Kaki Tiga Menjangan Jilid 76

Jilid 76

Siau Po melihat beberapa orang wanita dari keluarga Cuang telah berdiri menunggu di samping dengan membawa tali pada tangan mereka masing-masing, Wanita itu sambil tertawa melanjutkan kata-katanya.

"Kalau kau yang telah memerintahkan orang-orang itu untuk mengikat paman seperguruanku dan beberapa kawan-kawannya, lebih baik kau saja yang menarik kembali perintah yang telah kau katakan pada mereka, Jadi tidak ada urusannya denganku, aku hanya melihat kalian saja. Aku tidak berani mengikat paman seperguruanku itu. Namun jika ia tidak diikat dan sadar, Wah aku tidak dapat mengalahkannya. Adik kecil, apakah kau sanggup mengalahkan dia?" tanyanya.

Siau Po senang sekali, Sambil tertawa lebar ia berkata.

"Wah, lebih-lebih aku. Kalau kau saja sudah mengatakan tidak sanggup lalu siapa yang akan dapat mengalahkannya, sedangkan aku sendiri tidak memiliki ilmu apapun.

Siau Po mengamati si wanita itu. ia lalu berusaha mengartikan kata-kata wanita itu. Asalkan urusan ini tidak ada hubungannya dengan aku, atau dapat berkaitan dengan dirinya, dengan demikian ia tidak dapat berlaku kurang ajar terhadap paman seperguruannya itu. Karena itu ia lalu berkata pada kawan-kawannya. "Orang ini adalah sekongkolan Gouw Sam Kui. ia bukan orang baik-baik. Kita orang- orang Thian Te hwe mengikatnya. sehingga urusan ini tidak ada hubungannya dengan kakak nenek. Dengan demikian kita telah mengambil jalan tengah." katanya.

Ci Cuan dan yang lainnya telah dipermainkan dengan si laki-laki penyakitan ini, ini merupakan hal yang sangat memalukan dan mereka belum pernah mengalami sebelumnya. 

Dalam hati memang mereka telah dendam dan benci setengah mati. Karena itu mereka segera mengambil tali-tali yang dipegang oleh para wanita yang ada di rumah itu, yaitu wanita dari keluarga Coan. 

Setelah menerima tali dari tangan para wanita itu ia segera mengikat si kakek dan si nenek serta si laki-laki penyakitan dan beberapa pelayannya.

Perempuan yang menggunakan pakaian kuning itu lalu bertanya.

"Bagaimana mungkin paman seperguruanku dapat berteman dengan Gouw Sam Kui. Dan dari mana kalian dapat mengetahuinya?"

Mendengar pertanyaan itu, Siau Po lalu menceritakannya kepada si wanita adik seperguruan si kakek yang telah membuatnya menjadi repot, Siau Po menceritakannya tanpa mengurangi ataupun menambahkannya.

Cerita itu diawali sejak mereka bertemu di kedai makan di ujung desa, ia pun menceritakannya tentang kelakuan si laki-laki penyakitan yang telah mempermainkan kawan-kawannya sesama anggota Thian Te hwe, Siau Po ternyata masih menyembunyikan beberapa cerita yang membuat malu pada dirinya dan juga kawan- kawannya. 

Secara kasarnya ia menceritakan kalau si laki-laki penyakitan telah melakukan perbuatan yang memalukan itu, Dan si laki-laki penyakitan itu mempunyai ilmu yang sangat lihat sekali, Kawan-kawannya bukanlah tandingan laki-laki penyakitan itu,

"Adik seperguruanku ini, sebenarnya ia pernah ditolong oleh guruku, Sejak kecil orang ini telah penyakitan, dan sampai sekarangpun aku melihat keadaannya masih sama saja dengan tahun-tahun yang lalu, Namun ia anak tunggal dari paman seperguruanku dan dapat dikatakan kalau anak ini adalah permata hati mereka. Meskipun anak laki-laki yang satu-satunya ini mempunyai penyakit sudah beberapa puluh tahun tidak dapat sembuh juga." kata wanita yang menggunakan pakaian kuning.

Wanita itu menghentikan sejenak kata-katanya. ia melirik pada si kakek, dan setelah itu ia melanjutkan kata-katanya.

"Paman seperguruanku sebenarnya orang dari golongan lurus, Bagaimana mungkin ia dapat sekongkol dengan si penjahat besar Gouw Sam Kui. Akan tetapi jika masalah itu benar, aku tidak akan dimarahi guruku." Kalau mendengar dari nada kata-katanya Siau Po dapat mengetahui bahwa si wanita ini sebenarnya paling takut selalu dengan gurunya.

"Siapa pun yang telah menolong Gouw Sam Kui, ia harus dibunuh, itu sudah merupakan keputusan Dan kalau gurumu sampai mengetahui akan hal itu tentulah ia akan memujimu setinggi langit." kata Siau Po.

Perempuan itu tertawa. "Benar."

Matanya menatap pada si kakek dan si nenek yang berada di depannya, ia termenung sesaat, lalu memeriksa pernapasan si laki-laki penyakitan, dan berkata kembali

"Tan Nai Nai, kalau paman seperguruanku ini sudah sadar, ia pastilah akan marah sekali. Lebih baik begini saja, mereka kita ikat semuanya, dan setelah itu kita semua pergi meninggalkan tempat ini dan meninggalkan mereka dalam keadaan tidak sadarkan diri, jika mereka telah sadar, mereka tidak akan mengetahui siapa sebenarnya yang telah melakukannya, bagaimana menurut pendapat kalian?" tanyanya.

"Apa saja yang akan diperintahkan oleh Suhu, kami semua akan menurut saja," jawab Sam Nai Nai.

Akan tetapi dalam hati mereka berpikir

- Mereka telah tinggal di tempat ini selama beberapa puluh tahun, tiba-tiba mereka harus meninggalkan tempat itu. Bagaimanapun masih timbul rasa berat dalam hatinya, Lagi pula urusan pindah bukanlah urusan yang mudah dan sepele - katanya dalam hati

Seorang nenek yang berpakaian putih pun ikut berkata.

"Musuh sudah kita dapatkan, berarti dendam kami telah terbalas, Karena itu kami akan membakar abu jenazah," katanya.

"Apa yang dikatakan koko memang benar," kata si nenek.

Sementara itu, orang-orang Thian Te hwe segera menyeret Gou Cie Yong, dan menghempaskannya dalam keadaan berlutut di atas tanah, Sang nenek mengambil sebuah buku dari atas meja, dan menyodorkannya pada Gou Cie Yong.

"Gaou Tayjin, buku apa ini? Apakah kau masih dapat mengenalinya?" tanyanya.

Gaou Cie Yong setelah melihat buku yang telah lusuh itu, baik tebal tipisnya ia segera mengenali. Dari buku itulah ia mendapatkan rejeki dan kenaikan pangkat. Sekali ia melihat judul buku yang diberikannya maka ia langsung saja mengenali dan mengetahui secara benar isi yang ada di dalam buku itu.  Buku itu berisi daftar nama-nama menteri yang setia dan orang-orang kepercayaan dari Kerajaan Beng. Karena itu ia segera menganggukkan kepala.

"Sekarang kau perhatikan baik-baik! Pada buku ini terdapat nama-nama yang telah ditulis di papan, Kalau kau membacanya sampai habis tentulah kau akan mengetahui isi yang ada di dalam buku ini," kata Nai Nai.

Gaou Cie Yong memalingkan wajahnya dan melihat tulisan yang dimaksudkannya itu, jumlah nama-nama yang ada di dalam buku itu seratus lebih yang kesemuanya adalah orang-orang kepercayaan, atau setidaknya orang yang mempunyai perhatian dengan Kerajaan Beng, Dan dialah yang telah melaporkan hal ini pada Kaisar Tat Cu, sehingga mereka semuanya dihukum mati.

Gaou Cie Yong tidak sempat membaca keseluruhannya, hanya membaca beberapa nama saja, akan tetapi sukmanya terasa sudah terbang melayang, lidahnya telah terpotong oleh Siau Po. sebenarnya dirinya sendiri sedang berada dalam keadaan setengah hidup, tubuhnya segera lemas, ia terkulai di atas tanah dan gemetar hebat.

"Demi mendapatkan harta dan pangkat, kau telah mencelakai banyak orang, orang- orang yang namanya tertulis di buku ini sebagian besar mati di dalam penjara, dan sebagian lagi tersiksa sebelum mati, Bahkan ada yang sampai merasakan berbagai macam penderitaan. 

Kami-kami ini jika tidak ditolong suhu kami pastilah telah mendapatkan celaka, Kalau pada hari ini kami membunuhmu dengan sekali bacokan saja sebenarnya sudah terlalu enak bagimu. Akan tetapi kami orang-orang dari golongan lurus, seandainya kau akan mati dengan tenang dan enak, sebaiknya kau membunuh dirimu sendiri saja," katanya.

Selesai berkata ia lalu membuka tali dan membebaskan jalan darah di tubuh Gaou Cie Yong.

"Trang!" ia melemparkan sebilah pedang pendek ke atas tanah.

Tubuh Gaou Cie Yong gemetaran, perlahan-lahan ia mengambil pedang yang diberikan wanita itu, Akan tetapi untuk membunuh dirinya sendiri mana mungkin ia mempunyai keberanian. Tiba-tiba ia membalikkan tubuhnya dan berusaha untuk melarikan diri, menghambur keluar ruangan. 

Namun baru berlari beberapa langkah tampak belasan perempuan telah menghadang di depannya, Para wanita yang telah menghadangnya semua menggunakan pakaian putih-putih. Terdengar suara tersendat-sendat dari dalam tenggorokannya dan tubuhnya bergerak berkelojotan, tak lama kemudian tubuh orang itu pun diam.

Sam Nai Nai berjalan mendekatinya, ia melihat dari mulut Gaou Cie Yong mengeluarkan darah segar, hingga mukanya berlumuran darah, Badannya berhenti  tidak bergerak lagi, matanya terbelalak dengan muka yang penuh dengan darah, pemandangan itu sangatlah mengerikan sekali.

"Yang jahat selalu mendapatkan balasan dari kejahatannya pula, Si penghianat ini akhirnya mati juga."

Setelah berkata dan melihat orang yang baru saja tewas, ia lalu berjalan ke hadapan meja sembahyang, lalu berkata.

"Siang Kong sekalian, dendam telah terbalas, Kami harap arwah kalian dapat tenang di alam baka sana." ujarnya dengan suara bergetar.

Melihat Sam Nai Nai sedang bersembahyang sambil terus saja berlutut, wanita- wanita yang lain pun mengikutinya berlutut dan melakukan sembahyang yang sama dengan Sam Nai Nai. Mereka bersama-sama menangis menggerang-gerang.

Wi Siau Po dan para anggota Thian Te hwe memberikan hormat di depan meja sembahyang itu. sedangkan si perempuan yang menggunakan pakaian kuning-kuning itu hanya berdiri di sampingnya saja, sepasang alisnya bergerak-gerak.

Para perempuan dari keluarga Coan menangis sesaat, kemudian dengan serta merta mereka semuanya berlutut di hadapan Wi Siau Po. Mereka mengucapkan kata terima kasih karena Siau Po telah membantunya melampiaskan rasa belas dendam terhadap musuh besar yang dalam beberapa puluh tahun tidak dapat ditemukan oleh mereka.

Melihat hal itu Siau Po cepat-cepat menganggukkan kepala beberapa kali untuk membalas hormat para perempuan yang berlutut di hadapannya.

"Urusan kecil mengapa kalian pusingkan? sekarang kalian katakan seandainya kalian masih mempunyai musuh yang lainnya, katakanlah, aku akan menangkapnya untuk kalian." ujar Siau Po kepada para wanita itu.

"Si penghianat Gaou Pay telah mati, dan sekarang Gaou Cie Yong telah Wi Siau Ya bawa ke mari dan menghukum orang ini. Maka dengan musuh besar mungkin sudah tidak ada lagi, dan dendam kami telah terbalas dengan tuntas." jawab salah dari mereka.

Para perempuan itu segera menggotong keluar meja-meja sembahyang, Setelah itu dibakar menjadi satu.

Si perempuan yang menggunakan pakaian kuning-kuning melihat para perempuan yang menggunakan pakaian putih-putih dari keluarga Caong sedang repot sekali, Mereka berjalan ke sana-ke mari. ia menjadi tidak sabar, karena itu berjalan keluar dan memperhatikan orang-orang yang sudah terikat.

Melihat si wanita yang menggunakan pakaian kuning-kuning telah keluar Wi Siau Po dan para anggota Thian Te hwe mengikutinya keluar dari dalam rumah itu. sedangkan  si kakek, si nenek, dan si laki-laki penyakitan itu belum juga sadarkan diri. Si wanita yang menggunakan pakaian kuning-kuning itu tersenyum.

"Eh, Budak kecil, seandainya kau akan menggunakan racun untuk orang lain seharusnya kau gunakan dengan cara yang benar dan jujur, jangan kau gunakan secara sembunyi-sembunyi," katanya. 

"Iyah. Iyah, Huan Hue menggunakan obat untuk membius orang, Hal ini terpaksa 

kami lakukan karena kalau kami melawannya dengan cara kekerasan kami tidak sanggup, ilmu mereka terlalu tinggi seandainya aku tidak menggunakan akal muslihat, mungkin leherku sekarang ini sudah tidak ada lagi di kepalaku, Mereka pasti akan menebas leherku ini. 

Memang perbuatan seperti ini tentulah tidak dipandang. Dan dianggap hina oleh para pendekar di dunia Hang Ko. Aku merasa telah melakukan kesalahan besar dan lain kali aku tidak akan melakukan hal yang serupa," katanya. 

Wanita berpakaian kuning itu tersenyum, "Apanya yang disebut perbuatan baik atau perbuatan yang salah. Kalau kita membunuh orang, kita tetap pembunuh, Kalau kita menggunakan pedang itupun membunuh orang namanya, dan kalau menggunakan pukulan jika orang yang dipukul itu mati namanya membunuh juga, dan kalau kita membius orang, kalau orangnya mati sama juga dengan membunuhi Hem. dipandang, 

dihina, siapa yang perlu dipandang oleh mereka di dunia Hang Ko. Kau lihat Gaou Cie Yong itu, ia telah melaporkan orang-orang yang setia dengan Kerajaan Beng, bukankah perbuatannya itu sama dengan membunuh. Apakah ada orang yang memandang ia lebih tinggi dengan orang lain?" katanya.

Kata-kata wanita itu membuat hati Siau Po merasa senang sekali, sungguh cocok dengan jalan pikirannya, wajahnya langsung berseri-seri.

"Kakak Nenek, Wah, ucapanmu sungguh benar-benar tepat, Ketika aku masih kecil sering membantu orang berkelahi. Kadang-kadang aku menggunakan batu. Ya. Dalam hal ini aku membantu kawan-kawanku dalam berkelahi, sehingga kawan-kawanku menjadi menang. Dengan demikian aku telah menyelamatkan jiwa mereka. 

Akan tetapi orang-orang itu malah mengatakan kalau aku jahat, :ku telah menggunakan cara yang tidak terpuji lalu ditamparnya pipiku dengan keras, sayangnya pada saat itu Kakak Nenek tidak berada di sampingku, kalau tidak tentu dapat memberikan pelajaran kepada mereka," katanya.

"Akan tetapi kau sekarang menggunakan obat untuk membius paman seperguruanku itu. seharusnya aku pun menempeleng pipimu beberapa-kali," ujar perempuan berpakaian kuning.

"Akan tetapi pada saat itu aku tidak mengetahui kalau ia adalah paman seperguruanmu," jawab Siau Po dengan cepat. "Kalau kau telah mengetahui kalau ia adalah paman seperguruanku dan dia ingin menebas lehermu, sedangkan kau mempunyai obat bius untuk meracuninya, apakah kau akan diam saja?" tanyanya.

Siau Po tertawa.

"Urusan nyawa adalah urusan yang paling penting di dunia ini. Yah, terpaksa aku melakukan perbuatan itu," jawab Siau Po.

"Hitung-hitung kau masih dapat berbuat jujur, orang menginginkan nyawamu, mengapa kau tidak mendahului orang. Aku tadi mengatakan kalau aku ingin menempelengmu hanya karena aku ingin mengetahui kau ini jujur atau tidak, Kau hanya menggunakan obat bius yang membuat orang pusing dan tidak membuat orang menjadi mati karenanya, Apakah kau anggap obat itu telah mempan meracuninya, paling-paling itu hanya membuatnya sama dengan bumbu merica saja," katanya.

"Tapi. Tapi dia," kata Siau Po.

"Kau hanya menggunakan obat bius yang berkadar ringan dalam arak itu. Pamanku sangat berpengalaman puluhan tahun dalam dunia Hang Ko, mana mungkin ia dapat meminumnya dengan begitu saja. Inikan permainan para berandal yang suka berada di rumah-rumah gelap, Aku menyarankan kepadamu, kalau kau ingin menggunakan obat bius haruslah dapat menggunakan obat yang nomor satu, bukannya obat yang kau berikan pada pamanku ini." katanya.

Siau Po terkejut juga gembira, "Rupanya. Rupanya, Kakak Nenek telah mengganti 

obatku itu dengan obat kelas satu itu?" tanyanya.

"Ngaco, aku tidak menukarnya dengan obat bius lain, paman seperguruanku itu memang sudah letih, kepala mereka terasa panas dan berdenyut-denyut, Karena itu mereka jatuh pingsan, apa urusannya dengan aku? Aku melihat yang laki-laki penyakitan itu memang sedang sakit, dan yang nenek itu telah terlalu tua. Memang umur mereka telah delapan puluh tahunan, Kalau orang yang sudah tua dan tidak sadarkan diri itu tidak ada yang diherankan." Kata wanita itu.

Meskipun wanita itu berbicara dengan kata-kata yang ketus akan tetapi sinar matanya menunjukkan kenakalan.

Siau Po tahu kalau perbuatannya dan juga perbuatan wanita itu takut disalahkan oleh gurunya. Dengan demikian ia tidak mau mengakuinya, Dalam hati diam-diam Siau Po mengagumi wanita itu. Tiba-tiba Siau Po menjatuhkan dirinya di atas tanah dan berkata.

"Kakak Nenek, aku menyembahmu sebagai seorang guru, dan terimalah aku sebagai muridmu. Aku akan memanggilmu kakak guru." katanya.

Wanita itu tertawa, ia lalu mengulurkan tangan kanannya mengarah ke dada Siau Po. Si bocah merasakan ada suatu benda yang keras mendekam di dadanya, pastilah  bukan tangan seseorang, Karena itu Siau Po memalingkan kepalanya untuk melihat, hatinya terkejut bukan kepalang, tampak benda itu sebuah kaitan yang berwarna hitam mengkilap. Benda itu sangat mengkilap sehingga dapat dikatakan kalau benda itu sangat tajam.

Wanita itu tertawa.

"Coba kau perhatikan dengan baik," tangan kirinya menyingkap tangan kanannya, maka tampaklah tangannya yang berwarna putih bersih, akan tetapi ujung tangannya sudah buntung, ia tidak mempunyai telapak tangan, Dan kaitan yang berwarna hitam itu, justru dipasang di siku tangannya.

"Kalau kau ingin menjadi muridku, bukannya aku melarangmu, Tetapi kau harus membuntungkan dulu telapak tanganmu, Aku akan memesan sebuah kaitan kecil dan memasangkannya sebagai ganti telapak tanganmu yang telah hilang itu!" katanya.

Perempuan ini sebenarnya seorang ketua dari perguruan Ngo Tok Kaow, atau lima racun, yang dipanggil Hou Tiat Jiu atau tangan besi. Lalu wanita itu mencari Guan Cin Jie, dan mengangkatnya sebagai guru, ia pun mengganti namanya menjadi Ho Ie Siu. 

Ketika Kerajaan Beng telah runtuh ia mengikuti gurunya berkelana keluar perbatasan Dan tempo hari ia mendapat tugas dari gurunya pergi ke daerah Tiong Guan, untuk menyelesaikan sebuah urusan, tanpa disengaja ia berhasil menolong Nyonya ketiga dari keluarga Cuan dan bersama para perempuan yang lainnya, ia pun mengajarkan sedikit ilmu pada mereka. Kali ini ia datang kembali dan secara kebetulan bertemu dengan Song Ji yang membawa obat bius ke dalam rumah itu.

Setelah bertemu dengan Song Ji dan Song Ji pun telah menceritakannya, meskipun ia belum mengetahui siapa sebenarnya lawannya itu. Akan tetapi ilmu lawannya demikian tinggi ia lalu sadar kalau menggunakan obat bius yang biasa tentulah tidak akan mempan. Karena itu ia segera mengambil obat yang istimewa dan menukarnya dengan obat bius yang dibawa Song Ji.

Dalam hal menggunakan racun, Ho Ie Siu tidak ada lawannya, Di dunia persilatan namanya telah dikenal dimana-mana, Bahkan ada orang yang mengatakan kalau dirinya sebagai si raja racun.

Si laki-laki penyakitan itu bernama Kui Tiang, Sejak dalam kandungan ibunya ia telah terserang penyakit, sebenarnya tidaklah mudah dalam membesarkan anak ini, namun setelah meminum obat langka serta mujarab nyawanya dapat diselamatkan. 

Meskipun demikian tubuhnya tetap lemah dan otaknya tidak cerdas, Biar bagaimana pun laki-laki penyakitan itu tidak dapat dibandingkan dengan orang biasa, sekarang ia telah dewasa tapi masih seperti orang idiot atau orang yang kurang wajar. 

Sedangkan Kui Heng Cu suami istri yang hanya mempunyai seorang anak ini, sayangnya melebihi nyawa mereka sendiri Apa lagi sejak kecil laki-laki itu telah memiliki  penyakit, karena itu ia sangat memanjakan anaknya sampai-sampai kelewat batas, sehingga sekarang menjadi besar kepala, Apa saja kemauannya haruslah diturutinya.

Meskipun Kui Tiang ini mempunyai ilmu yang tinggi, dan usianya yang telah mencapai senja namun sikapnya sama saja dengan seorang anak berusia delapan atau sembilan tahun.

Ketika Ho Ie Siu menggunakan obat biusnya, ia masih belum tahu siapa sebenarnya lawan mereka itu. Namun setelah mengetahui siapa lawan mereka sebenarnya, yang ternyata paman seperguruannya sendiri, beserta seluruh keluarganya, hatinya menjadi gelisah. 

Namun nasi telah menjadi bubur, toh semuanya tidak dapat diubah lagi, Apa lagi setelah mendengar kata-kata Siau Po yang telah membuatnya senang, ia semakin gembira, Dalam hati ia berpikir.

- Tinggal di sebuah pulau di luar perbatasan, dia belum pernah bertemu dengan seorang anak muda yang lidahnya setajam dan otaknya secerdas Siau Po, ia pandai sekali berbicara dan mempunyai banyak akal --

Siau Po mendengar kalau ia ingin menjadi murid wanita ini harus membuntungkan dahulu sebelah tangannya, agar dapat menjadi murid si perempuan yang menggunakan pakaian kuning-kuning ini. 

Siau Po segera mengangkat sebelah tangannya, ia membolak-balikkan tangannya, Selain sakit kalau dipotong, Siau Po sendiri tentu tidak sampai hati atau tidak sanggup melakukan hal itu. Memikirkan hal itu wajahnya menjadi murung.

Ho Ie Siu yang melihat perubahan wajah Siau Po menjadi tertawa.

"Lebih baik kau jangan menyembah aku sebagai gurumu, atau mengangkat aku sebagai gurumu, Kau pun tidak kuangkat sebagai muridku, karena aku tidak ada waktu untuk mengajari ilmu kepadamu, Akan tetapi aku mempunyai sebuah senjata rahasia, yang bagus, Aku akan memberikannya kepadamu kau tidak akan penasaran setelah menyembah beberapa kali dan memanggil aku sebagai gurumu atau kakak guru," katanya.

"Kakak guru, panggilan itu toh tidak dipanggil secara cuma-cuma. seandainya kau tidak mengajarku ilmu silat ataupun kau tidak memberikan hadiah apa-apa kepadaku, namun melihat wajahmu yang demikian cantiknya biar disuruh memanggil kakak guru beberapa kali pun aku senang melakukannya. Toh aku tidak merasa rugi sedikit pun," kata Siau Po. 

Ho Ie Siu tertawa.

"Monyet kecil, mulutmu penuh minyak dan lidahmu tidak bertulang, Ngomong dengan nenek saja tidak ada sopannya sedikit pun. Apa lagi dengan wanita-wanita malam, aku  tahu kau pastilah sering melakukan hal itu pada setiap wanita." sahut wanita berpakaian kuning itu.

Ho Ie Siu adalah seorang perempuan dari suku Biau, Pada hakekatnya mereka tidak terlalu mengindahkan peraturan ataupun larangan-larangan yang telah dibuat, Hal itu dimaksudkan untuk dapat membatasi pergaulan antara laki-laki dengan perempuan Siau Po telah memuji dirinya cantik, ia tidak hanya merasa senang akan tetapi ia pun tersenyum bangga.

"Monyet kecil, coba kau panggil aku sekali lagi, seperti yang telah kau lakukan tadi!" katanya.

Siau Po tertawa.

"Cici, Ciciku yang baik," katanya. Ho Ie Siu tertawa.

"Aduh, kau ini semakin lama semakin ngaco saja berbicara!" tukas si wanita berpakaian kuning.

Tiba-tiba Ho Ie Siu mengulurkan tangannya dan mencengkram belakang leher Siau Po dan menentengnya ke sebelah kiri. Maka terdengar suara Trak, Trek, Trak, Trek" beberapa kali dan tiba batang lilin yang berada di atas meja langsung saja padam, Lalu terdengar suara gemuruh seperti hujan lebat dari papan penyekat ruangan.

Siau Po terkejut juga gembira. "Senjata rahasia apa itu?" tanyanya. Ho Ie Siu tertawa.

"Coba kau lihat sendiri!" jawabnya.

Kemudian ia mengendurkan tangannya dan melepaskan Siau Po agar dapat menginjakkan kakinya kembali di tanah.

Siau Po mengambil sebatang lilin dari atas meja, lalu menghampiri papan menyekal ruangan, maka tampaklah belasan batang jarum yang terbuat dari baja telah menancap dalam-dalam pada papan itu. Hatinya kagum sekali, menyaksikan hal itu ia lalu berkata.

"Cici, kau tadi tidak bergerak sama sekali, Bagaimana dapat melemparkan senjata rahasia itu, Dengan senjata rahasia semacam ini, siapa yang dapat menghindarinya dari serangan senjata semacam ini."

Ho Ie Siu tertawa. "Dulu aku pernah menggunakan senjata rahasia ini untuk menyerang guruku, akan tetapi ia telah berhasil menghindari dari serangan ini, sepotong jarum pun tak ada yang berhasil melukainya, Namun kecuali guruku seorang, masih ada beberapa orang lainnya yang dapat menghindari dari serangan jarum-jarum ini. Hanya jumlah mereka sangat langka sekali," katanya pada Siau Po.

"Pasti dalam menggunakannya kau terlebih dahulu memberitahukannya sehingga ia dapat bersiap-siap dalam menerima serangan senjatamu ini, seandainya seseorang menyerangnya dengan cara tiba-tiba, meskipun ilmunya tinggi sekali, dengan senjata yang tanpa bayangan dan suara ini mana mungkin ia dapat menghindarinya!" katanya.

"Ketika itu aku sedang bermusuhan dengan guruku, ia tidak menyuruh aku melakukan hal itu, atau mengetahui kalau aku telah memiliki senjata rahasia ini, malah ia pun tidak menduga-duga kalau aku telah menyerangnya." katanya.

"Nah itu dia! Gurumu kau katakan sedang bermusuhan denganmu, pastilah sebelumnya ia telah melakukan persiapan untuk mengelak setiap serangan yang akan diterimanya. Karena itu ia dapat menghindarinya, seandainya kau berpura-pura menundukkan kepalamu dan ia memalingkan kepalanya, sambil kau berkata, "Hai, siapa yang datang! Dan pada saat itulah kau menyerangnya, aku yakin ia pasti gagal." tukas Siau Po.

Ho le Siu menarik napas panjang.

"Mungkin apa yang kau katakan memang tidak salah, Kau tahu, pada ujung jarum- jarum ini telah aku berikan racun jahat, seandainya guruku tidak dapat menghindarinya pada saat itu, pastilah ia telah mati dengan jarum-jarum ini, Salahnya pada saat itu aku tidak berpikir untuk membunuhnya, aku hanya ingin mencobanya saja.,." katanya.

"Kenapa? Apakah kau telah jatuh cinta dengan gurumu itu?" tanya Siau Po.

Mendengar kata-kata Siau Po yang terakhir wajah Ho le Siu menjadi merah, ia lalu mendengus satu kali, dan berkata.

"Ngaco jangan kau berbicara sembarangan, Kalau sampai terdengar oleh Su Nio (Guru perempuan)-ku itu pastilah lidahmu akan dipotong, karena kau telah berkata kurang ajar.,.!"

Siau Po sama sekali tidak menduga kalau guru yang dimaksudkan itu adalah seorang perempuan juga, Memang Ho le Siu pernah mengalami jatuh cinta juga, akan tetapi pada saat itu gurunya sedang menyamar sebagai seorang laki-laki. 

Dan ia tidak mengetahui akan hal itu, Masalah itu sudah berlangsung lama, akan tetapi jika ia mengingatnya sampai sekarang masih saja merasa malu juga.

Ho le Siu mengeluarkan sebuah sarung tangan, kemudian ia mengenakannya, Setelah itu dia berjalan menuju papan penyekat ruangan, mencabut jarum-jarum yang  telah menempel di sana, Setelah itu ia melepaskan sebuah ikat pinggang yang terbuat dari logam, di tengah-tengah ikat pinggang itu terdapat sebuah kotak yang mempunyai lobang-lobang kecil.

Siau Po yang melihat merasa kagum sekali, Sambil bertepuk tangan ia berkata. "Cici, senjata rahasia itu benar-benar hebat Rupanya kau mengenakannya pada ikat 

pinggangmu dan kau menutupinya dengan bajumu, seandainya kita mengangkat baju 

kita sedikit saja dan kemudian kita memencet tombolnya tentulah senjata rahasia itu akan meluncur pula dengan sendirinya, sungguh hebat, aku sangat kagum sekali!"

Dalam hati ia berpikir.

- perempuan ini tadi telah mengatakan kalau ia akan memberikan kepadaku semacam senjata rahasia, Kemungkinan senjata rahasia inilah yang ia maksudkan. Kalau memang senjata ini yang akan ia hadiahkan kepadaku aku sangat senang sekali 

--

Setelah berpikir demikian hatinya menjadi berbunga-bunga, membayangkannya.

Ho Ie Siu tersenyum, melihat Siau Po sangat kagum dengan senjata rahasia yang ia miliki itu.

"Bagaimana hebatnya senjata rahasia, haruslah diimbangi dengan orang yang akan menggunakannya. ilmu silatmu terlalu rendah, kecuali senjata rahasia yang semacam ini. Jika senjata rahasia yang lainnya kau tentulah tidak dapat melakukannya, sebab jika senjata rahasia, meskipun senjata itu hebat tidak akan berguna jika menggunakannya tidak hebat."

Ho Ie Siu segera memasukkan kembali jarum-jarum itu ke dalam kotak yang ada diikat pinggang, Setelah jarum-jarum itu disimpannya ia memanggil Siau Po dan setelah dekat ia meminta pada Siau Po untuk mengangkat baju jubahnya, Setelah itu ia membantu Siau Po dalam menggunakan sabuk yang istimewa itu.

Kotak yang diikat di pinggang itu tepat mengarah ke dada orang, Ho Ie Siu mengajarkan bagaimana cara menggunakannya, serta menawarkan racun jika ia ingin mengalami kesalahan dalam membidiknya, ilmu menawarkan racun pun telah diberitahukannya pada Siau Po.

"Jarum-jarum yang berada di dalam kotak itu dapat kau gunakan selama lima kali, Jika telah lima kali jarum-jarum itu kau gunakan, kau menambah dan menggantinya dengan jarum-jarum yang lainnya. Guruku beberapa kali memberikan pesan kepadaku agar jangan menggunakan senjata ini dengan sembarangan. Karena racun yang berada di ujung jarum ini sangat ganas sekali, Kalau terlambat sedikit saja orang yang terkena akan mati, namun apabila orang itu mempunyai ilmu yang tinggi sekali, ia hanya merasakan gatal pada sekujur badannya. Namun selanjutnya tenaganya pun lenyap,  Pokoknya kau jangan sembarangan melakukan jika dalam keadaan terjepit barulah kau boleh menggunakannya," kata Ho Ie Siu berpesan

Siau Po segera mengiyakan beberapa kali, lalu memberikan hormat sambil mengucapkan terima kasih berulang-ulang.

"Sekarang kau papah mereka bertiga dan dudukkan dengan baik." katanya.

Si wanita itu memerintahkan untuk membangunkan keluarga paman seperguruannya, Siau Po mengiyakan, dan iapun berjalan mendekati si kakek dan si nenek serta si laki-laki penyakitan itu.

Pertama-tama Siau Po membangunkan tubuh si kakek dan mendudukkannya di atas kursi, Ketika ia ingin mengangkat tubuh si kakek itu ia membentur sebuah benda keras pada pinggang si kakek, Siau Po lalu mengangkat jubah panjang si kakek untuk melihat dan mengetahui benda apa yang telah dibawa si kakek. Ternyata sebuah bungkusan.

TimbuI dalam hatinya untuk mengetahui apa isi dari bungkusan yang ada di pinggang itu. Siau Po lalu membuka bungkusan itu, dan menengok kepalanya ke dalam bungkusan itu untuk melihatnya, Tiba-tiba ia berteriak sekeras-kerasnya.

"Aduh, kepala orang mati.... Dia... Dia matanya melotot dan melihati aku.,.!"

Ho le Siu juga merasa heran mendengar teriakan dan kata-kata Siau Po, yang seperti orang kesurupan itu.

"Entah tokoh penting siapa lagi yang telah ia bunuhnya, sehingga ia merasa perlu menggantungkan kepala orang itu di pinggangnya. Coba kau keluarkan biar aku dapat melihatnya.,.!" ujarnya pada Siau Po.

"Orang mati. Orang mati aku akan mengeluarkanmu. Kau jangan menggigit aku, 

yah?" teriak Siau Po.

Perlahan-lahan Siau Po mengeluarkan kepala manusia yang ada di dalam jubah si kakek. ia lalu mengulurkan tangannya ke dalam jubah, dan menarik keluar kepala manusia itu, Setelah itu ia menentengnya dan meletakkan ke atas meja.

Cahaya lilin dalam ruangan itu cukup terang, sepasang mata kepala itu melotot besar, Siau Po berteriak sekali lagi, dan ia bergerak mundur tiga langkah, dengan terkejut ia berteriak.

"Dia. Dia.,., Dia adalah Gouw Toako!" katanya.

Ho le Siu juga terkejut, ia lalu bertanya. "Apakah kau kenal dengannya?"

"Dia adalah saudara dalam perkumpulan kami, Gouw Liok Kie, Gouw Toako!" katanya. Hati Siau Po sangat sedih, ia lalu menangis sesenggukan.

Para anggota Thian Te hwe yang telah mendengar kalau Siau Po menjerit dan menangis keras-keras, segera menghambur masuk ke dalam ruangan tempat Siau Po berada, selanjutnya mereka melihat kepala Gouw Liok Kie yang sangat mengenaskan sekali dan terletak di atas meja.

Tangan mereka masing-masing memegang senjatanya, mereka menunjuk pada Ho le Siu dengan pandangan yang sangat curiga, Mereka telah menyangka kalau Gouw Liok Kie telah dibunuh oleh wanita itu. 

Lalu Song Ji pun berlari ke dalam kamar itu, Siau Po menarik tangannya ia lalu menunjuk ke arah meja di mana terdapat kepala yang tidak berbadan itu.

"Song.... Song Ji itulah kakak angkatmu Gouw Toako. Dia. Dia telah terbunuh oleh 

seorang penjahat. " katanya.

Sambil berkata demikian Siau Po mengajak Song Ji untuk mendekati pada si laki-laki penyakitan itu. Kemudian Siau Po menendangnya beberapa kali pada tubuh si laki-laki penyakitan itu. ia pun berkata dengan Ci Cian Coan sekalian.

"Kepala Gouw Toako tergantung di pinggang orang jahat ini!" katanya terbata-bata.

Para anggota Thian Te hwe memperhatikan kepala kawannya yang berada di atas meja. Tampaknya darah di lehernya telah mulai mengering, bekas penggalan di kepalanya pun sudah berubah warna kebiru-biruan. Kalau tidak salah tubuh itu telah dilumuri obat agar tidak cepat membusuk.

Song Ji lalu memeluk kepala itu dan menangis tersedu-sedu.

"Kita gunakan air dingin untuk menyiram orang-orang ini. Dan kita tanyakan mereka secara jelas, setelah itu kita bunuh dia untuk mengganti nyawanya Gouw Toako!" kata Lie Liat Sek.

Para anggota Thian Te hwe yang lainnya menyetujui usulan itu.

"Orang ini adalah adik seperguruanku kalian tidak boleh mengganggunya seujung rambut pun." kata si wanita tiba-tiba.

Sambil berkata demikian si wanita itu mengacungkan tangan besinya lalu dikibaskannya beberapa kali ke arah lilin itu. Tanpa berkata sepatah kata pun ia berjalan menuju ke dalam.

Tian Ceng Toajin marah sekali.

"Biar gurumu sekali pun aku akan mencincangnya. !" katanya, Tiba-tiba terdengar rintihan dari Han Cie Tiong, tangan kirinya memunguti puntungan-puntungan liIin. sebenarnya panjang lilin yang ada di atas meja itu sekitar 

delapan inci, akan tetapi sekarang telah terpotong menjadi enam atau tujuh bagian, dan panjang masing-masing kira-kira satu inci dan kalau diukur panjangnya sama.Meskipun demikian lilin itu tidak ada yang terbalik, ilmu orang itu benar-benar lihay.

Wajah para anggota Thian Te hwe tidak ada yang tidak mengalami perubahan, mereka semuanya tegang, Terdengar suara "Prak" Thian Ceng Toajin menghunus goloknya.

"Aku akan membunuh orang ini, aku akan membalaskan dendammu Gouw Toako. Tidak perduli meskipun aku akan dibunuh oleh perempuan itu. ingatlah kata-kataku ini!" katanya.

"Tunggu dulu!" cegah Lie Liok Sek. "Kita harus bertanya dulu sampai jelas, setelah itu barulah kita mengadakan balas dendam dengan orang yang telah membunuh kawan kita ini, Kalian jangan main hantam saja sebelum mendapatkan keterangan!"

"Benar, kakak nenek hanya takut pada paman seperguruannya, Kalau saja kita membunuh paman seperguruannya sekalian beserta isinya, tentulah kita tidak punya urusan lagi dengannya, Song Ji cepat sekarang kau ambil seember air dingin, akan tetapi kau jangan dari dalam tempayan itu, karena telah diberikan obat bius yang sangat membahayakan!" kata Siau Po.

Song Ji segera berjalan ke dalam dapur rumah itu, Tak lama kemudian ia keluar dengan membawa seember air dingin dan menyerahkan kepada Cie Ciuan Cuan yang menyambutnya. 

Setelah itu ia menyiramkannya ke atas kepala si laki-laki penyakitan itu, Terdengar laki-laki penyakitan itu bersin beberapa kali, perlahan-lahan ia membuka matanya.

Begitu ia akan menggerakkan tubuhnya ia barulah mengetahui kalau tangan dan kakinya telah diikat dan badannya pun telah tertotok. ia pun marah sekali, merasa tubuhnya telah diperlakukan demikian oleh orang-orang yang ada di sekitarnya.

"Siapa. Siapa yang telah berani melakukan hal ini kepadaku?" tanyanya.

Hian Ceng Tayjin menggunakan ujung pedangnya untuk menepuk-nepuk wajah si laki-laki penyakitan itu.

"Kakekmu yang ini yang mengajakmu main-main!" katanya dengan sikap marah. Setelah itu ia menunjuk ke arah meja tempat kepala Gouw Liok tergeletak. "Apakah kau yang telah membunuh orang ini?" tanyanya. "Tidak salah, memang aku yang telah membunuhnya, Mama, ayah di mana kalian?" seru lelaki berpenyakitan.

Setelah berkata demikian ia memalingkan mukanya, dan melihat ayah dan ibunya tengah berbaring di atas tempat tidur, dalam keadaan yang sama dengannya, yaitu terikat tangan dan kakinya.

Begitu terkejutnya sehingga ia hampir saja menangis.

Seumur hidupnya si laki-laki penyakitan itu selalu saja ikut dengan ayah dan ibunya, dalam segala hal ia mengetahui dengan jelas, ia selalu memperoleh kesenangan, apapun yang diinginkannya. Ayah dan ibunya selalu berusaha mendapatkannya, belum pernah ia mendapatkan penghinaan sedemikian rupa.

"Apa yang kalian telah lakukan, kalian tidak dapat mengalahkan aku. Bagaimana kalian dapat mengikat aku, ayah, dan ibuku?" tanyanya sambil menangis.

Ci Tian Coan mengibaskan telapak tangannya, Terdengar suara plok plok! Pipi si laki-laki penyakitan telah berhasil ditempelengnya dengan keras.

"Bagaimana kau membunuh orang ini, cepat kau katakan?" tanyanya, "Jika kau berbohong sedikit saja aku akan menyongkel keluar kedua matamu!"

Setelah berkata demikian ia mengulurkan senjata goloknya dan mengarahkannya pada si laki-laki penyakitan itu.

Si laki-laki penyakitan itu terkejut setengah mati, sukmanya seakan melayang, ia terbatuk-batuk tidak henti-hentinya.

"Aku akan mengatakan kalau kau tidak membutuhkan kedua mataku ini. Kalau mataku buta aku tidak dapat melihat apapun, Peng Si-ong telah berkata kalau Kaisar Tat Cu adalah seorang telor busuk besar, ia sudah menduduki negara kita yang makmur ini dan indah, dan menjatuhkan kerajaan Beng kita yang besar dan indah. Dia mengatakan kalau aku diperintahkan untuk membunuh Kaisar Tat Cu itu..." ujar si lelaki penyakitan mulai bercerita.

Para anggota Thia Te Hwe menatap sejenak, dalam hati mereka berpikir.

- Apa yang dikatakannya memang tidak salah -

Siau Po justru tidak merasa senang mendengar kata-katanya itu, ia marah sekali. "Emaknya, memang Gouw Sam Kui itu orang baik?" tanyanya.

"Peng Si-ong adalah pamanmu, Kalau ia bukan orang baik, kaupun pastilah bukan orang baik-baik!" tukas Si Kui Tiang, lelaki penyakitan itu. Siau Po menendang tubuhnya dengan keras satu kali. "Ngaco, Gouw Sam Kui adalah seorang penghianat besar mana pantas ia menjadi pamanku!" katanya dengan suara keras dan marah.

"Kau sendiri yang telah mengatakannya kepadaku, Kau telah mengatakannya kepadaku dan kedua orang tuaku, apakah kau akan menjilat ucapan yang telah kau ucapkan itu. Aku tidak mau... aku tidak mau!" jawabnya.

Lie Liok Sek benar-benar tidak mengerti apa yang dikatakan oleh si laki-laki penyakitan itu, Karenanya ia lalu bertanya.

"Gouw Sam Kui telah memerintahkan kepadamu untuk membunuh Kaisar Tat Cu, mengapa kau malah membunuh orang ini...?"

Sambil berkata demikian ia menunjuk ke arah kepala yang ada di atas meja itu. "Orang ini adalah pembesar di daerah Kuang Tung, Peng Si-ong mengatakan kalau 

ia adalah seorang penghianat besar, ia setia sekali pada Kaisar Tat Cu. Peng Si-ong 

ingin menyusun pasukannya untuk menyerang kota Koang Tou walau bagaimana orang inilah yang pertama-pertama harus dibunuh, Peng Si-ong telah memberikan berbagai macam obat kepadaku, agar dapat menyembuhkan batukku ini, ia pun memberikan hadiah kepadaku selembar kulit harimau putih, ibuku sendiri yang telah mengatakan kalau para penghianat itu harus dibunuh, Huk. Huk, Orang ini mempunyai ilmu yang 

cukup tinggi, aku berdua dengan ibuku bertarung melawannya, dengan demikian kami baru dapat berhasil membunuhnya, Cepat, kalian melepaskan aku, dan lepaskan pula ayah dan ibuku. Kami akan berangkat ke Peking, untuk membunuh Kaisar Tat Cu, dengan demikian aku dapat membangun jasa besar.." pinta si lelaki penyakitan.

"Hey, kau mau membunuh kaisar itu pastilah bukan bagianmu, setan penyakitan!" maki Siau Po. "Saudara sekalian, bunuh saja ketiga orang ini, urusan kakak nenek biar aku yang bertanggung jawab!"

Tiba-tiba terdengar teriakan suara belasan orang dari luar perkampungan "Setan penyakitan, cepat kau keluar Ayo, keluar. aku akan membalaskan sakit, hati kawanku 

Gouw Toako!"

Baik di depan rumah maupun yang berada di belakang sama-sama meneriakkan kata-kata serupa. Bahkan di sekeliling rumah itu banyak orang yang berseru-seru, ternyata rumah itu telah dikepung dengan rapat.

Para anggota Thian Te hwe mendengar orang-orang yang di depan itu berkata ingin membalaskan sakit hati Gouw Liok tentulah mereka orang sendiri hati mereka menjadi gembira, Cian Lau Pan berteriak dengan suara keras.

"Beng bangkit kembali dan Ceng terguling! Tanah adalah ibu dan langit adalah ayah, yang datang dari luar itu saudara dari bagian mana..?" tanyanya dengan keras. Kata-kata sandi para anggota Thian Te hwe adalah sebagai berikut langit sebagai ayah dan bumi sebagai ibu, terang dibalikkan dan bersih dibangkitkan. Akan tetapi karena belum mengetahui orang-orang yang ada di luar mereka sengaja membalikkan kata-katanya.

Kalau memang yang berada di luar itu saudara seperguruannya tentulah mereka akan mengenalinya, tetapi jika orang lain tentulah mereka tidak akan mengetahuinya.

Terdengar belasan orang yang di luar berteriak menyambutnya.

"Gunung menjulang tinggi, bumi bergetar, sungai mengalir pemandangan indah.,." Riuh rendah suara itu bersahutan.

Dari dalam ruangan terdengar sahutan.

"Pintu menghadap laut besar, Tiga sungai mengalir menjadi satu."

Dari atas genteng ada pula yang berseru. "Saudara dari bagian mana yang hadir di sini?"

"Saudara-saudara dari Ceng Bok Tong telah berkumpul di sini, Entah saudara dari bagian mana saja yang telah datang?" tanya Cian Lao Pan.

Pintu ruangan terbuka, seseorang berjalan masuk sambil bertanya.

"Siau Po, apakah kau ada di sini?" Orang ini bertubuh tinggi kurus, Tampangnya agak lusuh. Dia bukan lain daripada Cong Tocu perkumpulan Thian Te hwe, yakni Tan Kin Lam.

Siau Po gembira sekali, dia segera menghambur ke depan dan menjatuhkan dirinya berlutut di atas tanah.

"Suhu! Suhu!" panggilnya.

"Apa kabar semuanya? Sayang sekali.,,." Tan Kin Lam tidak dapat melanjutkan kata- katanya, sebab tiba-tiba melihat batok kepala Gouw Liok Ki yang tergeletak di atas meja. 

Tubuhnya langsung limbung, untung saja dia segera berpegangan pada sebuah kursi, Tampaknya hati ketua ini terguncang sekali, Tanpa dapat dipertahankan lagi air matanya mengucur dengan deras.

Dari depan pintu beruntun masuk beberapa orang, mereka terdiri dari Hiocu-hiocu Thian Te hwe dari bagian yang lain, di antaranya terdapat Liok Cit, Ma Co Heng dan Ko Cit tiong, Begitu melihat Kui Tong, serempak mereka menghunus senjata masing- masing, Dua puluh lebih orang lainnya merupakan bawahan dari bagi Hong Sun Tong, kebencian mereka terlebih-lebih lagi terhadap si laki-laki penyakitan itu. Kui Tiong melihat begitu banyak orang yang menatapnya dengan sinar mata bengis dan mata garang, Dia terkejut sekali, Setelah terbatuk-batuk dua kali dia pun jatuh pingsan kembali.

Tan Kin Lam membalikkan tubuhnya.

"Siau Po, bagaimana kalian bisa menangkap ketiga penjahat ini?" tanyanya kepada sang murid.

Siau Po segera memberikan keterangannya, tapi hal-hal memalukan seperti bagaimana Ci Thian Coan dan yang lainnya dipermainkan oleh si laki-laki penyakitan serta dirinya yang terpaksa menyamar sebagai keponakan Gouw Sam Kui, tentu saja tidak diceritakannya.

"llmu ketiga penjahat ini tinggi sekali, Kami bukanlah tandingannya, Untung saja seorang Kakak nenek ikut membantu sehingga mereka semuanya bisa diringkus, Tapi kemudian si Kakek nenek mengatakan bahwa si tua bangkotan ini adalah paman gurunya, dan kami tidak boleh membunuhnya meskipun untuk membalaskan sakit hati Gouw toako," kata Siau Po akhirnya.

Tan Kin Lam mengerutkan keningnya.

"Siapa yang kau maksudkan dengan Kakak Nenek itu?" tanyanya. "Usianya sudah lanjut, karena wajahnya masih terlihat muda, maka aku 

memanggilnya Kakak Nenek," sahut Siau Po. "Di mana orangnya?" tanya Tan Kin Lam.

"Dia ada di belakang, sedang bersembunyi karena tidak mau bertemu dengan paman gurunya ini. Suhu, Ko toako, Ma toako, bagaimana kalian bisa sampai ke mari?" tanya Siau Po.

"Penjahat ini mencelakai Gouw toako, kami segera menyiarkan beritanya, orang- orang dari Thian Te hwe hampir semuanya keluar melakukan pengejaran," kata Tan Kin Lam.

Para anggota Ceng Bok Tong segera menemui saudara-saudara dari bagian lainnya, Ternyata seluruh perkampungan itu telah dikepung oleh orang-orang Thian Te hwe.

"Adik Wi berhasil mendirikan jasa sebesar ini. Apabila arwah Gouw toako di alam baka mengetahuinya, dia pasti terhibur sekali," kata Ma Co Heng.

"Gouw toako selalu memperlakukan aku dengan baik sekali, Sudah sepantasnya aku membalaskan dendam bagi Gouw toako," sahut Siau Po. "Lapor Cong Tocu," kata Lie Liat Sek. "Penjahat ini tadi mengatakan bahwa mereka akan ke kota raja untuk membunuh kaisar Tatcu. Dia juga membicarakan tentang membasmi kerajaan Ceng dan membangun kembali kerajaan Beng. Entah bagaimana duduk persoalan yang sebenarnya!"

"Duduk persoalan apa lagi?" sanggah Siau Po. "Dia takut kita akan membunuhnya sehingga bicara tidak karuan, Di balik pakaiannya ada selembar kulit harimau putih pemberian Gouw Sam Kui. Semua teman anjing Gouw Sam Kui, mana mungkin ada orang baik-baik? Kita beset saja dada orang ini dan keluarkan jantungnya untuk membalaskan sakit hati Gouw toako!"

"Sadarkan dulu ketiga orang ini, biar kita tanyakan dulu sampai jelas," kata Tan Kin Lam.

Song Ji pergi mengambil seember air dingin yang kemudian diguyurkannya ke kepala ketiga orang itu.

Begitu sadar, si nenek tua langsung mencaci maki kalang kabut Dia mengatakan bahwa meracuni orang dengan obat bius merupakan perbuatan yang tidak terpuji dan paling dihina oleh orang-orang gagah dalam dunia kangouw, sedangkan si kakek tidak mengucapkan sepatah kata pun.

"Kalau ditilik dari ilmu silat kalian, tampaknya kalian bukan kaum cecere, Siapa nama kalian? Ada dendam apa antara kalian dengan Gouw Liok Ki, Gouw toako kami? Mengapa kalian menggunakan cara yang demikian kejam membunuhnya?" tanya Tan Kin Lam.

Si nenek marah sekali.

"Penjahat kelas teri yang menggunakan obat untuk membius orang seperti kalian ini mana pantas mengetahui nama kami?" bentaknya.

Ko Cit Tiong pura-pura mengayunkan goloknya seakan mengancam, tapi watak si nenek sangat keras, Dia malah memaki-maki semakin hebat.

"Suhu, mereka she Kui, Kui dari kura-kura. Dua ekor kura-kura tua dan seekor kura- kura kecil," kata Siau Po menjelaskan "Sekarang aku akan membunuh kura-kura yang kecil terlebih dahulu." 

Dia langsung mengeluarkan pisau belatinya yang tajam dan ditudingkan ke arah tenggorokan Kui Tiong.

Kui Ji Nio (si nenek) melihat Siau Po bermaksud membunuh anaknya, Dia menjadi panik.

"Eh, setan cilik, kalau kau memang punya nyali, ayo bunuh saja nyonya besarmu ini!" teriaknya, "Tapi jangan coba-coba kau ganggu seujung pun rambut anakku itu!" "Aku justru paling suka membunuh kura-kura kecil!" sahut Siau Po. Dia mengguratkan ujung belatinya di leher Kui Tiong, Meskipun gerakannya ayal-ayalan, tapi karena pisau itu tajamnya bukan main, maka segera terlihat luka memanjang di leher si laki-!aki penyakitan dan darah pun mengalir ke luar.

"Aduh, Mak!" teriak Kui Tiong keras-keras, "Dia akan membunuh aku!" "Ja... ngan... jangan bunuh anakku!" seru Kui Ji Nio tidak kalah gugupnya.

"Kalau guruku mengajukan sebuah pertanyaan, maka kau juga harus menjawabnya satu kali dengan baik-baik. Kalau menurut, dalam waktu setengah jam aku tidak akan membunuh anakmu," kata Siau Po dengan nada mengancam "Anakmu yang penyakitan dan-sebentar lagi akan mampus itu!"

Kui Ji Nio marah sekali.

"Anakku tidak sakit, Kaulah yang pantas disebut setan penyakitan!" teriaknya, Meskipun demikian, hatinya agak lega juga mendengar bahwa untuk sementara Siau Po tidak akan membunuh anaknya.

Siau Po sengaja mengeluarkan suara terbatuk-batuk, Dia meniru nada bicara si Iaki- laki penyakitan

"Mak, aduh! Aku... aku... huk! Huk! sebentar lagi aku akan mati. Makku yang baik, 

se... baiknya kau ber... bicara terus terang kepada mereka.... Huk! Huk! Aku. tidak 

sakit... tubuh... ku kuat... sekali, Mes... ki. pun pisau mengancam tenggorokanku 

paling-pa1ing... tubuhku,., akan dicincang men... jadi potongan-po. tongan kecil-

kecil. "

Kalau soal meniru lagak orang, Siau Po memang rajanya, Lagaknya persis sekali sehingga seluruh kuduk di tubuh Kui Ji Nio jadi merinding.

"Ja. ngan kau tiru anakku!" teriaknya.

Siau Po malah sengaja meneruskan perannya.

"Mak, ka... lau kau masih tidak.:. bersedia men... jawab pertanyaan orang,.. sebentar lagi perutku pasti akan di,., belek dan... usus di dalamnya akan,., am.,, buradul. " 

Sembari berbicara, dia mengangkat baju Kui Tiong dan menggerakkan sedikit ujung belatinya seakan benar-benar henda membelek perut laki-laki itu.

Kui Ji Nio jadi tidak tega melihat penderitaan dan ketakutan anaknya. "Baik! Kami berasal dari Hoa San Pai. julukan si tua kami ialah Sin Cian Bu Tek (Tinju Sakti Tanpa Lawan), Pernah menggetarkan dunia persilatan saat itu kalian mungkin masih belum dilahirkan!" serunya dengan nada terpaksa. Tan Kin Lam mendengar bahwa orang yang berhasil diringkus Siau Po ternyata pasangan suami istri Sin Cian Bu Tek yang namanya pernah menggemparkan dunia persilatan berpuluh tahun yang lalu, Tanpa dapat dipertahankan lagi, timbul rasa hormat dalam hati kecilnya. 

Padahal dia menyadari betapa tingginya ilmu yang dikuasai oleh Gouw Liok Kie. Kalau mendengar cerita anggota Thian Te hwe bagian Hong Sun Tong yang menyaksikan peristiwa pertempuran itu, yang melawan Gouw Liok Kie hanya seorang nenek tua dan seorang laki-laki penyakitan. 

Mereka berdua mengeroyok Gouw Liok Kie, setelah tewas mereka malah memenggal batok kepalanya, Diam-diam Tan Kin Lam sudah menyadari bahwa lawan mereka pasti bukan tokoh biasa.

Sin Cin Bu Tek pernah mempunyai nama besar di dunia kangouw, Tapi sudah belasan tahun lamanya nama orang ini menghilang, mengapa tiba-tiba bisa muncul di sini dan terlibat dalam kemelut yang memusingkan ini? Dibalik semua ini pasti ada sesuatu yang janggal, pikir Tan Kin Lam dalam hati. Karena itu, dia segera maju ke depan dan menjura dalam-daIam.

"Rupanya pasangan suami istri Sin Cian Bu Tek dari Hoa San Pai. Aku yang rendah Tan Kin Lam memohon maaf bila sikap kami kurang sopan," katanya, Tangannya terulur ke depan dan dalam sekejap mata tali yang mengikat orang tua itu sudah terlepas, kemudian dia juga menepuk pinggang si kakek untuk membebaskan jalan darahnya yang tertotok. Setelah itu dia juga membebaskan ikatan tali Kui Ji Nio dan putranya.

Siau Po yang melihatnya jadi panik. "Suhu, ketiga orang ini lihay sekali, Sekali-sekali tidak boleh dilepaskan!" teriaknya.

Tan Kin Lam tersenyum.

"Kui Ji Nio memaki kita menggunakan obat bius dan itu merupakan perbuatan paling hina dalam dunia kangouw, Kami orang-orang Thian Te hwe sama sekali tidak menggunakan obat bius, Lagipula, mengingat dalamnya ilmu tenaga dalam yang dikuasai pasangan suami istri Sin Cian Bu Tek, kalau hanya obat bius saja, mana mungkin sanggup merobohkan dia orang tua.,." katanya.

"Betul, betul!" sahut Siau Po. "Kami orang-orang Thian Te hwe tidak pernah menggunakan obat bius!" Dalam hati dia berkata, - Obat itu toh kepunyaan Kakak nenek, lagipula dia juga yang menukarnya. Dengan demikian tidak ada sangkut pautnya dengan pihak kami, sedangkan obat itu juga bukan obat bius... -

Kui Heng Su mengibaskan tangannya ke arah istri dan anaknya, Tahu-tahu totokan pada tubuh kedua orang itu sudah bebas, Gerakan tangannya ternyata jauh lebih cepat dari Tan Kin Lam. Tampak dia menganggukkan kepalanya berkali-kali. "Memang betul ini bukan obat bius yang biasa, tapi sejenis obat yang hebat sekali," katanya, Kemudian dia mengulurkan tangannya untuk merasakan denyut nadi anaknya.

Kui Ji Nio menatap dengan pandangan cemas. "Bagaimana?" tanyanya khawatir "Tampaknya tidak apa-apa," sahut si kakek, Dia ingat ketika belum pingsan, dia sempat mengadu tangan dengan seseorang, ilmu orang ini tidak terhitung tinggi, tapi ilmu tenaga dalamnya berasal dari Hoa San pai. Dan ketika Song Ji mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya di antara bebatuan, yang digunakannya juga ilmu meringankan tubuh gaya Hoa San pai. Begitu dia mengedarkan pandangannya, dia segera menemukan gadis cilik itu diantara kerumunan orang banyak.

Song Ji melihat sepasang mata si orang tua yang tajam sedang mengawasinya, Hatinya jadi ciut, cepat-cepat dia bersembunyi di belakang tubuh Siau Po.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar