Kaki Tiga Menjangan Jilid 86

Jilid 86

"Siau Hian cu, Siau Hian cu!" teriaknya. "Siau Kui cu ada di sini!" Terdengar suara tadi kembali bergema.

"Siau Kui cu, Siau Kui cu! Di mana engkau? Siau Hian cu sudah rindu sekali kepadamu!"

Suara itu bergema lantang bahkan sampai mendengung-dengung, seolah-olah bukan terucap dari mulut satu orang saja, tapi ada ratusan orang yang menyerukannya, Namun, bila kata-kata itu benar diucapkan oleh ratusan orang, tentu susunan kalimatnya tidak bisa serapi itu, sedangkan bila dikatakan hanya seorang yang mengucapkannya, walaupun ilmu tenaga dalam orang itu sudah mencapai taraf setinggi apa pun, rasanya masih tidak sanggup melakukannya. Karena itu, dugaan Siau Po semakin kuat. Pasti arwah Kong Hi-lah yang datang mencarinya.

Hati Siau Po sedih sekali Air matanya menetes semakin deras, Dia membayangkan bahwa Kaisar Kong Hi masih mempunyai solidaritas yang demikian tinggi walaupun sudah meninggal Buktinya arwah pemuda itu mencarinya sampai sedemikian jauh.

Biasanya, Siau Po paling takut setan, Tapi kali ini, biar bagaimana pun dia ingin menemui arwah Kong Hi, dia tidak ingin mengecewakan sahabatnya, itulah sebabnya dia mempercepat langkah kakinya dan lari seperti kesurupan hantu pulau itu, Arahnya menuju datangnya suara panggilan tadi.

"Siau Hian cu, jangan pergi! Siau Kui cu ada di sini!" teriaknya tanpa menggunakan otak jernih lagi.

Salju memenuhi seluruh tempat itu, licinnya jangan ditanyakan lagi, namun Siau Po tidak memperdulikannya, Meskipun sempat tergelincir beberapa kali, tapi dia tetap bangun lalu berlari kembali

Setelah mengitari bukit yang penuh dengan salju, dia melihat di pesisir pantai sudah diterangi api obor Ratusan orang berdiri berbaris ke arah horisontal penerangan yang dilihatnya terpantul dengan obor-obor yang ada dalam genggaman orang-orang itu. Siau Po terkejut setengah mati.

"Aduh mak!" teriaknya sambil membalikkan tubuh untuk mengambil langkah seribu. Dari barisan orang banyak itu muncul seseorang.

"Wi Tou tong, akhirnya kami berhasil menemukanmu juga!" serunya. Siau Po baru berhasil berlari dua langkah, namun dia segera tersadar jejaknya sudah ketahuan pihak yang jumlahnya begitu besar Biar dia bersembunyi di mana pun, dalam waktu singkat pasti akan ditemukan juga, Dia merasa suara orang itu tidak asing di telinganya, maka dia segera menghentikan langkah kakinya dan mengeraskan hati, Perlahan-lahan dia membalikkan tubuhnya.

"Wi Tou tong, kami semua sudah rindu sekali kepadamu. Terima kasih kepada Langit dan Bumi, akhirnya kami berhasil menemukanmu!" Suara orang itu memang mengandung nada kegembiraan yang tulus.

Tangan orang itu juga membawa sebatang obor, yang cahayanya bergerak-gerak karena hembusan angin, Orang itu segera melangkahkan kakinya menghampiri Siau Po. setelah agak dekat, Siau Po segera mengenalinya, ternyata dia adalah Ong Cin Po.

Dapat bertemu dengan kawan lama tentunya hati Siau Po senang juga, Dia ingat tempo hari di luar perbatasan kota Pe King, orang ini juga pernah menemukannya malah pada saat itu Ong Cin Po tidak memperdulikan nasibnya sendiri dengan berani menutupi kejadian yang sebenarnya.

Dia tidak mengatakan kepada yang lainnya bahwa orang yang dilihatnya adalah Siau Po. Dengan sikapnya itu saja Siau Po dapat menilainya sebagai seorang yang setia kawan. Meskipun sekarang dia yang memimpin pasukan besar tentara datang mencarinya di pulau ini, tapi keadaan ini masih lumayan dibanding kalau yang datang orang lain. Biar bagaimana setianya orang ini terhadap Kong Hi, tentunya masih ada cara untuk diajak berunding, Karena itu dia segera tersenyum dan berkata.

"Ong sam ko, akalmu benar-benar jitu sehingga bisa memancing aku ke luar dari tempat persembunyian!"

Ong Cin Po melemparkan obor di tangannya ke permukaan tanah lalu membungkukkan tubuhnya dengan hormat.

"Hamba tidak berani berdusta, terus terang saja hamba juga tidak tahu kalau Wi Tou tong ada di pulau ini," sahutnya.

Siau Po tersenyum.

"Pasti Hong Siang yang memberikan saran untuk menjalankan akal bagus ini, bukan?"

"Tempo hari Hong Siang mendapat laporan bahwa Tou tong sudah menyepi ke luar lautan, karena itu beliau mengutus aku mengiringi tiga kapal untuk mencari di setiap pulau kecil yang ada di sekitar sini. Pokoknya, begitu sampai di atas setiap pulau, hamba harus menyerukan kata-kata seperti yang diajarkan oleh Hong Siang," sahut Ong Cin Po. Pada saat itu, Song Ji dan Su Cuan juga sudah sampai di tempat itu, Mereka segera berdiri mendampingi Siau Po. Tidak lama kemudian yang lainnya juga menyusul tiba.

Siau Po menoleh kepada Kian Leng kongcu.

"Hong te kokomu benar-benar hebat, akhirnya kita berhasil ditemukan juga," katanya.

Ong Cin Po segera mengenali Kian Leng kongcu. Cepat-cepat dia membungkukkan tubuhnya memberikan penghormatan.

"Apakah Hong Siang mengutusmu datang ke mari untuk meringkus kami kembali ke Pe King?" tanya sang Tuan Puteri.

"Bukan, bukan," sahut Ong Cin Po. "Hong Siang mengutus hamba ke pulau-pulau di sekitar sini untuk mencari Wi tou tong. Beliau sama sekali tidak tahu kalau Kongcu juga ada di sini."

Kian Leng kongcu menundukkan kepalanya melihat perutnya sendiri yang sudah membesar wajahnya langsung berubah merah.

Ong Cin Po berkata pula kepada Siau Po.

"Hamba sudah empat bulan lebih mengarungi lautan Kami sudah menjelajahi delapan puluhan pulau, akhirnya malam ini kami berhasil menemukan Wi Tou tong juga, sungguh suatu hal yang menggembirakan!"

Siau Po tersenyum.

"Aku adalah orang yang berdosa besar bagi negara. Sudah lama aku tidak menjadi atasanmu lagi, maka ucapan seperti Tou tong maupun sebutan hamba sebaiknya tidak perlu digunakan lagi."

"Apa yang terkandung dalam hati Hong Siang akan Tou tong ketahui setelah firmannya dibacakan," kata Ong Cin Po sembari membalikkan tubuh dan menggapaikan tangannya ke arah orang banyak, "Bun kong kong, harap kau kemari sebentar!"

Dari barisan, orang banyak muncul seseorang yang mengenakan seragam para thay- kam, Rupanya juga kenalan lama Siau Po, thay-kam yang bertugas di perpustakaan Bun Yu Hong.

Dia berjalan ke arah Siau Po dan yang lainnya sembari berseru. "Ada firman dari Sri Baginda!"

Bun Yu Hong adalah teman berjudi Siau Po ketika mula-mula dia masuk ke dalam istana, orangnya kurang culas dan dalam permainan judi disebut sebagai "Babi potong" Entah sudah berapa banyak hutangnya kepada Siau Po. Setelah berkali-kali mendapat kenaikan pangkat, Siau Po masih sering menghadiahkan uang. Setiap kali bertemu dengan Bun Yu Hong ini, justru hutangnya tidak pernah diungkit-ungkit.

Mendengar ucapan "Ada firman dari Sri Baginda", Siau Po segera menjatuhkan diri berlutut.

"lni merupakan firman rahasia, orang lainnya harap menyingkir” kata Bun Yu Hong kembali.

Mendengar kata-kata itu, Ong Cin Po segera menyingkir sedangkan Su Cuan yang banyak pengalaman juga ikut menyingkir sejauh-jauhnya, Yang lain tentu saja mengikuti, hanya Kian Leng kongcu seorang yang memprotes.

"ltu kan firman dari Hong te koko, masa aku juga tidak boleh mendengarkan?"

"Sri Baginda sudah mengatakan bahwa ini merupakan firman rahasia, hanya Wi Siau Po seorang yang boleh mendengarkan Apabila ada sepatah kata saja yang bocor, seluruh keluarga hamba akan menjadi tumbalnya," sahut Bun Yu Hong,

Kian Leng kongcu mendengus kesal.

"Hebat sekali! Kalau begitu biar seluruh keluargamu jadi tumbalnya saja!" Meskipun bibirnya berkata demikian, namun dia sadar, kalau dia tidak menyingkir sampai kapan pun firman itu tidak akan dibacakan. Oleh karenanya dengan hati mendongkol terpaksa dia menyingkir juga.

Bun Yu Hong mengeluarkan dua buah amplop kuning yang tertutup rapat dari balik saku bajunya.

"Hamba menerima firman Sri Baginda!" kata Siau Po lantang.

"Hong Siang bersabda bahwa kali ini kau boleh menerima firman dengan berdiri saja, Kau juga tidak perlu menyebut dirimu "hamba", juga tidak boleh menyembah," kata Bun Yu Hong pula.

Siau Po merasa heran.

"Kok ada aturan semacam itu?"

"lnilah perintah dari Hong Siang, aku hanya menyampaikannya. Tentang ada tidaknya aturan seperti itu, kelak bila bertemu dengan Hong Siang kau boleh menanyakannya langsung," sahut Bun Yu Hong pula.

Dengan perasaan apa boleh buat, Siau Po berkata.

"Baiklah, terima kasih atas budi besar Hong Siang!" Kemudian ia berdiri. Bun Yu Hong menyerahkan sebuah amplop kepadanya.

"Bukalah dan lihat apa isinya!" ujar Bun Yu Hong, Siau Po mengulurkan tangannya dan menyambut amplop tersebut Dikoyaknya lalu dikeluarkannya sehelai kertas kuning pula dari dalamnya, Bun Yu Hong mengangkat lentera di tangannya untuk menyinari kertas kuning itu.

Siau Po melihat ada enam gambaran yang tertera di atas kertas itu, Gambar pertama melukiskan dua bocah cilik yang sedang bergumul di atas tanah, Persis apa yang pernah mereka lakukan di masa kecil dulu.

Gambar kedua melukiskan sekumpulan bocah cilik yang sedang meringkus Go Pay. Go Pay sedang berusaha menyerang Kong Hi dan ada seorang bocah lainnya yang menggenggam pisau dan menikam tubuh Go Pay.

Tentu saja Siau Po tahu bocah yang memegang pisau itu mengibaratkan dirinya. Gambar ketiga melukiskan seorang hwesio cilik yang sedang membopong seorang hwesio tua. Di belakang mereka terdapat tujuh delapan orang lhama yang mengejar sambil mengacung-acungkan golok ke atas.

Siau Po tahu Kong Hi ingin mengibaratkan keadaan ketika dirinya menolong Kaisar tua meninggalkan Ceng Liang Si di Ngo Tay san. Gambar keempat melukiskan Pendekar wanita berbaju putih yang melayang dari atas melakukan penyerangan terhadap Kong Hi, sedangkan Siau Po menghalangi di depannya untuk menerima serangan itu.

Gambar ke lima melukiskan diri Siau Po yang menekan tubuh permaisuri palsu dengan kakinya, sedangkan tangannya membimbing permaisuri asli ke luar dari bawah tempat tidur.

Gambar keenam melukiskan Siau Po bersama seorang gadis Lo Sat, seorang pangeran Mongolia, serta seorang lhama tua. Mereka bersama-sama sedang menarik kuncir seorang Panglima.

Melihat seragamnya, panglima itu tentu Peng Si Ong, Tentu Kong Hi juga bermaksud menggambarkan keadaan ketika mereka bertiga menjatuhkan kedudukan Peng Si 0ng.

Kong Hi masih muda, tapi otaknya cerdas sekali, Jiwa seninya juga kuat. Gambarannya sangat menyentuh sayangnya dia belum pernah bertemu dengan Puteri Sofia, pangeran Kaerltan, Shang Cie sehingga dia tidak tahu bagaimana bentuk wajah mereka.

Dia hanya menggambar dengan mengambil bentuk wajah sebagian besar orang- orang dari negara tersebut Pokoknya masih bisa dikenali oleh Siau Po. Pada keenam buah gambar itu tidak tertera kata-kata apa pun. Tentu Siau Po sudah mengerti sendiri bahwa semua itu melukiskan jasa-jasa yang pernah didirikannya selama dia mengikuti kaisar Kong Hi.

Walaupun lukisannya yang nomor satu tidak dapat dikatakan sebagai salah satu jasa Siau Po, tapi raja muda itu ingin menunjukkan kesannya selama bersama-sama Siau Po berlatih gulat.

Untuk beberapa saat Siau Po memandangi gambar-gambar itu dengan termangu- mangu, tanpa terasa air matanya mengalir lagi. Dalam hati dia berpikir.

-Tanpa memperdulikan capai lelah dia melukiskan gambar-gambar ini dengan demikian sempurna, Sudah pasti dia selalu mengingat jasa-jasa yang pernah kudirikan, Tampaknya dia tidak menyalahkan aku lagi -

Bun Yu Hong menunggunya beberapa saat, lalu berkata. "Apakah kau sudah melihatnya dengan jelas?"

"Sudah," sahut Siau Po.

Bun Yu Hong mengoyak amplop yang kedua.

"Aku akan membacakan firman Sri Baginda," katanya sambil mengeluarkan sehelai kertas kuning yang lain kemudian langsung membacakannya:

"Siau Kui cu, maknya! Kemana saja kau selama ini? Aku sudah rindu sekali kepadamu, Kau si Budak busuk benar-benar tidak berbudi. Apakah sudah melupakan locu?"

Tampak mulut Siau Po bergerak-gerak, rupanya tanpa sadar dia menggumam seorang diri.

"Tidak, benar-benar tidak."

Sejak jaman dahulu kala, entah sudah berapa banyak kaisar yang memerintah di negeri Cina, namun firman seorang kaisar yang menggunakan bahasa "Maknya" dan seorang kaisar yang menyebut dirinya sendiri "Locu", mungkin Kong Hi lah yang menerobos era baru atau malah cuma satu-satunya firman raja yang menggunakan bahasa demikian.

Setelah berhenti sejenak, Bun Yu Hong melanjutkan membaca kembali.

"Kau benar-benar tidak menurut perintahku. Aku suruh kau bunuh gurumu, kau tidak mau. Malah Tuan puteri kau bawa kabur. Maknya! Dengan caramu itu, bukankah kau terima gratis menjadi iparku? Tapi jasamu besar sekali, Kau juga setia kepadaku, maka  apa pun dosamu, aku sudah memaafkan nya. sebentar lagi aku akan kawin, apakah kau tidak mau meneguk arak kebahagiaanku?

Kalau kau sampai tidak mau, aku benar-benar tidak senang, Biar aku nasehati, sebaiknya kau menyerah saja dan kembali ke Pe King, Aku sudah menyediakan sebuah gedung baru untukmu, pokoknya lebih besar dan lebih mewah dari punyamu dulu. "

Hati Siau Po tidak kepalang girangnya, tanpa mendengar kelanjutannya dia sudah berseru.

"Baik, baik, Aku akan segera kembali ke Pe King."

Bun Yu Hong membaca kembali

"Kita bicara pahitnya dulu, mulai sekarang kalau kau masih membantah apa yang kukatakan, aku akan memenggal batok kepalamu, jangan kau beranggapan bahwa aku sengaja menipumu pulang ke Pe King untuk membunuhmu.

Sekarang gurumu yang bermarga Tan itu sudah mati, berarti kau tidak mempunyai hubungan apa-apa lagi dengan Thian Te hwee, Aku ingin agar kau membasmi mereka satu per satu, kemudian aku akan mengutusmu untuk menghajar Gouw Sam kui.

Kian Leng kongcu juga boleh menjadi istrimu. Kelak kau bisa mencapai kedudukan yang tinggi sekali. Soal harta tidak perlu khawatir lagi, berapa pun yang kau inginkan tidak jadi masalah. Siau Hian cu adalah kawan baikmu, juga gurumu, Niau Seng Hi Tong, apa yang sudah diucapkannya kuda mati pun tidak sanggup mengejar. Cepat- cepatlah kau menggelinding pulang ke Pe King!"

Selesai membacakan firman kaisar, Bun Yu Hong bertanya. "Apakah kau sudah mengerti keseluruhan nya ?"

"Iya, aku sudah paham," sahut Siau Po.

Bun Yu Hong memasukkan firman kaisar itu ke dalam lenteranya, Setelah ujungnya terbakar, dia baru mengeluarkannya kembali dan menanti sampai semuanya hangus menjadi abu baru dibuang.

Siau Po melihat ke arah kertas kuning yang sudah mulai terbakar, hatinya masih terasa berat Baginya benda itu bukan hanya sebuah firman dari Raja, tapi sepucuk surat dari teman, Dia berjongkok dan tangannya memain-mainkan abu yang terbang tertiup angin.

Wajah Bun Yu Hong yang sebelumnya serius sekarang berubah tersenyum simpul, Dia langsung membungkukkan tubuhnya untuk memberi hormat kepada Siau Po. Sembari tertawa dia berkata. "Wi Tayjin, kasih sayang Sri Baginda terhadapmu benar-benar tidak ada duanya, Mulai sekarang hamba menanti uluran tangan Tayjin."

Perlahan-lahan Siau Po menggelengkan kepalanya .

Dalam hati dia berpikir, - Dia ingin agar aku membasmi partai Thian Te hwee. Hal ini benar-benar tidak pantas dilakukan terhadap teman, Kalau aku sampai melakukan hal ini, bukankah aku sama rendahnya dengan Gouw Sam Kui maupun Hong Ci Tiong? Bukankah aku pantas disebut sebagai si Telur busuk dan Biangnya kura-kura?

Tampaknya semangkok nasi dari Siau Hian cu ini benar-benar tidak mudah dinikmati Kali ini dia mengampuni selembar jiwaku, tapi sebelumnya dia sudah menyatakan dengan tegas bahwa Iain kali dia tidak akan memberikan pengampunan lagi. Tapi, kalau aku menolak pulang ke Pe King, entah apa yang akan dilakukannya terhadapku - Oleh karena itu dia segera menanyakan hal itu kepada Bun Yu Hong.

Seandainya aku tidak bersedia pulang ke Pe King, apa yang akan kalian lakukan? Apakah Hong Siang memerintahkan kalian untuk meringkus aku dan membunuh langsung di tempat?"

Wajah Bun Yu Hong menunjukkan mimik kebingungan.

"Wi Tayjin tidak bersedia menuruti firman kaisar? Mana.,, mana ada kejadian seperti itu? Bukankah itu berarti... aih! Suatu pemberontakan.,., Biasanya untuk menanyakan saja tidak ada yang berani," katanya.

"Kau katakan saja terus terang, kalau aku tidak menurut pada firman kaisar, apa yang akan terjadi?" tanya Siau Po sekali Iagi.

Bun Yu Hong menggelengkan kepalanya.

"Hong Siang hanya menyuruh hamba menyelesaikan dua macam urusan, Yang pertama adalah menyerahkan firman rahasia berisi gambaran, Setelah Tayjin selesai melihatnya, hamba harus membuka amplop firman yang kedua dan membacakannya di hadapan Tayjin. Mengenai apa isi kedua firman itu, hamba sama sekali tidak mengerti Tentu saja urusan lainnya hamba terlebih tidak mengerti lagi," sahutnya.

Siau Po menganggukkan kepalanya, lalu berjalan ke hadapan Ong Cin Po.

"Ong Sam ko, dalam firmannya, Sri Baginda meminta agar aku kembali ke Pe King, tapi kau... lihat sendiri, perut Tuan puteri sudah demikian besar, aku benar-benar tidak bisa pergi, seandainya aku tidak menurut pada firman Kaisar, apakah Sri Baginda ada menurunkan perintah tindakan apa yang harus kau ambil?"

Sembari bertanya, hatinya berpikir - Lebih baik kita dengar dulu harga yang ditawarkan pihak lawan, Kalau si Raja cilik menyuruh pasukannya untuk membunuh  kami semua, terpaksa aku menyerah Tapi seandainya tidak, aku masih bisa mengadakan penawaran, --

"Sri Baginda hanya menitahkan hamba untuk menelusuri setiap pulau agar dapat menemukan Tou tong, setelah berhasil ditemukan, Bun Kong konglah yang akan menyerahkan firman beliau, Urusan lainnya tentu saja hamba serahkan kepada Tou tong untuk memberikan titahnya," sahut Ong Cin Po.

Siau Po jadi kegirangan mendengar kata-katanya.

"Jadi Sri Baginda tidak menyuruhmu menangkap atau membunuhku?" tanyanya untuk menegaskan.

"Oh, tidak, tidak," sahut Ong Cin Po cepat "Mana ada urusan seperti itu? Sri Baginda sangat memberatkan Wi Tou tong, seandainya Wi Tou tong kembali ke kota raja, kalau tidak diangkat sebagai Penasehat beliau, setidaknya pasti jadi Panglima Perang."

"Ong Sam ko, baik aku terus terang saja terhadapmu sebetulnya Sri Baginda memang meminta aku kembali ke Kotaraja, Beliau memerintahkan agar aku membasmi seluruh perkumpulan Thian Te hwee. sedangkan aku adalah seorang Hioucu dari perkumpulan itu. Urusan mencelakakan teman semacam itu, biar bagaimana pun aku tidak akan melakukan nya."

Ong Cin Po adalah sejenis manusia yang memandang tinggi kesetiakawanan sosial. Terhadap masalah Siau Po, dia pun sudah paham benar, Mendengar ucapan pemuda itu, tidak hentinya dia menganggukkan kepalanya, Dalam hati ia berpikir, "Orang yang sanggup membunuh temannya atau mencelakai temannya sendiri, tidak kalah rendahnya dengan anjing atau pun babi! -

Terdengar Siau Po melanjutkan kata-katanya.

"Budi Sri Baginda seberat gunung, namun apa yang dititahkannya benar-benar sulit kulakukan Aku tidak berani menemui Sri Baginda, mungkin dalam kehidupan yang akan datang aku akan menjadi kerbau atau kuda untuk membalas budi beliau, Kalau kau bertemu dengan Sri Baginda nanti, harap kau sudi menyampaikan kesulitanku ini. Kenyataannya, kesetiaan hanya boleh di satu pihak.

Dalam pertunjukan sandiwara saja sering kita saksikan tokohnya membunuh diri untuk membalas budi majikannya, Meskipun menggorok leher sendiri itu rasanya pasti sakit sekali, tapi apa boleh buat, lebih baik aku bunuh diri saja sebagai tanda baktiku terhadap negara."

0ng- Cin Po diam-diam membayangkan bila sekarang kedudukan Siau Po berganti dengan dirinya, ia pasti akan mengambil tindakan yang sama, yakni bunuh diri untuk membalas budi Rajanya, Lagipula tindakan ini juga tidak akan mencelakai teman sendiri Cepat-cepat dia menyahut. "Tapi Wi Tou tong jangan sekali-sekali mempunyai pikiran demikian. Perlahan-Iahan saja kita cari akal, sekembalinya ke Kotaraja hamba akan menjelaskan dengan hati-hati kesulitan Tou tong ini. perlu Wi Tou tong ketahui, beberapa orang rekan kita yang sejalan di dulu hari telah banyak mendirikan jasa akhir-akhir ini.

Kami semua akan kompak untuk tidak memperdulikan masa depan lagi dan biar bagaimana pun kami akan menyembah kepada Hong Siang untuk memohon pengertian beliau,"

Melihat sikap Ong Cin Po yang tampaknya panik sekali, diam-diam dalam hati dia merasa geli.

- Kalau mengharapkan Locu membunuh diri, sama saja memohon matahari terbit dari ufuk barat jangan kata menggorok leher, biar hanya memotong sebuah jari tangan saja juga belum tentu sanggup dilakukan. Lagipula, kalau Siau Hian cu memang ingin membunuh aku, tentu aku sudah dibunuhnya, Kalau ia benar-benar mengampuni aku, itu malah kebetulan. Kalau mengandalkan kalian beberapa orang menyembahnya untuk memohon pengertian nya, jangan mimpi. Aku lebih mengenal Siau Hian cu dari siapa pun di antara kalian --

Meskipun hatinya berkata demikian, namun melihat kesetiaan Ong Cin Po terhadapnya, sedikit banyaknya Siau Po terharu juga, Digenggamnya tangan orang itu erat-erat.

"Kalau begitu, aku terpaksa merepotkan Ong Sam ko untuk menyampaikan kesulitanku kepada Sri Baginda, Katakan saja bahwa aku Wi Siau Po merasa serba salah, maka satu-satunya jalan yang terpikir hanya bunuh diri. Untung ada kau Ong Sam ko yang menasehati sehingga tidak jadi mengambil jalan kematian," katanya.

"Baik, baik," sahut Ong Cin Po. Namun dia khawatir juga, Bun Yu Hong ada di sampingnya, Semua kejadian hari itu disaksikan oleh thay-kam ini, Bagaimana dia harus berdusta kepada Sri Baginda, kalau ketahuan bukankah jadi runyam urusannya? Tanpa sadar wajahnya menunjukkan mimik orang kebingungan.

Siau Po yang melihat tampangnya langsung tertawa terbahak-bahak,

"Ong Sam ko tidak perlu khawatir, aku hanya bergurau, Sri Baginda mempunyai otak yang cerdas sekali, tidak mungkin bisa dikelabui, Beliau juga tahu aku ini orangnya paling takut sakit, apalagi untuk bunuh diri, Ong Sam ko tidak perlu berbohong, laporkan saja semuanya sesuai kenyataan"

Mendengar kata-kata pemuda itu, hati Ong Cin Po lega seketika, Dalam hati Siau Po, saat itu juga terpikir olehnya.

-- seandainya aku membohongi orang ini dan menggunakan kapalnya untuk melarikan diri sejauh-jauhnya, kemungkinan lima sampai sepuluh tahun lagi si Raja cilik baru bisa menemukan aku, Tapi dengan demikian, sekembalinya Ong Sam Ko ke  Kotaraja, pasti dia yang akan disalahkan Entengnya mungkin hanya dia yang dipenggal kepalanya, namun beratnya itu, bisa jadi seluruh keluarganya dari ibu, ayah, kakek, nenek akan dihukum mati oleh si Raja cilik, Kalau benar begitu, aku sendirilah yang telah mencelakakannya, Tidak! Tidak boleh tapi berhati busuk, jangan! Toh masih ada kemungkinan Siau Hian cu tidak akan mengambil tindakan apa-apa meskipun aku tidak bersedia kembali ke Kotaraja. -

Dengan membawa pemikiran seperti itu, dia segera berkata kepada Ong Cin Po. "Urusan yang serius telah kita bicarakan Ong Sam Ko, mari! Di atas pulau ini adikmu 

ini sudah lama sekali tidak berjudi Benar-benar menyebalkan, sekarang toh ada kesempatan, sebaiknya kita bermain beberapa putaran."

Ong Cin Po gembira sekali, Kegemarannya berjudi tidak kalah dengan Siau Po. Malah kalau tidak ada lawan, dia akan menggunakan tangan kirinya untuk bertaruh dengan tangan kanannya, karena itu dia segera mengiakan sampai berkali-kali.

Tanpa menunda waktu lagi dia memerintahkan anak buahnya untuk menggotong sebuah batu besar sebagai meja mereka, Enam orang prajurit mengangkat lentera tinggi, Dengan penerangan yang cukup, permainan pun segera dimulai.

Tidak lama kemudian, Bun Yu Hong dan beberapa perwira lainnya juga ikut dalam permainan sedangkan orang-orang yang mengitari mereka semakin lama semakin banyak.

Bhok Kiam Peng yang melihat keadaan itu jadi heran, dan dengan suara lirih dia bertanya kepada Pui Ie.

"Pui suci, kenapa mereka bertaruh dadu? Apakah yang kalah juga... juga.? Tapi, mereka toh sama-sama Iaki-Iaki. "

Pui Ie tertawa geli mendengar pertanyaannya, TimbuI niat untuk menggoda adik seperguruannya itu.

"Pokoknya, siapa yang kalah akan menemanimu malam ini."

Meskipun usia Bhok Kiam Peng masih muda sekali dan pengalamannya belum banyak, namun dia tahu apa yang dikatakan Pui Ie pasti tidak benar, Karena itu dia menyusupkan tangannya ke dalam ketiak kakak seperguruannya dan menggeIitiknya. Kedua perempuan itu tertawa cekikikan saking gelinya.

Sekali bermain judi, kalau fajar belum menyingsing tentu belum berhenti Begitu bubar, tumpukan uang di depan Siau Po sudah merupakan tiga timbunan tinggi.

Pertama tentu karena hatinya yang sedang bergembira, Kedua tentu ada main gilanya juga. Dari antara sepuluh prajurit yang ikut bermain, pasti sembilannya kalah habis-habisan. Hati Siau Po senang sekali, Dia menolehkan kepalanya, tampak Kian Leng kongcu, Bhok Kiam Peng dan A Ko sudah tertidur di atas sebuah batu, sedangkan Su Cuan, Pui Ie, Cin Ju dan Song Ji masih memaksakan diri mereka menemaninya meskipun mata mereka sudah berat sekali.

Hati Siau Po terharu melihat keadaan itu, dia merasa bersalah, Cepat-cepat dia mendorong tiga tumpukan uang perak di depannya kepada Ong Cin Po sambil berkata.

"Ong Sam ko, tolong bagi-bagikan uang perak ini kepada saudara-saudara kita semuanya, Kalian jauh-jauh datang berkunjung ke pulau ini, sedangkan kami tidak mempunyai apa-apa untuk dihidangkan benar-benar merasa menyesal karenanya."

Tadinya para prajurit sudah pucat wajahnya karena ludes uang di saku, Mendengar perkataannya mereka segera bersorak gembira sembari mengucapkan terima kasih.

Ong Cin Po langsung memberi perintah kepada para anak buahnya untuk menurunkan berbagai perbekalan ke atas pulau itu. Boleh dibilang komplit sekali apa yang dibawakan oleh orang itu. Misalnya sayur mayur, daging, mangkok, sumpit, meja kursi sampai ke peralatan masak seperti tungku api. setelah itu dia juga memerintahkan anak buahnya untuk segera membangun beberapa pondok. Karena jumlah orangnya banyak, apa yang dikerjakan jadi cepat selesai.

Dalam waktu beberapa hari semuanya sudah beres. Sesudah merasa tidak ada lagi yang dilakukan bagi Siau Po, Ong Cin Po memohon diri kepada saudaranya itu.

Belasan hari kemudian, A Ko lah yang pertama-tama melahirkan seorang bayi laki- laki. Hari kedua setelahnya, Su Cuan juga melahirkan seorang putra bagi Siau Po. Kongcu justru terpaut satu bulan lebih dengan kedua madunya, bayi yang dilahirkannya perempuan, Dia melihat istri Siau Po yang lain melahirkan anak laki-laki, tetapi dia sendiri justru melahirkan anak perempuan.

Hatinya mendongkol sekali sehingga tidak henti-hentinya dia menangis. Siau Po berusaha menghiburnya. setelah dia mengatakan bahwa dia lebih suka anak perempuan daripada laki-laki, Tuan puteri baru menghapus airmatanya dan tertawa gembira.

Tiga bayi itu justru mempunyai tujuh orang ibu. Meskipun semuanya belum mempunyai pengalaman menjadi seorang ibu, namun dengan kalang kabut mereka berhasil juga mengatasi berbagai persoalan.

Tiap hari terdengar suara tertawa riang di atas pulau tersebut Dan ketiga bayi itu juga seakan tahu diri, semuanya tampak sehat, montok dan Iincah. Ketujuh perempuan itu meminta Siau Po untuk mencarikan nama bagi ketiga bayi itu. Siau Po tertawa.

"Aku kan buta huruf, kalau suruh mencarikan nama bagi putra atau pun putriku, rasanya bukan hal yang mudah, Begini saja, kita lempar dadu, apa yang keluar, nama itulah yang kita berikan kepada bayi itu," katanya. Perlu diketahui bahwa jumlah dadu yang keluar mempunyai nama masing-masing, hampir sama dengan tradisi kita di sini Kalau kita bermain domino, angka kosong sering kita sebut sebagai Jeblok, Demikian pula permainan dadu di Cina pada jaman itu. Maka tanpa menunggu persetujuan dari para istrinya, Siau Po segera mengambil dua butir dadu dan bersiap-siap melemparkannya di atas meja. Se-belumnya, dalam hati dia berdoa, -- Oh, Dewa Judi, tolong pilihkan nama-nama yang lumayan untuk putra- putriku. --

Trakk!! Dadu pun dilemparkan.

"Untuk anak yang pertama!" seru Siau Po.

Dadu yang satu menunjukkan lima titik, sedangkan dadu yang satu lagi menunjukkan enam titik, jumlah ini disebut "Ho Tau", Siau Po tersenyum

"Nama putra yang pertama boleh juga, Baiklah, anak A Ko kita namakan "Wi Ho Tau","

Dadu yang kedua kalinya dilemparkan menunjukkan satunya berjumlah satu titik dan satunya lagi berjumlah enam titik, ini yang dinamakan "Tong Cui", Maka Lo ji (Anak kedua) dari keluarga Wi dinamakan "Wi Tong Cui",

Sekali lagi dadu dilemparkan Dadu yang satu menunjukkan dua titik, sedangkan dadu yang satu lagi masih berputar terus, Ketika akhirnya berhenti, jumlahnya dua titik juga, Siau Po tertegun melihatnya kemudian dia tertawa terbahak-bahak.

"Tampaknya nona kecil kita justru mempunyai nama yang aneh, Dia dinamakan "Wi Pan Teng"

Perempuan-perempuan yang Iain jadi terkesima mendengar nama yang aneh itu. Kian Leng kongcu justru marah sekali.

"Jelek benar! Anak gadis yang begini cantik masa dinamakan Pan Teng? Aku tidak mau! Lemparkan dadu itu sekali lagi, cari nama yang lain!" teriaknya.

"Nama yang sudah dipilihkan oleh Dewa Judi mana boleh diubah seenaknya?" sahut Siau Po sambil membopong putrinya lalu mencium pipinya satu kali, Mulutnya bernyanyi-nyanyi kecil "Si kecil Pan Teng-ku yang tersayang, oh nama ini sungguh indah sekali!"

"Tidak bisa! Pokoknya aku tidak mau nama Pan Teng! Aku yang melahirkan anak itu dan aku tidak mau nama yang begitu jelek!" teriak Tuan puteri pula.

"Huh! Kalau cuma kau sendiri memang anak ini bisa jadi?" tanya Siau Po tak mau kalah.

Kian Leng kongcu merebut kedua butir dadu dari tangan Siau Po, "Biar aku yang lempar sendiri, pokoknya keluar apa, nama itulah yang akan kugunakan untuk anak-ku!" katanya pula.

Siau Po merasa kewalahan, akhirnya dia menuruti kehendak si Tuan Puteri. "Tapi kali ini kau tidak boleh ingkar janji, Bagaimana kalau jumlah yang keluar Ho 

Tau atau Tong Cui pula?"

"Biar anak ini mempunyai nama yang sama dengan kakaknya, Ho Tau atau Tong Cui juga tidak apa-apa," sahut Kian Leng kongcu sambil menggerakkan dadu di tangannya, Mulutnya juga berkomat-kamit, "Dewa Judi, oh Dewa Judi, apabila kau tidak mencarikan nama yang bagus untuk bayi perempuanku, maka aku akan melempar kedua butir dadu ini jauh-jauh!"

Kedua butir dadu dilemparkan ke atas meja dan langsung berputaran Tidak lama kemudian keduanya berhenti Di dalam dunia ini ternyata ada kejadian yang demikian kebetulan Rupanya kedua butir dadu itu lagi-lagi menunjukkan dua titik, yakni yang disebut Pan Teng.

Mata Kian Leng kongcu sampai mendelik dan mulutnya terbuka lebar Dia langsung menangis meraung-raung. orang-orang juga merasa heran sekaligus geli.

Su Cuan tertawa.

"Adik tidak perlu cemas!" katanya menghibur "Dua titik itu kan "Song" (dobel), Dadunya ada dua, jumlahnya sama, jadi "Song Song". Anak perempuan kita itu dinamakan "Wi Song Song" saja, bagaimana pendapatmu?"

Kian Leng kongcu yang mendengar ucapannya segera menghapus airmatanya dan diganti dengan senyuman merekah, hatinya menjadi gembira seketika.

"Bagus! Bagus! Nama ini sungguh indah, hampir sama dengan nama adik Song Ji!" serunya.

Song Ji sendiri juga senang dengan nama yang dipilihkan oleh Su Cuan, Cepat- cepat diambilnya bayi perempuan itu dari tangan Siau Po dan dipeluknya dengan mesra.

Bhok Kiam Peng tertawa melihatnya.

"Adik Song Ji, kau begitu sayang dengan bayi itu, sebaiknya cepat kau berikan ASI mu!" goda nya.

"Mengapa bukan kau saja yang menyusui?" balas Song Ji dengan wajah berona merah, Dia pura-pura menarik bagian depan baju Bhok Kiam Peng sehingga perempuan itu lari ketakutan semuanya tertawa terbahak-bahak melihat tingkah kedua perempuan yang baru mulai menginjak dewasa itu. Dengan bertambahnya tiga orang bayi, suasana di atas pulau Tong Sip to semakin ramai. Hari-hari penuh dengan riang canda, Sejak dibekali berbagai macam lauk-pauk oleh Ong Cin Po, mereka tidak perlu lagi bersusah payah berburu atau pun menangkap ikan setiap hari.

Kecuali kalau mereka kangen masakan hidangan laut yang segar, mereka baru pergi menangkapnya, Mula-mula mereka agak khawatir juga kalau kaisar Kong Hi marah mendengar laporan Ong Cin Po tentang penolakan Siau Po kembali ke Kotaraja.

Ada kemungkinan dikirimnya sepasukan besar tentara untuk membunuh mereka semua. Namun beberapa bulan kembali berlalu, keadaan tetap tenang-tenang saja, Dan mereka yakin Ong Cin Po sudah sampai di Kotaraja dan menyampaikan laporannya.

Apabila sampai sekarang tidak terjadi apa-apa, bisa jadi Kaisar Kong Hi sudah mengambil keputusan untuk membiarkan apa pun keputusan Wi Siau Po, Dengan pemikiran demikian, hati mereka lambat laun jadi tidak terlalu was-was lagi.

Sampai musim panas tahun berikutnya, Ong Cin Po tiba-tiba datang lagi dengan satu kapal perang diiringi tiga kapal barang yang besar sekali, sesampainya di pulau itu, dia segera membacakan firman dari Kaisar Kong Hi.

Bahasa yang digunakan kali ini terlalu dalam sehingga tidak ada sepatah kata pun yang dimengerti oleh Siau Po. Terpaksa pemuda itu meminta Su Cuan yang menjelaskan artinya.

Ternyata sedikit pun Kaisar Kong Hi tidak mengungkit tentang firman nya tempo hari. Dia malah mengutus seorang perwira serta lima ratus orang prajurit untuk melindungi Kian Leng kongcu. Selain itu masih ada enam belas pelayan laki-laki, delapan orang pelayan wanita, delapan orang dayang juga berbagai perabotan rumah tangga, makanan dan lain sebagainya sampai penuh tiga kapal.

Diam-diam Siau Po merasa cemas.

-- Siau Hian cu mengirimkan demikian banyak barang, kemungkinan dia menginginkan agar aku tinggal di pulau Tong Sip to ini untuk selamanya --

Dasar Siau Po jenis orang yang tidak bisa diam. Meskipun kehidupannya di atas pulau itu cukup menyenangkan bahkan ada tujuh istri cantik yang menemaninya, tapi rasanya kehidupan yang rutin ini sudah lama dijalaninya.

Dia merasa kurang seru lagi, kadang-kadang dia mengenang kembali masa lalu, malah kehidupannya di masa kanak-kanak yang setiap hari kena pukul atau kena marah lebih menyenangkan daripada kehidupannya sekarang. Tahun yang sama, bulan dua belas, kembali Kaisar Kong Hi mengutus Tio Liang Tong ke pulau itu untuk menyampaikan firmannya, Kali ini Siau Po mendapat kenaikan pangkat lagi, Yakni Perwira Tinggi yang menguasai Tong Sip to.

Siau Po menggunakan kesempatan itu untuk mengundang Tio Liang Tong minum arak, Mereka berbicara ngalor ngidul sampai temannya itu menceritakan tentang kekuatan pasukan Gouw Sam Kui yang benar-benar sulit ditaklukkan.

"Tio Jiko, sekembalinya ke Kotaraja, tolong Tio Jiko sampaikan kepada Hong Siang bahwa aku sudah jenuh hidup santai di pulau ini. sebaiknya beliau mengutus aku ke selatan untuk menyerbu Gouw Sam Kui," kata Siau Po.

"Hong Siang memang sudah menduga bahwa Hu ya sangat mencintai negara, Begitu tahu perang See Lam Ong masih merajalela, pasti dia akan mengajukan diri untuk memeranginya, Beliau berkata - Kalau Siau Po ingin menghajar pasukan Gouw Sam Kui, boleh-boleh saja, tapi pertama-tama dia harus membasmi perkumpulan Thian Te hwee dulu, Kalau tidak, sebaiknya dia tetap tinggal di pulau Tong Sip to untuk menikmati hidup yang rutin atau sekedar memancing ikan maupun kura-kura setiap hari," sahut Tio Liang Tong.

Mata Siau Po menjadi merah seketika, rasanya dia ingin menangis sekeras- kerasnya.

Tio Liang Tong melanjutkan kata-katanya.

"Sri Baginda berkata pula, pada jaman Dinasti Han ada seorang bernama Han Bu Kuang. Saat itu usianya masih muda, dia mempunyai seorang sahabat yang bernama Yan Cu Ling. kemudian Han Bu Kuang menjadi Kaisar, tapi sahabatnya Yan Cu Ling tidak bersedia diberikan pangkat dan malah memilih kehidupan tenang memancing di tepi sungai Hok Cun Kang.

Sri Baginda juga berkata bahwa Tio Bu Ong juga mempunyai seorang menteri yang akhirnya memilih menghabiskan hari tuanya dengan memancing ikan, Siapa pun tahu bahwa Han Bu Kuang maupun Tio Bu Ong adalah raja-raja yang bijaksana.

Tampaknya setiap raja yang bijaksana selalu ada pe-jabatnya yang hobby memancing ikan, Sri Baginda juga berkata bahwa dia ingin menjadi "Niau Seng Hi Tong", Kalau tidak ada Hu ya yang memancing ikan atau menangkap kura-kura, bagaimana beliau bisa menjadi "Niau Seng Hi Tong"?

“Wi Hu ya, hambamu ini adalah orang kasar, mengapa Sri Baginda menginginkan engkau berdiam di pulau ini memancing ikan atau menangkap kura-kura, hamba benar- benar tidak mengerti Tapi Sri Baginda mempunyai kecerdasan yang sulit dicari duanya, di balik semua ini pasti ada alasan yang bagus."

"Betul, betul!" sahut Siau Po sambil tertawa getir Padahal dia tahu Kong Hi hanya mengolok-oloknya. Tampaknya kalau dia tidak bersedia membasmi perkumpulan Thian  Te hwee, maka untuk seumur hidupnya dia terpaksa tinggal di atas pulau itu. Kelima ratus orang prajurit yang dikirimkan oleh si Raja cilik memang bilangnya untuk melindungi si Tuan Puteri tapi sebetulnya untuk memenjarakan mereka dan berjaga- jaga agar mereka tidak bisa ke mana-mana.

Semakin dipikirkan hatinya semakin sedih, Setelah selesai menjamu tamunya minum arak, dia pun tidak bersemangat mengajak mereka berjudi lagi Tanpa mengucapkan sepatah kata pun dia masuk ke kamarnya. untuk beberapa saat dia duduk termangu- mangu di atas tempat tidur, dan tanpa terasa airmatanya mengalir dengan deras.

Ke tujuh istrinya terkejut sekali melihat Siau Po menangis dengan sedih, Mereka segera mendekati untuk menghiburnya dan ada pula yang menanyakan duduk persoalannya, Siau Po segera menceritakan isi firman dan kata-kata yang disampaikan oleh Tio Liang Tong, Kian Leng kongcu marah sekali.

"Memang betul! Kalau Hong te koko memang bersedia menaikkan pangkatmu, dia toh bisa menaikkan pangkatmu bisa saja dari Perwira tinggi tingkat tiga menjadi Perwira tinggi tingkat dua. Mengapa harus pakai embel-embel Tong Sip Pak segala?

Kedengarannya saja tidak enak. Lagipula, bangsa Ceng kami yang besar ada gelar Cao Heng Pak, We Hao Pak dan yang lain-lainnya, sampai sebesar ini aku tidak pernah mendengar gelar Tong Sip Pak, Benar-benar menggelikan! Dia... dia.,, tidak memandang sebelah mata terhadapku!" teriaknya seperti ingin menangis.

"Sebetulnya tidak ada apa-apa dengan gelar Tong Sip Pak, Nama pulau ini toh aku yang pilih sendiri mana boleh menyalahkan Sri Baginda? Lagipula aku kan pemilik Tong Sip to ini, maka memang sudah sepantasnya kalau aku diberi gelar Tong Sip Pak. jauh lebih baik dari pada Tong Pai Pak (Perwira Tinggi Kalah semua) Cuan cici, biar bagaimana kau harus mencari akal, kita harus kembali ke Tionggoan, Aku... aku sudah rindu sekali kepada ibuku."

Su Cuan menggelengkan kepalanya.

"Urusan ini benar-benar sulit. Lebih baik perlahan-lahan kita tunggu kesempatan saja," sahut wanita itu.

Siau Po meraih sebuah cawan lalu dibantingkan keras-keras di atas tanah. Tranggg!!!

"Kau memang tidak mau mencari akal, Baik, kelak aku akan kabur sendirian, kalian jangan menyalahkan aku. Aku... aku... aku lebih suka menjadi kura-kura tukang bawa nampan teh daripada jadi segala Tong Sip Pak di pulau ini. Sumpek!" teriaknya marah.

Su Cuan tidak marah kepadanya, dengan tersenyum dia berkata,

"Siau Po, kau tidak perlu merasa kesal, pada suatu hari nanti, Sri Baginda pasti akan menyuruhmu menyelesaikan suatu pekerjaan besar." Siau Po gembira sekali mendengarnya.

"Cici yang baik, aku minta maaf kepadamu Cepat katakan, tugas apa kira-kira yang akan diberikan si Raja cilik? Asal bukan membasmi perkumpulan Thian Te hwee, pekerjaan apa pun akan kulakukan."

"Bagaimana kalau Hong te koko menyuruhmu membuang kotoran manusia atau membersihkan WC?" tanya Kian Leng kongcu.

Kemarahan Siau Po meluap kembali.

"Akan kuterima pekerjaan itu, tapi setiap hari aku akan menugaskanmu yang melakukannya."

Melihat si pemuda demikian marahnya, Tuan Puteri tidak berani bicara lagi.

"Cuan cici, cepat kau katakan, Siau Po sudah penasaran setengah mati," kata Bhok Kiam Peng.

Su Cuan merenung sejenak.

“Tugas apa yang akan diberikan oleh si Raja cilik aku tidak tahu. Tapi aku yakin suatu hari dia akan memberikan pekerjaan besar kepadamu. Sekarang ini dia menggunakan pengaruhnya untuk memaksamu membasmi perkumpulan Thian Te hwee, semakin kau menolaknya, dia akan semakin merongrong. Maksudnya ingin kau menyerah terhadapnya, Siau Po, kalau kau bermaksud menjadi seorang laki-Iaki sejati yang tidak sudi mencelakakan teman sendiri, sedikit penderitaan ini terpaksa harus kau telan. Kalau mau jadi pahlawan tapi sekaligus merasakan kesenangan hidup, rasanya sulit menemukan kesempatannya," sahut wanita itu.

Siau Po berpendapat apa yang dikatakan Su Cuan memang beralasan, maka dia segera berdiri dan mengembangkan senyuman di bibirnya.

"Tapi kalau aku jadi pahlawan sekaligus menikmati halusnya kulit isteriku, bolehkan?" Dia langsung mengumandangkan sebuah lagu ciptaannya sendiri "Raba sana, raba sini, rabalah rambut cici Cuan yang hitam dan lebat. "

Tangannya terulur untuk membelai rambut panjang Su Cuan. Yang lainnya tertawa terbahak-bahak melihat tingkah pemuda itu. Gelombang kecil yang menerpa kehidupan mereka langsung hilang tak berbekas.

Sejak hari itu mereka kembali menikmati kehidupan damai di atas pulau tersebut Tahun demi tahun pun berlalu, Pada bulan tertentu setiap tahunnya, Kaisar Kong Hi secara rutin mengirimkan makanan, pakaian dan berbagai keperluan lain. Raja itu juga tidak lupa mengirimkan dadu dari bola kristal untuk Siau Po. Untungnya di atas pulau itu telah bertambah lima ratus orang prajurit, jadi kapan jam saja Siau Po tidak kekurangan lawan berjudi.

Tahun ini kembali Sun Si Kek diutus datang ke pulau itu. Siau Po melihat topinya yang berantakan batu berwarna merah, pakaian yang dikenakannya keren sekali sehingga menunjukkan wibawa yang besar Siau Po tahu kedudukan orang itu pasti sudah tinggi sekali, maka dia berkata.

"Sun Si ko, selamat! Tampaknya pangkatmu naik lagi!"

Wajah Sun Si Kek berseri-seri mendapat ucapan selamat dari Siau Po. Dia segera membungkukkan tubuhnya menjura kepada pemuda itu.

"Terima kasih, Semua ini berkat budi besar Sri Baginda juga bantuan dari Wi Hu ya," sahutnya.

Ketika firman Kaisar dibacakan, Siau Po baru tahu bahwa pemerintahan Kerajaan Ceng telah mengalami perubahan besar, sebagian besar tempat yang dikuasai oleh Hun Lam Peng Si Ong, Gouw Sam Kui, Kuang Tung Peng Lam Ong Siong Ci Heng, Hok Kian Ceng Lam Ong Ciu Ceng Tiong telah berhasil direbut kembali.

Saking senangnya Kaisar Kong Hi mengumbar hadiah dan pangkat Siau Po yang tidak berjasa apa-apa saja dianugerahi pangkat Perwira tinggi tingkat satu dari pulau Tong Sip to. putranya yang pertama juga dianugerahi gelar Siau Po mengucapkan terima kasih.

Dia juga mendapat sebuah batu marmer besar sebagai hadiah, Siau Po ingat pernah melihat marmer besar itu di kediaman Gouw Sam Kui, tepatnya di perpustakaan, juga merupakan salah satu dari tiga pusaka kesayangan Peng Si 0ng. Tio Yong, Tio Liang Tong, Ong Cin Po dan Sun Si Kek juga mendapat hadiah-hadiah yang berharga.

Malam harinya Siau Po menjamu Sun Si Kek. Sahabatnya itu menceritakan pengalaman bagaimana mereka merebut kembali daerah-daerah kekuasaan Gouw Sam Kui. Rupanya Tio Yong berhasil menggempur pasukan besar Gouw Sam Kui yang ada di Kam Sia dan Leng Hia. sekarang Tio Yong sudah menjabat kedudukan yang tinggi, pangkatnya sekarang malah sudah lebih tinggi dari Siau Po sendiri. Demikian pula dengan Ong Cin Po, Tio Liang Tong dan dirinya sendiri.

"Sejak terkena pukulan Kui Heng Su, tubuh Tio Hou Ya (Kedudukan Tio Yong sekarang) tidak bisa normal kembali Ketika memimpin peperangan, beliau terpaksa duduk di atas tandu sembari memberikan aba-aba tentang tindakan apa yang harus diambil oleh para anak buahnya," kata Sun Si Kek menjelaskan

Siau Po merasa kagum sekali mendengarnya. "Wah, hebat betul! Dengan tubuh cacat saja Saudara Tio bisa memimpin penyerbuan besar, apalagi kalau dalam keadaan normal."

"Memang tepat apa yang Hu ya katakan itulah sebabnya pangkat yang dianugerahkan oleh Hong Siang kepadanya paling tinggi di antara kami ber-empat."

Siau Po mendengar Sun Si Kek menceritakan kejadian itu dengan penuh kebanggaan, wajahnya sendiri berubah muram, dan hatinya kesal karena tidak dapat ikut merasakan kemenangan itu. Tapi mendengar keempat sahabatnya telah berhasil mendirikan jasa besar, dia ikut gembira juga.

"Kami sering membicarakan tentang pertempuran yang telah dijalankan beberapa tahun terakhir ini Semua ini berkat kebijaksanaan Sri Baginda dan bimbingan Wi Hu ya dahulu hari, seandainya Wi Hu ya yang menjadi Panglima Perang dan membawa kami menggempur Gouw Sam Kui, itulah hal yang paling sempurna, Tio Jiko dan Ong Samko sering bertengkar kadang-kadang mereka bertengkar sampai di hadapan Sri Baginda.

Tio toako saja sampai kewalahan mengatasinya Beberapa kali Sri Baginda membicarakan Wi Hu ya, beliau mengatakan kalau mereka terus mempertengkarkan masalah Wi Hu ya, tentu merupakan penyesalan bagi Wi Hu ya. Mendengar kata-kata Hong Siang, mereka baru berhenti bertengkar," kata Sun Si Kek pula.

Siau Po tersenyum.

"Dari dulu mereka memang selalu bertengkar setiap bertemu muka, Herannya kok masih bertengkar terus walaupun sudah menjabat kedudukan tinggi?"

"ltulah! Mereka sering saling menyalahkan Yang satu memburukkan yang lain di hadapan Sri Baginda, Untung saja Raja kita orangnya bijaksana, dan tidak terlalu memperdulikan aduan siapa pun. Kalau tidak, mungkin keduanya sudah merasakan enaknya hukuman penggal kepala," sahut Sun Si Kek.

"Bagaimana dengan si budak tua Gouw Sam Kui? Apakah dia juga sudah tertangkap? Apakah kalian telah menarik kuncirnya atau mendupak pantatnya beberapa kali?" tanya Siau Po pula.

Sun Si Kek menggelengkan kepalanya.

"Aih! Nasib si budak tua itu cukup lumayan. "

Siau Po mendelikkan matanya lebar-lebar.

"Apa? Jadi dia berhasil meloloskan diri?" tanyanya terkejut.

"Kabur sih tidak, tetapi di mana-mana dia mengalami kekalahan Setiap daerah yang dikuasainya berhasil kita rebut kembali Dia sudah tahu bahwa kekuasaannya tidak bisa dipertahankan lagi, Sebelum mati dia ingin merasakan bagaimana rasanya menjadi  seorang Kaisar, Dia langsung mengenakan jubah kebesaran berwarna kuning, kepalanya memakai topi mahkota berhiaskan berbagai permata.

Saat itu dia berada di Heng Ciu pura-pura menjadi Kaisar. Kami mendapat kabar tentang itu, tanpa menunda waktu lagi kami segera membimbing pasukan besar untuk menyerbu ke wilayah itu.

Dari masuk kota kami sudah menggempur orangnya habis-habisan. Setelah mengalami berkali-kali kekalahan, si budak bermarga Gouw itu semakin kesal dan tertekan jiwanya, dan dalam keadaan hampir gilalah dia pulang ke alam baka" sahut Sun Si Kek.

"Oh, rupanya begitu, Jadi keenakan si budak tua itu tidak perlu merasakan nikmatnya tali gantungan!" kata Siau Po.

"Setelah si pengkhianat Gouw mati, anak buahnya mengangkat cucunya Gouw Sek Huan sebagai penggantinya dan mengungsi ke Kun Beng, Tio Toako tidak ingin memberi kesempatan bagi orang itu untuk mengembangkan sayapnya. Dia segera memimpin anak buahnya untuk menyerbu ke Kun Beng.

Dua orang kepercayaan Gouw Sam Kui, yakni Sia Kok Siang dan Ma Po berhasil diringkus, sedangkan Gouw Sek Huan bunuh diri. Dengan demikian dunia pun jadi tenang kembali.

"Di wilayah Kun Beng ada semacam pusaka negara, entah apa yang terjadi dengan benda itu?" tanya Siau Po.

"Pusaka negara apa? Kok hamba tidak pernah mendengarnya?" kata Sun Si Kek. "Sebenarnya yang kukatakan itu pusaka hidup, Tentu saja wanita tercantik di dunia, 

yakni Tan Wan Wan."

Sun Si Kek tertawa mendengar kata-katanya.

"Rupanya Tan Wan Wan! Entahlah, tidak pernah terdengar kabar beritanya lagi, Mungkin mati terbunuh ketika terjadi keributan atau mungkin saja dia juga sudah melarikan diri."

"Sayang! Sayang!" kata Siau Po berulang-ulang. Dalam hati dia berpikir, - A Ko adalah istriku, dengan demikian tidak syak lagi kalau Tan Wan Wan itu mertuaku seandainya Tio Jiko mengetahui hal ini dan berhasil meringkusnya, seharusnya dia diantarkan ke Pulau Tong Sip to ini, biar dia bisa bertemu dengan putrinya A Ko.

Mereka ibu dan anak bertemu sih tidak jadi masalah, tapi aku dan dia akan berkumpul sebagai mertua dan mantu laki-Iaki, tentunya berbeda sekali jangan bicarakan urusan lainnya, asal bisa menikmati permainan harpanya atau mendengar  dia menyanyikan lagu "Wan Wan" atau "Fang Fang" saja sudah merupakan kegembiraan yang tiada taranya.

Tentu saja seorang mertua tidak boleh termasuk Tong Sip, tapi kalau hanya "Mantu memandang mertua perempuan sambil meneguk air liur" saja kan boleh? --

Selesai menjamu tamunya, Siau Po kembali ke kamar dan menceritakan pembicaraan tadi kepada ke tujuh istrinya, A Ko langsung murung wajahnya mendengar bahwa sejak peperangan tidak ada lagi kabar berita mengenai ibunya.

Meskipun sejak kecil dia sudah dilarikan oleh Kiu Lan dan tidak pernah mengenal baik ibu kandungnya, namun biar bagaimana pasti ada hubungan batin di antara keduanya, Sedikit banyaknya A Ko merasa sedih juga mendengar kabar ini.

Siau Po menghibur A Ko agar tidak perlu terlalu cemas. Dia mengatakan bahwa ke mana pun ibunya pergi pasti Pek Seng To Ong saudara Hu akan menyertainya.

"Kau lihat sendiri, ilmu silat Hu toako sudah mencapai tingkat yang tinggi sekali. Untuk melindungi ibumu seorang saja pasti semudah membalikkan telapak tangannya sendiri," katanya.

A Ko merasa apa yang dikatakan Siau Po memang ada benarnya juga, karena itu kesedihannya pun jauh berkurang.

Tiba-tiba Siau Po menggebrak meja. "Aduh, celaka!" teriaknya.

A Ko merasa heran.

"Apa? Maksudmu ibuku menghadapi bahaya?" tanyanya cemas,

"ibumu sih tidak apa-apa, justru aku yang sedang menghadapi bahaya besar," sahut Siau Po.

A Ko semakin bingung.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar