Kaki Tiga Menjangan Jilid 81

Jilid 81

Si bocah cilik ini malah mengulurkan tangannya untuk memeluk leher puteri, Kongcu tertawa terkekeh, "Menyenangkan telur busukmu! Aku justru tidak senang ada Siau Kui Cu cilik yang memanggilku mama!" 

Ngomong sih begitu, tapi telinga Siau Po yang dijewernya sudah dilepaskan Lalu dengan manja, dia bertanya, "Sudah begitu lama kita tidak bertemu, apakah kau merindukan aku?" Lalu dia menyusupkan kepalanya ke dalam pelukan Siau Po.  "Tentu saja aku merindukanmu, Setiap pagi atau pun malam aku selalu memikirkanmu, Bahkan setiap detik, setiap saat aku selalu terbayang wajahmu," sahut Siau Po.

Dalam hati dia justru memaki -- Di saat seperti ini masih mengelendot terus, benar- benar keturunan si Moler tua! -- Dia melihat Kongcu memeluknya erat-erat. Wajah perempuan itu merah jengah. Saat ini tidak mungkin Siau Po bermesraan dengannya, tapi dia juga tidak berani membuatnya tersinggung, maka dengan suara berbisik dia berkata, "Sekarang kita kabur dari istana, Kelak kita mempunyai waktu untuk bersama- sama, selamanya kita tidak akan berpisah lagi. Mari kita berangkat!"

Kongcu justru merengek-rengek.

"Tidak! Malam ini juga kita harus menjadi suami istri!" katanya,

"Baik, baik! Malam ini juga boleh, asal kita kabur dulu!" sahut Siau Po. "Kabur apanya? Hongte koko paling sayang kepadaku, Dia juga gurumu dan 

menyukaimu. Besok kita bersama-sama memohon kepadanya, pasti dia tidak marah lagi, Yang paling dibenci Hongte koko justru Gouw Sam Kui. sekarang juga kau utus pasukan besar untuk menggempur orang itu, aku akan menemanimu Aku menjadi panglima besar, kau menjadi wakilnya, Kalau kita berhasil membunuh Gouw Sam Kui, Hongte koko pasti akan mengangkatmu menjadi Ongya!" kata Kian Leng kongcu, pelukannya terhadap Siau Po malah dipererat.

Siau Po justru sedang kebingungan, tiba-tiba terdengar suara ketukan perlahan- lahan sebanyak tiga kali di jendela samping, Setelah berhenti sebentar terdengar lagi dua kali ketukan.

Siau Po langsung saja merasa senang.

"Apakah bibi To yang datang?" tanyanya dengan suara rendah.

Perlahan-lahan dia mendorong tubuh kongcu dan menghambur ke arah jendela untuk membukanya. Tampak sesosok bayangan berkelebat seseorang meloncat masuk, Ternyata memang To Hong Eng.

Begitu kedua wanita itu bertatap muka, mereka sama-sama terkejut "Kongcu!" panggil Hong Eng dengan suara lirih.

Kongcu sendiri merasa marah sekali.

"Siapa kau? Untuk apa kau datang ke mari?" bentaknya, Rupanya setelah berpikir sejenak, timbul rasa cemburu dalam hatinya, Dia berpikir, di tengah malam seperti ini, seorang perempuan meloncat masuk ke dalam kamar Siau Po lewat jendela, urusannya pasti tidak beres.  Dia langsung menuduh perempuan itu kekasih gelapnya Siau Po. Meskipun dia melihat usia perempuan ini pasti tidak muda lagi, tapi Siau Po memang mata keranjang, Mungkin saja ada apa-apa di antara mereka. Apalagi gairahnya sedang menggebu- gebu, perempuan ini justru datang mengganggunya, Semakin dipikir hatinya semakin panas. Dia segera membuka mulut dan berteriak

"Mana. "

Siau Po sudah menduganya, belum sempat Kongcu menyelesaikan teriakan "mana orang?" dia segera membekap mulut sang puteri.

Kian Leng kongcu memberontak sekuat tenaga, Dia melayangkan tangannya dan menampar pipi Siau Po dengan keras, Dalam keadaan panik, sebelah tangan Siau Po mencekik leher kongcu, dia mengerahkan segenap tenaganya.

"Perempuan hina, mau mampus? Biar aku cekik mati sekalian!" makinya.

Kian Leng kongcu segera merasa pernafasannya sesak. Tangannya menggapai- gapai serabutan, Tangan kiri Siau Po berbalik lalu meninju kepala sang puteri sebanyak dua kali.

To Hong Eng yang melihat Siau Po berani memukul si tuan puteri, merasa terkejut setengah mati, Tapi dia sadar urusan ini sudah semakin gawat Maka dia mengulurkan tangannya untuk menotok bagian pinggang dan dada kongcu, Dengan demikian Siau Po baru melepaskan tangannya.

"Bibi, urusannya gawat Raja ingin membunuh aku. sebaiknya kita kabur sekarang juga," katanya.

"Di luar banyak siwi yang menjaga, sebetulnya aku sudah datang sejak tadi, tapi aku terpaksa menunggu satu jam setengah, baru mendapat kesempatan menyelinap ke dalam." Dia berjalan ke arah jendela dan menguakkannya sedikit "Kau lihat sendiri!"

Siau Po melongokkan kepalanya, Dia melihat tujuh delapan orang siwi yang membawa lentera sedang berjalan mondar-mandir. Tiba-tiba hatinya tergerak, teringat apa yang dilakukkan oleh Mau Tung Cu dan siau Tau To.

- Nasib mereka buruk sehingga bertemu dengan ketiga orang dari keluarga Kui. Aku boleh mencoba cara yang sama. Tidak mungkin arwah ketiga orang itu gentayangan lagi untuk menyerang tandu si Tuan Puteri, Karena mendapat pikiran itu, dia segera 

berkata kepada kongcu.

"Kongcu, kau jangan cemburu, dia ini bibimu, Adik bapakku, kakaknya ibuku, Kau jangan suka mengumbar hawa amarah."

Kian Leng kongcu ditotok oleh To Hong Eng. Hatinya memang sudah kesal bukan main dan hampir jatuh semaput. Mendengar ucapan Siau Po, kemarahannya langsung  sirna, Dia juga tidak ingat bahwa adik bapakku dan kakak ibuku tidak mungkin terdiri dari orang yang sama, Yang penting baginya asal perempuan ini bukan kekasih Siau Kui Cu, urusan lainnya dia tidak mau tahu. Seulas senyuman segera dipamerkannya.

"Kalau begitu, cepat bebaskan aku!" katanya, Siau Po memang ingin mengambil hati si Tuan Puteri.

"Kau toh istriku, cepat panggil bibi!" ujarnya, Kongcu senang sekali, cepat-cepat dia memanggil.

"Bibi!"

To Hong Eng kebingungan. Baru saja kedua orang ini saling memukul, mengapa si Tuan Puteri tiba-tiba memanggilnya bibi?

"Cepat kau suruh orang membawa tandumu ke dalam. Lalu orang itu kau suruh keluar dan jangan lupa rapatkan pintunya, Kita duduk dalam satu tandu agar dapat menyelinap keluar dari istana ini. Malam ini juga kita akan menikah, sedangkan kalau menikah kan harus disaksikan oleh seorang angkatan tua baru sah. Nah, Bibi To inilah angkatan tua kita, Bagaimana menurut pendapatmu?"

Kongcu gembira sekali, wajahnya merah karena jengah. "Bagus sekali," sahutnya dengan suara lirih.

Siau Po mendorong punggungnya sembari berkata. "Cepat! Cepat!"

Didorong sedemikian rupa, si Tuan Puteri ikut-ikutan panik, Tanpa menunggu totokannya dibebaskan dia maju ke depan sambil berteriak

"Gotong tandunya ke dalam!"

Para thay-kam dan dayang keheranan. Tapi tingkah laku puteri yang satu ini memang sulit diduga, perintah apa pun yang keluar dari mulutnya pasti aneh bagi orang biasa, Bahkan kadang-kadang gila-gilaan, Karena itu mereka tidak berani ayal, Tapi ada satu hal yang tidak diduga oleh Siau Po. Tandu selir Cin bisa dibawa masuk ke dalam istana Cu Leng Kiong sehingga Siu Tau To dan Mau Tung Cu bisa menyelinap ke dalam tanpa sepengetahuan orang lain, sedangkan bekas tempat tinggal Hay Tay Hu ini mana mungkin disamakan dengan sebuah istana, pintunya jauh lebih kecil Jadi hanya bagian depan tandu saja yang muat, Pada batas tiang kedua sisi tandu, para thay-kam tidak sanggup memasukkannya lagi.

"Dasar manusia tidak punya guna! Gelinding keluar semuanya!" maki Kongcu. Kedua thay-kam yang menggotong tandu hanya dapat merangkak ke luar dari bawah dan dan mendumel dalam hati,

- pintunya memang cuma segini, mengapa kami yang disalahkan? - Siau Po mendekati si Tuan Puteri dan berbisik di teIinganya.

"Suruh mereka menjauh dan tidak ada seorang siwi pun yang boleh masuk." Kongcu berkata dengan suara Iantang.

"Siau Kui Cu, kau harus baik-baik berdiam di dalam kamar Pokoknya tidak boleh keluar sama sekali!"

Siau Po juga menjawab dengan suara keras.

"Baik. sekarang sudah larut, harap Kongcu kembali ke kamar dan istirahat."

"Aku justru ingin keluar jalan-jalan, Memangnya kau berani melarang aku?" Maki si tuan puteri sengaja menaikkan suaranya.

"Di dalam istana sedang ramai karena kedatangan pembunuh gelap, harap Tuan Putri berhati-hati!" sahut Siau Po.

"Sri Baginda memelihara sekian banyak siwi tapi semuanya hanya tahu makanan saja. semuanya menggelinding jauh-jauh dan tidak ada seorang pun yang boleh masuk ke rumah ini!" kata Kian Leng kongcu.

Para siwi segera mengiakan dan mundur jauh-jauh.

Siau Po masuk ke dalam tandu lalu menggapaikan tangannya, To Hong Eng segera membebaskan totokan Kongcu agar si Tuan Puteri itu juga bisa menyusup ke dalam tandu, Karena tandu itu tidak seberapa besar, Kongcu terpaksa duduk di pangkuan Siau Po.

Tangan kiri Siau Po merangkul pinggang si Tuan Putri.

"Bibi To, harap kau kawal kami ke luar," katanya kepada Hong Eng. Siau Po berpikir bahwa ilmu bibinya ini tinggi sekali, seandainya ada orang yang curiga dan memeriksa tandu itu, kan ada orang yang membantunya berkelahi.

To Hong Eng segera mengiakan Dia mengenakan pakaian para dayang. Apabila dia mengawal di sisi tandu Tuan Puteri, tentu tidak ada orang yang curiga kepadanya.

"Cepat gotong tandu ini ke luar!" bentak Kian Leng kongcu, Keempat thay-kam yang bertugas menggotong tandu segera bersiap sedia, Dua orang menggotong di bagian  depan dan dua lagi dari belakang, Untuk sesaat timbul keheranan dalam hati mereka, Mengapa tandu ini tiba-tiba menjadi berat?

Kongcu mendengarkan petunjuk yang diberikan Siau Po. Tandu digotong ke luar lewat Sin Bu Bun. Para siwi yang menjaga di sana melihat tandu si Tuan Puteri akan digotong ke luar meskipun hari sudah larut, mereka segera maju untuk menanyakannya.

Kongcu menghambur ke luar dari tandunya sembari memaki. "Pokoknya aku ingin keluar, buka pintu itu!"

Malam ini, yang menjadi pemimpin pengawal gerbang itu bukan lain dari pada Cio Ci Hian. Dia segera membungkukkan tubuhnya untuk memberi hormat Sembari tertawa, dia berkata.

"Tuan Puteri, malam ini kabarnya dalam istana akan kedatangan beberapa orang pengacau, Situasinya kurang aman, harap Tuan puteri menunggu sampai besok pagi baru keluar."

"Aku mempunyai urusan penting yang harus diselesaikan, Iagipula, mengapa aku harus takut terhadap para pengacau itu!" maki Kongcu.

Sebetulnya Cio Ci Hian tidak berani melarang, Tapi Gouw Eng Him sudah mati, sekarang tiba-tiba saja Tuan Puteri ingin keluar istana padahal sudah larut malam. Dia khawatir urusan ini ada hubungannya dengan pemberontakan Gouw Sam Kui. 

Besok pagi kalau ada pemeriksaan, dia harus menerima beban tanggung jawab yang berat Dia hanya membungkukkan tubuhnya beberapa kali namun tetap tidak bersedia membukakan pintu. Tingkahnya itu membuat si Tuan Puteri semakin panik, Akhirnya dia berkata lagi.

"Kalau memang demikian, biarlah hamba tanyakan dulu kepada To Congkoan. Setelah mendapatkan jawabannya, hamba akan bergegas kembali ke sini."

Siau Po yang ada di dalam tandu dapat mendengar si Tuan Puteri, tapi Cio Ci Hian tetap tidak mau membukakan pintu, malah sekarang dia akan menemui To Lung untuk mendengar petunjuk dari-nya. urusannya jadi semakin gawat Dalam keadaan panik dia terpaksa berkata.

"Cio Ci Hian, tahukah kau siapa aku?"

Cio Ci Hian cukup lama mengikutinya. Tentu saja dia mengenali suara Siau Po. Hatinya merasa heran sekaligus gembira.

"Apakah Wi congkoan di sana?" tanyanya. Siau Po tertawa.

"Benar" sahutnya. Dari dalam tandu dia melongokkan kepalanya lalu menggapaikan tangannya.

Cio Ci Hian cepat-cepat menghampiri.

"Aku mendapat perintah rahasia dari Sri Baginda untuk menyelesaikan suatu urusan yang penting sekali," katanya dengan suara berbisik, "Kalau aku sampai menunjukkan mukaku, urusannya bisa kacau, Karena itulah Sri Baginda menyuruh aku bersembunyi di dalam tandu ini dan menggunakan Kongcu untuk keluar dari istana," kata Siau Po.

Cio Ci Hian tahu Siau Po disayang sekali oleh Raja, tingkahnya juga sulit ditebak, apa yang dilakukannya selalu tidak masuk akal, Karena itulah dia tidak curiga lagi.

"Baik, baik, Hamba akan membukakan pintu sekarang juga." pikiran Siau Po langsung tergerak.

"Apakah kau ingin mendapatkan kenaikan pangkat atau hadiah besar?" tanyanya.

Cio Ci Hian mengikuti Siau Po sekian lama, Dalam beberapa tahun saja, pangkatnya sudah dua kali dinaikkan Bahkan dia sudah mempunyai simpanan uang sebanyak dua laksa tail Iebih. 

Mendengar kata-kata Siau Po, dia tahu pembesar cilik ini pasti akan mengungkapkan pujian bagi dirinya lagi di hadapan Sri Baginda. Hatinya langsung berbunga-bunga, Cepat-cepat dia membungkukkan tubuhnya dan menjawab

"Terima kasih atas tawaran Wi Congkoan! Apabila ada sesuatu yang dapat hamba laksanakan meskipun seluruh tubuh ini harus hancur lebur, hamba tidak akan menolaknya." Dalam hati Siau Po berkata, -- Kau sendiri yang mengatakannya, Kalau meriam itu ditembakkan nanti sehingga seluruh tubuhmu hancur lebur, anggaplah karena ucapanmu sendiri jangan kau menyalahkan aku. --

Dia segera membisiki Cio Ci Hian, "Ada sekawanan penjahat yang sekongkol dengan Gouw Sam Kui. Sri Baginda telah menyusun rencana yang bagus, Mereka berhasil dikelabui dan sekarang berkumpul di gedung kediamanku, Sri Baginda mengutus aku membawa sepasukan tentara untuk menangkap mereka, Kau tahu sendiri, pemimpin garis depan para tentara itu selamanya tidak pernah akur dengan aku. Coba kau tebak, mengapa Sri Baginda malah mengutus aku memimpin komandan tentara dan anak buahnya itu?"

Cio Ci Hian menggelengkan kepalanya.

"Hamba" memang bodoh, mengenai hal ini hamba tidak tahu apa-apa," sahutnya. Sebetulnya komandan pasukan tentara itu telah bersekongkol dengan Gouw Sam Kui. Sri Baginda ingin membasmi mereka sekaligus, sedangkan Kongcu menantunya Gouw Sam Kui. Begitu mereka melihat Tuan Puteri, para pemberontak itu pasti tidak akan menaruh kecurigaan lagi," kata Siau Po.

Cio Ci Hian seperti tersentak sadar.

"Rupanya begitu, Aku sama sekali tidak menyangka Komandan Tentara Ha Tong telah bersekongkol dengan Gouw Sam Kui. Pasti urusan ini berhasil diselidiki oleh Wi congkoan pula sehingga telah mendirikan jasa besar."

"Jasa ini sebetulnya direncanakan oleh Sri Baginda sendiri kemudian diserahkannya kepadaku, Kita kan sudah seperti saudara sendiri, kalau ada kenaikan pangkat, kita rasakan bersama, Ada hadiah, kita bagi rata, sekarang sebaiknya kau bawa empat puluh anak buah andalanmu untuk membangun jasa bersama-sama aku."

Cio Ci Hian senang sekali. Dia sampai mengucapkan terima kasih berulang kali, Setelah itu dia mempersilahkan Kongcu masuk lagi ke dalam tandu. Dipilihnya empat puluh orang siwi yang paling pandai mengambil hatinya dan dikatakannya bahwa mereka mendapat perintah rahasia dari Raja untuk menyelesaikan suatu urusan, Anak buahnya segera membukakan pintu gerbang, Dia mengiringi tandu Kongcu keluar dari istana, Sisa penjaga yang enam puluh orang lagi disuruh menjaga dengan ketat.

"Biar bagaimana pun, pintu gerbang ini tidak boleh dibuka lagi sampai pagi nanti, Kecuali ada perintah dari aku atau To Congkoan. Kalau tidak, siapa pun tidak ada yang boleh meninggalkan istana ini," kata Siau Po.

Cio Ci Hian menyampaikan pesan Siau Po kepada para penjaga, Keenam puluh penjaga itu segera mengiakan Diam-diam Siau Po merasa geli.

-- Sekali Lohu meninggalkan istana ini, lohu tidak akan kembali Iagi, Entah arwah To congkoan akan datang memberikan perintah kepada kalian untuk membukakan pintu atau tidak? -- katanya dalam hati.

Tempat tinggal Siau Po tidak seberapa jauh dari istana, Tidak lama kemudian mereka sudah hampir sampai. sepanjang perjalanan jantung Siau Po terus berdebar- deban Dia khawatir baru sampai tengah jalan, tempat tinggalnya sudah hancur tertembak meriam, Untung saja sampai mereka tiba, keadaan di tempatnya masih sunyi senyap tanpa terlihat gerakan apa pun.

Begitu sampai di depan pintu gerbang, Komandan Tentara sudah mendapat laporan bahwa mereka kedatangan Kian Leng kongcu, Karena itu dia segera maju menyambut.

Sementara itu, di dalam tandu, Tuan puteri telah mendapat petunjuk dari Siau Po disamping digerayangi tangannya yang nakal, Mendengar suara penyambutan si komandan tentara, dia segera melongokkan kepalanya keluar. "Komandan Ha, Sri  Baginda mengeluarkan perintah rahasia bahwa urusan yang harus diselesaikan malam ini penting sekali Apakah kau sudah menyiapkan segalanya dengan baik?" tanyanya.

Komandan tentara itu kembali membungkukkan tubuhnya dalam-dalam. "Betul, hamba sudah menyiapkan segalanya."

Kongcu berkata lagi dengan suara berbisik.

"Tentunya meriam-meriam itu sudah ditempatkan dengan baik, bukan?"

"Betul, Lam tayjin sendiri yang akan memberikan petunjuk," sahut si komandan.

Siau Po yang ada di dalam tandu dapat mendengar semuanya dengan jelas, Dalam hati dia berkata.

- Rupanya Sri Baginda memang tidak berdusta, Kalau Lam tayjin, si Setan Bule itu yang langsung memberikan petunjuknya, tembakan meriam itu tentunya tepat pada sasaran! --

"Sri Baginda berpesan agar aku menyelesaikan suatu urusan dalam gedung ini. sebaiknya kau temani aku ke dalam," kata Kian Leng Kongcu pula.

"Lapor Tuan Puteri, waktunya sudah mendesak sekali, Sekarang kita tidak bisa lagi masuk ke dalam," sahut si komandan

Kian Leng Kongcu segera memperlihatkan kemarahannya.

"Mana mungkin tidak boleh? ini perintah langsung dari Raja, kau berani membangkang?" bentaknya.

"Hamba tidak berani, Tapi... tapi benar-benar berbahaya, tubuh Tuan Puteri ibarat emas murni. "

Siau Po yang ada di dalam tandu mengeluarkan suara batuk satu kali, To Hong Eng segera menerjang ke depan dan menotok tiga kali pada bagian pinggang dan bawah ketiak si komandan.

Terdengar suara dengusan dari hidung si Komandan, tahu-tahu tubuhnya tidak bisa digerakkan lagi, Kemudian dia merasakan serangkum hawa dingin menyusup dalam punggungnya. Kali ini rasa terkejutnya jangan dikatakan lagi. 

Tapi dia benar-benar tidak mengerti apa yang telah terjadi Rupa-nya punggung orang itu telah ditusuk oleh sebatang pedang yang bukan main tajamnya, tapi dia hanya terluka sedikit. "Sri Baginda telah menurunkan perintah, Apabila kau membangkang, penggal saja kepalamu, juga seluruh anak buahmu harus dibunuh sampai habis," kata Kian Leng kongcu.

"Baik, baik," sahut si komandan dengan suara gemetar. Tiba-tiba hati Siau Po tergerak.

-- orang-orang dalam pasukan ini semuanya pernah mengikuti aku. Mereka tidak pernah membantah mengapa mereka harus dibunuh? - pikirnya. - Lebih baik disuruh menjadi pasukan Berani Mati yang menghadang di depan, - Karena mendapat pemikiran demikian, dia segera berbisik di sisi telinga Kian Leng kongcu. "Suruh dia perintahkan lima puluh anak buahnya untuk menemani kita masuk ke dalam rumah."

"Panggil lima puluh orang tentaramu untuk menemani kita masuk ke dalam rumah!" kata Kian Leng kongcu.

"Ba... ik, ba... ik. " Komandan itu segera menyuruh lima puluh orangnya untuk 

mengiringi di belakang tandu si Tuan Puteri, Mereka langsung masuk ke dalam, Diam- diam Siau Po telah memerintahkan Cio Ci Hian dan anak buahnya menjaga di luar gedung.

Tandu digotong masuk ke dalam halaman kedua. Kongcu dan Siau Po keluar dari tandu, diperintahkannya ke lima puluh tentara tersebut untuk berbaris dan menunggu di tempat itu. Dengan diiringi To Hong Eng yang mencekal si komandan, mereka melangkah masuk ke dalam.

Begitu masuk ke dalam, mereka melihat Tan Kin Lam, Bhok Kiam Seng, Ci Thian Coan dan yang lain-lainnya sudah ada di sana. Mereka merasa heran ketika melihat Siau Po masuk ke dalam dengan diiringi oleh seorang nyonya yang anggun, seorang dayang dan seorang petugas kerajaan.

Siau Po menggapaikan tangannya, Para hadirin segera menghampirinya, Dia segera berbisik.

"Raja sudah tahu bahwa kita mengadakan pertemuan di sini. Di luar gedung ini telah dijaga ketat oleh puluhan tentara, juga telah disiapkan belasan meriam yang diarahkan ke mari."

Orang-orang gagah yang berkumpul dalam ruangan itu terkejut setengah mati, Wajah mereka berubah seketika.

"Lebih baik kita menerjang ke luar saja dan bunuh setiap orang yang menghalangi kita!" usul Liu Tay Hong.

Siau Po menggelengkan kepalanya. "Tidak bisa!" sahutnya, "Tentara yang menjaga di luar terdiri dari tentara yang sudah terlatih dengan baik, Apalagi kehebatan meriam-meriam itu. Aku membawa puluhan tentara ke dalam sini. sebaiknya semua mengganti pakaian dengan seragam mereka, barulah kita keluar dari sini," katanya.

Para hadirin memuji akalnya yang cerdik.

Siau Po segera memberi petunjuk lagi kepada Kian Leng kongcu, Si Tuan Puteri berkata kepada si komandan.

"Suruh dua puluh orang anak buahmu masuk ke dalam!"

Sejak semula si komandan sudah merasa urusan ini kurang beres, tapi pedang To Hong Eng menempel di batang lehernya, mana mungkin dia berani berbuat apa-apa? Terpaksa dia memerintahkan dua puluh anak buahnya masuk ke dalam ruangan.

Para anggota Thian Te Hwee dan beberapa orang dari Bhok onghu sudah menunggu di balik pintu. Begitu kedua puluh tentara itu masuk ke dalam, mereka segera mengayunkan tinju dan tendangan sehingga semuanya semaput.

Kian Leng kongcu kembali menyuruh si Komandan menitahkan lima belas anak buahnya masuk ke dalam, kejadian tadi terulang kembali. Terakhir yang lima belas orang juga disuruh masuk, Para anggota Thian Te Hwee dan orang-orang dari Bhok onghu sibuk mengganti mereka dengan seragam para tentara, Bahkan Kian Leng kongcu juga ikut mengganti pakaiannya.

Siau Po melihat Bhok Kiam Peng dan Cin Ju masuk ke dalam ruangan yang satunya lagi untuk mengganti pakaian mereka, Tapi dia tidak melihat Song Ji. Cepat dia menanyakannya kepada Cin Ju.

"Adik Song Ji sudah begitu lama pergi ke istana untuk melihat kau, tapi belum kembali juga, pasangan suami istri Kui Heng Su juga menyelinap ke dalam istana tapi tidak ada kabar apa-apa. Dia menjadi khawatir Akhirnya ia ikut keluar dengan Hong toaya untuk mencari informasi," kata Cin Ju.

"Mereka keluar setelah makan siang, mengapa sampai sekarang belum kembali juga?" tanya Kiam Peng.

Siau Po mengerutkan keningnya, Dia tahu ilmu silat Hong Ci Tiong cukup tinggi, tentu dapat melindungi keselamatan Song Ji. Tapi mereka tidak tahu rencana Raja, bagaimana kalau setelah mereka pergi nanti, kedua orang itu justru kembali lagi kemari? Apabila pada saat itu meriam ditembakkan, bukankah mereka akan mati konyol? Setelah merenung sejenak, Siau Po berkata kepada Cian Lao Pan.

"Cian toako, Hong toako dan Song Ji keluar mencari informasi, sampai sekarang mereka masih belum kembali Kita harus meninggalkan kode rahasia di sini, Dengan demikian, apabila mereka kembali nanti, mereka bisa melarikan diri secepatnya." Cian Lao Pan mengiakan. Karena keadaannya sudah mendesak, dia segera mengeluarkan pedangnya lalu ditikamnya dua orang tentara yang menggeletak di atas lantai, Setelah itu dia merobek ujung pakaiannya lalu dilumuri dengan darah kedua tentara itu dan dituliskannya dua kata "Cepat kabur" yang besar-besar di sekeliling tempat itu. Tepat pada saat itu, semua sudah selesai menyalin pakaian.

Siau Po mengajak para hadirin ke istal untuk mengambil kuda tunggang, Empat orang Thian Te Hwee menyamar sebagai thay-kam, Mereka menggotong tandu si Tuan Puteri ke luar To Hong Eng masih menggiring si komandan, sedangkan para tentara lainnya ada yang jatuh semaput dan ada pula yang ditotok jalan darahnya, Mereka ditinggalkan dalam gedung Siau Po.

Siau Po sendiri tetap duduk dalam tandu bersama Kongcu, Begitu keluar dari gedungnya, dia baru bisa menghembuskan nafas lega. Dalam hati ia berpikir.

- Para pelayan, pengurus kuda bahkan koki yang bertugas di rumahku ini pasti tidak terhindar dari ledakan meriam, Tapi seandainya aku mengajak mereka semua, sisa para tentara yang ada di depan pasti akan merasa curiga, - Kemudian dia berpikir lagi, - Tempo hari ketika berada di Gunung Ngo Tay San, kita menyamar sebagai Ihama untuk menolong si Raja Tua, Hari ini kami menggunakan cara yang sama. 

Cara melarikan diri seperti kura-kura ini memang berguna sekali, Tempo hari digunakan untuk menolong Lo Hongya, sekarang digunakan untuk menolong Siau Kui Cu. Benar-benar berhasil -

Para hadirin keluar dari gedung itu bersama-sama tandu Kongcu, Si komandan masih ikut serta. Tampak puluhan siwi mengadakan perondaan dengan berjalan mondar-mandir, Tapi di mana meriam-meriam itu diletakkan, sampai saat itu masih belum terlihat.

Setelah terlepas dari bahaya, hati Siau Po agak lega. Apalagi melihat guru dan saudara-saudaranya tidak sampai terkena tembakan meriam, hatinya semakin girang dan terhibur.

"Komandan ini telah melakukan kesalahan be-sar.,." katanya kepada Cio Ci Hian. "Sebaiknya kau giring dia ke dalam penjara, Kecuali Sri Baginda sendiri, siapa pun tidak boleh menemuinya, Keputusannya, tunggu sampai aku kembali saja."

Cio Ci Hian segera mengiakan.

"Orang ini adalah pengkhianat besar, Sri Baginda benci sekali kepadanya, Begitu mendengar namanya saja, pasti gusar sekali. Harap kau sampaikan kepada saudara lainnya agar berhati-hati, jangan sampai Sri Baginda mendengar nama si Pengkhianat besar ini," kata Siau Po pula.

Setelah mendapat perintah, Cio Ci Hian segera membawa anak buahnya seraya menggiring si Komandan meninggalkan tempat itu. Keadaan si Komandan bagai telur di  ujung tanduk, Bagaimana nasibnya di kemudian hari, Siau Po juga enggan memikirkannya.

Para hadirin tidak ada yang mengucapkan sepatah kata pun. Mereka hanya berjalan menuju ke tempat yang sepi.

"Bagaimana hasil pasangan suami istri Kui Heng Su yang menyelinap ke dalam istana?" tanya Tan Kin Lam tiba-tiba.

"Mereka bertiga. "

Belum sempat Siau Po menyelesaikan kata-katanya, mendadak dari arah kedatangan mereka, terdengar suara ledakan yang memekakkan gendang telinga. Tidak salah lagi, tentunya gedung tempat tinggal Siau Po telah menjadi sasaran menang Kobaran api dan kepulan asap tampak membumbung sampai tinggi, bahkan papan dan bebatuan beterbangan ke angkasa, orang-orang gagah yang ada di tempat itu merasa tanah yang mereka injak bergetar. Suara ledakan masih berkumandang terus, Mengerikan sekali!

Orang-orang Thian Te Hwee dan orang-orang Bhok onghu saling lirik sekilas, mereka tidak menyangka tembakan meriam bisa sedahsyat itu. Apabila mereka terlambat pergi sebentar saja, entah bagaimana bentuk tubuh mereka sekarang?

Terdengar Liu Tay Hong memaki.

"Maknya! Benar-benar. " Terdengar lagi suara ledakan yang keras sehingga kata-

katanya yang selanjutnya tertekan, Begitu memandang ke arah gedung Siau Po, tampak cahaya api sudah mulai pudar, berganti dengan asap hitam yang menutupi sebagian langit.

-- Ledakan sekeras ini pasti terdengar juga oleh si Raja cilik, Apabila dia mengutus orang memanggil aku untuk berbicara, kedokku ini pasti akan terbuka segera Pikir 

Siau Po dalam hati.

Dia segera keluar dari tandu untuk menghampiri Tan Kin Lam.

"Suhu, kita harus meninggalkan kotaraja secepatnya, Kalau berita ini sudah tersiar, mungkin seluruh pintu kota akan ditutup, Kita pasti sulit untuk keluar lagi," katanya.

"Tidak salah, sekarang juga kita berangkat," sahut Tan Kin Lam. Tepat pada saat itu, Kian Leng kongcu juga keluar dari tandunya.

"Kau kembali dulu ke istana, Setelah keadaan tenang, aku akan menjemputmu lagi," kata Siau Po.

Kongcu terkejut sekaligus marah. "Apa kau bilang?"

Siau Po mengulangi kata-katanya.

"Kau memungkiri kata-katamu sendiri, sekarang kau sudah terlepas dari bahaya, kau ingin membuang aku begitu saja?" teriak kongcu.

"Bukan, bukan begitu," sahut Siau Po gugup, Belum lagi dia menyelesaikan kata- katanya, tahu-tahu terdengar suara plak! Pipinya kena ditampar keras-keras oleh si Tuan Puteri.

Orang-orang yang ada di tempat itu jadi terpana, barusan mereka sudah melihat kedahsyatan ledakan meriam yang ditembakkan, kalau bukan karena Siau Po yang datang memberi kisikan, tentu mereka tidak mempunyai kesempatan untuk meloloskan diri. 

Tubuh mereka pasti sudah hancur lebur saat ini. Karena itu, kalau biasanya ada yang kurang memandang mata kepada Siau Po, pada saat itu mau tidak mau timbul juga rasa hormat dan berterima kasih dalam hati mereka, Melihat bocah tanggung itu mendadak kena tamparan, ada orang yang langsung menerjang ke depan untuk mendorong Kongcu, bahkan ada beberapa orang yang membuka mulut memaki- makinya.

Kongcu tidak pernah mendapat perlakuan sedemikian rupa, Dia langsung menangis meraung-raung.

"Kau sendiri yang bilang akan menikah denganku itulah sebabnya aku sudi kabur denganmu, Aku malah menyuruh komandan tentara menolong teman-temanmu! Kau... penjahat... busuk! perhitungan kita belum selesai! Anak dalam perutku ini. "

Siau Po takut Tuan Puteri akan melanjutkan kata-katanya sehingga perbuatannya yang memalukan akan terbongkar maka cepat-cepat dia menyahut.

"Baik, baik, Kau ikut saja denganku. sekeluarnya dari kotaraja, kita baru bicarakan lagi masalah lainnya."

Sembari mengusap air matanya, Kongcu tertawa senang, Dia membalikkan tubuh dan naik ke atas punggung seekor kuda.

Serombongan orang itu tiba di Cao Yang Bun, pintu keluar sebelah timur.

"Firman rahasia dari Raja untuk keluar kota menangkap pemberontak Cepat bukakan pintu gerbang!" teriak Siau Po.

Pakaian yang dikenakan oleh orang-orang itu ialah seragam tentara pasukan pribadi Raja, Tentu saja para penjaga gerbang pintu tidak ada yang berani mencegah, Apalagi barusan mereka telah mendengar suara tembakan meriam yang memekakkan telinga  dalam kota pasti telah terjadi sesuatu Pasukan ini pasti mendapat tugas langsung dari Sri Baginda, Karena itu mereka segera membukakan pintu.

Serombongan orang itu berhasil keluar dari pintu gerbang, mereka menuju ke timur, Siau Po dan Tan Kin Lam duduk bersama di atas punggung seekor kuda, Dia menceritakan peristiwa mengenaskan yang terjadi pada diri ketiga orang dari keluarga Kui itu. Dia juga menceritakan bagaimana rahasianya telah diketahui oleh Raja Tatcu.

"Siau Po, biasanya aku selalu menganggap kau tidak-pernah serius menghadapi apa pun. Kau juga tidak jujur dalam segala hal, Tapi, ternyata dalam situasi yang demikian genting, kau bisa mengutamakan kesetia kawanan, Kau tidak serakah akan kedudukan atau pun harta benda, Kau tidak mengkhianati sahabat-sahabatmu, Sungguh orang yang sulit ditemui!" puji Tan Kin Lam.

Siau Po tertawa.

"Sahabat-sahabat yang lain masih tidak apa-apa, tapi mengkhianati dan menjual guru sendiri, sekali-sekali tidak boleh dilakukan," sahutnya.

"Apanya yang "sahabat-sahabat yang lain masih tidak apa-apa"? pokoknya asal yang namanya teman, kau tidak boleh mengkhianatinya, Bukan hanya gurumu saja," kata Tan Kin Lam.

Siau Po meleletkan lidahnya.

"Suhu, tecu minta maaf, tecu tidak pernah mendapat pendidikan, jadi banyak hal yang tecu kurang mengerti, harap suhu jangan ambil hati!" sahutnya.

Tiba-tiba dia teringat masa lalunya dengan si Raja cilik, Meskipun menghadapi seorang kaisar, dia bisa bicara seenaknya, Sungguh indah masa-masa itu. sekarang urusannya jadi begini, Mungkin dia tidak akan mempunyai kesempatan untuk bertemu lagi dengan sahabatnya itu. Tanpa dapat ditahan lagi, serangkum rasa pedih menyelimuti batinnya.

"Kita menyamar sebagai tentara garis depan, tidak sampai setengah hari, Raja tatcu pasti mengetahuinya. sebaiknya kita segera mengganti pakaian lagi," kata Tan Kin Lam.

"Betul, sesampainya di desa pertama, kita harus membeli pakaian untuk kembali menjadi diri kita sendiri," sahut Siau Po.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih dua puluh li, mereka sampai di sebuah dusun, Tapi ternyata di dusun ini tidak ada orang yang menjual pakaian Tan Kin Lam orang yang cerdas dan berpendidikan tinggi, Urusan militer, dialah jagonya, Namun menghadapi urusan sepele seperti ini, dia justru tidak tahu apa-apa. Untuk sesaat dia jadi kebingungan. "Terpaksa kita menuju dusun satunya lagi di depan sana, Semoga saja ada yang menjual pakaian, toko pakaian bekas pun jadilah," katanya.

Mereka meneruskan perjalanan sekeluarnya dari dusun itu, mereka melihat ada sebuah gedung besar yang temboknya tinggi sekali. Bangunannya cukup megah, Tiba- tiba hati Siau Po tergerak.

"Suhu, bagaimana kalau kita mampir ke rumah itu dan meminjam beberapa pakaian dari si pemilik rumah?" tanyanya.

Untuk sesaat Tan Kin Lam merasa bimbang.

"Mungkin pemilik rumah tidak sudi meminjamkannya," sahutnya. Siau Po tertawa.

"Kita kan tentara kerajaan Kalau tentara kerajaan tidak memeras orang-orang kaya dan gedung-gedung mewah, siapa lagi yang bisa mereka peras atau rampok?" Tanpa menunggu jawaban, dia meloncat turun dari kudanya dan berjalan ke arah pintu gerbang yang besar lalu mengetuk-ngetuk cantelan pintunya yang terbuat dari logam sehingga menimbulkan suara dentangan yang bising.

Seorang pelayan laki-laki keluar membukakan pintu, Rombongan Siau Po menerjang masuk, Setiap bertemu dengan orang, mereka segera memereteli pakaiannya untuk digantikan dengan pakaian seragam yang mereka kenakan.

Pemilik rumah rupanya seorang pejabat dari kotaraja yang sudah pensiunan. Dia melihat sikap tentara-tentara kerajaan itu seperti singa-singa yang kelaparan.

"Para Tuan Besar, harap jangan bersikap kasar, sebentar aku akan menyuruh orang menyiapkan hidangan Setelah kenyang, pasti ada hadiah yang dapat dibagi-bagi.,." katanya beruIang-ulang.

Baru saja dia menyelesaikan kata-katanya, tiba-tiba lengannya telah dicekal oleh seseorang, pakaiannya dilepaskan dengan kasar, Rasa terkejutnya jangan ditanyakan lagi.

"Aduh! Aku sudah tua, jangan main-main...!" teriaknya panik.

Rombongan Siau Po tertawa terbahak-bahak. Belasan stel pakaian telah didapatkan oleh mereka, Pemilik rumah dan pelayannya merasa malu sekali. 

Untung saja selera para tentara ini agak aneh, pikir mereka, Hanya pakaian orang laki yang dilepaskan sedangkan orang perempuan tidak diusik sedikit pun Setelah melepaskan pakaian orang laki-laki dalam rumah itu, mereka juga tidak mengambil tindakan apa-apa.  Mereka justru melepas pakaiannya sendiri dan diganti dengan pakaian yang mereka dapatkan Setelah itu mereka keluar dari rumah tersebut dan pergi secepatnya dengan menunggang kuda masing-masing. Pemilik rumah saling menatap dengan para pelayannya, Mereka benar-benar tidak mengerti maksud para tentara itu.

Rombongan Siau Po tiba di tempat yang sepi. Bhok Kiam Peng, Cin Ju dan Kongcu menuju belakang semak-semak untuk mengganti pakaian mereka, semuanya mengenakan pakaian laki-laki. Setelah itu mereka naik lagi ke atas punggung kuda untuk melanjutkan perjalanan

Siau Po masih teringat akan budak kesayangannya, Song Ji.

"Entah bagaimana nasib Hong toako dengan budak cilikku itu," katanya, "Aku berharap salahmseorang saudara dari luar daerah dan wajahnya asing untuk masuk ke kotaraja untuk mencari keterangan."

Dua orang saudara anggota Thian Te Hwee yang berasal dari Kuang Say segera menerima baik perintah itu dan pergi.

Setelah sekian lama masih belum terlihat adanya tentara kerajaan yang mengejar, hati orang-orang dalam rombongan itu baru merasa agak lega, Setelah menempuh perjalanan sejenak lagi, tiba-tiba Kiam Peng mengeluarkan seruan terkejut, tapi lalu tertawa terkekeh-kekeh. 

Rupanya kuda yang ditunggangi Cin Ju tiba-tiba berak setumpuk besar dan hampir saja terinjak oleh kaki Bhok Kiam Peng.

Baru berjalan belum berapa lama, kembali ada beberapa ekor kuda yang buang air besar lagi, Kernudian "kuda yang ditunggangi Hian Ceng tojin tiba-tiba meringkik keras dan jatuh terkulai Biar dibujuk dengan cara apa pun, kuda itu tidak mau bangkit lagi.

"To tiang, kita tunggang kuda bersama saja!" ajak Cian Lao pan.

"Baik!" sahut Hian Ceng tojin, Dia meloncat naik ke belakang Cian Lao Pan dan duduk be-rendeng dehgannya.

Mendadak Siau Po tersadar Hatinya langsung terkejut setengah mati. "Hukum karma! Hukum karma! Kali ini benar-benar runyam!" teriaknya. "Ada apa?" tanya Tan Kin Lam.

"Arwah Gouw Eng Him pasti datang mencari aku! Dia benci aku karena telah meringkusnya, juga merebut... merebut. " Kata-kata "istrinya" hampir terlontar dari 

mulut si bocah tanggung, untung saja dia segera sadar. Dia teringat ketika mendapat firman untuk mengejar Gouw Eng Him. Kuda yang ditunggangi rombongan itu diberi makan kacang kedelai sehingga berak-berak dan lemas, Ifulah sebabnya mengapa Siau Po tidak mendapat kesulitan menangkapnya, Kalau saja saat itu Gouw Eng Him berhasil sampai ke Inlam, tentu Raja cilik tidak bisa membunuhnya, Setelah ditanyakan sampai jelas, rupanya dia sendiri yang mengurus pengurus kudanya mengerjai mereka. Sekarang dia sendiri berusaha melarikan diri, kuda-kudanya juga terkulai lemas seperti tempo hari. 

Apalagi kalau bukan arwah Gouw Eng Him yang sedang membalaskan dendamnya? LagipuIa Siau Po kabur dengan membawa istri orang itu, Setelah mati, kepala Gouw Eng Him harus mengenakan topi hijau pula, Bagaimana arwahnya bisa tenang di alam baka? Semakin dipikirkan hatinya semakin takut. Tubuhnya langsung gemeter. Terdengar ringkikan dua ekor kuda yang kemudian jatuh terkulai juga.

Tan Kin Lam juga merasa ada yang tidak beres, dia menanyakan dengan terperinci Siau Po segera menjelaskan situasi yang dialami Gouw Eng Him ketika dia menangkapnya.

"Pasti arwah Gouw Eng Him gentayangan sekarang dia sedang membalas dendam Ini... ini.,." kata Siau Po dengan suara bergetar.

Kongcu jadi marah.

"Gouw Eng Him si budak hina, ketika hidup jadi orang cacat, setelah mati masih jadi setan penasaran Apa yang kau takutkan?"

Tan Kin Lam mengerutkan keningnya.

"Siang hari bolong begini mana mungkin ada setan? Tempo hari ketika kau meracuni kuda-kuda Gouw Eng Him, apakah Raja Tatcu juga mengetahui persoalannya?" tanyanya.

"Tentu saja tahu. Dia malah memuji aku sebagai panglima yang beruntung," sahut Siau Po.

Tan Kin Lam manggut-manggut.

"ltu dia! Raja Tatcu menggunakan cara yang sama untuk membalas budi panglimanya yang beruntung. Dia takut kau akan melarikan diri, Sebelumnya dia sudah menyuruh orang memberi kudaku kacang kedelai seperti yang kau lakukan."

Siau Po segera tersentak sadar.

"Benar! Benar! Hari itu ketika kami berhasil meringkus Gouw Eng Him, Raja merasa senang sekali, Bahkan Raja menghadiahkan pangkat bagi tukang kudaku, Dia disuruh mengurus kuda-kuda di istana, Kali ini pasti dia pula yang meracuni kuda-kudaku," sahutnya. "ltu dia! Dalam hal ini, diakan ahlinya, Sifat setiap kuda pasti sudah dihapalnya dengan baik. Kalau memang dia yang memberikan racun, mana ada istilah melesetnya?" kata Tan Kin Lam.

Baru saja dia menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba kuda tunggangannya menerjang ke depan lalu jatuh dengan posisi kedua kaki depan meringkuk, Siau Po segera melompat turun. 

Dilihatnya kuda itu berusaha untuk bangkit kembali, tetapi kenyataannya malah semakin parah. Bahkan kedua kaki belakang pun ikut terkulai

"Binatang-binatang ini tidak dapat dimanfaatkan lagi," kata Tan Kin Lam. "Kita harus membeli kuda-kuda baru di dusun depan sana."

"Dalam waktu sesaat ingin membeli begini banyak kuda, juga sulit mendapatkannya!" ujar Liu Tay Hong.

"Memang betul. sebaiknya untuk sementara kita berpencar saja," kata Tan Kin Lam.

Ketika berbicara itulah, dari arah jalan utama sayup-sayup terdengar suara derap kaki kuda.

"Para tentara sedang mengejar kita, Lebih baik kita bunuh saja semuanya lalu kita rebut kuda-kuda mereka!" seru Hian Ceng tojin dengan suara riang.

"Saudara-saudara dari Thian Te Hwee, kalian bersembunyi di kedua sisi jalan, saudara-saudara dari Bhok Onghu dan Ong Ok San juga ikut memencarkan diri mengikuti saudara dari Thian Te Hwee, Begitu para tentara itu mendekat, kita serang mereka dengan mendadak. Eh, Kok rasanya tidak benar.,." seru Tan Kin Lam.

Suara derap kaki kuda semakin jelas, malah gerakannya menggetarkan tanah yang mereka pijak. Tampaknya tentara yang datang mengejar jumlahnya tidak kurang dari dua ribuan orang, Tentu saja yang lainnya tidak perlu bertanya lagi arti seruan Tan Kin Lam yang terakhir. 

Wajah mereka segera berubah menjadi pucat pasi, jumlah mereka hanya puluhan orang, Meskipun ilmu silat mereka cukupan, tapi di tengah hari bolong dan tanah datar seperti ini menghadapi ribuan tentara, rasanya sulit dilukiskan dengan kata-kata, Yang ilmu silatnya tinggi sekali, mungkin masih bisa menyelamatkan diri, tapi yang kelas tanggung tidak diragukan lagi harus kehilangan selembar jiwanya.

Tan Kin Lam mengambil keputusan. "Jumlah tentara banyak sekali, Kita tidak boleh melawan dengan kekerasan!" Semuanya menyelinap ke pedalaman!" serunya.

Baru sempat mengucapkan beberapa patah kata, suara derap kaki kuda sudah semakin mendekat, Ketika mata mereka diarahkan, tampak kepulan debu membubung tinggi di atas, seakan seluruh angkasa tertutup oleh kabut yang tebal. "Celaka! Celaka!" teriak Siau Po seperti orang panik, Dia menggerakkan kakinya lalu lari terbirit-birit.

Kongcu pun berseru memanggilnya.

"Hei, kau mau ke mana?" perempuan itu mengintil ketat di belakangnya.

"Lebih baik kau pulang saja ke istana, percuma saja kau ikut denganku!" jawab Siau Po dengan berteriak.

Kongcu marah sekali mendengar ucapannya.

"Siau Kui Cu busuk, kau pikir bisa lari dariku? Tidak begitu mudah, tahu?" Dalam hati Siau Po tidak henti-hentinya mengeluh

-- Rasanya lebih sulit menghindarkan diri dari Puteri ini daripada ribuan tentara itu! -- pikirnya.

Di kejauhan dia melihat ada lumbung yang tingginya melebihi tubuh orang dewasa di sebelah tenggara, Rasanya bisa digunakan sebagai tempat bersembunyi Oleh karena itu, tanpa berpikir panjang lagi Siau Po ngacir ke arah tersebut Setelah dekat dia dapat melihat di belakang lumbung i terdapat dua rumah petani, Selain itu tidak ada apa-apa lagi. 

Dia berpikir, kuda-kuda tentara itu datangnya cepat sekali, sesaat lagi pasti akan tiba. Karena itu dia segera menyusup ke dalam lumbung yang tinggi dan rimbun tersebut.

Tiba-tiba dia merasa bagian punggungnya mengetat, rupanya dia telah dicengkeram oleh seseorang, Lalu dia pun mendengar suara tawa si Tuan Puteri.

"Mungkinkah kau melarikan diri?" ejeknya.

Siau Po merasa apa boleh buat, Terpaksa dia membalikkan tubuhnya dan tertawa getir.

"Lebih baik kau bersembunyi di sebelah sana. Setelah para tentara berlalu, kita baru bicarakan urusan kita!" kata pemuda itu.

Tuan puteri menggelengkan kepalanya.

"Tidak bisa! pokoknya aku harus tetap bersamamu!" perempuan itu segera menghampirinya serta menyusup ke dalam lumbung padi, Belum lagi keduanya menempatkan diri dengan baik, mereka mendengar suara langkah kaki yang mendekati

"Wi hiocu! Wi hiocu!" terdengar pula suara seruan Cin Ju. Siau Po melongokkan kepalanya, Ternyata Cin Ju dan Bhok Kiam Peng sedang berjalan beriringan ke arah mereka.

"Aku di sini!" seru Siau Po. "Cepat kalian menyusup ke dalam sini!"

Keduanya pun menurut perintahnya dan segera ikut bersembunyi di dalam lumbung padi tersebut.

Sebetulnya tempat itu tidak tepat dikatakan lumbung padi, karena posisinya di tempat terbuka, Padi-padi itu masih belum dibersihkan dan hanya ditumpukkan di tanah lapang sehingga berbentuk deretan panjang dan tinggi.

Ke empat orang itu menyusup semakin ke dalam, Siau Po merasa tempat itu tidak mudah di lacak oleh para tentara, Hatinya merasa agak tenang, Tidak lama kemudian terdengarlah rombongan kuda yang melewati tempat itu.

Siau Po pun berpikir dalam hati,

- Tempo hari aku bersama A Ko, Su Thay, Suhu dan si bocah busuk juga bersembunyi di balik ladang gandum, Aih, seandainya disampingku sekarang bukanlah si puteri bawel ini, tapi si cantik jelita A Ko, entah bagaimana bahagianya perasaan ini. En-tah bagaimana pula keadaan A Ko dan di mana dia berada? Kemungkinan dia sudah menjadi istri Tan Kek Song, Dan bagaimana pula keadaan Song Ji sekarang? --

Tiba-tiba terdengar teriakan seseorang yang mengeluarkan perintah, disusul dengan berhentinya derap kaki kuda. suasananya membisingkan sebab mereka bukannya langsung berhenti, tapi hanya membalikkan arah kuda tunggangan mereka untuk menuju ke tempat persembunyian Siau Po.

Kongcu terkesiap.

"Mereka berhasil menemukan kita!" katanya khawatir

"Jangan bersuara, mereka tidak mungkin melihat kita!" ujar Siau Po memperingatkan.

"Bukankah mereka sedang menuju ke mari?" kata Kongcu puIa, Terdengar salah satu dari tentara itu berseru,

"Kuda tunggangan para pemberontak itu terkulai di sekitar sini, mereka pasti belum sempat lari jauh. Geledah dengan seksama!"

-- Rupanya begitu, kuda-kuda sialan itu benar-benar mencelakakan kami! -- Gerutu si Tuan puteri dalam hati, ia pun mengulur tangannya dan meremas jari jemari Siau Po. Di wilayah perbatasan Liau Tong memang merupakan tanah pertanian yang subur, daerahnya pun luas sekali Selain masih banyak ilalang yang tinggi, para petani setempat pun suka menundukkan padi hasil panenan di tempat-tempat terbuka, itulah sebabnya kalau dilihat dari kejauhan seperti padang rumput yang luas, Tempat itu pun sesuai untuk persembunyian, karena sulit disimak satu per satu, Yang jadi masalah, justru jumlah tentara yang demikian banyak, Kalau sepuluh orang memeriksa satu tempat saja, dalam waktu yang singkat mereka pasti berhasil ditemukan.

Telinga Siau Po dapat mendengar suara para tentara yang semakin mendekat, dia pun berkata.

"Mari kita menyelinap ke rumah itu!", tangannya menarik ujung baju Bhok Kiam Peng. Kemu-dian dia mendahului mereka menuju kedua rumah petani yang terletak di bagian belakang, Ketiga gadis itu pun segera mengintilnya.

Setelah melewati pagar yang terbuat dari bam-bu, mereka sampai di depan pintu, Siau Po mendorongnya lalu melongok ke dalam Tidak terlihat seorang pun. Yang ada hanya perkakas pertanian, Siau Po segera mengambil beberapa helai pakaian kasar, lalu dibagi-bagikannya kepada ketiga gadis itu.

"Cepat kenakan!" perintahnya. ia sendiri pun segera mengenakan salah satu pakaian tersebut Kepalanya juga ditutupi sebuah kerudung bambu, Setelah itu dia duduk di sudut rumah.

Tuan puteri tertawa mengikik.

"Senang juga rasanya dapat menyamar sebagai petani dusun!" katanya. Bhok Kiam Peng mengeluarkan seruan terkejut.

"Ah, mereka sudah datang"

Pintu kayu di dorong dengan keras sehingga menimbulkan suara Blam! Masuklah- tujuh delapan orang tentara. Siau Po dan lainnya segera menolehkan wajah. Sesaat kemudian terdengarlah suara yang lantang.

"Di sini tidak ada orang, Penduduk desa sudah berangkat ke ladang!"

Siau Po merasa suara orang itu tidak asing bagi telinganya. Lewat celah topi pandannya dia meng-intip, Hatinya menjadi senang seketika, rupanya orang yang berbicara itu bukan lain dari Tio Liang Tong,

"Cong Peng Tayjin, keempat orang ini..." kata salah seorang tentara. Tapi Tio Liang Tong segera menukas ucapannya. "Semuanya keluar dari sini! Biar aku yang mengadakan pemeriksaan. Rumah ini begini kecil, Mak-nya! Kalian semua kumpuI di sini, untuk membalikkan tubuh saja sulit!"

Para tentara itu segera mengiakan, lalu berjalan ke luar. Tio Liang Tong sengaja bertanya dengan suara keras.

"Apakah ada orang asing yang lewat di tempat ini?" Dia berkata sembari berjalan ke arah Siau Po, Tangannya diulurkan, disodorkannya dua keping uang emas dan diletakkannya di bawah kaki pemuda itu. Kemudian dia berkata lagi dengan suara lantang, "Rupanya orang-orang itu sudah lari ke arah utara! Mereka tahu pihak kerajaan sudah mengutus para tentara mengejar, mereka juga sadar kalau sampai tertangkap, batok kepala mereka pasti terpisah dari batang lehernya, sehingga cepat-cepat melarikan diri. Semakin jauh tentu semakin baik, Celakalah kita kalau tidak berhasil meringkus mereka!" 

Dia membungkukkan tubuhnya dan memeluk Siau Po dengan tubuh sedikit limbung kemudian bangkit dan membalikkan tubuh serta berjalan ke luar 

"Para pemberontak itu sudah kabur ke arah utara, cepat kita kejar!" perintahnya lantang.

Siau Po menarik nafas Iega, Dalam hati dia berpikir

-- Bagaimana pun, Tio Cong Peng masih ada sedikit perasaan setia kawan terhadapku Kalau sampai perbuatannya ketahuan, batok kepalanya sendiri juga sulit dipertahankan lagi, -

Terdengarlah suara derap kaki kuda yang serabutan. Rombongan tentara itu melakukan pengejaran ke arah utara.

Sementara itu, Tuan puteri merasa heran.

"Cong Peng tadi terang-terangan sudah menemukan kita, tapi dia... eh, malah menghadiahkan uang untukmu! Oh, aku mengerti sekarang, rupanya dia temanmu..."

"Mari kita keluar lewat pintu belakang!" ujar Siau Po. Dimasukkannya uang pemberian Tio Liang Tong, lalu mendahului yang lainnya menuju pintu belakang.

Begitu masuk ke ruangan belakang, dia melihat di sana duduk delapan sembilan orang, Siau Po terkejut setengah mati, Cepat-cepat dia membalikkan tubuhnya dan bermaksud mengambil langkah seribu, Tapi baru lari dua langkah, bagian kerahnya terasa mengencang, rupanya dia telah dicekal oleh seseorang, kemudian tubuhnya diangkat ke atas.

Terdengar orang itu berkata dengan nada dingin. "Mau coba lari lagi?" Orang yang berbicara itu tidak lain dari Hong Kaucu, Yang lainnya terdiri dari Hong Hujin, Poan Tau To, Liok Ko Hian, Ceng Liong Su Kho Soat Teng, Bu Kin tojin, Tio Tam Goat, serta Oey Liong Su. 

Pokoknya tokoh-tokoh utama pihak Sin Liong To sudah berkumpul di situ, Dan ada pula seorang gadis yakni Pui Ie.

Tuan puteri menjadi marah sekali melihat kejadian itu.

"Mengapa kau menariknya sedemikian rupa?" bentaknya sembari mendupakkan kakinya ke arah Hong Kaucu.

Pemimpin Sin Liong Kau itu mengulurkan tangan kirinya dan menotok jalan darah di paha Tuan Puteri, perempuan itu mengeluarkan suara erangan lalu jatuh terkulai di atas tanah.

Tubuh Siau Po melayang di tengah udara.

"Kaucu dan Hujin ibarat dewata, usianya dan rejekinya sama dengan langit, Terimalah penghormatan dari tecu, Wi Siau Po!" teriaknya.

Hong Kaucu tertawa dingin. "Untung kau masih ingat kata-kata itu!" ujarnya. "Kata-kata itu sudah terpatri dalam sanubari tecu, Setiap pagi kalau bangun tidur, 

tecu selalu mengucapkannya satu kali, Sehabis membasuh muka, tecu menyebutnya satu kali lagi, sarapan juga tidak lupa mengucapkannya, demikian pula kalau makan siang atau pun makan malam. 

Bahkan apabila hendak tidur malam hari, tecu mengulanginya sekali lagi, pokoknya tecu tidak berani melupakannya, apalagi sampai salah mengucapkan Malah kalau tecu teringat budi besar yang telah ditanamkan Kaucu dan Hujin, hamba sengaja menghapalkannya beberapa kali lagi!" sahut Siau Po.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar