Jilid 88
Kata-kata Lim Heng Cu diputus oleh Ang Cao.
"Tahun ke enam Eng Liok berarti tahun ke tujuh... delapan. eh, sembilan dari Kaisar
Sun Ti."
"Apa iya? Sejak pembunuhan besar-besaran itu, penduduk Tionghoa di Taiwan tidak bisa akur kembali dengan para Setan Berambut Merah, Karena urusan yang kecil saja, para Setan Berambut Merah tidak segan-segan membunuh orang Tionghoa setempat itulah sebabnya ketika melihat datangnya pasukan Kok Seng Ya, penduduk setempat kegirangan setengah mati dan berseru bahwa Bintang Penyelamat mereka telah tiba.
Tua muda, laki-laki maupun perempuan langsung mengadukan penderitaan mereka kepada kami pada malam harinya, setelah benteng pertahanan yang pertama berhasil kami jebolkan. Setan-Setan Berambut Merah yang ada di benteng pertahanan satunya menjadi marah.
Mereka menangkapi penduduk di sekitarnya dan terjadilah pembantaian besar- besaran. Sekitar lima ratus penduduk ^o,rigkDa menjadi korban.
Keesokan harinya, Tan Kunsu yang mendengar berita itu menjadi berang. Dikumpulkannya para prajuritnya lalu diberi petunjuk tentang tindakan apa yang harus diambil untuk melaksanakan penyerangan ke benteng pertahanan Bangsa HolIand yang satunya.
Tan Kun su adalah panglima yang sudah berpengalaman, sedangkan bawahannya selalu menghormati orang ini. Di bawah pimpinan Tan Kun su, siang hari itu juga mereka menyerbu ke benteng pertahanan yang satu lagi.
Hamba mendapat tugas memimpin pasukan kedua, yakni prajurit gelombang kedua yang menggantikan kedudukan prajurit gelombang pertama yang mulai kelelahan. Dalam waktu dua hari dua malam, kami kembali berhasil menjebolkan benteng pertahanan lawan."
"Semua ini berkat jasa Lim toako pula," kata Siau Po. .
"Semua itu merupakan siasat yang cerdik dari Tan Kun su, hamba tidak mendirikan jasa apa-apa," sahut Lim Heng Cu. "Setelah benteng pertahanan berhasil dijebol, Kok Seng Ya tidak mau kepalang tanggung bekerja. Ribuan prajurit di bawah pimpinannya terus menggempur sisa Setan-Setan Berambut Merah yang masih ada.
Perang yang pecah saat itu dahsyat sekali, prajurit kami juga banyak yang gugur dalam medan perang, Para Setan Berambut Merah merasa pasukan mereka tidak sanggup lagi menahan kegencaran serbuan prajurit Kok Seng Ya, mereka berlari ke pantai dan berniat melarikan diri dengan kapal.
Pada saat itu kapal-kapal kami juga berlabuh di tempat yang tidak seberapa jauh, Kok Seng Ya membidikkan panah api sebagai isyarat kepada para prajuritnya yang ada di atas kapal.
Mereka segera paham apa yang diperintahkan oleh Kok Seng Ya. Mereka membiarkan Para Setan Berambut Merah itu kabur di atas kapal. Setelah yakin semuanya naik kapal, prajurit Kok Seng Ya segera menembakkan meriam ke arah kapal tersebut.
Dalam sekejap mata beberapa kapal yang berisi para penjajah itu hancur berantakan Darah dan daging manusia berserakan di permukaan laut, air laut pun langsung berubah menjadi merah warnanya, Sungguh suatu pemandangan yang mengerikan!"
"Wah! Hebat, hebat!" seru Siau Po sambil mengacungkan jempolnya, Lalu dia memalingkan wajahnya kepada Sie Long. "Sayangnya Sie Ciangkun saat itu sedang bertugas di Sia Bun. seandainya waktu itu Sie Ciangkun ikut ambil bagian dan membunuh beberapa ekor Setan Berambut Merah saja, sudah cukup pantas disebut sebagai pahlawan bangsa," katanya pula.
Sie Long berdiam diri tanpa tahu apa yang harus diucapkan.
Siau Po bertanya pula kepada Ang Cao, "Ang toako, di mana kau pada saat itu?" "Saat itu hamba di bawah pimpinan Liu Kok Han, Liu Ciangkun Kami menyerang
daerah utara, Meskipun kebanyakan Para Setan Berambut Merah itu di selatan, namun jumlah mereka di utara juga cukup banyak, lagipuIa persenjataan mereka lebih lengkap.
Ketika kapal kami sudah dekat dengan kapal musuh, para prajurit kami sudah mulai menembakkan senapan dan meledakkan meriam. Tapi pihak lawan menggunakan sejenis perisai anti peluru, Sampai berpuluh kali kami melepaskan tembakan, namun tidak ada satu pun yang mengenai sasaran. Hampir saja kami merasa putus asa. Yang memimpin pasukan terdepan saat itu Lim Cin Cia, Lim Ciangkun. Dia melihat situasinya tidak menguntungkan bagi pihak kita, Anak buahnya sudah banyak yang mati tertembak, sedangkan dari pihak lawan belum satu pun korban yang jatuh.
Akhirnya Lim Ciangkun menjadi nekad, Dia melompat ke kapal musuh dengan membawa sebuah granat di tangan, Begitu berhasil mencapai kapal lawan, ditariknya ujung granat dan seluruh kapal itu pun meledak bersama dirinya.
Para Setan Berambut Merah yang ada di kapal lainnya menjadi panik melihat pasukan bangsa kami yang berani mati. Dalam waktu sekejap, dua kapal perang musuh sudah berhasil kami kuasai, Malam harinya kami mendapat berita bahwa pihak Tan Kun su juga sudah mendapat kemenangan.
Bahkan ketika perang usai, Kok Seng Ya memerintahkan seorang tabib untuk memeriksa keadaan Tan Kun su, dari tubuh Panglima perang itu berhasil dikeluarkan tujuh butir peluru," sahut Ang cao menjelaskan.
"Eh, guruku tidak mati di bawah tembakan pistol Setan Berambut Merah, akhirnya malah mati oleh tusukan pedang si budak The Kek Song yang neneknya jahat! Sie Ciangkun, Lam Cu Han Tai Tiong Hu (Pria yang merupakan laki-laki sejati) seharusnya membela negara membasmi orang asing yang ingin menjajah negaranya, itu baru namanya hebat! Kalau orang Tionghoa membunuh orang Tionghoa juga, biar pun yang dibunuh jumlahnya tidak terhitung lagi, tetap saja tidak pantas disebut laki-laki sejati, iya kan?"
Sie Long mendengus satu kali tetap tidak memberikan jawaban.
"Para Setan Berambut Merah sudah mengalami beberapa kali kekalahan. Mereka memerintahkan anak-anak buahnya untuk menelusup ke tempat kami untuk membakar gudang ransum, namun setiap kali tindakan mereka tertangkap basah oleh Tan Kun su,
Akhirnya mereka menjadi kelabakan Tindakan mereka selanjutnya adalah mengutus seorang panglima perang untuk menyeberangi lautan secara diam-diam dan meminta bantuan dari Bangsa Ceng.
Mereka menemui gubernur setempat yang bernama Li Sian Tay. Ternyata Li Tayjin ini orangnya lucu juga, Dia membalas surat komandan Setan Berambut Merah dan menyuruh mereka memimpin pasukannya memasuki wilayah Hokkian.
Tujuannya untuk menghancurkan prajurit Kok Seng Ya yang ada di Kim Bun dan Sia Bun Tentara kerajaan Ceng sendiri akan menggempur langsung Pulau Taiwan, Li Tayjin ini tidak tahu, bahwa seluruh benteng pertahanan Setan-Setan Bcrambut Merah telah dikuasai Kok Seng Ya. jangan kata menyerbu ke Hokkian, untuk meloloskan diri saja belum tentu ada kemampuan," kata Lim Heng Cu. "Ucapan Setan-Setan Berambut Merah itu ibarat kentut busuk, sampai akhirnya mereka tidak menyerang ke Kim Bun dan Sia Bun bukan? Apa yang pernah diucapkan oleh Kerajaan Ceng kita yang besar barulah masuk hitungan, Akhirnya tentara kerajaan kita benar-benar menyerbu ke Taiwan kan? walaupun kejadiannya sudah terlambat tiga puluh tahunan, tapi toh tidak apa-apa.
Ketika Sie Ciangkun melakukan penyerangan ke Taiwan, entah ada atau tidak Setan Berambut Merah yang membantu penyerangan dari dalam?" tanya Siau Po pula.
Sie Long tidak dapat menahan diri lagi, Dia langsung berdiri dan berkata dengan nada marah.
"Wi Hu ya, kita sama-sama orang yang makan gaji, majikan kita sama-sama pemerintah Kerajaan Ceng yang besar, mengapa kata-kata yang kau ucapkan selalu dingin menusuk dan menyindir perasaan saudaramu ini?"
Siau Po menunjukkan mimik heran.
"Aih! Kok aneh, kapan aku menggunakan kata-kata untuk menyindirmu? Sie Ciangkun tidak bekerja sama dengan bangsa asing, rasanya masih belum terlambat Sekarang kedudukan Sie Ciangkun sudah tinggi sekali, prajurit yang dibawahinya pasti besar sekali jumlahnya.
Bila Sie Ciangkun menghubungi Setan Holland, Setan Spanyol, Setan Portugis, Setan Lo Sat sekalipun, tentunya mereka senang dapat bekerja sama denganmu!"
Hati Sie Long tercekat mendengarnya.
-- Celaka! Kalau dia sembarangan mengoceh di depan Sri Baginda bahwa kemenangan yang aku peroleh kali ini merupakan kerja sama dengan bangsa asing, sama saja aku menyerahkan selembar nyawa ini ke tangannya! -- pikirnya dalam hati.
Membawa pikiran demikian, dia mengingat kembali amarah dan kata-katanya yang tidak sopan barusan Hatinya menyesal sekali Cepat-cepat dia mengembangkan seulas senyuman sambil berkata.
"Saudaramu ini sudah kebanyakan minum, jadi emosi, Harap Wi Hu ya tidak menyimpan persoalan ini dalam hati."
Ketika Sie Long berdiri dengan mata mendelik, sebetulnya Siau Po agak takut juga. Melihat orang itu kemudian tersenyum dan memohon maaf darinya, anak muda yang cerdik itu segera paham bahwa Sie Long sendiri juga masih gentar terhadapnya, Karena itu dia segera tertawa.
"Kalau Sie Ciangkun memang punya niat untuk mengangkat diri sendiri sebagai raja di Taiwan, sebaiknya bunuh dulu aku agar mulut ini bungkam, jangan sampai aku melaporkannya kepada Sri Baginda, Tapi kalau hanya bermaksud menunjukkan wibawa dengan main gertak, meskipun nyali siaute kecil sekali, tapi rasanya tidak perlu takut juga."
Wajah Sie Long berubah pucat pasi. Dia segera berdiri lalu menjura dalam-dalam. "Orang yang bijaksana tentu tidak akan mempersoalkan urusan manusia yang
rendah, Hamba telah bersikap kasar sehingga tidak keberatan apabila menerima
hukuman, Namun, hamba sama sekali tidak berniat mengangkat diri sendiri menjadi raja di Tai-wan atau pun bermaksud bekerja sama dengan bangsa asing, bahkan hal ini tidak pernah terlintas dalam benak hamba. Yang terutama bagi hamba hanyalah berbakti kepada Sri Baginda dan setia kepada negara," katanya dengan nada rendah diri.
Siau Po tertawa. "Silahkan duduk, silahkan duduk! Kita lihat saja perkembangannya nanti," katanya, Dia memalingkan kepalanya kepada Lim Heng Cu dan bertanya pula.
"Saudara Lim, kisahmu tadi lebih bagus dari tukang cerita, Setelah Kok Seng Ya melakukan perang berdarah di Taiwan, dan Setan Berambut Merah lari terbirit-birit, lalu bagaimana?"
"Kabar tentang masuknya Kok Seng Ya ke Taiwan telah menyebar ke mana-mana. Oey Bu, Oey Tayjin segera mengajukan saran kepada pihak Kerajaan, dia mengemukakan lima cara yang efektif untuk menguasai daerah-daerah yang telah diduduki Kok Seng Ya," sahut Lim Heng Cu.
"Siapa Oey Bu?" tanya Siau Po.
Lim Heng Cu melirik sekilas kepada Sie Long, lalu terbatuk-batuk beberapa kali, Dia tidak berani memberikan jawaban langsung.
"Oey Bu ini tadinya bawahan Kok Seng Ya juga. Dia ahli strategi perang dan menjabat sebagai pelatih para prajurit. Akhirnya dia membelot kepada pemerintahan Ceng. Nasibnya baik sehingga kurang dari setahun dia sudah dianugerahi gelar Hai Tin Kong tingkat satu (Pangeran Strategi Lautan tingkat satu)," Sie Long yang menjawab pertanyaannya.
"Huh, rupanya seorang pengkhianat." Kalimat yang terakhir tidak diucapkannya, Siau Po baru teringat bahwa dia bisa menimbulkan perselisihan lagi. Tampak wajah Sie Long memerah, Dalam hati orang itu berkata.
- Kalau memaki diriku sebagai pengkhianat, aku rasa kau sendiri juga setali tiga uang, orang Boan Ciu gadungan! -
"Jurus Menepuk Pantat Kuda yang bagaimana yang dikerahkan oleh Oey Bu ini sehingga dalam waktu singkat dia sudah dianugerahi gelar Pangeran Tingkat Satu? Wah, ilmunya boleh juga! Caranya itu harus kita dengar baik-baik agar kelak bisa kita tiru sedikit-sedikit!" kata Siau Po. "Oey Bu ini tadinya mendapat tugas untuk menjaga daerah Hai Tin, tapi dia malah mempersembahkan daerah itu kepada pihak kerajaan, Siapa saja anak buahnya yang tidak menurut pasti dibunuhnya, Padahal waktu itu pihak kerajaan sudah tidak berdaya menghadapi Kok Seng Ya, dia menganggap orang ini semakin mengembangkan sayapnya dari hari ke hari.
Tahu-tahu datang seorang panglima yang berkedudukan tinggi membelot kepadanya dan sekaligus mempersembahkan daerah yang dikuasainya, bukankah suatu kebetulan jadinya? Pihak Kerajaan senang sekali, itulah sebabnya datang-datang Oey Bu sudah diberikan kedudukan yang tinggi," sahut Lim Heng Cu.
"Oh, rupanya begitu, Saran apa saja yang dikemukakan pada pihak kerajaan?" Lim Heng Cu menarik nafas dalam-dalam baru menyahut.
"Rakyat yang menderita karena ulah Oey Tayjin ini benar-benar tidak terhitung lagi, Lima cara yang dikemukakannya adalah, pertama, mengungsikan penduduk yang hidup di sekitar perairan ke daerah pedalaman serta dijaga ketat, dengan demikian mereka tidak bisa mengadakan kontak dengan Kim Bun, Sia Bun atau pun Taiwan,
Kedua, perahu-perahu milik penduduk harus dibakar musnah agar tidak ada yang melarikan diri Mulai saat itu, satu potong papan pun tidak boleh terlihat ada yang mengapung di permukaan laut.
Ketiga membunuh ayah Kok Seng Ya. Ke empat, menggali makam leluhur Kok Seng Ya agar Hong Sui (Peruntungannya) jadi kacau.
Kelima, mengumpulkan sisa anak buah Kok Seng Ya yang sudah menyatakan takluk dan mengungsikan mereka ke beberapa tempat terpencil sehingga tidak menimbulkan penyakit di kemudian hari."
"Eeh, saran yang dikemukakan budak ini ternyata benar-benar sadis!" kata Siau Po. "Memang, ketika Kaisar Sun Ti baru mengundurkan diri sehingga Sri Baginda
sekarang yang menggantikannya, sedangkan usia Sri Baginda masih kecil sekali,
segala urusan pemerintahan ditangani oleh Go Pay.
Begitu mendengar kelima cara yang disebutkan oleh Oey Bu, Go Pay segera berpendapat bahwa itulah ide yang paling cemerlang. Dia segera menurunkan perintah bahwa tiga puluh li di sekitar Kiang Su, Si Kiang, Hokkian dan Kuang Tong (Kan-ton) tidak boleh ada yang menghuni.
Perahu-perahu dari wilayah Liau Tong sampai ke ujung perbatasan harus dibakar musnah, Pada waktu itu, entah berapa banyak penduduk di sekitar perairan yang kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian." Sie Long menggelengkan kepalanya, "lde yang dikemukakan oleh Oey Bu itu memang keterlaluan sekali, Sampai belakangan ini, yakni setelah Wi Hu ya berhasil menaklukkan Go Pay, peraturan di perairan itu baru dicabut.
Tapi sudah berapa ribu penduduk yang menahan penderitaan berkepanjangan itu, Malah pada saat larangan itu disiarkan, tidak boleh ada seorang penduduk pun yang membicarakannya, Yang ketahuan langsung digiring kepada Go Pay dan dipenggal kepalanya sebagai hukuman.
Banyak rakyat yang menderita kelaparan sehingga diam-diam mereka pergi ke tepi laut untuk menangkap ikan. Yang ketahuan juga dihukum mati. Ayah Kok Seng Ya juga dibunuh pada saat yang sama.
Go Pay khusus memerintahkan seorang perwira kepercayaannya yakni Su Na Hay agar membawa pasukannya untuk menggali makam leluhur Kok Seng Ya."
"Go Pay menyebut dirinya sebagai seorang Pejuang sejati, tapi kelakuannya benar- benar tidak menunjang apa yang dikatakannya, Kalau memang gagah, mengapa dia tidak mengajak Kok Seng Ya berduel satu lawan satu?
Dengan mengungsinya seluruh penduduk di sekitar perairan agar tidak bisa mengadakan kontak, sama saja dia menunjukkan bahwa dia takut kepada Kok Seng Ya. Hong Siang mencintai rakyatnya, maka apabila saran Oey Bu ini sempat sampai ke tangan Kaisar Kong Hi, pasti dia sendiri yang akan dipenggal kepalanya," kata Siau Po.
"Memang betul, sayangnya Oey Bu ini matinya terlalu cepat, Hitung-hitung memang peruntungannya cukup bagus," sahut Sie Long,
"Berita kematian The Thay Suai (Ayahanda Kok Seng Ya) dengan cepat menyebar ke Taiwan, Kala Seng Ya tahu hal ini akan menimbulkan kegemaran di hati para prajurilnya.
Dia mengatakan bahwa semua itu hanya desas-desus belaka, jangan percaya. Tapi menurut pengawal pribadinya, tengah malam Kok Seng Ya sering terlihat menangis dengan sedih, Kok Seng Ya juga mengatakan kepada Tan Kun su dan beberapa panglima lainnya bahwa rencana yang diajukan oleh Oey Bu ini benar-benar lihai.
Untung saja Taiwan telah dikuasai oleh pihak mereka, kalau tidak, para prajurit di Kim Bun dan Sia Bun yang jumlahnya laksana orang itu tentu tidak bisa menginjakkan kakinya lagi di wilayah itu.
Pada saat itu, kami juga sudah cukup lama melakukan pengepungan Para Setan Berambut Merah pernah beberapa kali mencoba menerobos keluar, tapi tidak berhasil.
Kok Seng Ya kemudian menurunkan perintah bahwa sebelum pergantian tahun, daerah yang masih ditempati para Setan Berambut Merah sudah harus kita kuasai," kata Lim Heng Cu kemudian memalingkan kepalanya kepada Ang Cao dan bertanya, "Penyerangan dilakukan pada bulan sebelas tanggal dua puluh dua, bukan?"
"BetuI," sahut Ang Cao, "Ketika pasukan yang kupimpin menembakkan meriam dengan gencar. Aku ingat bahwa saat itu hujan deras dan angin kencang sekali, tapi kami tidak perduIi. Dalam sekejap saja, pintu serta tembok benteng pertahanan sudah berhasil kami jebol.
Demikian pula tembok perbatasan sebelah barat dan timur kota, Para Setan Berambut Merah menerjang ke luar untuk melakukan perlawanan namun setelah rekan- rekannya mati sebanyak ratusan orang, mereka terpaksa mundur kembali.
Kemudian mereka mengibarkan bendera putih sebagai tanda menyerah. Waktu itu Bangsa Tionghoa yang di Taiwan sudah terlalu marah, mereka ingin membalas dendam atas penderitaan mereka selama ini.
Mereka meminta agar semua Setan Berambut Merah itu dibunuh saja, Tapi Kok Seng Ya menjelaskan kepada para penduduk bahwa musuh yang sudah menyerah tidak boleh dibunuh lagi, itu sudah merupakan peraturan dalam politik di dunia.
Kok Seng Ya mengijinkan sisa Setan Berambut Merah itu untuk naik ke atas kapal yang telah disediakan tapi sebelumnya pemimpin mereka harus menanda tangani surat pernyataan menyerah.
Para Setan Berambut Merah itu pun meninggalkan Taiwan dan kabarnya mereka melarikan diri ke Batavia, Setan-Setan Berambut Merah itu menjajah Taiwan sejak Dinasti Beng, tahun Thian Pit ke empat.
Jadi jumlah keseluruhannya adalah tiga puluh delapan tahun, Sampai tahun ke lima belas kaisar Eng Liok, yang.,, berarti tahun Kaisar Sun Ti dari dinasti Ceng yang ke delapan belas, Taiwan baru bersatu kembali dengan Tiongkok."
"Kok Seng Ya sudah menerangkan bahwa Setan-Setan Berambut Merah itu sudah menyerahkan diri, jadi mereka tidak boleh dibunuh. Tapi para penduduk di Taiwan tentu saja merasa tidak puas lalu beramai-ramai mereka meludah kepada Setan-Setan Berambut Merah itu.
Bahkan ada yang melemparkan batu. Anak-anak kecil malah menggubah lagu yang jenaka untuk mengejek mereka, Para Setan Berambut Merah itu lari kocar-kacir sambil menundukkan kepala mereka dalam-dalam.
Tidak ada satu pun yang berani melontarkan kata-kata untuk membalas perbuatan para penduduk, Begitu mereka sudah naik ke atas kapal, pemimpin mereka menaikkan bendera mereka ke atas satu kali kemudian baru menurunkannya kembali.
Setelah itu mereka juga menembakkan meriam sebanyak tiga kali sebagai tanda penghormatan dan ucapan terima kasih kepada Kok Seng Ya karena mereka dilepaskan tanpa ada seorang pun yang di-bunuh," kata Lim Heng Cu melanjutkan ceritanya.
"Bagus!" seru Siau Po. "Kita orang-orang Tiong-hoa memang patut merasa bangga, Meriam-meriam yang dimiliki Setan-Setan Berambut Merah itu benar-benar dahsyat, namun kita bisa merebut kembali Pulau Taiwan dari tangan mereka sesungguhnya bukan urusan yang mudah. Ya, memang tidak mudah!"
"Benteng yang pertama diganti namanya oleh Kok Seng Ya menjadi kota An Peng Cen. sedangkan benteng yang kedua diganti namanya menjadi Jin Thian Fu. Untuk selama-lamanya menjadi dua tempat yang terpenting di Taiwan," kata Ang Cao.
Tiba-tiba Wakil Panglima Lu menukas.
"Ketika Sie Ciangkun merebut kembali Pulau Taiwan, jalan yang ditempuhnya juga mengikuti jejak Kok Seng Ya, yaitu masuk melalui Lu Ji bun ke. "
Wi Siau Po mengibaskan tangannya untuk memotong ucapan orang itu, lalu dia bersin sekeras-kerasnya dan berkata.
"Cerita tentang Bangsa Tionghoa yang membuat para Setan Berambut Merah lari terbirit-birit baru seru didengar, kalau Bangsa Tionghoa menggempur Bangsa Tionghoa juga, ceritanya toh bolak-balik sama juga, Sie Ciangkun, arak yang kita teguk sudah cukup banyak, Kita sudahi saja perjamuan ini."
Sie Long segera berdiri.
"Baik, Terima kasih atas undangan Wi Hu ya, hamba mohon diri," sahutnya.
Siau Po kembali ke kamar Dia menceritakan bagaimana dia selalu memutuskan pembicaraan Sie Long karena dia tidak sudi mendengar orang itu membanggakan diri sendiri yang berhasil merebut kembali pulau Taiwan.
Keenam istrinya tertawa geli mendengar penuturannya, hanya A Ko seorang yang berdiam diri dengan wajah murung.
Rupanya dia tengah membayangkan apabila tempo hari dia terkena rayuan The Kek Song lalu ikut orang itu menikah di Taiwan, tentu hari ini dia juga digiring ke Pe King. Negara hancur, suami ditahan, penderitaan itu benar-benar menyiksa.
Tempo hari, ketika The Kek Song menggunakan perahu kecil meninggalkan Pulau Tong Sip to. A Ko sudah tidak memperdulikannya lagi, apalagi sekarang mendengar dia kehilangan kekuasaannya, dia sama sekali tidak merasa iba.
Kalau membayangkan kembali masa-masa dulu, kok dia bisa tertarik pada kegagahan dan ketampanan pemuda itu? Padahal dia sudah tahu kalau orang itu tidak bisa diandalkan. Untuk beberapa lama dalam hidupnya, ternyata matanya pernah buta, Dia pernah jatuh hati benar-benar pada The Kek Song, sekarang dia merasa malu sendiri kalau teringat kembali.
"Hongte koko juga terlalu baik hati. The Kek Song kan sudah menyerah, mengapa tidak dihukum mati? Malah dianugerahi pangkat segala! Tingkatannya justru lebih tinggi dari Siau Po. Benar-benar bikin orang jengkel!" teriak Tuan Putri seperti biasanya.
Siau Po menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Tidak apa-apa, tidak apa-apa. Kok Seng Ya merupakan seorang pahlawan sejati yang berjiwa besar pula, justru karena memandang wajah Kok Seng Ya, Sri Baginda menganugerahkan pangkat tersebut kepada si budak Kek Song. Kalau mengandalkan kebisaan si budak busuk itu sendiri, paling-paling pantas dianugerahi pangkat Perwira Ulat Bulu," katanya.
Pada keesokan harinya, Siau Po sengaja hanya mengundang Lim Heng Cu dan Ang Cao berdua, Dia menanyakan lagi pengalaman Sie Long menyerbu ke Pulau Taiwan.
Rupanya prajurit kerajaan Ceng dan prajurit Taiwan sempat bertempur mati-matian di wilayah Peng Hu selama beberapa hari, Hari pertama pasukan Sie Long mengalami kekalahan. Belakangan datang bantuan berupa pasukan Angkatan Laut pihak Kerajaan dan dalam sekali mereka bertempur, kapal-kapal Taiwan berhasil dikuasai Prajuritnya yang mati mencapai Iaksaan orang, sebagian kapal perang musuh berhasil dihancurkan atau dibakar.
Kerugian pihak Taiwan cukup besar, Mereka kehilangan kapal sebanyak tiga ratusan, Liu Kok Han segera memimpin pasukannya yang kalah perang kembali ke Taiwan.
Sie Long segera memimpin pasukan Angkatan Lautnya untuk menyerbu ke Taiwan, Pada saat itu air di daerah Lu Ji Bun sedang surut, dengan demikian kapal mereka tidak bisa lewat, dan mereka terombang-ambing di lautan selama dua belas hari.
Ketika mereka mulai panik, tiba-tiba air bah melanda sehingga menerjang kapal- kapal kerajaan, Dengan demikian pula kapal-kapal itu berhasil melalui gundukan batu dan pasir yang menjadi kendalanya. Para penduduk Taiwan yang mengetahui hal itu semuanya merasa terkejut dan mereka berkata.
"Tempo hari ketika Kok Seng Ya bermaksud merebut kembali Taiwan dari Setan- Setan Berambut Merah, kapal-kapal beliau pun mengalami kesulitan untuk melalui gundukan tanah serta pasir di Lu Ji Bun.
Tidak disangka-sangka datang gelombang besar sehingga mereka berhasil melaIuinya. sekarang kejadian yang sama terulang kembali. Ternyata ini sudah merupakan takdir yang Kuasa, percuma rasanya kalau kita tetap bertempur, sebab yang hancur pasti kita sendiri." The Kek Song yang mendengar pasukan Angkatan Laut pihak kerajaan sudah berhasil menerobos Lu Ji Bun, langsung saja ketakutan setengah mati. Dia sendiri tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan Pang Ci Hoan menasehatinya agar menyerah saja.
Tanpa berpikir panjang lagi dia segera menyetujui usul gurunya itu, Tapi dia juga khawatir Sie Long akan membalas dendam kepadanya dengan menghancurkan keturunan Kok Seng Ya. itulah sebabnya Liu Kok Han menulis sepucuk surat kepada Sie Long dengan menyatakan bahwa mereka bersedia menyerah tapi keamanan anak cucu Kok Seng Ya harus dijamin.
Apabila tidak, seluruh rakyat Taiwan bersedia bertempur terus meskipun sampai orang terakhir Sie Long segera menyetujuinya. Dia menjamin bahwa dirinya tidak akan mengingat kembali hutang lama.
Apabila hal itu sampai terjadi, biarlah dia disambar petir dan putus keturunan Akhirnya dengan adanya sumpah berat dari Sie Long, The Kek Song, Pang Ci Hoan, Liu Kok Hian beserta ratusan prajurit Taiwan lainnya pun menyatakan takluk serta dibawa pulang ke Kotaraja.
Keturunan langsung dari mantan Kaisar Dinasti Beng yakni Cu Sut Kui bunuh diri saking kecewanya, Lima orang istri-istrinya mengikuti jejaknya, Dengan demikian keturunan Dinasti Beng pun putus sampai di situ.
Dalam hati Siau Po berpikir
-- Keturunan langsung dari mantan Kaisar Dinasti Beng ini memilih jalan bunuh diri karena tahu tidak mungkin kerajaannya dapat bangkit kembali. Tapi begitu-begitu masih ada lima orang istrinya yang menemani kematiannya, seandainya suatu hari aku Wi Siau Po terpaksa bunuh diri, entah berapa di antara ke tujuh istriku ini yang sudi menemaniku?
Song Ji tidak perlu diragukan lagi kesetiaannya, Kalau Kian Leng kongcu tidak usah diharap, sisanya yang lima orang mungkin harus lempar dadu untuk menentukan mati hidup mereka. Apabila Pui Ie yang kebagian melempar dadu, dia pasti main gila, agar aku yang sudah mati saat itu menjadi tumbal baginya, --
Lim Heng Cu melanjutkan kisahnya kembali, Dia mengatakan bahwa Sie Long ternyata orang yang menepati janji, Dia memang tidak mempersuIit keturunan Kok Seng Ya, bahkan dia sendiri mendatangi Kuil Seng Peng Ong Bio untuk bersembahyang, Di sana dia menangis dengan sedih.
"Dia menulis sebuah puisi yang isinya dalam sekali, Kata-katanya pun bagus, Puisi itu dipersembahkan kepada Kok Seng Ya," kata Ang Cao yang langsung membacakan puisi itu agar didengar oleh Siau Po. Tapi dasar bocah itu tidak pernah bersekolah, kata-kata biasa saja kadang-kadang sulit dimengerti olehnya, Apalagi puisi yang mengandung arti mendalam, Dia sampai termangu-mangu mendengar Ang Cao menirukan isi puisi itu.
"Apa sih yang diocehkannya?" tanya Siau Po pada Lim Heng Cu.
"Yang dimaksudkan dengan "Lu Tiong Ciong Su" adalah Go Cu Sai. Dulu Go Cu Sai ini berhasil menghancurkan negara Chu. Setelah itu dia menggali kembali kuburan Chu Peng Ong dan mencambuk jenasah raja itu sebanyak tiga ratus kali. Maksudnya untuk membalas dendam atas kematian ayah dan kakaknya yang dibunuh oleh raja tersebut Sie Long mengatakan bahwa bagaimana pun busuknya hati sendiri, dia tidak mungkin melakukan hal yang demikian sadis."
Siau Po tertawa dingin mendengarnya.
"Huh! Memangnya dia berani? Biarpun Kok Seng Ya sudah meninggal, dia masih ketakutan setengah mati, Dia sudah menghancurkan seluruh kehidupan keturunan Kok Seng Ya. Jangan-jangan arwah Kok Seng Ya akan mendatanginya dan membuat hidupnya dihantui ketakutan itulah sebabnya dia cepat-cepat mengunjungi makam Kok Seng Ya serta pura-pura bersikap jantan Padahal dalam hati dia pasti memohon pengampunan Orang ini licik sekali, kalian jangan sampai kena dikelabui olehnya."
Lim Heng Cu dan Ang Cao segera mengiakan.
"Cerita tentang Go Cu Sai pernah kulihat dalam pertunjukan sandiwara, Ada bagian di mana dia menghadapi cobaan berat sekali sehingga dalam semalaman saja rambutnya berubah putih semua, bukan?" kata Siau Po pula.
"Betul, ingatan Hu ya ternyata baik sekali," sahut Ang Cao.
Siau Po sudah lama sekali tidak mendengar cerita, Karena itu dia segera menanyakan sejarah kehidupan Go Cu Sai. Kebetulan Ang Cao juga pernah mengikuti ujian untuk menjadi Siu Cai (Pelajar), meskipun akhirnya gagal tapi setidaknya perutnya pernah terisi tinta sehingga cerita sejarah-sejarah yang terkenal masih diingatnya dengan baik. Dia menjawab semua pertanyaan Siau Po sehingga pemuda itu semakin bersemangat mendengarkannya.
"SeIama di pulau ini aku merasa iseng sekali. Untung ada saudara berdua yang berkunjung ke sini dan menceritakan kisah-kisah yang menarik ini. sebaiknya kalian berdua tinggal beberapa hari lagi, jangan tergesa-gesa pulang ke Kotaraja," kata Siau Po.
"Kami berdua merupakan prajurit Taiwan yang telah menyerahkan diri, Tadi malam pembicaraan kami telah membuat kesal hati Sie Ciangkun, Apabila orang itu berniat mencelakai kami, mudahnya tentu seperti menginjak semut di tanah. Apabila dia menambahkan sedikit fitnah di hadapan Sri Baginda, kemungkinan malah kepala kami akan dipenggal dulu dan benar tidaknya baru diselidiki belakangan. Andaikan kepala sudah dipenggal dan kasusnya tidak diselidiki lagi, rasanya juga tidak ada orang yang akan menanyakannya, Wi Tayjin, mohon kau bicarakan kepada Sie Ciangkun, kalau bisa kami berdua tinggalkan di sini saja untuk melayani Wi Tayjin," kata Lim Heng Cu.
Siau Po justru senang sekali mendengarnya, "Ang toako, bagaimana menurut pendapatmu?" tanyanya.
Tadi malam hamba sudah merundingkan hal ini dengan Lim toako, Apabila tidak mendapat pertolongan dari Wi Tayjin, kali ini kemungkinan kami berdua akan mati tanpa kuburan," sahut Ang Cao.
"Apabila kalian berdua mengikuti aku, aku ingin kalian menurut apa kataku," kata Siau Po.
Lim Heng Cu dan Ang Cao segera berdiri dan menjura dalam-dalam.
"Apa pun yang diperintahkan oleh Wi Tayjin, kami akan laksanakan dengan sesungguh hati," sahut mereka serentak.
Siau Po semakin senang, Dalam hati dia berpikir.
- Dengan adanya bantuan dari kedua orang ini, tentu tidak sulit bagiku untuk kabur dari tempat setan ini, --
Ketika mengutus Perwira tua dan lima ratus orang prajuritnya, Kaisar Kong Hi sudah berpesan wanti-wanti agar jangan membiarkan Siau Po atau pun keluarganya meninggalkan pulau Tong Sip to biar satu langkah pun.
Padahal Perwira tua itu bukan jenis orang yang otaknya encer. Kebisaannya pun tidak seberapa, tapi terhadap firman Kaisar, biar kepalanya dipenggal tujuh belas kali mereka juga tidak berani melanggarnya.
Kong Hi memerintahkan dia untuk menjaga Siau Po dengan ketat, maka dia pun memperhatikan pemuda itu ke mana pun dia pergi siang dan malam, Sebetulnya, kalau Siau Po berniat membunuh perwira tua itu, mudahnya seperti membalikkan telapak tangan saja.
Namun, biarpun dia membunuh habis lima ratus prajurit yang menjaga di pulau itu, tetap saja dia tidak bisa melarikan diri tanpa adanya sepotong perahu pun. sedangkan Lim Heng Cu dan Ang Cao merupakan Komandan Angkatan Laut di Taiwan dulu, Mengenai pembuatan perahu tentu sudah dikuasai penuh oleh mereka.
Malam itu, kembali dia mengundang Sie Long, Namun yang hadir bersama orang itu kali ini hanya Lim Heng Cu dan Ang Cao. Hal ini memang sudah diatur oleh Siau Po.
Setelah berbincang-bincang sedikit, Siau Po berkata. "Sie Ciangkun, sebaiknya kau tinggal di sini satu dua bulan lagi."
"SebetuInya hamba juga ingin berdekatan dengan Wi Tayjin lebih lama lagi, dengan demikian hamba bisa sering-sering mendengar nasehat Tayjin yang berharga, Tapi Taiwan baru berhasil kita rebut kembali, maka kami tidak bisa meninggalkannya terlalu lama. Mungkin besok kami sudah harus memohon diri dengan Tayjin," sahut Sie Long.
"Barusan kau bilang ingin berdekatan denganku lebih lama agar bisa sering-sering mendapat nasehatku yang berharga, Entah apa yang kau katakan ini benar atau hanya ingin menyenangkan hatiku saja?" tanya Siau Po.
"Tentu saja benar, Hal ini merupakan kata hati hamba yang tulus, Dulu Hamba mengikuti Wi Tayjin, kita sudah pernah memimpin pasukan ke pulau Tong Slp to ini untuk meledakkan Sin Liong to. Tiap hari hamba mendapat pengarahan dari Wi Tayjin, Disam-ping itu hamba juga diajak bersenda gurau serta main judi dan minum arak, Hari- hari yang kita lalui dulu benar-benar menyenangkan," sahut Sie Long.
Siau Po tertawa.
"Apabila kau bisa merasakan kembali hari-hari seperti itu, apakah kau akan merasa senang?" tanyanya.
"Tentu saja senang, Kelak apabila mendapat tugas berat dari Sri Baginda, hamba akan memohon agar hamba bisa diikut sertakan dengan pasukan yang dipimpin oleh Wi Tayjin."
Siau Po menganggukkan kepalanya.
"Mudah sekali Kalau kau ingin menyertaiku, mendengar gurauanku atau bermain judi bersamaku, sebetulnya tidak ada kesulitan sedikit pun. Besok kita bersama-sama berangkat ke Taiwan saja," katanya tenang.
Sie Long terkejut setengah mati, dia sampai melonjak bangun.
"Ini... ini Sri Baginda belum menurunkan firman mengenai hal ini, hamba... tidak berani memutuskannya, Harap Wi Tayjin sudi memaafkan," sahut Pembesar itu gugup, Siau Po tertawa.
"Aku toh tidak bermaksud melakukan apa-apa di Taiwan, cuma mendengar cerita kalian yang seru, Aku jadi penasaran, katanya di Taipei dan di Taiwan sudah berdiri kota-kota yang indahnya tidak kalah dengan Kotaraja, aku jadi ingin melihatnya.
Lagipula, sesampainya di Taiwan, kau bisa sering-sering mendengar nasehatku yang berharga bukan? Kata-kata ini kau sendiri yang keluarkan Aku justru melihat bahwa kau orangnya cukup baik, sedangkan dulu kau sudah pernah ikut denganku. Kita toh majikan dan bawahan lama, maka hubungan kita mana bisa di-samakan dengan orang-orang lainnya? itulah sebabnya aku bersusah payah memikirkan jalan agar kita bisa selalu berkumpul bersama.
Aku akan pergi ke Taiwan untuk bermain-main selama satu dua bulan, setelah itu aku akan kembali lagi ke sini, Kalau kau tidak bilang kepada siapa-siapa dan aku juga diam saja, tidak akan ada seorang manusia atau seekor setan pun yang tahu, terlebih- Iebih lagi Sri Baginda."
Sikap Sie Long jadi serba salah, kembali dia menjura dalam-dalam.
"Wi Tayjin, urusan ini benar-benar sulit Tayjin menurunkan perintah, seharusnya hamba menurut. Namun seandainya Sri Baginda menuntut kelak, hamba benar-benar tidak berani mempertanggung-jawabkannya, Apabila hamba tidak memberikan laporan terlebih dahulu, berarti hamba melakukan kesalahan yang besar sekali, maka hamba benar-benar tidak berani melakukannya."
Siau Po tertawa.
"Silahkan duduk, silahkan duduk, Kalau kau tidak mau juga tidak apa-apa. Tidak perlu kita bicarakan lagi hal ini," katanya.
Sie Long seperti terlepas dari beban yang berat. Berkali-kali dia mengiakan baru duduk kembali di kursi nya.
Kembali Siau Po mengembangkan seulas senyuman.
"Bicara soal membohongi atasan, entah sudah berapa banyak aku melakukannya terhadap Sri Baginda. Tapi Raja kita memang bijaksana dan besar jiwanya, Setelah mengetahui kebohonganku, beliau pun cuma memaki-maki beberapa kata lalu berbuat seakan tidak pernah terjadi apa-apa," katanya.
"BetuI, betul, Semua orang mengatakan bahwa Sri Baginda sangat memperhatikan Wi Tayjin, jarang sekali hal demikian terjadi, Malah sejak jaman dulu belum pernah hamba mendengar ada orang biasa yang hubungannya bisa begitu dekat dengan seorang Kaisar, sedangkan hamba hanya seorang pejabat kecil yang tipis jodohnya, mana berani hamba berharap akan mendapat rejeki seperti Wi Tayjin?" sahut Sie Long.
Siau Po tersenyum.
"Kata-kata Sie Ciangkun seakan menunjukkan bahwa nyalimu kecil sekali, padahal aku tahu bahwa kau seorang pemberani. Aku dengar kau mengunjungi makam Kok Seng Ya setelah berhasil menaklukkan Taiwan. Bahkan kau juga menulis sebuah puisi yang bagus sekali, bukan?"
"Menjawab kepada Wi Tayjin: sebetulnya panggilan seperti Kok Seng Ya tidak boleh dipergunakan lagi, Kok Seng (Marga Negara) yang sekarang tentu sudah tidak sama lagi, Bila kita ingin menyebut The Seng Kong dengan panggilan yang lebih sungkan, maka kita hanya boleh mengatakan "Cian Beng Gi Seng" (Marga pemberian dari Dinasti Beng yang sebelumnya), Oleh karena itu, dalam puisi tersebut hamba hanya menyebutnya sebagai Gi Heng (Marga pemberian)," sahut Sie Long.
Dia sudah menduga, apabila dia menolak permintaan Siau Po untuk pergi ke Taiwan, anak muda itu pasti mencari kesulitan bagi dirinya atau mencari-cari kesalahannya, Sebetulnya, sebutan "Kok Seng Ya" sudah terlanjur menjadi kebiasaan bagi semua orang, namun The Seng Kong mendapat anugerah marga Cu yang merupakan marga dari kaisar dinasti Beng, bukan marga dari dinasti Ceng sekarang.
Apabila Siau Po segera mencari kesalahannya hanya karena dia menyebut nama tersebut, dia bisa melaporkannya kepada Sri Baginda bahwa Sie Long tidak pernah melupakan dinasti Beng, tentu dirinya akan celaka, Kemungkinan dia malah akan menghadapi bencana besar. itulah sebabnya sebelum hal ini terjadi dia segera menjelaskannya terlebih dahulu,
Sebetulnya Siau Po tidak berpendidikan sama sekali, Hubungan apa pun dari kata- kata di atas tentu tidak pernah dibayangkannya, justru karena penjelasan Sie Long barusan, dia malah bisa menangkap apa penyakitnya.
"Sie Ciangkun pernah mendapat bimbingan dari Dinasti Beng, maka tidak mengherankan kalau masih mengingat terus Gi Seng (Marga pemberian Kaisar) dari Dinasti sebelumnya, Kalau Sie Ciangkun benar-benar setia terhadap Kerajaan Ceng kita yang besar, seharusnya Sie Ciangkun menyebut The Seng Kong sebagai Huan Seng (Marga Pemberontak), Wi Seng (Marga Pengkhianat), Fei Seng (Marga Penjahat) atau Kau Seng (Marga anjing)," kata Siau Po.
Sie Long menundukkan kepalanya tanpa mengatakan apa-apa, Meskipun dalam hati dia tidak terlalu memusingkan apa yang dikatakan Siau Po, tapi dia merasa tidak boleh membicarakan hal ini terlalu banyak dengan pemuda itu. Ternyata sebutan Gi Seng yang ditulisnya dalam puisi juga dianggap bahwa dirinya masih terus mengingat dinasti sebelumnya.
"Puisi yang dibuat oleh Sie Ciangkun waktu itu pasti bagus sekali kata-katanya, Bolehkah Sie Ciangkun mengucapkannya kembali agar aku bisa ikut mcngetahuinya?" tanya Siau Po.
Sie Long hanya tahu bagaimana memimpin pasukan untuk berperang, mana bisa membuat puisi segala? Puisi yang dipersembahkannya tempo hari didepan makam Kok Seng Ya sebetulnya merupakan karangan seorang Guru besar dalam istana, Dia meminta orang itu menuliskan sebuah puisi yang kata-katanya bagus.
Kebetulan guru besar itu mengajar anak-anak para pembesar tinggi membaca dan menulis. Setiap puisi yang ditulisnya mengandung ketulusan hati yang menyentuh perasaan siapa pun yang membacanya, Sie Long saja sudah sering mendapat pujian saking bagusnya puisi itu. Padahal kebanyakan orang juga tahu bahwa puisi tersebut bukan hasil karyanya sendiri Saking bangga nya, Sie Long sampai menghapal puisi itu diluar kepala, Dengan demikian orang-orang akan menganggap bahwa dialah yang menulis puisi itu. Tentu saja ini menurut jalan pikirannya sendiri Karena itu dia segera berkata.
"Hamba akan membacakannya untuk Wi Tayjin, Harap Wi Tayjin jangan menertawakan kebodohan hamba."
Dia langsung berdiri dan membacakan isi puisi tersebut.
Siau Po mendengarkannya, kemudian sambil manggut-manggut dia berkata.
"Puisi yang bagus sekali, benar-benar bagus! Biar kepalaku ini dipenggal sekali pun aku tidak mungkin bisa membuatnya, jangan kata hasil karya sendiri, walaupun orang lain yang membuatnya dan aku tinggal menghapalkannya saja, dalam waktu sepuluh hari mungkin hanya tiga empat patah kata yang bisa kuingat Ternyata Sie Ciangkun cerdas sekali, Aku sungguh merasa kagum!"
Wajah Sie Long berubah kemerah-merahan.
- Kau toh sudah tahu bukan aku yang menulis puisi itu. Orang lain yang membuatnya dan aku tinggal menghapalkan saja. Tapi kau sengaja menyindirku sedemikian rupa, Kalau begitu aku tidak perlu banyak cakap lagi denganmu -- pikirnya dalam hati.
"Di dalam puisi itu ada disebut "Lu Tiong Ciong Su, I So Put Wi, Sie Ciangkun tentu tahu bahwa pendidikanku rendah sekali sehingga tidak memahami kata-kata yang dalam. Entah apa artinya kalimat tersebut?" tanya Siau Po pula.
"Yang dimaksud ialah Go Cu Sai. Ketika itu Go Cu Sai kabur dari negara Chu dan pergi ke negara Go, dia sampai ke tepi sungai serta bertemu dengan seorang nelayan, Nelayan itu menggunakan rakit untuk menyeberangkannya lalu mencari nasi baginya, Go Cui Sai khawatir prajurit dari negara Chu akan mengejarnya, maka dia bersembunyi di antara ilalang yang lebat.
Begitu si nelayan kembali, dia melihat ada orang yang bersembunyi di dalam ilalang, maka dia berteriak: "Orang di dalam ilalang, orang di dalam ilalang, apakah kau si prajurit miskin?",
Kemudian hari Go Cu Sai berbalik memimpin prajurit negara Go untuk menyerang negara Chu. Dia menggali kembali jenasah Chu Peng Ong dan mencambuknya sebanyak tiga ratus kali.
Dengan demikian dia bermaksud membalaskan kematian ayah dan kakaknya, Gi Seng... eh, The Seng Kong juga pernah membunuh seluruh keluarga hamba, penduduk Taiwan khawatir hamba masih merasa sakit hati dan menggali kembali jenasah The Seng Kong lalu menghancurkannya. Dalam puisi itu hamba menyatakan bahwa hal itu tidak mungkin hamba lakukan, Arwah The Seng Kong di alam baka boleh merasa tenang dan prajurit serta penduduk Taiwan pun tidak perlu mencemaskannya." sahut Sie Long.
"Rupanya begitu, Sie Ciangkun sedang menyamakan dirinya dengan Go Cu Sai," kata Siau Po.
"Go Cu Say adalah seorang pahlawan besar, seorang pendekar sejati, mana mungkin hamba menyamainya ? Hanya saja seluruh keluarga Go Cu Sai tertimpa bencana. Dia seorang diri melarikan diri, akhirnya memimpin pasukan kembali menyerang negara Chu untuk membalas dendam. Bagian ini mirip dengan apa yang dialami oleh hamba," sahut Sie Long.
Siau Po menganggukkan kepalanya. "Semoga akhir cerita yang dialami oleh Sie Ciangkun berbeda dengan Go Cu Sai, kalau tidak benar-benar runyam urusannya," kata pemuda itu pula.
Sie Long segera teringat bahwa Go Cu Sai telah mendirikan jasa besar bagi negara Go, namun akhirnya dia dibunuh pula oleh Raja negara itu. Tanpa terasa wajahnya berubah hebat, dan tangannya yang menggenggam cawan arak terus bergetar saking takutnya.
Siau Po menggeleng-gelengkan kepalanya, "Kabarnya setelah membangun jasa besar, Go Cu Sai berubah sombong, sikapnya terhadap Raja Go jadi kurang ajar. Sie Ciangkun, kalau kau menyamakan dirimu dengan Go Cu Sai, sebenarnya tidak cocok, Dan puisi yang kau tulis itu tentunya sekarang sudah menyebar sampai ke Kotaraja, pasti Sri Baginda juga sudah mengetahui isinya.
Apabila tidak ada orang yang membantu menjelaskan duduk persoalannya di hadapan Sri Baginda, rasanya... he.,, he... sih, sayang sekali, jasa besar yang sudah kau dirikan kemungkinan akan tenggelam ke dasar lautan," katanya.
Sie Long cepat-cepat menyahut.
"Perlu Tayjin ketahui, hamba tidak mengatakan bahwa hamba menjadi Go Cu Sai atau menyamakan diri hamba dengan orang itu.,, Antara kedua hal ini perbeda... annya besar sekali."
"Puisimu itu sudah menyebar ke mana-mana. Perihal Sie Ciangkun menyamakan diri sendiri dengan Go Cu Say juga sudah diketahui oleh semua orang," kata Siau Po pula.
Sie Long langsung berdiri dan dengan suara bergetar dia berkata.
"Sri Baginda sangat cerdas, beliau pun berjiwa besar, Bawahannya yang telah berjasa pasti dilindungi dengan aman. Hamba dapat melayani seorang majikan yang baik, kalau dibandingkan dengan Go Su Cai, peruntungan hamba jauh lebih bagus." "Apa yang kau katakan memang benar. Apa maksud sesungguhnya yang terkandung dalam hati Go Cu Sai saat itu, tentu saja hamba tidak tahu, Tapi di dalam pertunjukan sandiwara, hamba pernah melihat kisahnya. Ketika Raja Go akan membunuhnya, Go Cu Sai berkata:
"Koreklah mataku dan letakkan di atas pintu gerbang kota, agar kelak aku bisa menyaksikan prajurit lain menyerbu ke Kotaraja dan menghancurkan kekuasaan Raja Go. Kalau tidak salah akhirnya negara Go memang berhasil dihancurkan. Sie Ciangkun Bun Bu Cuan Cai (Ahli silat dan sastra), tentunya paham benar sejarah ini, iya kan?" tanya Siau Po.
BuIu kuduk di tengkuk Sie Long seakan berdiri semua, Sejak mengingat kematian Go Cu Sai setelah berhasil mendirikan jasa besar, hatinya sudah tidak tenang.
Waktu itu dia belum mengingat kata-kata terakhir Go Cu Sai di saat menjelang kematiannya, Dalam puisi yang dibacakannya di hadapan makam Kok Seng Ya, memang dia menyatakan bahwa dirinya tidak akan melakukan apa yang pernah dibuat oleh Go Cu Sai.
Namun setidaknya anggapan orang bahwa dia menyamakan dirinya dengan Go Cu Sai sudah merasuk dalam kepala, Kata-kata yang digunakannya dalam puisi itu ialah tentang perlakuan Go Cu Sai "Membalas dendam dengan mencambuk jenasah raja-nya sebanyak tiga ratus kali", tapi Siau Po justru menghubungkannya dengan "Menyindir negara yang sudah hancur"
Kalau saja ada orang yang membesar besarkan persoalan ini di hadapan Sri Baginda, dosanya bisa tidak terkatakan. Berarti jiwanya terancam bahaya, Apalagi mulut Siau Po yang pandai mengarang yang bukan-bukan, bila orang ini sampai memberi laporan kepada Sri Baginda, meskipun bagaimana bijaksananya raja ini, mungkin dia tidak akan dihukum, namun dirinya otomatis merasa kurang enak sendiri.
Untuk amannya bisa saja dia mengundurkan diri dari jabatannya, Tapi untuk selamanya jangan harap bisa hidup senang Iagi. Apalagi kalau Siau Po menambah minyak di atas api dengan mengatakan bahwa dalam pikirannya sudah membayangkan bahwa kelak Raja tidak akan menghargai jasanya dan suatu hari akan membunuhnya, maka dalam hati dia pun mengharap bahwa akan datang prajurit negara lain yang menghancurkan Kerajaan Ceng. Membayangkan kepandaian Siau Po mengadu domba, rasanya batok kepala di atas batang lehernya sulit dipertahankan lagi.
Dalam waktu yang singkat berbagai pemikiran terus maju mundur dalam benaknya, Dia menyesali dirinya sendiri yang pergi menyembahyangi makam The Seng Kong, Terlebih lagi menyuruh si Guru besar dalam istana membuat puisi yang ada kaitannya dengan Go Cu Sai.
Sekarang buntutnya justru digenggam erat oleh si budak setan ini, Untuk beberapa saat dia berdiri termangu-mangu. Tubuhnya gemetar, dia tidak tahu kata-kata apalagi yang harus dikemukakan untuk berdebat dengan Siau Po. "Sie Ciangkun, sejak menduduki tahta kerajaan, pertama-tama urusan besar apa yang berhasil beliau tangani?" Tiba-tiba Siau Po bertanya.
"Membunuh Pengkhianat Go Pay," sahut Sie Long,
"BetuI, Go Pay memang seorang pengkhianat, tapi jasanya terhadap kerajaan cukup besar, Beberapa kali dia memimpin pasukan untuk berperang dan selalu kembali dengan kemenangan Ketika Sri Baginda pernah berkata: "Seandainya aku membunuh Go Pay, takutnya ada orang yang menganggap aku tidak mengingat jasa bawahannya, Entah burung atau busur apa, hamba tidak begitu mengingatnya lagi."
"Burung mati busurnya disembunyikan," tukas Sie Long.
"BetuI, Benar bukan? Bahkan kau sendiri juga menyebut Sri Baginda demikian," kata Siau Po.
"Tidak, tidak," sahut Sie Long cepat. "Hamba tidak mengatai Sri Baginda, hanya menjelaskan pepatah yang dimaksudkan."
"Kau menggunakan pepatah untuk mengibaratkan cara Sri Baginda membunuh Go Pay, bukan?" tanya Siau Po pura-pura bodoh.
Sie Long semakin gugup.
Tayjin mengatakan pepatah tentang,., entah bu-rung... atau busur.,, apa, hamba hanya menjawab pertanyaan Tayjin, Sama sekali hamba tidak berani menyindir Sri Baginda," sahutnya cepat.
Kedua bola mata Siau Po memandangnya dengan curiga sehingga Sie Long semakin deg-degan.
Sejak jaman dahulu, apabila ada orang yang membangga-banggakan hasil kerjanya sendiri, Raja pasti benci sekali, Mulut orang itu tidak perlu mengatakan apa-apa, asal tindakannya menunjukkan bahwa dia mempunyai harapan atau cita-cita untuk membanggakan dirinya sendiri, sudah terhitung dosa besar dan kebanyakan mendapat hukuman penggal kepala.
Hati Sie Long sejak tadi memang sudah cemas, maka berusaha menjaga perkataannya, Namun tak disangka Siau Po dengan cerdik memancingnya sehingga dia mengucapkan "Burung mati busurnya disembunyikan".
Begitu ucapan itu keluar, dia baru sadar ada yang tidak beres, Benar saja, Siau Po segera memegang perkataannya bahwa dia menyindir Raja, Apalagi Siau Po tidak seorang diri, ada Lim Heng Cu dan Ang Cao yang bisa dibawa untuk menjadi saksi, Bila dia ingin mengingkar juga rasanya tidak begitu mudah. "Sie Ciangkun mengatakan "Burungnya dibunuh, busurnya disembunyikan" atau kira- kira begitu, Apa maksudnya menyindir Sri Baginda atau bukan, aku tidak tahu, Tapi di dalam istana banyak guru besar, guru kecil, ahli Sastra dan sebagainya, mengapa kita tidak meminta pendapat mereka saja?
Namun hari-hari yang kulalui bersama Sri Baginda cukup lama, rasanya beliau suka mendengar orang menyebutnya "Niau Seng Hi Tong", bukan "Niau Cing Kou Can" Memang sama-sama ada burungnya, tapi mungkin isi kata-katanya jauh berbcda, Yang satu burung yang jinak, dan satunya lagi pasti burung buas, betul bukan?" kata Siau Po.
Sie Long terkejut juga marah, Dalam hati dia berpikir -- Kalau sudah begini namanya kepalang tanggung, Kau toh bermaksud mencelakakan diriku, maka lebih baik kubunuh dulu kalian bertiga, dengan demikian berarti aku tidak membiarkan akar bencana terus bertumbuh -
Dengan berpikir demikian, sepasang matanya langsung berubah menjadi buas.
Siau Po juga melihat perubahan mimik wajahnya. Hatinya diam-diam terkesiap juga, namun dia memaksakan dirinya untuk tersenyum.
"Ternyata apa yang sudah diucapkan oleh Sie Ciangkun, kuda mati pun sulit menyandaknya, Di depan mata sekarang kau hanya mempunyai dua pilihan, Satu, segera membunuhku serta saudara Lim dan saudara Ang. Setelah itu kau juga harus membunuh semua istri dan anak-anakku.
Terakhir bawa seluruh prajurit yang ada di sini ke Taiwan dan mengangkat diri sendiri sebagai raja, Tapi kau harus pikirkan baik-baik, prajurit yang kau bawa ini merupakan prajurit kerajaan Ceng, belum tentu mereka sudi memberontak bersamamu sedangkan sisa prajurit yang ada di Taiwan kebanyakan juga tidak suka mengikutimu."
Sebetulnya hati Sie Long memang sedang mempertimbangkan kemungkinan ini, tapi segera dibongkar niatnya oleh Siau Po, Amarahnya semakin meluap, namun dia juga menyadari kedudukannya sehingga tidak berani memutuskannya secara terang- terangan.
"Hamba tidak mempunyai niat itu sedikit pun. Tayjin tidak perlu curiga, karena perbuatan demikian hanya memperbesar kesalahan hamba saja, Tapi entah apa pilihan kedua yang dikemukakan Tayjin, bolehkah hamba mendengarnya agar mengetahui petunjuk Tayjin yang berharga?" tanyanya dengan nada menghormat.
Mendengar nada suaranya yang berubah lembut, hati Siau Po membesar kembali Dia mengangkat sebelah kakinya lalu digoyang-goyangkan seperti lagak tuan besar.
Pilihan kedua adalah memberikan bantuan kepada siaute dan kedua saudara Lim serta Ang. Tadi ketika menyebut nama Sri Baginda, Sie Ciangkun anda mengucapkan sepatah kata "Niau", Anggap saja Sie Ciangkun mengatakan bahwa Hong Siang ibarat "Niau Seng Hi Tong", itu bagus sekali. Kelak apabila bertemu dengan Sri Baginda, aku akan mengatakan bahwa dia mempunyai seorang bawahan yang setia dan menjunjung tinggi rajanya, Bahwa dia juga selalu mengingat budi besar Hong Siang.
Dan dia mengatakan bahwa Go Cu Sai adalah manusia yang lupa budi. Raja Go telah mengerahkan pasukannya untuk membantu orang itu membalas dendam, dengan demikian seharusnya dia menuruti perintah majikannya walaupun disuruh terjun ke bara api atau menyelam ke dasar laut.
Mana boleh dia mengeluarkan kata-kata yang membanggakan dirinya sendiri sehingga seakan mengejek rajanya? seandainya waktu itu Sie Ciangkun yang menjadi Go Cu Sai, dapat dijamin kalau negara Go akan jaya selama-lamanya, jangan kata hanya seorang wanita cantik seperti Si She, malah Tung She, Nan She, Pei She, (Si artinya barat, padahal itu merupakan nama seorang wanita cantik di jaman tersebut, namun Siau Po justru menyebut Tung, Nan Pei yang artinya timur, selatan utara sebagai olok-o!ok atas diri Sie Long) semuanya akan dikumpulkan oleh Sie Ciangkun untuk dipersembahkan kepada raja Go.