Kaki Tiga Menjangan Jilid 79

Jilid 79

Siau Po menganggukkan kepalanya.

"Apa yang dikatakan Sri Baginda memang tepat. Kedua kakak angkatku itu, mutunya juga kurang begitu bagus, tidak boleh dipercaya sepenuhnya. Biar bagaimana harus berhati-hati. Apalagi Sri Baginda sudah mengatakan bahwa di tahun-tahun pertama ini kemungkinan kita akan kalah perang dulu. Kita harus berjaga-jaga agar kedua orang itu tetap berpihak kepada Sri Baginda dan tahan mental." 

Siau Po berkata demikian karena memikirkan kepentingan dirinya juga. seandainya kelak terjadi pemberontakan oleh Shang Cie maupun Pangeran Kaerltan, toh sebelumnya dia sudah menyuruh Sri Baginda untuk mawas diri. Jadi dia tidak akan terbawa-bawa apabila ada masalah. Kong Hi tersenyum, Kepalanya manggut-manggut.

"Betul, Tapi kita juga tidak perlu takut, Pada waktu itu kekuatan Gouw Sam Kui pasti sudah jauh berkurang, Sedangkan jumlah tentara kita tidak terhitung banyaknya."

Siau Po tertawa terbanak-bahak. Rupanya si Raja cilik benar-benar mengagumkan semangatnya melebihi orang dewasa.

(Di kemudian hari, baik Pangeran Kaerltan maupun si Lhama Shang Cie memang mengadakan pemberontakan, tapi waktunya berlainan pangeran Kaerltan meninggal ketika usia Kong Hi menjelang tiga puluh enam tahun. sedangkan Shang Cie meninggal ketika kaisar Kong Hi berusia empat puluh empat tahun)

Siau Po menggiring Mao Tung Cu ke Cu Leng Kiong untuk menemui Thay hou. Seorang thay-kam ke luar menyambutnya dan mengatakan agar Siau Po membawa penjahat itu masuk ke dalam kamarnya.

Dalam hati Siau Po berpikir.

-- Dulu kedudukanku hanya seorang thay-kam, otomatis aku boleh keluar masuk kamar Thay hou. Tapi sekarang aku sudah menjadi seorang pejabat tinggi, mengapa aku masih disuruh masuk ke kamarnya? Mungkinkah Thay hou terlalu senang mendengar aku berhasil menangkap si moler tua ini sehingga untuk sesaat dia lupa bahwa aku bukan lagi seorang thay-kam? -

Dengan diiringi empat orang thay-kam yang menggiringi si permaisuri palsu, Siau Po ikut masuk ke dalam kamar.

Tampak keadaan dalam kamar itu gelap sekali Dekorasinya masih tetap sama seperti sedia kala, Thay hou duduk di tepi ranjang dengan sebagian punggungnya tertutup oleh kelambu. Siau Po segera menjatuhkan diri berlutut dan menyembah. Dia menanyakan kesehatan Thay hou.

Thay hou berdehem sambil melirik sekilas kepada Mao Tung Cu.

"Hm! Kau berhasil menangkap penjahat ini, Bagus! Kau boleh ke luar sekarang!" katanya.

Sekali lagi Siau Po berlutut dan menyembah kemudian mengundurkan diri. Ketika berjalan ke luar dari Cu Leng Kiong, hatinya terasa tidak puas sama sekali.

-- Dengan susah payah aku berhasil meringkus si Moler tua, tapi Thay hou tidak tampak senang, Padahal jasaku ini besar sekali, sepatah kata pujian pun tidak dicetuskan, Neneknya! Siapa saja yang tinggal di Cu Leng Kiong pasti telur busuk! Baik permaisuri yang asli maupun yang palsu, dua-dua-nya moler tua, nenek sihir! - makinya dalam hati. Hatinya kesal sekali. Sembari berjalan mulutnya mendumel terus. Begitu keluar dari Cu Leng Kiong, dia segera berjalan ke taman bunga yang ada di sampingnya, Tiba-tiba sesosok bayangan berkelebat. 

Ketika itu dia berada di jalan setapak yang dipenuhi gunung-gunungan di sekitarnya, Dari balik gunung-gunungan itulah muncul tiga orang. Salah-satunya langsung mencekal lengan kiri Siau Po. Sambil tertawa, dia berkata, "Apa kabar?"

Siau Po terkejut setengah mati, Begitu dilihatnya ternyata seorang thay-kam, Baru saja dia bermaksud menyentaknya untuk bertanya, tahu-tahu dia mengenali thay-kam itu adalah Kui Ji Nio.

Rasa terkejutnya kali ini jangan ditanyakan lagi. Ketika dia melihat kedua orang yang ada di samping thay-kam gadungan, ternyata mereka adalah Kui Heng Su dan putranya Kui Tiong. Kedua orang itu mengenakan pakaian seragam para siwi bagian dalam. Diam-diam Siau Po mengeluh.

-- Rupanya kalian bertiga masih bersembunyi di sini, -- Lengan kirinya telah dicekal oleh Kui Ji Nio, Dia sadar, asal dia membuka mulut sedikit saja, Kui Heng Su pasti akan menghantam batok kepalanya sampai pecah berantakan sekarang saja separuh tubuhnya sudah terasa ngilu. Bayangkan saja, batok kepalanya toh tidak mungkin lebih keras dari patung singa yang ada di depan rumahnya.

"Apa kabar locianpwe berdua?" tegurnya sambil tertawa getir, Dalam hati dia justru memikirkan cara untuk meloloskan diri.

"Kau suruh mereka jangan bergerak, aku ingin bicara denganmu," kata Kui Ji Nio dengan suara rendah.

Siau Po tidak berani bertindak ceroboh, Dia segera menoleh dan berkata kepada beberapa siwi yang mengikuti di belakangnya.

"Kalian tunggu di sini!" katanya.

Kui Ji Nio menarik tangan Siau Po dan berjalan ke depan belasan langkah. "Cepat antarkan kami ke tempat Raja!" katanya dengan suara Iirih.

"Kalian toh sudah sampai di tempat ini sejak tadi malam, mengapa kalian masih belum menemukan Raja juga?" tanya Siau Po.

"Kami sudah bertanya kepada beberapa orang penjaga. Menurut mereka Raja sedang mengadakan perundingan dengan menteri-menterinya, sepanjang malam tidak tidur sama sekali, Kami tidak bisa mendekatinya, apalagi turun tangan," sahut Kui Ji Nio. "Barusan aku baru berpikir ingin menemui raja untuk mencari informasi tapi ternyata dia sudah tidur sehingga tidak bisa ditemui, sekarang kalian sudah menyamar sebagai thay-kam dan siwi. Bagus sekali, jangan menunda waktu lagi, kita ke luar dari istana sekarang juga!" kata Siau Po.

"Urusannya saja belum selesai, untuk apa ke luar istana?" kata Kui Ji Nio. "Sekarang sudah pagi, urusan ini tidak mungkin dilakukan Kalau kalian masih 

berminat, sebaiknya kembali lagi saja nanti malam!" kata Siau Po.

"Dengan susah payah kami baru berhasil menyelinap ke dalam istana ini, masa usahanya belum beres, kita sudah harus keluar? Dia tidur di mana? Antarkan kami ke sana!" bentak Kui Ji Nio.

"Aku juga tidak tahu dia tidur di mana. Aku harus mencari seorang thay-kam dan menanyakan hal ini kepadanya," sahut Siau Po.

"Kau tidak boleh berbicara dengan siapa pun! Barusan kau mengatakan bahwa kau ingin menemui Raja, kenapa sekarang kau mengatakan kau tidak tahu di mana dia berada? Hm! jangan harap bisa bermain gila di hadapan nyonya besarmu ini!" bentak Kui Ji Nio sambil mengencangkan cengkeramannya pada jari tangan, Siau Po kesakitan, jemari tangannya seakan remuk seketika, Saking sakitnya dia sampai mendengus keras.

Kui Heng Su mengulurkan tangannya dan membelai-belai kepala Siau Po. "Anak baik!" sindirnya.

Siau Po sadar tidak mungkin baginya menghindari ketiga orang ini, Tapi tiba-tiba hatinya tergerak.

-- Aku ajak saja mereka ke Cu Leng Kiong, Di sana aku harus menimbulkan keonaran agar Sri Baginda mendengarnya dan bisa mengadakan persiapan, Apabila dalam keributan itu Thay hou sampai terbunuh, toh tidak ada sangkut pautnya denganku! - pikirnya.

"Tadi aku sih ingin pergi ke Cu Leng Kiong, Siapa tahu Sri Baginda ada di sana untuk menjenguk Thay hou. Kita ke sana saja melihat-lihat keadaan!" katanya segera.

Kui Ji Nio melihat dengan mata kepala sendiri bahwa tadi Siau Po memang ke luar dari Cu Leng Kiong, Karena itu dia percaya dengan kata-kata Siau Po.

"Kalau kami sudah bertekad masuk ke dalam istana ini, tentunya kami juga sudah sadar bahwa tidak mungkin keluar dalam keadaan hidup, Apabila kau memperlihatkan sedikit saja gerakan yang mencurigakan terpaksa selembar nyawamu menjadi pertaruhannya. Dengan bersama-sama berangkat menuju tempat Giam Lo Ong, toh sepanjang perjalanan kita tidak akan kesepian. Apalagi anakku ini senang sekali bermain denganmu," kata Kui Ji Nio. Maksud ucapannya sudah jelas, Kalau Siau Po bertingkah macam-macam, dia ingin Siau Po mati bersama mereka.

Siau Po tertawa getir.

"Kalau hanya mencari teman untuk bermain sih bukan persoalan, Kita bisa bermain- main sampai puas di taman bunga ini, jalanan menuju neraka demikian gelap dan sepi, aku rasa sebaiknya kita tidak menuju ke sana saja!" sahutnya.

"Kau boleh memilih, apakah kau lebih suka bertemu dengan Raja akherat atau Raja di sini? Pokoknya, bagaimana pun hari ini kau harus menemui salah satu di antaranya!" ancam Kui Ji Nio.

Siau Po menarik nafas panjang.

"Kalau begitu, lebih baik kita temui raja sini saja. Tapi sebelumnya kita harus tegaskan dulu, Begitu bertemu dengan raja, kalian harus turun tangan sendiri, aku tidak mau ikut campur!"

"Siapa yang sudi dengan bantuanmu? Asal kau mengajak kami menemui raja, kami akan segera melepaskanmu selanjutnya tidak ada urusan lagi denganmu," kata Kui Ji Nio.

"Baik! Demikianlah kita tetapkan!" sahut Siau Po.

Siau Po digiring ketiga orang itu berjalan kembali ke istana Cu Leng Kiong, Kui Tiong senang sekali melihat burung bangau dan burung merpati yang dipelihara untuk menambah keindahan taman, Dia sampai bersorak kegirangan. 

Siau Po menunjuk ke sana sini untuk memberikan penjelasan dan mengobrol dengannya, Tentu saja dia bermaksud menunda-nunda waktu. Meskipun Kui Ji Nio hampir habis kesabarannya, tapi begitu mengingat anaknya yang seumur hidup selalu menderita dan tidak pernah mengecap kesenangan apa pun, dia tidak tega menghentikan ocehan Siau Po. 

Apalagi anaknya menunjukkan sikap senang sekali dan mungkin hari ini mereka tidak dapat ke luar dari istana tersebut dalam keadaan hidup.

Dari kejauhan tampak ada serombongan orang yang keluar dari istana Cu leng Kiong, Mereka menggotong dua buah tandu, Dengan sebelah tangan menarik Siau Po dan sebelah tangan lagi menyeret anaknya, Kui Ji Nio menyelinap ke belakang pohon bunga Botan yang rimbun, Kui Heng Su bersembunyi di belakangnya, Kedua tandu yang digotong itu perlahan-lahan mendekat Siau Po melihat orang yang berjalan di bagian paling depan adalah thay-kam yang mengurus keperluan kamar Thay hou.  Kedua tandunya di belakangnya juga dikenali Siau Po. Yang satu milik selir raja dan satunya lagi milik Thay hou. Masing-masing tandu digotong oleh beberapa orang thay- kam, Di belakang dan samping kiri kanan berjalan beberapa orang pelayan wanita, Masih ada lagi belasan siwi. 

Biasanya, kalau Thay hou hilir mudik di dalam istana, tidak pernah ada siwi yang mengiringi. Kemungkinan setelah mendapat berita dari Siau Po, Sri Baginda menyuruh menambah ketatnya penjagaan. Hatinya segera tergerak, maka dia berkata dengan suara rendah.

"Hati-hati! Orang yang di dalam tandu pertama pasti Raja Tatcu, sedangkan orang di dalam tandu kedua kemungkinan Thay hou."

Pasangan suami istri melihat kedua tandu itu dijaga ketat dan diiringi pelayan wanita segala, Apalagi mereka ke luar dari istana Cu Leng Kiong.

Orang yang ada di dalamnya pasti Raja dan permaisuri Tanpa terasa hati mereka menjadi tegang, Kedua orang itu melirik sekilas kepada anaknya. Sinar mata mereka menunjukkan kelembutan dan kasih sayang.

"Anakku, orang yang ada dalam tandu itu pasti raja dan permaisurinya. Nanti kalau kedua tandu itu sudah dekat, kau harus tunggu aba-aba dariku! Begitu aku berteriak, kita langsung bersama-sama menyerang kedua tandu itu. jangan beri ampun sedikit pun!" kata Kui Ji Nio.

Kui Tiong tertawa.

"Baik, Wah, kali ini pasti menyenangkan!" katanya.

Tampak kedua tandu itu semakin mendekat Telapak tangan Siau Po sudah berkeringat. Telinganya mendengar thay-kam yang memimpin di depan mengeluarkan suara.

"Hush! Hush!" Maksudnya menyuruh orang yang menutupi jalan mundur beberapa tindak.

"Maju!" teriak Kui Ji Nio memberikan aba-aba. Ketiga orang itu langsung menerjang ke depan.

Gerakan ketiga orang ini cepat sekali, Persis badai yang tiba-tiba melanda, Terdengar suara benturan yang keras, tiga pasang telapak tangan telah menghantam bagian atas tandu yang pertama. 

Rupanya pasangan suami istri Kui Heng Su khawatir raja Tatcu belum mati, Kui Heng Su segera menghunus pedangnya, langsung menikam ke dalam tandu sebanyak lima enam kali. Setiap kali pedangnya dicabut, darah pun bermuncratan ke mana-mana.  seandainya orang di dalam tandu mempunyai sepuluh lembar nyawa, pasti amblas semuanya sekaligus.

Para siwi yang mengiringi tandu itu jadi panik, Mereka berteriak keras dan berpencaran masing-masing mencabut senjata yang terselip di pinggang.

"Sudah berhasil!" seru Kui Ji Nio. Ditariknya tangan kiri Kui Tiong dan lari ke arah utara, Pedang di tangan Kui Heng Su bergerak meliuk-liuk bagaikan seekor ular yang menari, Mana mungkin para siwi itu bisa menghadangnya? Tampak ketiga orang itu lari melewati istana Sou Kong Kiong, Para pelayan berteriak-teriak histeris, Keadaannya kacau sekali.

Saat itu juga, terdengar suara tambur bertalu-talu, Semua pintu yang terdapat dalam istana itu langsung tertutup rapat Setiap pos yang penting dijaga oleh ratusan Sie Wie. Dari luar istana menerjang masuk serombongan tentara berkuda, Tangan masing- masing membawa sebatang busur yang siap membidikkan anak panah, situasinya persis seperti medan perang.

Siau Po melihat ketiga orang dari keluarga Kui itu membunuh selir Raja tua. Mereka tentunya mengira sudah mendapatkan hasil sehingga melarikan diri tanpa memeriksa lebih jauh, Hatinya gembira sekali, cepat-cepat dia menyelinap ke luar dari nbalik pohon bunga Botan.

"Semuanya tidak boleh panik!" teriaknya, "Yang penting lindungi Thay hou"

Para siwi memang sedang panik, Mereka tidak tahu harus berbuat apa. Begitu melihat Siau Po, hati mereka menjadi tenang.

"Semuanya mengelilingi tandu Thay hou untuk melindunginya. Apabila ada pembunuh gelap lagi, kalian harus melawannya dengan pertaruhan nyawa!" perintah Siau Po.

"Terima perintah!" sahut para siwi itu.

Siau Po merebut sebatang golok dari tangan salah seorang siwi,

"Hari ini kita semua menunjukkan kesetiaan kita kepada negara. Apabila datang lagi penyerang gelap, meskipun jumlahnya ada seribu orang, kita harus mengadu jiwa dengan mereka!" teriak Siau sekali lagi.

"Terima perintah!" sahut para siwi pula, semangat mereka jadi menyala-nyala mendengar seruan Siau Po.

Siau Po berdiri tegak dengan mengacung goloknya ke atas. Tampangnya berwibawa sekali, Para siwi yang melihatnya menjadi kagum. -- Meskipun usianya masih kecil, tapi kelak kemudian hari pasti akan menjadi tokoh besar! --pikir mereka.

Tanpa menunda waktu lagi mereka segera melindungi tandu Thay hou dengan berbaris mengeliIinginya.

Siau Po menoleh kepada para pelayan wanita.

"Apa yang kalian ributkan?" bentaknya, "Cepat berdiri melingkari depan para siwi itu! Kalau ada penyerang gelap lagi yang datang, biar mereka memenggal batok kepala kalian yang kosong itu terlebih dahulu!"

Para pelayan wanita itu berpikir, meskipun otak mereka dikatakan kosong, tapi kalau begitu saja dipenggal oleh para pembunuh gelap, tentunya penasaran juga. Tapi melihat Siau Po berdiri sambil mengacung-acungkan goloknya dengan penuh wibawa, tidak ada seorang pun yang berani membantah. Terpaksa mereka berdiri di luar barisan para siwi, Bahkan ada yang sampai terkencing-kencing di celana saking takutnya.

Sampai saat itu Siau Po baru menurunkan goloknya, Dia berjalan ke arah tandu Thay hou.

"Hamba Wi Siau Po terlambat memberikan bantuan sehingga membuat Thay hou terkejut Di sini hamba menanyakan kesehatan Thay hou. semoga Thay hou dalam keadaan baik-baik saja, Para penyerang gelap itu sudah melarikan diri ke bagian lain dan sedang dikejar oleh para penjaga," katanya.

"Bagus!" sahut Thay hou.

Siau Po mengulurkan tangannya menyingkap tirai tandu, Tampak wajah Thay hou pucat pasi, tapi senyumnya mengembang. Berkali-kali dia menganggukkan kepalanya.

"Bagus, Siau Po! Kau telah menolong aku sekali lagi!" katanya.

Melihat Thay hou tidak kurang suatu apa, hati hamba sudah tidak terkatakan senangnya!" sahut Siau Po. Perlahan-lahan dia menurunkan kembali tirai tandu itu.

Kemudian Siau Po menoleh ke arah dua orang siwi sambil berkata.

"Cepat kalian sampaikan kepada Sri Baginda bahwa Thay hou tidak kurang suatu apa, harap Sri Baginda tidak mengkhawatirkannya, Katakan juga bahwa aku Siau Po menanyakan kesehatan Sri Baginda, Para siwi dan tentara semuanya bekerja keras, Mereka sedang mengejar para pembunuh gelap itu!"

Kedua orang siwi itu menerima baik perintahnya lalu mengundurkan diri.

"Wi Siau Po!" Tiba-tiba terdengar Thay hou memanggil dengan suara rendah. "Hamba di sini!" sahut Siau Po.

"Apakah kedua orang yang ada dalam tandu di depan itu sudah mati?" tanya Thay hou dengan suara rendah.

"Kedua orang?" tanya Siau Po seakan kurang yakin dengan pendengarannya sendiri. "Coba kau lihat sana, hati-hati!" kata Thay hou.

Siau Po mengiakan. Dalam hati, dia justru heran sekali.

-- Mengapa bisa ada dua orang? Mengapa pula harus berhati-hati? - tanyanya dalam hati.

Dia langsung berjalan ke depan tandu yang pertama lalu perlahan-lahan mengangkat tirainya, tanpa terasa dia mengeluarkan seruan terkejut.

"Ah!" Cepat-cepat dia menurunkan kembali tirainya, sepasang lututnya terasa lemas dan gemetar Hampir saja dia jatuh terduduk di atas tanah.

Di dalam tandu daging manusia dan darah berceceran ke mana-mana, ternyata yang mati memang dua orang.

Tubuh kedua orang itu penuh dengan luka tusukan. Bahkan darahnya masih menetes dari lubang-lubang luka itu. Yang satu memang si permaisuri palsu Mao Tung Cu, sedangkan yang satunya seorang laki-laki bertubuh pendek gemuk. 

Panca inderanya remuk terkena pukulan Tapi bentuknya masih jelas, Dia bukan lain daripada Siu Tau to. Kedua orang itu mati berpelukan.

Kalau Mao Tung Cu mati dalam tandu itu, Siau Po memang sudah menduganya, Dia sendiri yang menggiring perempuan itu ke istana Cu Leng Kiong untuk menerima hukuman dari Thay hou. Tapi dari mana datangnya Siu Tau to? Kedua orang ini justru duduk di dalam tandu selir Raja dan ditemani pula oleh Thay hou. Ke mana tujuan mereka tadinya?

Siau Po menenangkan hatinya sesaat, kemudian dia berjalan kembali mendekati tandu Thay hou.

"Lapor Thay hou, kedua orang itu sudah mati. Mereka mati dengan cara yang mengenaskan Dapat dipastikan mereka tidak mungkin hidup kembali," katanya,

"Bagus!" kata Thay hou sembari tertawa. "Sekarang kita kembali ke istana Cu Leng Kiong, Gotong sekalian tandu itu jangan ada seorang pun yang melongok ke dalamnya!" Siau Po mengiakan Dia segera menurunkan perintah, Lalu dia sendiri yang menggotong tandu Thay hou dibantu seorang siwi menuju istana Cu Leng Kiong, sesampainya di sana, Siau Po mengangkat tirai tandu dan membimbing Thay hou ke luar.

Sekali lagi Thay hou tertawa. "Kau baik sekali!" ujarnya.

Siau Po membalas dengan seulas senyuman.

-- Apa yang baik pada diriku? Thay hou memang tidak muda lagi, tapi wajahnya masih lumayan, -pikirnya,

Thay hou menggapaikan tangannya, Siau Po disuruh masuk ke dalam kamar, para pelayan wanita dan beberapa orang thay-kam diperintahkan agar meninggalkan mereka, Setelah tinggal berdua saja, Siau Po segera merapatkan pintu kamar itu.

Jantung Siau Po berdebar-debar, Tanpa terasa wajahnya berona merah.

-- Aduh, celaka! Sejak tadi Thay hou terus memuji kebaikanku apakah dia menginginkan aku menjadi pengganti si raja tua? Si permaisuri palsu mempunyai seorang abang seperguruan yang menyamar menjadi dayang, Ada pula Siu Tau to yang bersembunyi di dalam selimutnya, Apabila Thay hou yang asli ini menyuruh aku juga menyamar menjadi seorang dayang dan menyelinap ke dalam selimutnya, apa yang harus kulakukan? -- pikirnya dalam hati.

Thay hou duduk di tepi tempat tidur, untuk sesaat tampak dia termenung.

"Urusan ini sungguh berbahaya, sekali lagi kau memberikan pertolongan!" katanya kemudian.

"Hamba telah menerima budi besar dari Sri Baginda dan Thay hou. Meskipun seluruh tubuhku ini hancur, aku tetap belum bisa membalasnya!" sahut Siau Po.

Thay hou menganggukkan kepalanya.

"Kau setia sekali, Sri Baginda dapat menggunakan tenagamu, juga terhitung rejeki kami," katanya.

"Semua itu merupakan budi besar yang dilepaskan Sri Baginda dan Thay hou. Hamba hanya tahu bagaimana harus bersetia terhadap junjungan hamba," sahut Siau Po. Dalam hati dia justru berkata. - Oh, Giok Hong tayte, Kuan Im Pou sat, tolonglah, jangan sampai perempuan ini menyuruh aku menyamar menjadi dayangnya, -

Sekali lagi Thay hou tertawa, Bulu kuduk Siau Po sampai merinding mendengarnya. "Kedua penjahat yang telah mati itu, bakar sampai jadi abu berikut tandunya! Ingat, jangan membocorkan rahasia sepatah kata pun! Mengenai para siwi dan dayang- dayang yang ada di tempat kejadian tadi. " Berkata sampai di sini, tiba-tiba Thay hou 

membungkam.

"Peruntungan Thay hou bagus sekali, Tentang para siwi dan dayang-dayang, hamba mempunyai cara untuk membuat mereka kentut pun tidak berani," ujar Siau Po.

Mendengar kata-katanya yang tidak sopan, Thay hou mengerutkan keningnya. "Masalah ini harap kau urus sebaik-baiknya, Dengan demikian, kau akan mendapat 

keuntungan tersendiri" kata Thay hou.

Siau Po memberi hormat dengan membungkukkan tubuhnya sedikit.

"Hamba akan menyelesaikan masalah ini sampai tuntas. Apabila ada satu orang saja membocorkan rahasia, Thay hou boleh penggal batang leherku ini!" janji Siau Po.

"Kalau begitu hatiku jadi tenang, kau boleh ke luar sekarang," kata Thay hou.

Siau Po senang sekali, Hatinya menjadi lega, Cepat-cepat dia berlutut kemudian mengundurkan diri.

Baru saja keluar dari istana Cu Leng Kiong, Siau Po melihat tandu Kaisar Kong Hi mendatangi perlahan-lahan, Seratus lebih siwi yang menjaganya. jumlahnya berlipat ganda dari hari biasa, Siau Po segera menepi ke pinggir.

Kaisar Kong Hi yang melihatnya segera memanggilnya.

"Siau Kui Cu, kau tunggu aku di sini!" katanya, Siau Po mengiakan Dia tahu si Raja cilik akan menjenguk ibunya, Diam-diam dia mengeluh dalam hati.

- Mengapa Siu Tau to bisa ada dalam tandu si Moler tua? Hm! Kejadian ini benar- benar aneh sekali! --

Kaisar Kong Hi berjalan ke luar dari istana Cu Leng Kiong, Siau Po mengikutinya kembali ke pendopo Yang Sim Tian, Dia menunggu di Iuar. Beberapa saat kemudian, dia melihat pemimpin penjaga istana keluar dari pendopo itu.

- Sri Baginda pasti memerintahkan orang itu untuk memperketat penjagaan dalam istana, pikirnya.

Kemudian seorang thay-kam datang memberitahukan agar Siau Po masuk ke dalam, Kaisar Kong Hi menyuruh para siwi dan thay-kam mengundurkan diri, lalu Siau Po disuruh menutup pintu. Kaisar Kong Hi berjalan mondar-mandir di dalam ruangan dengan kening berkerut. Tampaknya ada persoalan yang menyusahkan hatinya, pikiran Siau Po juga menjadi galau. 

Semakin bertambah usia Kaisar Kong Hi, wibawanya semakin kentara, Semakin hari Siau Po melihatnya, dia merasa hubungan mereka semakin renggang, sedangkan rasa jerinya berhadap si Raja cilik semakin menambah, perasaan yang ada di antara mereka sudah jauh berbeda dibandingkan ketika mereka masih bermain gulat bersama dulu.

Setelah lewat sejenak lagi, Kaisar Kong Hi baru berkata lagi

"Siau Kui Cu, ada suatu urusan, aku benar-benar tidak tahu bagaimana harus menyelesaikannya."

"Sri Baginda cerdas sekali, Cu Kek Liang saja belum tentu sanggup menandingi Apa pun yang terpikirkan oleh Sri Baginda pasti sebuah gagasan yang sempurna," sahut Siau Po.

"Kali ini Cu Kek Liang pun kehabisan akal. Kau sudah membangun tiga jasa besar, tapi satu pun aku belum menghadiahkan apa-apa. Meringkus Mao Tung Cu adalah jasa yang pertama, persoalan Mongol dan Tibet merupakan jasamu yang kedua, Dan barusan kau berhasil menolong jiwa Thay hou, berarti itulah jasamu yang ketiga, Usiamu masih kecil, kau sudah menduduki jabatan tinggi Aku toh tidak mungkin mengangkatmu menjadi raja menggantikan aku? Ha ha ha!" selesai berkata kaisar Kong Hi tertawa terbahak-bahak.

Sampai saat itu, Siau Po baru tahu kalau Kaisar Kong Hi sedang bergurau dengannya, Hatinya senang sekali.

"Semua ini berkat rejeki Sri Baginda dan Thay hou yang besar, segala jasa ini sebetulnya didirikan oleh Sri Baginda sendiri sayangnya Sri Baginda tidak bisa menaikkan pangkat sendiri, kalau tidak, seharusnya pangkat Sri Baginda naik lagi tiga tingkat" sahutnya.

Sekali lagi Kaisar Kong Hi tertawa terbahak-bahak.

"Meskipun seorang raja tidak bisa menaikkan pangkatnya sendiri, tapi sejak jaman dulu kala, entah berapa banyak raja yang memberi gelar kepada dirinya sendiri, Ada perayaan sedikit saja, atau memenangkan perang kecil saja, gelarnya bertambah lagi. 

Meskipun harus melalui perundingan dengan menteri-menterinya, tapi semuanya toh hanya kedok? Siapa yang berani membantah ucapan seorang kaisar? Sebrang raja yang baik tidak mungkin memuji dirinya sendiri, Bukankah menggelikan sekali kalau hal itu sampai dijadikan bahan pembicaraan rakyat jelata? Seorang raja yang bijaksana tidak mungkin bersikap seperti itu." "Oh, rupanya Niau Seng Hi Tong tidak suka memuji dirinya sendiri? Sri Baginda adalah Niau Serig Hi Tong, tentu saja tidak akan memberi gelar kepada dirinya sendiri. Tapi, kalau menurut pandangan hamba, setelah berhasil menjatuhkan Gouw Sam Kui kelak, apabila Sri Baginda tidak memberi gelar kepada diri sendiri, rasanya agak merugikan," kata Siau Po.

"Apanya yang rugi?" tanya kaisar Kong Hi sembari tertawa.

"Setelah berhasil menjatuhkan Gouw Sam Kui, Sri Baginda pasti memikirkan jasa yang telah didirikan oleh para menteri, panglima perang, Pangkat mereka bagaimana pun harus dinaikkan, sedangkan pangkat Sri Baginda sendiri tetap begini-begini saja, Malah isi lemari uang sebagian besar akan terkuras untuk memberi hadiah kepada mereka, Bukankah ini dinamakan rugi besar?" sahut Siau Po.

Kaisar Kong Hi tertawa.

"Kau benar-benar tidak berpendidikan. Apabila aku berhasil menjatuhkan Gouw Sam Kui, rakyat tidak akan diperas lagi, semuanya dapat hidup bersejahtera, itulah hadiah besar yang aku dapatkan," katanya.

"Oh, rupanya begitu!"

"Tapi seandainya pemberontakan ini berhasil digagalkan, hadiah-hadiah memang cukup banyak yang harus dikeluarkan Kau toh tahu sendiri, berapa banyak pembesar yang tidak becus, Kalau ada keributan, mereka menyembunyikan diri, Kalau semuanya sudah selesai, mereka pun keluar untuk menepuk pantat kuda (mengumpak-umpak)," kata Kong Hi pula,

"Pada waktu itu, kita lihat saja, siapa yang paling banyak memuji Sri Baginda, dialah tukang menepuk pantat kuda," ujar Siau Po.

"Betul," kata kaisar Kong Hi sambil tertawa, "Pada waktu itu, akulah yang akan menendang pantatnya."

(Ternyata apa yang dikatakan kaisar Kong Hi hari itu memang tidak salah, Ketika Gouw Sam Kui sudah berhasil dibasmi, banyak sekali pembesar yang mengagulkan jasa masing-masing dan memuji-nya setinggi langit. Tapi Kaisar Kong Hi mengambil tindakan yang tegas, Orang yang benar-benar berjasalah yang mendapatkan anugerah pangkat tinggi dan hadiah besar),

"Kaisar yang menganugerahkan gelar kepada dirinya sendiri, banyaknya tidak terkira, Pada jaman dinasti Beng, ada seorang kaisar bernama Cin Tek. Dialah yang sungguh membuat orang heran," kata Kong Hi.

"Oh, raja yang satu ini hamba sudah pernah melihatnya beberapa kali," kata Siau Po. Kong Hi memandangnya dengan heran. "Kau pernah melihatnya beberapa kali? Apakah dalam mimpi?"

"Bukan," sahut Siau Po. "Hamba melihatnya dalam pertunjukan sandiwara, Ada sebuah sandiwara berjudul "Bwe Liong Cen", Kisah mengenai Kaisar Cin Tek yang mengadakan perjalanan ke Kang Lam. Di Dusun Bwe Liong Cen, dia bertemu dengan seorang gadis penjual arak bernama Lie Hong Ci, orangnya cantik dan mereka menjadi sepasang kekasih yang saling mencintai."

Kaisar Kong Hi tertawa.

"Kaisar Cin Tek senang berjalan-jalan dengan menyamar. Kemungkinan cerita percintaannya dengan gadis bernama Lie Hong Ci itu memang ada. Kaisar yang satu ini tidak suka memberi gelar kepada dirinya sendiri, tapi justru senang menganugerahkan pangkat untuk dirinya sendiri, Setiap kali kalah dalam perang, dia malah mengatakan menang, kemudian menganugerahkan pangkat untuk dirinya sendiri, Benar-benar menggelikan!" katanya.

Siau Po tertawa terbahak-bahak.

"Orang ini memang aneh! Sudah menjadi kaisar masih belum cukup, justru lebih senang mempunyai pangkat yang lebih rendah!"

Kaisar Kong Hi tertawa.

"Pernah dia menganugerahkan pangkat "Cen Kok Kong" (Pangeran atau raja muda sebuah kota madya) untuk dirinya sendiri, para menteri protes keras, mereka mengatakan bahwa keluhuran Kaisar Cin Tek pasti keberatan mengetahui hal ini biarpun mereka semua sudah almarhum. 

Sebab hal tersebut berarti merendahkan derajat keluarga kerajaan Tapi Kaisar Cin Tek tidak perduli, Belakang hari dia menang lagi dalam peperangan Saat itu dia menganugerahkan pangkat Panglima Besar kepada dirinya sendiri, Untung saja usia kaisar itu tidak panjang, kalau tidak pangkatnya semakin lama akan semakin tinggi dan akhirnya dia terpaksa menganugerahkan kedudukannya kepada diri sendiri. Dengan demikian berarti dia menggeser kedudukannya sendiri."

Siau Po mendengar Kong Hi mengatakan "menggeser kedudukan", meskipun yang diceritakan adalah orang lain, tapi dia tidak berani banyak bicara lagi kecuali tertawa terkekeh-kekeh.

"Kaisar Cin Tek banyak melakukan hal yang ceroboh, sehingga rakyat mengalami berbagai penderitaan Tetapi kesalahan mutlak juga bukan di tangan kaisar tersebut, kebanyakan para thay-kam dan menteri yang memberikan pelajaran yang bukan- bukan," kata Kaisar Kong Hi pula. "Betul, betul," sahut Siau Po cepat, "Raja yang tidak baik pasti menggunakan tenaga thay-kam serta menteri yang busuk pula, sedangkan raja yang bijaksana pasti menggunakan tenaga thay-kam serta menteri yang baik."

Perlahan-Iahan Kaisar Kong Hi menggelengkan kepalanya.

"Belum tentu juga," katanya. "Di samping kaisar yang baik pasti ada saja beberapa thay-kam serta menteri yang tidak beres, Tapi kalau rajanya sendiri tidak ceroboh dan pandai melihat gelagat, pada akhirnya dia pasti bisa membedakan mana thay-kam serta menterinya yang baik dan yang jahat."

"BetuI, betul," sahut Siau Po dengan jantung berdebar-debar.

"Si pemberontak Mao Tung Cu kan punya kekasih gelap, siapa ya namanya?" tanya kaisar Kong Hi.

"Panggilannya Siu Tau to. Siapa nama aslinya, hamba juga tidak tahu," sahut Siau Po.

"Tubuhnya begitu gemuk, persis seperti bola, mengapa dipanggil Siu Tau to?" tanya Kaisar Kong Hi.

"Katanya, dulu dia itu tinggi dan kurus sekali. Kemudian kaucu dari Sin Liong kau menyuruh dia minum sebutir pil beracun, tubuhnya pun ciut serta menggumpal menjadi gemuk pendek. Karena itulah orang tetap memanggil Siu Tau to mengikuti bentuk tubuh yang sebenarnya," sahut Siau Po.

"Bagaimana kau bisa tahu kalau dia dan Mao Tung Cu bersembunyi di dalam tandu selir Ci dan memaksa Thay hou mengantarkan mereka keluar?" tanya kaisar Kong Hi pula.

Pikiran Siau Po bergerak secepat kilat

- Tadi Sri Baginda memuji jasaku yang besar karena telah menyelamatkan Thay hou. Kemudian dia mengatakan kedua penjahat itu bersembunyi dalam tandu dan memaksa Thay hou mengantarkan mereka ke luar. 

Kalau begitu, urusan ketiga ekor kura-kura dari keluarga Kui yang melakukan penyerangan masih belum diketahuinya, Tapi, baik ketiga orang dari keluarga Kui itu sudah berhasil melarikan diri, atau tertangkap hidup-hidup maupun mati, toh bukan urusanku. Biar bagaimana tetap tidak bisa ditutupi Lalu apa yang harus kukatakan sekarang? -

Kaisar Kong Hi melihat ia ragu-ragu beberapa saat "Bagaimana? Apakah ada hal yang menyulitkanmu?" tanyanya. "Tidak, tidak!" sahut Siau Po cepat "Hamba sedang memikirkan, bagaimana kedua penjahat itu bisa berada dalam tandu selir Cin. Biar kepala hamba memikirnya sampai pecah, juga tidak berhasil mendapatkan jawabannya, Rasanya harus meminta pertimbangan dari Sri Baginda juga."

"Aku ingin bertanya dulu kepadamu, bagaimana kau bisa tahu bahwa yang duduk dalam tandu bukan Selir Cin sehingga kau memerintahkan para siwi melakukan penyerangan?" kata Kaisar Kong Hi.

- Rupanya Sri Baginda masih mengira para siwilah yang membunuh Mao Tung Cu dan Siu Tau to. Bagaimana pun, urusan ini pasti akan ketahuan, Lebih baik aku bicara terus terang saja. -- pikir Siau Po dalam hati. 

Karena itu ia segera berkata. "Hamba memang pantas mendapat hukuman mati, Harap Sri Baginda membuka pintu hati untuk mengampuni hamba." Selesai berkata, Siau Po segera menjatuhkan dirinya berlutut.

Kaisar Kong Hi mengerutkan keningnya. "Ada apa?" tanyanya.

"Hamba mendapat perintah dari Sri Baginda dan membawa si penjahat Mao Tung Cu ke istana Cu Leng Kiong, Ketika melewati taman bunga yang ada di samping, tiba-tiba dari belakang gunung-gunungan terdengar suara yang mencurigakan. 

Muncul tiga orang yang menyamar sebagai siwi dan thay-kam, Mereka langsung meringkus hamba serta memaksa hamba mengantarkan mereka mencari Sri Baginda, ilmu ketiga orang ini tinggi sekali, bahkan jemari tangan hamba hampir patah dipelintirnya." 

Selesai berkata dia menunjukkan jari tangannya yang bengkak dan biru karena memar.

"Untuk apa mereka ingin mencari aku?" tanya Kaisar Kong Hi.

"Mereka bertiga pasti pembunuh gelap yang dikirimkan oleh Gouw Sam Kui. Biarpun mereka membunuh hamba, hamba tetap tidak akan menjadi penunjuk jalan bagi mereka, Kebetulan, tidak, ti-dak, kebetulan, tepat pada saat itu, tandu yang diduduki Thay hou dan si penjahat Mao Tung Cu diusung ke luar dari istana Cu Leng Kiong. 

Ketiga pembunuh gelap itu benar-benar tolol. Mereka melihat begitu banyaknya siwi yang mengawal dan mereka mengenali salah satu tandu itu milik Thay hou, maka mereka mengira tandu yang satunya lagi pasti diduduki Sri Baginda. Tanpa bertanya lagi mereka menerjang ke luar dan menyerang tandu tersebut Wah, cara mereka sungguh ganas! itu merupakan rejeki besar Sri Baginda dan Thay hou.  Kenyataannya pembunuh gelap tersebut membunuh pemberontak kerajaan Mengenai ketiga pembunuh gelap itu, entah mereka sekarang sudah berhasil dibunuh oleh para siwi atau sudah kena diringkus, Lebih baik hamba keluar dan menanyakannya sampai jelas," sahut Siau Po.

"Ketiga pembunuh gelap itu tidak mungkin begitu ceroboh sembarangan main bunuh, Kemungkinan kaulah yang memberikan petunjuk kepada mereka, iya kan? Kau pasti berpikir kalau lebih baik mereka membunuh selir raja daripada aku yang terbunuh, bukan? Begitu mereka menyerang tandu itu, keadaan dalam istana pasti gempar. Dengan demikian mereka tidak mungkin bisa mendekati aku lagi. Dan selembar jiwamu juga tetap dapat dipertahankan bukan?" kata Kaisar Kong Hi.

Rahasia hati Siau Po telah dibuka secara te-rang-terangan oleh Kaisar Kong Hi. Dia sadar percuma berbohong lebih banyak, karena itu dia hanya dapat menundukkan kepalanya dalam-dalam.

"Kau memberi petunjuk kepada para pembunuh gelap itu untuk mencelakai selir raja, sebetulnya dosamu itu patut mendapat hukuman penggal kepala, tapi setidaknya kesetiaanmu terhadapmu masih ada tiga bagian. "

"Bukan tiga bagian, melainkan sepuluh bagian, seratus bagian, seribu bagian kesetiaan hamba terhadap Sri Baginda," sahut Siau Po cepat.

Kaisar Kong Hi tersenyum.

"Rasanya kok tidak sebanyak itu," katanya. "Ada, ada! Benar-benar ada!" sahut Siau Po.

Perlahan-lahan Kaisar Kong Hi menendang jidat Siau Po. Sambil tertawa dia berkata. "Maknya! Bangunlah!" katanya.

Begitu terkejutnya Siau Po sampai keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya, setelah menyembah satu kali lagi, dia baru berdiri

Kaisar Kong Hi tertawa.

"Kau telah mendirikan tiga jasa besar Tadinya aku sudah bingung bagaimana harus membalas budimu itu. Tapi kau sudah memberi petunjuk kepada para pembunuh gelap itu untuk mencelakai selir raja, Meskipun niat itu tidak kesampaian, namun telah membuktikan kelancangannya. Dengan demikian biarlah ketiga jasamu itu digunakan untuk menutupi dosamu, Sekarang kedudukan kita jadi impas, Bagaimana?"

"Bagus, bagus sekali! ibarat bermain kartu, di bagian permulaan hamba yang memenangkan permainan, namun akhirnya Sri Bagindalah yang menang, Dengan  demikian kedudukan kita jadi seri, siapa pun tidak ada yang rugi," sahut Siau Po, namun dalam hati dia berkata. 

-- Tidak naik pangkat juga tidak apa-apa. Memangnya kau bisa mengangkat aku menjadi panglima besar atau wakil raja? Biar diangkat jadi Jenderal juga tidak ada artinya, -

"Si penjahat yang pendek gemuk itu juga sungguh licik, Dia tahu kekasihnya telah diringkus olehmu, biar bagaimana kau pasti akan membawanya pulang ke istana, agar dapat diadili oleh Thay hou. Dia dengan nekad menempuh bahaya, yakni menyelinap masuk ke dalam istana dan menyandera Thay hou. 

Tapi saat ini penjagaan dalam istana ketat sekali. Dia tidak bisa seenaknya melarikan diri lagi seperti tempo hari. Satu-satunya jalan ialah duduk di dalam tandu selir Cin dan memaksa Thay hou mengantarkan mereka ke luar. 

Dengan demikian mereka berdua baru mempunyai kesempatan untuk lolos, Namun satu hal yang tidak pernah terduga olehnya, yakni kau berani memberi petunjuk kepada para pembunuh gelap untuk menyerang tandu selir Cin sehingga mereka berdua mati konyol," kata Kaisar Kong Hi.

Saat itu Siau Po baru sadar mengapa Siau Tau To dan Mao Tung Cu bisa duduk dalam satu tandu, "Rupanya begitu..." katanya, "Orang mengatakan rejeki dan peruntungan Thay Hou serta Sri Baginda sama dengan peruntungan langit, Ternyata hal ini sedikit pun tidak salah."

Dalam hati dia justru berkata. 

- Tidak heran ketika aku mengantarkan Mao Tung Cu ke istana Cu Leng Kiong, wajah Thay hou benar-benar tidak enak dilihat, sepertinya aku berhutang kepadanya sebanyak tiga ratus tail dan tidak mau bayar. 

Rupa-nya Siau Tau To sudah bersembunyi di dalam kamarnya, Kemungkinan dia bersembunyi di kolong tempat tidur. Siau Tau To pernah tinggal di dalam istana ini untuk jangka waktu yang cukup lama, maka setiap liku serta jalannya dikenalnya dengan baik. Bahkan entah sudah berapa puluh kali dia tidur di atas ranjang Thay hou, maka tidak aneh kalau dia bisa mendapatkan siasat yang jitu ini, 

Entah sudah berapa hari dia bersembunyi di kamar Thay hou? Aduh, celakai Thay hou dan Siau Tau To berlawanan jenis kelamin, Kalau mereka sudah bermalam-malam tidur bersama, mungkinkah telah terjadi sesuatu di antara mereka? 

Wah... kalau benar, topi pendeta Lo Hongya di Ngyo Tay San pasti berubah warnanya menjadi kehijau-hijauan, (Mengenakan topi hijau adalah istilah untuk laki-laki yang istrinya menyeleweng dengan laki-laki lain) - Tentu saja Kaisar Kong Hi tidak dapat menerka apa yang terkandung dalam hati Siau Po. Dia hanya tertawa dan berkata.

"Peruntungan Thay hou dan aku memang cukup besar, tapi aku lihat peruntunganmu sendiri juga tidak kecil."

"Sebetulnya hamba tidak mempunyai peruntungan sama sekali Tapi karena sudah lama mengikuti Sri Baginda, maka hamba kecipratan sedikit peruntungannya," sahut Siau Po.

Kaisar Kong Hi tertawa terbahak-bahak.

"Orang yang bernama Kui Heng Su itu bergelar "Sin Cian Bu Tek". Apakah ilmunya memang tinggi sekali?" tanyanya.

Sembari tertawa terbahak-bahak, Kaisar Kong Hi mengajukan pertanyaan itu. Dalam pendengaran Siau Po seakan ada petir yang menyambar secara tiba-tiba. Tubuhnya terhuyung-huyung, Dia merasa sepasang lututnya lemas serta tidak bertenaga sama sekali.

"Ini... ini. "

Kaisar Kong Hi tertawa dingin.

"Langit adalah ayah, bumi adalah ibu, merobohkan Ceng, membangkitkan Beng! Wi hiocu, nyalimu ternyata cukup besar, ya?" katanya ketus.

Siau Po merasa dunianya seakan berputar pikirannya menjadi kalut. Yang pertama- tama teringat olehnya adalah mencabut pisau belatinya dari selipan kaos kakinya, tapi tiba-tiba hatinya tergerak pula.

-- Dia sudah mengetahui segalanya, Dia bisa mengajukan pernyataan tadi, ibarat dia telah membuka kartu terang-terangan untuk melihat nilai siapa yang lebih besar, ilmunya juga lebih tinggi daripada aku, sekali tusuk belum tentu dapat membunuhnya. Tapi seandainya bisa, aku tetap tidak akan melakukannya! Karena mendapat 

pemikiran demikian, dia tidak ragu-ragu lagi, lalu segera berlutut dan berkata. "Siau Kui Cu menyerah, harap Siau Hian Cu memberikan pengampunan!"

Mendengar kata-kata "Siau Hian Cu" ingatan Kaisar Kong Hi kembali pada masa- masa mereka sering berlatih gulat bersama, Dia menarik nafas panjang dan berkata.

"Selama ini, sungguh pandai kau mengelabui aku!"

Siau Po segera menundukkan kepalanya sampai mencapai tanah. "Meskipun tubuh hamba terikat dalam perkumpulan Thian Tee hwe, tapi hati hamba sungguh-sungguh berpihak kepada Sri Baginda, Selama ini hamba tidak pernah melakukan hal apapun yang bisa mencelakai diri Sri Baginda," sahutnya cepat.

"Kalau kau mempunyai sedikit saja niat yang kurang baik dalam hati, kau kira kau masih bisa hidup sampai hari ini?" kata Kaisar Kong Hi dengan termangu-mangu.

Siau Po dapat mendengar nada bicaranya yang mulai melunak, cepat-cepat dia menyembah lagi.

"Sri Baginda adalah Niau Seng Hi Tong, kecerdasannya melebihi Cu Kek Liang, hamba boleh diibaratkan kesetiaannya dengan Kwan In Tiong (Kwan Kong)."

Hati Kong Hi terasa pilu.

- Maknya! Mana bisa dibandingkan dengan Cu Kek Liang serta Kwan In Tiong? - Meskipun berpikir demikian, dia tidak mau memberikan tanggapan apa-apa, Kong Hi sadar, kalau saja sikapnya terhadap Siau Po melunak saat ini, bocah ini pasti ngelunjak, untuk selanjutnya pasti sulit lagi mengendalikannya. 

Karena itu dia membentak dengan suara keras, "Cepat jelaskan semuanya satu per satu! Kalau ada sepatah kata saja kau mengucapkan kebohongan, aku akan menyuruh orang mencincang tubuhmu seperti daging anjing!" 

Ketika mengucapkan kata-katanya yang terakhir, tanpa dapat dipertahankan lagi, ujung bibirnya mengembangkan sedikit senyuman.

Siau Po sedang menundukkan kepalanya dalam-dalam. Tentu saja dia tidak dapat melihat mimik wajah Kong Hi. Namun mendengar nada suaranya yang keras, cepat- cepat dia membenturkan kepalanya di atas lantai dan menjawab.

"Baik, baik, Sri Baginda telah mengetahui segalanya, mana mungkin hamba berani berbohong?" Siau Po segera menceritakan kisahnya mulai dari hari kepergiannya ke rumah Kong Cin ong untuk membunuh Go Pay lalu dia diringkus oleh orang-orang Thian Tee Hwe, kemudian bagaimana dia diangkat sebagai murid oleh Tan Kin Lam dan dipaksa mereka menjadi hiocu Thian Tee Hwe. 

Semuanya diceritakan dengan jelas. Akhirnya dia juga mengungkapkan kisah pertemuannya dengan ketiga orang dari keluarga Kui dan bagaimana dia kalah dalam pertaruhan main dadu sehingga harus menjelaskan keadaan dalam istana, sekaligus di- ungkapkannya kesulitan yang ditemuinya ketika berusaha mengirimkan surat rahasia kepada Kaisar Kong Hi. 

Juga tentang dirinya yang diringkus oleh Kui Ji Nio dan bagaimana dia terpaksa memberi petunjuk kepada ketiga pembunuh gelap itu untuk menyerang tandu selir Cin demi menyelamatkan jiwa kaisarnya, Hanya mengenai kitab Si Cap Ji Cin Keng yang dicurinya, tidak dibocorkan sepatah kata pun, ceritanya sungguh panjang, dan lebih  banyak benarnya daripada bohongnya, Boleh dibilang, selama hidup ini, baru pertama kali inilah dia bersikap cukup jujur.

Berulang kali Kaisar Kong Hi menyela ceritanya dengan menanyakan tentang perkumpulan Thian Tee Hwe, Siau Po juga menjawabnya dengan terus terang. 

Akhirnya Kaisar Kong Hi menganggukkan kepalanya berkali-kali,

"Lima orang terbagi dalam sebuah sanjak, siapa jati diri tidak ada orang yang tahu," katanya.

-- Sri Baginda bahkan mengetahui kata sandi itu, tanda pengenal perkumpulan kami, 

- Pikir Siau Po dalam hati. Maka dia pun segera melanjutkan ucapan raja cilik itu, "Dari sini disebarkan kepada saudara sekalian, agar dapat saling mengetahui di kemudian hari."

"Begitu masuk pintu, persaudaraan pun terjalin Menghadapi hari esok yang terang bersumpah akan bersungguh hati," lanjut Kaisar Kong Hi.

Kalau menurut peraturan dalam Thian Tee Hwe, begitu selesai membaca kata sandi itu, masing-masing orang harus menyebutkan nama, dari bagian mana serta apa kedudukannya dalam perkumpulan tersebut Tapi Kaisar Kong Hi hanya tersenyum simpul

Sedangkan Siau Po merasa senang sekali.

"Rupanya Sri Baginda juga anggota perkumpulan kami? Entah Sri Baginda dari bagian yang mana? Berapa batang hiokah yang dipasang?" 

Bicara sampai di sini, Siau Po baru menyadari kebodohannya sendiri Kong Hi adalah seorang kaisar Bangsa Tatcu, mana mungkin ada niat membangkitkan kembali kerajaan Beng? "Pukul mulutmu ang lancang! Pukul mulutmu yang lancang!" serunya sembari menampar mulutnya sendiri perlahan-lahan.

Kaisar Kong Hi berdiri Di atas undakan tangga batu, dia berjalan mondar-mandir. "Kedudukan yang kau jabat sekarang ini merupakan kedudukan Bangsa Boan kami, 

nasi yang kau makan juga berasal dari Bangsa Boan kami, tapi rupanya hatimu setiap 

saat justru memikirkan bagaimana caranya membangkitkan kembali kerajaan Beng. 

Kalau tidak mengingat jasa-jasa yang telah kau dirikan, biar batok kepalamu ada seratus, dipenggal semuanya juga masih belum cukup menebus dosamu!" kata Kaisar Kong Hi.

"Betul, betul!" sahut Siau Po. "Jiwa Sri Baginda memang lapang sekali sehingga batok kepala hamba dapat dipertahankan sampai hari ini. Hamba akan mengundurkan diri dari perkumpulan secepatnya, Biar bagaimana pun, hamba tidak sudi lagi menjadi  hiocu Thian Tee Hwe, MuIai sekarang tidak ada lagi istilah merobohkan Ceng membangkitkan Beng, khusus menjatuhkan Beng membangun kerajaan Ceng!"

Diam-diam Kaisar Kong Hi merasa geli.

-- Kerajaan Ceng kami yang besar toh belum runtuh, mengapa harus dibangkitkan? Dasar tukang mengoceh yang tidak-tidak! -- katanya dengan suara keras.

"Betul, betul! Hamba mendoakan kerajaan kita akan berjaya sampai laksaan tahun, pokoknya apabila Sri Baginda menyuruh hamba membangkitkan apa saja atau meruntuhkan apa pun, hamba tidak akan menolaknya," sahut Siau Po.

"Bagus!" kata Kaisar Kong Hi sepatah demi sepatah dengan suara dalam, "Aku ingin kau memberontak dan meruntuhkan perkumpulan Thian Tee hwe."

"Baik, baik!" sahut Siau Po. Diam-diam dia mengeluh dalam hati, Tanpa terasa mimik wajahnya menunjukkan perasaan serba salah.

"Mulutmu memang manis sekali, Sedikit-sedikit kau menyatakan kesetiaanmu terhadapku, tapi benar atau tidaknya, siapa yang tahu?" kata Kaisar Kong Hi.

"Seratus persen benar!" sahut Siau Po. "Boleh disamakan dengan emas murni!" "Diam-diam aku sudah menyeIidikmu. Untung saja selama ini kau belum pernah 

mengambil tindakan yang merugikan diriku, sebaiknya kau dengar anjuranku, basmilah perkumpulan Thian Tee Hwe, babat habis sampai ke akar-akarnya! Bunuh bersih semua anggotanya! Dengan demikian kau telah menebus kesalahanmu sebagai mata- mata di kerajaan ini. 

Kemungkinan aku malah bisa menaikkan pangkatmu dan memberikan berbagai hadiah kepadamu. Tapi, apabila kau masih berlaku licik serta mencari keuntungan di sana-sini, hm... hm... jangan kira aku tidak sanggup membunuh seorang Wi hiocu dari Thian Tee Hwe!"

Begitu terkejutnya hati Siau Po sampai keringat dingin bercucuran membasahi seluruh tubuhnya.

"Betul, betul. Apabila Sri Baginda ingin membunuh hamba, mudahnya seperti 

menginjak seekor semut. Tapi, tapi Sri Bagindakan Niau Seng Hi Tong, tidak mungkin membunuh menterinya yang setia."

"Memangnya kau menteri yang setia? Kau pantas disebut menteri licik yang tidak tahu malu!" bentak Kaisar Kong Hi.

"Sri Baginda cerdas sekali, Hamba memang telah mengelabui Sri Baginda, Ada beberapa urusan yang tidak hamba katakan dengan jujur Tapi hamba sama sekali bukan menteri licik atau tidak tahu malu," sahut Siau Po. "Baiklah. Mungkin kau bukan menteri yang licik, Namun bagaimana pun, kau seorang bocah yang mata keranjang!" kata Kaisar Kong Hi.

Mendengar kata-kata si raja cilik, Siau Po dapat mendengar nadanya yang mulai melunak, maka hatinya merasa agak Iega.

"Mata keranjang kan tidak apa-apa, yang penting bisa mendirikan jasa demi Sri Baginda," sahutnya.

Kaisar Kong Hi mengembangkan seutas senyuman tipis.

"Huh! Kau memang selalu memuji-muji diri sendiri sebagai orang baik, Begini saja, sekarang kau pimpin sepasukan tentara untuk membasmi Thian Tee Hwe, Bhok onghu dan ketiga orang dari keluarga Kui itu! Bawa batok kepala semua orang itu ke mari! Pokoknya, kalau ada satu orang saja yang sampai lolos, aku akan menyuruh orang untuk mengutungkan sebelah lenganmu, Kalau empat orang yang lolos, aku akan mengutungkan kedua lengan dan kedua kakimu. Coba kau pikir sendiri, seandainya lima orang saja yang lolos, entah apamu lagi yang harus dikutungkan?"

Siau Po menunjukkan wajah yang murung.

"Ini... ini. Mungkin hamba harus menjadi thay-kam yang sebenarnya."

Tanpa tertahan lagi, Kaisar Kong Hi tertawa terbahak-bahak.

"Maknya! Memang kau paling mengkalkulasikan untung rugi dirimu sendiri!" makinya. "Kalau Sri Baginda mengutungkan kedua kaki dan tanganku ini, hamba toh sembilan 

puluh persen tidak dapat hidup lagi, Dtkutungkan atau tidaknya batang leher hamba ini 

tidak ada bedanya lagi," sahut Siau Po sembari berkata dalam hati, Tentang Bhok 

onghu saja sudah diketahuinya, sumber beritanya benar-benar hebat --

Kaisar Kong Hi mengulurkan tangannya ke dalam saku, Dikeluarkannya sehelai kertas lalu dibacanya dengan suara lantang.

"Cong tocu dari perkumpulan Thian Tee Hwe ialah Tan Kin Lam. Hiocu dari Ceng Bok Tong bernama Wi Siau Po. Di bawah pimpinan Wi hiocu ada anggota-anggota yang bernama Ci Thian Coan, Hian Ceng tojin, Cian Lao pan, Kho Gan Ciau, Hong Ci Tiong dan lain-lain, sedangkan tokoh-tokoh dari Bhok onghu terdiri dari Bhok Kiam Seng, Liu Tay Hong, Gouw Lip Sin dan lain-lain, Ketiga pembunuh gelap yang menyelinap ke dalam istana terdiri dari Kui Heng Su, istrinya Kui Ji Nio dan putranya Kui Tiong, Satu, dua tiga, empat, lima, enam, semuanya ada empat puluh tiga orang, Kalau dikurangi namamu, jumlahnya masih ada empat puluh dua orang," katanya.

Siau Po segera menjatuhkan diri untuk berlutut dan menyembah sebanyak dua kali. "Sri Baginda, meskipun orang-orang ini mempunyai niat untuk menghancurkan kerajaan kita, serta membangkitkan kerajaan Beng, tapi baik usahanya untuk memberontak maupun membangun kembali kerajaan lama toh tidak terwujud, Biarlah hamba bicara dengan mereka bahwa tidak ada satupun di dunia ini yang dapat mengelabui Sri Baginda, Pernah Sri Baginda mengatakan bahwa kerajaan Ceng kita yang besar akan berjaya selama laksaan tahun, apa yang dikatakan beliau pasti tidak salah, Lebih baik mereka memadamkan impian kosong itu dan membubarkan perkumpulan mereka saja."

Kaisar Kong Hi menepuk meja keras-keras, kemudian berkata dengan nada tajam. "Rupanya kau sendiri rela mengorbankan nyawamu dan tetap tidak bersedia 

menangkap para pemberontak itu, bukan?"

Siau Po berpikir dalam hati.

-- Bagi orang yang berkecimpung dalam dunia kangouw, yang penting adalah kegagahan Apabila aku menangkap suhu dan saudara-saudara yang lainnya, Sri Baginda pasti akan memenggal kepala mereka. Dengan demikian, aku telah menjual atau mengkhianati sahabatku sendiri. Aku tidak ubahnya dengan Gouw Sam Kui! Aih, Siau Po, Siau Po! Waktu itu mengapa kau tidak menyamar menjadi orang lain, tapi justru menyamar sebagai Siau Kui Cu?
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar