mempersiapkan Pang Ci Hoan dalam keadaan sedemikian rupa, maka ketika Mao sip Pat digiring ke luar dari dalam tenda, mereka segera memasukkannya ke dalam kereta kuda lalu ditukar dengan Pang Ci Hoan.

Untuk mengalihkan perhatian To Lung, Siau Po sengaja memperlihatkan saputangan bersulaman porno itu sehingga si congkoan jadi tertarik dan nafsunya terangsang. Meskipun bentuk tubuh Pang Ci Hoan dan Mao sip Pat agak berbeda, namun dengan pikiran yang melayang-layang To Lung tentu tidak bisa membedakannya.

Setelah Pang Ci Hoan yang menggantikan kedudukan Mao sip Pat menjalankan hukuman penggal kepala, Siau Popun diantar pulang. Pada saat itu di dalam keretanya sudah ada Mao sip Pat, Namun tangan dan kaki orang itu dibelenggu, mulutnya di- sumpal dengan kain sehingga tidak bisa berkoar-koar.

Setelah itu Mao sip Pat dibawa ke wilayah selatan oleh anak buah Siau Po. sesampainya di Kota Yang-ciu, para prajurit itu baru melepaskan ikatan pada kaki tangan Mao sip Pat dan menjelaskan apa yang telah terjadi-

Mao sip Pat adalah seorang laki-laki sejati. Dia menjunjung tinggi kesetia kawanan sosial. Mendengar Siau Po telah menyelamatkan nyawanya dengan mempertaruhkan keselamatan dirinya sendiri, diam-diam dia merasa terharu. Tentu saja mulai saat itu dia tidak berani lagi muncul di dunia ramai, apalagi membuka mulut tentang persoalan ini.

Selama beberapa hari berturut-turut Siau Po mengadakan perjamuan. Lama-lama dia merasa bosan juga. Hatinya merindukan saudara-saudaranya dari perkumpulan Thian Te hwee. Dia berpikir bahwa perbuatan Kaisar Kong Hi semakin lama semakin menjadi-jadi

Dirinya dapat menikmati segala kemewahan hidup di gedung tempat tinggalnya, namun nasib saudara-saudaranya dari perkumpulan Thian Te hwee masih tidak menentu, jangan sampai mereka terjaring oleh orang-orangnya Kaisar Kong Hi dan dibasmi sampai ke akar-akarnya. Dia harus mencari jalan yang baik untuk menyelesaikan masalah ini

Keesokkan harinya dia menyamar sebagai seorang kongcu dari keluarga hartawan sedangkan Songji menyamar sebagai pelayannya. Mereka pergi ke Tian kio dan membaur dengan orang banyak, setelah mengitari tempat itu beberapa saat lamanya, mereka melihat Ci Thian Gan berjalan menuju kedai teh dengan menenteng kotak obatnya. Siau Po segera melangkah masuk ke dalam kedai teh. Dia melihat ci Tian Gan duduk di udut kiri. Dia melangkah ke depannya dan duduk di atas bangku yang ada di hadapan orang itu.

"Ci toako" panggilnya dengan suara lirih, Ci Tian Gan langsung berdiri wajahnya menunjukkan kemarahan Tanpa mengatakan sepatah kata pun dia berjalan ke luar. Siau Po tertegun. Dia segera mengikuti temannya itu.

Dia melihat Ci Tian Gan berjalan menuju tempat yang sepi, Siau Po mengajak Songji mengikutinya dari belakang.

Ci Tian Gjan membelok di tiga tikungan, kemudian melalui dua buah lorong, dan sampai di sebuah gang kecil. Di depan gang itu terdapat dua batang pohon besar. Dia berjalan masuk ke dalam gang itu lalu menuju ke rumah yang kelima, sesampainya di depan pintu Ci Tian Gan mengetuk beberapa kali.

Pintu dibuka, seorang anggota Thian Te hwee lainnya keluar menyambut kedatangan Ci Tian Gan, setelah melihat Siau Po, wajah orang itu juga menunjukkan kemarahan Siau Po segera menghampiri orang itu lalu menyapanya. 

"So toako, apa kabar?"

Orang itu mendengus dingin. Dia tidak memberikan sahutan sepatah kata pun. ci Tian Coan juga memperlihatkan mimik wajah yang tidak enak dilihat.

"Wi Tayjin, apakah kau membawa pasukan untuk menangkap kami?" tanyanya dengan suara ketus.

"Mengapa Ci samko bergurau seperti ini?" sahut Siau Po tidak mengerti

Orang Thian Te hwee yang satunya berjalan ke mulut gang lalu melongok ke kiri dan kanan. Kemudian dia masuk ke dalam rumah dan merapatkan pintunya, Siau Po dan Songji mengikuti di belakang kedua orang itu.

Mereka berjalan menuju ruang tamu. Di sana terlihat Li Liat sek- Hian ceng Tojin, Ko Can cao, Cian Laopan dan yang lain-lainnya sedang berkumpul.

Melihat kedatangan Siau Po, mereka mengeluarkan suara desahan terkejut lalu serentak berdiri. Siau Po segera merangkapkan kedua tangannya menjura.

"Kakak-kakak sekalian, semoga kalian dalam keadaan baik-baik saja," katanya. Hian ceng tojin marah sekali.

"Keadaan kami masih lumayan karena belum sampai dicelakai olehmu" sahutnya ketus.

Terdengar suara sreett Hian ceng lojin telah menghunus pedangnya.

Siau Po menyurut mundur satu langkah, dan dengan suara gemetar dia bertanya. "Mengapa... kalian memperlakukan aku seperti ini? Aku toh tidak melakukan 

kesalahan apa-apa" katanya penasaran.

"Tan Cong tocu telah dicelakai olehmu Hong jiko juga mati di tanganmu, bahkan beberapa hari yang lalu kau juga memenggal kepala Mao sip Pat Kami... kami rasanya belum puas kalau belum mengoyak kulitmu atau memutuskan urat nadimu" bentak Hian ceng tojin dengan suara keras. Siau Po menjadi panik seketika.

"Tidak ada kejadian seperti itu semua itu dusta belaka" katanya cepat.

Hian Ceng tojin maju beberapa langkah lalu mencengkeram pakaian di bagian dada Siau Po

"Selama ini kami kebingungan mencari jalan untuk membalaskan dendam sahabat- sahabat kami. sekarang kau mengantar nyawa sendiri, sungguh suatu kebetulan Tentu Thian yang Kuasa sudah mengatur semuanya"

Siau Po dapat melihat situasinya yang kurang menguntungkan. Dia menolehkan kepalanya dan siap-siap mengerahkan langkah ajaibnya untuk melarikan diri Tapi di belakangnya tampak Ci Tian Gan dan sou Kang berdiri menghadang dengan golok.

"Bukankah kita saudara sendiri? Mengapa kalian harus marah-marah tidak karuan?" katanya menutupi kegelisahan hatinya.

"Siapa yang sudi mengaku dirinya pengkhianat kecil seperti engkau sebagai saudara. Kata-katamu suka memutar tidak karuan, sama sekali tidak enak didengar Lebih baik korek dulu jantungmu untuk membalaskan sakit hati Tan congtocu dan Hong jiko" bentak Hian ceng tojin.

Lengan kirinya disurutkan, dia menarik Siau Po ke belakang. Anak muda itu berkaok- kaok keras, 

"Benar- benar penasaran"

Songji melihat keadaan di depan keadaan sudah mendesak sekali. Dia segera mengeluarkan sebuah pistol dari balik pakaiannya lalu ditembakkan ke atas sebanyak tiga kali. Asap segera memenuhi seluruh ruangan itu. Dengan cekatan Songji merenggut punggung Siau Po lalu diseretnya kuat-kuat.

Dulu Hian ceng tojin sudah pernah terkena batunya senapan angin bangsa Barat, bahkan ayah dan kakaknya mati oleh tembakan pistol sehingga perasaan gentarnya selalu timbul bila mendengar suara tembakan. Hatinya shock sesaat dan kesempatan itu telah digunakan dengan baik oleh Song ji untuk menolong Siau Po-

Songji menghambur ke sudut rumah lalu menghadang di depan Siau Po untuk melindunginya. Pistol di tangannya ditudingkan ke arah orang-orang di depannya. 

"Kalian benar-benar tidak mencari tahu dulu kebenarannya?" bentak wanita itu. Mata Hian ceng tojin sampai merah terkena asap yang tebal

"Semuanya serang, mari kita adu jiwa dengan mereka" teriaknya, lalu menghunjamkan pedangnya ke depan. Cian Laopan maju ke depan mencegahnya.

"To tiang, tunggu dulu" katanya sembari menoleh kepada Songji lalu bertanya, "Apa yang kau katakan sebagai kebenaran?" 

"Baiklah, harap kalian dengarkan" sahut Songji.

Kemudian wanita itu menceritakan bagaimana Siau Po menolong Tan Kin Lam menghindar dari musibah sehingga rumahnya diledakkan dan mereka melarikan diri ke pulau terpencil, bagaimana mereka diculik oleh Kaucu dari sin Liong kau, bagaimana Tan Kin Lam sampai terbunuh di tangan The Kek song dan Pang Ci Hoan berdua,  bagaimana liciknya Hong ci Tiong yang menjadi mata-mata bagi Kerajaan Ceng, sehingga hampir saja dirinya dan Siau Po terperangkap dan bagaimana orang itu kemudian mati di tangan mereka, bagaimana Kaisar Kong Hi menggunakan sebala cara memerintahkan Siau Po membasmi seluruh anggota perkumpulan Thian Te hwee namun ditolak oleh anak muda itu, dan bagaimana Siau Po menyelamatkan Mao sip Pat dari hukuman penggal kepala dengan menempuh bahaya baru-baru ini.

Songji bukan orang yang pandai bersilat lidah, maka kisah yang dikemukakannya tidak begitu enak didengar, namun anggota Thian Te hwee sudah lama bergaul dengannya, mereka tahu wanita ini sangat polos dan tidak bisa berpura-pura.

Apalagi dia bisa menceritakan semuanya dengan lancar, tidak sedikit pun terlihat dia merenung sebentar memikirkan apa yang harus dikatakannya, Lagipula mereka yakin Songji tidak pandai mengarang cerita seperti halnya Siau Po

Tidak mungkin dalam waktu yang demikian singkat dia bisa mengarang sebuah cerita yang demikian sempurna, sedangkan Siau Po rela kehilangan pangkatnya demi menyelamatkan para anggota Thian Te hwee sehingga rumahnya diledakkan atas perintah Kaisar Kong Hi, memang dialami sendiri oleh mereka.

Dan bila mereka mengingat kembali tindakan-tindakan atau sikap Hong ci Tiong semasa hidupnya, memang banyak celah yang mencurigakan. Mau tidak mau mereka menjadi percaya atas apa yang dikisahkan oleh Songji barusan.

"Kalau begitu, kenapa... kenapa dalam firmannya. Raja... Tatcu menyebutkan bahwa Wi Hioculah yang membunuh Tan Congtocu?" tanya Hian Ceng tojin. panggilannya terhadap Siau Po sudah diubah menjadi 'Wi Hiocu', hal ini membuktikan bahwa dia sudah hampir percaya sepenuhnya terhadap cerita Songji. Songji menggelengkan kepalanya. 

" Kalau mengenai hal itu, aku benar-benar tidak mengerti."

"Pasti siasat liciknya Raja Tatcu, dia mengharapkan Wi Hiocu putus hubungan dengan para anggota Thian Te hwee dan mulai sekarang hanya setia serta mengabdikan diri menjadi pembesar Tatcu," tukas Ceng Pio.

"Apa yang dikatakan Ciu heng memang benar," kata Ci Tian Gan sembari memasukkan golok ke dalam sarungnya. Kedua kakinya ditekuk dan dia menjatuhkan diri berlutut di hadapan Siau Po

"Kami sudah bersikap ceroboh tanpa memberi kesempatan kepada Wi Hiocu untuk menerangkan segalanya. Dosa kami sungguh besar sekali, harap Wi Hiocu menjatuhkan hukuman kepada kami."

Orang-orang lainnya juga ikut berlutut memohon maaf kepada Siau Po- Hian ceng tojin malah tidak hentinya menampar pipinya sendiri sambil memaki-

"Kau memang patut mati Kau memang patut mati"

Siau Po dan Songji cepat-cepat ikut berlutut untuk membalas penghormatan mereka perasaan Siau Po sudah agak tentram. Maka dia berkata "Saudara-saudara sekalian, harap kalian bangun. Pepatah mengatakan bahwa orang yang tidak tahu tidaklah berdosa. Mengapa kalian menyesalkan sedikit kesalah pahaman tadi?"

Para anggota Thian Te hwee berdiri, sekali lagi mereka meminta maaf atas kecerobohan tadi, sekarang Siau Po merasa bangga sekali. Dia segera menceritakan pengalamannya selama ini. Tentu saja caranya mengisahkan pengalaman itu jauh lebih menarik daripada Songji. Bahkan setiap mencapai bagian yang tegang, para anggota Thian Te hwee sampai menahan nafas dan memandangnya dengan mata terbelalak

Namun pada akhirnya, seperti biasa mereka tahu Siau Po lebih banyak membual daripada mengisahkan yang sebenarnya. Mereka lebih percaya cerita yang dikisahkan Songji tadi

Tampak para anggota Thian Te hwee berkerumun bersama-sama dan saling berbisik untuk beberapa saat lamanya. Lalu Li Liat sek berkata.

"Wi Hiocu, sungguh malang nasib Tan congtocu yang dicelakai orang, perkumpulan Thian Te hwee sekarang ibarat Naga tanpa kepala, selama ini saudara-saudara kita dari sepuluh Tong selalu merundingkan siapa yang pantas menjadi pengganti Tang congtocu. Para saudara dari bagian ceng Bok Tong ingin mengajukan wi Hiocu sebagai Congtocu, tapi kami khawatir saudara-saudara dari sembilan Tong lainnya tidak setuju.

Lagipula mereka masih meragukan ketulusan hati Wi Hiocu, Karena itu kami memohon Wi Hiocu melaksanakan sebuah tugas untuk mendirikan jasa bagi perkumpulan kita." 

Siau Po berulang kali menggoyangkan tangannya.

"Biar bagaimana aku tidak bisa menjadi Cong-tocu," sahutnya, namun hatinya merasa penasaran 

"Tapi jasa apa yang harus kudirikan?" tanyanya pula dengan perasaan ingin tahu. "Keonaran dalam negara memang sudah reda. Taiwan sudah berhasil diduduki 

Bangsa Tatcu dan wi Hiocu sudah berhasil memukul mundur serdadu Lo Sat yang 

menguasai beberapa bagian dari negeri kita. Namun usaha besar kami untuk membangkitkan kembali kerajaan Beng rasanya semakin lama jadi semakin sulit," kata Li Liat Sek pula.

Siau Po menarik nafas panjang. 

"Memang betul," katanya sembari berpikir dalam, hati -- Kalau sudah tahu susah ya biarkan saja keadaan seperti ini. untuk apa meributkan masalah membangkitkan Kerajaan Beng? -

"Meskipun usia Raja Tatcu masih sangat muda tapi otaknya cerdas sekali, dia pandai mengambil hati Bangsa Lo Sat pula. Rakyat di dunia ini sudah mulai melupakan dinasti yang dulu. Kalau hal ini dibiarkan terus, bisa-bisa seluruh dunia ini dikuasai Raja Tatcu," kata Li Liat Sek.

Sekali lagi Siau Po menarik nafas panjang, 

"Memang betul," sahutnya dan dalam, hati kembali dia berpikir, — 'Kalau siau Hian cu bisa menguasai seluruh dunia, toh bukan urusan yang buruk pula?' — "Wi Hiocu sangat dipercaya oleh Kaisar Tatcu, Kami ingin wi Hiocu menyusun sebuah rencana agar kami dapat menyusup ke dalam istana untuk membunuh Raja Tatcu itu" kata Li Liat Sek pula.

Siau Po terkejut setengah mati.

"Ini... tidak bisa dilaksanakan,.," sahutnya dengan suara bergetar

"Mohon tanya kepada Hiocu, kesulitan apa yang menjadi pikiran Wi Hiocu?" tanya Sou Kang.

"Di dalam, istana terdapat banyak penjaganya, masih ada lagi pasukan barisan depan, pasukan pengawal Raja, pasukan prajurit perang dan lain-lain sebagai nya. oh, pokoknya gawat deh Baru bagian siwi saja sudah terdapat berbagai bagian misalnya bagian penjaga di Kam Ceng Tong, bagian penjaga pintu gerbang istana, dan bagian penjaga sam Kisiwi (Bendera tiga warna). Tempo hari Kui Heng su Lo yacu yang ilmunya demikian tinggi saja mengalami kegagalan sampai menemui ajalnya dalam istana, apalagi aku? Bila kalian ingin membunuh Raja secara gelap, aku bisa mengatakan bahwa ini merupakan kesulitan yang tersulit," sahut Siau Po-

Para anggota Thian Te hwee langsung merasa kurang senang mendengar penolakannya, apalagi dari nada suaranya seakan Hiocu mereka ini sangat membanggakan penjagaan yang ketat dalam istana. Hati mereka semakin kesal, bahkan beberapa di antaranya menjadi marah kembali.

Sou Kang mengedarkan pandangannya ke para anggota Thian Te hwee yang lain, kemudian berkata.

"Wi Hiocu, ingin membunuh seorang raja memang bukan hal yang mudah. Meskipun kau sendiri yang menyusun seluruh rencananya, kami juga tidak yakin akan berhasil Namun asal kami bisa menyusup ke dalam istana, biarpun kami tidak mengharapkan dapat keluar dalam hidup, namun kami akan menjaga baik-baik keselamatanmu. jumlah anggota Thian Te hwee memang mencapai laksaan orang, namun tidak ada satu pun yang dapat menandingimu. Thian Te hwee bersumpah tidak akan hidup bersama-sama Bangsa Tatcu- Beban berat membangkitkan dinasti Beng terpaksa kami serahkan ke pundak Wi Hiocu," Siau Po menggelengkan kepalanya

"Bagaimanapun aku tidak bisa melaksanakan tugas ini. Sri Baginda meminta agar aku membasmi Thian Te hwee, namun aku tidak melakukannya karena perasaan setia kawan, sekarang kalian meminta agar aku menyusun rencana untuk membunuh Sri Baginda, aku juga tidak dapat melakukannya karena merasa harus setia kawan terhadap beliau," sahutnya. 

Hian Ceng tojin menjadi marah.

"Mengapa harus merasa setia kawan terhadap "Raja Tatcu? Bukankah sama artinya dengan pengkhia—"

Kalimat yang terakhir tidak diselesajkannya. Dia memaksakan diri untuk menahan emosi

"lni merupakan urusan yang besar sekali, kami mengerti kalau Wi Hiocu tidak dapat mengambil keputusan dengan segera, sebaiknya Wi Hiocu mempertimbangkannya  kembali-setelah mengambil keputusan, Wi Hiocu bisa datang ke sini memberikan jawabannya," kata sou Kang.

"Baik, baik. Aku akan mempertimbangkannya," sahut Siau Po cepat

Ci Tian Gan dapat melihat niat Siau Po yang kurang tulus, maka dia berkata "Semoga Wi Hiocu tidak melupakan cita-cita Tan congtocu semasa hidupnya-jangan 

melupakan negara kita yang sudah diduduki bangsa asing sehingga mengalami berbagai bencana, pokoknya Bangsa Han kami tidak boleh menjadi budak Bangsa Tatcu."

Siau Po menganggukkan kepalanya berkali-kali. "Ya, ya. Memang tidak boleh dilupakan." 

Para anggota Thian Te hwee mendengar Siau Po hanya memberikan jawaban secara samar-samar Akhirnya mereka merasa lebih baik diam. Siau Po mengedarkan pandangannya ke sana ke mari

"Mengapa Kakak-kakak sekalian tidak bicara lagi?" ujarnya sambil tertawa.

Tidak ada seorang pun yang memberikan jawaban Siau Po merasa jenuh. Dia tidak betah duduk lama-tama di tempat itu seakan di atas kursinya terdapat puluhan jarum yang menusuk pantatnya "

"Sebaiknya kita berpisah dulu sekarang, nanti sekembalinya ke rumah aku akan mempertimbangkan penawaran kalian tadi, setelah itu aku akan kembali untuk merundingkannya dengan Kakak-kakak sekalian," katanya.

Dia segera berdiri Para anggota Thian Te hwee mengantarnya sampai depan pintu. Dengan hormat mereka mengucapkan selamat jalan, 

Siau Po sudah sampai di rumahnya. Dia duduk di ruang tamu sampai merasa bosan. Ketika menjelang sore, datang firman kaisar yang menyatakan sri Baginda memanggilnya agar menghadap.

Siau Po segera menuju ruang perpustakaan dalam istana.

"Pang Ci Hoan menghilang secara tiba-tiba, sebetulnya apa yang terjadi?" tanya Kaisar Kong Hi.

Siau Po terkejut setengah mati. Dalam hati dia berpikir. 'Kenapa aku jadinya yang ditanya?' 

Namun dengan hormat dia menjawab.

"Harap sri Baginda ketahui, malam ketika Pang Ci Hoan menghilang, hamba sedang minum arak bersama to congkoan dan Para siwi lainnya. Kemudian baru hamba dengar bahwa malam itu Pang Ci Hoan telah dibawa oleh anak buah Cin Toutong, entah bagaimana tahu-tahu jejak orang itu jadi hilang.

Orang-orang Taiwan yang telah menyatakan takluk ini banyak akal busuknya, tingkah mereka aneh-aneh Jangan-jangan mereka merencanakan sesuatu secara diam-diam. sebaiknya hamba selidiki hal ini." 

Kong Hi tersenyum. "Baiklah, urusan menghilangnya Pang Ci Hoan ini kuserahkan kepadamu untuk menyelidikinya. Aku sudah memberikan janjiku kepada orang-orang Taiwan itu bahwa aku akan melindungi keselamatan mereka, sekarang orang ini tiba-tiba menghilang. Bila aku tidak memberikan penjelasan apa-apa, lain kali ucapanku tidak akan dipercaya lagi oleh orang-orang di seluruh dunia ini" katanya. Keringat dingin membasahi kening Siau Po-

- 'Kata-kata Sri Baginda ini sungguh berat, apakah dia tahu kalau Pang Ci Hoan telah mati akibat perbuatanku?' - tanyanya dalam hati. Terpaksa dia menjawab. 

"Baik"

"Pagi ini kau pergi ke Gin Ko Ho Tong, apakah kau merasa senang?" tanya Kaisar Kong Hi pula.

Siau Po tertegun.

"Gin Ko Ho Tong?" untuk sesaat dia menjadi bingung. Tiba-tiba dia ingat sesuatu, di depan gang markas rahasia Thian Te hwee terdapat dua batang pohon Gin Ko, kalau begitu gangnya pasti bernama Gin Ko Ho Tong, Nama jalannya saja sudah diketahui oleh Sri Baginda, urusan apa lagi yang bisa mengelabuinya?

Seluruh tubuhnya dibasahi oleh keringat dingin. Kedua kakinya menjadi lemas dan dia menjatuhkan diri berlutut seketika, sambil menyembah dia berkata.

"Pandangan sri Baginda jauh sekali. Pokoknya, dari awal hingga akhir hamba tetap setia terhadap sri Baginda." Kong Hi menarik nafas panjang.

"Para pemberontak itu memaksamu agar mencelakaiku tapi biar bagaimana kau tetap menolaknya, kau merasa harus solider terhadap aku. Tapi-— Tapi siau Kui Cu, apakah untuk selamanya kau harus menginjakkan kaki di atas dua perahu?" tanyanya pula. Siau Po masih terus menyembah

"Harap Sri Baginda ketahui, pokoknya hamba tidak akan menjadi Ceng Tocu mereka, untuk hal ini harap Sri Baginda berlega hati" sahutnya.

Sekali lagi Kong Hi menarik nafas panjang, kepalanya mendongak ke atas, tampak dia merenung beberapa saat kemudian baru berkata.

"Aku telah menjadi Kaisar Negeri Tiongkok ini. walaupun tidak dapat dikatakan sebagai Niau seng Hi Tongnya, tapi aku mencintai rakyat- Aku berusaha keras untuk mensejahterakan kehidupan mereka, D-antara raja-raja dari Dinasti Beng, mana ada yang dapat menandingiku? sekarang Penjahat Go sam Kui sudah terbasmi, Taiwan sudah berhasil kita kuasai. Bangsa Lo sat tidak berani lagi bertindak semena-mena terhadap kita. Rakyat dapat hidup dengan tentram. Namun Thian Te hwee tetap ingin membangkitkan Dinasti Beng, apakah di bawah pemerintahan Kaisar she Cu itu, rakyat hidup lebih baik daripada kehidupan mereka sekarang?"

-' Mana aku tahu?' - kata Siau Po dalam hati. Lalu terdengar dia menjawab. "Hamba pernah mendengar nyanyian yang isinya begini: sejak adanya Kaisar cu, 

dalam sepuluh tahun, sembilan tahunnya selalu penuh dengan penderitaan Keluarga 

petani terpaksa menjual sawah ladangnya, keluarga biasa malah menjual anaknya. Kalau diperhatikan makna yang terkandung di dalamnya, seharusnya kita sudah  mengerti sekarang ini hujan badai telah berlalu, negara dan rakyat damai sentosa, Sri Baginda Niauseng HiTong, Kaisar cu masih ketinggalan seratus delapan puluh ribu li dengan Sri Baginda, meskipun dia menunggang kuda pilihan, tetap saja dia tidak sanggup menyandak Sri Baginda." 

Kaisar Kong Hi tersenyum "Bangunlah" perintahnya.

Siau Po segera berdiri Tampak Kaisar Kong Hi melipatkan tangannya ke belakang serta berjalan mondar-mandir dalam ruangan itu. Terdengar pula ia berkata.

"Ayahanda memang orang Boan ciu, tapi ibu kandung ku justru keturunan tentara Han. Dengan demikian di dalam tubuhku mengalir setengah darah Han. Aku memperlakukan rakyatku sama rata dan tidak pernah menyiksa Bangsa Han. Mengapa mereka begitu membenciku sehingga selalu mencari jalan agar dapat membunuhku?"

"Para pemberontak itu tidak tahu aturan, mereka selalu ceroboh dalam mengambil tindakan Sri Baginda tidak perlu membuat otak capek memikirkannya," sahut Siau Po-

Kong Hi menggelengkan kepalanya, wajahnya muram dan pandangan matanya kosong seperti orang yang sangat kesepian, lewat sejenak dia berkata pula.

"Bangsa Boan ciu ada yang jahat dan ada pula yang baik, begitu pula Bangsa Han, orang jahat di dunia ini kelewat banyak- tidak mungkin habis dibunuh Dibasmi satu lahir lagi sepuluh. Tapi untuk menyadarkan pikiran mereka, aku tidak mempunyai kesanggupan setinggi itu. Aih Ternyata menjadi seorang raja bukanlah hal yang mudah" 

Dia menatap Siau Po sesaat kemudian meianjutkan, "Kau boleh kembali sekarang"

Siau Po menyembah satu kali lagi lalu mengundurkan diri. Dia merasa tubuhnya agak dingin, rupanya tadi dia kelewat kaget sehingga peluhnya membasahi seluruh tubuh. Begitu keluar dari istana, dia baru bisa menghela nafas lega

- 'Ternyata di dalam perkumpulan Thian Te hwee terdapat mata-mata yang lain. setelah Hong ci Tiong terbunuh, muncul pula penggantinya. Kalau tidak, bagaimana Sri Baginda bisa tahu anggota Thian Te hwee memintaku menyusun rencana pembunuhan atas dirinya? Entah siapa pula mata-mata yang satu ini?' - pikirnya dalam hati

Siau Po kembali ke rumah, dia duduk di ruang tamu sambil merenung. Dibayangkannya setiap anak murid Thian Te hwee, namun sampai lama dia masih belum bisa menebak siapa orangnya yang menjadi mata-mata.

— 'Sri Baginda memintaku menyelidiki ke mana hilangnya Pang Ci Hoan, Kalau ditilik dari nada bicaranya, kemungkinan Sri Baginda sudah curiga akulah biang keladi semuanya. Cuma dia belum mendapatkan bukti yang konkrit untuk memperkuat dugaannya, bagaimana aku harus menutupi urusan ini selanjutnya?

Tadi Songji mengatakan kepada para anggota Thian Te hwee bahwa aku menyerempet bahaya menyelamatkan jiwa Mao toako, untung sebelumnya aku tidak menceritakan bahwa aku menggunakan Pang Ci Hoan sebagai tumbalnya.

Kalau tidak, si budak jujur ini pasti akan menceritakan semuanya dan mata-mata itu pasti akan memberikan laporan kepada Sri Baginda, Apabila pangkatku tidak  diturunkan seratus delapan puluh derajat, maka aku tidak marga Wi lagi,' — pikirnya pula.

Pikirannnya melayang ke sana ke mari. Hatinya semakin lama semakin gelisah- Dia membayangkan betapa menyenangkannya kehidupan di masa kecil ketika dia bisa bermain bersama-sama Kaisar Kong Hi.

Sungguh sayang keduanya telah tumbuh dewasa, Kong Hi bukan lagi siau Hian cu yang dulu, sikapnya harus sewibawa mungkin. Dan Siau Po tidak bisa lagi mengoceh sembarangan di hadapannya, karena semakin besar otak Kaisar Kong Hi juga sudah semakin cerdas.

Siau Po juga tidak bebas lagi bila bergurau dengannya. Kedudukannya sebagai panglima Besar dan pangeran Tingkat satu rasanya tidak menarik lagi. Lebih enak kehidupan masa kanak-kanaknya sebagai anak desa di rumah pelacuran Li Cun wan di kota Yang-ciu.

- 'saudara-saudara dari Thian Te hwee memaksaku membunuh Sri Baginda, sedangkan sri Baginda menekanku agar membasmi seluruh anggota perkumpulan Thian Te hwee, Sri Baginda malah berkata: "siau Kui Cu, apakah selamanya kakimu harus menginjak pada dua perahu?", Maknya Lebih baik aku berhenti Aku lepas tangan saja dan semua ini' —Makinya dalam hati-

Secara tidak sadar dia memaki dalam hati bahwa dia ingin lepas tangan dari semua ini, tahu-tahu dadanya terasa lapang. Dia mengeluarkan biji dadu dari saku pakaiannya lalu dilemparkan ke atas meja sembari membentak.

"Kalau aku tidak boleh bekerja lagi, maka yang keluar pasti Man Teng Hong"

Empat butir dadunya menggelinding di atas meja- Tiga di antaranya menampakkan warna merah di atas, dadu yang keempat justru menunjukkan enam titik. Padahal ketika melemparkan dadu, Siau Po sudah mengerahkan kepandaiannya, tapi ternyata tidak berhasil juga.

"Maknya" Dia mengambil dadu-dadu itu lalu dilemparkannya sekali lagi, sampai yang ke delapan kali barulah terlihat warna merah memenuhi bagian atas dadu-dadu itu. Terdengar Siau Po menggumam seorang diri 

"Rupanya aku melaksanakan tujuh tugas lagi dari Kaisar Kong Hi baru bisa pensiun" Tapi dia berpikir pula.

- 'Tujuh tugas itu telah kulaksanakan semuanya, yang pertama adalah membunuh Go Pay kedua -menolong Lo Hongya, ketiga - melindungi Raja Tua di gunung Hgo Tay san. Keempat -menolong Thay Hou. Kelima - Mengajak Tibet dan Mongol bekerja sama dengan Sri Baginda, Keenam - menghancurkan partai sin Liong kau, ketujuh — Menangkap Go Eng Him, kedelapan — Memerintahkan Tio yong dan Tio Liang TUng membasmi Go sam Kui. Kesembilan -merebut kota ya Ke Lung.,, terlalu banyak, terlalu banyak urusan yang kecil tidak masuk hitungan, urusan yang besar pas tujuh buah. Tidak lebih tidak kurang —

Untuk sementara dia juga malas mengulangi kembali apa tujuh tugas besar yang telah dilaksanakannya, tiba-tiba dia berteriak

"Locu pensiun" - Tapi, kalau aku tidak menjadi pembesar dan tidak juga melakukan pemberontakan apapula yang harus Locu lakukan? - pikirnya bolak-balik, maju-mundur. Akhirnya dia mengambil keputusan bahwa paling menyenangkan kalau dia pulang saja ke Kota Yang-ciu. Begitu teringat Kota Yang-ciu, kekesalannya hilang seketika, 

"Pelayan" teriaknya

Seorang pelayan segera menghadap- Siau Po menyuruh orang itu menyiapkan hidangan dan arak. yang bagus- Dia menikmati makanan dan minumannya seorang diri sembari menyapit sepotong daging sapi, otaknya terus bekerja. Bagaimana caranya agar dia bisa pensiun tanpa dicari-cari oleh Kaisar Kong Hi, dan bagaimana caranya menolak permintaan saudara-saudara dari Thian Te hwee yang mengajaknya melakukan pemberontakan?

Kalau bisa mengambil keputusan yang adil sehingga tidak memberatkan kedua belah pihak, Dia berpikir pula, apabila mengajak Kian Leng kongcu hidup dengan senang bersamanya di Kota Yang-ciu, kemungkinan Tuan puteri itu tidak akan menolak-

Tapi bila dia bermaksud membuka rumah pelacuran, kemungkinan Su Cuan, A Ko, Bhok Kiam Peng, Pui fe, Onju dan yang lainnya tidak akan setuju-

"Baiklah, kita jalan selangkah maka maju satu langkah pula- Lihat saja perkembangannya kelak. Harta benda Locu entah sudah berapa ribu laksa tail- Tidak jadi buka rumah pelacuran juga tidak akan mati kelaparan Hanya tidak ada hal yang menarik," katanya seorang diri

Malam itu, dia mengajak para istrinya berkumpul di kamarnya, Siau Po selalu menunjukkan wajah berseri-seri. Tidak henti-hentinya dia bergurau, jauh berbeda dengan keadaan siang tadi, istrinya menjadi heran sehingga mereka bertanya.

"Ada urusan apa yang membuat siangkong demikian gembira?" Siau Po tersenyum. "Rahasia langit tidak boleh dibocorkan" sahutnya santai

"Apakah Hongte Koko kembali menaikkan pangkatmu?" tanya Kian Leng kongcu. "Atau menang judi?" tanya Cinju.

"Urusan Thian Te hwee sudah berhasil diselesaikan?" tanya Songji.

"Aih Budak ini pasti jatuh hati lagi pada gadis cantik entah dengan keluarga mana, dan ingin mengambilnya sebagai istri ke delapan" tebak A Ko

Siau Po hanya menggelengkan kepala sebagai jawaban bahwa terkaan mereka semua salah

Para istrinya semakin penasaran, lalu mendesaknya agar mendesaknya hal apa yang membuatnya begitu gembira.

"Sebetulnya aku tidak ingin mengatakan nya, tapi kalian terlalu memaksa. Baiklah, aku akan menceritakannya kepada kalian." 

Para istrinya segera berdiam diri untuk mendengarkan.

"Aku telah menjabat pangkat sebagai seorang panglima Besar, Di samping itu aku juga dianugerahi pangkat Pangeran Tingkat satu. Namun aku buta huruf, rasanya  memalukan saja. Mulai besok aku akan melepas jabatanku lalu belajar dengan sungguh-sungguh agar dapat mengikuti ujian negara," kata Siau Po pula.

Ketujuh istrinya saling memandang sejenak, kemudian mereka tertawa terbahak- bahak. Mereka tahu kalau Siau Po bisa membakar rumah penduduk, membunuh orang seenaknya, pokoknya melakukan apa saja, tapi satu hal yang tidak mungkin dilakukannya, yakni belajar membaca dan menulis.

Pada keesokkan harinya, sekretaris Negara datang mengunjunginya, orang itu mengatakan bahwa dia mendengar sri Baginda menyuruh Siau Po menyelidiki kasus menghilangnya Pang Ci Hoan. Kedatangannya justru ingin menanyakan kemajuan hasil penyelidikannya. Siau Po mengerutkan keningnya.

"Bukankah kalian sekretariat negara mempunyai banyak pegawai? Data-data apa yang berhasil kalian kumpulkan dalam beberapa hari ini?" tanyanya.

"Perlu Tayjin ketahui, menghilangnya Pang Ci Hoan misterius sekali, selama beberapa hari ini hamba sudah mengutus orang-orang hamba untuk menyelidikinya, namun sampai hari ini tidak ada jejak yang bisa kami telusuri. Hal ini benar-benar membuat kami cemas,

Hari ini hamba baru tahu bahwa sri Baginda telah menyerahkan kasus ini agar diselidiki oleh Wi Tayjin, Rasa senang di hati hamba melebihi senangnya kalau pangkat hamba dinaikkan tiga tingkat, Wi Tayjin merupakan pembesar yang paling banyak akalnya di dalam istana kita.

Kalau menunggang kuda dapat memenangkan perang, turun dari kuda bisa menentramkan rakyat Masalah sebesar apa pun kalau sudah ditangani oleh Wi Tayjin pasti bisa dituntaskan dalam waktu yang singkat.

Hamba mendapat kesempatan melayani Tayjin dalam menangani kasus ini, benar- benar merupakan berkah dari arwah leluhur hamba. Para bawahan hamba langsung bersorak gembira dan memuji bahwa kali ini kami tidak perlu khawatir lagi. Kalau Wi Tayjin yang turun tangan, serdadu Lo Sat saja bisa dibuat terkocar-kacir, apalagi menyelidiki hilangnya Pang Ci Hoan ini?"

Siau Po tahu kalau kata-kata Sekretaris Negara ini memang enak didengar padahal sebetulnya dia sedang menimpakan bebannya ke pundak Siau Po. Dalam hati Siau Po berpikir.

-' Entah di mana mereka memakamkan jenasah Pang Ci Hoan, Aku harus menyuruh orang mendandani mayatnya agar tidak dikenali lagi. Kalau tidak ada bukti, tentu tidak ada tuduhan yang bisa ditimpakan pada diriku, seharusnya dari kemarin-kemarin aku sudah mempersiapkan semua ini, sayangnya aku terlalu sibuk sehingga menundanya terus sampai sekarang. Tapi bagaimana aku harus memberikan laporan kepada si Raja Cilik? Bukannya aku Wi Siau Po suka membual, tapi urusan apa pun yang diperintahkan oleh Sri Baginda, sampai saat ini belum pernah satu pun yang tidak sanggup aku selesaikan — terdengar seketaris negara itu berkata pula.

"Istri Pang Ci Hoan tiap hari mengutus orang datang ke rumah hamba menanyakan nasib suaminya, orang itu duduk terus di depan pintu dan tidak mau pergi sebelum mendapat jawaban yang memuaskan, Hamba benar-benar pusing menghadapinya. Kemarin datang lagi orang dari rumah keluarga Pang, dia mengatakan bahwa istri muda  Pang Kongya yang namanya entah Lan Siang apa gitu telah melarikan diri bersama seorang kusir kereta keluarga mereka, perempuan itu membawa kabur sejumlah perhiasan. Apabila Pang Kongya tidak cepat-cepat kembali ke rumah, kemungkinan satu persatu selirnya akan buron dengan laki-laki lain dengan membawa harta keluarga"

Siau Po mendengus dingin-

"Si Pang Ci Hoan ini pasti bersembunyi di suatu tempat dan sedang bersenang- senang. Kau utus lebih banyak orang lagi untuk mencarinya- Dia sendiri berpelesir di luaran, sedangkan selir dan gundiknya dilarikan orang. Hitung-hitung hukum karma baginya," kata anak muda itu.

"Betul, betul," sahut si sekretaris Negara, 

"Tapi kalau Pang Kongya benar-benar berpelesiran di luar, tapi perginya kan sudah beberapa hari, seharusnya diu sudah kembali lagi ke rumahnya."

"Sulit dikatakan juga, Pang Ci Hoan kan hidung belang tua, tidak seperti Anda laki- laki baik. Kalau berpelesiran paling-paling juga satu malam saja tidak pulang." 

Si sekretaris Negara tersenyum malu-malu. "Hamba mana berani" sahutnya.

Tepat pada saat itulah datang laporan bahwa Pang Hujin mengutus beberapa orang saudaranya datang menyembah kepada Siau Po dan mengantarkan berbagai hadiah sebagai ungkapan rasa terima kasih karena Wi Tayjin bersedia menyelidiki urusan ini. Siau Po menyampaikan pada anak buahnya bahwa dia tidak mau menemui saudara- saudara Nyonya Pang itu, dan hadiahnya juga tidak usah diterima. Tidak lama kemudian anak buahnya kembali lagi dengan laporan.

"Saudara-saudara Nyonya Pang itu benar-benar kurang ajar. Ketika meninggalkan halaman rumah Wi Tayjin ini, mereka tidak hentinya tertawa dingin Mereka mengatakan entah setan apa yang penasaran dan mengungkit soal pembalasan dendam.

Disamping itu seorang diantaranya mengatakan bahwa urusan ini telah diketahui oleh Sri Baginda, suatu hari nanti pasti akan terungkap, sebaiknya orang lain jangan ikut campur agar tidak terlibat masalah yang serius ini." Lapor Wi Tayjin, 

"Orang-orang itu berani memaki serta mengoceh yang tidak-tidak di depan rumah Wi Tayjin, hampir saja hamba tidak dapat menahan diri untuk menggaplok mulutnya."

"Ketika menukar pesakitan di lapangan pengadilan tempo hari, anak buahnya yang satu ini juga ikut turun tangan. Melihat datangnya orang dari keluarga Pang, setidaknya dia sudah bisa menebak apa yang terjadi. Hatinya ikut gelisah juga memikirkan akibatnya.

Siau Po yang berbuat tentu lebih gelisah lagi. wajahnya agak berubah mendengar laparan anak buahnya. Dia berpikir dalam hati.

- 'Kalau dibiarkan terus urusan ini pasti akan terbongkar Maknya Pang Ci Hoannya sendiri sudah kubunuh, memangnya aku takut terhadap istri sesosok arwah gentayangan' — Tiba-tiba sebuah ingatan yang bagus melintas dalam benaknya. Wajah anak muda itu menjadi berseri-seri seketika.

"Harap Tuan jangan pergi dulu. Tuan tunggu sebentar di sini" katanya sembari masuk ke dalam rumah. Dia memerintahkan dua orang komandannya untuk menghadap, lalu dia membisikkan beberapa patah kata di telinga mereka dan meminta mereka melaksanakan tugas yang diberikan.

Siau Po kembali ke ruang tamu dan berkata.

"Apa yang diperintahkan oleh majikan kita, sebagai hamba kita tentu harus melaksanakan dengan sebaik-baiknya. Hal ini kita lakukan demi membalas budi Sri Baginda, sebaiknya sekarang juga kita datangi keluarga pang untuk mencari sedikit keterangan." sekretaris Neoara itu tertegun.

- 'Pang Kong ya menghilang selama beberapa hari, mengapa harus mencari keterangan di rumahnya?' — pikirnya tidak mengerti Tapi di luarnya dia terpaksa mengiakan.

"Kasus ini benar-benar pelik. Kita ajukan pertanyaan kepada setiap anggota keluarga Pang, siapa tahu kita bisa mendapatkan sedikit jejak yang bisa kita telusuri kata Siau Po pula.

"Betul, betul. Pendapat Wi Tayjin pasti benar. Hamba sungguh bodoh, tidak sanggup menandingi kecerdasan Wi Tayjin," sahut orang itu.

Sebetulnya bukan karena si sekretaris Negara ini kurang cerdas otaknya, tapi pangkatnya tidak seberapa tinggi, jauh dibandingkan dengan Siau Po- Mana mungkin dia berani mengajak anak buahnya datang ke rumah Pang Ci Hoan untuk menginterogasi anggota keluarganya?

Lagipula tidak ada orang yang mau melibatkan diri dalam masalah ini. Mereka tahu Pang Ci Hoan adalah musuh bebuyutan Siau Po- Menghilangnya orang bermarga Pang ini hampir seratus persen ada hubungannya dengan Siau Po- sedangkan Siau Po terkenal sebagai pembesar yang paling disayang raja, maka tidak ada orang yang mau mencari penyakit.

Dalam menangani kasus ini, siapa pun tidak ada yang serius. Mereka hanya bisa mengulur-ulur waktu sampai akhirnya kasus ini dianggap sebagai kasus yang tidak terungkapkan, sekretaris Negara itu berpikir pula.

- Wi Tayjin sudah mencelakai Pang Ci Hoan, sekarang dia akan datang pula ke rumah orang itu untuk mempersulit istrinya, si Nyonya tua itu juga tidak tahu diri, pakai suruh orang datang ke mari mencaci maki, makanya Wi Tayjin jadi marah- —

Siau Po mengajak sekretaris Negara berangkat bersamanya dengan kereta besar. Begitu sampai di depan rumah Pang Ci Hoan tampak ratusan prajuritnya telah mengepung sekitar rumah itu

Seorang anak buahnya datang memberikan laporan.

"Harap Tayjin ketahui, seluruh anggota keluarga Pang Kongya yang berjumlah tujuh puluh sembilan orang telah menunggu kedatangan Wi Tayjin di ruangan sebelah barat." Siau Po menganggukkan kepalanya. "Lapor Tayjin, ruangan untuk rapat ada di sebelah timur" kata salah seorang komandannya.

Siau Po menuju ruangan sebelah timur Tampak meja kursi di dalam ruangan itu telah ditata sesuai perintahnya. Dia duduk di atas sebuah kursi yang ada di belakang meja paling depan. Keadaannya seperti sebuah ruangan pengadilan. Siau Po menyuruh si sekretaris Negara duduk di sisinya, salah seorang anak buahnya segera membawa masuk seorang perempuan yang masih muda. Tampangnya lumayan.

Dengan berlenggang-lenggok perempuan itu memasuki ruangan lalu berlutut di depan Siau Po, Anak muda itu menarik usianya sekitar dua puluh tiga atau dua puluh empat tahun. 

"Siapa kau?" tanya si anak muda.

"Hamba adalah selir kelima dari Pang Kongya," sahut perempuan itu.

"Bangunlah dan silahkan duduk. Aku tidak berani menerima penghormatanmu yang demikian tinggi," kata Siau Po-

Perempuan itu merasa ragu-ragu. untuk sekian saat dia tidak berani berdiri, Siau Po berdiri dari tempat duduknya, sambil tersenyum dia berkata. "Sebaiknya kau berdiri saja, kalau tidak aku yang akan berlutut di hadapanmu"

Perempuan itu tersenyum malu-malu, kemudian baru berdiri Siau Po baru duduk kembali di kursinya.

— sikap Wi Tayjin terhadap keluarga Pang ini tidak garang sama sekali, hanya gayanya yang genit mengurangi kewibawaannya, — pikir si sekretaris Negara, 

"Siapa namamu?" tanya Siau Po pula.

"Hamba bernama Kiok Fang (Harumnya bunga Krisan)" sahut perempuan itu Siau Po mengendus dengan hidungnya dalam-dalam, sambil tertawa dia berkata.

"Nama yang bagus Tidak heran ketika kau masuk tadi seluruh ruangan ini langsung penuh dengan harumnya bunga krisan." Kiok Fang tertawa.

"Wi Tayjin hanya menggoda saja," sahutnya dengan gaya kenes.

Siau Po memiringkan kepalanya untuk memperhatikan perempuan itu sekejap, lalu bertanya lagi.

"Dengar-dengar ada seorang madumu yang melarikan diri?"

"Memang betul. Namanya Lan siang, Hm, perempuan rendah itu benar-benar tidak tahu malu" sahut Kiok Fang.

"Suaminya tiba-tiba menghilang, dia mencari penggantinya, Hm, ini tidak dapat dikatakan... apa ya?" tanya Siau Po menoleh kepada si sekretaris Negara. 

"Tidak dapat dikatakan sebuah dosa," sahut sekretaris Negara itu. Siau Po tertawa- "Betul Bukan dosa, bukan dosa. Eh, Kiok Fang cici, kenapa kau sendiri tidak ikut 

kabur?"

Mendengar kata-katanya, kening si sekretaris Negara langsung mengerut. - Bocah ini semakin lama semakin ngelantur, masa di ruang interogasi menyebut saksi dengan panggilan "cici" segala? - pikirnya,

Kiok Fang tidak menyahut, dia melirik Siau Po dengan kerlingan penuh arti-

Siau Po senang sekali, sampai sekarang rayuannya selalu mendapatkan tanggapan dari perempuan mana pun. sikap hidung belangnya timbul seketika.

"Bisakah kau menyanyikan lagu Ra..-" Tiba-tiba dia merasa pertanyaannya tidak pada tempatnya, maka lalu menoleh kepada seorang bawahannya lalu memerintahkan 

"Berikan uang sebanyak dua puluh tail kepada Nona Kiok pang ini sebagai hadiah-"

Beberapa orang prajurit segera mengeluarkan uang sebanyak dua puluh tail sambil berseru.

"Wi Tayjin memberikan hadiah, sampaikan rasa terima kasihmu"

Kiok Fang segera menerima hadiah itu sambil mengucapkan terima kasih- sekali lagi dia melirik genit ke arah Siau Po- setelah itu dia baru mengundurkan diri-

Siau Po memanggil satu persatu anggota keluarga Pang Ci Hoan, yang semuanya perempuan. Kalau dia mengajukan pertanyaan kepada wanita yang muda, dia selalu memberikan uang sebagai hadiah.

Tapi kalau giliran perempuan tua, mereka malah mendapat makian Siau Po yang mengatakan bahwa mereka tidak baik-baik melayani Pang Kong ya sehingga laki-laki itu merasa bosan dan sekarang berpelesiran di luaran serta tidak mempunyai maksud untuk pulang lagi, dan sebagainya.

Kurang lebih satu kentungan lamanya Siau Po mengajukan pertanyaan kepada para anggota keluarga Pang. Kemudian seorang komandan dipanggil menghadap, Siau Po kembali mengoceh secara samar-samar sehingga si sekretaris Negara sendiri tidak mendengar jelas apa yang dikatakannya.

Hanya kalimatnya yang terakhir dapat terdengar dengan jelas, 

"Mari kita mengadakan pemeriksaan di dalam" Siau Po mengajak sekretaris negara, tukang catat dan beberapa pegawai pemerintahan lainnya melakukan penggeledahan di dalam rumah itu

Ketika memeriksa sampai ruangan yang ketiga, para prajurit tetap melakukan penggeledahan sebagaimana ruangan-ruangan lainnya. Tiba-tiba terdengar seorang prajurit mendesah terkejut. Dari dasar sebuah peti dia mengeluarkan sebuah golok yang penuh dengan bercak darah yang sudah mulai mengering.

"Lapor Tayjin, hamba menemukan sebatang senjata tajam" katanya.

Siau Po menganggukkan kepalanya, 

"Periksa lagi" perintahnya lalu menoleh kepada si sekretaris Negara, "Saudara, coba kau periksa apakah noda darah yang ada di golok itu?"

Si sekretaris Negara mengambil golok dari tangan prajurit tersebut ia mendekatkan golok itu ke lubang hidungnya lalu mengendus beberapa kali. Rasanya dia mencium bau amis darah, maka dia menjawab. "Rasanya memang noda darah manusia."

"Di atas golok itu ada lubang kecilnya, mengapa aku tidak pernah melihat golok semacam itu? Tahu kah kau golok untuk apa itu?" tanyanya pula-

"Golok semacam ini biasanya disebut arit, untuk membabat rumput Dan biasanya digunakan dalam istal kuda," sahut si sekretaris Negara, 

"Oh, begitu rupanya"

Komandan Siau Po memerintahkan anak buahnya mengambil segenteng air lalu disiramkan di atas tanah-

" Untuk apa itu?" tanya Siau Po-

"Tayjin, tanah yang pernah digali pasti akan menjadi gembur kalau disiram, dan air akan menyerap dengan cepat," Baru saja prajurit itu menyelesaikan keterangannya, tiba-tiba dari kolong tempat tidur terdengar suara blep blep seperti suara bergelembung masuk ke dalam tanah. Para prajurit yang sedang melakukan pemeriksaan langsung bersorak keras-keras. Mereka mengambil cangkul lalu mulai menggali tanah di bawah tempat tidur itu. sedangkan beberapa di antaranya langsung memindahkan tempat tidur tersebut Tidak berapa lama menggali, mereka berhasil mengeluarkan sesosok mayat dari dalamnya.

Mayat itu tidak berkepala, tubuhnya juga sudah hampir hancur dan berbau busuk. Tampaknya sudah mati selama beberapa hari, pakaian yang dikenakannya memang jubah kebesaran Pak Ciang Kong, Tanpa sadar sekretaris Negara menjerit begitu menyaksikannya. 

"Itu... itu kan pang Kongya"

"Benar-benar Pang Ci Hoan? Bagaimana kau bisa mengenalinya?" tanya Siau Po- "Ya, betul Kita harus menemukan kepalanya terlebih dahulu baru bisa meyakinkan 

hal ini," sahut sekretaris Negara yang kemudian bertanya kepada seorang pegawainya, 

"Siapa yang menempati rumah ini?"

"Hamba akan menanyakannya sekarang juga," sahut pegawainya sambil melangkah ke luar menuju ruangan sebelah barat, tempat para anggota keluarga Pang sedang menunggu.

Rupanya ruangan itu di tempati oleh selir kelima Pang Ci Hoan yakni Lan siang yang telah melarikan diri dengan laki-laki lain. Pegawai tadi segera kembali dan memberikan laporannya.

"Wi Tayjin, Tuan sekretaris, senjata pembunuh itu ternyata sebilah arit yang biasa digunakan untuk membabat rumput sekarang hamba akan menyelidiki sekitar istal, karena menurut kabar yang hamba terima selir kelima Pang Kong ya melarikan diri bersama kusir keretanya."

Beramai-ramai mereka menuju istal para prajurit sekali lagi melakukan pemeriksaan di tempat itu. Tidak lama kemudian, dari balik rerumputan mereka berhasil menggali sebuah kepala manusia, Siau Po meminta sekretaris Negara untuk mengenali batok kepala itu. Ternyata memang Pang Ci Hoan adanya. Dengan demikian sudah dapat  dipastikan bahwa Pang Ci Hoan telah dicelakai seseorang lalu jenasahnya dikuburkan dengan kepala dan tubuh terpisah.

Pada saat itulah para anggota keluarga Pang yang tadinya disuruh berkumpul di ruangan sebelah barat dilepaskan suara tangisan pun bergema di seluruh rumah. Mereka memaki-maki Kiu si (si kusir kereta) dan Lan siang yang telah sampai hati mencelakai majikan mereka sendiri. Berita itu dengan segera tersiar ke luar. Tidak sampai setengah hari kemudian, hampir seluruh penduduk Kota Pe King sudah mengetahui kejadian ini.

Sekretaris Negara merasa malu, juga berterima kasih sekali terhadap Siau Po. Dalam hati dia membayangkan kalau bukan Wi Tayjin yang menangani kasus ini, kemungkinan masa depannya akan terancam karena sampai botak pun dia tidak mungkin berhasil mengungkapkannya.

Tidak henti-hentinya dia mengucapkan terima kasih kepada Siau Po. sepanjang perjalanan dia sibuk membuat laporan untuk diserahkan kepada Raja juga menulis catatan untuk dokumennya sendiri.

Disamping itu dia juga menyiarkan berita mencari kedua penjahat Kiu si dan Lan siang yang telah melakukan dosa besar membunuh seorang pembesar kerajaan.

Hanya pegawainya yang merasa agak curiga, Dia melihat bekas tebasan di leher mayat Pang Ci Hoan rapi sekali, seakan-akan batok kepalanya ditebas dengan golok besar yang tajam, bukan digorok dengan arit pemotong rumput.

Dia juga melihat tanah yang menutupi tubuh dan kepala mayat itu masih baru seperti belum lama dirimbunkan di tempat itu. Tapi Wi Tayjin sudah membantunya menyelesaikan sebuah kasus, lagipula keluarga Pang memberinya hadiah uang yang cukup banyak agar kasus itu cepat-cepat diselesaikan.

Kemungkinan dia akan dianugerahi kenaikan pangkat pula oleh Sri Baginda, Karena itu, meskipun hatinya merasa curiga, dia memilih untuk berdiam diri saja. Dalam hati dia berpikir.

— Ketika melakukan penyelidikan di dalam rumah keluarga Pang, anak buah Wi Tayjin menjaga dengan ketat. Tidak ada seorang luar pun yang boleh bergerak dalam rumah itu. Bila mereka ingin mengubur kan sesosok mayat saja, tentu bukan masalah, jangankan hanya satu, sepuluh atau dua puluh mayat pun dapat dikuburkan mereka dengan cepat -

Siau Po membawa laporan terperinci dari sekretaris Negara menghadap Kaisar Kong Hi. Dia juga melaporkan bagaimana mereka berhasil mengungkapkan kasus ini. Kaisar Kong Hi tersenyum.

"Siau Po, ilmumu memecahkan misteri memang hebat sekali, Banyak orang yang mengatakan bahwa Pao Liong to hidup kembali," katanya. 

"Semua ini berkat rejeki besar Sri Baginda juga," sahut Siau Po. Kaisar Kong Hi mendengus dingin.

"Main sulap memindahkan mayat seperti itu apa hubungannya dengan rejekiku yang besar?" sindirnya. Siau Po terkejut setengah mati. Dalam hati dia berkata.

— 'Bagaimana dia bisa tahu?' — sesaat kemudian dia langsung mengerti, — 'Hm, di dalam pasukanku pasti ada pula mata-matanya.' -

Siau Po kebingungan. Dia tidak tahu apa yang harus dikatakannya. Tiba-tiba terdengar Kong Hi menarik nafas panjang.

"Penyelesaian yang demikian memang ada bagusnya juga, pokoknya orang luar tidak banyak tanya lagi dan aku sendiri juga tidak ketiban pulung, cuma tindakanmu yang makin lama makin ceroboh itu, aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa lagi," katanya.

Hati Siau Po menjadi lega. Dia tahu kali ini kembali Kaisar Kong Hi mengampuni kesalahannya. Karena itu dia segera berlutut dan menyembah berkali-kali.

"Sekarang ini dunia sudah aman. Mungkin sampai waktu lama baru terjadi perang lagi. Rasanya panglima Besar sepertimu tidak diperlukan lagi, sebaiknya kau copot saja jabatanmu itu," kata Kaisar Kong Hi.

Siau Po tahu ini merupakan salah satu cara Kaisar Kong Hi menghukum kesalahannya.

"Betul, betul. Hamba rasa pangkat pangeran Tingkat satu juga kelewat tinggi, sebaiknya diturunkan saja."

"Baiklah, turunkan saja pangkatmu menjadi pangeran Tingkat Dua," kata Kong Hi pula

"Hamba selalu ceroboh, dalam melakukan apa pun tidak pernah berpikir panjang. Hati hamba menjadi tidak tentram karenanya. Lebih baik kalau Sri Baginda menurunkan lagi pangkat hamba menjadi pangeran Tingkat Tiga saja," pinta Siau Po

Kong Hi tertawa terbahak-bahak-

"Maknya. Kau lagi bisa tidak tentram hatinya, kalau hal ini sampai terjadi maka matahari akan terbit dari sebelah barat"

Mendengar Kaisar Kong Hi memaki 

"Maknya", Siau Po tahu kemarahan dalam hati raja itu sudah reda- Dia segera berdiri-

"Meskipun kebaikan dalam hati hamba ini sedikit sekali, setidaknya masih ada-" Kong Hi menganggukkan kepalanya berkali-kali.

"Justru aku memandang sedikit kebaikanmu itu, kalau tidak, sejak dulu aku sudah memenggal batok kepalamu lalu menyuruh orang untuk menguburmu di bawah tempat tidurnya A Ko atau Songji," katanya.

Siau Po pura-pura panik,

"Hal ini jangan sampai terjadi," sahutnya. "Kenapa tidak boleh?" tanya Kong Hi.

"Baik A Ko maupun Songji sudah pasti tidak sudi melarikan diri bersama kusir kereta." sahut Siau Po-Kaisar Kong Hi tertawa. "Kalau tidak bersama kusir kereta, kemungkinan dengan. "

Tiba-tiba dia menghentikan kata-katanya. Dia merasa tidak baik melanjutkan ucapan yang merupakan penghinaan bagi orang lain, Lagipula, meskipun anak muda ini ugal- ugalan, kesetiaannya tidak perlu diragukan lagi. Antara majikan dan bawahan boleh saja bergurau, asal tidak saling menyinggung perasaan, namun untuk sesaat dia merasa kesulitan mencari topik pembicaraannya, maka dia segera menundukkan kepala dan pura-pura memperhatikan kertas laporan yang dibawa Siau Po tadi-

Siau Po berdiri dengan sikap menghormat Dia tetap menunggu di samping Kaisar Kong Hi Tampak Kaisar Kong Hi berulang kali mengerutkan keningnya seakan ada persoalan berat yang menggelayuti benaknya. Maka Siau Po berpikir dalam hati-

—jadi Raja memang selalu dihormati orang dan wibawanya besar sekali. Tapi bagi orang yang tahu, benar-benar jadi raja rasanya tidak menyenangkan juga, -

Kong Hi mengambil setumpukan kertas laporan yang lain lalu memperhatikannya pula. Kemudian terlihat dia menarik nafas panjang, Siau Po memberanikan diri bertanya.

"Persoalan apa yang membuat Sri Baginda resah? serahkan saja kepada hamba, hamba akan menyelesaikan tugas itu sebaik-baiknya sebagai penebus dosa hamba yang besar ini."

"Urusan ini tidak mungkin diselesaikan olehmu, Sie Long memberikan laparan bahwa Taiwan dilanda badai dahsyat, air yang menggenangi wilayah itu tingginya mencapai empat kaki- Rumah penduduk hancur, ada pula yang terseret banjir. Rakyat yang tewas setiap hari bertambah, benar-benar merupakan bencana alam terbesar tahun ini" kata Kong Hi.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar