Kaki Tiga Menjangan Jilid 96

Jilid 96

Kek Song mendengar panglima Besar Bu yan Thayswe Wi Siau Po datang berkunjung. Dia jadi kebingungan seketika. Tapi dia tidak berani menolak pertemuan  dengan Siau Po. Karena itu dia segera mengganti pakaiannya dengan jubah kebesarannya lalu dengan membusungkan dada dia keluar menemui musuh dedengkotnya. Dari jauh sudah terdengar suara panggilannya yang lantang. 

"Wi Tayjin" Kek Song segera menjura dalam-dalam.

Siau Po tidak berdiri, dia tetap duduk di atas kursi sambil mengangkat sebelah kakinya, kepalanya mendongak ke atas lalu mendengus satu kali.

"To toako, bocah Kek Song itu benar-benar tidak tahu sopan santun. Kita sudah datang setengah hari lebih tapi dia tidak memperdulikannya sama sekali. Bukankah kelakuannya itu menunjukkan bahwa dia tidak memandang sebelah mata terhadap kita?" katanya seakan tidak melihat kemunculan Kek Song.

"Memang benar, orang bilang hutang nyawa dibayar nyawa, hutang uang dibayar uang. Dia selamanya suka menyurutkan kepala seperti seekor kura-kura. Memangnya orang itu bisa bersembunyi untuk selamanya?" sahut To Lung.

Kek Song marah sekali, Namun di bawah tekanan orang, mau tidak mau dia harus menundukkan kepalanya, Kedua orang di hadapannya ini, yang satu seorang panglima Besar, sedangkan yang satunya lagi seorang Komandan Pengawal Istana.

Ada pun dirinya sendiri tidak mempunyai kekuasaan apa-apa, pangkatnya hanya berdasarkan nama saja, walaupun punya kedudukan tapi dalam bidang apapun dia masih tidak berbeda dari rakyat biasa.

Terpaksa dia menahan rasa kesal dalam hatinya. Dia segera membungkukkan tubuhnya dalam-dalam dan menyapa sekali lagi.

"Wi Tayiin, to Congkoan, semoga kalian berdua sehat-sehat saja"

Perlahan-lahan Siau Po menurunkan kepalanya. Matanya menatap Kek song yang berdiri dengan tubuh membungkuk di hadapannya tajam-tajam, Siau Po memiringkan kepalanya, kemana perginya The Kek song yang tampan? yang terlihat di hadapannya justru seorang laki-laki setengah baya ujang tubuhnya kurus kering, wajahnya pucat, matanya kuyu.

Rambutnya sebagian sudah memutih. Siau Po semakin penasaran. eh, kalau dilihat lama-lama tidak terlalu tua juga. Namun tampangnya kurang bersemangat, rasanya Siau Po kenal dengan orang ini. cuma dulunya orang ini tidak memelihara jenggot. siapa lagi kalau bukan The Kek song?

Beberapa tahun saja tidak bertemu tampang orang ini sudah bertambah tua dua tiga puluhan tahun, Mula-mula Siau Po memang merasa bingung, namun akhirnya dia mengerti selama beberapa tahun belakangan ini Kek song sudah mengalami berbagai penderitaan.

Karena itulah tampangnya menjadi tua dan tubuhnya semakin lama semakin kurus, timbul sedikit perasaan iba dalam hati Siau Po. Tapi kalau dia mengingat kembali orang ini pernah membunuh gurunya dengan kejam, kemarahannya timbul pula. sembari tertawa dingin dia bertanya.

"Siapa kau?" "Hamba The Kek song. Mengapa Tayjin tidak mengenali hamba lagi?" sahut Kek song, Siau Po menggelengkan kepalanya, 

"The Kek song? Bukankah si bocah Kek song itu sudah menjadi Raja Muda di Taiwan? Mengapa dia bisa ada di Kotaraja? oh, kau pasti barang palsu"

"Hamba sudah mengabdi kepada Kerajaan Ceng yang besar. Berkat budi besar Sri Baginda hamba mendapat pangkat Kong ciak pula," sahut Kek song.

"Oh begitu rupanya. Dulu kau pernah membual di Taiwan bahwa pada suatu hari nanti kau akan menyerang Kotaraja dan meringkus Sri Baginda, Lalu kau juga mengatakan entah akan menuntaskan segalanya sepanjang apa atau sependek apa. Apakah semua kata-kata itu tidak ada hitungannya?" tanya Siau Po pula. Keringat dingin di punggung Keksong mengalir semakin deras.

— Dia ingin memperberat dosaku sehingga mengoceh yang tidak-tidaki biar bagaimana sri Baginda selalu mendengarkan apapun yang dikatakannya, tidak mungkin dia mendengarkan apa yang kukatakan, — pikirnya dalam hati.

Sejak To Lung membawa anak buahnya datang menagih piutang, hari-hari yang dilalui Kek song terasa semakin berat, satu hari serasa satu tahun. Dari seluruh harta bendanya yang dibawa dari Taiwan, boleh dibilang hampir delapan puluh persen nya telah disita oleh congkoan beserta anak buahnya ini.

Sebagian besar dari emas permatanya telah dijual untuk membayar hutang. Entah sudah berapa ribu kali dia menyatakan penyesalan dalam hatinya sendiri seharusnya dia jangan menyerah kalau tahu urusan belakangannya begini gawat.

Ketika sie Long membawa pasukannya datang menyerang, paling tidak dia bisa melakukan perlawanan mati-matian, toh belum tentu pihak mereka yang kalah. Kalau dia sampai mati dalam peperangan, dia juga tidak perlu merasa berdosa terhadap para leluhurnya.

Tidak di-sangka-sangka setelah menyerahkan diri dia masih harus mengalami berbagai hinaan, terutama dari pemuda yang sekarang berada di hadapannya ini. Mendengar ucapan Siau Po barusan, rasanya dia memilih mati daripada hidup,

"To toako, dulu The ongya ini benar-benar sok. Belum lama ini adikmu mendapat selentingan bahwa ada orang yang akan datang ke Kotaraja untuk menjemput pangeran ini agar dapat menduduki tahtanya kembali di Taiwan, The ongya, apa yang dikatakan penghubung mu itu? siaute ingin mendapat penjelasan yang selengkapnya agar tidak mendapat kesulitan bila melapor pada sri Baginda nanti," kata Siau Po pula.

"Wi Tayjin, harap Anda ulurkan tanganmu yang mulia. Apa yang dikatakan Tayjin tadi benar-benar tidak pernah terjadi-..."

"Eh. kok aneh To toako, bukankah kita berhasil meringkus seorang pemberontak? Dia telah membuka mulut memakiku dan Sri Baginda, Dia mengaku sebagai bawahan lama The ongya. Dia mengatakan bahwa tuan mudanya telah disiksa di Kotaraja ini karena itu dia datang untuk membalas dendam. Dia bilang ingin membasmi seluruh Bangsa Boan ceng Tatcu apa itu," kata Siau Po

Mendengar sampai di sini, Kek song tidak dapat menahan kegelisahan hatinya lagi. Dia menjatuhkan diri berlutut di depan Siau Po, lalu dengan suara meratap dia berkata "Ampun, Wi Tayjin Dosa hamba yang dulu memang besar sekali sehingga seharusnya patut mendapat hukuman mati. Harap Tayjin berwelas asih. Kalau Tayjin membukakan jalan kehidupan bagi hamba, Thian di atas tentu akan memberkati Tayjin sekeluarga" Siau Po tertawa dingin.

"Ketika membunuh guruku tempo hari, apakah kau pernah membayangkah apa yang akan kau alami sekarang?"

Tiba-tiba dari ruangan dalam melangkah ke luar seseorang. Tubuhnya tinggi kurus, tampangnya dingin. Dia bukan lain daripada It Kiam Bu Hiat Pang Ci Hoan. Dia menghambur ke sisi The Kek song lalu membangunkannya. Kemudian dia menoleh kepada Siau Po seraya berkata.

"Mengenai pembunuhan atas diri Tan Cong tocu tempo hari, semuanya merupakan gagasanku, sama sekali tidak ada kaitannya dengan The Kongcu, Bila kau ingin membalas dendam, silahkan mencariku"

Selama ini Siau Po memang agak gentar berhadapan dengan Pang Ci Hoan. Melihat kegarangan orang itu, tubuhnya jadi lemas seketika, sikapnya yang sombong tadi tidak kelihatan lagi. Tubuhnya terhenyak di atas kursi seakan tidak mempunyai tenaga lagi. 

"Apakah kau ingin memukul orang?" tanyanya dengan suara gemetar. To Lung segera bangkit dari tempat duduknya. 

"Mana orang?" teriaknya.

Dalam sekejap mata muncul puluhan anak buahnya ke dalam ruangan dan mengambil posisi mengurung Pang Ci Hoan dan The Kek song.

Melihat begitu banyaknya anak buah di pihaknya, hati Siau Po terasa agak lega. Orang ini berani bersikap kurang ajar dalam wilayah istana kerajaan. Dia benar-

benar tidak memandang sebelah mata terhadap Sri Baginda kita yang mulia. Cepat 

ringkus dia" serunya kemudian.

Empat orang pengawal istana segera tampil ke depan, lalu memborgol kedua lengan Pang Ci Hoan, Pang Ci Hoan tidak melakukan perlawanan. Malah dengan suara lantang dia berkata.

" Kami telah menyatakan takluk pada pihak Kerajaan Ceng, Sri Baginda menganugerahkan pangkat Hai Tin Kong kepada The Kongcu, sedangkan aku dianugerahi pangkat Tiong seng Pak- ucapan seorang kaisar ibarat emas beratnya, beliau pernah mengatakan bahwa apa yang sudah lalu biarkan berlalu Wi Tayjin, kau sengaja mencari gara-gara agar bisa mendirikan jasa lagi, bukan? sebaiknya kita bersama-sama menghadap sri Baginda dan memohon beliau yang menentukan siapa yang bersalah di antara kita" Siau Po tertawa dingin-

"Oh jadi kau sendiri orang baik? He he, rupanya It Kiam Bu Hiat Pang Ci Hoan adalah pendekar yang gagah perkasa Aneh Mengapa sampai hari ini aku baru mengetahuinya?" ejek Siau Po

"Sejak tiba di Kotaraja ini kami selalu mendapat penjagaan yang ketat selamanya kami tidak pernah bertemu dengan orang luar. Kami terlebih-lebih tidak berani melakukan dosa sekecil apa pun. Para siwi ini tidak henti-hentinya datang ke mari  meminta uang. Kami selalu menyediakannya sesuai dengan kemampuan kami. Kami tidak merasa berat hati karenanya.

Wi Tayjin, apabila kau ingin mencari masalah untuk menambah kesalahan kami, perlu kau ketahui bahwa Sri Baginda berpandangan luas. Mungkin kau sendiri yang salah kaprah nantinya" kata Pang Ci Hoan pula.

Orang ini mempunyai pengalaman yang luas dan bernyali besar Tidak bisa membandingkannya dengan The Kek song. Apa yang dikatakannya mengandung dalih yang kuat. Untuk sesaat Siau Po sendiri juga merasa sulit berdebat dengannya

Dalam hati Siau Po sadar bahwa kedua orang itu merupakan musuh-musuh yang telah menyatakan takluk, memang tidak menjadi masalah kalau hanya datang untuk memberikan sedikit hinaan saja, namun apabila benar-benar ingin menjatuhkan mereka, Sri Baginda hanya perlu menanyakan beberapa kata saja maka kedoknya bisa terbongkar.

Apalagi bila Sri Baginda sampai tahu bahwa tujuan kedatangannya untuk membalaskan dendam bagi Tan Kin Lam, kaisar itu pasti akan menyalahkan dirinya. Tanpa terasa hatinya menjadi lunak seketika, namun mulutnya masih tidak mengaku salah.

"Kemarin kami berhasil meringkus seorang pemberontak. Dia sendiri yang mengatakan bahwa kedatangannya ke Kotaraja ini justru ingin menjemput The Kong cu pulang ke Taiwan, Memangnya apa yang dikatakan orang itu hanya kebohongan belaka?"

"Orang itu hanya mengoceh sembarangan, mana boleh dianggap serius? Harap Wi Tayjin sudi menyeret orang itu ke mari, biar kita bicara secara berhadapan sehingga kita bisa mengetahui apakah dia bohong atau tidak" sahut Pang Ci Hoan.

"Kau bersedia berhadapan dengan orang itu? Bagus sekali. Benar-benar suatu hal yang paling bagus Eh, ngomong-ngomong, The ongya, kapan akan kau lunasi hutangmu itu?"

Tandanya mengganti topik pembicaraan secara tiba-tiba.

Pang Ci Hoan mendengar kata-kata Siau Po yang ngalor-ngidul tidak karuan. Dia menduga anak muda ini khawatir urusan ini diperpanjang. Tentunya dia hanya mengada-ada saja. Pang Ci Hoan merasa bahwa masalah ini sudah terlanjur panjang, sebaiknya diteruskan saja sampai ke hadapan Sri Baginda.

Apalagi dia tahu bahwa Sri Baginda yang sekarang ini otaknya cerdas sekali. Meskipun usianya masih sangat muda, namun caranya memimpin tampuk pemerintahan justru bijaksana sekali. Raja pasti bisa membedakan siapa yang bersalah dalam masalah ini.

Bila dia tidak menggunakan kesempatan yang baik ini, kemungkinan untuk selamanya mereka harus terus menerima tekanan dari berbagai pihaki Mereka sebetulnya sudah didesak sedemikian rupa oleh si pemuda tengit ini. Dalam hati dia berpikir, semut saja kalau diinjak pasti mengigit, apalagi mereka sebagai manusia.

Daripada menadah saja leher mereka dijerat tali gantungan, toh apa salahnya kalau mencoba-coba nasib. Maka dia pun berkata.  "Wi Tayjin, mari kita bawa orang itu ke hadapan Sri Baginda?"

Siau Po terkejut setengah mati. Dia membayangkan akibatnya apabila urusan ini diteruskan sampai ke hadapan Sri Baginda, Tapi Siau Po bukan orang yang sudi mengakui kelemahannya begitu saja.

"Bagus sekali Ringkus dulu kedua orang ini agar mereka dapat menikmati kenyamanan dalam penjara, satu atau dua tahun kemudian kita baru bawa urusan ini ke pengadilan"

To Lung menjadi serba salah. Dia tahu masalahnya sekarang jadi gawat. Kalau dia hanya membawa beberapa pengawal untuk menagih hutang saja, tidak menjadi persoalan, namun kalau benar-benar memasukkan kedua orang ini ke dalam penjara, bagaimanapun mereka harus mendapat ijin dari firman raja.

Apalagi raja sendiri yang pernah menyatakan akan membebaskan mereka dari hukuman. Sebagai bukti keputusannya, Sri Baginda malah menganugerahkan pangkat untuk kedua orang ini.

"Wi Tayjin, sebaiknya kita laporkan dulu kejadian ini kepada Sri Baginda, setelah itu kita baru boleh meringkusnya" kata To Lung dengan suara rendah.

Hati Kek song menjadi lega seketika.

"Betul, Aku toh tidak melakukan kesalahan apa-apa, mengapa harus ditangkap" katanya

Menghitung arah angin justru merupakan salah satu keahlian Siau Po Maka dia segera berkata

"Salah atau tidak, kita masih belum tahu. Tapi hutangmu kepada ku justru belum lunas juga, apa yang akan kau lakukan? Aku ingin tanya, kau akan membayar hutang atau ikut denganku?"

Mendengar Siau Po masih memberinya peluang untuk memilih, hati Kek song semakin lapang. Dia segera menyahut.

"Aku akan membayar hutangku. Aku akan membayar hutangku"

Selesai berkata dia langsung masuk ke dalam rumah. Tidak lama kemudian dia keluar lagi dengan membawa setumpuk uang. Disamping itu masih ada dua pelayannya yang keluar dengan membawa nampan berisi perhiasan.

"Wi Tayjin, hamba sudah menguras seluruh lemari, hamba benar-benar tidak punya apa-apa lagi, jumlah semuanya paling-paling empat laksa tail saja. sisanya hamba tidak mungkin bisa membayar lagi," kata Keksong kemudian.

"Tidak bisa membayar lagi? Aku tidak percaya. Coba kita masuk bersama-sama untuk mencari lagi" jawab Siau Po dengan mata mendelik, "Ini... ini. Rasanya kurang 

leluasa,.,."

"Kami toh tidak melakukan kesalahan apa-apa. Wi Tayjin bermaksud menggeledah tempat tinggal kami? Boleh saja. Tapi apakah Wi Tayjin membawa surat ijin dari Sri Baginda atau sepotong surat dari pengadilan?" tanya Pang Ci Hoan. Siau Po tertawa. "ini bukan penggeledahan namanya, The ongya sendiri yang mengatakan bahwa dia tidak bisa membayar hutangnya lagi. Aku rasa dia berbohong. Kemungkinan dia masih sanggup membayar lebih banyak lagi, Lagipula, siapa tahu di dalam rumahnya dia bukan hanya menyimpan uang serta emas saja, tetapi masih menyembunyikan sejumlah senapan api, pistol, meriam api, meriam air dan sebagainya.

Kalau dia sendiri lupa di mana dia menyimpan barang-barang itu, kami toh mempunyai banyak tenaga. Kami bersedia membantu mencarinya," sahut anak muda itu seenaknya.

"Mana berani hamba menyembunyikan barang-barang itu? Lagipula pangkat hamba hanya Kong ciaki maka sebutan ong ya tidak pantas hamba terima" sahut Kek song. Siau Po menoleh kepada to Lung.

"To toako, coba tolong kau hitung semuanya, berapa kira-kira jumlahnya?"

To Lung mengajak dua anak buahnya menghitung jumlah uang dan perhiasan yang diserahkan Kek song tadi.

Jumlah uangnya ada tiga laksa empat ribu tiga ratus tail, sedangkan sisanya merupakan perhiasan-perhiasan yang tidak ada harganya. Kami tidak bisa memperkirakan harganya" sahut To Lung.

Siau Po mengulurkan tangannya untuk memeriksa perhiasan-perhiasan yang ada di atas nampan. Tiba-tiba dia mengambil sebatang tusuk konde.

"Aduh, To toako, lihat ini, Bukankah Sri Baginda disebut Naga yang perkasa dan permaisurinya dipanggil Burung Hong yang suci? Mengapa selir budak The Keksong ini berani mengenakan tusuk konde berbentuk. burung Hong? Apakah dia menyamakan dirinya sebagai permaisuri Raja?" teriak Siau Po-Pang Ci Hoan marah sekali mendengar kata-katanya.

"Wi Tayjin Kalau kau bermaksud mencari tulang di dalam telur ayam, maka hari ini juga aku akan mengadu jiwa denganmu Dalam setiap keluarga yang berada apalagi kaum bangsawan, siapa yang anak gadis atau istrinya tidak memiliki tusuk konde burung Hong? Aku yakin setiap gadis atau selir dari para pembesar di istana ini semuanya memiliki tusuk konde burung Hong"

"Rupanya selama ini Pang Tayjin sudah membuka mata lebar-lebar terhadap setiap gadis para pembesar di istana? Hebat, hebat Hehehehe, tampaknya matamu mempunyai rejeki yang lumayan sehingga bisa menikmati kecantikan setiap putri bangsawan di Kotaraja ini. Coba katakan, gadis mana yang paling cantik dalam pandanganmu? Apakah kau sudah berhasil melihat selir Kong cin ong atau puteri tunggal Penasehat Raja?" ejek Siau Po.

Saking kesalnya Pang Ci Hoan sampai tidak dapat berbicara, wajahnya berubah merah padam. Hatinya merasa agak takut juga. Dia tahu bahwa anak muda ini mempunyai hubungan dekat dengan kaisar sekarang. Kalau ocehannya sampai tersiar di luaran, apalagi ditambahi berbagai bumbu, kemungkinan dirinya akan mengalami nasib sial. The Kek song tidak henti-hentinya membungkukkan tubuhnya sambil berkata. "Wi Tayjin, urusan ini kami serahkan kepada Wi Tayjin saja, .Mohon Tayjin bersedia memberikan bantuan"

Siau Po melihat beberapa patah kata ucapannya berhasil membuat ciut nyali Pang Ci Hoan sehingga membisu, selagi benderanya masih berkibar maka dia harus menggunakan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya. Tampak dia tertawa terbahak- bahak

"To toako, muka adikmu ini rupanya masih kalah jauh dibandingkan dengan dirimu- To toako datang menagih hutang, hasilnya dua ratus laksa tail lebih, sedangkan adikmu ini turun tangan sendiri hasilnya justru jauh dari memuaskan."

"Dengan sebenar-benarnya hamba memang tidak punya apa-apa lagi. Hamba tidak berani mendustai Wi Tayjin, apalagi berpura-pura dengan niat tidak mau membayar," sahut Kek Song.

"Mari kita pulang Lewat sepuluh hari atau setengah bulan kemudian, setelah The ongya mendapat kiriman dari Taiwan, baru kita datang menagih lagi" kata Siau Po

Tentu saja Pang Ci Hoan dapat mendengar nada bicara Siau Po yang masih terus mengaitkan The Kek song dengan Taiwan, Kata-katanya seakan menyatakan bahwa tuan mudanya masih bersekongkol dengan negara yang dikuasainya dulu, ini merupakan dosa yang berat sekali karena terhitung pengkhianatan.

Kalau urusannya tidak cepat-cepat dijelaskan, selamanya mereka akan dicap sebagai pembangkang Pemerintah. Maka dia menyahut dengan suara lantang.

"Kami selalu menjaga diri sesuai dengan hukum, tidak berani melakukan perbuatan yang memberatkan diri kami sendiri. Apa yang dikatakan oleh Wi Tayjin dan to Congkoan, semuanya harus kita sampaikan kepada Sri Baginda, Kalau tidaki meskipun dunia ini luas, kemungkinan kita tidak mempunyai tempat untuk berpijak lagi" Siau Po tertawa.

"Kalian ingin tempat untuk menginjakkan kaki? Ada, ada The ongya dan Pang Ciangkun bisa kembali ke Taiwan. Bukankah disana ada tempat yang luas sekali? Kalian berdua tentunya ingin merundingkan tempat yang akan digunakan untuk menginjak kaki, kalau begitu sebaiknya kami tidak mengganggu lebih lama lagi," katanya.

Tanpa menunggu jawaban dari lawannya, Siau Po segera menarik tangan to Lung dan diajaknya meninggalkan tempat kediaman Kek song. 

-ooo00000ooo-

Setiba di rumahnya, Siau Po segera menyuruh orangnya menyiapkan meja perjamuan. Diundangnya para pengawal untuk minum arak bersama-sama, To Lung memerintahkan anak buahnya pergi mengangkut empat buah peti dari rumahnya. Ketika dibuka isinya ternyata uang peraki emas permata dan berbagai benda berharga lainnya-sembari tertawa dia berkata "Setelah menagih selama beberapa bulan, sebagian besar harta kekayaan Kek Song sudah terkumpul di sini. Wi Tayjin, harap kau terima semuanya "

Siau Po mengambil segepok uang kertas yang jumlahnya sekitar belasan laksa tail. "Si Anjing buduk itu telah membunuh guruku, tapi Sri Baginda justru 

menganugerahkan pangkat untuknya. Rasanya dendam kesumat ini tidak mungkin 

terbalas lagj. Terima kasih atas bantuan to toako dan saudara-saudara lainnya yang telah mempersulit dirinya selama ini. Setidaknya kedongkolan dalam hati ini. agak terlampiaskan juga, guruku tidak mempunyai siapa-siapa lagi. Aku akan menggunakan uang ini dengan menyuruh, rakyat di Taiwan membuatkan sebuah tugu peringatan bagi beliau, Dengan demikian jasanya akan dikenang sepanjang masa. sisanya harap to toako ambil dan bagikanjuga kepada para saudara siwi yang telah bercapek lelah" katanya.

To Lung mengibaskan tangannya berkali-kali. "Tidak bisa, tidak bisa uang ini merupakan hutang yang dibayarkan oleh Kek song, saudara Wi hanya meminta sedikit bantuan dari saudara-saudara siwi ini untuk menagih ke rumahnya beberapa hari sekali. Masa jasa sekecil itu saja harus diperhitungkan? Lagipula kita toh orang sendiri, mana boleh meminta bagian saudara Wi?" Siau Po tertawa.

"Terus terang saja, harta benda di rumah adikmu ini sudah terlalu banyak sehingga aku sendiri bingung bagaimana harus menggunakannya. Antara sahabat yang baik seharusnya susah sama-sama senang juga sama-sama. Mengapa harus dibeda- bedakan?"

Biar dibujuk bagaimana pun, To Lung tetap tidak mau menerima uang pemberian Siau Po.Mereka terus berdebat sampai wajah keduanya merah

Akhirnya para siwi menerima uang sebanyak seratus laksa tail sebagai ongkos capek mereka menagih, sedangkan tiga puluh laksa tail lagi dibagikan kepada prajurit pasukan berkuda, sisanya yang dibawa sendiri oleh To Lung untuk dimasukkan ke dalam kamar Siau Po

Para siwi yang bertugas di istana ataupun di luar istana segera membagi-bagikan uang jatah itu sedikitnya masing-masing menerima beberapa tail uang perak semuanya merasa gembira sekali. Mereka makan minum sampai puas untuk merayakannya sesudahnya mereka segera menggelar meja judi di taman lalu mulai permainan judi

Karena semuanya merupakan sahabat baik Siau Po, maka Siau Po bermain dengan jujur. Berbeda dengan biasanya yang selalu mencari kesempatan untuk curang. Mereka berjudi sampai kentungan dua lebih. Tiba-tiba Siau Po berkata kepada To Lung. 

"To toako, masih ada satu hal lagi yang adikmu ini ingin meminta bantuan dari Toako" 

Peruntungan To lung sedang bagus, hatinya juga gembira sekali.

"Baik, urusan apa pun silahkan saudara Wi katakan" sahutnya sambil tertawa. Namun tiba-tiba dia teringat sesuatu sehingga dia segera menambahkan, "Asal bukan yang satu ini yakni orang gila yang memaki-maki Sri Baginda dan Adik Wi di jalanan kemarin. Sri Baginda telah meminta agar aku menjaganya dengan ketat. Besok pagi saudara Wi sendiri yang harus mengutungkan kepalanya. Kalau saudara Wi meminta  agar aku melepaskannya, bisa-bisa besok batok kepalaku sendiri yang harus dipisahkan dari lehernya."

Persoalan yang ingin dimintakan bantuan oleh Siau Po justru masalah yang satu ini. siapa sangka sebelum dia mengatakan apa-apa To lung sudah menembaknya. Dalam hati dia berpikir.

— Sri Baginda memang melebihi peramal ulung, apapun bisa ditebak olehnya, Bahkan uang sebesar seratus laksa tailpun tidak dapat digunakan untuk menebus selembar nyawa Mao Toako, -

Hatinya jadi panas, rasanya dia ingin kembali ke rumah Kek song untuk menagih hutangnya lagi. Tapi kalau dipikir-pikir, tampang si Kek song sungguh mengenaskan seandainya bisa menekan orang bernyali semut seperti dia, toh tidak bisa dianggap seorang pendekar Dia merenung sejenak kemudian berkata.

"Mengenai orang gila itu, Sri Baginda memang sudah berpesan wanti-wanti. Biarpun nyaliku sebesar langit juga tidak berani melepaskannya. Hari ini kita ke rumah si Kek Song untuk menagih hutang, dia sendiri sih tidak jadi masalah, yang membuat hatiku mendongkol justru tangan kanannya, si Pang Ci Hoan itu. Lagaknya setinggi langit, dia benar-benar tidak memandang sebelah mata terhadap kita. Kalau mengingat kembali, rasanya aku tidak sanggup menela n penghinaan tadi"

Beberapa siwi yang mendengarkan dari samping segera menyatakan persetujuan mereka atas apa yang dikatakan Siau Po

"Apa yang kita hadapi hari ini memang membuat hati jadi kesal Wi Tayjin tidak perlu memikirkannya, sekarang juga kita kembali ke sana. Dia toh hanya seorang panglima yang kalah dalam peperangan, berani-beraninya bersikap garang di hadapan kita. Menghadapi orang yang kasar seperti dia apakah kita juga harus memakai aturan?" sahut seseorang di antara mereka.

"Urusan menjadi anak kura-kura seperti ini tidak boleh dilakukan secara terang- terangan. Kalau sampai tersiar di luaran, nama saudara-saudara siwi pula yang jelek" kata Siau Po-

"Memang benar, saudara Wi memang bisa mempertimbangkan segala hal sampai jauh" sahut To Lung cepat.

"To toako juga tidak perlu turun tangan sendiri urusan ini biar diselesaikan oleh Tio toako dan cio toako saja," kata Siau Po sembari menggapaikan tangannya kepada Tio Kong Lian dan cio ci Hian.

"Kalian melamar sebagai anak buah Cin Tou tong dari bagian depan, katakan bahwa ada urusan genting yang ingin kalian rundingkan bersama Pang Ci Hoan. Meskipun hatinya curiga tapi aku yakin dia tidak berani menolak

Sampai tengah perjalanan kalian harus membelenggu kaki dan tangannya. Kemudian tutup matanya dengan kain hitam serta sumpal mulutnya dengan sapu tangan, setelah itu kalian ajak dia berputar-putar beberapa kali baru bawa dia ke mari. Di sini kalian boleh memukulnya sepuas hati. Kalau dia sudah tidak sadar, kalian lepas seluruh pakaiannya lalu antar dia ke atas tempat tidur selir kesayangan Cin Toutong" kata Siau Po menjelaskan rencananya. Para siwi tertawa terbahak-bahak, mereka memuji siasat bagus yang dikemukakan oleh Siau Po. Para siwi yang bertugas dalam istana memang tidak cocok dengan para prajurit barisan depan, setiap kali bertemu selalu ada saja yang terlibat dalam perkelahian.

Sebetulnya Komandan bagian barisan depan itu dijabat oleh Akili, Tapi tempo hari orang itu sudah terperangkap oleh jerat yang dipasang Siau Po sehingga dijebloskan dalam penjara. Walaupun akhirnya dia dibebaskan, namun Sri Baginda menyalahkan kecerobohan orang itu yang dikatakan tidak becus melaksanakan tugas, itulah sebabnya Akili dipecat dari jabatannya dan sekarang kedudukannya dijabat oleh seseorang bermarga Cin.

Selama ini, baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi sudah sering terjadi perselisihan antara To Lung dengan Cin Toutong ini. namun keduanya berpangkat tinggi sehingga sama-sama merasa apa boleh buat terhadap lawannya. Itulah sebabnya To Lung yang maling senang mendengar siasat Siau Po barusan.

"Si budak Cin ini terkenal takut istri. Meskipun dia mempunyai beberapa orang selir, tapi tidak ada seorang pun yang berani dibawanya pulang ke rumah selir kedelapan yang baru diambilnya tinggal di daerah Tiam Cui Ceng. Cin Toutong belum pernah bermalam di tempat itu. Kita telanjangi Pang Ci Hoan lalu kita letakkan di atas tempat tidur selir barunya itu. Yakin Cin Toutong akan mencak-mencak karenanya, walaupun ada kemungkinan dia curiga semua ini adalah perbuatan kita, tapi asal tidak ada seorang pun yang membocorkan rahasia ini, dia tidak akan bisa membuktikan apa- apa," katanya.

Para siwi segera melepaskan lencana di pakaian masing-masing lalu melangkah ke luar sambil tertawa cekikikan, 

-ooo00000oooo-

Siau Po dan to Lung duduk di ruang tamu. Mereka minum arak sembari menunggu laporan dari para siwi yang sedang menjalankan tugas. Anak buah Siau Po yang mengamati kejadian yang sedang berlangsung lalu menjelaskan secara berurutan apa yang mereka lihat

Para siwi sudah sampai di depan gedung Tiong seng Pak Hu, Mereka mengetuk pintu dan mengaku sebagai utusan Cin Toutong, Pang Ci Hoan keluar menyambut kedatangan mereka. Dia bermaksud mengundang para siwi itu masuk untuk minum arak-

Namun Tio Kong Lian mengatakan bahwa dia mendapat tugas dari Cin Toutong untuk mengundang Pang Ci Hoan agar segera menemuinya karena akan diajak merundingkan masalah desas-desus dari Taiwan yang tampaknya sangat penting

Tidak lama kemudian datang lagi laporan bahwa Pang Ci Hoan sudah naik ke dalam tandu, Para siwi mengangkutnya ke sebelah barat kota. Para siwi sudah berhasil meringkus Pang Ci Hoan. Beberapa prajurit yang menyertainya juga dibelenggu.

Para siwi menggiring mereka ke bagian utara kota. Ketika ditanya oleh penjaga pintu gerbang, para siwi mengaku sebagai prajurit barisan depan pimpinan Cin Toutong, Pang Ci Hoan yang ditutup matanya dan disumpal mulutnya pasti dapat mendengar dengan jelas, sekarang rombongan orang-orang itu sedang menuju ke mari.. Kurang lebih sepembakaran hio kemudian, para siwi telah menggiring Pang Ci Hoan memasuki rumah Siau Po.

Tio Kong Lian berseru dengan suara lantang.

"Lapor kepada Cin Toutong, pemberontak Pang Ci Hoan sudah datang"

Tangan kanan Siau Po dikepalkan lalu dipukulkan ke depan keras-keras sebagai tanda bahwa para siwi harus memukuli Pang Ci Hoan.

"Pemberontak Pang Ci Hoan berani bersekongkol dengan penjahat, Cin Toutong menurunkan perintah agar memberi pelajaran yang keras" teriak beberapa orang siwi pula.

Dalam sekejap mata pukulan-pukulan dan tendangan segera mendarat di tubuh Pang Ci Hoan. sebetulnya ilmu Pang Ci Hoan tinggi sekali, orangnya juga teliti. Ketika para siwi datang menjemputnya tadi, dalam hati dia sudah menduga ada sesuatu yang tidak beres. Kalau dia memang berniat kabur, meskipun jumlah para siwi itu cukup banyak dia yakin belum tentu dirinya akan tertangkap.

Tapi sejak menyerahkan diri, dia sudah mendapat pangkat yang cukup tinggi. Dalam hati dia berpikir, biarpun pihak lawan ada maksud mencelakainya, tapi Sri Baginda toh orang yang cerdas dan bijaksana. Pasti beliau akan mempertimbangkan siapa yang bersalah.

Maka dia menurut saja dibawa pergi lalu dibelenggupua, namun karena serakah dan tamak pangkat, akhirnya dia malah kena pukulan sampai setengah mati. Hal ini membuktikan bahwa ilmu yang tinggi tanpa pertimbangan yang matang dalam mengambil keputusanjuga merupakan suatu kesalahan.

Siau Po melihat mulut dan hidung Pang Ci Hoan mengalirkan darah. Hatinya terasa agak lega, setidaknya dia sudah berhasil membalas dendam gurunya walau cuma sedikit.

Tapi kalau pemukulan ini dilanjutkan, kemungkinan orang ini bisa mati benar-benar. Karena itu dia sebera memberi isyarat dengan gerakan tangan agar nara siwi jangan memukulinya lagi, Siau Po menyuruh mereka melepaskan seluruh pakaian Pang Ci Hoan lalu mengikat tangan dan kakinya dengan tali.

To Lung tertawa geli melihat keadaan orang itu.

"Sekarang juga angkut dia ke rumah selir muda Cin Toutong" katanya. Cio Ci Hian juga ikut tertawa.

"Paling baik kalau seluruh pakaian selir muda itu juga dilepaskan lalu dijejerkan keduanya di atas pembaringan," sarannya.

Para siwi tertawa terbahak-bahak mereka menyatakan setuju, To Lung ingin melihat bagaimana tampang Cin Toutong ketika melihat istri mudanya telanjang bulat dan tidur berdampingan dengan lelaki lain. Maka dia berkata. "Kali ini biar aku sendiri yang memimpin kepergian mereka"

Beberapa siwi segera menggotong Pang Ci Hoan, Baru saja rombongan itu bermaksud berangkat, tiba-tiba dari luar menghambur masuk dua orang prajurit lalu segera menghadap Siau Po " Lapor kepada Wi Tayjin, di depan rumah selir ke delapan Cin Toutong sekarang sedang kacau balau. Terjadi perkelahian besar-besaran» orang-orang di dalam ruangan itu terkejut setengah mati,

- Mungkinkah ada orang yang membocorkan rahasia? Kalau Cin Toutong sudah mengadakan persiapan, maka urusan ini bisa gawat — Pikir mereka dalam hati-

"Siapa yang berkelahi?" tanya Siau Po-

"Kami berdelapan mendapat tugas dari Wi Tayjin untuk melakukan pengintaian di sekitar rumah istri mudanya Cin tou tong. Tiba-tiba ada serombongan Nio Cu Kun yang datang menyerbu ke rumah itu-jumlah mereka lebih dari empat puluh orang..." sahut salah seorang prajurit.

Siau Po mengerutkan keningnya.

"Apa sih Nio Cu Kun itu?" tanyanya tidak mengerti.

"Harap WiTayjin ketahui, rombongan orang-orang ini terdiri dari para wanita berkaki besar. Ada yang membawa papan gilasan, ada yang membawa kemoceng (Bulu ayam), dan ada pula yang membawa palang pintu. Mereka menerjang ke halaman rumah selir muda Cin Toutong lalu berkelahi dengan para penjaga di sana. Mereka kemudian menyeret ke luar seorang wanita yang kurus kecil dan mencambukinya dengan pecut," sahut prajurit itu pula

"Kok ada kejadian seaneh itu? Coba kalian selidiki lagi" perintah Siau Po

Kedua prajurit itu mengiakan lalu menjalankan tugas yang diberikan kepada mereka. Tidak lama kemudian salah seorang dari mereka kembali lagi lalu melaporkan: Cin 

Toutong telah berangkat ke rumah selir mudanya dengan menunggang kuda. Rupanya saking buru-burunya sampai-sampai kancing bajunya tidak dipasang dengan benar. Kaki kanannya mengenakan sepatu, kaki kirinya justru telanjang. Rupanya pemimpin pasukan Hio Cu Kun yang menyerang ke rumah selir muda Cin tou Tong itu justru istri tuanya sendiri"

Mendengar laporan itu, para siwi serta lainnya yang ada dalam ruangan itu langsung tertawa terbahak-bahaki Rupanya istri tua Cin Toutong merasa cemburu sehingga mengganyang ke rumah madunya, prajurit yang memberikan laporan itu menceritakan sampai bagian ini, dia sendiri tidak dapat menahan kegelian hatinya sehingga ikut- ikutan tertawa. Lalu dia melanjutkan lagi penuturannya.

"Istri tua itu berhasil merenggut baju Cin Toutong lalu menampar pipinya berulang kali sampai terdengar suara Plak Plok Plak Plok pantat suaminya juga ditendang keras- keras. Cin Toutong hanya dapat meringkukkan tubuhnya sambil berteriak "Istriku, harap jangan marah, harap jangan marah"

To Lung yang mendengarnya sampai berjingkrak-jingkrak kegirangan. 

"Cin Toutong benar-benar mendapat pelajaran kali ini" serunya, Siau Po tertawa. "Toako, cepat kaupergi ke sana dengan menunggang kuda, ajak beberapa orangmu 

dan bertindak sebagai penengah Kali ini kuncirnya sudah terpegang olehmu, aku jamin mulai saat ini tentara barisan depan mereka tidak berani lagi berbuat macam-macam kepada para siwi kita," katanya menyarankan. To Lung segera tersadar oleh ucapan Siau Po- saking gembiranya dia sampai menepuk jidatnya sendiri kuat-kuat.

"Aku benar-benar bodoh Kesempatan yang sebagus ini juga tidak digenggam erat- erat-saudara-saudara sekalian, mari kita pergi melihat keramaian" ajaknya-

Dia sebera memimpin para siwi dan berangkat menuju Tiam Cui Ceng dengan menunggang kuda

Siau Po menatap Pang Ci Hoan yang tergeletak tidak berdaya di atas tanah-

— Apa yang harus kulakukan terhadap makhluk ini? Kalau aku membebaskannya, tentu dia akan melaporkan kejadian ini kepada Sri Baginda, walaupun tidak mempunyai bukti apa-apa, Sri Baginda pasti bisa menebak bahwa ini adalah perbuatanku— Tangannya melipat ke belakang, dia berjalan mondar-mandir di dalam ruangan itu. Kembali dia berpikir —

Sebentar lagi fajar menyingsing, pada saat itu aku harus menebas batok kepala Mao toako, Adakah jalan ke luar yang baik untuk menyelamatkan selembar nyawa Mao toakoku itu? Teori menggunakan kebesaran nama pasti tidak berlaku dalam masalah ini- Teori-... Teori— teori apa lagi yang bisa kupakai kali ini? &hi bagaimana kalau teori menukar anak?

Tiba-tiba dia teringat sesuatu.

- Ah Dalam salah satu pertunjukan sandiwara ada cerita mengenai seorang ibu yang diam-diam menukar bayinya—

Pertunjukan sandiwara yang pernah dilonton Siau Po bukan main banyaknya kalau kita menanyakan apa nama sandiwara itu dan siapa nama tokohnya, dapat dipastikan dia tidak dapat menjawab. Tapi kalau ditanyakan jalan ceritanya, dia pasti hapal luar kepala.

Sesaat kemudian, berbagai cerita sandiwara berkelebat dalam benaknya. Ada lagi satu kisah tentang seorang laki-laki bercambang lebat yang menukar bayinya sendiri dengan bayi majikannya- Dia membiarkan kepala bayinya yang ditebas agar dapat menolong jiwa anak majikannya-

- Minta ampun -- pikir Siau Po pula, - untung usia Mao toako terpaut jauh dengan anak-anakku-

Kalau tidaki mungkin aku harus menyerahkan batok kepala Ho Tau atau Tong cui untuk menyelamatkan jiwa Mao toako Teman sih teman, solider sih solider, tapi biar bagaimana aku tidak sanggup melakukan hal ini- Bagus Bagus - Dia menyepakkan kakinya keras-keras ke arah tubuh Pang Ci Hoan.

"Rejekimu bagus juga. Sekarang juga Wi Tayjin mengangkatmu sebagai anak pungutnya. Anak sendiri dia tidak sampai hati dijadikan bahan pertukaran, tapi anak pungut sih boleh-boleh saja," katanya.

Dia sebera memanggil seorang komandannya untuk menghadap lalu berbisik-bisik di telinga orang itu. Kemudian Siau Po menghadiahkan uang perak sebanyak seribu tail. Di samping itu masih ada seribu tail lainnya yang harus dibagi-bagikan kepada  beberapa prajurit lainnya yang ikut turun tangan dalam menjalankan tugas ini. Komandan itu mengucapkan terima kasih.

"Wi Tayjin tidak perlu khawatir, hamba akan mengatur semuanya baik-baik sehingga tidak terjadi kesalahan sekecil apa pun," katanya-

setelah selesai menyusun rencananya, Siau Po masuk ke dalam rumah. Ketujuh istri dan ketiga anaknya sudah dibawa ke tempat Thay Hou sehingga kamarnya sunyi melompong. Tidak lama kemudian fajar pun menyingsing.

Kira-kira waktu sarapan pagi, datang firman dari kaisar yang menyatakan bahwa perampok ulung Mao sip Pat melanggar peraturan karena berani memaki pembesar istana sehingga patut mendapat hukuman penggal kepala. Bu yan Thayswe Wi Siau Po yang mendapat tugas menjalankan hukumannya-

Siau Po menerima firman kaisar, lalu memanggil beberapa anak buahnya untuk menggiring Mao sip Pat ke hadapannya.

Sekitar mata Mao sip Pat tampak membiru, hidungnya bengkak dan bibirnya pecah. Darah membasahi seluruh wajahnya. Rupanya orang itu mendapat siksaan selama dalam tahanan.

Begitu melihat Siau Po, dia seaera membuka mulut memaki.

"Wi Siau Po Kaulah si pengkhianat yang tidak tahu malu Hari ini kau menjadi algojo pembuka jalan ke neraka bagiku, tapi harap kau tahu bahwa aku tidak penasaran sedikit pun. siapa suruh mataku buta dulu, mau saja membawamu sianak haram dari rumah pelacuran di kota Yang-ciu ke Kotaraja ini"

Para prajurit menyentaknya agar diam, tapi Mao sip Pat terus memaki bahkan semakin keras-

Siau Po tidak memperdulikan orang itu- Dia menoleh kepada to Lung dan bertanya- "Bagaimana keadaan si tua Cin?" To Lung tertawa-

"Ketika aku sampai di sana, wajah Cin Toutong sudah penuh dengan luka akibat kena amukan istri tuanya. Begitu melihat aku, dia tampak malu sekali. Aku pura-pura menjadi orang baik, istrinya kunasihati. Aku lalu menyuruh anak buahku untuk mengajak selir muda pulang ke rumahku dan menyuruh istri-istriku agar menjaganya. Akhirnya hawa amarah istri tua Cin Toutong reda juga," sahutnya

-Siau Po tertawa-

"Bagaimana tampang selir mudanya itu?" tanyanya pula-

To Lung mengacungkan jempolnya. 

"He he he, hebat" sekali lagi Siau Po tertawa.

"Kau jangan mencari kesempatan dalam kesempitan, orang lagi kebakaran, kau malah merampok" katanya bergurau.

To Lung tertawa terbahak-bahak-

"Mengenai hal ini, saudara Wi tidak perlu merasa khawatir Memangnya kau kira toakomu ini benar-benar tidak becus? walaupun si Cin tua itu musuh bebuyutan toakomu ini, tapi toakomu ini tidak akan melakukan hal serendah itu," sahutnya. Sementara itu, beberapa prajurit segera membawa Mao sip Pat ke gedung pengadilan to Lung menunggang kuda, sedangkan Siau Po menumpang sebuah kereta besar. Mao sip Pat dinaikkan ke atas kereta kuda yang atapnya terbuka. Tangannya dibelenggu dengan rantai, sedangkan bagian lehernya dijepit dengan sebilah papan. Di atasnya terdapat tulisan "Penjahat Mao sip Pat yang akan dihukum penggal kepala"

Iring-iringan itu berjalan dijalan raya menuju sebelah barat kota. Banyak penduduk yang keluar melihat rombongan itu. Dalam perjalanan Mao sip Pat malah masih bisa bernyanyi dengan suara lantang,

"Delapan belas tahun kemudian Locu masih bisa lahir kembali menjadi seorang pendekar itulah sebabnya aku dinamakan Mao sip Pat. sejak semula aku memang sudah tahu bahwa suatu hari akan mendapat hukuman penggal kepala-"

Terdengar pujian dari kedua sisi jalan, "Bagus Benar-benar seorang laki-laki sejati" Rombongan itu sampai di persimpangan jalan depan gedung Pengadilan, Anak buah Siau Po sudah menunggu di sana sepanjang malam to Lung sendiri khawatir ada anak murid Thian Te hivee yang datang mengacau maka penjagaan di tempat itu diperketat jumlah siwi dan prajurit yang menjaga di sekitar sana mencapai seribu orang lebih-

Yang disebut gedung pengadilan rupanya sebuah alun-alun dengan atap terbuka dan bagian depannya dikelilingi tembok tinggi. Diantara beberapa meter dari tembok itu ada beberapa lubang angin yang dapat digunakan untuk mengintip. Mao sip Pat digiring ke tengah-tengah lapangan, terdengar dia berseru dengan lantang.

"Kita adalah Bangsa Han yang sejati, tapi tanah kita telah diduduki oleh Bangsa Tatcu. Suatu hari nanti, kita harus sanggup mengusir Bangsa Tatcu dari negeri kita ini"

Disamping lapangan tampak ada sebuah tenda besar, Siau Po segera turun dari kereta dan masuk ke tenda, to Lung mengiringi di belakangnya, Siau Po duduk di atas sebuah kursi yang telah disediakan, lalu mempersilahkan to Lung duduk di hadapannya. Tampak kening to Lung berkerut.

"Penjahat ini berani sekali, kalau dibiarkan lama-lama, mulutnya pasti mengoceh semakin banyaki sebaiknya cepat-cepat laksanakan hukumannya," katanya-"Baik" sahut Siau Po lalu berseru, "Bawa ke pesakitan itu"

Empat orang prajurit menggiring Mao sip Pat ke dalam tenda. Mereka menekan bahunya agar dia berlutut. Tapi dasar Mao sip Pat memang keras kepala. Biar diperlakukan bagaimana pun dia tetap tidak mau berlutut.

"Sudah tidak usah berlutut," kata Siau Po kemudian menoleh kepada To Lung dan bertanya, "Bolehkah seorang pesakitan menjalani hukumannya sambil berdiri?" 

"Tidak apa-apa," sahut to Lung.

"Kalau begitu aku akan menanda tangani ijin hukumannya sekarang juga, Mao sip Pat menerima ijin hukuman penggal kepala" serunya sambil mengambil sebatang pit lalu membuat sebuah lingkaran di atas papan yang menjepit leher Mao sip Pat. " giring dia ke luar untuk dihukum" teriaknya pula-

Seorang prajurit segera membuka papan yang menjepit leher Mao sip Pat, lalu dibuangnya ke atas tanah, setelah itu dia baru menggiringnya ke luar dari tenda tersebut. "To toako, aku ingin memperlihatkan sesuatu yang menarik," kata Siau Po kepada To Lung.

Dia mengeluarkan seikat sapu tangan dari dalam saku pakaiannya, lalu disodorkan ke hadapan To Lung. Di atas sapu tangan itu terdapat sulaman bergambar porno. Ada seorang gadis cantik dan seorang laki-laki tampan yang sedang bercinta, gayanya hidup sekali sehingga To Lung menjadi tertarik melihatnya.

Untuk sesaat To Lung sampai menahan nafas memperhatikan gambar sulaman itu. Karena penasaran dia mengambil sehelai sapu tangan lainnya, Sulaman di atasnya ternyata berbeda-beda, yaitu gambar dua perempuan dan satu laki-laki-

Ada lagi yang laki-lakinya tiga sedangkan perempuannya dua, gaya bercinta dalam gambar sulaman itu juga aneh-aneh- Bahkan To Lung sendiri belum pernah mengalaminya seumur hidup.

Darahnya serasa meluap, hatinya ber-debar-debar menandakan dirinya terangsang sekali nafsunya melihat sulaman-sulaman itu, jumlah sapu-tangan yang disodorkan Siau Po semuanya ada dua belas helai atau satu lusin, semakin dilihat to Lung semakin senang, sembari tertawa dia bertanya-

"Darimana engkau mendapatkan saputangan seperti ini? sulamannya bagus sekali seakan orang-orang yang ada di dalamnya hidup. Bagaimana kalau kau memesankan satu set untuk toakomu ini?" Siau Po tertawa.

"Sedikit barang yang tidak ada artinya, siaute memang bermaksud menghadiahkannya untuk toako," sahutnya.

To Lung seakan mendapat rejeki nomplok- wajahnya berseri-seri seketika, cepat- cepat dimasukkannya selusin saputangan itu ke dalam sakunya sambil mengucapkan terima kasih-

Pada saat itulah terdengar suara meriam yang ditembakkan sebanyak tiga kali- Seorang prajurit datang melaporkan.

"Waktunya sudah tiba, harap Tayjin melaksanakan hukuman"

"Baik sahut Siau Po sembari berdiri- Dia lalu menarik tangan to Ling dan diajaknya ke luar- Rupanya kali ini Mao sip Pat tidak mengadakan perlawanan lagi. Dia berlutut dengan kepala terkulai seakan tidak mempunyai tenaga sedikit pun.

Terdengar suara tambur dipukul sampai beberapa saat. setelah suara tambur itu berhenti Siau Po mengangkat tangannya ke atas. Seorang algojo yang berdiri di samping Mao sip Pat ikut mengangkat goloknya ke atas.

Ketika tangan Siau Po diturunkan, golok algojo pun menebas ke bawah- Kepala Mao sip Pat langsung menggelinding di atas tanah, disusul dengan tubuhnya yang ambruk ke depan.

Darah yang mengalir dari batang leher Mao sip Pat berceceran di mana-mana. sungguh suatu pemandangan yang tidak sedap dipandang.

"Hukuman sudah selesai dijalankan saudara Wi, sekarang kita harus berpisah sebentar karena toakomu ini ingin memberikan laporan kepada sri Baginda," kata to Lung. Tampak wajah Siau Po menjadi murung, matanya berkaca-kaca. "To toako, orang ini mempunyai hubungan yang dekat sekali denganku. Tapi apa boleh buat, firman kaisar kali ini benar-benar berat siaute tidak berani melanggarnya."

Sembari berbicara dia mengusap air matanya, malah terdengar suara tangisnya yang tersedu-sedu.

To Lung menarik nafas panjang.

"Aih, saudara Wi memang setia kawan sekali, sebaiknya kau urus baik-baik jenasahnya dan makamkan dengan sempurna. Dengan demikian kau sudah berbuat sesuatu untuk sahabatmu itu," katanya pula.

Siau Po menganggukkan kepalanya sedikit, tangisnya masih belum berhenti juga.

Sebetulnya Siau Po menggunakan lengan baju untuk mengusap matanya, sebelumnya dia sudah mengoleskan minyak balsem pada lengan bajunya itu. Karena perih matanya menjadi bengkak dan panas, air matanya terus mengalir.

Padahal dalam hati dia diam-diam merasa geli. Untung rencananya berjalan dengan baik,

To Lung masih menghiburnya dengan beberapa patah kata. Dia mengantarkan Siau Po ke atas kereta, kemudian baru berangkat ke istana dengan menunggang kuda. Beberapa prajurit menjalankan kereta untuk mengantar Siau Po kembali ke rumahnya, sedangkan sisa anak buahnya yang lain segera memungut batok kepala si pesakitan untuk dimasukkan ke dalam peti mati bersama-sama dengan tubuhnya, setelah itu cepat-cepat mereka memantek tutup peti mati dengan paku.

Terdengar suara kasak-kusuk dari penduduk yang ikut menyaksikan jalannya hukuman, mereka memuji Mao sip Pat sebagai seorang pendekar sejati-

Menjelang kematiannya orang itu masih berani membuka mulut memaki-maki Raja dan pembesar istana. Namun ada beberapa orang yang takut terlibat masalah, mereka mengatakan bahwa Mao sip Pat adalah seorang pemberontak yang patut mendapat hukuman penggal kepala, orang seperti itu tidak boleh dipuji-puji.

Siau Po berhenti di depan rumahnya lalu turun dari kereta, sedangkan para bawahannya segera melanjutkan perjalanan dengan kereta tersebut menuju selatan, yakni ke kota Yang-ciu.

Begitu sampai di dalam rumah ternyata utusan Kaisar Kong Hi sudah menunggunya. Dalam firman raja itu dinyatakan bahwa Sri Baginda ingin bertemu dengan Siau Po-

Rupanya dia sudah mendapat laporan dari to Lung bahwa Siau Po telah melaksanakan tugasnya dengan baik,

Ketika Siau Po datang menghadapnya, dia melihat mata anak muda itu merah bengkak karena terlalu banyak menangis. Timbul sedikit penyesalan dalam hati Kaisar Kong Hi. Apalagi dia sudah membuktikan kesetiaannya sekarang. Kaisar Kong Hi menghiburnya agar jangan terlalu sedih, kemudian dia berkata pula.

"Siau Kui Cu, beberapa ratus serdadu Lo sat yang kau tangkap itu mengajukan permohonan kepadaku agar mereka dibebaskan Karena itulah aku membiarkan mereka pulang ke negaranya. Namun ada dua ratus lebih yang rela mengabdi kepada negara kita dan tinggal selamanya di sini." "Kota Pe King lebih ramai dan lebih menarik daripada Kota Moskow, Lagipula mengabdi kepada Sri Baginda lebih membanggakan daripada mengabdi kepada dua pangeran yang masih ingusan dari Neaara Lo sat itu" sahut Siau Po, Kong Hi tertawa.

"Aku sudah mengumpulkan para serdadu itu menjadi satu kelompoki mereka kuserahkan kepadamu selanjutnya kaulah pemimpin mereka. Kau harus mengurus mereka baik-baik, jangan sampai melakukan hal yang tidak-tidak."

Siau Po gembira sekali dan segera menjatuhkan diri berlutut dan mengucapkan terima kasih.

Begitu keluar dari istana, dua rombongan serdadu Lo sat sudah menunggunya di samping jembatan Kin sui Kio dekat Tai Ho Bun, Para serdadu Lo sat itu mengenakan seragam prajurit Ceng yang masih baru, jahitannya pas sekali di badan sehingga tampak berwibawa juga.

Siau Po menurunkan perintah agar setiap serdadu Lo sat itu diberikan hadiah uang masing-masing dua puluh tail dan diliburkan selama tiga hari, Para serdadu Lo sat itu segera berjingkrak kegirangan sambil berseru: "Hore"

Selama pemerintahan Kaisar Kong Hi, kedua ratus serdadu Lo sat itu terus mengabdikan diri dengan setia. Banyak menteri dari negara lain yang berkunjung di kemudian hari merasa kagum atas kebijaksanaan Kong Hi yang pandai mengendalikan serdadu dari negara-negara yang ditaklukkannya.

Para serdadu itu tinggal di Negara Cina dan mengabdikan diri sampai mereka tua dan mati, setelah itu kelompok yang dinamakan "serdadu Cina Lo sat" ini baru dihapus-

Begitu pulang ke rumahnya, Tuan puteri dan istri-istri lainnya serta ketiga anaknya sudah kembali dari istana, Thay Hou memberikan bermacam-macam hadiah kepada mereka. Namun Kian Leng kongeu justru menunjukkan wajah muram.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar