Kaki Tiga Menjangan Jilid 74

Jilid 74

"Bagus! Untung kau sampaikan urusan ini kepadaku! Sri Baginda sering mengatakan bahwa aku seorang panglima yang beruntung, Ternyata ucapan seorang kaisar tidak pernah salah!" Dia pun menepuk-nepuk bahu Gouw Cie Yong beberapa kali.

Mendapat perlakuan sedemikian rupa, hati Gouw Cie Yong pun berbunga-bunga. "Hamba setia terhadap Kerajaan Ceng, Hamba sudah berpikir, apabila hamba dapat 

mengikuti Tayjin selamanya, tentu banyak keuntungan yang dapat hamba peroleh!" ujar 

Gouw Cie Yong.

Siau Po memaki dalam hati. - Banyak keuntungan yang dapat engkau peroleh? Benar! Pertama-tama aku akan berusaha memenggal batok kepalamu! -- Tapi dengan tersenyum ramah dia bertanya lagi.

"Apakah urusan ini diketahui oleh orang lainnya?"

"Tidak! Begitu hamba berhasil mendapat informasi ini, hamba segera menangkap ketiga orang itu lalu datang ke mari memberikan laporan kepada Tayjin, Tidak ada seorang lain pun yang mengetahui rahasia ini!" sahut Gouw Cie Yong.

"Bagus! Kita yang membuat jasa besar, jangan sampai orang lain yang menikmati hasilnya!" kata Siau Po. "Sekarang, sebaiknya buku-buku yang kau dapatkan itu, tinggalkan saja di sini. Kemudian kau kembali ke gedung walikota dan secara diam- diam membawa ketiga tahanan itu ke mari! Aku ingin mengajukan beberapa pertanyaan agar lebih jelas lagi. Setelah itu, aku akan mempersiapkan tentara-tentara berkuda untuk mengiringi kita kembali ke kota raja. Dalam urusan kali ini, kau telah berjasa besar, Setidaknya aku juga bisa mendapat bagiannya!" Siau Po pun tertawa terbahak- bahak seakan hatinya senang sekali. Gouw Cie Yong menjura beberapa kali serta mengucapkan terima kasih, Kemudian dia memohon diri dari hadapan Siau Po untuk melaksanakan perintahnya, Namun sebelumnya dia mengeluarkan buku-buku yang berhasil didapatkannya lalu diletakkan di atas meja.

Siau Po sendiri kembali ke ruangan dalam, dia menyuruh salah seorang bawahannya untuk memanggilkan Li Liat Sek dan yang lainnya untuk diajak berunding. Tiba-tiba Song Ji mendekati dan berlutut di hadapannya, Dengan nada meratap gadis itu berkata.

"Siangkong, ada suatu urusan yang ingin aku mohonkan kepadamu."

Siau Po merasa heran sekali, cepat-cepat dia menarik tangan gadis itu dan membimbingnya bangun. Dia tetap menggenggam tangan Song Ji ketika berkata.

"Song Ji ku yang baik, kau adalah jantung hatiku, Kalau ada urusan apa-apa, katakan saja! Aku pasti akan mengabulkannya." Dia melihat air mata gadis itu mengalir dengan deras. 

Siau Po menggunakan ujung lengan bajunya untuk mengusap air mata yang berderai di pipi gadis itu.

"Siangkong, urusan ini sebetulnya sulit sekali, aku terpaksa memohon kepadamu!" kata Song Ji.

Lengan kiri Siau Po segera merangkul pinggangnya.

"Urusan yang semakin sulit, aku justru semakin ingin mengabulkannya bagimu, Kau tidak perlu khawatir Song Ji yang semakin lama semakin kusayang, katakanlah, ada apa?" tanyanya.

Di wajah Song Ji yang tadinya pucat terlihat merona merah.

"Siangkong, a... ku ingin membunuh pejabat tadi... harap kau jangan marah..." katanya.

Dalam hati Siau Po berpikir.

-- Urusan ini tentu kita berdua sama-sama setuju, tapi kau malah memohon kepadaku, rasanya kok kebetulan sekali? --

"Memangnya, apa kesalahan pejabat itu terhadapmu?" tanyanya dengan rasa ingin tahu.

"Dia tidak melakukan kesalahan apa-apa terhadapku, tapi Gouw Cie Yong ini merupakan musuh keluarga kami. Tuan-tuan dari keluarga Cuang, boleh dibilang semuanya mati karena dicelakai olehnya." sahut Song Ji dengan nada bergetar. Siau Po tiba-tiba tersadar Tempo hari dia melihat banyak papan sembahyang yang bertuliskan nama-nama almarhum janda-janda keluarga Cuang, rupanya biang keladi bencana itu bukan lain daripada Gouw Cie Yong.

"Apakah kau tidak salah mengenali orang?" tanyanya. Kembali air mata Song Ji berderai dengan keras.

"Tidak... mungkin! Hari itu dia membawa sejumlah petugas ke rumah keluarga Cuan untuk menangkapi tuan-tuan kami, Meskipun usiaku masih kecil sekali, tapi melihat tampangnya yang garang dan jahat, sampai kapanpun aku tidak akan melupakannya!" sahut gadis itu.

-- Aku harus bersikap seakan-akan urusan sulit sekali, dengan demikian dia baru merasa berterima kasih kepadaku. - pikir Siau Po dalam hati. Dia langsung mengerutkan keningnya, merenung sekian lama.

"Orang itu merupakan pembesar kerajaan Ceng dan walikota kota Yang-ciu pula, Kalau kau ingin membunuhnya... kemungkinan... kemungkinan. "

Song Ji menjadi panik.

"Sejak semula aku sadar akan menyulitkan diri siangkong," kata Song Ji sambil menangis tersedu-sedu. Tapi. Sam nay nay dari keluarga Cuang dan nyonya-nyonya 

yang lainnya, mereka setiap hari berlutut dan menyembah di hadapan arwah suami masing-masing serta bersumpah akan membalaskan sakit hati yang sedalam lautan ini!"

Siau Po menepuk pahanya keras-keras.

"Baik! Song Jiku yang baik yang memohon kepadaku, biarpun aku harus membunuh raja, atau meminta aku membunuh diri, aku akan menurut, apalagi baru membunuh seorang pejabat rendah! Tapi. kau harus mengijinkan aku mencium bibirmu!" katanya.

Wajah Song Ji berubah merah padam.

"Perlakuan siangkong terhadapku sungguh baik sekali.... Sejak semula... diriku. ini 

memang sudah... menjadi milikmu. " Selesai berkata dia segera menundukkan 

kepalanya dalam-dalam, kemudian dia memalingkan wajahnya.

Siau Po melihat gadis itu demikian menurut kepadanya, hatinya menjadi lemah seketika, dia tidak sampai hati mengolok-olok Song Ji sekarang ini. Sambil tertawa, dia berkata.

"Baik! Kalau pekerjaan kita yang besar ini sudah selesai, kau harus mengijinkan aku mencium bibirmu!" Sekali lagi wajah Song Ji menjadi merah, perlahan-lahan dia menganggukkan kepalanya.

"Kalau aku mengijinkan kau membunuhnya sekarang, pasti hatimu terasa kurang puas. Lebih baik aku membiarkan kau membawanya ke rumah keluarga Cuang, di sana kau paksa dia berlutut di hadapan papan jenazah tuan-tuanmu itu, lalu biar Sam nay nay sekalian yang memenggal kepalanya, bagaimana?" kata Siau Po.

Song Ji merasa usul itu memang bagus sekali, tapi dia khawatir apa yang dikatakan Siau Po tidak akan menjadi kenyataan Dia tiak dapat percaya sepenuhnya, matanya menatap Siau Po dengan pandangan menyelidik.

"Siangkong, kau tidak membohongi aku, kan?" tanyanya.

"Mengapa aku harus membohongimu? Pejabat busuk ini adalah musuh besarmu, otomatis dia menjadi musuh besarku juga, Biarpun dia bersedia memberikan setumpuk harta di hadapanku, aku juga tidak sudi menerimanya, Asal Song Ji selalu bersikap baik terhadapku, itu sudah melebihi segalanya di dunia ini!" sahut Siau Po dengan nada sungguh-sungguh.

Song Ji terharu sekali, Dia menghambur ke dalam dekapan Siau Po dan menangis tersedu-sedu.

Siau Po merangkul pinggangnya yang kecil dan lembut, hatinya bahagia sekali.

-- Kekasih yang begini tulus, meskipun ada delapan atau sepuluh, pasti tidak akan merasa terlalu banyak, Si pembesar anjing Gouw Cie Yong kenapa tidak membunuh ayahnya A Ko sekalian? Kalau hal itu terjadi, A Ko tentu akan memohon kepadaku seperti Song Ji, dan aku bisa memeluknya seperti ini. Bukankah menyenangkan sekali? 

--Pikirnya, Tapi sebuah ingatan terlintas kembali dalam benaknya, 

-- Ayah A Ko kalau bukan Lie Ci Seng, pasti Gouw Sam Kui, mana mungkin bisa dicelakai atau dibunuh oleh Gouw Cie Yong? -

Terdengar suara langkah kaki dari luar ruangan, Siau Po tahu Lie Liat Sek dan yang lainnya sudah datang.

"Kau tidak perlu mengkhawatirkan urusan ini, serahkan saja kepadaku, Sekarang aku ingin mengadakan perundingan, kau jaga di luar, jangan biarkan siapapun masuk ke dalam dan jangan sampai ada orang yang mencuri dengar pembicaraan kami." katanya kepada Song Ji.

"Baik, Aku tidak pernah mencuri dengar pembicaraanmu." sahut Song Ji. Dia menarik tangan kanan Siau Po dan menciumnya sekilas lalu menghambur keluar dari ruangan tersebut. Lie Liat Sek beserta anggota Thian Te hwee lainnya masuk ke dalam ruangan dan mengambil tempat duduk masing-masing.

"Saudara kalian, tadi malam aku mendapat informasi yang penting sekali, tapi karena waktunya terlalu mendesak, aku tidak sempat memberi kabar kepada kalian, Dengan tergesa-gesa aku pergi ke Li Cun Wan, untung saja, peruntunganku tidak buruk, Meskipun terjadi sedikit keonaran, namun akhirnya aku berhasil menolong Ku Yan Bu dan Gouw Toako. "

Anggota Thian Te hwee lainnya menjadi heran. Hiocu mereka yang satu ini selalu mengambil tindakan seenaknya, Kalau hanya berpelesir ke rumah pelacuran saja, mereka masih bisa memakluminya, tapi di sana justru terjadi keributan dan akhirnya para tentara disuruh menggotong sebuah tempat tidur yang di dalamnya terdapat tujuh orang perempuan sekarang mereka baru mengetahui bahwa semua ini ternyata demi menolong jiwa Ku Yan Bun dan Gouw Liok Kie. 

Urusan yang demikian aneh, tentu saja tidak terduga oleh siapapun, Karena itu mereka segera menanyakan duduk persoalan yang sebenarnya.

"Ketika kita berada di Kun Beng, saudara sekalian telah menyamar sebagai petugas Gouw Sam Kui dan minum arak serta berkelahi di rumah pelesiran, Aku merasa akal ini boleh juga, karena itu tadi malam aku menirunya kembali"

Para anggota Thian Te hwee lainnya langsung menganggukkan kepalanya berkali- kali.

- Begitu rupanya, Kata mereka dalam hati.

Siau Po sadar, kalau dia terlalu banyak bicara, rahasianya malah bisa terbongkar Karena itu dia segera berkata.

"Urusan yang terjadi di dalamnya tidak perlu kita bicarakan secara mendetail, yang penting intinya saja." Dia mengulurkan tangannya ke dalam saku dan mengeluarkan surat yang ditulis oleh Gouw Liok Kie.

Cian Lao Pan menyambutnya lalu dibeberkan di atas meja, Dengan demikian semua orang bisa melihatnya, Tampak disampul surat tertulis: "Di tujukan kepada saudara I Kuang di tempat", Di-baliknya tertera nama "Soat Tiong Tiat Kay" (Pengemis besi dibalik salju), semuanya tahu bahwa Soat Tiong Tiat Kay adalah julukan Gouw Liok Kie. Tapi siapa tuan I Kuang, tidak ada seorang pun yang mengetahuinya.

Pendidikan yang pernah diterima anggota Thian Te hwee sebetulnya terbatas sekali Mereka maklum bahwa isi surat itu pasti menunjukkan Gouw Sam Kui yang akan mengadakan pemberontakan Tapi banyak kalimat-kalimat yang terdiri dari pepatah- pepatah jaman dahulu yang harus dikiaskan lagi artinya, itulah yang tidak mereka mengerti Karena itu mereka pun saling memandang dan menunggu Siau Po yang menjelaskannya. Siau Po tertawa.

"Dalam perut Siautee ini dipenuhi dengan bakpao serta mie ikan dari Yang-ciu, tapi air tinta justru tidak pernah dicicipi (Maksudnya dia tidak pernah bersekolah). sedangkan dalam perut saudara sekalian, pasti lebih banyak arak dari pada air tinta pula, Karena itu, sebentar lagi tuan Ku Yan Bu akan hadir di sini, biar beliau saja yang menjelaskannya."

Ketika dia sedang berbicara, seorang cong peng masuk ke dalam dan membungkuk memberi hormat, Dia mengatakan bahwa di luar ada seorang Ihama dan seorang pangeran yang datang berkunjung. 

Siau Po segera meminta beberapa orang anggota Thian Te hwee untuk menyamar sebagai petugas kerajaan dan menemaninya keluar, Dia khawatir kedua abang angkatnya tiba-tiba berpaling muka dan melakukan hal yang tidak diinginkan sementara itu, dia juga memerintahkan seorang anak buahnya untuk memanggil A Ki.

Tidak disangka-sangka, begitu bertemu, sikap pangeran Kaerltan mau pun si lhama Shang Cie justru akrab sekali, mereka memuji kesetia kawanan Siau Po yang tinggi, apalagi setelah melihat A Ki berjalan keluar tanpa kurang suatu apapun, hati pangeran Kaerltan semakin berbunga-bunga. Pada saat itu, A Ki sudah berganti pakaian dan berdandan dengan rapi.

Siau Po tertawa.

"Untung saja ilmu silat kedua kakakku ini tingginya tidak terkatakan sehingga berhasil membunuh para siluman itu. Kalau tidak, jiwa adikmu ini pasti tidak dapat dipertahankan lagi, Manusia-manusia siluman itu ilmunya tinggi, jumlahnya juga banyak, tapi kakak berdua bisa mengalahkan mereka sampai lari terbirit-birit meskipun jumlahnya jauh lebih sedikit, sungguh mengagumkan. Mari kita masuk ke dalam untuk meminum beberapa cawan arak guna merayakan kembalinya kakak berdua."

Sudah terang pangeran Kaerltan dan Shang Cie diringkus oleh orang-orangnya Hong kaucu dari Sin Liong Kau, untung saja Siau Po bersedia membebaskan Hong hujin untuk ditukarkan dengan mereka berdua. 

Tapi sekarang Siau Po justru mengatakan bahwa merekalah yang mengalahkan manusia-manusia siluman itu sehingga lari terkocar-kacir, hal ini tentu saja membuat terang wajah pangeran Kaerltan dan Shang Cie. 

Wajah si lhama agak merah, di samping jengah, dia juga berterima kasih sekali kepada Siau Po. sedangkan pangeran Kaerltan tentu saja dipuji sedemikian tinggi di hadapan kekasih hatinya.

Si pembesar cilik menyerukan orangnya agar menyediakan meja hidangan, dalam sekejap mata semuanya sudah tersedia, Siau Po berdiri dan menyulang kepada kedua kakak angkatnya, mulutnya yang manis terus memuji-muji mereka sehingga akhirnya  Shang Cie pun melupakan peristiwa memalukan di mana dirinya sampai kena diringkus oleh orang-orang Sin Liong kau. 

Tapi ketika Siau Po mengatakan bahwa ilmu silatnya terhitung nomor satu di dunia, berkali-kali ia mengibaskan tangannya, karena dalam hati kecilnya dia menyadari bahwa apabila hendak dibandingkan dengan Hong kaucu dari Sin Liong Kau, ilmunya masih terpaut jauh sekali.

Setelah meneguk secawan arak, Shang Cie dan pangeran Kaerltan segera memohon diri.

"Kakak berdua, sebaiknya kalian berdua menulis sepucuk surat yang menyatakan akan berpihak pada kami, surat ini akan kupersembahkan kepada Sri Baginda, Kelak apabila Shang Cie toako menjadi Buddha Hidup dan jika menjadi "Semuanya sempurna" (Cen ke erl hao), siauwtee juga akan mendampingi Sri Baginda memukul tambur!" kata Siau Po. 

Sembari mengedipkan matanya, dia berkata lagi dengan suara rendah, "Seandainya Gouw Sam Kui benar-benar memberontak dan kakak berdua memberikan bantuan kepada si raja cilik, urusan kita pasti akan menjadi kenyataan, bukan?"

Kedua orang itu senang sekali, mereka bilang bahwa apa yang dikatakan Siau Po memang ada benarnya, Siau Po segera mengajak keduanya menuju ruang baca. "Karena ilmu surat kakakmu ini kurang sempurna, sebaiknya adik yang menuliskan saja surat pernyataan ini." kata pangeran Kaerltan.

Siau Po tertawa.

"Namaku sendiri, hanya huruf "Siau" nya saja yang bisa kutulis dengan terpaksa, tapi huruf "Po" nya sampai sekian Iama masih belum sanggup dikuasai apalagi menulis surat pernyataan? Lebih baik kita panggil juru tulis saja!" sahutnya.

"Urusan ini sangat penting, tidak boleh diketahui oleh seorang pun!" kata Shang Cie. "TuIis seadanya saja. Yang penting kita bukan akan mengikuti ujian negara, Sri Baginda pasti tidak mementingkan apakah tulisan kita indah atau jeIek. Yang penting isinya dapat dimengerti.

Jari tangannya sudah terputus setiap ruasnya, tapi ternyata masih bisa menulis. Diambilnya sehelai kertas dan ditulisnya sehelai surat pernyataan, kemudian dia juga mewakili pangeran Kaerltan menulis surat pernyataannya, kemudian meminta pangeran itu mencap jari jempolnya di bawah surat tersebut."

Sekali lagi ketiga orang itu bersumpah untuk menghadapi kesulitan bersama-sama dan menikmati kesenangan bersama pula, Untuk selamanya tidak ada seorangpun yang boleh melupakan tali persaudaraan di antara mereka. Setelah selesai, Siau Po memerintahkan anak buahnya untuk membawakan tiga nampan uang emas yang dibagikannya masing-masing kepada pangeran Kaerltan, Shang Cie serta A Ki. Lalu dia  juga menyuruh orang menyiapkan tandu, Dia sendiri yang mengantarkan mereka sampai ke depan pintu gerbang.

Ketika kembali ke dalam ruangan, salah seorang anak buahnya melaporkan bahwa Gouw Cie Yong yang sudah membawa para tahanan datang. Siau Po menyuruh Gouw Cie Yong menunggunya di ruangan sebelah timur, dia sendiri yang membawa ketiga tahanan tersebut ke dalam ruangan. 

Dibukanya borgol yang membelenggu tangan mereka, kemudian memerintahkan para petugas dan tentara jntuk mengundurkan diri, Dengan demikian di dalam ruangan hanya tertinggal dia dan para anggota Thian Te hwee lainnya, Siau Po menutup pintu ruangan itu rapat-rapat. Setelah itu dia menjura kepada ketiga orang tahanan itu.

"Hiocu bagian Ceng Bok Tong dari perkumpulan Thian Te hwee Wi Siau Po berserta beberapa saudara lainnya mengunjuk hormat kepada Ku Kunsu, Cai Sian Cing serta tuan Lu!" katanya.

Tempo hari, Cai I Kuang menerima surat rahasia dari Gouw Liok Ki, saking gembiranya, dia mengajak Lu Liu Liang bersama-sama ke Yang-ciu untuk menemui Ku Yan Bu dengan maksud mengajaknya berunding. 

Tidak disangka-sangka, dalam waktu yang bersamaan, Gouw Cie Yong sedang menyelidiki syair yang dibuat orang itu dan akhirnya membawa sejumlah siwi untuk melakukan penangkapan. Karena Cai I Kuang dan Lu Liu Liang sedang di sana, mereka ikut terbawa sekalian. 

Begitu diadakan pemeriksaan dan penggeledahan di dalam saku Cai I Kuang pun ditemukan surat rahasia dari Gouw Liok Ki, sehingga urusannya menjadi panjang.

Ketiga orang itu merasa benci dan menyesal Kalau hanya diri mereka saja yang tertangkap, tapi surat yang berhasil disita itu menyangkut urusan negara yang penting sekali Apabila rahasia itu sampai bocor, masalahnya bisa gawat!

Tapi sekarang mereka justru menghadapi peristiwa yang aneh! Ciam Cai tayjin dari kerajaan Ceng ternyata merupakan seorang hiocu bagian Ceng Bok Tong dari perkumpulan Thian Te hwee. 

Rasa gembira dan terkejut membaur dalam hati ketiganya, mereka seakan berada dalam alam mimpi.

Tempo hari, ketika diadakan pertemuan besar membunuh kura-kura, Siau Po tidak memperlihatkan wajahnya, Tapi Ci Thian Coan, Lie Liat Sek, Hian Ceng tojin dan yang lainnya sempat berkenalan dengan Ku Yan Bu. 

Liang bertiga pernah mendapat pertolongan dari Tan Kin Lam ketika menemui bahaya di atas perahu dulu, begitu mengetahui bahwa anak muda yang mengaku  sebagai hiocu Thian Te hwee ini merupakan murid Tan Kim Lam, hilanglah kecurigaan dalam hati mereka.

Perasaan gembira langsung menyelimuti suasana dalam ruangan itu. Cai I Kuang menjelaskan kata sandi berupa pepatah yang ditulis oleh Gouw Liok Kie dalam suratnya, dengan demikian para anggota Thian Te hwee baru mengerti diam-diam mereka merasa betapa bahayanya bila surat itu sampai terjatuh ke tangan lawan.

Lu Liu Liang menarik nafas panjang.

"Beberapa tahun yang lalu, saya bersama tiga orang rekan, salah satunya bernama Oey Li Ciu, Oey heng, pernah mendapat pertolongan dari suhu anda. sekarang kami kembali terjerumus dalam bahaya, ternyata andalan yang menolong kami. Memang benar apabila orang mengatakan bahwa "Yang paling tidak berguna itu kaum pelajar", Aih, budi besar kalian guru dan murid, terlebih-lebih tidak bisa dibalas lagi" katanya.

"Kita semua kan orang sendiri, mengapa tuan Lu demikian sungkan?" sahut Siau Po. "Para tentara Yang-ciu tiba-tiba mendobrak pintu dan menyerbu masuk, saat itu aku 

sudah merasa bahwa keadaannya tidak beres," kata Cai I Kuang, "Aku bermaksud 

mencari kesempatan untuk merobek surat dari Gouw heng, tapi terlambat, perbuatanku kepergok oleh salah seorang petugas, malah tanganku ditelikung ke belakang dan langsung diborgol Surat itu pun disita, Aku sudah bertekad, apabila sampai dipaksa berbicara, aku akan mengatakan bahwa orang yang berjuluk "Soat Tiong Tiat Kay" yang namanya tercantum di bawah surat adalah Gouw Sam Kui. Toh selembar nyawa tuaku ini tidak dapat dipertahankan lagi, biar bagaimana aku harus melindungi saudara Gouw Liok Kie."

Para anggota Thian Te hwee tertawa terbahak-bahak, mereka mengatakan bahwa siasat itu sebetulnya bagus sekali.

"ltu sih karena keadaan yang terdesak saja, julukan "Soat Tiong Tiat Kay" telah menggetarkan dunia persilatan, hampir setiap orang mengetahuinya, Apabila petugas itu mencocokkan tulisan dalam surat itu dengan tulisan saudara Gouw Liok Kie, rahasia ini pasti terbongkar." kata Cai I Kuang pula.

"Dua kali sudah kami hampir membocorkan rahasia saudara Gouw," kata Ku Yan Bu. "Dan dua kali pula sempat tertolong, ini membuktikan bahwa usia bangsa Tat Cu di negara kita pasti tidak panjang, Usaha saudara Gouw pasti akan berhasil. Tapi, biar bagaimana sejak sekarang kita harus menutup muIut, belum tentu untuk ketiga kalinya nanti, kita akan seberuntung ini!"

Para anggota Thian Te hwee setuju dengan pemikiran itu.

"Wi hiocu, bagaimana tanggapanmu dalam urusan ini?" tanya Ku Yan Bu pada Wi Siau Po. "Sulit sekali mendapat kesempatan untuk bertemu dengan tuan-tuan bertiga, ada baiknya kalian menginap di sini beberapa malam, Kita minum arak bersama, kemudian aku akan memanggil pembesar anjing itu untuk menyaksikan dari samping, biar dia terkejut setengah mati. Tapi kalau nyali orang ini terlalu besar, dan kita tidak bisa membuatnya ciut, kita penggal saja kepalanya!" sahut Siau Po.

"Perbuatan itu memang bisa melampiaskan kedongkolan dalam hati kita, tapi pelaksanaannya tidak mudah, Gouw Cie Yong adalah seorang pejabat dari kerajaan Ceng, apabila Wi hiocu ingin membunuhnya, setidaknya harus ada kesalahan besar yang telah dilakukannya." kata Ku Yan Bu sambil tersenyum.

Siau Po merenung sesaat "Ada! Harap tuan Cai menulis sepucuk surat, surat itu ditulis oleh Gouw Sam Kui dan ditujukan kepada pembesar anjing ini, pembesar anjing ini pernah membual, katanya kalau dihitung-hitung, dia masih ada tali persaudaraan dengan Gouw Sam Kui. Kalau rasanya sulit menulis surat itu, tiru saja surat yang ditulis Gouw toako, hanya namanya saja yang diganti siapapun yang bersekongkol dengan Gouw Sam Kui, apabila aku memenggal kepalanya, si raja cilik pasti tidak keberatan." katanya.

Para anggota Thian Te hwee memuji kecerdikan hiocu mereka, Ku Yan Bu tertawa, "Akal Wi hiocu ini bagus sekali Boleh dikatakan "Sekali bidik dua burung", selain bisa menimpakan kesalahan terhadap Gouw Cie Yong, Gouw Sam Kui pun akan terbawa- bawa, I Kuang heng, harap kau sudi menggerakkan penamu!" katanya.

Cai I Kuang tertawa gembira, "Tidak disangka hari ini kita bisa memajukan nama si pengkhianat besar." ujarnya.

Siau Po sendiri tidak pernah sekolah, dia mengira menulis sepucuk surat itu pasti sulit sekali, karenanya dia mengusulkan untuk meniru saja suratnya Gouw Liok Kie. padahal Cai I Kuang, Ku Yan Bu dan Lu Liu Liang adalah orang sekolahan, kepintaran mereka dalam hal tulis dan membaca, tidak ubahnya dengan kepandaian Siau Po melempar dadu. 

Tapi Cai I Kuang dan yang lainnya juga tidak mengatakan apa-apa, mereka setuju dengan usul Siau Po. Cai I Kuang segera mengambil sebatang pit dan tinta.

"Tahukah Wi hiocu siapa nama panggilan Gouw Cie Yong yang lain? panggilan kecil misalnya? Kita ingin mengaitkan hubungan orang ini dengan Gouw Sam Kui, apabila si pengkhianat itu menyebutnya dengan nama lain, orang pasti akan tambah percaya kalau surat Gouw Sam Kui ini memang ditujukan kepadanya." kata Cai I Kuang.

"Kho toako, coba kau keluar dan tanya kepadanya." perintah Siau Po. Kho Gan Ciau mengiakan, sejenak saja dia sudah kembali Iagi.

"Nama kecil pembesar anjing itu, Sien Yang, Dia bertanya mengapa aku ingin mengetahui nama kecilnya, Aku bilang Ciam Cai tayjin ingin menulis surat ke kotaraja  agar sebelumnya Sri Baginda tahu jasa-jasa yang telah dibangun olehnya, Dia kegirangan setengah mati dan cepat-cepat menyebut nama kecilnya." katanya.

Para hadirin tertawa terbahak-bahak mendengar cerita Kho Gan Ciau.

Sekejap saja Cai I Kuang sudah selesai menyalin surat itu, dia membeberkannya di atas meja lalu berpaling kepada kedua rekannya.

"Ku heng, Lu heng, bagaimana pendapat kalian?" Ku Yan Bu dan Liu Lu Liang sama-sama melihat. "Bagus, bagus!" puji mereka serempak.

Cai I Kuang segera menjelaskan isi suratnya. "Garis besarnya kurang lebih sama, tapi ada beberapa pepatah yang kuubah, secara halus dikatakan Gouw Sam Kui berambisi menjadi raja dan apabila berhasil, Gouw Cie Yong akan diberikan pangkat besar."

"Bagus! Memang si telor busuk Gouw Sam Kui itu hanya pura-pura menggunakan nama kerajaan Beng untuk memberontak, apabila perbuatannya sampai berhasil, pasti dia akan mengangkat dirinya sendiri menjadi raja, Tetapi kita mengumpamakan dia sebagai Cu Goan Ciang, bukankah derajatnya jadi terlalu tinggi?" kata Siau Po.

"Lho, surat inikan dia yang menulisnya sendiri, jadi bukan kita yang mengatakannya terlalu tinggi, dia sendiri yang mengangkat dirinya terlalu tinggi!" sahut Cai I Kuang.

Siau Po menepuk pahanya keras-keras.

"Betul! Aku sampai lupa bahwa surat ini ditulis oleh Gouw Sam Kui sendiri!" serunya. "Lalu, nama siapa yang tercantum di bawahnya?"

"Asal orang membaca surat ini, pasti mereka langsung menduga Gouw Sam Kuilah yang menulisnya. Tentu saja kita tidak boleh mencantumkan nama Peng Si-ong, semakin tidak jelas nama pengirimnya, orang semakin percaya, Kita cantumkan saja nama "Seseorang yang berpandangan jauh dari barat"." kata Ku Yan Bu.

Semuanya merasa pikiran Ku Yan Bu memang bagus sekali.

"Kami tidak boleh berdiam di sini terlalu lama, Sedikit kesalahan saja, rusaklah rencana kita, sebaiknya kami memohon diri sekarang juga." kata Cai I Kuang. Yang lainnya juga mempunyai pemikiran yang sama.

Siau Po juga tidak menahan mereka lama-lama, dia masuk ke dalam dan mengambil uang sebanyak tiga ribu tail. Kepada masing-masing orang itu, dia memberikan seribu tail lalu memerintahkan Ci Thian Coan dan Kho Gan Ciau mengantarkan mereka keluar lewat pintu belakang. Hati Siau Po agak lega setelah kepergian ketiga orang itu, baru saja dia berpikir untuk santai sejenak, seorang petugas kembali masuk dan melaporkan kedatangan Gubernur Yang-ciu serta Jenderal besar yang, memimpin pasukan perang.

Siau Po terkejut setengah hati, - Mungkinkah rahasia tentang Cai I Kuang mereka telah bocor? --tapi dia berusaha untuk menenangkan hatinya dan mempersilahkan mereka masuk, sebelumnya para anggota Thian Te hwee disuruh mengundurkan diri.

Kedua orang itu segera menghadap dan memberi hormat kepadanya.

"Tayjin, gawat!" kata Ma Yu sambil mengeluarkan sepucuk surat dari dalam sakunya. "Ada apa?" tanya Siau Po dengan hati berdebar-debar.

"Di sini ada firman dari Sri Baginda yang meminta tayjin agar segera kembali ke kotaraja. Kata-nya Gouw Sam Kui sudah memulai pemberontakan." sahut Mu Tian Yan.

Hati Siau Po menjadi lapang seketika, wajahnya tampak berseri-seri. "Aku kira ada apa, ternyata si telor busuk itu benar-benar memberontak!"

Mok Tian Yan dan Ma Yu bingung melihat sikapnya, Gouw Sam Kui melakukan pemberontakan kenapa pembesar cilik ini malah kelihatannya senang?

"Kalian tidak perlu cemas, Sri Baginda sangat cerdik, sejak semula beliau sudah mengadakan persiapan untuk menghadapi masalah ini. Tapi... ada satu masalah di sini yang justru membuat aku bingung." kata Siau Po.

"Apa itu?" tanya Mok Tian Yan.

"Apakah kalian baru mengetahui pemberontakan Gouw Sam Kui dari firman kaisar yang kalian terima?" tanya Siau Po.

"Betul, Begitu menerima firman tersebut, kami langsung menuju kemari." sahut Ma Yu.

"Tapi, mengapa walikota Yang-ciu, Gouw Cie Yong bisa mengetahuinya terlebih dahulu?" kata Siau Po.

Mok Tian Yan dan Ma Yu saling lirik sejenak, tampaknya mereka terkejut sekali. "Apa yang dikatakan Gouw Cie Yong terhadap tayjin?" tanya Ma Yu.

"Barusan dia menghadap aku. Katanya ada urusan penting sekali, Dia mengatakan bahwa ada seorang penguasa di daerah barat yang akan mengadakan pemberontakan, dia harap aku cepat sadar diri dan berpihak kepada orang itu." sahut Siau Po. "Kurang ajar! Rupanya dia membujuk Tayjin agar ikut memberontak. Memang benar! Siapa lagi penguasa di daerah barat kalau bukan Gouw Sam Kui!" kata Mok Tian Yan.

"ltu dia! Bahkan dia menunjukkan sepucuk surat yang tidak aku mengerti!" kata Siau Po pula.

"Apakah surat itu masih ada di tangan tayjin sekarang?" tanya Ma Yu.

"Tentu saja! Barusan kami toh sedang membicarakan surat itu ketika kalian berdua tiba-tiba menyampaikan kepada anak buahku bahwa kalian ingin bertemu!" Siau Po segera mengeluarkan surat yang dipalsukan oleh Cai I Kuang dan diserahkannya kepada Ma Yu.

Kedua orang itu membacanya dengan teliti "Surat ini ditujukan kepada keponakan jauhnya yang bernama Sien Yang, apakah itu nama kecil Gouw Cie Yong?" tanya Ma Yu.

"Begitulah menurut Gouw Cie Yong?" sahut Siau Po.

"Surat ini terang mengajak Gouw Cie Yong bekerja sama melakukan pemberontakan terhadap raja kita. Orang ini harus ditangkap, Kalau sampai dibiarkan, dia bisa mempengaruhi pembesar lainnya." kata Mok Tian Yan.

"Betul! itulah sebabnya aku menahannya di ruangan timur dan pura-pura akan memikirkan dulu usulnya, Kebetulan kalian berdua datang, Nah, kira-kira tindakan apa yang harus kita ambil sekarang?" tanya Siau Po yang cerdik.

"Tidak usah diragukan lagi bahwa surat ini tentu dibuat oleh Gouw Sam Kui. Kita tidak perlu banyak bicara lagi, Tolong tayjin perintahkan anak buahmu untuk meringkusnya, Besok tayjin harus kembali ke kota raja. Harap tayjin bawa saja orang itu dan seret ke hadapan Sri Baginda, Kalau dia melawan, bunuh saja! Kami berdua akan menjadi saksi bahwa dia adalah kaki tangan pemberontak Gouw Sam Kui. Kami bersedia menuliskan sepucuk surat sebagai pernyataannya!" kata Ma Yu.

"Bagus!" sahut Siau Po. "Nanti di hadapan Sri Baginda aku akan memuji-muji kesetiaan kalian sehingga kita sama-sama mendapat keuntungan besar!"

Siau Po segera memerintahkan anak buahnya untuk meringkus Gouw Cie Yong. Tentu saja para anggota Thian Te hwee yang menyamar sebagai tentara kerajaan Ceng yang melakukannya, Meskipun Gouw Cie Yong merasa penasaran dan berteriak- teriak dengan kalap bahwa dia tidak bersalah tapi nasi sudah menjadi bubur.

Setelah Ma Yu dan Mok Tian Yang mengundurkan diri, Siau Po meminta salah satu saudaranya dari Thian Te hwee untuk mengantarkan uang sebanyak selaksa tail kepada ibunya, Orang itu tidak boleh mengatakan apa-apa. Kalau ditanya, dia hanya boleh mengatakan bahwa dia mendapat titipan dari Siau Po. Hati Siau Po agak lega sekarang. Setidaknya ibunya tidak akan begitu sengsara lagi dengan uang pemberiannya.

Keesokan harinya mereka mulai melakukan perjalanan. Song Ji dan Siau Po beserta para saudara dari Thian Te hwee menjaga Gouw Cie Yong baik-baik. sedangkan si permaisuri palsu, Mao Tung Cu dijaga ketat oleh sejumlah serdadu, sepanjang perjalanan Gouw Cie Yong masih memaki-maki dengan penasaran. Kadang-kadang saking tidak tahannya mereka mendengar makian orang itu, salah seorang saudara dari Thian Te hweepun menotok urat gagunya.

Ketika sampai di Siang Ho, Siau Po memerintahkan Thio Yong dan rekan-rekannya untuk mengantarkan si permaisuri palsu berjalan terlebih dahulu ke kota raja, Dia mengatakan ada sedikit urusan yang harus diselesaikannya di sekitar tempat itu. 

Tentu saja dia tidak mengatakan bahwa dia ingin membawa Gouw Cie Yong ke rumah keluarga Cuang agar para janda di sana dapat membalaskan sakit hatinya.

Malam harinya, Siau Po, Song Ji dan rombongan Thian Te hwee sampai di sebuah desa, Karena perut mereka sudah lapar sekali, mereka segera mencari sebuah rumah makan atau kedai arak. Untung saja tidak jauh dari pintu desa mereka berhasil menemukannya. 

Mereka pun segera masuk ke dalam Di belakang terdengar suara derap kaki kuda yang ramai, Ternyata datang pula serombongan tentara, Entah dari resimen mana, Siau Po tidak memperdulikannya, mereka mencari tempat duduk yang strategis.

Serombongan tentara baru saja duduk, Dari luar desa terdengar langkah kaki kuda sayup-sayup, kemudian rombongan berhenti di kedai itu. Beberapa orang turun dan masuk ke dalam kedai itu, Yang terdepan dua orang yang bertubuh kekar, sedangkan lainnya seorang yang dengan tampang penyakitan. Tubuhnya pendek lagi kurus, Kedua pipinya cekung ke dalam, sementara tulang di sekitar keningnya menonjol dengan jelas, wajahnya berwarna kekuning-kuningan. Pucat seperti tak ada darahnya sedikit pun. Bahkan samar-samar wajahnya tampak murung dan tegang.

Baru berjalan beberapa langkah suara batuknya terdengar tak henti-henti. Di belakangnya mengikuti seorang kakek dan seorang nenek, Kalau dilihat dari tampang keduanya, mereka sudah berumur di atas delapan puluhan. Kakek itu juga bertubuh kurus akan tetapi dia tampak masih bersemangat jenggotnya yang putih dan panjang melambai-lambai di depan dada, wajahnya kemerah-merahan.

Sedangkan si nenek bertubuh lebih tinggi daripada si kakek, pinggangnya lurus dan tubuhnya pun tegap, sepasang matanya bersinar-sinar, Di belakangnya berjalan sepasang wanita berusia dua puluh tahun ke atas.

Kalau dilihat dari keadaan mereka semua, si laki-laki yang bertampang penyakitan itu berpakaian paling mentereng, tampaknya keturunan hartawan Dua laki-laki dan dua wanita itu adalah pembantunya. sedangkan si kakek dan si nenek, menggunakan jubah  berwarna hijau, bahannya dari kain kasar akan tetapi bersih sekali Sulit diterka asal- usul mereka.

"Mama Tio, tuangkan semangkok air panas biar Siau Ya meminum obatnya!" kata si nenek.

Seorang wanita pelayannya segera menyiapkan, dari dalam keranjang ia mengeluarkan, sebuah mangkok dan sebuah kendi yang kemungkinan berisi air panas, ia menuangkan ke dalam mangkok itu sehingga penuh, kemudian meletakkannya di hadapan si laki-laki yang penyakitan itu. 

Dan si nenek mengeluarkan sebotol obat dari dalam sakunya, Dibukanya tutup botol dan mengambil sebutir pil berwarna merah, lalu diserahkannya pada laki-laki yang penyakitan itu pula.

Si laki-laki yang sakit itu membuka muIutnya dan menyodorkan mangkok yang berisi air panas untuk meminumnya.

Laki-laki yang penyakitan itu tampaknya sangat sulit untuk mengatur pernapasan, hingga terbatuk-batuk beberapa kali.

Si kakek dan si nenek memperhatikan laki-laki yang penyakitan itu dengan wajah menyiratkan kekhawatiran, juga penuh perhatian

Ketika pernapasannya agak mulai lancar dan batuk-batuknya mulai berhenti, si kakek dan si nenek barulah menarik napas lega.

Si laki-laki penyakitan mengerutkan keningnya.

"Ayah, Ibu. Mengapa kalian selalu melihat aku terus-menerus? Aku toh belum mati." ujarnya dengan suara perlahan.

Si kakek mendengus satu kali, kemudian ia memalingkan wajahnya, Si nenek tertawa dan ber-kata.

"Untuk apa bicara mati atau hidup, anakku pastilah hidupnya panjang sampai ratusan tahun."

Dalam hati Siau Po berkata.

- Budak itu sekali pun minum obat dari dewa umurnya tidak akan dapat panjang lagi -

Rupanya si kakek dan si nenek ini adalah ayah dan ibunya, Dan si setan penyakitan itu sejak kecil kelihatannya sudah dimanja, Sehingga tampaknya tidak mempunyai adat, ia keras dan sombong, Baru saja dilihat ayah dan ibunya saja ia terus ngambek.

Terdengar si nenek berkata pula. "Mama Tio, Mama Sun. Cepat, kalian panaskan sop Jin Som, Siau-yamu itu. Setelah itu siapkan nasi dan sayur." katanya sambil menoleh kepada kedua pelayan.

Kedua pelayan itu segera menyiapkan apa yang diperintahkan itu. Masing-masing segera menenteng sebuah keranjang, lalu berjalan ke belakang ruangan.

Kepala rombongan tentara menghampiri pemilik kedai arak, untuk menanyakan perjalanan menuju Peking.

"Loya sekalian, pada hari ini kita menempuh perjalanan sejauh tiga puluh lie lagi, Dan kita akan menginap semalam di kota ujung sana, Besok pagi kau berjalan pula dan sore harinya akan sampai di kota Peking," jawab si pemilik rumah makan itu.

"Kita tak ingin menginap di mana-mana. Kami akan menempuh perjalanan hari ini juga, Lao Pan. Mulai hari ini aku jamin usahamu semakin besar, sebaiknya kau siapkan alat-alat yang bagus-bagus dan sayur-mayur yang segar-segar pula, Agar sampai pada waktunya kau tidak merasa kerepotan," kata si kepala tentara itu.

Si pemilik kedai itu tertawa.

"Loya hanya memuji saja, kedai ini selamanya tidak pernah ramai belum pernah seramai ini. Dalam satu bulan paling hanya beberapa hari kedai ini kedatangan para tamu, Semua ini juga karena perhatian dari Loya sekalian mana mungkin ada tamu yang datang setiap hari ke mari?" katanya merendah.

Kepala tentara itu tertawa mendengarnya.

"Lao Pan, mari aku beritahukan kepadamu, Gouw Sam Kui memberontak, dia sudah menyerang sampai ke Kui Lan. Kami ini berangkat ke kota raja untuk melaporkan kegiatan tentara kerajaan, Kalau toh itu sampai terjadi, paling tidak lama, sekitar tujuh tahun urusan ini baru dapat selesai, Para tentara atau para pengungsi pastilah setiap hari akan lewat ke tempat ini, dengan demikian bukankah rejeki akan datang juga kepadamu."

Si pemilik kedai makan itu mengucapkan terima kasih berulang-ulang pada kepala tentara itu, dalam hatinya ia justru mengeluh.

- Kalian para tentara mana mungkin dapat diajak berdagang, minum makan seenaknya saja, Yang terbaik saja paling-paling memberikan uang tip hanya beberapa sen saja. Dan yang jahat malah memukuli orang sampai mati, makan kenyang langsung saja jalan, jangan kata tiga, lima, atau tujuh tahun, cukup satu tahun saja warung kita mungkin harus gulung tikar alias bangkrut --

Wi Siau Po dan Li Liat Sek mendengar kalau Gouw Sam Kui sudah menyerang sampai ke Lui Lan, mereka terkejut sekali, Dalam hati mereka berkata.

- Tidak disangka-sangka kejadian itu begitu cepat terjadi - Cian Lao Pan berkata dengan suara rendah, "Bagaimana kalau aku menanyakan tentang masalah ini?" tanyanya.

Wi Siau Po menganggukkan kepalanya, Cian Lao Pan berjalan ke hadapan para tentara itu, wajahnya sengaja dibuatnya berseri-seri. Sambil menghormat ia berkata.

"Tadi kami mendengar kata-kata dari Ciang Kun Taijin ini, bahwa Gouw Sam Kui telah menyerang sampai Kui Lan, sedangkan keluarga hamba tinggal di Tiong Sa. Hamba sangat mengkhawatirkan mereka, dan entah bagaimana keadaan di sana, apakah di daerah Tiong Sa pun telah dikuasai Gouw Sam Kui?" tanyanya.

Kepala tentara itu, mendengar orang itu menyebut dirinya Ciang Kun Tay Jin, hatinya gembira sekali, ia lalu berkata.

"Kalau keadaan di Tiang Sa, aku benar-benar merasa tidak tahu, Gouw Sam Kui telah memerintahkan beberapa anak buahnya yang terdidik untuk menyerang ke Kui Lan dari Kui Cou. Kalau daerah Guan Ciu pasti berbahaya sekali, di sana keadaannya kacau sekali, Tiga orang bawahan Gouw Sam Kui berpencaran masuk dari timur, sedangkan yang lainnya menyerang daerah Kui Lan, Kalau tidak salah tentara di sana telah dibantai, dan mereka yang selamat lari kocar-kacir penduduk daerah sana sebagian besar telah mengungsi ke daerah lain." katanya.

Ciang Lao Pan menunjukkan wajah muram, "Wah, gawat sekali! Tapi setidaknya tentara Kerajaan Ceng, sangat lihay-lihay dan mereka belum tentu meraih kemenangan bukan?" katanya.

"Sebenarnya semua orang juga berkata demikian, tapi setelah penyerangan di Kuan Cu, kenyataannya pasukan Gouw Sam Kui benar-benar sulit untuk ditandingi. Untuk itu bagaimana kelanjutannya aku sendiri merasa sulit untuk mengatakannya." jawab si kepala tentara,

Ciang Lau Pan sekali lagi menjura hormat dan berucap terima kasih, ia kembali ke tempat duduknya. Dalam hati rombongan Thian Te hwee berpikir.

- Jangan sampai Gouw Sam Kui yang jahat itu berhasil menjadi raja, akan hancur jadinya -

Ada lagi yang berpikir lain.

-- Paling bagus Gouw Sam Kui dapat berhasil menyerang sampai ke Peking, dengan demikian rajanya akan terserang juga dan bangsa Tat Ciu akan hancur -

Tentara-tentara itu makan dengan cepat, setelah itu mereka berdiri yang seterusnya berkata.

"Laou Pan, aku telah mengabarkan berita baik kepadamu, karena itu makan kami ini sudah seharusnya kalian yang membayarnya!" Pemilik kedai itu terpaksa mengembangkan senyuman dan berkata.

"Benar.... Benar. Benar, Harap para Tayjin sekalian berhati-hati dalam perjalanan!" 

katanya.

Si kepala tentara itu tertawa.

"Hati-hati! Wah, kalau kita harus hati-hati, lebih baik kita duduk lagi dan makan sekali lagi di sini sampai sore," jawabnya.

Wajah si pemilik kedai makan itu, langsung berubah muram ia tertawa getir Tawa yang dipaksakan.

Kepala tentara itu berjalan sampai ke depan pintu, ia melewati si kakek dan si nenek serta si laki-laki yang penyakitan itu, Kemudian secara tiba-tiba tangan kiri si laki-laki penyakitan itu menghalangi jalannya dan menyengkeram dada si kepala tentara.

"Laporan apa yang akan kau bawa ke kota raja, Coba aku lihat!" bentaknya dengan keras.

Si kepala tentara itu sebenarnya bertubuh kekar dan tegap, akan tetapi setelah dicengkram oleh laki-laki yang penyakitan itu kakinya langsung terjatuh ke depan dan berlutut, ia marah sekali.

"Enaknya apa yang kau lakukan," bentaknya.

Wajahnya merah padam ia berusaha untuk melepaskan cengkraman itu, akan tetapi ia tidak dapat bergerak sedikit pun.

Tangan kanan si laki-laki yang penyakitan itu terulur ke depan, ia merobek baju bagian dada si kepala tentara, Maka terjatuhlah sepucuk amplop besar.

Dengan perlahan-Iahan tangan kirinya didorong ke depan, Si kepala tentara itu jatuh, bahkan dua buah meja bergulingan tertabrak tubuhnya.

Maka setelah itu terdengarlah suara ribut-ribut Mangkok dan cawan berjatuhan di atas lantai, Para tentara segera berteriak-teriak.

"Pemberontak-pemberontak!"

Setelah itu mereka mengeluarkan senjata masing-masing dan menyerang pada si laki-laki yang penyakitan itu.

Kedua pelayan si laki-laki yang penyakitan itu segera bergerak ke depan, Kaki mereka menendang dan tangannya menghantam, Maka dalam sekejap mata saja para tentara telah jatuh rebah di atas lantai warung makan itu. Si laki-laki penyakitan itu merobek amplop tersebut dan ia mengeluarkan sepucuk surat dari dalamnya, Si kepala tentara tampak terkejut hingga terasa ia melayang, Dengan suara bergetar ia berkata,

"ltu adalah surat laporan untuk Sri Baginda, Kau. Kau telah berani merobeknya, 

apakah ini bukan disebut pemberontakan?" teriaknya penuh kemarahan.

Si laki-laki penyakitan melihat sekilas surat tersebut kemudian ia berkata. "Hem. Para tentara di Hui Lam meminta bala bantuan kerajaan Tat Cu untuk 

menggempur Peng Sie ong, Biar pun selaksa tentara dikirim bukankah. Huk.... Huk.   

Huk. Bukankah tetap akan disapu bersih oleh Peng Sie ong?"

Sambil berkata ia meremas surat itu, dan ia melepasnya, Ternyata surat itu telah menjadi sobekan kertas-kertas kecil, dan beterbangan ke mana-mana.

Anggota Thian Te hwee melihat tenaga orang itu yang sedemikian besar, sehingga mereka berubah karena tampak ragu. Dalam masing-masing bergumam.

- Kalau dilihat dari nada bicaranya, kayaknya orang ini orang bawahan Gouw Sam Kui juga -

Kepala tentara itu berusaha untuk bangun sambil menghunus goloknya. "Kau telah merobek surat wasiat itu, Biar bagaimana pun aku akan 

mempertahankannya untuk apa aku hidup, lebih baik aku mengadu jiwa denganmu!" 

katanya keras dengan mata menatap tajam si lelaki bertampang penyakitan.

Ia lalu mengangkat goloknya tinggi-tinggi melakukan serangan Si lelaki penyakitan itu duduk dengan tenang, Hanya dengan tangan kananya ia Iadeni kepala tentara yang kalap itu. 

Dengan perlahan-lahan ia mendorong perut lawannya, seakan meminta pada kepala tentara itu agar tidak mengganggunya.

Kepala tentara yang didorong itu jatuh ke atas tanah dengan keadaan duduk, Tubuhnya tak mampu bergerak lagi, Mulutnya ternganga lebar dengan nafas tersengal- sengal, seakan tidak memiliki tenaga sama sekali.

Sementara itu para tentara lainnya yang telah dipukul oleh kedua pelayannya tadi, berusaha bangkit berdiri Mereka berdiri dikejauhan sambil mengeluarkan gumaman antara sesamanya, tapi tidak ada yang berani maju untuk menolong sang kepala tentara.

Seorang wanita pelayannya membawa sebuah mangkok yang masih mengepulkan asap. Perlahan-lahan ia menaruhnya di depan si laki-laki penyakitan itu. "Siau Ya. harap diminum sop Jin Som ini!" ujar si pelayan wanita.

Terhadap kejadian baru saja yang begitu menegangkan si kakek dan si nenek seakan tidak melihatnya sama sekali. Keduanya tak memperhatikan anak mereka dengan penuh kekhawatiran. Ci Tian Coan berkata dengan suara rendah, "Beberapa orang ini tampaknya ganas-ganas, lebih baik kita semua meninggalkan tempat ini!"

Cian Lao Pan segera menghampiri si pemilik kedai makan dan membayar makan mereka. setelah itu, mereka bersama-sama berjalan ke luar. Tampak si nenek meniupkan obat itu dengan perlahan-Iahan dan menyodorkannya dengan perlahan- Iahan pula, Wi Siau Po berjalan keluar dari desa tersebut, setelah jauh barulah mereka membicarakan laki-laki penyakitan dan kedua orang tuanya.

"Pakaian mereka biasa-biasa saja, akan tetapi tenaga mereka benar-benar besar dan kuat. Tampaknya mereka mempunyai ilmu yang cukup tinggi, benar-benar sulit untuk ditemui pada jaman sekarang ini." kata Ci Tian Coan.

"Si laki-laki penyakitan tadi sangat sakti, ia hanya mendorong tubuh si kepala tentara itu dengan perlahan-lahan, akan tetapi si kepala tentara itu seperti orang yang tidak mempunyai tenaga sekali setelah mendapatkan dorongan itu, Sungguh benar-benar sulit mencari orang seperti itu!" kata Hian Ceng Taujin.

"Hong Yan Tee, kalau kau yang menjadi kepala tentara itu apa yang akan kau lakukan?" tanyanya.

"Kalau aku jadi dia, jangan mendekati si laki-laki penyakitan kurang dari jarak tiga depa." Jawabnya.

Para anggota Thian Te hwee berpikir, apa yang dikatakannya memang benar walaupun untuk menghindar ataupun menangkis setidaknya dalam jarak tiga depa baru ia dapat melakukannya, Kalau orang jauh sedikit setidaknya ia masih ada waktu untuk menghindari diri.

Tiba-tiba Ci Tian Coan berkata. "Kalau aku, aku akan menangkap pergelangan tangannya. "

Kata-kata itu tidak diselesaikannya, ia malah menggelengkan kepalanya, Hal ini karena ia mengetahui tenaga dalam si laki-laki penyakitan yang begitu luar biasa, seandainya ia menangkap pergelangan tangan itu tangannya sendiri yang kemungkinan akan dipelintir.

Para anggota Thian Te hwee tahu kalau orang-orang itu adalah kawan sekongkolannya Gouw Sam Kui. Akan tetapi ia melihat orang itu melakukan kejahatan ternyata tidak ada seorang pun yang mencegahnya.

Orang-orang itu tahu kalau yang dipukul itu bangsa Tat Cu, tapi mereka seperti tidak mau tahu. Sebagai jiwa seorang pendekar seharusnya mereka tidak tinggal diam saja,  Maka itu mereka merasa malu sekali, setelah berbincang-bincang sejenak mereka tidak ada yang melanjutkan pembicaraan itu lagi. Mereka kemudian melanjutkan perjalanan sejauh beberapa Iie.

Tiba-tiba dari arah belakang terdengar derap kaki kuda, Dua ekor kuda melaju dengan cepat ke arah mereka. Pada saat itu mereka telah mencapai jalan setapak yang menuju ke rumah keluarga Cuan, jalanan itu sangat kecil tidak cukup dilalui dengan dua ekor kuda sekaligus. 

Para anggota Thian Te hwee menanggapinya dengan keenggan-engganan, meskipun derap kaki kuda itu telah mendekat sekali, kecuali Han Cie Tiong dan Song Ji yang menepikan kuda mereka sedangkan yang lainnya diam saja.

Dalam sekejap dua ekor kuda itu telah sampai di belakang mereka, Para anggota Thian Te hwee segera memalingkan kepala, Ternyata orang yang menunggang kuda laki-laki yang penyakitan dan kedua pelayannya, Salah satu pembantunya berteriak.

"Siau Ya, kami meminta pada kalian berhenti sebentar! Ada beberapa hal yang akan ia tanyakan."

Ucapannya itu meskipun terdengar sopan tapi seakan-akan mengandung kesan kalau ia tidak menghargai orang Iain. Para anggota Thian Te hwee yang mendengar ucapan itu menjadi kesal Cian Kun Jin, membentak dengan suara keras.

"Kami sedang ada urusan, tidak ada waktu menunggu! Lagi pula kita tidak saling mengenal dan apa yang akan kalian tanyakan?"

"lni toh perintah dari Siau Ya keluarga kami, sebaiknya saudara sekalian menunggu sebentar jangan sampai terjadi sesuatu yang tidak diinginkan," sahut si pelayan dengan nada seakan mengancam.

"Apakah kalian termasuk bawahannya Gouw Sam Kui?" tanyanya.

"Heh! Memangnya siapa majikan kami, sehingga ia sudi menjadi bawahannya Peng Si-ong," kata si pelayan.

Para anggota Thian Te hwe berpikir, orang itu tidak mengatakan Gouw Sam Kui, tapi menyebut Peng Si-ong, berarti ada hubungannya dengan si pengkhianat itu.

Tepat pada saat itu pula terdengar suara derak roda-roda pedati mendekati mereka, Sebuah kereta besar, muncul dari tepian jalan, si pelayan berkata.

"Majikan, kami sudah sampai!" serunya sambil membalikkan kuda menyambut kedatangan kereta besar itu. Pada saat itu para anggota Thian Te hwee terpaksa menghentikan kuda tunggangan mereka, Hal ini mereka lakukan karena mereka mengetahui tingginya ilmu si laki-laki penyakitan itu.

Kereta besar itu pun telah sampai, seorang pelayan turun dari kuda dan menyingkapkan tirai kereta. Tampak si laki-laki penyakitan itu duduk di tengah-tengah, Dan dikedua sisinya duduk pula si kakek dan si nenek.

Si laki-laki penyakitan itu melihat dengan jelas ke arah anggota Thian Te hwee. "Mengapa kalian menotok jalan darah orang ini?" tanyanya sambil menuju ke arah 

Goau Tie Yong, kemudian ia bertanya Iagi. "Siapa kalian dan kemana tujuan kalian?" 

suaranya melengking tajam berkesan sombong sekali.

Sian Ceng Toujin yang menjawab pertanyaan.

"Siapakah nama dirimu.,.? Kami toh tidak saling mengenal, mengapa kalian ingin ikut campur urusan kami..?"

Si laki-laki penyakitan itu mendengus, "Kau masih tidak pantas menanyakan siapa namaku, Aku baru saja mengajukan beberapa pertanyaan kepadamu, apakah kau tidak mendengarnya.,.? Mengapa kau tidak mau menjawab pertanyaanku itu."

Sian Ceng Taojin menjadi marah.

"Kalau aku tidak pantas menanyakan siapa namamu, kau pun tidak pantas menanyakan urusan kami. Gouw Sam Kui telah memberontak dan telah membuat keonaran, ia seorang penghianat besar, sedangkan kau malah menyebutnya Peng Si- ong, dengan bangga. 

Kau pastilah kawannya. Aku melihat penyakit Tuan sangat parah sekali, sebaiknya Tuan pulang saja ke rumah dan mempersiapkan penguburannya, agar tidak sampai terlambat nanti, Dalam perjalanan seperti ini kalau sampai masuk angin itu lebih berbahaya lagi."

Para anggota Thian Te hwee tertawa mendengar kata-kata kawannya, namun tiba- tiba sebuah bayangan berkelebat dan terdengar suara "Plok" ternyata pipi kiri Sian Ceng Taojin telah ada yang menampar dengan keras. 

Tubuhnya limbung lalu terguling dari kudanya. Kejadiannya begitu cepat, Setelah ia terjatuh di tanah, para anggota Thian Te hwee baru dapat melihat dengan jelas kalau orang yang telah melakukannya adalah kakek yang berada di dalam kereta itu. 

Gerakannya benar-benar cepat, Setelah memukul Tian Ceng Taoujin kakinya menutul ke atas tanah dan kembali ke dalam kereta, seakan tidak ada sesuatu pun yang telah terjadi. Para anggota Thian Te hwee menjadi kalap, Serempak mereka menerjang kereta besar, Si laki-laki penyakitan mencengkram punggung pelayannya, perlahan-lahan ia mengangkatnya, Dalam sekejap mata mereka telah berganti posisi, si pelayan duduk dalam kereta dan ia sendiri duduk di depan sebagai seorang kusir.

Tepat pada saat itu, kedua tangan Ciau Lo Pan meluncur ke atas, sedangkan si laki- laki penyakitan itu hanya mengangkat sedikit tangan kirinya dan menangkis tangan orang itu, ternyata tidak terdengar suara sedikit pun.

Mendapat serangan itu Cian Lo Pan merasakan tenaga yang dahsyat telah menyerangnya, ia tidak dapat mempertahankan diri, tubuhnya terjatuh ke belakang, Baru saja ia ingin berdiri dengan mantap ternyata kedua lututnya seperti tidak bertenaga, malah ia jatuh terjerembab dalam posisi berlutut.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar