Kaki Tiga Menjangan Jilid 83

Jilid 83

Sekejap saja mereka sudah sampai di kaki gunung, Tampak wajah mereka penuh dengan bercak darah.

"Hujin, mengapa kau tidak menjawab panggilanku? Mau ke mana kau?" bentak Hong Kaucu.

"Hujin sudah tidak menginginkanmu lagi, dia sudah punya pacar yang muda dan tampan!" sahut Kho Soat Teng.

Hong Kaucu marah sekali mendengarnya.

"Ngaco!" Dia membalikkan tubuhnya sambil menghantam Kho Soat Teng.

Kho Soat teng menangkis dengan Poan Koan Pitnya, Dalam waktu yang bersamaan, Bu Kin Tojin juga sudah menyusul datang. ia mengayunkan goloknya ke arah pinggang Hong Kaucu.

Pada saat itu, lawan Hong Kaucu sudah tinggal dua orang, tapi paha kirinya sudah terluka parah, tentu saja gerakannya pun menjadi lamban.

"A Cuan, sebentar lagi aku pasti berhasil membunuh kedua pengkhianat ini. Kau bunuh dulu ke empat penjahat itu, sisakan si maling cilik, aku ingin dia mengantarkan kita mengambil harta pusaka!" teriak Hong Kaucu pula.

Meskipun mulutnya berkaok-kaok, gerakan tangan dan tubuhnya tidak berhenti Kho Soat Teng dan Bu Kin Tojin mendapat kesulitan untuk mendekatinya.

Bibir Hong Hujin mengembangkan senyuman sinis, matanya perlahan-lahan melirik kepada Cin Ju berempat. "Hujin, satu saja di antara keempat perempuan ini terluka, aku segera bunuh diri! Biar jadi setan pun, aku tidak akan mengampunimu! Kata-kata seorang laki-laki sejati, entah... entah kuda apa pun sulit mengejarnya," teriak Siau Po.

Seperti biasa, dalam keadaan panik, ucapan Siau Po pun jadi ngaco. Bahkan "Kuda mati" yang sering disebutnya juga terlupakan

Tiba-tiba terdengar suara hantaman keras, bagian pinggang Kho Soat Teng terhajar oleh Hong Kaucu. Tubuh Kho Soat Teng terhuyung-huyung beberapa kali kemudian terkulai di atas tanah, Hong Kaucu tertawa terbahak-bahak. ia menggerakkan kakinya untuk mengirimkan sebuah tendangan.

Dengan panik Kho Soat Teng melonjak bangun Tendangan Hong Kaucu telak mengenai dadanya, Terdengar suara krek yang beruntun Tentu beberapa tulang di dadanya patah seketika, Tapi, meskipun demikian, paha kanan Hong Kaucu berhasil dipeluknya erat-erat..

Hong Kaucu menghentakkan kakinya sekuat tenaga, tetapi pelukan Kho Soat Teng tetap tidak terlepas, Bu Kin Tojin menggunakan kesempatan itu untuk menghambur ke depan, goloknya diayunkan Hong Kaucu memiringkan kepalanya untuk menghindarkan diri, sekaligus tangannya mengirimkan serangan. 

Perut Bu Kin Tojin terkena pukulan, tapi goloknya juga sempat menancap di pundak kanan Hong Kaucu. Darah berhamburan dari mulut Bu Kin Tojin, bagian belakang leher Hong Kaucu sampai terciprat, Ketika dia ingin melanjutkan serangannya, tenaganya sudah tidak ada lagi, golok yang tertancap di pundak Hong Kaucu tidak sanggup dicabutnya.

"Cepat... cepat... tarik dia!" teriak Hong Kaucu.

Hong Hujin malah berdiri termangu-mangu, entah dia terkejut melihat kenyataan yang dihadapinya atau memang sengaja tidak sudi memberikan bantuan kepada suaminya, Melihat ketiga orang itu sedang mengadu jiwa, dia malah berdiri tertegun, tanpa bergerak sedikit pun

Sebelah tangan Kho Soat Teng meraih sebuah Poan Koan Pitnya yang terjatuh di atas tanah, Dengan sekuat tenaga digerakkannya senjata itu dan tepat mengenai perut Hong Kaucu. pimpinan Sin Liong kau itu menjerit histeris, tapi masih sempat mengirimkan tendangan ke tubuh Kho Soat Teng, sehingga tubuh Kho Soat Teng terpental ke udara. ia lalu menghentakkan kakinya ke belakang mengarah ke tubuh Bu Kin Tojin. Tendangan itu tepat pada sarannya, dan perlahan-lahan tubuh Bu Kin Tojin terkulai di atas tanah.

Hong Kaucu tertawa terbahak-bahak.

"Memangnya pengkhianat-pengkhianat ini bisa menandingi aku? Mereka... mereka ingin mem... berontak? Huk... huk... huk! Toh akhirnya... me-reka... ma... ti di tangan.,  ku!" Dia membalikkan tubuhnya menghadap Hong Hujin "Hujin... mengapa kau tidak mem... bantu a... ku?" tanyanya.

Hong Hujin menggelengkan kepalanya.

"llmu silatmu toh nomor satu di dunia, buat apa aku membantumu?" Hong Kaucu marah sekali mendengar jawaban istrinya.

"Kau juga membantah? Kau juga ingin menjadi anggota Sin Liong kau yang memberontak?" teriaknya gusar.

"Tidak salah! selamanya kau hanya mementingkan dirimu sendiri! Biarpun aku membantumu, toh akhirnya kau akan membunuh aku juga!" sahut Hong Hujin dingin.

"Kubacok kau! Akan kubacok kau si pengkhianat!" teriak Hong Kaucu kalap, Sembari ber-seru, dia menerjang ke arah Hong Hujin.

Hong Hujin mendesah terkejut, lalu dengan gugup dia menghindarkan diri, Meskipun dalam keadaan terluka parah, gerakan Hong Kaucu masih cukup cepat, Dalam sekejap tangan kirinya sudah berhasil mencekal belakang leher baju Hong Hujin, tubuhnya memutar, tangan kanannya menjepit tenggorokan perempuan itu.

"Lekas jawab, kau masih ingin memberontak? Kalau kau mengatakan tidak, aku akan mengampunimu?" teriaknya.

Terdengar Hong Hujin menyahut dengan suara perlahan.

"Dulu,., dulu sekali hatiku sebenarnya sudah memberontak yaitu di saat kau memaksaku menjadi istrimu, Hari itu pula kebencianku kepadamu sudah merasuk ke dalam tulang, Kau cekik mati saja aku!"

Darah di bibir dan muka Hong Kaucu terus menetes ke atas kepala istrinya, Hong Hujin menatapnya dengan mata mendelik Seakan tidak merasa takut sedikit pun.

"Bangsat! Dasar pemberontak! Kalian semuanya pengkhianat! Aku... aku akan mencari anggota baru untuk membangun kembali Sin Liong kau!" teriak Hong Kaucu, sebenarnya Siau Po yang melihat dari samping ketakutan setengah mati. 

Apalagi dia melihat cekikan di tenggorokan Hong Hujin diperketat sehingga nafas perempuan itu tersendat-sendat. Tampaknya perempuan itu tidak bisa bertahan lebih lama lagi, Perlahan-lahan tangannya memungut sebongkah batu besar yang ada di tepi pantai, Dengan kencang disambitkannya batu itu ke arah Hong Kaucu, dan tepat mengenai punggung orang itu. Mata Hong Kaucu langsung berkunang-kunang, dan cekikan tangannya pun merenggang seketika, Kemudian sembari membalikkan tubuhnya dia berteriak. "Kau.,, kau bangsat cilik, aku tidak menginginkan harta pusaka lagi, a... ku... lebih baik,., membunuh kau lebih... dahulu...!" Dia menerjang ke arah Siau Po sambil melakukan penyerangan.

Siau Po mengambil langkah seribu, Hong Kaucu menggerakkan kakinya mengejar Tanah pasir bekas dia berlari meninggalkan jejak berdarah.

Siau Po sadar, apabila dirinya sampai tertangkap, nyawanya sulit dipertahankan lagi. Karena itu, dia mengerahkan segenap kekuatannya untuk berlari

Tiba-tiba, bagian lehernya mengencang, rupanya kerahnya telah tercekal oleh Hong Kaucu, Kalau saja dia tidak mengenakan pakaian mustika, kemungkinan daging di punuknya juga sudah copot dicengkeram orang tua itu.

Dalam keadaan terkejut, larinya semakin cepat, dikerahkannya ilmu "Sin Heng Pak Pian" yang dipelajarinya asal-asalan. Di atas tanah. berpasir dia berlari serabutan, kadang ke kiri, kadang ke kanan, kadang memutar pula, Meskipun beberapa kali Hong Kaucu menjulurkan tangannya dan tampaknya akan berhasil mencekal si pemuda, namun kenyataannya tetap luput.

Meskipun Siau Po sudah berlari sekuatnya, namun tenaganya memang terbatas, seharusnya sejak tadi dia sudah tertangkap, tapi ilmu "Sin Heng Pak Pian" justru mempunyai keistimewaan tersendiri dan merupakan ilmu andalan partai Tiat Kiam Bun. 

Apalagi Bok Sang sudah merubah beberapa gerakannya tempo hari. Hal ini membuat ilmu itu seakan mengandung keajaiban, Kedua huruf "Sin Heng" (Bayangan Dewa) tentu tidak pas diberikan kepada Siau Po, tapi "Pak Pian" (Seratus perubahan), memang cocok dengan watak asli si pemuda yang angin-anginan, itulah sebabnya, Siau Po bisa mempelajari ilmu yang satu ini, meskipun hanya sebanyak empat puluh bagian. 

Karena itu pula, meskipun dia bukan pesilat unggul, tapi dalam dunia persilatan dia boleh disebut sebagai pelari nomor satu atau nomor dua. Untuk jaman itu, Siau Po sudah sulit dicari tandingannya dalam hal mengambil langkah seribu.

Berkali-kali Hong Kaucu menjerit kalap, tangannya juga tidak hentinya melancarkan serangan, Siau Po sudah berhasil menghindarkan dua kali serangannya, namun ketika pukulan yang ketiga datang, dia tidak sanggup mengelak lagi, Pukulan Hong Kaucu telak mengenai belakang punggungnya sehingga tubuhnya terpental cukup jauh, untung saja Hong Kaucu dalam keadaan terluka parah, kalau tidak, nyawa Siau Po pasti sudah tidak tertolong lagi. 

Apalagi ia juga mengenakan baju mustika, ditambah berkurang banyaknya tenaga pemimpin Sin Liong kau itu, Namun, meskipun demikian, mata Siau Po tetap berkunang-kunang jadinya, kepalanya pun pusing tujuh keliling. Baru saja dia berusaha untuk bangkit, sekali lagi leher bajunya tercekal oleh tangan Hong Kaucu. Kali ini, rasanya jantung Siau Po hampir mencelat keluar dari dalam hatinya, Dalam keadaan panik, dia meringkukkan tubuhnya serta secepat kilat molos dari selangkangan si orang tua, Begitu dia ingat lagi, dia baru sadar bahwa ilmu yang digunakannya adalah satu jurus yang pernah diajarkan Hong Kaucu pula, Benar-benar "Senjata makan tuan. 

Kalau tidak salah, jurus ini dinamakan "Selir Kui menunggang kerbau", atau "Si She menunggang kambing"? Ah! Dalam keadaan bingung seperti ini, siapa yang kerajinan mengingatnya!

Siau Po mengerahkan tenaga untuk berjungkir balik, kemudian dia hinggap di atas pundak Hong kaucu, jurus yang satu ini sebetulnya belum pernah dilatih Siau Po secara sungguh-sungguh, namun gerakannya ternyata sudah lumayan. 

Lagipula, untuk menggunakannya terhadap orang lihai seperti Hong Kaucu, sepertinya mustahil, tapi keadaan pemimpin Sin Liong kau itu sedang kacau, pertama dia baru saja melawan empat anak buahnya yang mempunyai ilmu tinggi-tinggi. 

Kedua, pikirannya kusut membayangkan penyelewengan istrinya, Dirinya dalam keadaan terluka pula, Pisau belati Siau Po menancap di punggungnya, perutnya tertikam oleh sebatang Poan Koan Pit, Karena berlari tanpa mengingat kesehatannya, darah mengalir semakin banyak, itulah faktor-faktor yang membuat Siau Po bisa menggunakan ilmunya secara sembarangan.

Siau Po hinggap di atas pundak Hong Kaucu, kedua jari tengahnya serta merta ditujukan ke arah sepasang biji mata orang tua itu. 

Tiba-tiba saja sebuah ingatan berkelebat di benak Hong Kaucu, Dia ingat pernah mengajari Siau Po langkah yang satu ini, yakni segera mencongkel kedua biji mata musuh begitu berhasil hingga di pundaknya. 

Hong Kaucu adalah seorang tokoh besar dalam dunia persilatan Orang yang sanggup melawannya dapat dihitung dengan jari tangan Sekarang, kemungkinan dia bisa dikalahkan oleh seorang pemuda bau kencur, dan yang paling menyakitkan jurus yang digunakannya juga berasal dari ilmu yang diajarkannya. 

Kemungkinan ini semua merupakan hukum karma, Dari matanya mengalir darah yang deras, namun Hong Kaucu tidak merasakan sakit lagi, Dia ingat, untuk seumur hidupnya, entah berapa banyak orang yang telah dibunuhnya, rasanya dia tidak perlu penasaran apabila ajalnya memang sudah sampah Orang tua itu menjadi pasrah dengan nasibnya, Kedua tangannya yang diangkat ke atas untuk menyerang Siau Po perlahan-lahan terkulai ke bawah, Begitu menarik nafas panjang yang menandakan kelegaan hatinya, kedua lutut Hong Kaucu pun menjadi lunglai serta jatuh berlutut di atas tanah berpasir

Siau Po menyangka Hong Kaucu sedang menjalankan akal licik lainnya, Dengan gugup dia melompat dari pundak orang tua itu dan mencelat jauh untuk menghindarkan setiap kemungkinan Terdengar suara Hong Kaucu yang tersendat-sendat.

"A Cuan.,, A... Cuan, ke... marilah!" Hong Hujin maju beberapa langkah, namun berhenti di depan orang tua itu kurang lebih satu depa setengah.

"Se... betulnya... siapa ayah bayi... da... lam kandunganmu... itu?" tanya Hong Kaucu.

Hong Hujin menggelengkan kepalanya.

"Untuk apa lagi kau mengetahuinya?" sahut wanita itu. Dia melirik sekilas ke arah Siau Po.

Hong Kaucu mempunyai ilmu yang sangat tinggi. Meskipun kedua matanya mengeluarkan darah, tapi tekanan jari Siau Po hanya melukai bagian kelopaknya saja. Orang mengira dia sudah buta, kenyataannya, samar-samar dia masih dapat melihat. Karena itu, dia juga tahu arti lirikan mata Hong Hujin tadi.

"Apakah bocah itu... yang.,.?" tanyanya tergagap.

Hong Hujin menggigit bibirnya sendiri, Dia bungkam seribu bahasa, Tapi diamnya justru menandakan apa yang ditanyakan adalah benar. Hong Kaucu menjadi kalap.

"Kubunuh kau, setan cilik!" teriaknya sambil menerjang ke arah Siau Po.

Tampak wajah Hong Kaucu berlumur darah, mulutnya terbuka lebar sehingga tampak giginya yang kuning, tangannya yang terjulur juga penuh dengan noda darah, benar-benar menyeramkan Siau Po ketakutan setengah mati, Cepat-cepat dia menyelinap lalu menyusup lewat selangkangan Hong Hujin dan bersembunyi di belakang wanita itu.

Hong Hujin merentangkan kedua tangannya berdiri berhadapan dengan Hong Kaucu.

"Seumur hidupmu, kau sudah merasakan berbagai kekuasaan dan kebanggaan, rasanya sudah lebih dari cukup!" katanya datar.

Tubuh Hong Kaucu sedang melayang di tengah udara, mendengar nada suara Hong Hujin. Sisa hawa murninya yang terakhir entah menghempas ke mana, dia terjatuh tepat di bawah kaki istrinya.

"Aku adalah... se... orang... kau... cu!" katanya dengan tampang bengis, "Kalian.. ha... rus mendengar apa... yang ku pe... rintahkan! Me... ngapa ka... lian justru mem.- bangkang? Perbuatan... kalian sa... lah, hanya... aku seo... rang yang benar di... dunia ini.... Ka... lian a... kan ku... bu... nuh, hanya... aku... seo... rang yang ber... umur pan... jang se... perti para De. " Kata-kata "Dewa" tidak berhasil diselesaikannya. Mulutnya  terbuka lebar untuk menghembuskan nafas yang penghabisan Kedua matanya tetap mendelik lebar-Iebar.

Siau Po maju beberapa langkah, Dia mencelat ke depan untuk membalikkan tubuh Hong Kaucu lalu mundur kembali secepatnya, Setelah itu, dia baru membalikkan tubuhnya untuk menatap Hong Kaucu. 

Tampak orang tua itu tidak bergerak sama sekali, tapi matanya masih terbuka lebar Siau Po menunggu lagi beberapa saat tetapi tetap tidak ada perubahan Namun hatinya masih ragu.

"Apakah dia sudah mati?" tanyanya entah kepada siapa.

Hong Hujin menarik nafas panjang. "Ya, dia sudah mati," sahutnya perlahan. Siau Po maju lagi dua langkah.

"Kenapa matanya tidak terpejam?" tanyanya penasaran.

Tiba-tiba, terdengar suara Plok! pipinya kena tamparan yang keras, lalu terasa telinganya dijewer pula, Siapa lagi kalau bukan Kian Leng Kongcu yang melakukannya? Malah kaki perempuan itu sempat mendepak pantat Siau Po satu kali.

"Kau benar-benar telur busuk! Matanya mendelik karena kau telah mempermainkan istrinya! Bagaimana... kau bisa berhubungan dengan wanita yang tidak tahu malu itu?" bentak Kian Leng kongcu dengan suara garang.

Hong Hujin mendengus satu kali, lalu tangannya menjulurkan ke depan untuk mencengkeram leher baju Kian Leng kongcu, menyusul telapak tangannya yang satu lagi menampar pipi perempuan itu keras-keras. 

Plok!!! Kemudian, dia juga mengibaskan tangannya sehingga tubuh sang Tuan puteri terhempas ke beIakang.

Kali ini, keadaan Siau Po benar-benar runyam, Telinganya sedang dijewer oleh Kian Leng kongcu, sedangkan tubuh perempuan itu terbanting ke beIakang, otomatis dia sendiri ikut terbawa bahkan jatuh menindih tubuh perempuan itu.

"Kalau kau masih berani sembarangan bicara, aku akan membunuhmu saat ini juga!" bentak Hong Hujin marah.

Kian Leng kongcu gusar sekali, Dia bangun dan langsung menerjang kepada Hong Hujin, tapi wanita itu hanya mendorongnya sedikit dan sekali tubuh Kian Leng Kongcu terhempas jatuh.  Tiga kali berturut-turut Kian Leng kongcu menerjang Hong Hujin, namun setiap kali dia tetap terdorong jatuh, Dalam hati dia segera sadar bahwa ilmunya masih kalah jauh dengan wanita itu. 

Dia terduduk di atas tanah sambil menangis meraung-raung, sekarang dia tidak berani memaki Hong Hujin lagi, tapi Siau Polah yang jadi sasarannya.

“Telur busuk! Anak haram! Thay-kam mampus! Siau Kui Cu jelek!" teriaknya berulang-ulang.

Siau Po meraba telinganya, tiba-tiba dia melihat tangannya penuh dengan bercak darah, Rupanya, saking kerasnya tarikan tangan Kian Leng kongcu, bagian atas daun telinganya jadi terkoyak.

"Biar bagaimanapun aku dan dia adalah suami istri." Mendadak Hong Hujin berkata, "Bagaimana kalau aku menguburkannya secara baik-baik?" Dari nada suaranya, seakan dia meminta persetujuan dari Siau Po. ucapannya lembut.

Siau Po terkejut sekaligus gembira mendengarnya. "Baik, baik!" sahutnya.

Tanpa menunda waktu lagi, dia memungut sebatang Poan Koan Pit dari atas tanah lalu mulai menggali bersama Hong Hujin, Pui Ie dan Bhok Kiam heng bergegas menghampiri untuk memberikan bantuan. 

Dalam waktu yang singkat, jenasah Hong Kaucu sudah dimakamkan secara sederhana, Hong Hujin menyembah di depan kuburan, Diantukkannya kepalanya beberapa kali di atas tanah, dan dengan suara lirih dia berkata.

"Meskipun aku menikah denganmu karena terpaksa, tapi selama ini kau memperlakukan aku dengan baik, Sebaliknya, aku tidak pernah tulus hati terhadapmu. Sebelum mati kau mengetahui hal ini, sekarang kau sudah pergi, semoga hal yang menyakitkan ini tidak kau simpan dalam hati."

Selesai berkata, dia berdiri. Tanpa dapat ditahan lagi air matanya mengucur dengan deras.

Untuk beberapa saat Hong Hujin berdiri terpaku di depan kuburan itu, kemudian dia mengusap air matanya lalu bertanya kepada Siau Po.

"Kita akan tinggal di sini seterusnya atau kembali ke wilayah Tiong Goan?"

Siau Po menggelengkan kepalanya, "Tempat ini tidak boleh ditinggali lebih lama, arwah penasaran Liok sin she, Hong Kaucu dan yang lainnya pasti gentayangan setiap hari," katanya.  "Tapi, untuk kembali ke Tiong Goan, kesulitannya Iain lagi, Raja cilik justru sedang mencariku Kalau sampai ketemu, aku pasti dibunuhnya, Lebih baik kita cari tempat tinggal Iain yang aman." 

Tiba-tiba matanya bersinar terang, "Ah! Sudah ada! Aku ingat sekarang, sebaiknya kita pergi ke Tong Sip To saja, Di sana pasti tidak ada setan penasaran dan si Raja cilik juga tidak bisa menemukan aku."

"Di mana letaknya pulau Tong Sip to?" tanya Hong Hujin. Siau Po menunjuk ke arah timur.

"Di sana ada sebuah pulau kecil, aku menamakannya pulau Tong Sip to," sahut Siau Po sembari tertawa.

Hong Hujin manggut-manggut.

"Kalau kau senang ke sana, yah sudah, kita ke sana saja," kata Hong Hujin. Entah mengapa, tiba-tiba saja wanita ini jadi menurut sekali kepada Siau Po. Siau Po senang sekali.

"Ayo, ayo! Kita semua pergi ke sana!" Dihampirinya Kian Leng kongcu, sembari tertawa dia melanjutkan "Ayo, semuanya naik ke perahu!"

Sekali lagi Kong cu menggerakkan tangannya untuk memukul Siau Po. Si pemuda menggeserkan kepalanya untuk menghindar Hal ini membuat kemarahan si Tuan puteri semakin meluap.

"Kau pergi saja sendiri, Aku tidak mau ikut!" teriaknya.

"Di pulau ini banyak hantu, Ada setan tanpa kepala, ada setan buntung kakinya, juga ada setan banyak tangan yang suka meraba perut besar.,." kata Siau Po.

Kongcu yang mendengarnya jadi ketakutan, Sembari menghentakkan kakinya di atas tanah, dia berteriak.

"Masih ada setan semacam kau yang banyak mulut!" Kaki kirinya digerakkan ke depan, Siau Po tidak sempat menghindar pantatnya kena tendangan. Tanpa dapat ditahan lagi, mulutnya mengeluarkan suara aduhan yang keras.

Perlahan-lahan Hong Hujin maju ke depan, Kian Leng kongcu segera menyurut mundur beberapa tindak.

"Lain kali, kalau kau memukul Wi kongcu satu kali, aku akan memukulmu sepuluh kali, Kau menendangnya satu kali, aku akan menendangmu sepuluh kali, Apa yang  pernah kuucapkan, selamanya tidak pernah kupungkiri." kata wanita mantan istri Hong Kaucu itu.

Saking marahnya, wajah Kian Leng kongcu sampai berubah pucat pasi.

"Memang kau apanya dia? Suamimu sendiri sudah mampus, jadi sekarang kau ingin merebut suami orang?" teriaknya kesal.

"Suamimu sendiri juga sudah mampus!" tukas Pui Ie.

Sang tuan puteri bukan main gusarnya, "Dasar Maling perempuan! Suamimu sendiri juga sudah mampus!" teriaknya tidak mau kalah.

"Kalau lain kali mulutmu berani sembarangan bicara lagi, aku akan meninggalkanmu seorang diri di pulau ini dan tidak boleh ada seorang pun yang menemanimu" kata Hong Hujin sepatah demi sepatah.

Kian Leng kongcu tahu sifat Hong Hujin yang berani bicara pasti berani bertindak, seandainya dia benar-benar ditinggalkan seorang diri di pulau ini dengan sekian banyaknya setan tanpa kepala, setan buntung dan yang lain-lainnya, entah apa yang harus dilakukannya!

Seumur hidupnya, Tuan Puteri ini selalu dimanja dan dituruti apa pun kehendaknya, Namun, dalam keadaan seperti saat ini, dia terpaksa menahan kekesalan hatinya dan tidak berani bicara lagi.

Dan yang paling senang tentu saja Siau Po. Dalam hatinya berpikir.

-- sekarang Kongcu benar-benar kena batunya, sekarang ada orang yang bisa mengendalikannya, tentu dia tidak berani sembarangan main pukul lagi! - Tanpa sadar tangannya meraba-raba kupingnya yang berdarah, rasanya masih sakit sekali.

Hong Hujin berkata kepada Pui Ie.

"Nona Pui, tolong kau perintahkan kepada tukang perahu untuk mempersiapkan keberangkatan kita!"

"Baik," sahut Pui Ie. "Mengapa Hujin demikian sungkan terhadap hamba? Hamba jadi tidak enak hati mendengarnya."

Hong Hujin tersenyum lembut.

"MuIai sekarang kita harus saling menyapa dengan sebutan kakak dan adik, hilangkan segala formalitas Hujin dan hamba, Begini saja, kau panggil aku cici Cuan, aku akan memanggilmu adik Pui Mengenai obat penawar racun di tubuhmu, begitu naik ke atas perahu, aku akan memberikannya kepadamu, Sejak hari ini, tak ada yang perlu kau khawatirkan lagi," katanya. Pui Ie dan Bhok kiam Peng senang sekali mendengar ucapannya.

Rombongan itu segera naik ke atas perahu, Layarnya berkembang ke arah barat Siau Po tidak henti-hentinya celingak-celinguk ke sana-ke mari, tampangnya seperti orang yang merasa bangga sekali. 

Apalagi Hong Hujin benar-benar menepati janjinya. Dia memberikan obat penawar racun untuk Pui Ie. Senjata serta uang perak Siau Po juga dikembalikan Demikian pula dengan senjata orang-orang lainnya.

Siau Po tertawa senang.

"MuIai sekarang aku juga ingin memanggilmu Cici Cuan, bagaimana pendapatmu?" Wajah Hong Hujin langsung berseri-seri.

"Bagus sekali! sekarang kita urutkan usia kita masing-masing, dengan demikian kita bisa tahu, siapa yang paling besar dan siapa yang lebih muda."

Mereka masing-masing menyebutkan tahun kelahirannya, Ternyata Sou Cuan (Hong Hujin) yang paling tua, kedua jatuh pada Pui Ie, ketiga Kiam Leng kongcu, Cin Ju, Siau Po dan Bhok Kiam Peng seumur Cin Ju lebih tua beberapa bulan, sedangkan Bhok Kiam Peng justru lebih muda beberapa hari dari Siau Po.

Sou Cuan, Cin Ju, Bhok Kiam Peng dan Pui Ie saling menyebut cici serta moay-moay dengan riang gembira, Hanya Kian Leng kongcu sendiri yang menatap mereka dari samping dengan perasaan mendongkol.

"Dia terlahir sebagai seorang puteri, tentunya tidak sudi saling menyapa dengan panggilan kakak atau adik dengan kita semua, sebaiknya kita tetap memanggilnya Kongcu saja," kata Sou Cuan.

Kian Leng kongcu mencibirkan bibirnya.

"Aku benar-benar tidak berani menerima penghormatan sebesar itu." Dalam hatinya dia membayangkan persekongkolan keempat perempuan, sedangkan ia hanya seorang diri, Lagipula, si thay-kam tidak tahu mampus Siau Kui cu tampaknya malah lebih pro kepada mereka berempat daripada kepadanya. Memikirkan hal itu, tanpa terasa hatinya menjadi sedih, dia pun menangis meraung-raung,

Siau Po segera mendekatinya, ia menarik tangan si Tuan Puteri, lalu berusaha menghiburnya.

"Sudahlah! Kita kan sedang bergembira, tidak perlu menangis. "

Ucapan Siau Po belum selesai, Kian Leng kongcu sudah mengangkat tangan kanannya untuk menampar pipi Siau Po. Namun tangannya belum sampai mendarat di  pipi Siau Po, tiba-tiba ia teringat ancaman Sau Cuan, Akhirnya dia mengalihkan pukulannya sehingga mendarat di dada sendiri. 

Tanpa dapat ditahan lagi, dia mengaduh kesakitan, Orang-orang lainnya merasa geli sehingga mereka tertawa terbahak-bahak, Kian Leng kongcu semakin mendongkol Dia menangis keras-keras dalam pelukan Siau Po.

"Sudah, sudah, jangan bertengkar lagi! Lebih baik kita bermain judi, aku yang jadi bandarnya!" Tapi, meskipun dia sudah mengubek-ubek seluruh peti milik Sou Cuan, dadu-dadunya tidak berhasil ditemukan, kemungkinan sudah diambil oleh Liok Kho Hian ketika menggeledah sakunya tempo hari.

Siau Po jadi uring-uringan. wajahnya tampak murung, Sou Cuan malah tersenyum simpul melihatnya.

"Kita gunakan kayu saja untuk membuat biji dadu," katanya, "Kayu terlalu ringan, tidak enak kalau dilempar," sahut Siau Po.

Cin Ju memasukkan tangannya ke dalam saku, kemudian dikeluarkannya dalam keadaan terkepal.

"Coba tebak, apa ini?" tanyanya.

"Jadi kita tebak-tebakan uang logam? BoIeh juga, pokoknya masih lumayan daripada tidak main," sahut Siau Po.

"Tebak saja berapa?" tanya Cin Ju kembali. Siau Po tersenyum. "Tiga keping," jawabnya.

Perlahan-lahan Cin Ju membuka telapak tangannya, Di dalam tangan yang halus dan lembut itu ternyata ada dua biji dadu.

Mata Siau Po sampai mendelik, dia melonjak bangun sembari bertanya berulang kaIi. "Darimana kau mendapatkan itu? Dari mana kau mendapatkan dadu itu?"

Cin Ju hanya tersenyum simpul, lalu meletakkan kedua biji dadu itu di atas meja.

Siau Po segera meraihnya. Berulang kali dia melemparkan dadu itu ke atas meja, wajahnya ber-seri-seri. Dia dapat merasakan bobot setiap sisi dadu itu berlainan sehingga tahulah dia bahwa dadu itu telah diisi dengan cairan kristal serta menjadi dadu yang dapat dipergunakan untuk mengakali lawan. 

Dalam hati dia merasa bingung, Cin Ju adalah seorang gadis yang lembut dan pendiam, mana mungkin dia menggunakan dadu-dadu ini untuk menipu orang,  Beberapa saat dia merenungkan hal itu. Tiba-tiba dia tersadar, bukan main gembiranya, Sekali tomplok dia langsung memeluk pinggang Cin Ju dan mengecup pipinya,

"Terima kasih, cici Cin Ju. Untung kau selalu menyimpan dadu-daduku dalam sakumu?"

Wajah Cin Ju langsung berubah merah padam, Dia berlari ke geladak perahu, Rupanya tempo hari, ketika bertaruh nyawa dengan para murid Ong Ok Pai, Cin Ju keluar dari kemah dan meminta kedua biji dadunya, Urusan ini Siau Fo sendiri sudah melupakannya, Namun ternyata sampai saat ini Cin Ju masih menyimpan kedua butir dadu tersebut.

Meskipun sekarang sudah ada dadu, tapi di antara perempuan-perempuan itu, tidak ada seorang pun yang berbakat main judi, Mereka hanya merasa iba melihat Siau Po dan iseng-iseng menemaninya bermain, jumlah taruhannya pun terlalu kecil, lagipula mereka tidak perduli menang atau kalah.

Meskipun telah bermain beberapa saat, mereka masih tidak bersemangat kalau dibandingkan dengan perjudian yang pernah dimainkan Siau Po di kota Yang-ciu, atau pun berjudi dengan para thay-kam di istana, suasananya sangat jauh berbeda. Hati Siau Po pun jadi tawar.

"Jangan main lagi! jangan main lagi! Kalian semuanya tidak mengerti bagaimana bermain judi!" teriaknya kesal.

Dia langsung membayangkan kehidupannya yang akan datang di pulau Tong Sip to. Meskipun ada lima wanita cantik yang menemaninya, namun dengan tiadanya perjudian serta sandiwara yang dapat ditonton, tentu hidupnya akan terasa tawar.

Lagipula, meskipun di atas pulau itu dia memiliki beberapa puluh laksa uang emas dan perak, untuk apa? Tidak ada tempat untuk menghambur-hamburkan uangnya! Pikiran ini membuat Siau Po semakin kesal, sedangkan ke mana perginya A Ko dan mati hidupnya Song Ji selalu terbayang-bayang dalam ingatannya, Mana mungkin dia melupakan kedua gadis yang paling disukainya?

Semakin berpikir, hatinya semakin tawar.

"Lebih baik kita jangan pergi pulau Tong Sip to," katanya.

"Kenapa?" tanya Sou Cuan. "LagipuIa, ke mana lagi sebaiknya kita pergi?" Siau Po merenung sesaat.

"Kita pergi ke Liau Tong, kita ambil harta karun di sana." "Bukankah sebaiknya kita mencari kehidupan yang tenang di pulau yang kau katakan itu? walaupun kita bisa mengambil harta karun tersebut, apa manfaatnya bagi kita?" tanya Sou Suan.

"Raja Tatcu pasti sudah menyebar tentara-tentaranya untuk menangkapmu Lebih baik kita menyembunyikan diri dulu selama satu dua tahun," usul Pui Ie. "Kalau urusannya sudah lewat, waktu itu kalau kau masih ingin pergi ke Liau Tong untuk mengambil harta karun, toh masih belum terlambat."

"Harta karun selalu menjadi bahan rebutan dari jaman dahulu kala, bagaimana tidak ada gunanya?" Lalu dia menoleh kepada Bhok Kiam Peng dan Cin Ju. "Bagaimana kalian berdua?"

"Aku rasa apa yang dikatakan Pui suci ada benarnya," sahut Bhok Kiam Peng.

"Kalau kau merasa kesal, kita boleh menyembunyikan diri beberapa bulan saja," kata Cin Ju memberikan pendapatnya, "Dia melihat wajah Siau Po masih murung, maka dia melanjutkan kembali." Setiap hari kami akan menemanimu bermain dadu, yang kalah boleh kau pukul telapak tangannya, bagaimana?"

Dalam hati Siau Po berpikir, -- Dasar maknya! Mana enak sih bertaruh judi dengan pukulan telapak tangan? -- Tapi dia melihat wajah Cin Ju yang tersipu-sipu sehingga menambah kemanisannya, tanpa terasa hatinya menjadi hangat Maka dia berkata, "Baiklah, baiklah! Aku akan menurut saja kepada kalian!" 

Pui Ie berdiri dan tersenyum, "DuIu aku banyak bersalah terhadapmu sekarang aku akan masuk ke dalam dan masak beberapa macam sayur, Hitung-hitung saja sebagai balasan atas hutangku kepadamu Aku akan mengundangmu minum arak, bagaimana?" Siau Po semakin senang, 

"Bagus, bagus sekali!" katanya. Pui Ie segera masuk ke dalam untuk memasak sayur Rupanya gadis itu seorang ahli masak. Apa pun yang diolahnya terasa sedap, meskipun bahan yang tersedia di atas perahu amat sederhana, Mereka semua makan dengan lahap,

"Mari kita main tebak-tebakan!" ajak Siau Po. semuanya setuju, Mereka pun main tebak-tebakan. Padahal sejak tadi Kian Leng kongcu uring-uringan terus, tapi setelah ikut main beberapa kali dan minum beberapa cawan arak, dia sudah bisa tertawa serta bercanda,

Sepanjang malam mereka berlayar dengan perahu, dan pada hari kedua mereka sudah sampai di pulau Tong Sip to. Tampak di sana-sini masih banyak bekas-bekas perkemahan para tentara tempo hari, tapi pangkat dan kekuasaan yang pernah dimiliki Siau Po kenyataannya sudah sirna.

Siau Po sendiri bersikap masa bodoh, dan sembari menggandeng tangan Pui Ie, dia tertawa. "Cici Pui, tempo hari di pulau inilah aku pernah diketahui cici naik ke atas perahu, Hampir saja selembar nyawa ini amblas di tangan orang-orang dari negara Lo Sat," katanya.

Pui Ie tersenyum kecut.

"Aku kan sudah mengaku bersalah, apa aku harus menyembah di hadapanmu untuk minta maaf?"

"ltu sih tidak perlu, Tapi orang sering mengatakan kalau kita sering berbuat kebaikan pasti ada balasannya, Biarpun aku sudah mengalami berbagai penderitaan, akhirnya aku benar-benar bisa menemanimu," kata Siau Po pula.

Bhok Kiam Peng menukas dari belakangnya.

"Apa sih yang kalian bicarakan? Biar kita juga ikut dengar!" Pui Ie tertawa.

"Dia bilang akan menangkapmu lalu mengukir gambar seekor kura-kura di wajahmu," katanya.

"Kita jangan bercanda lagi. sekarang kita harus memikirkan hal-hal yang penting terlebih dahulu," ujar Sou Cuan.

Tanpa menunda waktu lagi, dia memerintahkan tukang perahu untuk memindahkan berbagai perbekalan dan ransum ke atas pulau tersebut semuanya dimasukkan ke dalam sebuah goa.

Siau Po langsung memuji.

"Cici Cuan benar-benar teliti, Yang penting kita harus perhatikan barang-barang ini, biar mereka yang mengangkatnya satu per satu. Dengan demikian mereka tidak bisa melarikan perahu ini."

Belum lagi ucapan Siau Po selesai, tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara Bam! Bum! yang beruntun, seperti suara ledakan bom. Keenam orang itu terkejut setengah mati, Mereka segera menoleh ke arah laut.

Tampak asap putih dan kabut memenuhi tengah-tengah Iautan. Di antara kabut itu tampak dua buah kapal sedang melaju ke arah mereka.

"Celaka!" teriak Siau Po. "Si Raja Cilik mengutus orang untuk menangkapku!"

Terdengar lagi suara ledakan sebanyak dua kali. Ternyata memang suara meriam yang ditembakkan dari atas kapal. "Cepat kita kembali ke perahu untuk kabur!" kata Cin Ju.

"Layar sudah diturunkan, tidak sempat lagi kita memasangnya, Lebih baik kita bersembunyi dan melihat perkembangannya!" ujar Sou Cuan. .

Di antara keenam orang itu, terkecuali Kian Leng kongcu, mereka rata-rata sudah bisa menghadapi marabahaya, oleh karena itu mereka juga tidak merasa panik.

Terdengar Sou Cuan berkata kembali.

"Di mana pun kita bersembunyi pasti akan ditemukan oleh para tentara itu, sebaiknya kita bersembunyi di goa atas bukit Tanjakannya berliku-liku, tentara-tentara itu hanya dapat mendaki satu per satu. Pokoknya, ketemu satu kita bunuh satu. jangan memberi harapan untuk mereka mendaki sekaligus."

"Betul, ini yang dinamakan sekali raih dua keuntungan," kata Siau Po. Sou Cuan tersenyum. "Benar."

Tanpa dapat menahan lagi, Kian Leng Kongcu tertawa terbahak-bahak. Siau Po mendelikkan matanya sambil membentak.

"Apa yang kau tertawakan?"

Kian Leng kongcu mencibirkan bibirnya.

"Tidak apa-apa, hanya pepatah yang kau ucapkan selalu mengandung arti yang dalam, Orang yang mendengarnya sampai merasa kagum sekali."

Sedikit banyaknya Siau Po mempunyai kecerdasan dibandingkan orang lain, dia mengerti pasti ucapannya tadi tidak tepat pada tempatnya, Dengan menahan rasa dongkol dia mendelik sekali lagi kepada Kian Leng Kongcu.

Keenam orang itu segera memasuki goa. Sou Cuan menebas ranting pohon di sekitar tempat itu dan digunakannya untuk menutupi mulut goa agar bayangan mereka tidak tampak jelas, Dari ceIah-celah ranting itu mereka dapat memandang ke luar.

Tampak kedua kapal itu berjalan beriringan, keduanya melaju ke arah pulau Tong Sip to. Kapal yang di belakang tidak henti-hentinya menembakkan meriam ke arah kapal yang depan, Namun tembakannya tidak jitu, hanya air di sekitar kapal yang depan tampak melonjak-Ionjak karena ledakan meriam.

"Rupanya kapal yang di belakang sedang menembaki kapal yang ada di depannya," kata Siau Po.

"Memang benar Tampaknya mereka sedang berperang," ujar Sou Cuan. Wajah Siau Po langsung berseri-seri..

"Kalau begitu, kemungkinan kedua kapal itu bukan utusan si Raja cilik untuk meringkus aku," katanya pula.

"Semoga saja demikian Tapi tujuan mereka sudah jelas pulau Tong Sip to ini. Kalau sudah sampai, mereka pasti bertanya pada tukang perahu, dan dalam waktu sekejap saja mereka pasti tahu siapa yang ada di atas pulau ini. Meskipun kita bisa mendahului mereka membunuh si tukang perahu, tetap saja kita tidak mempunyai waktu cukup untuk mengubur mayatnya," ujar Sou Cuan.

"Kenapa kapal yang di depan tidak membalas tembakan? Benar-benar tidak berguna! Paling bagus kalau keduanya tembak-menembak. Kalau sama-sama kena tembakan kan kapal mereka akan tenggelam, dengan demikian kita tidak perlu merasa khawatir lagi," gerutu Siau Po.

Kapal yang di depan lebih kecil dibandingkan dengan kapal yang mengejar di belakangnya, layarnya terkembang lebar karena hembusan angin, Maka itu lanjutnya pun cepat sekali.

Tiba-tiba kapal yang di belakang kembali menembakkan meriam, Kali ini telak mengenai bagian geladak, dan dalam sekejap mata layar yang sedang berkembang terbakar orang-orang yang ada di atas kapal itu terkejut setengah mati, demikian pula dengan rombongan Siau Po. Tampak orang-orang yang di kapal depan itu segera menurunkan sebuah sampan. Belasan orang melompat ke atas sampan dan langsung mendayung sekuat tenaga.

Sebetulnya jarak mereka dengan pulau Tong Sip to sudah dekat sekali, Tapi karena di tepian airnya sangat dangkal, maka kapal yang ada di belakang tidak dapat maju Iagi. Mereka juga menurunkan sampan untuk mengejar Bahkan mereka menurunkan lima sampan sekaligus.

Sungguh suatu pemandangan yang menegangkan Sampan yang di depan melarikan diri, dan lima sampan yang di belakang mengejar dengan ketat. Tidak lama kemudian, belasan orang yang ada di sampan sudah melompat turun ke daratan. 

Mereka langsung celingak-celinguk untuk memeriksa keadaan di sekitarnya, atau kemungkinan mereka sedang mencari jalan untuk melarikan diri.

Terdengar seseorang berseru.

"Sebelah sana lebih terlindung, kita kabur ke sebelah sana saja!"

Siau Po dapat mendengar suara orang yang berseru itu mirip sekali dengan suara gurunya, Tan Kin Lam. Belasan orang itu segera berlari ke arah yang ditunjuk orang tadi. Begitu mendekat, tampak salah satunya membawa pedang panjang, Dia berdiri tegak sambil memberikan perintah, Siapa lagi kalau bukan Tan Kin Lam? Siau Po senang sekali melihat kenyataan ini. dia segera menyibakkan ranting-ranting yang menghalangi mulut goa lalu menghambur ke luar.

"Suhu! Suhu!" serunya.

Tan Kin Lam membalikkan tubuhnya, dia juga melihat Siau Po. Rasa terkejut dan senang membaur jadi satu dalam hatinya.

"Siau Po, bagaimana kau bisa ada di sini?" tanyanya.

Siau Po menghambur mendekati Tan Kin Lam, tapi tiba-tiba langkahnya terhenti, dan wajahnya termangu-mangu. Di antara belasan orang itu, dia melihat seorang gadis cantik jelita bak bidadari, yakni A Ko, pujaan hatinya.

"A Ko!" teriaknya keras-keras sambil berlari ke depan. Di belakang gadis itu berdiri seseorang yakni The Kek Song, si pemuda tengil yang dibenci sekali oleh Siau Po.

Sebetulnya, sudah tidak heran lagi kalau di mana ada A Ko pasti ada The Kek Song, Siau Po justru sedang kegirangan setengah mati dapat bertemu dengan A Ko, tapi begitu melihat ada The Kek Song yang menyebalkan itu, hatinya seperti anjlok ke dasar lautan, Karena itulah untuk sesaat dia sampai berdiri termangu-mangu.

"Siangkong!" panggil seseorang dari samping. "Siangkong!" Terdengar pula suara seorang lainnya.

Tanpa sadar Siau Po menyahuti, tapi matanya tidak melirik sedikit pun.Dia hanya memandangi A Ko dengan terkesima, Tiba-tiba terasa ada sebuah tangan yang lembut memegang telapak tangan kanannya. 

Tubuh Siau Po bergetar, dia menoleh, tampaklah seraut wajah yang manis namun penuh dengan derai airmata dan sedang menatap kepadanya lekat-lekat Siapa lagi kalau bukan Song Ji?

Siau Po merasa gembira sekali, dan langsung memeluk Song Ji erat-erat. "Oh, Song Ji ku yang baik! Aku benar-benar rindu kepadamu!"

Hatinya merasa gembira bukan kepalang, kebahagiaan yang menyelimuti sanubarinya seakan hampir meledak, Bahkan untuk sesaat A Ko pun tidak diingatnya lagi.

"Hong toako, Pang toako, kalian jaga di sini!" kata Tan Kin Lam.

Kedua anak buahnya itu segera menuruti perintahnya, Mereka mengeluarkan senjata masing-masing dan berdiri di jalan setapak untuk berjaga-jaga. Secara mendadak bertemu dengan begitu banyak orang yang dikenalnya, Siau Po hanya dapat bertanya.

"Bagaimana kalian bisa datang ke tempat ini?"

"Hong toaya mengajak aku mencari siangkong ke mana-mana, Dalam perjalanan, kami bertemu dengan cong tocu. Akhirnya kami mendengar seIentingan bahwa siangkong telah berlayar dengan perahu, karena itu... karena itu. " Saking terharunya, 

tenggorokan Song Ji jadi tersendat, dia tidak sanggup meneruskan kata-katanya, hatinya terlalu bahagia.

Pada saat itu, kelima sampan yang mengejar tadi sudah mendarat Mereka beramai- ramai melompat turun, Dari atas bukit Siau Po dan rombongannya dapat melihat bahwa mereka adalah para tentara kerajaan, yang jumlahnya mencapai tujuh delapan puluhan orang.

Yang paling depan adalah seorang laki-laki yang membawa "golok panjang, Gerakan tubuh laki-laki itu gesit sekali, tapi karena jaraknya terlalu jauh, wajahnya tidak jelas terlihat. Orang itu memberi aba-aba kepada para tentara untuk berbagi diri menjadi kelompok-kelompok.

Sekelompok tentara berdiri tegak. Begitu pemimpin mereka menurunkan perintah, mereka mengeluarkan setumpuk anak panah dari punggung masing-masing, lalu mengarahkannya ke atas bukit.

"Semua tiarap!" seru Tan Kin Lam.

Dalam keadaan seperti ini, Siau Po tidak perlu menunggu perintah dari gurunya lagi, Begitu melihat rombongan tentara itu melompat turun ke daratan, dia lalu menyembunyikan kepalanya rendah-rendah di balik sebongkah batu besar.

Terdengar Panglima yang memimpin rombongan tentara itu berseru. "Lepaskan panah!"

Dalam sekejap mata, anak-anak panah melesat ke arah rombongan Siau Po. Meskipun bukit itu cukup tinggi, dan anak panah dilepas dari bawah bukit yang jaraknya cukup jauh, tapi tenaga para tentara itu sungguh mengagumkan Luncuran anak panah dapat mencapai tempat persembunyian Siau Po.

Kedua anak buah Tan Kin Lam yang menjaga di luar goa mengayunkan senjata di tangan mereka ke sana ke mari untuk menangkis anak panah.

"Si Long, kau pengkhianat bangsa yang tidak tahu malu! Kalau kau memang berani, naiklah ke sini dan duel dengan aku!" teriak Pang Ci Hoan. - Rupanya pemimpin para tentara ini si Sie Long, Orang ini memang ahlinya kalau soal perang atau mengepung musuh, -- pikir Siau Po dalam hati.

"Kalau kau memang bernyali, turunlah ke sini! Satu lawan satu, aku pasti tidak akan mundur!" terdengar sahutan Sie Long.

"Baik!" teriak Pang Ci Hoan.

Baru saja dia hendak turun dari atas bukit, Tan Kin Lam sudah mencegahnya. "Pang toako, kau jangan masuk perangkapnya, Orang itu licik sekali Kejahatan apa 

pun sanggup dilakukannya."

Pang Ci Hoan langsung menghentikan langkahnya.

"Kau bilang tidak takut duel satu lawan satu, mengapa kau membawa lima buah sampan.,., Mak-nya! Enam malah, sampan kami juga kalian rebut! Pengkhianat bau! Kau menyuruh orang membawa sampan menuju kapalmu, tentunya kau ingin menjemput anak buahmu yang lain bukan? Bukankah kau ingin mengambil keuntungan dari jumlahmu yang jauh lebih banyak?" teriak Pang Ci Hoan kesal.

Sie Long tertawa.

"Tan kunsu, Pang Tui tiong, ilmu silat kalian sangat tinggi! selamanya aku orang marga Sie ini merasa kagum sekali! Pepatah mengatakan "Orang yang pandai pasti bijaksana", sebaiknya kalian giring The kongcu turun ke mari serta menyerah! Kaisar kami pasti akan menganuagerahkan kalian pangkat yang tinggi!" katanya.

Dulunya Sie Long adalah salah satu anak buah andalan The Seng Kong, Dia bersama Tio Kim Bu, Kam Hui, Ma Sing, Liu Kok Kan disebut sebagai lima Jenderal Harimau. 

Tan Kin Lam menjabat sebagai Kunsu, sedangkan Pang Ci Hoan, meskipun memiliki ilmu yang tinggi, tapi otaknya kurang cerdas, dia diberi kedudukan sebagai komandan tentara oleh The Seng Kong. 

Mereka bertiga pernah bahu-membahu melawan musuh cukup lama, Mereka juga sudah banyak mengalami berbagai penderitaan bersama-sama, Karena itulah sampai sekarang dia masih menyebut Tan Kin Lam serta Pang Ci Hoan dengan sebutannya dulu. 

Meskipun jarak dari atas bukit ke bawah ada sekitar tujuh delapan depa, tapi karena semangat Sie Long ber-kobar-kobar, maka suaranya dapat terdengar jelas sekali.

Wajah The Kek Song langsung berubah hebat, lalu dengan suara gemetar dia berkata. "Pang suhu, jangan sekali-kali kau menyerah...!"

"Kongcu tidak perlu khawatir Selama orang marga Pang ini masih ada sedikit nafas, dia pasti tidak akan menyerah." Sahut Pang Ci Hoan.

Sebetulnya Tan Kin Lam tahu bahwa Pang Ci Hoan juga sangat licik, beberapa kali orang ini berusaha mencelakainya yang tentu saja tujuannya ingin mengangkat The Kek Song sebagai Kuncu di masa yang akan datang. 

Namun, pada saat ini dia mendengar suara Pang Ci Hoan yang tulus dan pantang menyerah, maka timbul juga rasa hormat dalam hatinya.

"Peng toako, kita bahu-membahu mengadu jiwa, biar bagaimanapun kita harus melindungi Ji kong-cu," katanya.

"Tentu saja sebawahanmu ini akan menuruti perintah Kunsu," sahut Pang Ci Hoan. "Kalau sekarang Kunsu menunjukkan jasa yang besar, sepulangnya ke Taiwan nanti, 

aku pasti akan memberi laporan kepada Hu ong, dan tentu Kunsu akan mendapat... 

mendapat hadiah yang besar," ujar The Kek Song.

"lni adalah kewajiban kami sebagai hamba," sahut Tan Kin Lam sembari berjalan ke tepi bukit untuk melihat situasi musuh.

Siau Po tertawa.

"The kongcu, hadiah besar sih tidak perlu, Asal kau tidak berbalik muka dengan tanpa perasaan dan berusaha menjatuhkan guruku, kami akan mengucapkan banyak- banyak terima kasih kepadamu," katanya.

The Kek Song tidak berani banyak bicara, hanya matanya yang mendelik lebar-lebar kepada Siau Po.

Siau Po berkata kembali dengan suara lirih.

"Su ci, bagaimana kalau kita serahkan saja The kongcu kepada tentara itu?" A Ko mendelik satu kali kepadanya.

"Setiap kali bertemu muka, ucapanmu pasti yang bukan-bukan. Mengapa kau suka sekali menakut-nakutinya?"

Sekali lagi Siau Po tertawa.

"Di takut-takuti beberapa kali saja toh tidak apa-apa, jauh dari mati, seandainya mati pun kan lebih bagus lagi!" katanya. A Ko menarik nafas panjang, Tiba-tiba saja wajahnya merona merah, Kepalanya ditundukkan dalam-dalam.

"Kok kalian bisa bersama-sama?" tanya Siau Po kepada Song Ji.

"Tan Cong tocu mengajak Hong toaya dan aku berlayar mencarimu Aku ingat kau pernah bercerita tentang pulau Tong Sip to, maka aku segera mengatakannya kepada Cong tocu, Kami pun segera menuju ke mari untuk melihat-lihat, Di tengah perjalanan kami melihat para tentara kerajaan mengejar The kongcu sambil menembakinya dengan meriam, perahunya tenggelam, The kongcu sendiri terjun ke laut, kami menolongnya lalu sama-sama ke mari, Terima kasih kepada langit dan bumi, akhirnya kami berhasil menemukan siangkong juga." Berkata sampai di sini, kelopak mata Song Ji memerah kembali.

Siau Po menepuk-nepuk pundak gadis itu.

"Song Ji ku yang baik, selama ini, aku selalu terbayang padamu." Ucapannya kali ini tidak bohong, Setiap hari, kalau tidak sepuluh kali, paling tidak ada delapan kali dia memikirkan Song Ji dan A Ko. Malah kalau dihitung-hitung, ingatannya kepada Song Ji lebih banyak.

"Saudara-saudara sekalian, mumpung regu bantuan bangsa Tatcu belum datang, kita terjang dan bunuh mereka terlebih dahulu, Kalau sampai keenam sampan itu datang lagi ke sini, jumlah mereka jadi semakin banyak, pada saat itu tentu kita akan kewalahan melawan mereka!" seru Tan Kin Lam.

Orang-orang yang ada di atas bukit itu menyatakan persetujuannya, Kali ini rombongan dari Thian Te Hwee berjumlah belasan orang, pengawal The Kek Song ada tiga orang, belum lagi yang ilmunya agak rendah ada delapan orang, Jadi jumlah mereka cukup banyak juga.

"The kongcu, Tan kouwnio, Siau Po, Song Ji, kalian tinggal di sini! Yang lainnya ikut aku menerjang ke bawah!" seru Tan Kin Lam. ia lalu mengayunkan pedang panjangnya, dan mendahului yang lainnya menerjang ke bawah bukit.

Hong Cit Tiong dan belasan orang lainnya segera menyusul Terdengar suara bentakan mereka yang lantang, Para tentara segera melepaskan anak panah, tapi semuanya berhasil ditangkis oleh rombongan Tan Kin Lam.

Sebelumnya mereka berperang di atas lautan, Sie Long mempunyai kapal yang perlengkapannya hebat. Terpaksa Tan Kin Lam dan yang lainnya mendiamkan saja. Tapi sekarang mereka bertempur di daratan, Kecuali Sie Long sendiri, para tentara yang lain tidak ada seorang pun yang berilmu tinggi. 

Mana mungkin mereka sanggup menghadang rombongan Tan Kin Lam. Anak buah Thian Te Hwee serta pengawal The Kek Song juga mempunyai ilmu silat yang lumayan, Begitu mereka semua menerjang ke bawah, para tentara pun jadi kalang kabut. "Su ci, Song Ji, kita juga turun ke bawah untuk membantu mereka melawan tentara- tentara itu!" ajak Siau Po.

A Ko dan Song Ji segera menyetujui usul pemuda itu.

"Aku juga ikut!" seru The Kek Song, Tampak Siau Po telah menghunus pisau belatinya. A Ko dan Song Ji juga sudah mengeluarkan senjata masing-masing. Mereka bertiga segera menghambur ke bawah bukit. 

Tadinya Kek Song mengikuti dari belakang, tapi baru beberapa tindak, dia segera menghentikan langkahnya. Dalam hati dia berpikir,

-- Aku terlahir sebagai seorang pangeran, kenapa harus menempuh bahaya dengan para hamba sahaya?

Dengan membawa pikiran demikian, dia berteriak. "A Ko, kau tidak perlu pergi!" A Ko tidak memperdulikan teriakannya, dia tetap berlari mengikuti Siau Po.

Walaupun ilmu silat Siau Po biasa-biasa saja, tapi dia mempunyai empat macam pusaka, Begitu terjun ke arena pertempuran, keuntungan yang dapat diraih pihak Thian Te Hwee semakin banyak, 

Empat pusaka? Apa saja? Yang pertama, pisau belatinya yang tajam, boleh dibilang sulit dicari tandingannya di dunia ini. Kedua, baju mustikanya, Senjata apa pun tidak mempan mengenai tubuhnya asal dia mengenakan baju mustika ini. 

Ketiga, dia memiliki ilmu meringankan tubuh yang ajaib, Musuh tidak sanggup mengejar dirinya, Keempat, ada Song Ji di sampingnya yang siap melindunginya dengan pertaruhan jiwa. 

Dibandingkan dengan orang lain, keuntungannya sudah jelas jauh lebih banyak, Malah kalau bertempur dengan jago berilmu tinggi, dengan adanya keempat macam pusaka ini, boleh dibilang Siau Po tidak usah merasa takut lagi. 

Paling tidak kedudukan mereka seimbang, Apalagi digunakan untuk melawan para tentara kerajaan, dalam waktu singkat saja sudah ada beberapa tentara yang roboh di tangannya, semangatnya semakin berkobar-kobar.

Para tentara lari pontang-panting menghadapi rombongan orang-orang Thian Te Hwee, Tan Kim Lam berduel dengan Sie Long. Dalam waktu yang singkat sulit diperkirakan siapa yang akan menang atau kalah.

Pang Ci Hoan dan Hong Ci Tiong menggerakkan senjata mereka seakan-akan sedang menebas sayuran, Dalam waktu sekejap mata, sudah lima puluhan tentara yang terluka dan mati. Para tentara yang terluka segera terjun ke dalam air. Mereka sudah lama mendapat latihan untuk berperang di lautan, karena rata-rata dari mereka  jago berenang. Tanpa memperdulikan nasib kawan-kawannya yang lain, mereka segera menghambur berenang ke arah kapal.

Di pihak Thian Te Hwee, sudah ada dua orang yang mati dan satunya terluka, sisanya mengepung Sie Liong.

Golok di tangan Sie Long menebas ke sana ke mari, Meskipun dirinya terancam bahaya besar, tapi ketenangannya sungguh mengagumkan Dia tidak memperlihatkan rasa jeri sedikit pun.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar