Kaki Tiga Menjangan Jilid 89

Jilid 89

Yang diingat oleh Go Cu Sai hanya kepentingan dirinya sendiri, sedangkan yang diingat oleh Sie Ciangkun justru kepentingan kerajaan Ceng kita yang besar, Orang yang hatinya baik, pasti mendapat balasan yang baik pula. 

Apabila kelak Sri Baginda memberikan anugerah sesuai dengan jasa masing- masing, Sie Ciangkun pasti merupakan orang pertama yang mendapat pangkat tertinggi" kata pemuda itu panjang lebar.

Kata-kata yang tidak ada hubungannya dengan pertanyaan Sie Long ini jelas membuat orang itu gembira sekali, Kemarahannya menguap entah ke mana, Cepat- cepat dia berdiri dan menjura kepada Siau Po.

"Seandainya Tayjin sudi mengucapkan kata-kata yang demikian indah di hadapan Sri Baginda, untuk selamanya hamba tidak berani melupakan budi besar Tayjin ini."

Siau Po juga berdiri dan membalas penghormatan Sie Long, lalu berkata sambil tersenyum.

"Ucapan itu toh tidak merugikan diriku, bahkan bisa membawa keberuntungan. Apalagi kalau suasana hatiku sedang baik, aku malah bisa menambahkan beberapa ucapan yang lebih manis lagi."

Dalam hati Sie Long berpikir. -- Kalau aku tidak mengajakmu ke Taiwan kali ini, mana mungkin suasana hatimu si budak busuk bisa menjadi baik? - Dia duduk kembali di kursinya lalu berkata.

Taiwan baru saja berhasil kita taklukkan, jelas keadaannya masih kacau balau, Hamba bermaksud mengusulkan kepada Sri Baginda agar mengutus seorang yang berwibawa dan sanggup menyenangkan hati rakyat untuk mengurus rakyat di sana. 

Orang yang hamba maksudkan tentunya Wi Tayjin adanya, Hamba akan segera kembali ke Kotaraja untuk menyusun kalimat yang baik kemudian menyerahkannya kepada Sri Baginda, Setelah ada persetujuan dari beliau, pasti akan datang firman Sri Baginda yang mengutus Wi Tayjin berangkat ke Taiwan."

Siau Po menggelengkan kepalanya.

"Kau mau pulang dulu ke Kotaraja, lalu menyusun kalimat yang bagus untuk mengajukan usulmu kepada Sri Baginda, menunggu sampai Sri Baginda membaca, mempertimbangkannya lagi dan kalau setuju baru mengirimkan firmannya kemari? Waktu yang dihabiskan untuk pulang pergi serta tetek-bengek lainnya mungkin tidak cukup lima bulan atau setengah tahun. 

Takutnya pada waktu itu gosip yang sampai di telinga Sri Baginda kalau tidak ada seribu kata, paling tidaknya ada delapan ratus kata, Urusan seperti ini tidak bisa ditunda biar satu dua hari pun. sebaiknya Sie Ciangkun segera mencari seorang pembesar kepercayaan Sri Baginda untuk menyertaimu ke Taiwan serta membuktikan bahwa kau tidak bermaksud mengangkat dirimu menjadi raja di sana. 

Di luaran ada desas-desus bahwa kau malah sudah memilih gelar yang akan kau pakai setelah menjadi raja kelak. Kalau tidak salah namanya "Tai Beng Taiwan Ceng Hai Ong" (Raja yang menguasai lautan di Taiwan dengan bendera Dinasti Beng) Apa benar?"

Mendengar gelar "Tai Beng Taiwan Ceng Hai Ong", Sie Long terkejut setengah mati. Dalam hati dia berpikir, Siau Po toh tinggal di atas pulau yang terpencil darimana bisa mendengar desas-desus tentang dirinya? Paling-paling si budak busuk ini yang mengada-ada. Tapi kalau ucapan ini sampai ke Kota-raja, mungkin para pejabat kerajaan pun akan mempercayainya dan dirinya pasti akan mati tanpa kuburan, -- Karenanya cepat-cepat dia berkata.

"ltu kan kabar burung, Wi Tayjin jangan percaya begitu saja."

"BetuI," sahut Siau Po. "Aku kan kenal kau sudah lama, Tentu saja aku tidak mempercayainya. Tapi Sie Ciangkun menyerbu ke Taiwan kali ini, orang yang dibunuh pun pasti banyak sekali Dengan demikian permusuhan yang ditanam juga tidak sedikit jumlahnya Entah ada berapa pembesar di istana yang sudi mengorbankan seluruh keluarganya untuk membela Sie Ciangkun?" Hati Sie Long semakin berdebar-debar, Dia tahu tidak ada pejabat tinggi di istana yang akrab sekali dengannya, Kalau tidak, dulu dia juga tidak terlunta-lunta di Kotaraja sekian lama tanpa ada orang yang memberikan jalan keluar bagi masalahnya. 

Satu-satunya orang yang pernah menanam budi dengan mengangkat derajatnya justru pemuda yang ada di depan matanya sekarang ini. Karena itu, dia segera meng- kertakkan giginya dan berkata.

"Petunjuk berharga yang diberikan Tayjin sudah banyak sekali, untuk itu hamba merasa berterima kasih sekali, Karena waktunya sudah mendesak sekali, hamba memberanikan diri mengajak Tayjin berangkat besok juga agar sesampainya di Taiwan. Tayjin bisa menyelidiki benar tidaknya desas-desus yang tersiar di luaran."

Siau Po gembira sekali mendengarnya, tapi dia beranggapan bahwa Sie Long sendiri yang memohon kepadanya, Maka lebih baik dia mempersulit sedikit dan jangan secara mencolok menyetujui permintaannya.

"Kalau menilik dari persahabatan kita selama ini, sebetulnya tidak menjadi masalah apabila kita berangkat ke Taiwan untuk membersihkan nama baik Sie Ciangkun, Akan tetapi karena aku sudah terlalu lama tinggal di pulau ini, aku khawatir tidak terbiasa lagi naik kapal. Mungkin aku bisa mabuk laut. Lagi-pula aku sudah terbiasa berkumpul dengan anak istri-istriku, rasanya aku berat meninggalkan mereka begitu saja," kata pemuda itu seolah segan-segan.

Dalam hati Sie Long memaki.

- Kau juga sudah pernah berlayar entah berapa ratus kali dan selamanya aku belum pernah kau mabuk maknya punya lautan! -

Meskipun demikian, di luarnya dia tersenyum dan berkata.

"lstri-istri, serta anak-anak Tayjin tentunya harus ikut menyertai, Hamba akan memilih kapal yang paling besar untuk Tayjin sekeluarga, apalagi bulan-bulan sekarang lautan sedang tenang, tidak akan ada ombak atau badai besar. Harap Tayjin tidak perlu mengkhawatirkan hal ini."

Siau Po mengerutkan keningnya.

"Kalau begitu terpaksa siaute berusaha mengatasi kesulitan yang akan dihadapi dan ikut dengan Sie Ciangkun," katanya.

Sie Long cepat-cepat mengucapkan terima kasih.

Pada hari kedua, Siau Po mengajak ke tujuh istri, dua putra dan seorang putrinya naik ke atas kapal yang telah disiapkan oleh Sie Long, Perwira Peng yang bertugas menjaganya di pulau itu bermaksud menghalangi kepergian mereka, tapi Sie Long  segera meringkusnya, lalu mengikatnya dengan tali pada batang pohon. Dengan demikian mereka segera berangkat meninggalkan pulau Tong Sip to tersebut.

Siau Po memandangi pulau terpencil yang telah menjadi tempat tinggalnya selama bertahun-tahun, bibirnya tersenyum.

"Pemilik sudah meninggalkan pulaunya, sekarang namanya tidak boleh Tong Sip to lagi. Kita harus mencari nama yang lebih sesuai baginya."

"Betul," sahut Sie Long. "Kalau menurut pendapat Tayjin, nama apa yang sesuai bagi pulau ini?"

Siau Po merenung sejenak kemudian berkata.

"Firman pertama dari Sri Baginda ada menyebutkan bahwa Tio Bung Ong mempunyai seorang sahabat yang gemar memancing, Han Kong Bu juga mempunyai seorang kawan yakni Cu Yan Ling yang suka memancing. Pokoknya setiap raja yang bijaksana pasti ada menterinya yang hobby memancing. sedangkan Sri Baginda sendiri juga mengutus aku berdiam di pulau ini untuk memancing, Kalau begitu kita namakan saja "Tiau Hi To" (PuIau memancing Ikan)."

Sie Long bertepuk tangan sambil bersorak.

"Tidak ada nama yang lebih bagus daripada nama yang dipilihkan oleh Tayjin sekarang, pertama sesuai dengan amanat yang diberikan oleh Sri Baginda, kedua menyamakan diri Wi Tayjin dengan Ciang Thai Kong dan Cu Yan Ling yang merupakan Bun Bu Cuan Cai pada jamannya, Betul, mulai sekarang kita harus menyebutnya sebagai Tiau Hi To."

Siau Po tertawa.

"Tapi aku yang bergelar Tong Sip Hou sekarang juga terpaksa mengganti gelarnya sebagai Tiau Hi Hou. Lain kali kalau aku naik pangkat lagi, gelar yang kugunakan berubah pula menjadi entah Tiau Hi apa Kong, Kedengarannya jadi tidak enak."

Sie Long juga ikut tertawa.

"Hi Kong mendapat rejeki, yang lain juga kebagian. Enak kok didengarnya," sahutnya tidak mau kalah.

Siau Po menganggukkan kepalanya.

"Hong Siang menganugerahi aku gelar Tong Sip Pak, lalu naik lagi menjadi Tong Sip Hou. Kalau dibayangkan kembali memang enak juga kedengarannya, namun beberapa istriku yang merasa kurang puas, Mungkin kelak kalau meminta Hong Siang menggantinya menjadi Tiau Hi Hou, mereka juga akan berubah pikiran." Diam-diam Sie Long merasa geli.

-- Apa sih gelar Tong Sip Pak atau Tong Sip Hou, itukan kelakuan Hong Siang untuk mengambil hatimu. Lagipula sebenarnya gelar itu lebih tepat sebagai ejekan bahwa kau bukanlah apa-apa di matanya, Biarpun diganti dengan Tiau Hi Hou, kedengarannya juga tetap saja enggak enak! -

Seperti biasanya, Sie Long selalu lain di hati, lain di mulut, Terdengar dia berkata.

"Sejak dulu ada sebutan "Hi Ciau Ken Tuk" Coba bayangkan saja, nelayan malah menduduki peringkat pertama, sedangkan orang yang sekolah malah berbaris paling terakhir Bila Tayjin kelak diganti gelarnya menjadi Tiau Hi Hou (Pangeran Memancing Ikan), berarti tingkatan Tayjin sudah lebih tinggi daripada segala ahli sastra yang ada di istana."

Mengenai apakah pulau memancing ikan itu sama dengan pulau Tiau Hi Tai To yang artinya sama tapi adanya di abad berikutnya, sayangnya dalam buku sejarah tidak ada disebutkan kaitannya, sayangnya tidak ada jejak Siau Po yang dapat ditemukan, meskipun diketahui pada awal pemerintahan Kaisar Kong Hi, pernah ada penduduk yang tinggal cukup lama di pulau tersebut dan bahkan ada jejak para prajuritnya pula.

Tidak sampai satu hari, Siau Po dan keluarganya beserta Sie Long, Lim Heng Cu, Ang Cao dan yang lainnya sudah tiba di Taiwan, Mereka berlabuh di daerah Ang Peng Hu.

Lim Heng Cu dan Ang Cao sebagai juru mudi menunjukkan bagaimana The Seng Kong memasuki wilayah tersebut tempo dulu. Mereka juga menceritakan bagaimana pasukan mereka membuat Setan-Setan Berambut Merah terkocar-kacir. 

Tentu saja Siau Po senang sekali mendengar cerita itu. Karena Sie Long sudah membawanya ke Taiwan, kata-kata yang diucapkannya juga tidak menusuk hati ataupun menyindir orang itu lagi.

Di markas tentara yang ada di daerah itu, Sie Long mengadakan perjamuan besar- besaran. Ketika mereka sedang bersantap dengan lahap, tiba-tiba terdengar seorang prajurit berseru bahwa ada Firman Kaisar dari Kotaraja.

Sie Long segera keluar menyambut datangnya firman tersebut Begitu kembali, wajahnya tampak berubah.

"Wi Tayjin, Kaisar mengutus orang untuk memeriksa dan melakukan penjagaan di Taiwan, Celakalah kita kali ini!" katanya.

"Lho, memangnya kenapa?" tanya Siau Po heran.

"Begini, keadaan di Kotaraja sedang kekurangan tenaga, Sri Baginda memutuskan akan mengutus orang untuk melakukan pemeriksaan dan penjagaan di Taiwan, Apabila  perinciannya tidak menguntungkan bahwa lebih banyak penduduk setempat yang berpihak kepada kita, maka ada kemungkinan pulau ini akan ditutup, Menjadi wilayah Otoriter. 

Penduduk setempat diungsikan ke pedalaman, mereka hanya boleh mencari makan dari hasil kebun dan ladang setempat Dan prajurit yang menjaga di sini juga tidak perlu terlalu banyak, Dalam firmannya Sri Baginda menyatakan bahwa negara sedang mengadakan penghematan besar-besaran untuk menjaga segala kemungkinan. Apabila pulau ini tidak bisa menghasilkan banyak, lebih baik jangan dipergunakan," sahut Sie Long menjelaskan Siau Po merenung sejenak, lalu bertanya.

"Apakah Sie Ciangkun tahu apa maksud sebenarnya dari para pejabat di Kotaraja? Aku yakin ada orang yang membakar Sri Baginda untuk melakukan hal ini."

Sie Long terkejut setengah mati.

"Apakah benar desas-desus tentang Go Cu Sai telah sampai ke Kotaraja?" Dia malah berbalik tanya dengan suara gemetar.

Siau Po tersenyum.

"Ada pepatah yang mengatakan "Tidak ada asap yang tidak tercium baunya", Ternyata ungkapan ini memang benar, omongan yang baik tetangga belum tentu tahu, sedangkan ocehan yang tidak-tidak dalam jangka waktu sekejap saja bisa menyebar sampai ribuan li jauhnya. 

Desas-desus tentang Sie Ciangkun yang ingin menggelarkan diri sendiri sebagai "Tai Beng Taiwan Ceng Hai Ong" mungkin saja sudah tersebar sampai ke Kotaraja."

"Lalu, bagaimana sekarang?" tanya Sie Long cemas. "Jumlah penduduk Taiwan lebih dari puluhan laksa orang, Mereka sudah tinggal di sini selama puluhan tahun, tentunya mereka sudah terbiasa, Apabila dalam waktu singkat mereka tiba-tiba diperintahkan mengungsi ke pedalaman, bagaimana mereka harus melewati hari? Kalau kita memaksakan, pasti terjadi perubahan hebat. 

Lagipula, bila tentara kita meninggalkan pulau ini, pasti Setan-Setan Berambut Merah itu akan datang kembali untuk mengangkatnya. Untuk apa kita bersusah payah merebutnya tempo hari kalau akhirnya dihadiahkan pula kepada para Setan Berambut Merah? Tentunya para penduduk Taiwan pasti merasa semakin tidak puas."

Siau Po merenung sejenak.

"Urusan seberat apa pun, pasti ada jalan ke luarnya, Raja sangat mencintai rakyatnya, Yang penting Sie Ciangkun harus berbicara atas nama rakyat. Kemungkinan akhirnya Sri Baginda justru akan berpihak kepadamu," katanya kemudian.

Hati Sie Long terasa agak lapang mendengar ucapannya. Tapi, bagaimana kalau kabar angin yang buruk sudah menyebar sampai ke istana? sedangkan hamba justru mengusulkan untuk mempertahankan Pulau Taiwan ini, kemungkinan Sri Baginda. mempunyai pikiran bahwa hamba benar-benar bermaksud mengkhianatinya."

"Sekarang sebaiknya kau cepat-cepat kembali ke Kotaraja dan menjelaskan semuanya kepada Sri Baginda, Kalau kau sudah sampai di sana, segala desas-desus tentang niatmu mengangkat diri sendiri menjadi raja di Taiwan tentu tidak dipercayai oleh siapa pun," sahut Siau Po.

Sie Long menepuk pahanya keras-keras.

"Betul, betul! petunjuk Tayjin memang selalu tepat. Besok juga hamba akan berangkat. Tiba-tiba suatu ingatan melintas dalam benaknya sehingga dia melanjutkan "Para pejabat yang ada di Taiwan biar dipimpin oleh Tayjin sendiri Sri Baginda paling percaya pada Tayjin, Asal Tayjin bersedia menduduki jabatan ini, para menteri di istana tidak ada seorang pun yang berani memprotesnya."

Siau Po gembira sekali mendengarnya, Dalam hati dia berpikir bahwa tidak ada salahnya dia menjabat sebagai pembesar di Taiwan. Karenanya, sembari tersenyum dia berkata.

"Kau toh belum menerima Firman Kaisar, masa seenaknya menyerahkan pasukan dan para pejabat di sini untuk kukepalai, Bagaimana kalau sampai Sri Baginda menyalahkan dirimu untuk masalah ini?"

Mendengar pertanyaannya, hati Sie Long menjadi bimbang kembali.

-- pemuda ini murid Tan Kin Lam, malah anggota perkumpulan Thian Te hwee pula, Meskipun Sri Baginda sangat menyayanginya, tapi selama beberapa tahun ini dia justru dikurung di atas pulau Tong Sip to tanpa diberi tugas apa-apa. 

Kalau tiba-tiba dia memimpin sejumlah pasukan perang dan akhirnya dia mengajak sisa-sisa anggota Thian Te hwee untuk memberontak terhadap kerajaan, aku... akulah orang pertama yang akan dijatuhi hukuman mati... - pikirnya dalam hati.

Sie Long merenung sejenak, akhirnya dia mendapat ide yang bagus.

- Yang penting aku harus membawa seluruh pasukan Angkatan Laut Tanpa mereka pemuda ini tentu tidak bisa melakukan apa-apa. Kalau dia sampai berani mengajak anggota Thian Te hwee untuk memberontak juga, aku tinggal memimpin Pasukan Angkatan Laut untuk kembali menyerangnya. Dalam waktu singkat seluruh isi pulau ini akan rata menjadi tanah, - pikirnya Iagi. Karena sudah mendapat keputusan, dia segera berkata. "Kalau para prajurit Angkatan Darat diserahkan kepada orang lain, mungkin Sri Baginda akan menyalahkan hamba, Tapi kalau diserahkan kepada Tayjin, beliau pasti setuju sekali."

Perjamuan makan pun dihentikan saat itu juga, Pada malam yang sama, Sie Long segera memerintahkan sejumlah perwira dan pejabat yang bertugas di Taiwan untuk menemui Siau Po dan menyampaikan bahwa mulai keesokan harinya seluruh pasukan Angkatan Darat maupun urusan politik yang ada di pulau tersebut telah dialihkan kepada pemuda itu. 

Dia juga menyuruh seorang Ahli Sastra untuk menuliskan sepucuk surat atas nama Siau Po, yang isinya menyatakan permohonan maaf tentang pengambiI-alihan tugas Sie Long tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, tapi dia berjanji untuk setia terhadap negara. 

Hal ini dilakukan demi seluruh rakyat Taiwan yang sudah kerasan tinggal di pulau tersebuL Apabila secara tiba-tiba mereka diungsikan ke Pedalaman, Siau Po khawatir akan timbul pertentangan yang akhirnya mengakibatkan jatuh korban lagi.

Setelah masalah ini selesai, ternyata tanpa sadar mereka telah sibuk sepanjang malam. Pada hari itu juga Sie Long sudah mempersiapkan diri untuk naik ke atas kapal.

Tiba-tiba Siau Po bertanya.

"Sebetulnya masih ada satu persoalan lagi, entah kau sudah mempersiapkannya belum?"

"Urusan apa yang Tayjin maksudkan?" "Sumbangan," sahut Siau Po.

"Sumbangan?" Sie Long menjadi bingung mendengarnya.

"Betul. Kali ini kau berhasil merebut Pulau Taiwan, Di dalam istana terdapat banyak Menteri serta pembesar Tinggi, Entah hadiah apa saja yang telah kau berikan kepada mereka?" kata Siau Po.

Sie Long tertegun sejenak, lalu menjawab.

"Tugas ini diberikan langsung oleh Sri Baginda, Hamba beserta pasukan mempertaruhkan nyawa untuk merebut pulau ini, Para menteri dan pembesar tinggal di istana toh tidak mengeluarkan tenaga sedikit pun."

Siau Po menggelengkan kepalanya.

"Lo Sie oh Lo Sie, begitu berhasil kau langsung lupa diri. Penyakitmu terus kumat, Kali ini engkau telah mendirikan jasa besar dengan merebut Pulau Taiwan, Orang- orang pasti mengira kau mendapat rejeki banyak, namun ditelan sendiri, Memangnya para Menteri dan pembesar di istana tidak menjadi silau matanya?"

Sie Long menjadi cemas.

"Tayjin penuh pengertian, apabila Sie Long mengantongi sekeping uang perak saja dari pulau ini, biarlah sekembalinya ke Kotaraja nanti aku mendapat hukuman penggal kepala," katanya cepat.

"Sekarang kau toh sudah menjadi pembesar kerajaan Ceng, tapi orang lain belum tentu sudi menjadi bawahan pemerintah Ceng, apalagi orang Han sendiri. Semakin kau bersikap rendah diri, orang semakin curiga terhadapmu. Mereka tentu menduga bahwa kau telah menghabiskan uang banyak guna menyodok penduduk Taiwan atau prajurit The Seng Kong sehingga kau berhasil dengan mudah. Aih, kau benar-benar bodoh! Jadi ketika kembali ke Kotaraja kau tidak membawa apa pun?" tanya Siau Po menyelidik.

"Hasil bumi atau hasil tambang Taiwan banyak sekali. Rumput obat, rotan, kayu balok dan sebagainya memang aku ada membawa sedikit," sahut Sie Long.

Siau Po tertawa terbahak-bahak, Pertama-tama wajah Sie Long sampai merah jengah dibuatnya, namun akhirnya dia menjadi sadar. Karena itu dia menjura dalam- dalam kepada Siau Po.

"Terima kasih atas petunjuk Tayjin. Hampir saja hamba tertimpa musibah," katanya. Siau Po memanggil beberapa orang bawahannya lalu berkata.

"Kepergian Sie Ciangkun adalah untuk memohon kelonggaran hati Sri Baginda demi kita semua, Apabila tugasnya sampai mengalami kegagalan, kemungkinan batok kepala kita sulit dipertahankan Urusan yang menyangkut jiwa kita bersama ini, masa harus Sie Ciangkun sendiri yang menanggungnya? Saudara-saudara sekalian, cepat kalian mencari derma dari para penduduk!"

Sie Long memang jujur sekali, Sejak menguasai Taiwan, dia belum pernah mengambil uang seperak pun dari rakyat Begitu tugasnya diambil alih oleh Siau Po, tindakan pertama si pemuda justru meminta sumbangan "Garansi Jiwa" dari para penduduk. 

Tadinya para penduduk yang mendengar berita bahwa mereka akan diungsikan ke Pedalaman, tidak ada satu pun yang tidak merasa cemas karenanya. Belakangan mereka mendapat kabar bahwa Sie Ciangkun telah menerima saran dari Wi Hu ya untuk berangkat ke Kotaraja guna membicarakan masalah ini, itulah sebabnya tidak ada seorang pun yang keberatan memberikan sumbangan "Garansi Jiwa" yang diajukan oleh Siau Po.  Mereka malah menyumbang dengan suka hati, Untung saja rakyat Taiwan rata-rata hidup makmur Dalam waktu setengah hari saja, anak buah Siau Po sudah berhasil mengumpulkan Tiga puluh laksa tail lebih. 

Siau Po juga menyuruh para prajurit serta pembesar setempat untuk merogoh kantong sendiri dan mengumpulkan lagi uang sebanyak enam puluh laksa tail lebih sehingga jumlahnya menjadi seratus laksa tail. 

Dia pula yang menentukan siapa yang harus mengeluarkan uang lebih banyak dan siapa pula yang mengeluarkan jumlah yang lebih sedikit Sie Long jadi terharu melihat sikapnya, Sampai kentungan pertama tengah malam, kapalnya baru berangkat.

Keesokan harinya Siau Po mengadakan pertemuan Hampir seluruh prajurit dan pembesar setempat hadir, Dia berkata kepada mereka.

"Tadi malam Sie Ciangkun sudah berangkat menuju Kotaraja. sebelumnya kami mengadakan kalkulasi, rasanya jumlah uang yang berhasil dikumpulkan masih kurang seratus laksa lebih, saudaramu ini justru mengkhawatirkan nasib para penduduk di sini, akhirnya dengan berat hati aku menyerahkan sejumlah ternak dan perhiasan milik ke tujuh istriku untuk diserahkan kepada Sie Ciangkun guna melengkapkan jumlah yang kurang itu. Aih, ternyata menjadi pejabat di Taiwan ini tidak mudah juga, Baru satu hari aku memang ku jabatan, ternyata sudah rugi seratus laksa tail lebih. Padahal perhiasan dan ternak-ternak itu merupakan harta kami yang terakhir." Tampak Siau Po menarik nafas panjang.

Tayjin berjiwa besar dan tangannya selalu terbuka untuk menolong yang lemah, Hal ini menunjukkan perhatian Tayjin yang besar terhadap rakyat Taiwan. Namun Tayjin tidak perlu khawatir, penduduk Taiwan sudah diberikan pengertian bahwa enam puluh laksa tail milik para prajurit dan pembesar setempat yang dibawa oleh Sie Ciangkun hanya merupakan pinjaman karena keadaan yang sudah terlalu mendesak. 

Mereka berjanji akan mengumpulkan uang untuk membayarnya kembali, otomatis jumlah perhiasan istri-istri Tayjin beserta ternak pemeliharaan yang seharga seratus laksa tail lebih itu juga harus diperhitungkan dan para penduduklah yang akan mengembalikan nya kelak," sahut seorang pembesar setempat.

Siau Po menganggukkan kepalanya, "Kalian masing-masing juga mengeluarkan uang sampai-sampai kewalahan memenuhi kekurangannya, Urusan ini tentunya aku juga tahu. pembesar yang kedudukannya lebih tinggi harus mengeluarkan laksaan tail, sedangkan yang kedudukannya lebih rendah setidaknya juga harus mengeluarkan ribuan tail. 

Semua rela berkorban, kalau dipikir-pikir bukan lain demi rakyat juga, Dana ini sudah pasti dikembalikan namun kita yang jadi pembesar setempat juga tidak boleh keterlaluan kita tidak boleh menghitung bunga kepada rakyat jelata, Biarlah kita dirugikan sedikit, asal modalnya bisa kembali, ya sudah, ini yang dinamakan "Mencintai rakyat seperti anak sendiri." katanya. Para pembesar dan prajurit setempat gembira sekali mendengar kata-katanya. serentak mereka menganggukkan kepalanya sambil mengucapkan terima kasih, Mereka merasa bahwa pembesar yang satu ini pandai mengambil hati rakyat. Ternyata dia lebih baik dari pembesar mana pun yang pernah mereka temui.

Beberapa hari kemudian, Siau Po menyuruh anak buahnya untuk mempersiapkan keperluan persembahyangan, Mereka akan bersembahyang ke makam The Seng Kong. Padahal Siau Po hanya ingin melihat bagaimana sebetulnya tokoh yang dulunya disegani orang itu.

Sesampainya di depan makam yang besar itu, Siau Po mendongakkan kepalanya, Dia melihat patung The Seng Kong duduk di akar lebar wajahnya bulat, di atas bibir maupun di dagunya terdapat beberapa lembar bulu halus, kedua telinganya besar, tapi matanya sipit sekali. 

Alisnya melengkung, dahinya yang tinggi menunjukkan mimik pengasih dan berwibawa, Namun kelihatannya seperti orang tua biasa saja, tidak terlihat kesan seorang pendekar besar atau pahlawan bangsa pada jamannya. 

Dalam pandangan Siau Po malah lebih mirip seorang guru, pemuda itu tampak agak kecewa melihatnya. Dia bertanya kepada seorang prajurit yang menyertainya.

"Apakah tampang Kok Seng Ya memang seperti ini?"

Lim Heng Cu yang kebetulan diajaknya menjawab pertanyaan Siau Po.

"Wajah asli Kok Seng Ya memang begini. Pada dasarnya Kok Seng Ya adalah seorang yang terpelajar Oleh karena itu, meskipun dia seorang pendekar besar dan pahlawan bangsa, namun tampangnya tetap lembut."

"Oh, rupanya begitu." Dia melihat di kedua sisi patung Kok Seng Ya terdapat lagi dua patung manusia yang bentuknya lebih kecil. Yang kiri perempuan dan yang kanan patung seorang laki-Iaki, Maka Siau Po bertanya lagi, "Siapa kedua orang ini?"

"Yang perempuan ialah permaisuri Tong. sedangkan yang laki-laki itu Si Ong Ya," sahut Lim Heng Cu.

"Apa itu Si Ong Ya?" tanya Siau Po pula.

"Dialah putera Kok Seng Ya yang kemudian mengambil alih jabatannya."

"Oh! Tentunya dialah The Keng, Kalau diperhatikan memang ada kemiripan dengan si budak busuk The Kek Song. Di mana patung Tan Kun su, guruku?" tanya Siau Po.

"Tidak ada patung Tan Kun su," sahut Lim Heng Cu. "Permaisuri Tong ini jahatnya bukan main, turunkan saja patungnya! Dan cepat suruh orang membuat patung guruku lalu letakkan di sini agar dapat menemani Kok Seng Ya!" kata Siau Po.

Lim Heng Cu gembira sekali mendengarnya, Dia langsung naik ke atas altar untuk menurunkan patung permaisuri Tong. Siau Po sendiri segera menjatuhkan diri berlutut dan menyembah beberapa kali kepada patung Kok Seng Ya.

"Kok Seng Ya, kau adalah seorang pendekar besar juga pahlawan bangsa, Hari ini aku Wi Siau Po menyembah di hadapanmu karena kau memang pantas menerimanya. Nenek tua ini jahat sekali, kalau setiap hari dia menemanimu, arwahmu pasti merasa marah karenanya, sebab sudah terlalu banyak urusan keluargamu yang dikacaukan olehnya, sekarang aku membantumu menurunkan patungnya dan menggantikannya dengan patung guruku agar dapat menemanimu," katanya,

Begitu teringat kembali pada gurunya yang mati secara mengenaskan, tanpa terasa air mata Siau Po mengalir dengan deras,

Seluruh rakyat di Taiwan sangat membenci permaisuri Tong, sedangkan Tang Eng Hoa berjiwa luhur, pendidikannya tinggi, ilmu silatnya lihai, namun dia tidak pernah sombong, Apa pun yang menyangkut kepentingan rakyat Taiwan selalu didahulukan. penduduk Taiwan menjulukinya sebagai "Cu Kek Liang dari Taiwan" 

Ketika Tan Kek Song menjadi pimpinan di Taiwan, tidak ada seorang penduduk pun yang berani mengucapkan sepatah kata yang buruk tentang permaisuri. 

Mereka juga tidak berani mengatakan hal yang baik tentang Tan Eng Hoa (Nama asli Tan Kin Lam), sekarang Siau Po menurunkan perintah "Membasmi Tong, mengangkat Tan", rakyat merasa gembira sekali, apalagi mereka mendengar Siau Po menyembah di hadapan patung Kok Seng Ya sambil menangis sedih, rakyat Taiwan merasa terharu sekali. 

Meskipun Wi Tayjin ini dianggap agak mata duitan, namun pertama dia merupakan murid Tan Kun su, setidaknya rakyat Taiwan ikut menghargai dan mencintainya. Kedua Sie Long telah membawa pasukan untuk menyerbu ke Taiwan sehingga sisa-sisa pecinta tanah air dari Dinasti Beng menjadi hancur sejak hari itu. itulah sebabnya, meskipun diam-diam di kalangan rakyat ada ungkapan tentang "Sie yang pengkhianat dan Wi yang serakah" 

Namun mereka juga merasa bahwa Wi Tayjin ini orangnya ramah serta lebih mengutamakan kepentingan rakyat, jadi mereka juga berharap agar Wi Tayjin ini akan memimpin di Taiwan untuk selamanya dan paling bagus kalau Sie Long tidak usah kembali lagi.

Tapi harapan tinggal harapan, beberapa bulan kemudian ternyata Sie Long kembali dengan membawa serta pasukan Angkatan Lautnya. Siau Po menyambutnya di pelabuhan, Tampak Sie Long keluar dari kapal bersama seorang pembesar berpakaian mentereng, tubuhnya tinggi besar Ketika melompat ke atas papan penyeberangan terdengar pembesar itu berseru.

"Saudara Wi, apa kabar? Kakakmu ini rindu sekali terhadapmu!"

Ternyata dia adalah So Ngo Ta. Tentu saja Siau Po jadi gembira sekali, Cepat-cepat dia menghambur ke depan, kemudian keduanya saling berjabatan tangan dan tertawa terbahak-bahak.

Wajah So Ngo Ta tampak berseri-seri.

"Adikku, kabar baik, kabar baik, Sri Baginda mengirim Firman yang menyatakan bahwa kau di mintanya datang ke Kotaraja," katanya.

Gembira dan sedih berkecamuk dalam batin Siau Po. Diam-diam dia berpikir.

- Kalau dari semula aku memang ingin ke Pe King, tentu sekarang aku sudah ada di sana, Si Raja cilik orangnya keras kepala, dia tidak akan menyerah terhadap kemauannya, Kalau aku tidak berjanji akan membasmi perkumpulan Thian Te hwee, dia tidak mungkin mau menemuiku, -

Sie Long tertawa terkekeh-kekeh, "Sri Baginda memang berjiwa besar. Benar-benar tidak ada yang bisa menandinginya, Sri Baginda sudah mengabulkan permintaan kita untuk tidak memindahkan rakyat ke daerah pedalaman," katanya ikut memberi keterangan.

Selama beberapa bulan terakhir ini, baik rakyat maupun prajurit di Taiwan terus merasa khawatir, jangan-jangan Kaisar tetap pada pendiriannya ingin mengosongkan pulau Taiwan dan mengungsikan mereka ke daerah pedalaman. 

Banyak yang mengatakan bahwa mulut seorang Raja adalah "Emas", apa yang sudah dikatakannya tidak mungkin ditarik kembali Mendengar kata-kata Sie Long barusan, prajurit maupun rakyat Taiwan yang ikut menyambut kedatangan pembesar itu langsung bersorak gembira, Mereka serentak berseru.

"Ban Sui! Ban Sui! Ban Sui!" (Artinya Semoga panjang Umur bagi sang Raja),

Kabar yang menggembirakan ini sudah menyebar sampai seluruh pelosok dalam waktu yang singkat Di mana-mana terdengar seruan syukur dan terima kasih. Bahkan ada yang mulai memasang petasan serta kembang api seakan sedang merayakan hari bersejarah Bisingnya malah melebihi malam tahun baru.

So Ngo Ta membacakan firman Kaisar, isinya menyatakan bahwa Siau Po telah berjasa, ada hadiah yang menantinya di Kotaraja, Dengan kepandaian serta kecerdasan otaknya, Kaisar Kong Hi menyatakan bahwa dia lebih berguna apabila menetap di Pe King.  Siau Po berlutut serta mengucapkan terima kasih. Kedua orang itu segera masuk ke dalam rumah untuk mengadakan pembicaraan rahasia.

Setelah sampai di ruangan dalam So Ngo Ta berkata.

"Siaute, mukamu kali ini benar-benar terang, Sri Baginda khawatir kau ragu mengambil keputusan, karena itu aku ditugaskan untuk mengiringimu. Tahukah kau tugas apa yang direncanakan Sri Baginda untukmu?"

Siau Po menggelengkan kepalanya.

"Sri Baginda sangat cerdas, apa yang ada dalam benaknya, kita-kita sebagai hambanya mana mungkin bisa menerkanya begitu saja!"

So Ngo Ta mendekatkan bibirnya ke telinga Siau Po seakan takut pembicaraannya terdengar oleh orang lain.

"Menggempur negara Lo Sat," katanya lirih.

Siau Po sempat tertegun sejenak, kemudian melonjak bangun. "Bagus sekali!" serunya.

"Hong Siang mengatakan bahwa begitu kau mengetahui hal ini, kau pasti kegirangan setengah mati.

Ternyata apa yang dikatakan beliau memang tepat Adikku, sejak jaman pemerintahan Kaisar Sun Ti, negara Lo Sat telah menduduki daerah sekitar sungai Hek Liong Ciang kita. Sikap mereka sangat kejam. sedangkan Kaisar kita yang dahulu serta Sri Baginda sekarang berjiwa lapang, mereka tidak terlalu berhitungan dalam hal ini. 

Siapa kira Bangsa Lo Sat ini sudah dikasih hati malah minta ampela, tanah yang mereka kuasai semakin lama semakin luas. Misalnya Liau Tong, Daerah itu sebetulnya milik Bangsa Ceng kami, bagaimana mungkin dikuasai oleh Setan Lo Sat seenaknya saja? Sekarang masalah Go Sam kui dan Pulau Taiwan sudah diselesaikan.

Dunia boleh dibilang sudah tenteram Maka Hong Siang mengambil keputusan untuk merebut kembali daerah yang dikuasai oleh Setan Lo Sat," kata So Ngo Ta menjelaskan.

Selama beberapa tahun belakangan ini Siau Po tinggal di Pulau Tong Sip to yang terpencil, saking isengnya dia sampai main kartu setiap hari. Begitu mendapat kabar ini, hatinya senang sekali sampai mulutnya yang terbuka lebar lupa dirapatkan kembali.

So Ngo Ta berkata pula. "Demi kepentingan bersama, Hong Siang sudah beberapa kali mengirimkan firmannya ke Negara Lo Sat. Tapi dari awal hingga akhir, pihak sana tidak pernah memberikan jawaban Kemudian utusan dari HoIIand menyampaikan kabar, meskipun Negara Lo Sat besar sekali, namun rakyatnya rata-rata bodoh, tidak ada satu pun yang mengerti Bahasa Tionghoa, Seiiap kali mendapat firman dari Kaisar, mereka malah kebingungan.

Karena itu mereka memilih untuk tidak memberikan jawaban apa-apa. Namun prajurit Negara Lo Sat yang datang untuk memperluas kekuasaan mereka justru tidak pernah berhenti Sri Baginda berkata bahwa kita Bangsa Tionghoa adalah bangsa yang berpri- kemanusiaan, jadi kita tidak boleh menyalahkan bangsa yang bodoh. 

Pertama-tama yang harus kita lakukan adalah membuat mereka mengerti bahwa mereka telah melakukan kesalahan. Mudah-mudahan mereka menyadarinya, Namun apabila dengan cara yang lunak mereka masih belum bisa memahami terpaksa kita harus mengambil tindakan kekerasan. Diantara para pembesar di istana, hanya Wi siaute seorang yang mengerti bahasa negara lo Sat."

Diam-diam Siau Po berpikir.

-- Rupanya karena aku mengerti Bahasa Lo Sat, si Raja cilik baru mengalah terhadapku --

So Ngo Ta tersenyum.

"Adik Wi dapat mengerti Bahasa Lo Sat, tentunya hebat sekali, Namun masih ada hal lainnya yang lebih mengagumkan lagi Dengar-dengar Negara Lo Sat ini diperintah oleh seorang ratu. Kalau tidak salah ratu ini merupakan kenalan lama Adik Wi, bukan?"

Siau Po tertawa terbahak-bahak.

"Tubuh wanita Lo Sat penuh dengan bulu berwarna keemasan. Kalau ditilik dari tampangnya, Ratu Sophia ini cukup cantik, sayangnya kalau diraba kulitnya terasa agak kasar."

So Ngo Ta tertawa.

"Sri Baginda justru memilih Adik Wi berangkat ke sana, agar tidak menemui banyak kesulitan. Mungkin sebaiknya Adik Wi meraba kulitnya beberapa kali," katanya.

Siau Po menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. "Tidak berselera," sahutnya.

"Siapa tahu kalau Adik Wi sudi mengelusnya beberapa kali, kedua negara langsung berbaikan, Jadi kita tidak perlu berperang yang bisa menjatuhkan korban banyak.  Bukankah ini sebuah cara yang ajaib untuk merukunkan kedua belah pihak?" kata So Ngo Ta pula.

Siau Po tertawa geli.

"Rupanya Sri Baginda bukan mengutus aku untuk berperang, tapi menyuruh aku mengeluarkan ilmu "Cap Pek Mo Sin Fang" (llmu ajaib delapan belas rabaan)! Ha ha ha ha!" Dia langsung bernyanyi, "Raba ya raba, raba sana raba sini, raba rambut Ratu Lo Sat yang berwarna keemasan Wi Siau Po dan So toako sama-sama menikmati!"

Kedua orang itu pun tertawa terbahak-bahak.

Keesokan harinya Siau Po membawa istri-istri dan anak-anaknya berangkat ke Pe King. sebelumnya dia menyuruh beberapa prajurit menggotong ke kapal berbagai intan permata serta uang emas hadiah dari rakyat Taiwan. 

Dia juga mengatakan kepada Sie Long, bahwa dia menginginkan Kepala Komandan pasukan di Taiwan yakni Ho Yu, juga Lim Heng Cu, Ang Cao serta lima ratus orang prajurit pilihan untuk menyertainya. 

Sie Long tahu keberangkatan Siau Po kali ini karena mendapat tugas berat dari raja, Lagi-pula dia sedang mengambil hati Siau Po agar bicara yang baik-baik tentang dirinya di hadapan raja. 

Sudah pasti dia setuju seratus persen dengan permintaan Siau Po, bahkan dia juga menghadiahkan berbagai macam benda yang berharga kepada anak muda itu.

Rakyat Taiwan sudah tahu bahwa Sri Baginda tidak jadi memindahkan mereka ke pedalaman. Dalam hal ini jasa Siau Po lah yang paling besar Mereka merasa terharu sekali, Menjelang keberangkatan anak muda ini, rakyat yang bermaksud mengantar- kannya sampai berdesakan. 

Ketika dia berniat naik ke atas kapal, dua orang tua menghampirinya dan melepaskan sepatu yang dikenakannya sebagai kenang-kenangan. Tradisi ini memang sudah lama terdapat di Pulau Taiwan. 

Namun biasanya hanya orang-orang berpangkat tinggi atau pahlawan besar yang mendapat kehormatan tersebut sedangkan Siau Po hanya menjadi pimpinan di pulau tersebut selama beberapa bulan. Boleh dibilang dia merupakan orang pertama dan mungkin juga yang terakhir mendapat kehormatan "Lepas Sepatu untuk Tanda Mata" dalam sejarah Pulau Taiwan dengan jabatan sesingkat itu. upacara penembakan meriam sebagai tanda menghantarkan keberangkatannya pun terus bergema tanpa berhenti.

Tidak sampai satu hari mereka sudah sampai di perbatasan Setelah turun dari kapal, rombongan Siau Po dan So Ngo Ta meneruskan perjalanan dengan naik kereta kuda yang semuanya sudah dipersiapkan sebelumnya.  Dengan melalui Thian Cing, mereka pun tiba di Kotaraja, Melihat pintu gerbang kota, hati Siau Po seakan berbunga-bunga. Kenangan lama pun melintas dalam benaknya, Begitu masuk kota, dia segera memohon untuk bertemu dengan Raja.

Kaisar Kong Hi berkenan menemuinya di ruang perpustakaan. Siau Po berjalan ke hadapannya, lalu menjatuhkan diri berlutut dan menyembah. 

Belum lagi dia berdiri, perasaan senang dan terharu berkecamuk dalam batinnya, Tanpa dapat ditahan lagi air matanya mengalir dan dia pun menangis tersedu-sedu.

Melihat kedatangan Siau Po, hati Kong Hi setengah senang, setengah marah, Diam- diam dia berpikir -- Anak ini benar-benar tidak tahu aturan, nyatanya dia masih berani menolak firman raja. Kali ini memang ada tugas yang harus dikerjakannya, namun sebaiknya aku bersikap agak keras terhadapnya agar kepalanya tidak semakin besar dan sikapnya menjadi semakin sombong, Sampai saat itu aku bisa kewalahan menghadapinya -

Meskipun hatinya berpikir demikian, tapi melihat Siau Po yang datang-datang langsung menangis keras-keras, Kong Hi mau tidak mau menjadi lunak juga sikapnya.

"Maknya, kenapa bocah ini begitu melihat Locu langsung menangis keras-keras?" serunya pura-pura marah.

"Hamba mengira seumur hidup ini hamba tidak akan bertemu lagi dengan Sri Baginda, Namun hari ini kita dapat bertemu lagi, hamba benar-benar senang sekali," sahut Siau Po tersedu-sedu.

Kaisar Kong Hi tertawa.

"Bangun, bangun! Biar aku lihat kau lebih jelas!" katanya.

Siau Po bangkit wajahnya penuh dengan air-mata, namun dia memaksakan diri untuk mengembangkan senyuman yang paling indah.

Kaisar Kong Hi semakin geli melihatnya. Tertawanya pun semakin lebar. "Maknya! Bocah ini juga sudah jauh lebih tinggi sekarang!" Jiwa kekanak-

kanakannya timbul seketika. Dia langsung turun dari undakan tangga lalu berdiri sejajar 

dengan Siau Po untuk membandingkan siapa yang lebih tinggi di antara mereka berdua.

Siau Po tahu raja itu ingin membandingkan siapa yang tinggi atau siapa yang lebih pendek di antara mereka. Namun Kong Hi adalah seorang raja, sebagai seorang hamba, mana boleh Siau Po melebihinya? Oleh karena itu dia segera menekuk lututnya sedikit agar tampak dia yang lebih pendek. Kaisar Kong Hi mengangkat tangannya ke atas dan mensejajarkan kepala mereka, ternyata dirinya lebih tinggi kurang lebih satu inci, Sembari tertawa dia berkata.

"Wah, tinggi kita hampir sama!" Dia membalikkan tubuhnya lalu berjalan beberapa langkah, "Siau Kui Cu, berapa putra dan putri yang telah kau hasilkan selama ini?"

"Hambamu tidak berguna, selama ini baru menghasilkan dua orang putra dan seorang putri," sahut Siau Po.

Kaisar Kong Hi tertawa terbahak-bahak.

"Untuk urusan ini ternyata aku lebih unggul darimu, Aku sudah mempunyai empat orang putra dan tiga orang putri."

"Sri Baginda berjiwa besar, tentu saja lebih hebat dari hambamu ini," sahut Siau Po pula.

Kong Hi tertawa.

"Setelah lewat beberapa tahun ternyata pengetahuanmu masih belum ada kemajuan, Punya anak berapa orang kek apa urusannya dengan berjiwa besar?"

"Dulu Tio Bun Ong mempunyai seratus orang anak. Dengan demikian setiap raja yang baik selalu mempunyai banyak anak," sahut Siau Po tidak mau kalah.

"Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Kaisar Kong Hi sambil tersenyum.

"Sri Baginda mengutus hamba untuk memancing ikan di pulau terpencil Hubungan kita laksana Tio Bun Ong dan Ciang Tai Kongnya, Urusan Tio Bun Ong tentu saja hamba harus menanyakannya sampai jelas, jangan sampai tidak bisa memberikan jawaban apabila suatu hari Sri Baginda menanyakannya kepada hamba," sahut Siau Po.

Selama beberapa tahun belakangan ini Kaisar Kong Hi selalu sibuk mencari akal dan menentukan siasat untuk menggempur Go Sam Kui serta merebut Pulau Taiwan. 

Begitu sibuknya dia sampai kurang tidur, Dia juga kehilangan seorang menteri seperti Siau Po yang sering bercanda serta pandai mengambil hati. Kadang-kadang raja yang masih muda ini sampai merasa jenuh, ingin rasanya melepaskan semua urusannya untuk bersantap sekarang dia dapat bertemu kembali dengan Siau Po, tentu saja hatinya merasa gembira sekali. 

Setelah berbincang-bincang sejenak, Kaisar Kong Hi menanyakan kehidupannya di Pulau Tong Sip to, juga meminta keterangan tentang keadaan Pulau Taiwan serta sikap rakyat di sana. Taiwan merupakan pulau yang subur. Hawanya sejuk, hasil bumi dan hasil pertambangan maupun pertanian banyak sekali, Rakyat di sana hidup makmur Ketika mengetahui Sri Baginda mengijinkan mereka tetap tinggal di pulau itu, mereka merasa terharu sekali Setiap orang mengatakan bahwa Sri Baginda benar-benar Niau Seng Hi Tong."

Kong Hi menganggukkan kepalanya.

"Sie Long mengutamakan politik yang menentramkan hati rakyat Para penduduk di sana sudah kerasan hidup di Taiwan. Apabila kita memaksakan mereka untuk mengungsi ke Pedalaman, tentu saja mereka bingung bagaimana harus mencari makan. Para Menteri di istana tidak memahami keadaan di Taiwan, karena itu mereka sembarangan memberikan usul. Untung urusannya tidak sempat menjadi runyam. Dalam hal ini, jasa Sie Liong dan engkau benar-benar tidak kecil."

Siau Po segera menjatuhkan diri berlutut. Sambil menyembah dia berkata. "Sudah beberapa kali hamba menolak Firman Kaisar, Biar dipenggal kepalanya 

sebanyak tujuh belas kali juga sudah semestinya, Karena itu, apa pun yang telah 

hamba lakukan, harap Sri Baginda tidak menyebutnya sebagai jasa. Hamba hanya memohon agar Sri Baginda sudi mengampuni jiwa hamba dan agar untuk selamanya hamba diijinkan berada dekat dengan Sri Baginda agar dapat memberikan pelayanan."

Seperti biasa, kalau diberi kesempatan untuk bicara, Siau Po pasti ngelantur ke mana-mana, dengan kata lain semakin ngelunjak. Kaisar Kong Hi tertawa mendengarnya.

"Kau sendiri sadar bahwa kepalamu dipenggal tujuh belas kali juga masih pantas, sayangnya batok kepalamu tidak sampai tujuh belas, kalau tidak, aku pasti akan memenggal enam belas diantaranya."

"BetuI, betul Hamba juga tidak menginginkan batok kepala banyak-banyak, satu saja sudah cukup, Asal masih tersisa satu mulut untuk makan dan berbicara, hati hamba juga sudah cukup puas," sahut Siau Po.

"Batok kepalamu yang tinggal satu ini dapat atau tidak dipertahankan tergantung dari kesetiaanmu mulai sekarang. juga tergantung apakah kau masih berani menentang Firman Kaisar atau tidak," kata Kaisar Kong Hi.

"Pokoknya hamba akan mendahulukan kesetiaan mulai tekarang, Hati penuh kesetiaan, membesarkan nyali demi kesetiaan, dan setia membela negara."

Kong Hi tertawa mendengarnya.

"Rupanya pepatah tentang kesetiaan yang kau ingat banyak juga. Apakah masih ada yang lainnya?" "Di dalam benak hamba hanya ada satu kata "Setia", tentu saja masih ada beberapa yang hamba ingat Misalnya, "seorang laki-Iaki sejati setia mencintai negaranya", "Menteri yang setia tidak takut mati", juga "Setia dan jujur merupakan modal utama..."

"Bangunlah! Kalau orang seperti kau dapat dikatakan setia dan jujur, maka tidak ada manusia licik lagi di dunia ini," tukas Kaisar Kong Hi.

"Harap Sri Baginda ketahui, hamba benar-benar setia terhadap Sri Baginda, Terhadap orang lain, kesetiaan hamba hanya setengah-setengah, Malah kadang- kadang agak licik sedikit Sifat hamba memang bukan seratus persen baik, tentunya Sri Baginda lebih mengerti daripada hamba. 

Namun, terhadap Sri Baginda memang hamba harus setia, sedangkan terhadap teman hamba harus "solider", Di saat kesetiaan serta kesolideran tidak dapat diperoleh dalam waktu yang bersamaan, terpaksa hamba menyulitkan kepala dengan bersembunyi di pulau Tong Sip to yang terpencil kata Siau Po.

"Kau tidak perlu khawatir, urusannya kita boleh bicarakan di muka, aku tidak akan meminta kau pergi membasmi perkumpulan Thian Te hwee," kata Kaisar Kong Hi sambil melipatkan tangannya ke belakang dan berjalan beberapa langkah. 

Perlahan-lahan dia melanjutkan "Kau mempunyai rasa solider terhadap temman- temanmu, itu merupakan hal yang baik, aku tidak akan menyalahkanmu. Manusia- manusia suci sejak jaman dahulu kala juga mengutamakan kesetiaan dan jiwa memaafkan. 

Yang dimaksudkan sudah barang tentu bukan hanya kesetiaan terhadap atasan atau pun memaafkan bawahan, namun hal ini mempunyai arti yang luas, Setia terhadap kawan dan memaafkan sesamanya juga termasuk di dalamnya, sebetulnya dua kata setia dan memaafkan selalu berkaitan dengan erat. 

Kau memilih mati daripada mencelakai teman, kau rela kehilangan kekayaan serta nama besar karena tidak sudi mencelakai sahabat, hal ini boleh dikatakan bukan urusan yang mudah. Kalau kau tidak bersedia menjual temanmu, tentu kau juga tidak akan menjual aku. 

Siau Kui cu, aku memaafkan kesalahanmu bukan hanya karena jasa-jasa yang pernah kau dirikan, bukan karena kita pernah menjadi teman di saat kecil, tapi karena kau menghargai kesetiakawanan, pandanganmu ini bukan hal yang buruk," ujar Kaisar Kong Hi menjelaskan.

Mata Siau Po sampai merah saking terharunya, Kemudian dengan mengeraskan hati dia berkata.

"Hamba... tidak mengerti apa-apa tentang hal ini, hanya saja hamba merasa... tidak seharusnya kita berbuat sesuatu yang buruk apabila orang... itu baik terhadap hamba. " Kong Hi mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Tapi ratu dari Negara Lo Sat itu juga baik terhadapmu sedangkan sekarang aku memberikan tugas kepadamu untuk menggempurnya, bagaimana?"

Siau Po menutup mulut dengan sebelah tangannya kemudian tertawa geli.

"Dia pernah dikurung oleh orang, hampir saja selembar jiwanya melayang, Aku yang mengajarkan bagaimana harus menggunakan senapan api untuk menimbulkan kekacauan sehingga nyawanya berhasil diselamatkan bahkan mendapat kedudukan tinggi. 

Berarti aku sudah menanam budi kepadanya, Apabila dia berani mengerahkan pasukan untuk merebut wilayah Sri Baginda, tentu kita tidak bisa membiarkannya, perempuan yang satu ini pandai bersandiwara. 

Hari ini berdekatan dengan si A, besoknya merayu si B. orangnya memang boleh juga, cuma tidak boleh dipercaya seratus persen sayangnya negara Lo Sat letaknya jauh dari sini, kalau tidak, sekarang juga hamba akan membawa pasukan besar untuk meringkus ratu itu agar Sri baginda dapat melihatnya sendiri. Tentunya menyenangkan!"

"Negara Lo Sat sangat jauh, kalimat ini penting sekali artinya. Karena itu, biar bagaimana pun kita harus memenangkan peperangan ini. Meskipun perbekalan senjata mereka lebih lengkap, namun jarak mereka jauh, kita dekat. Bila peperangan ini terjadi di wilayah perbatasan sungai Hek Liong Ciang, keuntungan justru ada di pihak kita. 

Bayangkan, untuk mencapai ke perbatasan mereka harus menempuh perjalanan yang panjang, Manusia atau pun hewan mempunyai tenaga yang terbatas, begitu sampai kondisi mereka sudah payah, sedangkan kita masih segar bugar. 

Apalagi mereka akan menemui kesulitan untuk membawa bermacam-macam perbekalan seperti ransum, amunisi, obat-obatan, dan jumlah yang diperlukan pasti banyak, Aku sendiri sudah mengadakan berbagai persiapan. 

Sebelum peperangan dimulai, aku sudah mengutus beberapa orang untuk menyiapkan ransum dalam jumlah yang banyak, Lagi-pula aku juga menghubungi daerah Mongol untuk mengirimkan makanan secara teratur sehingga kita tidak akan kekurangan Selain itu Mongolia juga sudah kupenngatkan agar tidak melakukan transaksi apa pun dengan pihak Lo Sat. 

Dengan demikian mereka akan kewalahan mencari perbekalan makanan atau yang lainnya bila kehabisan Dan yang terpenting daerah perbatasan telah dijaga ketat oleh orang-orangku. Setiap bertemu dengan kereta atau kuda milik Negara Lo Sat, aku menyuruh mereka membakar dan membunuh binatang-binatang itu, Bagaimana menurutmu siasat yang kujalankan ini?" tanya Kaisar Kong Hi. Siau Po senang sekali.

"Siasat Sri Baginda bagus sekali, mirip dengan pepatah yang mengatakan entah berapa burung yang dibidik atau apanya yang mati sekaligus gitu, Dari sepuluh bagian, tampaknya sembilan setengah bagiannya kita yang akan memenangkan peperangan ini," katanya penuh semangat.

"Belum tentu, Lo Sat adalah sebuah negara besar. Menurut seorang bawahanku, yakni Lam Huai Jin, negara itu bahkan lebih luas daripada negara Tiongkok kita, jangan sekali-sekali memandang ringan pihak musuh. 

Bila kita sampai kalah dalam peperangan ini, bukan saja kita kehilangan wilayah Liau Tong, tapi seluruh negara akan ikut terguncang karenanya, sedangkan bila pihak mereka yang mengalami kekalahan, tidak banyak pengaruh yang mereka rasakan. 

Paling-paling mereka mengundurkan diri ke daerah Barat, Karena itu, dalam peperangan ini, kita hanya boleh menang tidak boleh kalah, Kalau sampai kau kalah, aku akan segera mengirim bala pasukan ke sana, Hal yang pertama kuperintahkan adalah memenggal batok kepalamu." Kata-kata ini diucapkan Kaisar Kong Hi dengan nada yang tajam.

"Harap Sri Baginda berpandangan optimis. Kalau batok kepalaku ini dipertahankan, Bangsa Lo Sat bisa memenggalnya juga, Yang pasti hamba tidak akan membiarkan Sri Baginda yang memenggal batok kepala ini," sahut Siau Po.

"Baguslah kalau kau mengerti hal ini, Para tentara berlatih untuk bersikap kejam, serta perang juga merupakan masalah yang berbahaya, Siapa pun tidak dapat memastikan bahwa kemenangan ada di pihaknya. 

Aku hanya meminta agar kau tidak menyepelekan setiap persoalan. Perang bukan suatu permainan, bukan pula sebuah tantangan," kata Kong Hi.

"Baik," sahut Siau Po penuh hormat.

"SebetuInya, kalau hanya memimpin pasukan untuk berperang, kau juga tidak perlu ikut serta, Namun kita menantang Negara Lo Sat hanya ingin agar mereka sadar bahwa kita bukan bangsa yang diam saja diperlakukan semena-mena, Agar mereka tahu kekuatan kita dan mundur dengan sendirinya, itulah sebabnya aku ingin mengalahkan mereka. 

Dengan demikian mereka merasa berhutang budi dan kedua negara bisa rukun untuk selanjutnya, Dan tanah kita yang berhasil mereka kuasai tentu akan dikembalikan pada kita, Apabila kita bersikap kejam, maksudku setelah menang perang seluruh prajurit mereka kita bunuh, maka pimpinan negara Lo Sat pasti akan marah sekali.  Mereka akan mengirimkan seluruh kekuatannya untuk menyerbu kita, walaupun belum tentu kita kalah, tapi prajurit serta rakyat yang menjadi korban pasti banyak sekali Namun kalau kita bisa berdamai tanpa perlu menggerakkan senjata, itulah yang terbaik. 

Apabila kau sanggup membujuk ratu dari Negara Lo Sat itu untuk menarik kembali pasukannya yang ditempatkan di daerah kita, pasti akan menguntungkan kedua belah pihak."
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar