Kaki Tiga Menjangan Jilid 80

Jilid 80

Siau Kui Cu, Siau Kui Cu, bukankah sama saja anak si Gouw Sam Kui? Lebih baik jabatan ini kulepas saja dan segera mencari jalan untuk memberitahukan hal ini kepada suhu sekalian agar mereka dapat menggelinding jauh-jauh! --

Kaisar Kong Hi melihat Siau Po tidak memberikan jawaban, hatinya semakin gusar. "Bagaimana? Apakah kau tidak sadar bahwa kau sendiri telah melakukan kesalahan 

besar? Bukankah aku sudah memberi kesempatan kepadamu untuk memulai 

semuanya dari awal dan menyuruhmu agar menebus kesalahanmu dengan mendirikan jasa tapi kau masih berharap untuk mengadakan penawaran denganku?" bentaknya dengan suara bengis.

"Sri Baginda, mereka ingin mencelakai engkau, Hamba mempertaruhkan nyawa untuk mencegah mereka, Biar bagaimana hamba masih mementingkan Sri Baginda, ini namanya solider, sekarang Sri Baginda meminta hamba menangkap mereka. Keadaan hamba benar-benar terjepit di tengah-tengah, SuIit rasanya jadi orang yang baik, maka terpaksa hamba meminta pertimbangan Sri Baginda dan memohon rasa solider dari Sri Baginda," sahut Siau Po.

Kaisar Kong Hi marah sekali. "Hatimu berpihak kepada para pemberontak Kau tidak sudi menuruti apa yang kukatakan. Dengan demikian, tidak ubahnya kau tidak menghormati aku. Buat apa aku bicara soal solider denganmu?" Kong Hi mengatur pernafasannya sejenak, kemudian baru melanjutkan kembali kata-katanya, "Kau pernah menyelamatkan jiwaku, pernah menyelamatkan hu ong bahkan menyelamatkan Thay hou. Hari ini, apabila aku membunuhmu begitu saja, tentu hatimu merasa tidak puas, Pasti kau akan mengatakan bahwa aku kurang solider terhadapmu, bukan?"

Sampai detik ini, Siau Po terpaksa mengeraskan hatinya dengan berkata.

"Betul, dulu Sri Baginda pernah mengatakan, seandainya hamba berbuat kesalahan Sri Baginda akan mengampuni jiwa hamba. Ucapan yang keluar dari mulut seorang kaisar ibarat emas murni, Apa yang sudah diucapkan tidak bisa diingkari lagi," sahutnya.

"Bagus, rupanya sejak awal kau sudah memperhitungkan segalanya, Kau sudah menanamkan menterimu yang terkuat di arena percaturan kita, Hm! Kau benar-benar culas!" kata Kaisar Kong Hi.

Siau Po tidak tahu apa artinya "culas", tapi dia dapat memastikan bahwa artinya pasti bukan pujian. Sejak mengenal si raja cilik sampai sekarang ini, Siau Po tidak pernah melihatnya dalam keadaan demikian gusar.

- Tampaknya batok kepalaku ini seakan sudah terpenggal setengahnya, Aku toh tahu sifat si raja cilik, percuma mengemis kepadanya, Lebih baik membahas kebenaran serta mencari alasan yang tepat. -- pikirnya dalam hati.

Karena itu dia berkata.

"Hamba pernah menyembah Sri Baginda sebagai guru, Sri Baginda sendiri sudah menyetujuinya, sedangkan Tan Kin Lam juga guru hamba. Kalau hamba berniat mencelakai Sri Baginda, hambalah si murid murtad, seandainya hamba mencelakai guru yang satu itu, hamba juga pantas disebut murid murtad, Lagipula.... Lagipula... kalau Sri Baginda memenggal kepala hamba, tentunya mudah dan bisa saja, Tapi apabila seorang guru memenggal kepala muridnya sendiri, rasanya sejak dulu kok belum pernah terdengar..."

Diam-diam Kaisar Kong Hi berpikir - Urusan mengangkatnya sebagai murid, memang aku pernah menjanjikannya, Anak ini terlalu dimanja selama ini sehingga kepalanya jadi besar. Berani-beraninya dia membandingkan aku dengan kepala pemberontak dari Thian Tee Hwe! Benar-benar gila! - Baru dia berpikir sampai di sini, tiba-tiba sayup- sayup terdengar suara bentakan dan benturan senjata berbunyi Trang! Ting! Trang! Ting! dari kejauhan.

Siau Po langsung melonjak bangun, "Tampaknya ada pembunuh gelap lagi, Suhu, Harap kau duduk diam-diam, biar muridmu yang menghalangi di depan!" katanya, Kaisar Kong Hi mendengus satu kali, -- Biarpun bocah ini banyak tipu muslihatnya, tapi kesetiaannya terhadapku memang tidak bisa diragukan! -- katanya dalam hati, "Mulai sekarang kau tidak boleh memanggil aku suhu lagi, Kau tidak mematuhi peraturan partai ini, karenanya kau sudah kupecat sebagai murid!" 

Ketika mengatakan ini, diam-diam kaisar Kong Hi merasa geli sendiri, Terdengar suara langkah kaki yang riuh, beberapa orang telah menghambur ke depan ruangan pendopo tersebut dan berhenti di sana. Siau Po sendiri segera berlari menuju pintu dan memasangkan palangnya dengan benar Urusan ini menyangkut keselamatan jiwa, maka gerakannya be-nar-benar cepat Dia tidak berani lamban sedikit pun.

"Siapa?" bentaknya.

Dari luar pintu terdengar suara sahutan.

"Lapor Sri Baginda! Di dalam istana telah kedatangan tiga orang pembunuh gelap, sekarang mereka sudah dikepung rapat oleh para siwi, sebentar lagi pasti bisa diatasi."

- Ternyata ketiga orang dari keluarga Kui itu tidak sanggup meloloskan diri juga! - pikir Siau Po dalam hati.

"Sri Baginda sudah tahu. Segera tambah seratus siwi untuk menjaga di depan pendopo Yang Sim Tian. Di atas genteng juga harus ada tiga puluh orang siwi yang menjaga!" sahut Siau Po.

Para siwi yang menjaga di depan pintu segera mengiakan dan melaksanakan perintahnya.

-- pikirannya benar-benar panjang, Tempo hari ketika menemui bahaya di Ngo Tay San, si rahib wanita berbaju putih justru masuk dari atap rumah. Saat itu benar-benar tidak ada persiapan sama sekali. Untung saja bocah ini menghadang di depanku dengan menerima satu kali tikaman pedangnya dan tanpa memperdulikan keselamatan jiwanya sendiri.- pikir Kaisar Kong Hi.

Sejenak kemudian, suara benturan senjata sudah mulai berkurang, tapi hanya berlangsung sesaat, sebab suara jeritan manusia dan benturan senjata malah semakin gencar Kaisar Kong Hi mengerutkan keningnya.

"Baru tiga orang pembunuh gelap saja tidak sanggup diringkus! Bagaimana kalau yang datang tiga ratus atau tiga ribu orang pembunuh gelap?" gerutunya kesal.

"Sri Baginda jangan gusar! Orang yang ilmunya setinggi Kui Heng Su bertiga, jumlahnya tidak banyak, Di dalam dunia mungkin tidak lebih dari lima orang," sahut Siau Po.

Sesaat kemudian, terdengar suara bentakan yang halus diiringi dengan langkah kaki sejumlah manusia, Rupanya para Wie Su dan Sie Wie sudah mengelilingi seluruh  pendopo tersebut. Dan sejumlah penjaga lainnya mendekam di sekeliling atap pendopo itu. 

Tidak ada satu pun yang berani berdiri di tengah-tengah genteng, Karena mereka tahu kaisar mereka sedang berada di dalam, apabila berdiri di tengah-tengah genteng dapat dianggap tidak sopan sebab sama saja berdiri di atas kepala kaisarnya.

Kaisar Kong Hi tahu di sekitar pendopo itu paling tidak sudah dijaga ketat oleh sekurangnya lima ratusan tentara, penjagaan yang demikian ketat tentu tidak mudah diterobos, karenanya dia juga tidak begitu mengkhawatirkan ketiga pembunuh gelap itu Iagi.

"Coba kau lihat, apa ini?" katanya sembari mengeluarkan lagi sehelai kertas lalu dibentangkannya di atas meja.

Siau Po berjalan mendekati Rupanya gambar sebuah peta, Di tengah-tengahnya terdapat gambar sebuah gedung besar, depannya ada dua buah patung singa yang bertengger di bagian kiri dan kanan. Kalau dilihat sekilas, mirip gedung tempat tinggalnya. 

Di sekitar gedung besar itu berjajar belasan meriam besar, Moncongnya tertuju ke arah gedung itu. Ketika dia memperhatikan dengan seksama, rasanya semakin mirip gedung tempat tinggalnya.

"Apakah kau mengenali gedung besar ini?" tanya Kaisar Kong Hi.

"Rasanya mirip dengan kandang anjing tempat tinggal hamba," sahut Siau Po. "Bagus kalau kau mengenalinya," kata Kaisar Kong Hi yang kemudian menunjuk 

kepada empat huruf besar yang tergantung di depan pintu gedung, "Tentunya kau juga 

tahu tulisan Tiong Yong Pak Hu ini,bukan?"

Siau Po mendengar bahwa yang terlihat dalam gambar itu memang rumahnya, hatinya terkejut setengah mati, Keringat dingin langsung saja membasahi sekujur tubuhnya. Kalau ditilik dari gambar itu, sekitar rumahnya telah disediakan belasan meriam besar, Tampaknya urusan ini mulai gawat. 

Dia pernah melihat kedua orang asing meledakkan sebuah meriam, suaranya seperti letusan gunung ber-api, asap mengepul sampai tinggi dan bebatuan yang terkena sasaran jadi hancur tidak karuan. 

Benar-benar dahsyat sekali! Meskipun dia mengenakan seratus helai baju mustika, tetap saja tubuhnya akan berubah menjadi daging cincang dalam sekejap mata, Membayangkan hebatnya meriam itu saja, tubuh Siau Po sudah menggigil.

Perlahan-Iahan Kaisar Kong Hi berkata kembali. "Malam ini, orang-orang dari perkumpulan Thian Te hwe, orang-orang dari Bhok onghu di Inlam, ketiga pembunuh gelap dari keluarga Kui, Hoa San Pai serta kepala pemberontak dari Ong Ok San dan sekalian kaki tangannya akan berkumpul di rumahmu. 

Pada saat ini, kedua belas meriamku itu sudah diletakkan di sekitar rumahmu, Tentu saja semuanya sudah terisi Asal penutupnya dibuka, moncongnya diarahkan dengan tepat dan Blam! Rasanya tidak ada seorang pun yang selamat Taruh kata, ada yang tidak mati oleh ledakan, mereka juga tidak mungkin meloloskan diri, puluhan pasukan berkuda yang bersiap sedia di depan rumahmu itu, pasti bukan hanya tahu mengisi perut saja. 

Tentunya tadi kau sudah bertemu dengan pemimpin pasukan terdepan, bukan? Sekarang dia sedang menyiapkan pasukannya, Selama ini, para tentara garis depan yang dipimpinnya kurang akur dengan kau, bukan? Mungkinkah mereka mau melepaskan kau begitu saja?"

"Semuanya sudah diketahui oleh Sri Baginda," ujar Siau Po dengan suara bergetar "Sekarang Sri Baginda bersedia berkata terus terang, sama artinya telah mengampuni selembar nyawa hamba, Kalau dulu hamba mempunyai sedikit jasa, maka hari ini sudah dibayar impas oleh Sri Baginda, tidak tersisa sedikit pun juga."

Kaisar Kong Hi mengembangkan seulas senyuman.

"Bagus kalau kau mengerti. ibarat kita bermain kartu, permulaan kau sudah memenangkan uang yang cukup banyak, tapi di tengah-tengah kau kalah sampai ludes oleh aku. Apa yang pernah kau menangkan pertamanya seperti dimuntahkan sekaligus. Sejak ini kedudukan kita seri. Kalau kita masih mau main, maka kita harus mulai dari awal lagi."

Siau Po menghembuskan nafas panjang.

"Terima kasih atas kasih sayang Sri Baginda! Mulai sekarang hamba hanya memusatkan perhatian untuk bekerja bagi Sri Baginda, jangan kata baru Thian Tee Hwe, meskipun hiocu dari Thian Kiu Hwe sekalipun, hamba tidak akan menjabatnya lagi." 

Meskipun mulutnya berkata demikian tapi diam-diam hatinya merasa cemas, -- Suhu dan saudara-saudara yang lainnya sudah berjanji untuk bertemu di tempatku malam ini. Entah dengan cara apa aku dapat mencegah kepergian mereka, -- Lalu dia berkata lagi, "Sri Baginda menyuruh hamba meringkus rombongan para pemberontak itu, padahal sebelumnya Sri Baginda sudah mengadakan persiapan yang matang, Hamba benar- benar seperti "katak yang entah di dalam apa".

Tiba-tiba terdengar seruan dari depan pintu.

"Lapor Sri Baginda! Para penyerang gelap sudah tertangkap!" Wajah Kaisar Kong Hi langsung berubah berseri-seri. "Bawa masuk!" serunya.

"Baik!" sahut Siau Po yang segera membalikkan tubuhnya dan membuka palang pintu.

Puluhan Wie Su menggiring ketiga orang dari keluarga Kui masuk ke dalam ruangan pendopo.

"Menghadap Sri Baginda, berlutut!" seru mereka serentak sambil menjatuhkan diri berlutut di atas lantai.

Tubuh Kui Heng Su, Kui Ji Nio maupun Kui Tiong penuh dengan bercak darah, Terlihat luka di sana-sini, tapi mereka tetap berdiri dengan tegak. 

Ketiga orang itu terikat oleh tali yang kuat, Beberapa siwi mencekal tangan mereka dengan keras.

Pemimpin wisu itu berteriak sekali lagi. "Berlutut! Berlutut!"

Namun ketiga orang dari keluarga Kui itu tidak menggubrisnya, Terdengar suara tik! tik! Tikl di atas lantai Darah yang mengalir dari ketiga orang keluarga Kui serta sebagian para wisu yang terluka masih terus menetes jatuh, Kui Ji Nio menatap Siau Po dengan mata mendelik marah.

"Pengkhianat cilik! Kau... kau memang busuk!" teriaknya.

Melihat keadaan ketiga orang itu yang demikian mengenaskan hati Siau Po terasa sedih juga, Karena itu dia membiarkan dirinya dimaki-maki oleh si nenek tua itu, tidak seperti biasanya, mulutnya tidak menyahut sepatah kata pun.

Kong Hi menganggukkan kepalanya berkali-kali.

"Sin Cian Bu Tek Kui Heng Su, ternyata hanya seorang kakek tua yang demikian mengenaskan! Berapa jumlah orang kita yang terluka atau mati?"

"Para penjahat ini benar-benar telengas, Dari para wisu yang ikut bergerak hari ini, yang mati berjumlah tiga puluh orang lebih, sedangkan yang terluka tidak kurang dari empat puluh orang," sahut pemimpin pasukan itu.

Kaisar Kong Hi mendengus dingin, Dia mengibas-ngibaskan tangannya. Dalam hati dia justeru memuji kehebatan ketiga pembunuh gelap tersebut.

Pemimpin pasukan itu menyuruh anak buahnya menggiring ketiga penyerang gelap itu ke luar. Tiba-tiba Kui Heng Su menggeram kuat-kuat, mengerahkan tenaga dalamnya. Lengan kanannya menyikut salah seorang wisu yang mencekalnya sehingga orang itu menjerit kesakitan Tubuhnya terpental ke belakang, kepalanya tepat membentur tembok dan pecah seketika, jangan ditanyakan lagi soal nyawanya.

Sementara itu, tangan Kui Heng Su dengan gerakan cepat mencengkeram tali yang mengikat tubuh Kui Tong. Sekali lagi dia mengerahkan tenaga dalamnya untuk membetot tali tersebut sehingga putus seketika. Lalu dia menarik tubuh si laki-laki penyakitan itu.

"Anakku, lekas lari! Ayah dan ibu akan menyusul sebentar lagi!" katanya.

Tanpa menunda waktu lagi dia melemparkan tubuh anaknya, Dalam sekajap mata Kui Tiong sudah terbang melayang melalui pintu pendopo tersebut. Dalam waktu yang bersamaan, Kui Heng Su dan istrinya menerjang ke depan untuk menyerang Kaisar Kong Hi.

Siau Po yang melihat perubahan itu, merasa terkejut sekali, Tanpa berpikir panjang dia menghambur ke depan dan memeluk tubuh Kaisar Kong Hi, keduanya menggelinding ke kolong meja, punggungnya sendiri menghadap ke luar untuk melindungi si raja cilik, Terdengar suara plak, plak dua kali, Beberapa orang wisu menerjang ke depan untuk mengangkat Siau Po serta Kaisar Kong Hi. 

Ketika pandangan matanya terpusat pada pasangan suami istri Kui Heng Su, tampak kedua orang itu sudah rebah di antara genangan darah, Tampaknya nyawa mereka pun sudah melayang.

Dengan mengerahkan segenap kemampuannya, Kui Heng Su telah membunuh serta melukai puluhan wisu, Dirinya sendiri sudah terluka parah, Tapi dia masih mengerahkan tenaganya untuk melepaskan tali yang membelenggu tubuh anaknya serta melemparkannya ke luar. 

Baik dirinya maupun diri istrinya masih terikat oleh tali, Mereka tidak mempunyai tenaga lagi untuk melepaskan tali yang membelenggu mereka sendiri. Mana lagi mereka mengerahkan sisa tenaga untuk menerjang kepada Kaisar Kong Hi. Tapi sayangnya tenaga mereka sudah terkuras habis. 

Keadaan mereka ibarat lampu yang kehabisan minyak, Dalam keadaan masih melayang di tengah udara, mereka terpaksa menerima belasan tikaman pedang para wisu. Darah pun berhamburan ke mana-mana, tubuh mereka tertumpas di atas tanah lalu tidak berkutik lagi.

Perasaan Kaisar Kong Hi yang terkejut sudah dapat ditenangkan kembali Sembari mengerutkan keningnya dia membentak.

"Seret ke luar! Seret ke luar!" Beberapa wisu segera mengiakan Baru saja mereka hendak menggotong kedua mayat itu, tiba-tiba sesosok bayangan berkelebat di depan pintu, seseorang menerjang masuk, Gerakan tubuhnya sungguh cepat, Dia langsung menubruk mayat Kui Heng Su dan Kui Ji Nio.

"Mak! Bapak!" teriaknya.

Ternyata dialah Kui Tiong. Beberapa orang wisu mengayunkan golok serta pedang mereka. Kui Tiong tidak menghindar sama sekali. Belasan senjata tajam menghunjam tubuhnya, Terdengar dia berkata dengan nafas tersengal-sengal.

"Mak! Bapak! Mengapa kalian tidak menemani aku? Tanpa kalian aku tidak tahu jalan. " Terdengar suara batuknya sebanyak dua kali, kemudian tubuhnya pun 

bergetar sekali. Kepalanya menunduk, jiwanya telah melayang menyusul kedua orang tuanya.

Selama hidupnya, Kui Tiong tidak pernah terpisah sedikit pun dari kedua orang tuanya, Urusan apa pun selalu diselesaikan oleh ayah dan ibunya, Dari mengganti pakaian sampai makan pun masih diurus kedua orang itu. 

Tiba-tiba tadi dia disuruh meninggalkan kedua orang tuanya, Tentu saja hati Kui Tiong jadi bingung, Meskipun dia sudah berhasil meloloskan diri dari pendopo Yang Sim Tian, tapi akhirnya dia toh kembali lagi untuk menemani kedua orang tuanya.

Congkoan para siwi, yakni To Lung menghambur masuk ke dalam pendopo, Sembari berlutut dia berkata.

"Lapor Sri Baginda, para pembunuh gelap. sudah berhasil dibasmi." Tiba-tiba dia 

melihat darah berceceran di mana-mana, rasa takutnya timbul seketika, Cepat-cepat dia menyembah dan melanjutkan kembali "Para pembunuh gelap itu telah mengejutkan Sri Baginda, Hamba patut mendapat hukuman mati!"

Barusan Kaisar Kong Hi ditomplok oleh Siau Po sehingga menggelinding ke kolong meja. sebetulnya peristiwa itu merendahkan derajatnya dan membuatnya malu. Namun bagaimana pun Siau Po telah menempuh bahaya besar untuk melindunginya. Kesetiaannya memang tidak perlu diragukan lagi, Maka dia berkata kepada To Lung.

"Di luar ada orang yang ingin mencelakai Siau Po, kau harus melindunginya baik- baik. Tidak boleh berpisah darinya satu jengkal pun. Terlebih-lebih tidak boleh mengijinkan dia keluar dari istana ini. Besok lagi, kau kembali lagi untuk mendengar keputusanku!"

"Baik! Hamba akan melindunginya sekuat tenaga," sahut To Lung cepat. Diam-diam Siau Po mengeluh. -- Malam ini si raja cilik ingin menembakkan meriam kepada orang-orang kami. Dia takut aku memberikan laporan terlebih dahulu sehingga para anggota Thian Te Hwee sudah mengadakan persiapan Karena itulah dia menyuruh To Lung menjagaku, - pikirnya.

Kaisar Kong Hi berjalan menuju pintu pendopo, Hatinya berpikir

-- Bocah ini licik serta banyak akal muslihatnya. Kemungkinan orang kaisar seperti To Lung bukan tandingannya. - Dia segera menolehkan kepalanya seraya berkata, "To Lung, kau harus menyuruh anak buahmu untuk menjaga Siau Po baik-baik. jangan biarkan dia berbicara dengan siapa pun atau pun menyuruh orang membawa apa-apa ke luar istana, Pokoknya keadaan sedang gawat, anggap saja dia seorang pemberontak yang harus diawasi."

"Baik! Budi Sri Baginda terhadap bawahannya besar sekali," sahut To Lung, Dia mengira Kaisar Kong Hi demikian sayangnya kepada Siau Po sehingga tidak bersedia membiarkan para pembunuh gelap dari luar mencelakai bocah itu.

"Budi Sri Baginda memang besar sekali. Biarpun seluruh tubuh hamba hancur lebur, kemungkinan sulit membalasnya," kata Siau Po. Dia sadar bahwa kaisar Kong Hi berkata demikian, ialah demi menjaga gengsinya, Mungkin dia masih ingin memanfaatkan dirinya di kemudian hari.

Kaisar Kong Hi mengembangkan seulas senyuman tipis.

"Kali ini engkau menang lagi, Besok kita mulai dengan permainan baru, Ingat, mangkok emasmu itu harus dijaga baik-baik. jangan sampai pecah" katanya, Dia pun meneruskan langkah kakinya.

Ucapannya yang belakangan, tentu hanya Siau Po sendiri yang mengerti. Barusan dia melindungi Kaisar Kong Hi, artinya dia telah mendirikan jasa lagi. 

Malam ini, setelah guru dan saudara-saudara lainnya dari Thian Te Hwee terbunuh, tenaganya akan dipekerjakan lagi, Di atas mangkok emasnya terukir empat huruf, yakni "Kong Tiong Te Kok" (Setia terhadap negara dengan segenap jiwa raga). 

Kong Hi ingin dia setia terhadapnya dengan tulus, hatinya tidak boleh bercabang dua.

Siau Po membayangkan tubuh gurunya serta saudaranya yang lain hancur lebur oleh ledakan meriam, meskipun kelak pangkatnya akan bertambah tinggi, mungkinkah dia hidup dengan damai?

-- Apabila seseorang tidak membela kepentingan teman atau pun kaumnya, bukankah pantas disebut si raja telur busuk atau anak si kura-kura? -- pikirnya.  Kemudian dia merenung, - Sumber berita Sri Baginda hebat sekali Entah kura-kura mana yang menjadi mata-matanya? Pagi ini ketika pertama-tama bertemu dengan si raja cilik, sikapnya baik sekali, Dia malah mengatakan bahwa suatu hari dia akan mengutus aku menempur Gouw Sam Kui, kemudian mengangkat aku menjadi Peng Si Ong. 

Pada saat itu si raja cilik pasti belum mengetahui urusan Wi hiocu dari Thian Te Hwee. Dia mendapat berita ketika aku menggiring si moler tua ke istana Cu Leng Kiong, Entah anjing mana yang memberitahukannya? Hm! Kemungkinan orang dari Bhok onghu, Kalau tidak salah seorang kaki tangan Suto Peng dari Ong Ok San. Kalau bukan, mengapa urusan aku mencuri kitab Si Cap Ji Cin Keng serta urusan aku menjadi Pek Liong Su di dalam partai Sin Liong Kau kok tidak diketahui oleh si raja cilik? --

To Lung melihat wajah Siau Po yang bermuram durja. semangatnya seakan menguap entah ke mana, Dia segera tersenyum dan berkata.

"Saudara Wi, Sri Baginda demikian menyayanginya. Entah di kehidupan yang lalu, berapa banyak kebaikan yang telah kau perbuat? Di dalam istana ini terdapat sekian banyaknya menteri, pembesar tinggi bahkan masih ada sanak jauhnya, tapi Sri Baginda belum pernah menyuruh sejumlah wisu atau siwi untuk memberikan perlindungan kepada mereka. 

Banyak orang yang mengatakan, belum mencapai umur dua puluh nanti, saudara Wi pasti sudah diangkat menjadi raja muda, Tampaknya ucapan ini ada benarnya, Kau tidak perlu khawatir Asal kau tidak meninggalkan istana, meskipun jumlah pembunuh gelap itu ada ratusan orang, mereka pasti tidak bisa menyentuh seujung rambutmu!"

Siau Po hanya bisa tertawa getir.

"Budi besar Sri Baginda, tingginya seperti langit, tebalnya ibarat bumi, Kita yang mengabdi kepadanya hanya dapat membalas budi beliau dengan kesetiaan penuh," sahutnya.

Dia melihat sekelilingnya penuh dengan para penjaga, Tampaknya bukan hal yang mudah bila dia ingin memberikan laporan kepada pihak Thian Te Hwee. Dalam hati dia berpikir.

- Raja muda apaan? Lohu tidak memikirkannya Iagi. Lebih baik pantatku ditendang oleh si raja cilik sambil dia membentak: "Menggelindinglah jauh-jauh dari sini, mulai sekarang aku tidak mau melihat mukamu lagi!", perlindungan seperti ini benar-benar meminta jiwa lohu! --

"Saudara Wi, Sri Baginda berpesan bahwa kau tidak boleh ke mana-mana. Menurutmu, apakah sebaiknya kita pergi ke tempat tinggalmu yang dulu atau ke ruangan tempat berkumpulnya para siwi sehingga kami bisa menemanimu bermain judi?" tanya To Lung. Tiba-tiba pikiran Siau Po tergerak. Dia segera berkata.

"Oh ya. aku baru ingat Thay Hou meminta aku menyelesaikan suatu urusan yang penting sekali, Harap To toako menemani aku!"

To Lung menunjukkan sikap serba salah, "Perintah yang diturunkan oleh Thay Hou tentu harus dilaksanakan secepatnya, Tapi... tapi Sri Baginda telah berpesan wanti- wanti bahwa saudara Wi tidak boleh meninggalkan istana ini sedikit pun," katanya.

Siau Po tertawa.

"Urusannya di dalam istana ini juga. To toako tidak perlu khawatir" Hati To Lung jadi lega seketika, Sembari tertawa dia berkata. "Asal tidak meninggalkan istana maka tidak ada larangannya."

Siau Po segera menyuruh beberapa orang siwi untuk membawa tandu yang berisi mayat Mao Tung Cu dan Siau Tau to ke gedung pembakaran Sin Bu bun yang ada si sebelah barat.

"Siapa saja yang berani membuka tirai tandu itu, Thay Hou telah menurunkan titah untuk memenggal kepalanya saat itu juga," katanya.

Persoalan tandu selir Cin yang diserang oleh pembunuh gelap sudah diketahui oleh To Lung dan para siwi atau pun wisu di istana, Meskipun mereka tidak tahu duduk perkara yang sebenarnya, tapi mereka dapat merasa tentunya sesuatu urusan yang menyangkut diri Thay Hou dan tidak boleh diketahui oleh umum. 

Hati mereka memang sedang meresahkan hal ini. Begitu mendengar perintah Siau Po bahwa tandu berikut isinya harus dibakar, hati mereka menjadi lega, Seakan sebuah bencana besar telah dibuang jauh-jauh.

Siau Po dan To Lung pun mengiringi tandu yang digotong ke tempat pembakaran, sepanjang jalan, darah masih menetes terus dari dalam tandu, Mengenai siapa orang yang terbunuh dalam tandu tersebut, tentu saja tidak ada yang berani menanyakannya, Begitu sampai di tempat pembakaran, tandu itu segera diletakkan di tengah-tengah. 

Beberapa orang siwi mengambil timbunan kayu kering dan ditumpuknya di sekitar tandu, Setelah disiram dengan minyak tanah, api pun disulut Dalam sekejap mata tampak cahaya merah berkobar sampai tinggi.

Siau Po memungut sebatang ranting kayu, Di antara abu pembakaran ia melukiskan seekor burung kecil, Kemudian kayu itu dirapatkan dengan kedua telapak tangannya seraya mulutnya bergerak-gerak. - Siau Tau To dan Nenek sihir, di dalam dunia yang fana ini kalian tidak berjodoh menjadi suami istri, Tapi di alam baka kalian dapat menjadi suami istri yang abadi. Ketiga orang dari keluarga Kui yang membunuh kalian, sekarang pun sudah mati, Kalian melangkah dengan kaki depan, mereka menyusul dengan kaki belakang, seandainya kalian bertemu di jembatan perbatasan antara dunia manusia dan setan, aku harap kalian bisa bersahabat dengan rukun, - Doanya dalam hati.

To Lung melihat mulutnya berkomat kamit, dia mengira Siau Po sedang bersembahyang agar arwah yang mati di dalam tandu dapat tentram di alam baka, Kemudian Siau Po juga menancapkan ranting kayu yang digenggamnya dekat tempat pembakaran tersebut Kalau dilihat sepintas lalu, memang mirip sebatang hio, tapi siapa yang menyangka bahwa itulah tanda rahasia yang disepakatinya bersama To Hong Eng apabila mereka ingin bertemu.

Tidak lama kemudian, tandu berikut mayat di dalamnya telah terbakar menjadi abu. Siau Po kembali ke tempat tinggalnya dulu, Sebelumnya, memang sudah ada seorang thay-kam yang membersihkannya kemudian mengantarkan sepoci teh hangat ke kamarnya itu. Siau Po minta dibawakan arak dan beberapa macam makanan kecil.

Siau Po memberi persen kepada thay-kam yang mengantarkan makanan ke kamarnya, Lalu diajaknya To Lung dan beberapa orang siwi bersantap serta menikmati arak bersama-sama.

"To toako, harap kalian jangan sungkan-sungkan di sini! Tadi malam siaute menyelesaikan urusan Sri Baginda sampai tidak sempat tidur, sekarang baru terasa lelah sekali," katanya.

"Saudara Wi tidak perlu berlaku sungkan, pergilah tidur! Toakomu akan menjaga di sini," sahut To Lung.

"Siaute berterima kasih sekali. To toako, hadiah apa yang ingin kau dapatkan dari Sri Baginda? Katakan saja! Siaute akan mengingatnya baik-baik. Apabila hati Sri Baginda dalam keadaan gembira, siaute akan menyampaikan kepada beliau, Delapan bagian saja pasti ada hasilnya," kata Siau Po pula.

To Lung senang sekali mendengar janjinya.

"Kalau saudara Wi bersedia mengajukan permohonanku, mana mungkin tidak berhasil?"

"Urusan To toako tidak ubahnya urusan siaute juga, Karena itu, mana mungkin siaute tidak memberikan bantuan?" kata Siau Po,

To Lung tertawa.

"Toakomu ini sudah bosan bertugas di kotaraja, Rasanya kepingin mencoba menduduki sebuah jabatan di daerah." Siau Po menepuk pahanya sembari tertawa, "Apa yang dikatakan toako sama dengan apa yang dipikirkan siaute. Di kotaraja ini, entah berapa banyak orang yang pangkatnya jauh lebih tinggi dari kita. Rasanya wibawa kita jadi berkurang, Tapi, bila kita bisa mendapatkan kedudukan di daerah, tentunya jauh lebih bebas. 

Andaikata ingin mendapatkan beberapa tail uang saja, kita tinggal mengeluarkan suara batuk dua kali, orang pasti akan mempersembahkannya kepada kita dengan kedua tangan. Kedua orang itu tertawa terbahak-bahak, Siau Po mohon diri untuk masuk ke dalam kamar. Dia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, pikirannya melayang-layang.

-- To toako telah mendapat firman langsung dari Sri Baginda agar menjaga aku dengan ketat Kalau aku berniat meninggalkan istana ini agar dapat memberi laporan kepada suhu sekalian, rasanya tidak bakal tercapai. Nanti kalau bibi To datang, aku bisa meminta bantuannya untuk memberitahukan urusan ini, Tapi aku khawatir kalau dia datang kemalaman. Apabila dia baru datang menemuiku pada tengah malam, pasti sudah terlambat. Belasan meriam itu tentu sudah ditembakkan, Bagaimana baiknya? - Dia memejamkan matanya sejanak, kemudian berpikir lagi. - sebaiknya aku mencari sebuah siasat, utus beberapa orang siwi guna memukul rumput mengejutkan ular -

Setelah mendapatkan akal yang akan digunakannya, dia memejamkan matanya kembali untuk tidur. Kurang lebih satu kentungan kemudian, dia baru bangun. Tampak matahari telah condong ke barat Hari sudah menjelang magrib, Dia keluar dari kamarnya dan bertanya kepada To Lung.

"To toako, tahukah gerombolan penjahat dari mana saja yang ingin mencelakai aku?" "Kalau soal itu sih aku tidak tahu," sahut To Lung.

"Gerombolan pertama merupakan orang-orang dari Thian Te Hwee. Dan gerombolan kedua orang-orang dari Bhok onghu," kata Siau Po menjelaskan.

To Lung meleletkan lidahnya.

"Wah! orang-orang dari kedua gerombolan itu lihay-lihay sekali, Tidak heran kalau Sri Baginda begitu mencemaskan keselamatanmu."

"Aku berpikir, mungkin aku bisa bersembunyi satu dua hari dalam istana ini, tapi aku toh tidak mungkin bersembunyi seumur hidup, Apabila para penjahat itu tidak segera dibasmi, namanya kita meninggalkan bibit penyakit di kemudian hari," kata Siau Po pula.

"Sri Baginda akan memanggil kita besok pagi, pasti beliau mempunyai siasat yang jitu, Saudara Wi tidak usah terlalu memikirkannya," sahut To Lung. 

"Memang betul, Tidak perlu mengelabui toako, sebetulnya di rumah siaute ada beberapa anak gadis yang cantik-cantik sekali, siaute sangat menyenangi mereka,  Tampaknya para penjahat itu akan menyerbu kediaman siaute malam ini. Siaute sendiri sih tidak apa-apa karena ada perlindungan dari To toako yang ketat. Tapi beberapa anak gadis itu, sayang sekali kalau mereka sampai kena celaka. " 

To Lung mengangguk-anggukkan kepalanya sambil tertawa, Dia ingat tempo hari Siau Po pernah menimbulkan berbagai kesulitan untuk The Kek Song, Masalahnya justeru mereka sama-sama menyukai seorang gadis yang cantik sekali, Adiknya yang satu ini memang mata keranjang. 

Meskipun usianya masih muda, namun To Lung yakin di rumahnya pasti menyimpan beberapa anak dara sebagai selirnya.

"Mudah saja, Serahkan saja pada toakomu ini. Aku akan mengutus beberapa orang siwi untuk menjaga mereka di rumahmu," sahutnya.

Wajah Siau Po berseri-seri seketika, Cepat-cepat dia menjura dan menyatakan terima kasihnya. "Di antara para gadis yang ada di rumah siaute, ada tiga orang yang siaute paling sayang. Yang pertama bernama Song Ji, yang kedua bernama Cin Ju dan yang terakhir bernama. Kiam Peng. (Dalam hati dia berpikir, apabila menyebutkan she 

gadis itu pasti akan timbul kecurigaan dalam hati To Lung). Raut wajah mereka manis- manis, Hati siaute benar-benar khawatir Harap toako mengutus orang melindungi mereka sekarang juga. Katakan kepada mereka, malam ini orang-orang dari Thian Te hwee dan Bhok onghu akan melakukan penyerangan suruh mereka bersembunyi secepatnya, Lebih baik lagi kalau toako perbanyak orang yang menjaga, Apabila para penjahat itu menyerang, tangkap saja semuanya dan jangan beri ampun, Siapa pun yang mengeluarkan tenaga, pasti akan diberikan imbalan yang sesuai," katanya.

To Lung menepuk dadanya seraya tertawa.

"Urusan ini tidak sulit Kalau menyangkut gedung tempat tinggal Tou Tong tayjin, siapa yang berani main-main?"

To Lung segera ke luar dan menyampaikan pesan kepada wakilnya, Para penjaga tahu keroyalan Siau Po. Pada hari biasa saja mereka sering mendapat uang saku dari pembesar cilik ini, sekarang mereka disuruh melindungi selir-selir kesayangannya, dapat dibayangkan besarnya imbalan yang akan mereka dapatkan nanti, 

Karena itu dia segera mengutus orang-orangnya untuk menjaga di rumah Siau Po. Yang tidak mendapat kesempatan hanya dapat mengeluh dan menarik nafas panjang.

Dengan demikian hati Siau Po jadi agak terhibur

- Begitu Song Ji dan yang lainnya mendengar ucapan para siwi yang akan melindungi mereka dari serangan orang-orang Thian Te Hwee serta Bhok onghu, tentu segera mengerti maksudku, Mereka akan memberitahukan kepada suhu sekalian agar bersembunyi Tapi seandainya suhu sekalian sudah terhindar dari bahaya, justru Song Ji dan gadis-gadis lainnya yang terkena ledakan meriam besar itu, bagaimana?  Wah celaka! Tapi, kalau ada banyak siwi yang menjaga di depan rumahku, orang yang ditugaskan menyulut meriam tentu tidak berani sembarangan menembakkannya. -

- pikirnya, 

Selang sesaat, pikirannya bekerja lagi, -- Tapi kalau orang yang ditugaskan menyulut meriam itu telah mendapat pesan wanti-wanti dari Sri Baginda agar mereka tidak usah perduli banyak, pokoknya pada jam sekian menit kesekian tinggal tembak saja, bagaimana? --

Bagi Siau Po, Siau Kuncu dan Cin Ju masih tidak jadi persoalan, tapi lain halnya dengan Song Ji. Gadis ini merupakan orang terpenting dalam hidupnya, Biar bagaimana, dia tidak ingin Song Ji mengorbankan nyawanya, Namun dia menghadapi dua masalah yang sulit, Apabila dia meminta para siwi menjemput Song Ji sekalian ke tempatnya, maka tidak ada orang yang bisa menyampaikan bahayanya situasi kepada gurunya sekalian. 

Kalau hanya menolong Song Ji tanpa menolong gurunya, berarti dia lebih mementingkan kasih asmara dari pada kesetia kawanan, bukankah dia pantas disebut si anak kura-kura yang paling busuk di dunia? Untuk sesaat pikirannya jadi kacau, Dia tidak menemukan akal yang jitu.

Kurang lebih setengah jam kemudian, wakil To Lung kembali lagi dan memberikan laporan. Mereka baru sampai di luar gedung Tou Tong tayjin, di sana sudah ada sepasukan tentara yang berjaga-jaga, Bahkan pemimpinnya mengatakan bahwa mereka sudah mendapat perintah dari Sri Baginda untuk melindungi tempat tinggal pembesar cilik itu, wakil To Lung serta anak buahnya tidak perlu bercapai hati mengurusnya lagi.

Tadinya wakil To Lung ingin masuk ke dalam untuk memberikan perlindungan terhadap selir-selir Tou Tong tayjin, tapi bagaimana pun pemimpin pasukan yang di luar tidak mengijinkan mereka mengatakan bahwa Sri Baginda sudah mengatur semuanya, Bahkan akhirnya pemimpin tentara garis depan juga ikut mencegah. 

Karena tidak mendapat ijin, wakil To Lung beserta anak buahnya terpaksa kembali lagi.

Mendengar laporan itu, diam-diam hati Siau Po mengeluh. To Lung memandangnya sembari tertawa.

"Adikku, Sri Baginda ternyata telah memikirkan segalanya, Beliau sudah mengutus sepasukan tentara untuk melindungi gadis-gadismu yang cantik-cantik itu. Apalagi yang kau cemaskan? Ha ha ha ha!"

Siau Po hanya dapat tertawa getir.

- pandangan si raja cilik memang sejauh entah berapa ribu lie. Kali ini guruku dan saudara yang lainnya benar-benar menghadapi bahaya besar pemimpin tentara yang  ada di sana pasti sudah mendapat perintah dari si raja cilik, kalau orang biasa yang datang, ijinkan mereka masuk ke dalam rumahku. 

Dengan demikian biar mati sekalian oleh ledakan meriam, Tapi kalau para siwi atau petugas kerajaan lainnya yang datang, mereka harus mencegah semuanya masuk ke dalam. - pikirnya dalam hati. -- seandainya aku membokong dengan Han Sa Si Eng (Senjata rahasia yang diberikan si Kakak nenek), mungkin tidak sulit membunuh To toako, tapi jumlah siwi begitu banyak, mana mungkin bisa membunuh mereka sekaligus? sayangnya obat biusku sudah habis digunakan ketika berada di rumah keluarga Cuang, --

Melihat hari semakin larut, Siau Po semakin seperti seekor cacing yang dimasukkan dalam kuali panas, Seluruh tubuhnya terasa panas dingin, Sebentar-sebentar dia buang air kecil, Tapi dia justru tidak menemukan jalan yang baik untuk mengatasi masalahnya.

Kurang lebih satu jam kemudian, Siau Po mendorong jendela ruangan untuk melongok ke luar, Dia melihat tujuh delapan siwi sedang berjalan mondar-mandir. penjagaan ketat sekali, Matanya jelalatan ke sana-sini, mana ada bayangan To Hong Eng?

Siau Po menarik nafas panjang kemudian merebahkan diri di atas tempat tidur, Hatinya berpikir, mungkin saat ini sudah banyak saudara-saudara yang berkumpul di rumahnya. Semakin malam, langkah kaki saudara-saudara serta teman-temannya pun semakin dekat ke alam baka.

Pandangan matanya beredar Dia melihat ke arah gentong air peninggalan Hay Tay Hu. Tempo hari, dengan mengandalkan gentong air inilah dia baru berhasil membunuh Sui Tong, pikirannya tergerak.

-- Kenapa aku tidak memanggil To toako masuk ke dalam kamar lalu membunuhnya dengan senjata rahasia? Setelah itu aku akan menyulut api sehingga timbul kebakaran Dalam keadaan kacau balau aku bisa meloloskan diri, Aih, sikap To toako terhadapku biasanya cukup baik, Dalam keadaan wajar, apabila aku membunuhnya, tentu aku melakukan hal yang tidak pantas, Tapi kesetia kawanan itu ada yang berat dan ada yang ringan. 

Beberapa puluh lembar nyawa guru dan saudara-saudaraku tentu jauh lebih berharga dari pada selembar jiwa To toako. Setelah merenungkan lagi sejenak, hatinya menjadi mantap, Dia segera menyulut sebatang lilin, - Kopiah terbuat dari bahan yang mudah terbakar Setelah membunuh To toako, aku harus membakar kopiah ini. -

Tepat pada saat itulah, terdengar seruan To Lung dari depan kamarnya. "Saudara Wi, hidangan sudah diantarkan. Keluarlah untuk minum arak bersama!" "Lebih baik kita berdua makan di dalam kamar saja!" sahut Siau Po. "Baiklah!" To Lung memerintahkan pelayan untuk mengantarkan hidangan dan arak ke dalam kamar.

Pelayan itu rupanya seorang thay-kam berusia enam atau tujuh belas tahun, Begitu masuk kamar, dia membungkuk hormat kepada Siau Po, lalu dibukanya keranjang dan dikeluarkannya hidangan serta arak. Seberkas kilat melintas di benak Siau Po, dia sudah mendapatkan sebuah akal yang bagus.

"Kau di sini saja melayani kami minum arak!" katanya.

Thay-kam tanggung itu senang sekali, Dia tahu Siau Po pernah menjadi kepala thay- kam di sana. Keroyalannya sudah tersebar luas. Apabila dia melayani pembesar itu pasti ada keuntungan yang dapat diperolehnya. karena itu, dia segera meletakkan sumpit dan mangkuk dengan wajah berseri-seri.

To Lung pun menyusul masuk ke dalam kamar Sembari tertawa dia berkata. "Saudaraku, meskipun kau tidak lagi bertugas dalam istana, tapi tempat tinggalmu ini 

masih dikosongkan untuk keperluanmu sewaktu-waktu. Bahkan seorang raja muda pun 

tidak pernah mendapat fasilitas yang demikian istimewa dari Sri Baginda. Hal ini menandakan betapa sayangnya beliau ter-hadapmu."

"Sebetulnya bukan mendapat fasilitas yang istimewa, tapi urusan Sri Baginda sudah terlalu banyak, mana mungkin beliau sempat mengurus hal yang sepele seperti ini? Kenyataannya, aku tinggal lagi di sini, tidak sesuai dengan peraturan istana," sahut Siau Po.

"Bagi saudara Wi, tidak mematuhi peraturan istana pun tidak apa-apa." Dia tahu thay-kam kepala dalam istana ingin mengambil hati Siau Po. Mereka tidak mungkin menempati tempat tinggal bekas Siau Po ini. 

Lagipula kamar Hay Tai Hu itu juga tidak terlalu bagus, sedangkan kamar dalam istana bukan main banyaknya. Thay-kam kepala pasti mempunyai kamar tersendiri.

"Kalau toako tidak mengingatkan, siaute justru sudah melupakannya, Besok pagi kita harus memberitahu thay-kam kepala bahwa kamar ini harus dikembalikan. Dalam arti lain, bukan milikku lagi. 

Apabila kita sebagai pembesar masih menempati kamar ini dan diketahui oleh pembesar sekretariat negara, tentu akan menjadi bahan pembicaraan yang tidak enak didengar," sahut Siau Po.

"Sri Baginda kan sayang sekali kepadamu. Siapa yang berani membicarakan engkau yang bukan-bukan?" kata To Lung sambil tertawa. "Silakan duduk, silakan duduk! Rumah ini tidak seberapa bagus, Tapi siaute sudah kerasan di sini. Oleh karenanya, gedung tempat tinggal siaute saja rasanya tidak senyaman di sini." 

Perlahan-lahan dia berjalan ke belakang To Lung. Pisau belatinya yang tajam sudah digenggamnya, "Kedelapan macam hidangan ini merupakan kesukaan siaute, Rupanya kepala koki di dapur masih mengingatnya, Coba toako cicipi bakwan kepiting ini, entah bagaimana rasanya?"

"Makanan yang disukai oleh saudara Wi, pasti enak rasanya." Tiba-tiba dia merasa ada hawa dingin di punggungnya, Sekejap kemudian dia jatuh tertelungkup di atas meja dengan jiwa melayang.

Rupanya dengan diam-diam Siau Po sudah menikam belakang jantungnya dengan pisau belati yang tajam itu.

Tikamannya tidak menimbulkan suara sedikit pun. Si thay-kam kecil yang melayani mereka bahkan tidak menaruh curiga apa-apa, Dengan tenang dia menuangkan arak ke dalam cawan, Siau Po melangkah lagi ke belakangnya dan sekali lagi menikamkan pisaunya ke punggung thay-kam tanggung itu. 

Tanpa perlu memeriksa lagi, Siau Po yakin kedua orang itu sudah mati, ini toh bukan pertama kalinya dia membunuh orang dengan pisau belati itu, BoIeh dibilang tidak ada satu pun yang sempat lolos dalam keadaan hidup.

Siau Po segera membalikkan tubuhnya untuk memasang palang pintu, Dengan cepat dia melepaskan jubah, sepatu dan kopiahnya, Yang tinggal hanya celana dalam dan singlet Setelah itu dia membuka pakaian si thay-kam tanggung lalu dikenakannya pakaiannya sendiri pada orang itu. 

Sebagai gantinya, dia mengenakan pakaian dinas si thay-kam tanggung. Terakhir, dia memapah tubuh si thay-kam tanggung untuk duduk berhadapan dengan mayat To Lung, Dia menggurat wajah bocah itu sampai tidak karuan bentuknya.

Meskipun tangannya sibuk bekerja, pikirannya justru berkata.

-- To toako, kau adalah Bangsa Tatcu, Kami orang-orang Thian Te hwee justru mencari makan dengan membunuh Bangsa Tatcu, Karena itu aku terpaksa membunuhmu sebetulnya aku merasa tidak enak telah membunuhmu Untung saja bagaimana pun kau toh akan mati, Malam ini aku melarikan diri dari penjagaanmu, Besok pagi si raja cilik pasti akan memenggal batok kepalamu. 

Bedanya, kau hanya lebih cepat beberapa jam matinya, Dihitung-hitung masih tidak terlalu rugi, Apalagi, rasanya lebih enak mati dengan cara seperti ini dari pada dipancung kepalanya di depan umum.  Dengan demikian, berarti aku telah menjaga nama baikmu, Bahkan menyelamatkan keluargamu Kalau berhadapan dengan Sri Baginda besok, kemungkinan seluruh keluargamu akan mendapat hukuman mati pula, Sekarang, selain kau dianggap gugur dalam tugas, keluargamu juga akan mendapat penghargaan Yah, kalau demikian halnya, malah aku telah berjasa besar kepadamu, - Meskipun dalam hati dia berkata demikian, tapi sikap To Lung sehari-hari-nya baik sekali terhadapnya, kali ini dia membunuh toakonya itu juga karena terpaksa. Tidak dapat ditahan lagi, hatinya merasa pilu juga. Air matanya pun jatuh bercucuran

Sekejap kemudian dia menghapus air matanya lalu membalikkan tubuhnya ke hadapan si thay-kam tanggung. Katanya dalam hati,

"Saudara cilik, sekarang kau mengenakan baju Ma kwa kuning, lihat betapa besarnya wibawamu. Padahal, walaupun kau dilahirkan kembali sepuluh kali, belum tentu kau bisa mempunyai kesempatan mengenakan baju seperti ini, Lihat pula kopiah yang ada di atas kepalamu itu. 

Batu permata berwarna merah di tengahnya saja cukup untuk biaya hidupmu selama seratus tahun, He he, kau bisa mendapatkan kenaikan pangkat, berarti peruntunganmu cukup bagus juga. Dulu aku Wi Siau Po juga seorang thay-kam cilik, Berkat kepintaranlah aku bisa menjabat kedudukan seperti sekarang ini. Apakah pangkatmu bisa naik lagi atau tidak, rasanya harus dilihat dari kecerdasanmu! - Kemudian dia berpikir lagi, 

- Eh, dulu aku menyamar sebagai seorang thay-kam cilik, sekarang aku membiarkan seorang thay-kam cilik lainnya menyaru sebagai aku. Dengan demikian, berarti hutangku sudah impas, Siau Hian Cu, oh Siau Hian Cu, aku sama sekali tidak menyalahimu, -

Cepat-cepat Siau Po merapikan pakaian dan kopiahnya, setelah yakin samarannya bagus, dia segera berseru dengan suara lantang, "Anak baik, di sini tidak memerlukan tenagamu lagi, Kau boleh keluar sekarang, Uang lima tail ini kuhadiahkan untuk beli gula-gula." 

Lalu dia juga menjawab dengan suara samar-samar "Terima kasih, Tou Tong tayjin." Lalu dia berkata lagi dengan suara lantang, "Aku akan minum arak dan mengobrol dengan To Congkoan, Tidak boleh ada seorang pun yang datang mengganggu!"

Biasanya para thay-kam di dalam istana hanya melayani raja, Thay Hou atau selir raja, Tapi ada beberapa thay-kam tua yang kedudukannya tinggi juga minta dilayani oleh thay-kam kecil, Hal ini sudah wajar, Meskipun kedudukan Siau Po sekarang sudah lain, tapi dulu dia pernah menjadi thay-kam kepala yang sudah dikenal dan dipuja-puja oleh seluruh istana. 

Karena itu, mendengar Siau Po meminta seorang thay-kam melayaninya lalu kemudian menghadiahkannya uang, mereka juga tidak ambil pusing, Tampak seorang thay-kam tanggung keluar dari kamar dan melangkah dengan kepala tertunduk,  sebelumnya dia merapatkan pintu kamar kembali serta menenteng keranjang bawaannya.

Dengan tenang Siau Po berjalan Dia melihat para penjaga sedang duduk mengobrol sambil minum arak, Tidak ada seorang pun yang menaruh perhatian terhadapnya, Diam-diam Siau Po merasa senang.

- Paling tidak satu jam kemudian para penjaga ini baru menyadari kedua orang di dalam kamar itu sudah mati. Mereka pasti menduga bahwa ada penjahat yang telah membunuh To Cong koan dan Tou Tong tayjin. Pada saat itu mereka pasti terkencing- kencing di celana saking takutnya, -- pikirnya geli. 

Begitu keluar dari pintu gerbang, dia melihat beberapa orang thay-kam dan dayang mengiringi sebuah tandu yang digotong mendekat. Tandu itu dihiasi dengan bulu ayam hutan di belakangnya, dan mendapat sebutan "Tandu merak" Thay-kam yang berjalan di bagian paling depan langsung berseru, "Tuan puteri tiba!"

Hati Siau Po memang sudah curiga. sekarang dia benar-benar terkejut.

-- Kongcu ini bukannya datang dari tadi atau entar-entaran dulu, malah munculnya sekarang, Kalau dia masuk ke dalam kamar dan melihat pakaian yang dikenakan thay- kam tanggung itu, dia pasti mengira aku sudah mati, Wah, tidak berani kubayangkan kegemparan yang akan ditimbulkannya! Pasti akan timbul kesulitan yang tidak diinginkan -- pikirnya, Untuk sesaat dia jadi kelabakan Tampak Kian Leng kongcu keluar dari tandunya lalu berseru.

"Apakah Siau Kui Cu ada di dalam?" Siau Po mengeraskan hatinya lalu maju beberapa tindak.

"Kongcu, Wi Tayjin sudah mabuk, Mari hamba iringi Kongcu masuk ke dalam," katanya.

Cahaya lentera tidak seberapa terang. Kongcu tidak mengenalinya. Dia melihat serombongan siwi mendekati untuk menyambut kedatangannya, Hati-nya merasa heran

-- Mengapa ada orang sebanyak ini? - pikirnya, Keningnya mengerut, lalu dia mengibaskan tangannya.

"Kalian tunggu di luar!" katanya kemudian. Setelah itu, dia melangkah ke dalam rumah, Siau Po mengikuti dari belakang.

Begitu masuk, dia segera memegang daun pintu. "Kau juga keluar!" katanya kepada si thay-kam palsu. "Baik, Wi Tayjin ada di dalam kamar," sahut Siau Po. Kian Leng kongcu mempercepat langkah kakinya. Dia melihat Siau Po dan To Lung tertelungkup di atas meja, sepasang alisnya langsung terjungkit ke atas, Sekali lagi dia membentak.

"Kau masih belum keluar juga?"

Siau Po tertawa ringan

"Kalau aku keluar sekarang, urusannya bisa kacau!"

Kian Leng Kongcu terkejut, cepat dia menolehkan kepalanya, Dengan bantuan cahaya lilin, dia melihat Siau Po berdiri di belakangnya, Hatinya terkejut sekaligus senang, Tanpa sadar dia mengeluarkan suara seruan.

"Ah! Apa yang kau lakukan?"

"Jangan keras-keras!" kata Siau Po dengan suara rendah.

Kian Leng Kongcu menatapnya sejenak, lalu menoleh kepada "Siau Po" yang tertelungkup di atas meja.

"Permainan gila apalagi yang kau lakukan?" tanyanya.

Siau Po menariknya ke dalam kamar, lalu memasang palang pintu kamar itu. "Urusannya gawat Sri Baginda ingin membunuh aku," bisiknya pada puteri itu. "Hongte koko sudah membunuh Gok hu, kenapa dia juga ingin membunuh engkau? 

Kalau dia benar-benar membunuhmu, aku akan mengadu jiwa dengannya," kata Kian Leng kongcu.

Siau Po mengulurkan tangan untuk merangkulnya lalu dengan lembut dia mengecup pipi puteri itu.

"Lebih baik kita melarikan diri dari istana ini secepatnya, Kalau Sri Baginda sampai tahu hubungan kita, kepalamu pasti dipenggal olehnya."

Dipeluk dan dicium sedemikian rupa oleh Siau Po, seluruh tubuh Kian Leng kongcu menjadi lemas seketika.

"Hongte koko telah membunuh Gok hu, aku kira aku bisa menikah denganmu, Mengapa urusannya jadi begini? Bagaimana pula dia bisa tahu?"

"Pasti kau sendiri yang kelepasan bicara, bukan?" tanya Siau Po. Wajah Kian Leng kongcu jadi merah padam mendengar pertanyaan itu. "Tidak, Tapi beberapa kali memang aku menanyakan kapan kau akan kembali," sahutnya.

"Nah, iya kan? Tapi tidak apa-apa. Kita sudah pasti akan menjadi suami istri, sekarang juga kita meninggalkan istana ini," kata Siau Po.

Kongcu merasa ragu-ragu sesaat.

"Besok pagi aku akan menghadap Hongte koko. Dia tidak akan membunuhmu Setelah membunuh Gok hu, dia merasa menyesal terhadapku Dia sudah berjanji akan mencarikan seorang Gok hu lainnya yang baik untuk menggantikan anak kura-kura itu. Apalagi selama ini dia sangat menyayangi kau. " 

Baru berkata sampai di sini, tiba-tiba dia merasa ada bau amis yang semakin menyengat dalam kamar itu. Dia mengendus dua kali, "Apa yang. " Mendadak 

perutnya terasa muak Hoakkk! Sembari menumpu pada sebuah kursi, dia termuntah- muntah. Tapi yang keluar hanya air yang rasanya asam sekali.

Perlahan-lahan Siau Po menepuk-nepuk punggungnya, Dengan suara lembut dia bertanya.

"Kenapa? Salah makan? Sudah mendingan?"

Kongcu muntah-muntah lagi, Tiba-tiba dia melayangkan tangannya dan menampar pipi Siau Po keras-keras.

"Salah makan? justru kaulah yang jahat! Kau memang jahat!" makinya, Kedua kepalan tangannya terus meninju dada Siau Po.

Kongcu memang selamanya manja serta keras kepala, Melihat sikapnya, Siau Po tidak heran lagi, Tapi sekarang dia dalam keadaan terdesak, Menunda lebih lama sedikit, berarti waktu penembakan meriam semakin dekat Dia tidak mau urusannya rusak oleh perempuan manja ini.

"Baik, baik, Aku memang jahat," sahutnya, Kian Leng kongcu menarik daun telinganya, "Kau ikut aku menghadap Hongte koko, sekarang juga kita sembahyang kepada langit dan bumi sebagai suami istri!"

Siau Po panik sekali mendengar ucapannya, "Urusan upacara sembahyang, serahkan saja kepadaku, Tapi begitu Sri Baginda melihat aku, aku akan berubah menjadi Gok hu tanpa kepala, Lebih baik kita kabur dulu."

Kongcu menariknya keras-keras, Telinga Siau Po terasa sakit sekali. Tanpa dapat dipertahankan lagi dia menjerit. "Memangnya kenapa kalau kau tidak punya kepala? Setan kecil, kenyataannya kau memang tidak punya kepala, Kalau kau punya kepala otakmu pasti bisa berpikir, apa yang harus kulakukan dengan Siau Kui Cu kecil dalam perutku ini?" makinya.

Siau Po terkejut setengah mati.

"Siau Kui Cu kecil?" tanyanya bingung.

Kongcu mengangkat sebelah kakinya lalu mendupak perut Siau Po. Sembari menangis dia berkata.

"Di dalam perutku sudah ada Siau Kui Cu kecil yang busuk! Kau memang jahat! Kalau kita tidak segera menjadi suami istri, perutku ini semakin hari akan semakin membesar. Sri Baginda tahu Gouw Eng Him sudah menjadi thay-kam, jadi dia tidak 

mungkin. pada waktu itu aku tidak mempunyai muka untuk menghadapi orang lagi!"

Wajah Siau Po pucat pasi. Dalam keadaan yang demikian genting, malah timbul persoalan seperti ini. Dengan panik dia berkata,

"Kalau kita tidak melarikan diri dari istana sekarang, Siau Kui Cu dalam perutmu ini akan kehilangan bapaknya, Kalau kita bisa lolos, kita segera kawin, Kau bisa melahirkan Siau Kui Cu kecil, Bukan. kah dia keponakan luar Raja? Sri Baginda sudah 

menjadi seorang paman, sekaligus iparku, Tentu dia merasa tidak enak hati membunuh suami adiknya sendiri, bukan?"

"Kenapa harus tidak enak hati? Gouw Eng Him juga iparnya, tapi bukankah dibunuhnya juga?" kata Kian Leng kongcu.

"Sri Baginda tahu Gouw Eng Him hanya seorang Gok hu palsu, Aku barulah barang asli, Ipar palsu boleh dibunuh, ipar asli tentu tidak. Kongcuku yang baik, setelah Siau Kui Cu kecil kita terlahir nanti, dia akan memeluk lehermu dan memanggilmu mama, bukankah menyenangkan sekali ?" Rayu Siau Po.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar