Kaki Tiga Menjangan Jilid 87

Jilid 87

"Kok bahayanya malah beralih kepadamu?"

"Hu toako itu kan saudara angkatku, dan kami pun sudah pernah bersembahyang kepada Langit dan Bumi, Apabila dalam kancah peperangan dia malah bermesraan dengan ibumu, bukankah mulai sekarang dia malah menjadi ayah mertuaku? Wah, urusan generasi yang akan datang bisa jadi bingung!" sahut Siau Po. A Ko mencibirkan mulutnya dan mendelik satu kali kepadanya.

"Hu Pek Pek ini orangnya jujur dan selalu menomor satukan kebenaran Kau kira setiap laki-laki di dunia ini sama seperti engkau sendiri, asal ketemu perempuan langsung peluk sana peluk sini?" 

Siau Po tertawa mendengar sindirannya, "Mari, mari! Sudah saatnya kita peluk sana peluk sini!" katanya sembari mengulurkan tangannya untuk memeluk A Ko.

Setelah mendapat kenaikan pangkat sebagai Perwira tinggi Tingkat Satu, pelayan, tukang masak bahkan dayang yang melayani di pulau itu semakin bertambah. 

Putranya yang pertama, Wi Ho Tau lahir dalam keadaan yang tidak menguntungkan tapi kecil-kecil dia sudah dianugerahi gelar oleh Kaisar, Meskipun tinggal di pulau yang terpencil, untuk makan dan pakaian mereka tidak kekurangan bahkan boleh bersaing dengan anak-anak hartawan di kota-kota besar.

Sayangnya kehidupan di atas pulau itu terlalu monoton sehingga lama kelamaan Siau Po semakin terasa sumpek, Rasanya dia ingin membuat kejadian yang aneh-aneh biar timbul kegemparan tapi kalau tidak ada yang mendukung, tentu akhirnya malah dia sendiri yang dikeroyok orang banyak. 

Lagipula ke-tujuh istrinya tidak mau diajak bekerja sama untuk menimbulkan huru hara, Bahkan Kian Leng kongcu yang dulunya paling nakal juga tidak bersedia mengikuti kemauannya. Akhimya Siau Po merasa seakan berubah menjadi orang cacat yang tidak sanggup melakukan apa-apa.

Kadang-kadang dia membayangkan cerita Sun Si kek ketika mereka mendapat tugas menghancurkan kekuasaan Gouw Sam Kui. Tentunya menyenangkan sekali dapat menyerbu ke sana ke mari dan merampas harta benda yang berhasil dikumpulkan orang itu, sayangnya dia sendiri tidak ikut ambil bagian sehingga sering merasa menyesal karenanya.

Coba kalau dia mendapat kesempatan untuk ikut dalam peperangan itu, pasti tidak akan dibiarkannya Gouw Sam Kui mati demikian enaknya, Dia akan meringkus pengkhianat itu hidup-hidup lalu dimasukkan ke dalam sebuah kerangkeng. 

Diaraknya orang itu dari Hu Lam ke Kotaraja, siapa yang ingin melihatnya harus membayar setengah tail uang perak, kalau ingin meludahinya harus membayar satu tail, Anak-anak setengah harga, perempuan cantik tentu saja gratis, orang-orang di seluruh dunia ini benci sekali terhadap pengkhianat negara itu, Dari Hu Lam ke Kotaraja saja, aku Wi Siau Po pasti kaya mendadak.

Gouw Sam Kui sudah mati, tentu saja tidak ada peperangan sehebat itu lagi, Tapi di dalam dunia ini, selain perang, tentunya masih banyak hal yang menyenangkan. Asal sampai di tempat yang banyak penduduknya, pasti ada saja kegembiraan yang dapat menjadi pilihan. Pokoknya, pertama-tama yang harus dilakukan adalah meninggalkan pulau Tong Sip to. Tapi tujuh orang istri, dua orang putra dan seorang putri tidak pernah meninggalkan satu jengkal pun. Rasanya seperti ada sebuah batu besar yang dibiarkan menggelantung di lehernya. 

Kadang-kadang terpikir pula untuk mengajak mereka semuanya melarikan diri dari pulau itu, tapi tentunya semakin merepotkan maka lebih baik ke sepuluh orang itu ditinggalkan dan dia kabur sendirian

Sejak mengantarkan kepergian Sun Si Kek, setiap hari hanya urusan ini yang jadi pikirannya, Ada-kalanya dia duduk di atas sebuah batu karang yang besar untuk memancing ikan. 

Timbul pikiran kalau saja muncul seekor kura-kura raksasa yang dapat menyeberangkan nya ke Tiong Goan tentu merupakan hal yang menyenangkan sekali.

Hari itu merupakan pertengahan musim gugur, udara masih terasa panas, Siau Po duduk bersandar di atas sebuah batu sambil memancing ikan, Belum berapa lama matanya sudah terasa penat, hampir saja dia tertidur. Namun tiba-tiba terdengar ada suara yang berkata.

"Wi Hu ya, Hai Liong Ong (Raja Naga di lautan) mengundangnya."

Siau Po merasa heran sekali, dan segera memusatkan pandangannya ke arah suara tadi, Tampak di permukaan laut timbul seekor kura-kura yang besar sekali, Kepalanya mendongak ke atas dan dari mulutnya terdengar suara ucapan manusia.

"Tung Hai Liong Ong di dasar lautan mempunyai sebuah istana yang disebut Cui Cing Kiong, beliau merasa iseng. Karena itu hamba disuruh mengundang Wi Hu ya untuk berkunjung ke dasar lautan agar dapat berjudi dengan Hai Liong Ong kami. 

Raja kami akan menggunakan batu permata, mutiara yang ada di dasar lautan sebagai taruhannya, Wi Hu ya sendiri boleh menggunakan uang perak seperti biasanya!"

Siau Po kegirangan setengah mati mendengarnya.

"Hebat, hebat! Raja Lautan yang derajatnya demikian tinggi saja masih bersikap demikian sungkan! Biar bagaimana aku harus menemaninya bermain!" serunya.

"Di dalam istana Cui Cing Kiong kami ada gedung pertunjukan sandiwara Berbagai tontonan yang menarik dapat disaksikan di sana, Kami juga mempunyai tukang cerita yang mahir mengisahkan Legenda Eng Liat Toan, Sui Hu Cuan dan berbagai kisah sejarah yang menarik lainnya, Bahkan ada penyanyi yang pandai membawakan berbagai lagu kesayangan Wi Hu ya, ada penari yang cantik-cantik yang gerak-geriknya lemah gemulai.  Hai Liong Ong kami juga mempunyai tujuh orang puteri yang wajahnya tidak kalah dengan Bidadari dari Khayangan. Kami tahu bahwa Wi Hu ya senang melihat wanita cantik, pasti-nya ingin mengintip sekilas sampai di mana kejelitaan tuan-tuan puteri kami, bukan?" kata si kura-kura pula.

Semakin didengarkan hati Siau Po semakin menggelitik rasanya. "Betul, betul, sekarang juga kita pergi ke sana!" sahutnya.

"Silahkan Wi Hu ya duduk di atas punggung hamba, hamba akan membawa Wi Hu ya ke istana kami!" kata si kura-kura.

Siau Po segera bangun dan mencelat ke atas punggung kura-kura besar itu. Dia dibawa ke istana Cui Cing Kiong di dasar lautan. Di depan pintu gerbang istana telah menanti Raja Lautan Timur, yakni Tung Hai Liong Ong, Dia disambut dengan hangat, tangannya digandeng serta diajak ke dalam. Ternyata di dalam ruangan yang mewah juga telah menanti Lam Hai Liong Ong (Raja Lautan Selatan),

Ketika perjamuan berlangsung, datang pula beberapa tamu yang lain. Mereka terdiri dari Ti Pat Kai (Siluman Babi), Gu Mo ong (Siluman Raja Kerbau), Tio Hui, Li Po, Gu Peng, Ceng Yau Kim keempat Jenderal besar, Hu Ong, Ju Pao Ong, Sui Ie Ti, Beng Cin Tek keempat Kaisar, Keempat kaisar, empat Jenderal besar, dua siluman dan dua dewa iblis yakni Naga Timur dan Naga Selatan merupakan tokoh-tokoh yang paltng terkenal serta aneh sejak jaman dahulu kala. Mereka semua memang dikisahkan menguasai lautan luas.

Selesai perjamuan, permainan judi pun dimulai, dan Siau Po yang jadi bandarnya, Tangannya meraih kartu di atas meja seenaknya, tapi biar kelihatannya sembarangan namun kartu yang didapatkannya selalu bagus, Dalam waktu tidak seberapa lama dia sudah meraih kemenangan banyak sehingga kedua belas lawannya berkaok-kaok.

Uang di hadapan Siau Po sudah bertumpuk tinggi bahkan sampai melimpah ruah, Terakhir malah selir-selir serta gundik-gundik cantik para lawannya juga digadaikan kepadanya.

Watak Li Po paling jelek di antara lawan-lawannya. Ketika istrinya yang cantik juga terpaksa dijual kepada Siau Po untuk membayar kekalahan, ia langsung berang. wajahnya yang kehitam-hitaman disertai rona merah, Dengan suara lantang dia berteriak.

"Dasar Keturunan Maling! Jadi orang itu kalau sudah menang ya sudah dong! Kau sudah memenangkan gundik dan selir orang, itu sih masih tidak apa-apa, malah istri tua juga mau digotong sekalian, Benar-benar keterlaluan! Orang seperti engkau tidak punya perasaan, tidak pantas dijadikan teman!" Diangkatnya tubuh Siau Po ke atas, tinjunya dikepalkan dan dihantamnya pemuda itu satu kali, Terdengar suara Buuukkk!! Tepat mengenai telinga Siau Po sehingga kepalanya terasa berdengung-dengung.

Siau Po menjerit sekeras-kerasnya, Tali pancing terjungkit ke atas dan melilit di lehernya, Dalam keadaan panik dia bergulingan Ujung kail menancap di dagingnya sehingga dia merasa kesakitan 

Dalam sekejap mata, entah Ti Pat Kay, Li Po atau siapa saja sudah hilang tak berbekas, Saat itu juga dia baru sadar bahwa dirinya sedang bermimpi. Namun pada waktu yang bersamaan, dari atas lautan terdengar suara Buummm! yang memekakkan telinga.

Siau Po mendongakkan kepalanya untuk melihat apa yang terjadi. Di tengah lautan tampak beberapa kapal besar dengan layar terkembang lebar sedang melaju ke arah Pulau Tong Sip to. Siau Po dapat melihat ada sesuatu yang tidak beres dengan kapal- kapal tersebut.

Dia berusaha melepaskan tali pancingan yang melilit di Iehernya. Dalam keadaan panik dia malah kebingungan dan gagal. Ujung kail yang menancap di bagian lehernya terasa menusuk semakin mendalam. 

Tanpa memperdulikan rasa perih yang dirasakan, dia berlari sekencang-kencangnya, Dalam pikirannya, pasti The Kek Song, si Budak Tengil itu datang kembali dengan membawa pasukan besar untuk membayar hutang, sebetulnya bayar hutang sih urusan yang menyenangkan tapi belum apa-apa sudah menembakkan meriam ke arah pulau justru merupakan hal lain yang harus dipertimbangkan.

Belum lagi dia sampai ke depan rumahnya, Perwira Peng sudah menghambur ke arahnya dengan nafas terengah-engah.

"Wi Hu ya, celaka! Pasukan besar dari Taiwan datang menyerbu!" teriak orang itu. "Bagaimana kau tahu kalau itu kapal pasukan Taiwan?" tanya Siau Po.

"Tadi... hamba menggunakan alat peneropong untuk melihat apa yang terjadi ketika terdengar suara dentuman, Di bagian e... kor,., eh, kepala kapal terdapat gambar Bulan dan Matahari. Gambar itu merupakan lambang kapal Taiwan. seandainya satu kapal mengangkut lima ratus prajurit, dua kapal,., dua ribu, tiga kapal tujuh ribu prajurit.-" kata-kata si Perwira makin lama makin ngaco tidak karuan.

Siau Po segera mengambil alat teropong dari tangan orang itu dan digunakan untuk meneropong ke arah kapal-kapal yang sedang mendatangi jumlahnya setelah dihitung dengan seksama ternyata ada tiga belas kapal. Ketika Siau Po melihat bagian kepala kapal, ternyata memang ada gambar Bulan dan Matahari. "Cepat siapkan prajurit-prajuritmu!" seru Siau Po. "Suruh mereka berjaga-jaga di pesisir pantai! Lawan tentu harus menggunakan sampan untuk mencapai pulau ini, kalau mereka mendekat, cepat bidikkan anak panah!"

Perwira Peng segera mengiyakan lalu menghambur pergi.

Su Cuan dan yang lainnya segera keluar mendengar suara ribut-ribut Dari arah kapal kembali berkumandang suara dentuman-dentuman.

"Adik A Ko, kalau kau dibawa ke Taiwan, apakah Ho Tau akan kau bawa juga?" tanya Tuan puteri.

A Ko menghentakkan kakinya ke atas tanah dengan marah. "Kau anggap sekarang saatnya berkelakar?" sahutnya kesal. Siau Po yang mendengarkan justru lebih gusar lagi.

"Biar Kongcu si perempuan busuk itu membawa Song Songnya saja mengungsi ke Taiwan. "

Tiba-tiba Su Cuan berkata.

"Eh, aneh! Kok meriam ditembakkan ke dalam lautan malah bukan ke arah pulau kita?"

Yang lainnya segera memperhatikan dengan seksama, ternyata apa yang dikatakan Su Cuan harus separuhnya yang benar. Meriam itu memang tidak ditembakkan ke arah pulau, dan juga bukan ke dalam laut tapi justru ditembakkan ke atas langit yang kemudian jatuh ke dalam lautan sehingga air bergejolak dan menimbulkan suara letusan dahsyat Siau Po yang melihat hal itu langsung tertawa terbahak-bahak.

"ltukan tembakan penghormatan bukan datang untuk menyerbu kita," katanya setelah sempat tertegun sejenak.

"Bisa saja mula-mula dia memberikan tembakan penghormatan belakangan baru prajuritnya datang menyerbu," kata Kian Leng kongcu.

Siau Po semakin kesal mendengar ocehannya.

"Mana si budak Song Song? Cepat ke mari, biar Bapakmu menghajar pantatmu!" teriaknya.

Kian Leng kongcu mendengus satu kaIi. "Anak tidak salah apa-apa kok mau dipukul?"

"Siapa suruh dia punya ibu yang demikian menyebalkan!" kata Siau Po. Jarak kapal-kapal itu semakin dekat Siau Po menggunakan alat teropongnya sekali lagi, Di atas tiang layar terkembang bendera bergambarkan seekor Naga Kuning sebagai lambang bendera Kerajaan Ceng, Siau Po gembira sekaligus terkejut, lalu menyerahkan alat teropong ke tangan Su Cuan.

"Aneh sekali, coba kau lihat sendiri!" katanya. Su Cuan melihat sejenak, kemudian tersenyum.

"Rupanya pasukan angkat laut dari Kerajaan, bukan kapal perang Taiwan," ujarnya.

Siau Po mengambil kembali alat teropong itu lalu melihat lagi sejenak untuk meyakinkan dirinya.

"Betul, itulah Angkatan Laut dari kerajaan Ceng, Aih, ada apa ya? Maknya, sakit sekali!" Dia menolehkan kepalanya, ternyata Ho Tau yang digendong A Ko sedang menarik ujung kail yang menancap di belakang lehernya, Tentu saja dia merasa kesakitan.

A Ko menahan tawanya dan dengan hati-hati melepaskan ujung kail yang masih menancap itu.

"Maaf, jangan marah ya!" katanya.

Siau Po tertawa. "Anak baik, kecil-kecil saja sudah menuruni watak iseng bapaknya, benar-benar pintar!"

Kian Leng kongcu mendengus kesal. "Dasar pilih kasih!" makinya.

Sementara itu, tampak Perwira Peng berlari-lari datang.

"Wi Hu ya, di atas kapal tergantung bendera Kerajaan Ceng yang besar Jangan- jangan ada apa-apanya di balik semua ini!" serunya.

"Tidak salah, Kalau ada sampan yang mendatangi nanti, kita tanyakan saja, kan beres?"

Perwira Peng segera mengiakan, lalu pergi untuk melaksanakan perintah Siau Po. "Pasti si Budak Kek Song yang main gila dengan memalsukan bendera Kerajaan. itu 

kan terang-terangan kapal perang dari Taiwan!" kata Kian Leng kongcu.

"Bagus, bagus! Kongcu, akhir-akhir ini kau kok semakin cantik saja?" ujar Siau Po. Tuan Puteri tertegun, tapi tentu saja hatinya senang mendengar pujian sang suami, bibirnya langsung tersenyum.

"Biasa saja, apanya yang tambah cantik?" katanya.

"Pipimu berona merah jambu, wajahmu berseri-seri, dan alismu melengkung indah seperti bulan sabit. Si Budak Kek Song pasti jatuh cinta kalau melihat tampangmu sekarang," sahut Siau Po.

"Huh!" dengus kongcu setelah tahu kalau Siau Po hanya menyindirnya.

Tidak lama kemudian, kapal-kapal itu berlabuh. jaraknya dengan tepi pantai masih agak jauh. Tampak enam tujuh orang turun ke atas sebuah perahu (se-koci) dan mendayung ke arah pulau. Perwira Peng memerintahkan anak buahnya bersiap-siap untuk memanah apabila ada gelagat yang tidak menguntungkan. 

Di atas perahu kecil itu tampak seseorang sedang berbicara dengan menggunakan alat pengeras suara, "Firman Kaisar tiba! Komandan Angkatan Laut Si Kun Bun diperintahkan untuk menyampaikan Firman Kaisar!"

Siau Po senang sekali mendengarnya.

"Maknya! Apa-apaan sih si Budak Sie Long? Kenapa dia menggunakan kapal perang Taiwan untuk menyampaikan Firman Kaisar?" makinya.

"Mungkin dalam perjalanan ke mari dia bertemu dengan kapal perang Taiwan, Setelah terjadi peperangan dia berhasil meraih kemenangan kemudian digiringnya kapal perang Taiwan itu ke sini," kata Su Cuan mengambil kesimpulan.

Siau Po menganggukkan kepalanya.

"Pasti begitu kejadiannya. Cuan cici memang pandai sekali, apa yang ditafsirkannya selalu mendekati kenyataan!"

Kian Leng kongcu semakin tidak senang mendengar saingannya selalu mendapat pujian.

"Kalau aku rasa, kemungkinan Sie Long sudah menyatakan takluk kepada pihak Taiwan dan sekarang dia pura-pura ingin menyampaikan Firman Kaisar agar tidak dicurigai," katanya.

Hati Siau Po sedang senang, maka dia tidak mengeluarkan makian lagi, hanya tangannya mencubit pinggul perempuan itu satu kali lalu bergegas berjalan menuju tepi pantai untuk menyambut Firman Kaisar.

Orang yang berdiri di atas perahu kecil itu ternyata memang Sie Long, Dia turun dari perahu dan berdiri tegak di atas pasir sambil menyampaikan Firman Kaisar Rupanya Kaisar Kong Hi memerintahkan Sie Long untuk menggempur Taiwan, Angkatan Laut Taiwan dan Peng Hu berhasil dihancurkan. Mereka menggunakan kapal lawan untuk menyerbu masuk ke negara itu. Pangeran muda The Kek Song langsung menyerahkan diri tanpa berperang lagi, Dengan demikian, Taiwan pun terjatuh ke tangan Kerajaan Ceng.

Sesuai dengan jasa-jasa yang telah didirikan oleh bawahannya, Kaisar Kong Hi menghadiahkan pangkat. Karena dulu hari Siau Po berhasil membujuk Sie Long untuk bekerja kepada Kerajaan Ceng, maka Kaisar Kong Hi tidak melupakan jasa tersebut Siau Po dianugerahi gelar pangeran Tingkat dua dari Pulau Tong Sip to, yakni El Ten Tong Sip Hou. Dan pangkat putera pertamanya pun dinaikkan

Siau Po mengucapkan terima kasih atas budi besar Sri Baginda terhadapnya, Dia berdiri termangu-mangu seperti orang yang kehilangan sukmanya, ia sama sekali tidak menduga kalau dalam waktu yang singkat Taiwan berhasil direbut kembali oleh Sie Long.

Sejak pertama bertemu dengan The Kek Song, permusuhan di antara mereka telah timbul. Apalagi setelah gurunya Tan Kin Lam dibunuh oleh pemuda itu, kebenciannya semakin mendalam Begitu Taiwan berhasil dijatuhkan oleh Kerajaan Ceng, tampaknya cita-cita untuk membangun kembali Dinasti Bengpun tinggal khayalan belaka. 

Tanpa terasa hatinya ikut bersedih. Usia Siau Po memang masih muda, apalagi sejak kecil dia tidak pernah mendapat didikan yang baik, Apa yang dikatakan orang sebagai pecinta tanah air, pembela bangsa dan sebagainya, selamanya kurang diperhatikan oleh Siau Po. 

Tapi karena cukup lama bergaul dengan saudara-saudara dari Thian Te hwee, dari sekian banyaknya pembicaraan yang berlangsung, setidaknya dia sendiri merasa tidak pantas apabila orang-orang Boan Ciu menguasai tanah orang lain seenaknya.

Saat ini, setelah mendengar bahwa Sie Long sudah berhasil meringkus The Kek Song dan dibawa ke Kotaraja, hatinya sama sekali tidak merasa gembira. Apalagi mengingat penderitaan almarhum gurunya semasa hidup yang hanya mempunyai satu tujuan yakni membangun kembali Kerajaan Beng. 

Taruh kata cita-cita ini akhirnya tidak berhasil diwujudkan tapi paling tidak dia dan rekan-rekannya yang lain harus bisa mempertahankan sepotong tanah di luar lautan yang menjadi lambang sisa kerajaan Beng. 

Siapa nyana, belum lama gurunya menutup mata, The Kek Song pun menyerah tanpa melakukan perlawanan sengit Apabila gurunya di alam baka mengetahui hal ini, orang tua itu pasti akan menangis sedih.

Terbayang kembali olehnya saat gurunya menemui ajal, Apabila sebelumnya Tan Kin Lam tidak terlalu menguras tenaga melawan Sie Long, tentunya The Kek Song juga  tidak begitu mudah mencelakainya. sekarang dia melihat tampang Sie Long yang menunjukkan perasaan bangga di hadapannya, hatinya semakin mendongkol.

"Sie Tayjin berhasil mendirikan jasa yang demikian besar, tentunya pangkat yang dianugerahi oleh Sri Baginda juga tinggi sekali bukan?" tanyanya dengan perasaan ingin tahu.

"Budi Hong Siang memang besar sekali, hamba dianugerahi pangkat pangeran Ceng Hai hou tingkat tiga," sahut Sie Long.

"Selamat! Selamat!" ucap Siau Po. sementara dalam hatinya dia berpikir, - sebetulnya kedudukanku ialah Tong Sip Pak tingkat satu, Apabila pangkatku dinaikkan satu tingkat malah menjadi Tong Sip Hou tingkat tiga. Tapi si Raja cilik sekaligus menaikkan pangkatku sebanyak dua tingkat sehingga sekarang menjadi Tong Sip Hou tingkat dua. 

Rupanya dia ingin kedudukanku lebih tinggi daripada Sie Long ini. Apabila sama- sama pangeran tingkat tiga tentunya timbul perasaan kurang enak di antara kami.

Meskipun demikian, membayangkan Sie Long memimpin sejumlah prajurit untuk menggempur Taiwan dan meraih kemenangan, pasti orang itu merasa bangga sekali, sedangkan dia sendiri justru keisengan di atas pulau tanpa ada yang dapat dilakukan. Rasa irinya timbul seketika. Perasaan bencinya kepada Sie Long pun semakin menjadi- jadi.

Sie Long membungkukkan tubuhnya dalam-dalarn dan berkata lagi dengan nada menghormat.

"Ketika bertemu dengan hamba, sikap Sri Baginda sangat tegas, beliau mengatakan: "Sie Long, kali ini kau bisa membawa pasukan untuk menyerbu ke Taiwan, Tahukah kau siapa yang mengangkat derajatmu? Dulu kau pernah tinggal lama di Pe King, siapa yang memperhatikan dirimu? Siapa yang menaruh perasaan hormat terhadapmu?" 

Hamba segera menjawab: "Semua ini berkat jasa Wi Hu ya, juga budi besar Hong Siang", Sri Baginda berkata lagi: "Baguslah kalau kau tidak melupakan budi baik seseorang. Karena itu, sekarang juga kau harus berangkat ke Pulau Tong Sip to untuk menyampaikan firmanku sekaligus sampaikan kekagumanku terhadap kejelian matanya memilih orang-orang berbakat yang sanggup mendirikan jasa besar bagi Kerajaan", itulah sebabnya hamba segera datang ke pulau ini untuk melaksanakan perintah Sri baginda."

Siau Po menarik nafas panjang.

-- Setiap orang yang kupilih selalu mendirikan jasa besar, tetapi aku sendiri malah terkurung di atas pulau ini dan tidak bisa ke mana-mana, Si Raja Cilik tidak henti- hentinya menaikkan pangkatku, Biarpun seandainya suatu hari dia mengangkat aku sebagai Raja di atas pulau Tong Sip to ini, toh tidak ada bedanya, -- pikirnya dalam hati. "Sie Tayjin, kau datang ke pulau ini menggunakan kapal perang Taiwan, aku sampai terkejut setengah mati, Tadinya aku kira Angkatan Laut Taiwan yang datang untuk menggempur kami. Tak disangka justru kau yang ingin memamerkan diri di hadapanku," kata Siau Po kemudian.

Sie Long segera meminta maaf dengan menjura.

"Hamba tidak berani. Hamba mendapat tugas untuk menyampaikan firman Kaisar, Rasanya hamba juga ingin segera bertemu dengan Wi Hu ya, sedangkan kapal perang Taiwan ini buatannya bagus sekali, lajunya jauh lebih cepat, maka hamba menggunakannya untuk mendatangi pulau ini."

"Rupanya kapal perang Taiwan buatannya lebih bagus dan laju nya lebih cepat! Tadinya aku agak ragu, aku kira Sie Tayjin ingin mengangkat diri sendiri menjadi Raja di Taiwan sehingga timbul kekhawatiran dalam hati."

Sie Long terkejut setengah mati mendengar ucapannya. wajahnya sampai berubah pucat pasi.

"Hamba benar-benar ceroboh, petunjuk yang diberikan Wi Hu ya memang benar, Hamba melakukan tugas dengan tergesa-gesa sehingga lambang negara Taiwan tidak sempat dihapus," sahutnya cepat.

Sebetulnya hal ini bukan karena dia ceroboh atau tergesa-gesa, Setelah berhasil merobohkan pihak Taiwan, dia merasa bangga setengah mati. Dia sengaja menumpang kapal-kapal yang berhasil disitanya untuk pulang ke Kotaraja dan kemudian menuju pulau Tong Sip to. Dia juga sengaja membiarkan lambang negara Taiwan yang ada di bagian kepala kapal agar sepanjang perjalanan, orang-orang akan menunjuk kepadanya serta membicarakan asal-usul kapal itu. Tentunya dia akan semakin bangga dengan hasil kerjanya yang gemilang.

Tidak disangka-sangka sekarang Siau Po mengungkapkan dugaannya bahwa dia bermaksud mengangkat dirinya sendiri sebagai Raja di Taiwan, Urusan ini merupakan penghianatan yang tidak bisa diampuni. Tanpa terasa keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya. Dalam hati dia sadar bahwa Kaisar Kong Hi sangat menghargai anak muda ini. 

Dia sendiri mempertaruhkan jiwa untuk merebut kembali negara Taiwan, sedangkan pemuda ini hanya duduk santai di atas pulau, namun pangkat yang dianugerahkan kepadanya justru lebih tinggi daripada dirinya sendiri seandainya suatu hari nanti dia kembali ke Kotaraja dan mengoceh yang bukan-bukan di hadapan Sri Baginda, bukankah nasibnya bisa celaka?

Hati Sie Long diliputi perasaan takut. Cepat-cepat disimpannya kembali sikap yang penuh kebanggaan tadi, diperintahkan beberapa orang pejabat tinggi yang datang bersamanya untuk menemui Siau Po.  Salah satunya dikenal oleh Siau Po. Dia bernama Lim Heng Cu, yang dulu pernah mengikuti Tan Kin Lam dan juga merupakan anggota Thian Te hwee yang ilmunya cukup tinggi Siau Po sempat tertegun melihatnya.

"Dia toh seorang panglima di Taiwan, mengapa sekarang justru menjadi anak buah Sie Long? “ pikirnya dalam hati

Siau Po mendengar dia memperkenalkan diri sebagai Perwira Tinggi Angkatan Laut kerajaan Ceng.

Lim Heng Cu sendiri juga terkejut dan curiga ketika melihat Siau Po yang ada di atas pulau tersebut.

-- Dia kan muridnya Tan Kunsu, kenapa sekarang menjadi pejabat tinggi dalam pemerintahan Kerajaan Ceng? Malah tampaknya Komandan Sie juga demikian hormat terhadapnya! -- pikirnya dalam hati.

Sie Long menunjuk kepada Lim Heng Cu dan seorang lainnya yang diperkenalkan sebagai pengawal pribadi Lim Heng Cu, namanya Ang Cao.

"Perwira Lim dan Pengawal Ang ini tadinya merupakan orang-orang dari pasukan Taiwan, Bersama-sama The Kek Song dan Liu Kok Han, mereka menyatakan takluk terhadap Kerajaan Ceng kami yang besar. Kedua orang ini ahli Maritim, maka kali ini hamba mengajaknya agar menunjukkan cara menjalankan kapal perang Taiwan," katanya menjelaskan.

Siau Po menganggukkan kepalanya. "Oh, rupanya begitu!" 

Dia melihat Lim Heng Cu dan Ang Cao menundukkan kepalanya rendah-rendah seakan malu bertemu muka dengannya.

Sejak menduduki negara Taiwan, The Seng Kong berhasil menjalin hubungan dagang dengan negara-negara tetangganya seperti Jepang, Lu Song serta Nepal. Kekayaan negara Taiwan banyak sekali. Setelah Sie Long berhasil menggulingkan kekuasaan The Kek Song di negara itu, harta benda berupa intan, berlian dan batu permata yang berharga lainnya segera disita dan dibawa ke Kotaraja, sebagai tanda baktinya terhadap negara, Sie Long tidak mengantongi sebutir pun dari permata tersebut semuanya diserahkan kepada Kaisar Kong Hi. 

Si Raja Cilik memerintahkan agar dia membawa sebagian benda-benda berharga itu untuk dipersembahkan kepada Siau Po. Selain itu, Sie Long sendiri juga sudah menyediakan hadiah untuk anak muda tersebut. 

Negara Taiwan juga kaya akan hasil bumi serta pertambangan. Sie Long membawakan gulungan rotan dan kayu-kayu gelondongan untuk si anak muda. Begitu melihat barang-barang itu, Siau Po semakin kesal

-- Thio toako, Tio Jiko, Ong Samko, Sun Siko juga berhasil menggulingkan Gouw Sam Kui. Tapi hadiah yang mereka berikan justru jauh lebih ada nilainya, Yang kau persembahkan tidak ubahnya barang-barang yang diperlukan gelandangan di tengah- tengah jalan, Benar-benar tidak memandang sebelah mata kepadaku! -- Makinya dalam hati.

Malam itu juga Siau Po mengadakan perjamuan. Tentu saja Sie Long dipersilahkan duduk di bagian kepala, Selain itu masih ada empat perwira tinggi yang mengiringi kedatangan orang itu. Lim Heng Cu dan Ang Cao juga diundang oleh Siau Po.

Setelah menikmati hidangan dan meneguk beberapa cawan arak, Siau Po berkata.

"Perwira Lim, Seng Peng Kun Ong di Taiwan kan The Keng, kenapa akhirnya kok digantikan oleh The Kek Song? Dengar-dengar dia toh putera kedua, seharusnya bukan bagiannya yang menjadi Ong ya bukan?"

"Betul, Perlu Hu ya ketahui, The Ongya meninggal pada bulan Cia gwe (satu) tanggal dua puluh delapan tahun ini. Beliau menulis pernyataan bahwa Toa Kongcu (putera pertama) nya lah yang menggantikan kedudukannya, Toa kongcu bijaksana dan cerdas, selama ini mendapat penghormatan dari prajurit di Taiwan, tapi Thai hujin yakni permaisuri Tong justru tidak menyukainya, Dia mengutus Peng Gi Hoan untuk membunuh Toa kongcu, kemudian mengangkat Ji kongcu (The Kek Song) sebagai pengganti ayahnya, istri Toa kongcu yakni Tan hujin pergi menemui permaisuri Tong dan mengatakan bahwa suaminya tidak melakukan kesalahan apa-apa. permaisuri Tong marah sekali, Tan hujin diusir keluar. Tan hujin memeluk jenasah suaminya dan menangis sedih sampai lama sekali, kemudian dia menggantung diri untuk menyusul suaminya tercinta, Tan hujin... itu tidak lain daripada putri pertamanya Tan Kun su (Tan Kin Lam), Hal ini membuat rakyat Taiwan menjadi kurang puas," sahut Lim Heng Cu.

Siau Po mendapat tahu bahwa putri gurunya pun dipaksa mati oleh permaisuri Tong, Mengingat gurunya yang telah meninggal, hatinya menjadi sedih sekali Dia menggebrak meja keras-keras.

"Maknya! Si budak The Kek Song itu orangnya tidak becus, mana sanggup dia menjabat sebagai Ongya?"

"Betul, Memang betul, Setelah menggantikan kedudukan ayahnya, Ji kongcu mengangkat Pang Gi Hoan sebagai tangan kanannya, Berbagai urusan dalam negara diserahkan kepada orang itu. sedangkan orang ini tidak mempunyai kebijaksanaan lagipu!a egois. 

Apabila ada orang yang berani mengungkapkan beberapa kebenaran, pasti dia menyuruh orang membunuhnya, Oleh karena itulah para pejabat yang lain hanya berani marah dalam hati namun tidak ada seorang pun yang berani mengungkapkannya secara terang-terangan.  Rupanya arwah Toa kongcu dan Tan hujin masih sering bergentayangan, Pada bulan Empat tahun ini pula permaisuri Tong mati ketakutan karena sering dihantui arwah anak menantunya," sahut Lim Heng Cu menjelaskan.

"Bagus! Bagus! sesampainya permaisuri Tong ke alam baka, Toa kongcu pasti tidak akan membiarkannya!" seru Siau Po.

"Sudah pasti! Ketika berita tentang kematian permaisuri Tong yang digentayangi hantu tersiar luas, rakyat Taiwan dari utara sampai Selatan memasang petasan panjang selama tiga hari tiga malam, Bilangnya sih untuk mengusir setan, padahal mereka mengadakan syukuran atas kematian permaisuri yang jahat itu," kata Lim Heng Cu pula.

"Menyenangkan! Menyenangkan!" seru Siau Po berulang-uIang.

"Urusan roh yang gentayangan itu belum pernah terbukti benar-benar, Kemungkinan hati permaisuri Tong tidak tenang setelah membunuh cucu pertamanya dan memaksa mati cucu mantunya, Orang tua sering membayangkan hal yang tidak-tidak dan akhirnya dia seperti melihat setan," ujar Sie Long.

Wajah Siau Po berubah serius.

"Roh jahat memang benar-benar ada. Apalagi roh orang yang matinya penasaran, Setelah jadi setan dia datang lagi untuk menagih hutang atau membalas dendam. Sie Tayjin, kali ini kau tentu banyak membunuh orang ketika menyerbu ke Negara Taiwan, Mungkin di atas kapal perang Taiwan itu juga banyak setannya, sebaiknya Tayjin berhati-hati," katanya.

Wajah Sie Long sempat berubah sekilas, namun kemudian dia tersenyum.

"Dalam peperangan pasti banyak korban yang jatuh, Kalau setiap orang yang mati dalam peperangan selalu menjadi hantu, maka setiap panglima perang pasti akhirnya mati secara mengenaskan," sahutnya.

Siau Po menggelengkan kepalanya.

"Belum tentu. Sie Tayjin tadinya kan panglima perang di bawah pimpinan Kok Seng Ya, akhirnya berbalik menggempur orang sendiri jelas para prajurit Taiwan yang gugur pasti merasa penasaran, Sudah pasti tidak dapat disamakan dengan panglima perang lainnya."

Sie Long terdiam, Hatinya merasa marah, Dia lahir di propinsi Hokkian, sedangkan sebagian besar anak buah Kok Seng Ya juga orang dari Propinsi Hokkian, Lebih-lebih yang ada di daerah selatan. 

Ketika dia berhasil menggempur negara Taiwan, dia sudah mendengar gosip tentang dirinya yang dikatakan sebagai pengkhianat bangsa.  Bahkan ada orang yang mengirim surat kaleng dan memaki-makinya, Dalam hati kecilnya dia juga merasa malu, tapi orang yang berani terang-terangan menyindirnya hanya Siau Po sekarang ini. Dia tidak bisa berbuat apa-apa terhadap anak muda itu, makanya amarahnya tertumpah pada diri Lim Heng Cu. 

Tampak matanya mendelik kepada orang itu, Dalam hati dia berjanji, -- sekembalinya dari pulau ini, pasti ada pertunjukkan bagus yang dapat kau saksikan, -

"Sie Tayjin, nasibmu juga cukup bagus. seandainya Tan Kun su tidak mati, tentu dia akan ke Taiwan untuk melindungi Toa kongcu dan putrinya, Dengan demikian The Kek Song tidak dapat menggantikan kedudukan ayahnya pula, Di bawah pimpinan Tan Kun su, seluruh rakyat Taiwan akan kompak, Bila hal itu sampai terjadi, belum tentu sekarang kau bisa menguasai Taiwan," kata Siau Po selanjutnya.

Sie Long maklum kemampuannya tidak dapat menandingi Tan Kin Lam. Kalau orang itu belum mati, mungkin kejadiannya tidak dapat berakhir seperti sekarang ini.

Tiba-tiba Ang Cao menukas, "Apa yang dikatakan Wi Hu ya memang tepat, Prajurit dan rakyat Taiwan juga sama pandangannya, Setiap orang membenci The Kek Song yang membunuh seorang prajurit sejati. Dengan demikian dia menghancurkan bangsa dan negaranya sendiri sungguh keturunan yang tidak berbakti dari Kok Seng Ya."

Sie Long marah sekali mendengar kata-katanya.

"Pengawal Ang, sekarang kau sudah takluk pada Kerajaan Ceng kami yang besar, mengapa kau masih berani membicarakan pemberontak yang sudah berhasil dijatuhkan!" teriaknya.

Ang Cao cepat-cepat berdiri dan menjura dalam-dalam.

"Hamba bersikap teledor, harap Tayjin sudi memaafkan," katanya.

"Saudara Ang, apa yang kau katakan merupakan kenyataan. Biarpun Sri Baginda sendiri mendengarnya, beliau juga tidak akan mempersalahkan dirimu, Mari duduk kembali dan minum arak yang disuguhkan," kata Siau Po.

"Baik," sahut Ang Cao seraya duduk kembali Diangkatnya cawan araknya, namun tangannya gemetaran sehingga sebagian isinya tumpah keluar.

"Tentunya rakyat Taiwan sudah tahu kalau Tan Kun su dicelakai oleh The Kek Song, bukan?" tanya Siau Po pula.

"Betul. sekembalinya ke Taiwan, The Kek Song mengatakan bahwa Tan Kun su.   

Tan Kun su.,." Matanya melirik sekilas kepada Sie Long dan akhirnya dia tidak berani meneruskan kata-katanya. "Saudara Ang, apabila yang kau katakan itu memang benar adanya, siapa pun tidak berani menyalahkan dirimu," kata Siau Po.

"Betul, betul The Kek Song dan Pang Gi Hoan beserta beberapa orang bawahannya meninggalkan pulau ini dengan menggunakan perahu kecil. Untuk beberapa hari mereka terombang-ambing di tengah lautan, akhirnya mereka bertemu dengan kapal nelayan yang mengantarkan mereka pulang ke Taiwan, The Kek Song mengatakan bahwa Tan Kun su terbunuh oleh Sie Ciangkun, The Ongya yang mengetahui hal ini menangis sedih sampai beberapa hari lamanya, Kemudian The Kek Song menggantikan kedudukan orang tua itu, dan di hadapan orang banyak dia baru mengakui bahwa dialah yang membunuh Tan Kun su. 

Dia malah membual bahwa ilmu silatnya sendiri yang sudah mencapai taraf tinggi sekali, walaupun Tan Kun su mempunyai banyak anak buah tapi tidak ada satu pun yang sanggup menandinginya. 

Banyak pengikut Tan Kun su yang tidak puas mendengar berita tersebut, mereka menanyakan apa kesalahan Tan Kun su sehingga dibunuhnya, tapi orang-orang itu justru diringkus oleh Pang Gi Hoan dan dihukum mati," sahut Ang Cao.

Siau Po menghentakkan cawan araknya keras-keras ke atas meja.

"Kesalahan neneknya!" Tiba-tiba dia tertawa terbahak-bahak, Biasanya kita suka memaki nenek orang, tentunya para nenek-nenek menjadi penasaran. Hanya nenek The Kek Song yang pantas dimaki-maki. Kejahatannya sudah melebihi nenek siapa pun di dunia ini!"

Kata-katanya itu terasa enak didengar oleh telinga Sie Long. Dia mengkhianati The Kek Song justru karena seluruh keluarganya dihukum mati, sedangkan orang yang memberikan perintah tidak lain dari permaisuri Tong, nenek The Kek Song.

"Apa yang dikatakan Wi Hu ya memang benar. Kita sering memaki-maki dengan kata-kata Neneknya!". Coba bayangkan saja, Kok Seng Ya orangnya gagah dan bijaksana pula, salahnya justru memilih istri yang keliru," katanya.

Siau Po menggelengkan kepalanya.

"Setiap orang di dunia ini boleh memaki nenek The Kek Song, justru harus Sie Ciangkun seorang yang tidak boleh memakinya. Kenapa? Karena pangkat dan kekayaan Sie Ciangkun hari ini diberikan oleh nenek tua itu. Mernang ayah, ibu, istri dan anak-anakrnu telah dicelakai olehnya, Tapi kalau dibandingkan dengan kedudukan Pangeran tingkat tiga dan berbagai gelar panglima perang, rasanya Sie Ciangkun juga tidak terlalu rugi," ujar si anak muda seenaknya.

Wajah Sie Long langsung berubah merah padam. - Aku juga akan memaki-maki nenekmu! - gerutunya dalam hati, Dia berusaha menahan hawa amarah, diangkatnya cawan arak dan diminumnya sekaligus, Tapi karena nafasnya tersengal-sengal menahan kemarahan, dia malah tersedak dan akhirnya batuk-batuk.

Siau Po berkata dalam hati.

-- Kalau melihat tampangmu, pasti kau sedang memaki nenekku sekarang ini. Tapi siapa ayahku saja aku tidak pernah tahu, apalagi nenekku, Kalau kau memaki nenekku sembarangan, pasti kau akan memaki orang yang salah, Mungkin kau juga ingin menjadi ayahku? Wah, lebih gawat lagi! Dengan demikian nenekku adalah ibumu, Kalau kau memaki nenekku artinya kau memaki ibumu sendiri pusing deh! -

Dengan membawa pikiran demikian Siau Po menatap Sie Long sambil tersenyum simpuI.

Di meja itu juga duduk dua orang Perwira Angkatan Laut bermarga Lu. Dia khawatir bisa timbul pertengkaran apabila sindir-menyindir ini dibiarkan terus, Maka dia berkata.

"Wi Hu ya, Sie Ciangkun berhasil menguasai Taiwan kali ini, benar-benar mengandalkan keberaniannya mempertaruhkan jiwa, Setelah menerima tugas dari Sri Baginda, Sie Ciangkun segera memerintahkan bawahannya untuk mempersiapkan enam ratus kapal perang dengan disertai enam laksa prajurit. 

Mereka berbondong-bondong berangkat Di atas lautan mereka malah sempat terhalang badai, Setelah berlayar sebelas hari mereka baru tiba di wilayah Peng Hu. Pada hari keenam belas mereka baru berhadapan dengan pasukannya Liu Kok Han. peperangan saat itu benar-benar dahsyat, langit gelap tertutup asap meriam, sampai- sampai kita sulit membedakan siang atau malam hari, Sie Ciangkun sendiri sampai mengenakan jubah berwarna. "

Siau Po melihat Lim Heng Cu dan Ang Cao menundukkan kepalanya, Wajah mereka menunjukkan kemarahan. Dia tahu kedua orang ini pasti terlibat dalam peperangan itu dan tentu saja Sie Long yang meraih kemenangan. Siau Po tidak sudi mendengarkan cerita Perwira Lu yang membanggakan Sie Long, maka dia segera menukas.

"Sie Ciangkun, tempo hari ketika Kok Seng Ya berhasil menduduki negara Taiwan, apakah kalian juga memulai penyerangan dari wilayah Peng Hu?"

"Betul," sahut Sie Long.

"Ketika itu kau masih menjadi bawahan Kok Seng Ya, bagaimana cara kalian bisa masuk ke wilayah Peng Hu?" tanya Siau Po pula.

"Setan-setan berambut merah itu tidak menugaskan prajuritnya menjaga wilayah Peng Hu," sahut Sie Long. "Pada tahun itu, Kok Seng Ya memimpin pasukannya menyerbu ke sebelah timur pulau, dengar-dengar saudara Lim juga ikut ambil bagian dalam penyerbuan menghalau pengikut setan berambut merah itu, bagaimana kejadian yang sebenarnya? Dapatkah Saudara Lim menceritakannya agar aku dapat mengetahuinya?" tanya Siau Po pada Lim Heng Cu.

Dalam hati Lim Heng Cu.

-- Kejadian itu toh sudah pernah kuceritakan dulu, mengapa kau meminta aku mengulanginya kembali? Oh, tentunya kau tidak ingin mendengar cerita busuk tentang Sie Ciangkun yang menguasai Taiwan, maka ingin aku menceritakan kisah kepahlawanan Kok Seng Ya dan Tan Kun su pada jaman itu, Padahal aku tidak boleh menceritakan banyak-banyak tentang diriku sendiri, Sekali hati Sie Long memendam kebencian, lain kali aku pasti menemui berbagai kesulitan sebaiknya aku mengangkat- angkat orang ini saja. -

Dengan membawa pikiran demikian, dia menjawab.

"Sie Ciangkun sudah dua kali menyerbu Taiwan, jasanya sungguh besar Pada waktu itu Kok Seng Ya pernah mengumpulkan para panglimanya untuk merundingkan hal itu, sebagian besar panglimanya mengajukan saran untuk membatalkan keinginan itu. Pertama karena kedudukan Taiwan yang strategis sebagai benteng pertahanan dan sulit digempur. 

Kedua karena udara di sekitar perairan pulau itu yang kurang menguntungkan karena sering terjadi angin topan dan hujan badai, Apalagi persenjataan Setan Berambut Merah yang sangat hebat Mereka mempunyai meriam dan senapan yang lengkap, 

Urusan ini benar-benar berbahaya, tapi Sie Ciangkun dan Tan Kun su berdualah yang menyatakan persetujuan Akhirnya mereka benar-benar berhasil menduduki negara Taiwan."

Mendengar keterangan Lim Heng Cu, wajah Sie Long langsung menunjukkan kebanggaan.

"Hal itu terjadi pada tahun Eng Liok ke Lima belas bulan dua.,,." Sie Long segera menukas kata-kata Lim Heng Cu.

"Perwira Lim, penanggalan yang digunakan Dinasti Beng tidak boleh kau gunakan lagi. Hal itu terjadi pada tahun delapan belas Kaisar Sun Ti."

"Betul, betul," sahut Lim Heng Cu cepat "Pada bulan dua tahun itu, Kok Seng Ya memindahkan pasukannya ke kota Kim Bun. Pada bulan tiga tanggal satu seluruh pasukannya sudah berkumpul di tepi pantai, Tanggal sepuluh bulan yang sama mereka sudah mengepung pulau Taiwan dari segala penjuru.  Kebetulan saat itu cuaca di daerah itu sangat buruk, para prajurit yang tidak mempunyai pengalaman di laut merasa takut untuk berlayar Kok Seng Ya dan Tan Kun su membawa sebagian pasukan ke kota kecil terdekat untuk menunggu kesempatan baik. 

Sampai tanggal dua puluh tiga bulan itu, cuaca baru kembali cerah. Pasukan Kok Seng Ya segera mengembangkan layar dan menjalankan kapal. Pada tanggal dua puluh empat sorenya mereka baru tiba di Peng Hu. 

Namun baru saja tiba tidak beberapa lama, badai kembali melanda. Selama beberapa hari kapal tidak bisa berangkat Peng Hu merupakan pulau tandus, tidak ada makanan apa-apa yang dapat diperoleh, maka pasukan Kok Seng Ya terpaksa menangsal perut dengan ubi bakar. 

Sampai tanggal tiga puluh badai masih belum reda juga. Tan Kun su dan Kok Seng Ya sepakat bahwa mereka tidak bisa menunda waktu lagi, Padahal perasaan para prajurit masih dicekam kecemasan. 

Pada kentungan pertama tengah malam itu, Tan Kun su menembakkan meriam sebanyak tiga kali, Beramai-ramai mereka memukul tambur Tan Kun su berseru dengan suara lantang: "Demi kesetiaan terhadap negara, badai topan pun kita terjang!" 

Para prajurit jadi bersemangat mendengar teriakan panglimanya, mereka membesarkan hati dan ikut berseru: "Demi kesetiaan terhadap negara, badai topan pun kita terjang!" Begitu lantangnya suara seruan mereka sehingga bisa menutupi suara petir dan gelombang badai yang bergejolak di lautan."

Siau Po menoleh kepada Sie Long.

"Tentunya pada saat itu Sie Ciangkun juga ikut menyerukan kata-kata itu, bukan?" tanyanya.

"Waktu itu hamba ditugaskan menjaga pintu per-batasan Sia Bun, jadi tidak ikut menyerbu ke Taiwan," sahut Sie Long.

"Rupanya begitu, sayang sekali, sayang sekali!" kata Siau Po.

"Ketika Kok Seng Ya sampai ke Peng Hu, yang ditemuinya hanya badai dan angin topan, Lain halnya dengan Sie Ciangkun, ketika beliau membawa pasukannya sampai ke Peng Hu, hal itu barulah menggetarkan hati, Yang menyambut kedatangannya justru pasukan besarnya Liu Kok Han. Belum apa-apa mereka sudah menembakkan meriam sampai puluhan kali. Belum lagi panah api dan senjata lain-lainnya yang.,." kata Wakil Panglima Lu.

Siau Po tidak membiarkan orang itu menyelesaikan kata-katanya, dia tertawa lebar. "Wakil panglima Lu, tampaknya nyalimu tidak berbeda dengan nyaliku," tukasnya. "Tidak berani. Hamba mana mungkin menyamai Wi Hu ya?" sahut orang She Lu itu. "Tidak bisa menyamai aku?" tanya Siau Po untuk menegaskan.

"Tentu saja tidak," sahut Wakil panglima Lu. "Aneh sekali, Selama ini aku mengira, bahwa diriku ini orang yang paling penakut di dunia ini, Ya, aku menyangka nyaliku kecil sekali, tidak disangka-sangka hari ini ada orang yang mengaku bahwa nyalinya lebih kecil dari nyaliku, padahal nyaliku sendiri sudah seperti nyali tikus, Rupanya kau malah lebih kecil daripada tikus! Ha ha ha ha!"

Lu Hu Ciang (Wakil Panglima Lu) berubah merah. Dia tidak berani mengatakan apa- apa lagi.

Siau Po kembali mengajukan pertanyaan kepada Lim Heng Cu.

"Apa yang terjadi setelah Kok Seng Ya memimpin pasukan mengarungi lautan?" "Kapal-kapat perang itu terombang-ambing di atas lautan selama dua kentungan 

lebih, Sampai kentungan ketiga tiba-tiba hujan dan badai berhenti Sesaat kemudian angin pun berhembus dengan normal. Para prajurit berseru kegirangan Suara mereka lebih dahsyat dari geledek yang menggelegar sebelumnya. 

Mereka mengatakan bahwa niat mereka mendapat restu dari Thian Yang Kuasa, dan dalam peperangan kali ini mereka pasti mendapat kemenangan. 

Pada tanggal satu pagi kapal perang mereka sampai di luar perbatasan Lu Ji Bun, Beramai-ramai mereka menggunakan galah untuk menjungkit bagian kepala kapal agar dapat melalui gundukan pasir di daerah itu, Siapa sangka pasirnya tinggi dan air di tempat itu dangkal, sehingga kapal tidak dapat melaluinya, Kok Seng Ya sudah mulai panik. Dia segera mengambil tiga batang hio lalu bersembahyang kepada Thian Yang Kuasa agar membuka jalan bagi mereka. 

Baru saja ketiga batang hio itu ditancapkan pada anjungan kapal, tiba-tiba gelombang besar menghantam kapal mereka sehingga terjungkit ke atas sehingga terhempas melalui gundukan pasir tersebut Di atas daratan, Setan-Setan Berambut Merah telah menunggu kedatangan mereka. Meriam-meriam langsung ditembakkan Pihak lawan sudah membangun dua buah benteng pertahanan Yang satu dinamakan Je Lan Tik dan satunya lagi Po Lo Ming Se. "

Siau Po tertawa.

"Setan-Setan Berambut Merah itu lucu juga, untuk benteng saja memilih nama-nama yang aneh," katanya.

Lim Heng Cu tersenyum mendengar kata-katanya. "Pada saat itu Kok Seng Ya menggunakan alat teropong, beliau melihat di daerah pesisir sudah berbaris pasukan lawan yang jumlahnya tidak terkira, Kok Seng Ya khawatir pihak lawan akan mendatangkan bala bantuan di tengah-tengah pertempuran maka dia memerintahkan seorang panglimanya untuk memimpin seribu prajurit dan mengambil jalan memutar untuk menghadang musuh dari belakang. 

Dengan demikian, apabila mereka kewalahan menghadapi pasukan Kok Seng Ya, mereka tidak bisa melarikan diri untuk memanggil bala bantuan pertempuran pun berlangsung dengan seru, Hamba dan beberapa rekan lainnya ditugaskan menembakkan meriam apabila mendapatkan kesempatan bagus. 

Hamba tahu bahwa kapal paling besar yang dikurung di tengah-tengah pasti merupakan kapal pimpinan Setan Berambut Merah itu. Berkali-kali hamba menembakkan meriam ke arah kapal tersebut, namun selalu tidak ada hasilnya, Hamba menjadi kesal. Akhirnya Kok Seng Ya menganjurkan agar kami menembakkan beberapa meriam sekaligus. 

Saran itu hamba terima, Beberapa anak buah segera men-jejerkan meriam-meriam dan bersiap-siap. Hamba memberikan aba-aba dengan hitungan Tepat pada hitungan ketiga, sepuluh meriam ditembakkan dalam waktu yang bersamaan Tidak terkatakan dahsyatnya suara dentuman meriam-meriam itu. 

Kapal terbesar yang memuat pimpinan lawan pun hancur seketika, Tanpa banyak kesulitan lagi kami berhasil membuat pihak lawan terkocar-kacir." (Catatan : The Seng Kong masuk Taiwan dari wilayah Peng Hu, yakni yang sekarang disebut Tai Nan, Para tentara Holland pada masa itu juga bercokol di daerah tersebut.)

Siau Po menuangkan secawan arak, lalu dengan kedua tangan disodorkannya kepada Lim Heng Cu. "Lim toako, tembakan yang bagus, biar aku menghormatimu dengan secawan arak," katanya.

Lim Heng Cu berdiri untuk menerima arak yang disodorkan Siau Po kepadanya, Setelah mengucapkan terima kasih, dia meneguknya sekaligus.

"Ketika kami berhasil meraih kemenangan, penduduk Tionghoa setempat bersorak kegirangan Mereka mengelu-elukan bahwa bintang penolong telah dikirimkan oleh Thian Yang Kuasa. Bahkan banyak yang menangis saking terharunya, Wi Hu ya, ayah dari Kok Seng Ya mereka merupakan nelayan-nelayan yang hidupnya di pesisir pantai perbatasan Taiwan. 

Kemudian terjadi bencana alam sehingga orang tua itu membawa seluruh keluarganya mengungsi ke Tiong goan, Dengan demikian, belakangan hari secara bergantian Taiwan diduduki oleh Bangsa HoIIand dan Spanyol. 

Setan HoIIand menduduki bagian selatan, sedangkan setan Spanyol menguasai bagian utara, Akhirnya kedua setan itu berselisih dan pecahlah peperangan Bangsa  Spanyol yang kalah, Taiwan pun dikuasai secara penuh oleh Bangsa HoIIand (Belanda). 

Bangsa kita yang masih berdiam di atas pulau mendapat siksaan dari setan Holland, Yang berani melawan pasti dibunuh, pada saat itu, ada seorang saudara yang tadinya merupakan pengikut ayah Kok Seng Ya, namanya Kwe Huai It. 

Dia adalah seorang laki-Iaki sejati Meskipun keadaan saat itu sedang genting, dia tetap tidak mau meninggalkan pulau tersebut Dia menyaksikan bangsa kita diperlakukan secara sadis, Diam-diam dia mengumpulkan penduduk setempat yang sehati dengannya. 

Mereka mengadakan perundingan dan akhirnya tercapai kesepakatan bahwa mereka akan melakukan penyerbuan ke benteng Setan-Setan Berambut Merah agar pulau mereka tidak dikuasai penjajah lagi. 

Keputusan telah ditetapkan sayangnya di antara mereka ada seorang pengkhianat, Namanya Po Cai, dialah yang melaporkan rencana ini kepada pihak Bangsa Holland..."

Siau Po menggebrak meja keras-keras.

"Neneknya! Urusan bangsa Cina justru sering dirusak oleh pengkhianat negaranya sendiri!" maki anak muda itu.

"Memang betul Begitu melihat Po Cai melarikan diri, Kwe Huai It toako segera menduga ada yang tidak beres, maka saat itu juga rencana dirubah, Saudara Kwek segera menyuruh bawahannya untuk mengumpulkan para penduduk dan melakukan penyerbuan saat itu juga. 

Dapat dibayangkan kekacauan yang terjadi saat itu, persiapan apa pun belum ada. Senjata yang dimiliki bangsa HoIIand hebatnya bukan main, sedangkan persenjataan Bangsa Tionghoa kita hanya golok, anak panah dan paling banter beberapa pistoI curian, perang yang tidak seimbang pun pecah, Selama lima belas hari penduduk setempat masih dapat bertahan tetapi akhirnya kisah kepahlawanan Saudara Kwe Huai It itu terpaksa berakhir ketika sebuah tembakan tepat mengenainya, bahkan tubuhnya hancur tidak berbentuk oleh ledakan meriam yang menyusul..."

"Aduh, celaka!" teriak Siau Po.

"Begitu Saudara Kwe mati, para penduduk yang lainnya seperti ular yang kehilangan kepala, Bangsa Tionghoa terpukul mundur sampai keluar perbatasan Di tepi telaga Tai hu pertempuran masih berlangsung selama tujuh hari tujuh malam Bangsa Tionghoa yang gugur di samping telaga itu diperkirakan ada empat ribu orang lebih, sedangkan perempuan yang tidak ikut campur dalam urusan peperangan ini juga dibunuh berikut anaknya yang masih kecil-kecil, jumlah mereka tidak kurang dari lima ratus orang. semuanya mati penasaran.  Gadis yang rupawan dipaksa menjadi gundik bagi Setan-setan Holland, sedangkan laki-laki yang tertangkap dihukum mati dengan sadis. "

Siau Po gusar sekali mendengar cerita itu.

"Setan-Setan Berambut Merah ternyata sadis sekali! Tindakan mereka lebih kejam daripada apa yang pernah dilakukan kerajaan Ceng pada bangsa kami di Yang-ciu dulu!"

"Peristiwa berdarah itu terjadi pada tahun ke enam Kaisar Eng Liok, bulan delapan. "
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar