Kaki Tiga Menjangan Jilid 78

Jilid 78

Orang-orang yang hadir dalam ruangan itu merasa terkejut juga geli, Laki-laki itu tampaknya seperti orang penyakitan, tapi ternyata tenaga dalamnya mahir sekali, Tapi di dunia ini mana ada orang yang bermain dadu seperti caranya itu?

"Anakku, bukan begitu caranya," kata Kui Ji Nio sambil menggebrak meja keras- keras sehingga keenam biji dadu itu langsung mencelat ke luar dan diraih olehnya. Kemudian dia melemparkannya asal-asalan.

"Berapa titik yang tampak di atas, itulah angka yang kau peroleh, bukannya mengikuti kehendakmu sendiri," kata si nenek pula. Orang-orang yang hadir dalam ruangan itu bersorak memuji gerakan si nenek yang hebat tadi.

"Begitu rupanya," kata Kui Tiong. Dia mengambil dadu-dadu itu dari atas meja kemudian perlahan-lahan dilemparkannya, Di bagian atas terlihat dua puluh titik, Enam biji dadu menghasilkan dua puluh titik sebetulnya sudah cukup bagus, peluangnya untuk menang di atas lima puluh persen.

Siau Po mengambil dadu tersebut. Perlahan-lahan diputarnya dengan jari tangannya untuk melakukan kecurangan secara diam-diam.

"Ganyang semua!" serunya sambil melemparkan keenam biji dadu itu di atas meja, Lima biji dadu berhenti berputar dan titik yang terlihat di bagian atas berjumlah tujuh belas, Dadu yang terakhir masih terus berputar Kalau menurut gerakan tangannya tadi, dadu yang satu ini pasti akan menunjukkan enam titik. 

Bila hal itu terjadi, berarti dia memperoleh dua puluh tiga titik dan dengan demikian dialah yang akan memperoleh kemenangan atau satu nol. Tidak disangka-sangka dadu itu menggelinding ke samping dan jatuh tepat ke dalam lubang yang dibuat oleh Kui Tiong tadi, Dadu itu sempat bergetar sejenak kemudian berhenti, Titik yang terlihat hanya satu, jumlah titik yang diperoleh Siau Po jadi delapan belas, berarti kali ini dia kalah.

"Meja itu ada lekukannya, yang ini tidak bisa dihitung, ulangi sekali lagi," kata Siau Po sambil mengambil dadu-dadu itu dengan maksud melemparkannya kembaIi.

Tan Kin Lam menggelengkan kepalanya.

"Sudah takdir Thian Yang Kuasa, Siau Po, kau sudah kalah satu kali," katanya.

-- Masih ada dua kali, biar bagaimana aku harus mengalahkanmu! -- kata Siau Po dalam hati, Dia mengembalikan dadu-dadu itu ke tangan Kui Tiong.

Kui Tiong yang sudah menang satu kali merasa bangga sekali, Perlahan-lahan dia melemparkan dadu itu sekali lagi. Ternyata kali ini jumlah keseluruhannya hanya sembilan titik. Orang-orang dari Bhok Onghu yang melihat hal itu bisa bernafas lega sedikit. 

Tampaknya untuk permainan kali ini Siau Polah yang akan keluar sebagai pemenang.

Siau Po berjalan ke sudut meja. Dengan demikian jaraknya agak jauh dari keenam lubang yang dibuat Kui Tiong tadi. Sekali lagi dia melemparkan dadunya, Kali ini enam biji dadu itu semua memperlihatkan empat titik, Enam kali empat dua puluh empat, kali ini benar-benar Siau Po yang menang, Dengan demikian kedudukkan mereka jadi seri. Yang terakhir ini merupakan babak penentuan Giliran Kui Tiong melemparkan dadunya, Keenam biji dadu itu berputar sampai lama sekali di atas meja, Ketika berhenti, tampaklah jumlahnya tiga puluh satu titik, Angka yang tinggi sekali.

Wajah orang-orang Bhok onghu berubah kelam seketika, Dalam hati mereka berpikir, bahwa untuk memenangkan tiga puluh satu titik ini, orang harus mempunyai peruntungan yang besar sekali, Dengan kata lain harus terjadi keajaiban.

Siau Po sendiri sama sekali tidak khawatir

-- pokoknya aku gunakan cara seperti tadi saja, Bisa mendapatkan tiga puluh empat titik saja, berarti aku sudah menang, ~ katanya dalam hati, Jari tangannya secara diam- diam menggerakkan dadu-dadu dalam genggamannya, Setelah yakin bahwa posisinya sudah tepat, perlahan-lahan dia melemparkannya.

Dadu-dadu itu berputaran di atas meja, kemudian satu demi satu berhenti, Enanf titik, lima titik, lima titik, enam titik, Empat biji dadu telah berhenti berputar jumlahnya dua puluh dua titik, Dadu yang ke lima pun ikut berhenti, Yang terlihat enam titik, sekarang jumlahnya menjadi dua puluh delapan titik, Dadu yang terakhir masih berputar Kalau yang terlihat tiga titik, maka berarti seri, mereka harus bertaruh satu kali lagi. 

Kalau yang keluar satu atau dua titik, berarti Siau Po kalah, Namun kalau yang keluar empat, lima atau enam titik, dialah yang akan meraih kemenangan peluangnya untuk menang kali ini malah di atas enam puluh persen. Dalam hati Siau Po tertawa, - Biar aku mendapatkan tiga titik, berarti kedudukan kita seri, Tapi kalau kau melemparkan dadu itu sekali lagi, peruntunganmu belum tentu sebagus tadi, --

Dadunya mulai lambat, tampaknya akan berhenti pada titik enam,

"Bagus!" seru Siau Po. Tiba-tiba dadu itu membalik sekali lagi dan menggelinding. "Ada setan!" teriak Siau Po yang terkejut sekali, Ketika dia melirik, tampak Kui Heng 

Su sedang meniup pelan-pelan dan saat itulah dadunya menggelinding lagi. Rupanya si 

kakek tua yang menjadi setannya, Dadu itu menggelinding ke dalam lubang yang dibuat oleh Kui Tiong lalu berhenti. 

Di bagian atas yang terlihat satu titik, orang-orang dalam ruangan itu langsung mengeluarkan suara kecewa, Siau Po terkejut sekaligus mendongkol. Orang yang main curang dengan mempelajari keahlian melempar sudah biasa ditemuinya, tapi orang yang menggerakkan dadu ke sisi lain dengan mengerahkan tenaga dalam dan meniupnya, dengar saja belum pernah. Tenaga dalam kakek tua itu sudah mencapai taraf yang tinggi sekali, tiupannya pasti tidak diperhatikan oleh orang lain, Kemungkinan anaknya, Kui Tiong bisa mendapat tiga puluh satu titik barusan juga bukan karena peruntungannya yang bagus, tapi karena dibantu oleh bapak tuanya ini.

Wajah Siau Po merah padam. "Kui loyacu, kau,., kau Hu,., Hu.,, Hu. " Begitu mendongkolnya Siau Po sehingga dia 

tidak sanggup melanjutkan kata-katanya tapi hanya menirukan lagak kakek itu.

"Dua puluh sembilan titik, Kau sudah kalah!" kata Kui Heng Su sambil mengulurkan tangannya meraih dadu-dadu dari atas meja kemudian diremasnya sekaligus. Tampak beberapa butir bola kristal yang kecil-kecil berjatuhan di antara hancuran dadu tersebut.

Kui Tiong menepuk tangannya sambil tertawa-tawa.

"Bagus, bagus sekali! Apakah itu? Tampaknya seperti tetesan air tapi mengeluarkan cahaya seperti uang perak!" katanya.

Siau Po melihat rahasianya telah terbongkar dia juga tidak bisa bersikeras lagi tentang kecurangan si kakek tadi, Rupanya kali ini dia benar-benar kena batunya. Tapi sebagai anak yang cerdik, dia pura-pura terpana.

"Oh, rupanya di dalam dadu itu ada bola-bola kristal, Loyacu, hari ini kau menambah pengetahuanku, Tadinya aku mengira bahwa dadu itu terbuat dari tulang kerbau, tidak tahunya bola kristal juga terbuat dari tulang kerbau. Wah, benar-benar hebat Kerbau selain bisa membajak sawah, juga bisa menghasilkan bola kristal, hebat sekali!" katanya.

Kui Ji Nio tidak memperdulikan ocehannya.

"Sekarang kalian tidak bisa bilang apa-apa lagi, kan? Saudara Wi, harap kau jelaskan situasi di dalam istana!" katanya.

Siau Po menatap gurunya, Tan Kin Lam menganggukkan kepalanya.

"lni merupakan takdir, Siau Po, kau harus menjelaskannya secara jujur!" katanya. Dia tahu muridnya yang satu ini banyak siasatnya dan licik, karena itu dia menegaskan dengan "secara jujur".

Hati Siau Po tergerak, dia segera mendapatkan akal bagus.

"Kalau sudah kalah, tentu tidak boleh ingkar," katanya, "Seorang laki-laki sejati boleh membohong atau pun menipu, tapi hutang judi bagaimanapun harus dibayar, Ruangan serta kamar-kamar di dalam istana jumlahnya terlalu banyak, maka biar dijelaskan juga sulit dipahami Biar aku gambarkan petanya saja, Cian toako, Ci toako, harap kalian temani para tamu, akan kubuat gambarnya sekarang juga!" Dia berdiri dan melambaikan tangannya, Setelah itu dia berjalan ke luar. Dia segera masuk ke ruang baca.

Gedung tempat tinggalnya ini merupakan hadiah dari Kong Cin 0ng. Dalam ruang baca terdapat minyak buku-buku dan di atas meja lengkap dengan peralatan tulis. Karena ruang baca dan kalah judi mempunyai lafal yang sama yakni Su, maka  meskipun tulisannya berbeda, Siau Po khawatir akan mempengaruhi peruntungannya dalam berjudi. 

Itulah sebabnya selama ini dia tidak pernah menginjakkan kakinya ke dalam ruang baca ini. Begitu duduk di belakang meja, dia segera berseru.

"Gosokkan bak tinta."

Seorang pelayan segera melaksanakan perintahnya. Dia tahu majikannya itu tidak pernah menggunakan alat-alat tulis tersebut, tiba-tiba hari ini dia disuruh menggosok bak tinta, Diam-diam hatinya merasa kagum, mungkinkah tuan kecilnya ini seorang yang berpendidikan tinggi, tapi tidak mau menonjolkan diri? Dienyahkannya pikiran macam-macam dalam benaknya, cepat-cepat dia menyiapkan segala keperluan dan mulai menggosok bak tinta itu.

Siau Po membentuk tangannya seperti cakar harimau, sekaligus dicomotnya Mo pit dan dicelupkannya ke dalam bak tinta, Setelah itu perlahan-lahan dia mengangkatnya dan dihentakkannya, Setetes besar tinta hitam jatuh di atas kertasnya yang dicampur bahannya dengan air emas, sementara itu si pelayan terus memperhatikan tingkah laku majikannya.

- Rupanya Wi Tayjin bukan ingin menulis, melainkan belajar membuat lukisan dari percikan air tinta seperti pelukis jaman dulu yang terkenal, Liang entah... apa namanya. 

- pikir si pelayan.

Kemudian dia melihat Siau Po membuat guratan panjang yang mencang-mencong di sebelah kiri, Bentuknya kalau diperhatikan mirip dengan sebatang pohon Liu. Lalu dia membuat sebuah titik lagi di sebelah kiri garis non lurus yang mirip batang pohon Liu itu. 

Si pelayan benar-benar tidak mengerti gambar apa yang sedang dibuat oleh tuan kecilnya, Dia melihat Siau Po menutul sebuah titik lagi di sebelah kanan garis itu.

Si pelayan masih terkagum-kagum dengan bakat tuannya, ketika tiba-tiba Siau Po berkata.

"Bagaimana dengan huruf "Siau" yang kubuat ini?"

Si pelayan terkejut setengah mati. Tadinya dia mengira gambar apa yang sedang dibuat oleh Siau Po, tidak tahunya hanya menulis sebuah huruf "Siau", Cepat-cepat dia memberikan pujiannya.

"Bagus, bagus sekali! Tulisan yang dibuat Tayjin mirip benar dengan lukisan, sungguh mengagumkan !"

"Baik, sekarang kau keluar dan panggilkan Komandan pasukan Thio Yong!" kata Siau Po pula. Si pelayan mengiakan lalu berjalan ke luar. Dalam hati dia berpikir.

-- Entah huruf apa yang akan ditulis tayjin di bawahnya, -- Biarpun dia memikirkannya sampai kepalanya botak, pasti tidak tertebak.

Rupanya di bawah huruf "Siau" itu, Siau Po membuat sebuah lingkaran yang tengahnya kosong, lalu di bawahnya dia menggurat pitanya agak melengkung, bentuknya seperti capit kepiting tapi di tengahnya ditambah dengan garis melintang yang lurus, Kalau diperhatikan dengan seksama, mungkin orang bisa mengerti bahwa dia sedang mencoba menulis huruf "Cu" 

Memang Siau Po ingin menulis nama Siau Hian Cu. Tapi karena dia tidak tahu bagaimana huruf "Hian", maka dia membuat sebuah lingkaran sebagai tanda bahwa di tengah masih ada huruf yang ketinggalan.

Dia ingat ketika berada di kuil Ceng Liang Si, kaisar Kong Hi pernah menurunkan firmannya dengan lukisan, Siau Po merasa kagum sekali. sekarang dia ingin meniru cara tersebut, Setelah mencoba menulis nama Siau Hian Cu, Siau Po menggambar sebatang pedang yang ditancapkan di tengah-tengah lingkaran kosong yang mana dimaksudnya dengan huruf "Hian" 

Begitu selesai menggambar, keringatnya sudah bercucuran dengan deras, padahal gambar yang dibuatnya aneh sekali, dibilang pedang tidak mirip dengan pedang, dibilang golok, rasanya bukan juga. Tapi tepat pada saat itulah Thie Yong berjalan masuk ke ruang bacanya.

Siau Po melipat kertas itu lalu dimasukkannya ke dalam sebuah amplop dan direkatnya dengan rapi, Setelah itu dia menyodorkannya kepada Thio Yong.

"Saudara Thio, di sini ada sepucuk surat yang penting sekali, Kau harus membawanya ke istana untuk disampaikan kepada Sri Baginda. Kepada para Sie Wie atau Thay-kam, kau katakan bahwa ini surat rahasia dariku, mereka akan menyampaikannya segera, Ingat, jangan sampai kepergok orang lain!" katanya kepada Thio Yong.

Thio Yong mengiakan. Dia baru bermaksud memasukkan surat itu ke dalam saku bajunya, tiba-tiba terdengar suara bentakan dua orang penjaga di luar.

"Siapa?"

Pintu ruangan itu didorong dengan keras, dari luar menerjang masuk tiga orang. Mereka adalah pasangan suami istri Kui Heng Su dan putranya, Kui Tiong.

Kui Ji Nio melihat tangan Thio Yong memegang sebuah amplop, dia langsung merebutnya dan bertanya kepada Siau Po dengan suara yang bengis.

"Kau membuat laporan rahasia untuk Raja Tatcu?" Begitu terkejutnya Siau Po sampai dia berdiri termangu-mangu untuk sesaat. "Bukan, bukan!" katanya kemudian.

Kui Ji Nio merobek amplop itu dan mengeluarkan kertas yang ada di dalamnya, Dia melihat sehelai kertas yang gambarnya tidak karuan.

"Lihat!" katanya sambil menyodorkan kertas itu kepada Kui Heng Su. Lalu dia menoleh kepada Siau Po. "Apa artinya gambar itu?" bentaknya.

"Aku... suruh dia ke bagian dapur dan perintahkan koki untuk membuat lumpia yang ukurannya jangan terlalu besar juga jangan terlalu kecil, di bagian kulitnya harus dibuat gambar bunga, Tapi dia tidak mengerti, maka aku menjelaskannya dengan membuat gambar contoh asal-asalan saja," sahut Siau Po cepat.

Kui Heng Su dan Kui Ji Nio sama-sama menganggukkan kepalanya, meskipun mereka belum pernah makan kue lumpia yang ada gambarnya, tapi mereka mengira bahwa selera dan cara masak para pembesar memang istimewa. 

Lagipula gambar yang dibuat Siau Po tidak menunjukkan arti apa pun bagi mereka. Mimik wajah mereka langsung berubah, tidak segarang sebelumnya lagi. Tentunya apa yang dikatakan bocah ini benar, bentuk gambar seperti tadi pasti bukan laporan rahasia untuk Raja Tatcu.

Kui Ji Nio menyerahkan kertas itu kembali pada Siau Po. Si bocah segera memberikannya kepada Thio Yong.

"Cepat pergi!" katanya sambil mengibaskan tangannya seperti mengusir Thio Yong menyambut kertas itu lalu membalikkan tubuhnya untuk berjalan ke luar. "Persiapkan semuanya baik-baik! Kalau perlu cari bantuan beberapa orang lagi untuk mengerjakannya! jangan lamban! semuanya sudah lapar, Para tamu sedang menunggu, urusan ini menyangkut jiwa manusia, tidak boleh ditunda lagi!" kata Siau Po memesankan sekali Iagi. Thio Yong mengiakan sekali lagi lalu melangkah ke luar.

"Urusan makanan kecil tidak perlu diutamakan," kata Kui Ji Nio. "Saudara Wi, apakah peta gambar ruangan-ruangan dalam istana sudah kau siapkan?"

"Aku sudah menggambarnya beberapa kali, tapi tidak berhasil," sahut Siau Po sambil meraih selembar kertas dan sebatang pit lalu disodorkannya kepada Kui Ji Nio, "Baiknya aku yang menjelaskan kalian yang menggambar."

Kui Ji Nio menyambut kertas dan pit itu lalu duduk di atas sebuah kursi. "Baik, kau katakan saja, aku yang gambar," katanya. Siau Po memang tidak bermaksud mengelabui kedua orang itu, Oleh karena itu ia segera menjelaskan letak-letak ruangan yang ada dalam istana, Dia menyebutkan nama dan letak setiap pendopo yang ada dari selatan ke utara, lalu dari barat ke timur.

Kui Ji Nio mendengarkan dengan seksama, tapi sampai begitu lama, Siau Po baru menjelaskan setiap ruangan yang ada di sebelah selatan, dan perlahan-lahan diteruskan ke utara, Setelah menghabiskan waktu setengah harian, bocah itu baru mulai menjelaskan kedudukan ruangan yang ada di sebelah timur. 

Ternyata apa yang dikatakan Siau Po memang tidak salah, ruangan yang ada dalam istana begitu banyaknya, Kui Heng Su dan istrinya bukan orang berpendidikan maka mereka mendengarnya sampai bingung. 

Tidak mungkin mereka sanggup mengingat nama setiap ruangan yang ada di sana. Sampai terasa letih, Kui Ji Nio baru sempat mencatat nama-nama sembilan pendopo dan empat puluh delapan ruangan yang ada dalam istana, Akhirnya dia meletakkan pitnya di atas meja dan berkata.

"Sungguh mengagumkan daya ingat saudara Wi, kami mengucapkan banyak-banyak terima kasih!" Rupanya dia sendiri menyadari bahwa percuma saja apabila dia ingin melukiskan setiap ruangan yang ada dalam istana itu. ia maklum dirinya tidak punya kesanggupan itu.

Siau Po tertawa.

"Penjelasan ini kuberikan karena Kui siauya sudah memenangkan pertaruhan, maka kalian tidak perlu berterima kasih," katanya. Kemudian dia menjelaskan lagi. "Para Sie Wie biasanya hanya berjaga di sebelah timur yang di sana terdapat pendopo pertemuan hanya sebagian kecil yang menjaga di tempat lain. 

Tapi sekarang mereka sedang menghadapi pemberontakan yang diadakan oleh Gouw Sam Kui, maka Raja Tatcu pasti memperketat penjagaan Pada keempat puluh delapan ruangan penting yang ada di dalam istana pasti banyak para penjaganya."

-- Lebih baik aku tegaskan dulu, kalau Sri Baginda menerima pesanku dan memperketat penjagaan Tentu ketiga ekor kura-kura ini tidak akan curiga kepadaku, - Pikir Siau Po dalam hatinya.

"Hal itu tidak perlu diherankan lagi," kata Kui Ji Nio.

"Meskipun jumlah pengawal dalam istana tidak terkirakan, tapi sedikit sekali yang berilmu tinggi. Mereka hanya mengandalkan orang banyak saja. Tetapi ada satu hal yang perlu kalian ketahui bahwa ilmu memanah orang Boan Ciu hebat sekali, Tapi aku yakin tentu kalian tidak mengkhawatirkan hal itu," kata Siau Po pula.

"Sekali lagi terima kasih atas petunjuk yang kau berikan sekarang juga kami mohon diri," ujar Kui Ji Nio. "Sebaiknya kalian bertiga makan kue lumpia dulu, dengan demikian bisa menambah sedikit tenaga," kata Siau Po. Kemudian dia berteriak ke arah pintu, "Mana pelayan? Antarkan beberapa macam makanan kecil!"

"Tidak usah!" ujar Kui Ji Nio sambil menarik tangan anaknya ke luar dari ruang baca, Dalam hati pasangan suami istri itu berpikir -- Tanpa juntrungan kau menyuruh koki membuat guratan gambar di atas kulit lumpia, jangan-jangan kau bermain gila untuk mencelakakan kami. --

Sejak awal kedatangan hingga pulang, mereka tidak minum setetes air teh pun. tampaknya mereka tidak sudi terjebak untuk kedua kalinya.

Siau Po mengantar sampai ke depan pintu, Di sana dia menjura sambil berkata. "Boanpwe menunggu berita baik dari locianpwe sekalian!"

Kui Heng Su melancarkan sebuah pukulan ke arah patung singa yang terdapat di depan pintu gerbang, Patung itu langsung pecah berantakan dan debunya beterbangan ke mana-mana. Setelah tertawa dingin dua kali, dia melesat cepat meninggalkan tempat itu.

Siau Po tertegun beberapa saat Dalam hati dia berpikir.

-- seandainya pukulan tadi ditujukan kepadaku, wah... tentu hebat sekali sebetulnya dia ingin memberi peringatan kepadaku agar jangan merusakkan rencananya, kalau tidak pukulan itu akan dirasakan olehku! -

Iseng-iseng dia juga melancarkan sebuah pukulan ke arah patung singa yang satu lagi, tapi dia segera menarik tangannya kembali dan menjerit kesakitan Begitu dia memperhatikan telapak tangannya, rupanya terdapat sedikit luka yang mengeluarkan darah.

Siau Po kembali lagi ke ruangan sebelah timur, Tampaknya Tan Kin Lam dan yang lainnya sedang minum arak. Dia melaporkan pada gurunya bahwa dia telah menjelaskan keadaan dalam istana pada pasangan suami istri Kui Heng Su. Dan baru saja dia mengantarkan ketiga tamunya keluar, Tan Kin Lam mengangguk-anggukkan kepalanya, Sembari menarik nafas panjang dia berkata.

"Seandainya pun mereka berhasil membunuh Raja Tatcu, rasanya mereka sendiri tidak dapat keluar dengan selamat dari istana."

Para tamu minum arak dengan perlahan-lahan, Tampaknya mereka mempunyai jalan pemikiran masing-masing, walaupun ada satu dua orang yang mengucapkan beberapa kata, tapi tidak ada seorang pun yang memberikan jawaban.

Setengah kentungan kemudian, terdengar seseorang berkata dari luar ruangan. "Lapor tayjin, kepala pasukan Tuan Thio mohon bertemu!"

Hati Siau Po gembira sekali mendengarnya, tapi dia pura-pura berkata.

"Sudah tengah malam begini, ada urusan apa sih? Bilang saja aku sudah ingin tidur, ada persoalan apa, katakan besok pagi saja!"

"Baik," sahut orang itu.

"Mungkin ada kabar dari istana, Lebih baik kau tanyakan saja," kata Tan Kin Lam dengan suara rendah.

Siau Po mengiakan, lalu berjalan ke Iuar. Begitu sampai di ruangan depan, dia melihat Tio Liang Tong, Ong Cin Po dan Sun Si Kek berdiri di sana. Thio Yong justru tidak kelihatan.

Siau Po jadi tertegun.

"Mana saudara Thio Yong?" tanyanya dengan suara rendah pula,

"Lapor tayjin," kata Ong Cin Po. "Telah terjadi sesuatu pada diri Kepala pasukan Thio Yong, Dia ditemukan pingsan di tengah jalan, tapi sekarang sudah digotong ke kamar samping."

Siau Po terkejut setengah mati mendengar laporan itu. "Hah? Apa yang terjadi?" tanyanya.

Tanpa menunggu jawaban dari Ong Cin Po dan yang lainnya, dia segera berlari ke kamar samping, Tampak sepasang mata Thio Yong terpejam erat, wajahnya pucat pasi dan dadanya tersengal-sengal.

"Saudara Thio, kenapa kau?" teriak Siau Po. Perlahan-lahan Siau Po membuka mata Thio Yong.

"Hamba... hamba. " Mata Thio Yong mendelik ke atas dan dia jatuh tidak sadarkan 

diri lagi.

Siau Po mengulurkan tangannya ke balik pakaian Thio Yong. Dia menarik keluar sehelai kertas yang merupakan surat rahasia untuk kaisar Kong Hi. Diam-diam dia mengeluh.

"Tadi seorang perwira yang mendapat tugas berjaga malam datang melaporkan bahwa dia melihat seorang tentara terkapar di tengah jalan, Ketika hamba menyuruh orang melihat ke sana, dia segera mengenali kepala pasukan Thio Yong, maka dia menggotongnya pulang, Darah yang terdapat di belakang kepala kepala pasukan Thio  Yong sudah mulai membeku. Tampaknya dia pingsan sudah cukup lama," kata Sun Si Kek memberikan keterangannya,

-- Dia pingsan sudah cukup lama. Surat itu belum sempat diantarkan pula. Tampaknya begitu keluar pintu, dia sudah dicelakai orang. Mungkinkah ketiga ekor kura-kura itu menanamkan orangnya di sekitar tempat ini? Mereka takut aku memberikan laporan kepada Sri Baginda, maka begitu melihat Thio Yong keluar, mereka segera turun tangan, -- Pikir Siau Po dalam hatinya.

Hatinya menjadi gelisah, Pada saat itu, perlahan-lahan Thio Yong sadar kembali, Ong Cin Po cepat-cepat membawakan kendi arak agar orang itu dapat minum beberapa teguk, Sun Si Kek dan Tio Liang Tong menggunakan arak hangat untuk menggosok sepasang tangan Thio Yong. Dengan demikian, semangat Thio Yong agak pulih kembali.

"Hamba pantas mati, Baru keluar belum ada seratus langkah, tiba-tiba saja dada ini terasa sakit... seperti disayat sembilu.... Dipaksa... kan berjalan beberapa langkah lagi, kakiku limbung lalu pandangan mataku menjadi ge... lap. Ka... rena itu... tugas yang diberi... kan tay.,, jin belum sempat hamba jalan... kan, se... karang,., juga... hamba... akan..." sembari berkata, dia memaksakan diri untuk bangun.

"Thio toako, harap kau rebah saja agar bisa beristirahat!" kata Siau Po cepat, "Urusan ini bisa diselesaikan mereka bertiga."

Siau Po segera menyerahkan surat rahasia kepada Ong Cin Po dan memerintahkan mereka bertiga agar segera menuju istana raja dengan membawa sejumlah Sie Wie. Hatinya panik sekali.

-- Ketiga orang dari keluarga Kui itu sudah berangkat dua jam lebih, kemungkinan jiwa Siau Hian Cu tidak bisa dipertahankan lagi. Yah, apa boleh buat, kita lihat peruntungannya saja, - pikirnya.

Ong Cin Po dan kedua rekannya menerima baik tugas itu dan segera melaksanakannya.

"Si kakek tua yang ada dalam ruang baca tayjin tadi, ilmunya tinggi sekali..." kata Thio Yong ter-sendat-sendat. "Ketika aku berjalan ke... luar... dari sana, huk... huk... dia menepuk pung... gungku dengan per... Iahan.... Pa... da waktu i... tu aku tidak merasa... kan apa-apa, rupanya aku sudah terluka di... dalam, Keluar belum berapa jauh, sakitnya segera... tera... sa, sehingga... menggagalkan ren... cana tayjin..."

Saat itu Siau Po baru sadar. Rupanya Kui Heng Su yang melihat isi suratnya bukan laporan rahasia, tetap saja menaruh kecurigaan Diam-diam dia turun tangan terhadap Thio Yong, dengan demikian tugasnya jadi tidak terlaksana, Siau Po melihat sikap Thio Yong yang salah tingkah karena menemui kegagalan Siau Po segera menghiburnya. "Thio toako, kau istirahatlah dengan tenang! Dalam hal ini, kau sama sekali tidak dapat disalahkan Makanya! Kura-kura tua itu telah mencelakaimu kita harus mencari jalan untuk menebus nya""

Dia menambahkan beberapa patah kata lagi untuk menenangkan perasaan Thio Yong, kemudian memerintahkan seorang pelayan untuk membawakan sup jinsom sebagai obat penguat tubuh dan sekalian menyuruhnya memanggil tabib untuk mengobati Thio Yong.

Setelah itu, Siau Po kembali ke ruangan timur, "Bukan berita dari istana," katanya, "Kepala pasukan dipukul oleh Kui loya, mungkin selembar jiwanya sulit dipertahankan lagi."

Para hadirin terkejut sekali mendengarnya, "Kenapa dia memukul Kepala pasukan Thio?" tanya mereka serentak.

Siau Po menggelengkan kepalanya, "Kepala pasukan Thio sedang meronda di luar, melihat mereka, dia mengajukan pertanyaan Rupanya Kui loya merasa tidak senang dan menghadiahkan sebuah pukulan untuknya."

Para hadirin manggut-manggut mendengar keterangannya, Dalam hati mereka berpikir.

-- Seorang pesilat biasa mana mungkin menahan pukulan si kakek Kui Heng Su yang demikian lihay! -

Diam-diam Siau Po sendiri merasa menyesal.

-- Kalau sejak semula aku tahu Thio Yong telah terkena pukulan si kura-kura tua itu dan surat rahasia tidak bisa sampai ke tangan Siau Hian Cu tepat waktunya, mestinya aku tidak boleh menjelaskan keadaan di dalam istana dengan terperinci seharusnya aku memberikan keterangan yang kacau, biar si kura-kura tua, kura-kura betina dan anak kura-kura itu pusing tujuh keliling berputaran dalam istana! -- pikirnya.

Orang-orang yang ada dalam ruangan itu duduk menunggu, Telinga mereka mendengar suara kentungan, ternyata sudah jam tiga subuh. Tidak berapa lama kemudian, dari kejauhan terdengarlah suara gonggongan anjing dan ayam berkokok. 

Hati mereka terasa tegang, Sedikit suara saja, tangan mereka langsung menggenggam gagang senjata masing-masing. Tapi begitu suara-suara lenyap, mereka duduk kembali dengan gelisah.

Beberapa saat kemudian, kokok ayam kembali terdengar, segurat garis putih yang tipis mulai terlihat lewat celah jendela. Pagi sudah datang, fajar telah menyingsing, Meskipun tidak ada seorang yang bersuara, tapi hati mereka sama-sama diliputi ketegangan. "Sudah pagi," kata Siau Po. "Sebaiknya aku pergi ke istana untuk mencari info." "Seandainya pasangan suami istri Kui Heng Su tidak berhasil dalam usahanya dan 

mendapatkan kemalangan, kau harus berusaha menolong mereka, Kematian Gouw 

Liok Kie toako adalah salah paham. Dalam hal ini kita tidak boleh menyalahkan mereka, Kau harus menyadari bahwa kepentingan umumlah yang terutama, jangan mencampur adukkannya dengan dendam pribadi penghinaan yang diperlihatkan oleh mereka pun, kau tidak boleh ambil hati, mengerti?" kata Tan Kin Lam.

"Pesan Suhu tentu akan Tecu perhatikan Tapi,., tapi kalau mereka sudah berhasil membunuh Si Raja cilik, biarpun Tecu ingin mempertaruhkan jiwa, rasanya sulit lagi memberikan pertolongan kepada mereka," sahut Siau Po.

Tiba-tiba saja dia berpikir bahwa ada kemungkinan saat ini Siau Hian Cu sudah dibunuh oleh ketiga ekor kura-kura itu. Hatinya menjadi pilu, air matanya jatuh bercucuran.

"Sayangnya Gouw toako..." Dengan alasan Gouw Liok Kie, suara tangisnya semakin meraung-raung.

"Berhasil atau tidaknya usaha pasangan suami istri Kui Heng Su, keadaan dalam kotaraja hari ini pasti kacau balau," kata Bhok Kiam Seng. "Aku mempunyai sejumlah saudara yang berdiam di sekitar istana menunggu berita, sebaiknya aku cari mereka sekarang agar dapat menyuruh mereka menyembunyikan diri untuk sementara, Setidaknya sampai situasi aman kembali."

"Betul," ujar Tan Kin Lam. "Para saudara dari Thian Te hwe kami juga banyak yang tersebar di sana, semuanya berpencar untuk memberitahukan masalah ini, suruh mereka berhati-hati, jangan sampai terkena getahnya! Tengah malam nanti, kita bertemu kembali di tempat ini. Kita rundingkan lagi tindakan selanjutnya."

Para hadirin setuju dengan usul yang diberikan ketua pusat perkumpulan Thian Te hwe itu. Tan Kin Lam memerintahkan empat orang anak buahnya keluar untuk melihat keadaan Setelah mendapat laporan bahwa di luar keadaan aman, mereka baru meninggalkan tempat itu.

Baru saja Siau Po bermaksud ke luar, Sun Si Kek datang, Dia melaporkan bahwa surat rahasia Siau Po sudah diantarkannya, Ketika penjaga di istana mendengar bahwa ada sepucuk surat rahasia dari Ciam Cai Tayjin untuk Sri baginda, orang itu langsung menghambur ke dalam untuk menyampaikannya, Sun Si Kek dan kedua rekannya menunggu di luar, Sampai jam lima pagi, masih belum ada jawaban dari dalam. 

Sampai sekarang Tio Liang Tong dan Ong Cin Po masih menunggu di sana, Karena khawatir Ciam Cai tayjin menanti terlalu lama, Sun Si Kek pulang dulu memberikan laporannya.

"Baiklah, Kau jaga saja Kepala pasukan Thio disini!" kata Siau Po. Hati Siau Po masih gelisah tidak menentu, Dia menyuruh beberapa orang congpeng untuk menggiring ke luar si permaisuri palsu dan dengan tandu mereka berangkat bersama-sama ke istana.

Begitu sampai di pintu gerbang istana, Siau Po melihat keadaan di sana sunyi senyap, Belasan Sie Wie penjaga yang memang bertugas di sana segera menghadapnya sambil tertawa terkekeh-kekeh.

"Hu congkoan tentunya sudah letih sekali, tapi kota Yang-ciu pasti indah sekali, bukan?" sapa mereka.

Siau Po berpikir dalam hati.

- seandainya terjadi sesuatu dalam istana, mereka tentu tidak akan keisengan menanyakan pemandangan kota Yang-ciu segala, - Karena itu dia segera tersenyum dan menganggukkan kepalanya, "Selama ini, keadaan kalian baik-baik saja, bukan?" tanyanya.

"Berkat peruntungan Hu congkoan yang besar, kami baik atasan maupun bawahan dalam keadaan baik-baik saja, Namun pemberontakan yang dilakukan oleh Gouw Sam Kui benar-benar merepotkan junjungan kita, Tidak jarang pada tengah malam, beliau mengumpulkan menteri-menterinya untuk merundingkan urusan ini," sahut salah seorang penjaga.

Mendengar kata-kata itu, hati Siau Po jadi lega seketika. Salah seorang penjaga tersenyum simpul dan herkata,

"Dengan kembalinya Hu congkoan yang biasa menangani segala urusan, Sri Baginda tentu bisa bersantai sedikit."

Siau Po tertawa.

"Kalian tidak perlu mengumpak. Oleh-oleh yang kubawa dari Yang-ciu cukup banyak, semuanya pasti kebagian," katanya,

Para penjaga itu gembira sekali. Mereka mengucapkan terima kasih sampai berulang kali.

Siau Po menunjuk pada tandu yang ada di belakangnya.

"Di dalam tandu itu terdapat penjahat yang diinginkan oleh Thay Hou dan Sri Baginda, sebaiknya kalian periksa dulu!" katanya pula.

Disingkapkannya tirai tandu itu, beberapa orang Sie Wie segera mengulurkan tangannya untuk mencari-cari, ternyata tidak ditemukan senjata tajam atau benda lainnya yang berbahaya, Sembari tertawa mereka berkata. "Jasa Hu congkoan kali ini tidak kecil, kami pasti akan diundang minum arak kenaikan pangkat lagi."

Siau Po masuk ke dalam istana. Dia segera menemui Sie Wie yang menjaga di sekitar Kan Ceng Bun. Ternyata Sri Baginda benar-benar dipusingkan oleh masalah pemberontakan Gouw Sam Kui sehingga sejak tengah malam beliau mengadakan perundingan dan sampai saat ini belum bubar Siau Po senang sekali mendengarnya, - Rupanya Sri Baginda sibuk sepanjang malam Tentu saja penjagaan di sekitar istana ditujukan ke Yan Sim Tian, makanya di luar tidak kelihatan apa-apa. Lagipula penerangan di pendopo itu luar biasa. Di sana terdapat empat ribu lentera yang tergantung di sana sini. Meskipun ketiga ekor kura-kura dari keluarga Kui lihai sekali, mana mungkin mereka bisa mendekati Sri Baginda? seandainya Siau Hian Cu tadi malam cepat-cepat masuk tidur, kamarnya pasti gelap sekali. 

Kemungkinan tadi malam jiwanya sudah melayang. Aih, ternyata dia bisa menjadi raja bukan hanya karena ahli waris saja, tapi peruntungannya memang lain daripada orang biasa, Untung juga ada si kdra-kura tua Gouw Sam Kui yang melakukan pemberontakan Dengan demikian hati Sri Baginda jadi resah dan tidak dapat tidur nyenyak, -- pikirnya dalam hati.

Setelah selesai bertanya, Siau Po segera menuju bagian luar pendopo Yang Sim Tian, Di sana dia berdiri menunggu. Meskipun dia sangat disayang oleh Kaisar Kong Hi, tapi junjungannya itu sedang mengadakan rapat besar, Maka bagaimana pun dia tidak berani lancang masuk ke dalam.

Kurang lebih satu jam kemudian, tampak pintu utama pendopo itu dipentang lebar- lebar oleh seorang Sie Wie, Dari dalam berjalan ke luar Kong Cin Ong, Beng Cu, So Ngo Ta dan yang lain-lainnya.

Ketika melihat Siau Po, semuanya tersenyum simpul sambil melambaikan tangannya, Tidak ada seorang pun yang berani menyapanya.

Seorang thay-kam masuk memberikan laporan Kaisar Kong Hi segera menyatakan bahwa Siau Po boleh masuk menemuinya.

Siau Po berjalan ke dalam, Dia berlutut dan menyembah Tampak olehnya keadaan kaisar Kong Hi yang baik-baik saja, hanya tampangnya yang agak kusut Hati Siau Po gembira sekali.

"Sri Baginda, hamba,., senang sekali melihatmu. " sepanjang malam Siau Po

mengkhawatirkan keadaan Kong Hi, tanpa dapat menahan diri lagi air matanya jatuh bercucuran.

Kaisar Kong Hi tertawa melihatnya. "Lho, tidak ada apa-apa kok nangis?" "Hamba menangis karena saking gembiranya, Sri Baginda," sahut Siau Po. Kong Hi dapat melihat sikap Siau Po yang tulus, Dia tertawa sekali lagi.

"Bagus, bagus!" katanya, "Gouw Sam Kui sudah memenangkan beberapa kali peperangan, dia mengira aku tidak berani membunuh anaknya, Mak-nya! Kemarin aku sudah memenggal batok kepala si keparat Gouw Eng Him!"

Siau Po terkejut setengah mati, mulutnya sampai mengeluarkan seruan.

"Hah! Sri Baginda telah membunuh Gouw Eng Him?" tanyanya untuk menegaskan. "Memangnya kenapa?" tanya Kaisar Kong Hi. "Para menteri menasehati aku agar 

jangan membunuh Gouw Eng Him. Mereka bilang urusannya nanti semakin runyam. Mungkin kita masih bisa mengadakan perundingan dengan Gouw Sam Kui, Apalagi kalau pemberontakannya tidak diungkit-ungkit lagi dan ia tetap boleh menjadi raja muda di In-lam. Mereka juga bilang, kalau aku membunuh Gouw Eng Him, tidak ada lagi yang dikhawatirkan oleh Gouw Sam Kui, tindakannya semakin menjadi-jadi. Huh! Dasar pengecut!"

"Sri Baginda sungguh bijaksana, Hamba pernah menyaksikan pertunjukkan sandiwara yang di situ. Ciu Yu dan Lu Siau pernah berkata, bahwa sebagai menteri- menteri yang setia, kita boleh mengajukan peperangan kapan saja, tapi jangan sekali- sekali memperlihatkan kelemahan apalagi menunduk kepada musuh, Demikian pula kita sekarang, Biarlah para menteri itu berunding dengan Gouw Sam Kui, tapi jangan sekali-sekali Sri Baginda tunduk kepadanya," sahut Siau Po.

Kaisar Kong Hi senang sekali, Dia menepuk meja keras-keras kemudian turun dari kursinya.

"Siau Kui cu, seandainya kau datang kemarin dan mengatakan dalil ini, para menteri atau pun raja-raja muda yang hadir pasti tidak ada satu pun yang berani menasehati aku agar mengadakan perundingan dengan Gouw Sam Kui. Huh! Biarpun mereka menyerah kepada Gouw Sam Kui, kemungkinan kelak mereka tetap akan menduduki jabatan yang sama", tentu mereka tidak merasa dirugikan!" 

Dia merasa, meskipun Siau Po tidak berpendidikan tapi setidaknya lebih jujur dibandingkan yang lain. Setidaknya bocah ini selalu mengutamakan kepentingannya, Ditariknya tangan Siau Po menuju sebuah meja besar yang di atasnya terdapat sehelai peta besar.

"Aku sudah memerintahkan orang untuk menyiapkan pasukan sebagian menjaga dari daerah Cin Ciu sampai Tiong Tek, sebagian lagi dari Bu Cong sampai Vok Ciu. Aku mengutus Cang Erl Min yang menjadi panglimanya, Bila ada sesuatu yang mendesak, dia boleh melakukan penyerangan. Barusan aku juga mengutus Mo Lok untuk menjadi pemimpin pasukan dan berjaga-jaga di Say An. Dengan demikian, sepanjang jalan menuju kotaraja telah dijaga ketat. seandainya Gouw Sam Kui sudah menguasai Inlam,  Kui Cu dan sekitarnya, kita juga tidak perlu merasa takut dia akan mementangkan sayapnya," kata kaisar Kong Hi menjelaskan

"Sri Baginda," kata Siau Po. "Harap Sri Baginda juga menganugerahkan sebuah jabatan dalam militer kepada hamba agar hamba dapat membantu menjatuhkan Gouw Sam Kui!"

Kong Hi tertawa sambil menggelengkan kepalanya.

"Urusan militer atau pun perang bukanlah permainan," katanya. "Sebaiknya kau berdiam dalam istana menemani aku saja, Lagipula, yang diutus kali ini adalah pejabat- pejabat tinggi pemerintahan yang merupakan orang Boan Ciu asli, Mungkin mereka bisa tidak senang kalau kau ikut-ikutan."

"lya," sahut Siau Po. Dalam hati dia berpikir -Gouw Sam Kui ingin menarik simpati orang-orang Han untuk mengusir Bangsa Tatcu, sedangkan aku hanya orang Boan gadungan, tentu saja Sri Baginda tidak bisa percaya penuh kepadaku, --

Ternyata Kaisar Kong Hi bisa menebak isi hatinya

"Kau begitu setia kepadaku, Bukannya aku tidak mempercayaimu Siau Kui Cu, pasukan biasa maupun pasukan berkuda yang dipimpin Gouw Sam Kui bukan kepalang hebatnya, Mungkin perlu waktu tiga, lima atau tujuh tahun untuk menghentikan pergerakannya, Malah ada kemungkinan di tahun-tahun pertama kita terpaksa harus menelan kekalahan. Dalam peperangan kali ini, kita harus mengambil patokan, pahit dulu manisnya belakangan Kau suka menang dalam peperangan atau kalah dalam peperangan?" tanyanya.

"Tentu saja menang dalam peperangan Kalau sampai kalah dan terpaksa lari terbirit- birit, tentu tidak enak rasanya!" sahut Siau Po.

Kaisar Kong Hi tertawa.

"Kau begitu setia terhadapku, aku juga tidak akan merugikan dirimu. Kekalahan yang akan kita terima di tahun-tahun pertama peperangan ini, biarlah dijalankan orang lain. Apabila pasukan Gouw Sam Kui sudah jenuh dan letih dan posisi kita semakin mantap, aku akan mengutus kau membawa pasukan besar ke Inlam dan menangkap sendiri si pemberontak tua itu. Tahukah kau apa janji yang kutuliskan dalam surat pernyataan mengenai peperangan ini?" tanya kaisar Kong Hi.

Siau Po senang sekali mendengar janjinya.

"Sri Baginda berpandangan luas dan berpengetahuan tinggi, apa yang dijanjikan dalam surat pernyataan itu mana mungkin bisa hamba tebak?"

Kong Hi tertawa. "Dalam surat pernyataan itu ada janji yang aku buat sebagai berikut Siapa pun yang berhasil meringkus Gouw Sam Kui, maka jabatan yang sebelumnya dipegang oleh si pemberontak itu akan dianugerahkan pada orang tersebut Siau Kui Cu, dalam hal ini terpaksa harus dilihat sampai di mana kehebatanmu Maknya, coba lihat apakah Hu Tek Seng ini pantas menjadi Peng Si Ong atau tidak? Ha ha ha ha!" 

Dia memiringkan kepalanya dan menatap Siau Po sekejap, Kemudian berkata pula, "Sekarang kau masih terlalu kecil, wibawamu masih kurang, mungkin enam tujuh tahun lagi, kalau umurmu sudah dua puluhan, bisa jadi pantas juga kau dianugerahkan gelar Ong ya."

Siau Po ikut tertawa.

"Jabatan setinggi Peng Si Ong, mungkin peruntungan hamba tidak sebagus itu," sahutnya. "Tapi kalau Sri Baginda mengutus hamba menjadi panglima perang ke Inlam untuk meringkus Gouw Sam Kui, wah... keren benar! Hamba akan membawa tombak panjang dan berdiri di hadapannya sambil membentak: "Gouw Sam Kui, berlutut di hadapan Jenderalmu!" 

Hamba memuja kepada Thian Yang Kuasa agar Gouw Sam Kui diperpanjang umurnya, sehingga pada saat itu hamba sendiri yang akan menyeretnya ke mari dan menyuruhnya berlutut meminta pengampunan kepada Sri Baginda." 

Kaisar Kong Hi tertawa terbahak-bahak, "Bagus, bagus sekali!" serunya. Tiba-tiba wajahnya berubah serius, "Siau Kui Cu, peperangan yang akan berlangsung di tahun- tahun pertama ini pasti akan menemui banyak kesulitan Kalah dulu bukan persoalan, asal keadaannya tidak jadi kacau, Hanya seorang Jenderal besar yang bisa membuat situasi tidak kacau meskipun kalah. 

Lambat laun, dengan strategi yang dominan, kemenangan akan ada di pihak kita. Kau bukan panglima keberuntungan, juga bukan panglima yang gagah berani, apalagi disebut panglima besar Aih, sayangnya dalam pemerintahan ini juga tidak ada orang yang bisa dianggap panglima besar."

"Sri Baginda sendiri adalah seorang panglima besar, Sri Baginda sudah dapat melihat bahwa di tahun-tahun pertama kita terpaksa harus menelan kekalahan Meskipun kalah, keadaannya tidak akan menjadi kacau, Seperti dalam perjudian, Sri Baginda sudah memegang kartu utama, kartu apa pun yang dimiliki lawan, Sri Baginda tidak perlu khawatir lagi, Meskipun musuh mencoba menggertak dengan memanggil jumlah besar, akhirnya toh Sri Baginda juga yang akan meraih kemenangan dan menyapu bersih semua uang di atas meja. 

Yang penting, modal kita besar, Kalau mula-mula kalah, anggaplah kita meminjamkan uang kepada lawan, sampai akhirnya kita akan menagih kembali berikut bunganya," sahut Siau Po.

Kaisar Kong Hi tertawa terbahak-bahak. "Di dalam pemerintahan tidak ada panglima besar Aku sendirilah panglima besarnya, Kata-kata ini tidak keliru juga. "Meski harus mengalami kekalahan dulu, tapi semangat harus tetap ada. Dalam pemerintahan selain aku, mungkin tidak ada orang lain yang sanggup melakukannya," katanya.

Dari dalam laci kaisar Kong Hi mengeluarkan sehelai kertas yang ternyata surat rahasia dari Siau Po.

"Kau mengatakan ada penyerang gelap dan meminta aku berhati-hati menjaga diri?" tanyanya.

"Betul," sahut Siau Po. "Saat itu keadaan sudah mendesak sekali, hamba dijaga ketat oleh orang-orang itu pula, Dengan demikian hamba tidak mempunyai kesempatan untuk memberitahukan secara diam-diam. Karena itulah hamba membuat sebuah gambar, Untung saja Sri Baginda begitu cerdas sehingga sekali lihat saja sudah mengerti artinya, walaupun orang yang akan melakukan penyerangan gelap itu ada di tempat, dia toh tidak mengerti gambar apa yang hamba buat ini. Untung saja Sri Baginda dilindungi oleh para Dewata sehingga niat jahat orang itu tidak kesampaian."

"Orang seperti apa penyerang gelap itu?" tanya kaisar Kong Hi.

"Dia adalah orang yang diutus Gouw Sam Kui untuk menyelinap ke kotaraja." sahut Siau Po.

Kaisar Kong Hi menganggukkan kepalanya,

"Begitu tahu Gouw Sam Kui akan melakukan pemberontakan aku sudah menambah penjagaan sebanyak tiga kali lipat, Ketika menerima surat rahasiamu tadi malam, aku menambah lagi sejumlah Sie Wie menjaga di luar sini."

"Pembunuh gelap yang dikirim Gouw Sam Kui ini lihay sekali. Meskipun Sri Baginda dilindungi para dewata, sebaiknya kita berhati-hati. jangan sampai Sri Baginda terkejut karenanya," sahut Siau Po.

Tiba-tiba suatu ingatan melintas dalam benaknya. Cepat-cepat Siau Po berkata pula. "Sri Baginda, hamba mempunyai sehelai kaos dalam mustika. Kalau dikenakan, tidak 

akan mempan senjata tajam atau yang lainnya, sekarang juga hamba akan 

melepaskannya agar dapat dipakai oleh Sri Baginda." Kaisar Kong Hi tersenyum simpul.

"Bukankah baju itu kau peroleh ketika menggeledah rumah Go Pay?" tanyanya.

Siau Po terkejut setengah mati. Meskipun kulit wajahnya cukup tebal, tapi pertanyaan ini sama sekali tidak terduga olehnya, selembar wajahnya jadi merah padam. Dia segera menjatuhkan dirinya berlutut sambil berkata. "Hamba pantas menerima hukuman mati Ya, ternyata urusan apa pun tidak dapat mengelabui Sri Baginda."

"Kaos dalam dari benang emas itu merupakan peninggalan kerajaan terdahulu Go Pay sudah berjasa besar, Dalam melakukan tugasnya dia juga terluka parah, Karena itu setelah mengadakan perundingan Hu Ong menghadiahkan baju mustika itu untuknya, Ketika aku mendapatkan laporan hasil penggeledahan dari rumah Go Pay, ternyata baju mustika itu tidak tercatat di dalamnya."

Siau Po hanya tertawa terkekeh-kekeh dan salah tingkah. Kong Hi juga tersenyum.

"Sekarang kau bersedia melepaskan baju mustika itu untuk kupakai, ini berarti hatimu tulus terhadapku Tapi aku berdiam dalam istana, di sekitarku ada ribuan penjaga, Rasanya pembunuh gelap itu juga sulit mendekati diriku, Tidak perlulah memakai baju mustika itu, Kau sendiri menangani berbagai urusan di luaran, Lebih banyak bahaya yang kau hadapi daripada aku. Baju mustika itu anggaplah aku menghadiahkannya kepadamu hari ini. Dengan demikian kau tidak akan menyandang sebutan maling lagi," katanya.

Sekali lagi Siau Po menjatuhkan diri berlutut dan menyatakan terima kasihnya, Keringat dingin telah membasmi seluruh tubuhnya.

-- Yang penting Sri Baginda jangan sampai tahu bahwa aku juga telah mencuri kitab Si Cap Ji Cin Keng. -- pikirnya.

"Kau setia terhadapku, hal ini aku tahu betul Tapi dalam menangani urusan apa pun, sebaiknya kau menggunakan peraturan, jangan seenaknya saja, seandainya suatu hari, aku terpaksa mengutus orang menggeledah rumahmu dan kaos mustika ini diambil oleh orang itu, celakalah kau!" kata kaisar Kong Hi pula.

Keringat dingin yang membasmi tubuh Siau Po semakin banyak.

"lya, iya. Hamba tidak berani lagi," katanya sambil menyembah lagi beberapa kali baru berdiri.

"Urusan Yang-ciu, Iain kali baru kita bicarakan lagi," kata kaisar Kong Hi. Tiba-tiba dia bersin beberapa kali, sepanjang malam si raja cilik tidak dapat tidur, tentunya sekarang sudah letih sekali.

"Baik," sahut Siau Po. "Berkat rejeki Thay Hou dan Sri Baginda yang besar, permaisuri palsu itu sudah berhasil hamba tangkap."

Mendengar kata-katanya, Kaisar Kong Hi langsung berseru. "Mana dia? Cepat giring masuk!" Siau Po segera ke luar dan memerintahkan empat orang Sie Wie untuk membawa Mao Tung Cu ke dalam serta mendorongnya agar berlutut di hadapan Kaisar Kong Hi.

"Dongakkan kepalamu!" bentak kaisar Kong Hi sembari berjalan mendekati permaisuri palsu itu.

Mao Tung Cu ragu-ragu sejenak, kemudian perlahan-lahan mengangkat wajahnya dan memperhatikan Kaisar Kong Hi.

Kong Hi melihat wajah Mao Tung Cu yang pucat, timbul sekilas perasaan pilu dalam hatinya.

-- perempuan ini telah mencelakakan ibu kandungku sehingga meninggal, juga mencelakai Hu Ong sehingga bersedih hati dan memilih menjadi pendeta, Dia pula yang membuat aku menjadi yatim piatu. Dia juga menyekap Thay Hou sekian tahun dan membuatnya menderita, Rasanya tidak ada orang yang melebihi dosa perempuan ini. Tapi.. tapi... sejak kecil aku sudah kehilangan ibu, dialah yang membesarkan aku. 

Selama beberapa tahun ini, budinya terhadapku cukup besar. Dia memperlakukan aku seperti anaknya sendiri Dalam istana ini, satu-satunya orang yang benar-benar memperhatikan aku, mungkin hanya perempuan ini. Tentu saja masih ada si licik Siau Kui Cu. -- pikirnya dalam hati.

Dia merenung lagi sejenak, jauh di dasar lubuk hatinya juga menyadari.

-- Kalau dia tidak mencelakai selir Tong dan putranya, Yong Cin Ong, pasti kedudukan mahkota di kerajaan ini akan jatuh pada anak selir itu mengingat begitu sayangnya Hu Ong kepada ibunya. Kalau diingat kembali, budi perempuan ini terhadap aku semakin besar saja, --

Beberapa tahun yang lalu, usia kaisar Kong Hi masih terlalu kecil, Dalam ingatannya, tidak ada persoalan yang lebih menyakitkan daripada tidak mempunyai orang tua. Tapi setelah memegang tampuk pemerintahan selama beberapa tahun terakhir ini, dia merasa kedudukannya diincar oleh banyak orang. 

Dia sekarang menyadari bahwa kasih sayang orang tua masih tidak dapat dibandingkan dengan kedudukannya yang mulia. Tentu saja pikirannya ini tidak pernah dinyatakan kepada siapa pun juga, Bahkan mengingat terlalu lama pun, dia merasa agak bersalah.

Mao Tung Cu dapat melihat perubahan mimik wajah Kong Hi. Perlahan-lahan dia menarik nafas panjang.

"Dalam urusan pemberontakan yang dilakukan oleh Gouw Sam Kui, Sri Baginda tidak usah terlalu mencemaskannya. Biar bagaimana kesehatan Sri Baginda harus diutamakan. Apakah setiap pagi kau masih meminum sup sarang burung walet seperti biasanya?" tanyanya penuh perhatian. "Masih," sahut Kaisar Kong Hi tanpa sadar. 

"Dosaku terlalu berat, kau bunuh saja aku dengan tanganmu sendiri!" kata Mao Tung Cu pula.

Kembali serangkum rasa sakit menyelinap dalam dada Kaisar Kong Hi. Dia menggelengkan kepalanya lalu berkata kepada Siau Po.

"Giring dia ke Cu Leng Kiong, katakan kepada Thay Hou bahwa aku meminta beliau yang memutuskan hukuman apa yang akan dijatuhkan kepada perempuan ini!"

Siau Po menekuk sebelah lututnya. "Terima perintah!" sahutnya.

Kong Hi mengulapkan tangannya. "Pergilah!" .

Siau Po mengeluarkan surat pernyataan yang dibuat oleh Lhama Shang Cie dan pangeran Kaerltan. Dengan dua tangan disodorkannya surat-surat pernyataan itu kepada Kaisar Kong Hi.

"Rejeki Sri Baginda sungguh besar sekali, pemimpin andalan Tibet dan Mongol sekarang bertentangan dengan Gouw Sam Kui. Mereka mengambil keputusan untuk berpihak pada Sri Baginda," katanya.

Selama beberapa hari ini Kaisar Kong Hi sibuk mempersiapkan pasukannya, Dia justru khawatir kalau-kalau Mongol dan Tibet akan bergabung dengan Gouw Sam Kui. Karena itu, mendengar kata-kata Siau Po, dia terkejut sekaligus gembira.

"Benar ada urusan demikian?" tanyanya. Cepat-cepat dibukanya surat pernyataan itu, hatinya semakin berbunga-bunga, Dia mengibaskan tangannya memanggil dua orang Sie Wie menggiring Mao Tung Cu ke luar. Lalu dia bertanya lagi kepada Siau Po.

"Dua jasa yang begitu besar bagaimana kau bisa melaksanakannya? Maknya! Kau memang pantas disebut Panglima keberuntungan!"

Pada saat itu, kekuatan Mongol maupun Tibet tidak dapat dianggap enteng, seandainya kedua negara itu sampai bergabung dengan Gouw Sam Kui, sulit sekali baginya untuk memenangkan peperangan ini. 

Sekarang ternyata kedua pentolan kedua negara yang pengaruhnya besar dan berilmu tinggi sudi bekerja sama dengannya membasmi Gouw Sam Kui, Bagaimana hatinya tidak menjadi senang? Tapi urusan ini datangnya terlalu mendadak Untuk sesaat dia masih belum berani mempercayai benar tidaknya.

Siau Po tahu, kalau Si Raja cilik memaki "Mak-nya!" di hadapannya, berarti hati raja itu sedang senang. Dia pun tertawa terkekeh-kekeh. "Berkat rejeki besar Sri Baginda, hamba telah mengangkat saudara dengan mereka, Si Lhama Shang Cie jadi toako, pangeran Kaerltan menduduki peringkat kedua, hamba jadi saudara terkecil sahutnya.

Kaisar Kong Hi tertawa.

"Akalmu memang paling banyak, persyaratan apa yang kau janjikan kepada kedua orang itu sehingga mereka bersedia membantu aku menjatuhkan Gouw Sam Kui?" tanya Kaisar Kong Hi.

Siau Po tertawa Iebar.

"Sri Baginda memang cerdas, tentu saja tahu bahwa pengangkatan saudara ini hanya kedok saja, tidak dapat dianggap serius, Mereka juga melakukannya karena ingin mendapat anugerah dari Sri Baginda, Shang Cie ingin menjadi Buddha Hidup, Selain Dalai Lhama dan Buddha Hidup Shang Cie. sedangkan Pangeran Kaerltan itu ingin menjadi,., entah Cen Ke El Hao apa... hamba kurang pa-ham. "

Kaisar Kong Hi tertawa terbahak-bahak.

"Cen Ke El Hao? Ah! Betul! Tentunya dia ingin menjadi Jengel Khan! Kedua urusan ini tidak sulit sama sekali, Lagipula tidak perlu mengeluarkan biaya, Pada waktunya nanti, tulis saja sebuah firman dengan cap kerajaan, dan kau sebagai utusanku yang menyampaikan penganugerahan kedua orang itu di Tibet dan di Mongol. 

Kau sampaikan pada toako dan jikomu itu, asal mereka bersungguh-sungguh membantu aku, apa yang mereka damba-kan akan menjadi kenyataan, Yang penting, harus setia. jangan mulut berbicara hitam, tapi hati justru mengatakan putih, Pokoknya, apa yang dijanjikan dan apa yang dilaksanakan harus sama!"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar