Kaki Tiga Menjangan Jilid 73

Jilid 73

Dia masuk kembali ke dalam, Dia melihat Hong hujin, Pui Ie, Bhok Kiam Peng, Cin Ju dan Song Ji semuanya tidak sadarkan diri, Masing-masing memiliki kecantikan dan pesona tersendiri Hatinya langsung tergerak.

-- Di tempat tidur dalam masih ada seorang gadis yang lebih cantik dari keenam perempuan di sini, Dialah istriku yang telah bersembahyang kepada langit dan bumi bersamaku Malam ini kau sengaja mengantarkan dirimu untukku, Kalau aku tidak memperdulikanmu, bukankah aku terlalu tidak berperasaan? -- katanya lagi dalam hati.

Ketika bermaksud melangkahkan kakinya ke ruangan dalam, dia melihat sepasang mata Cin Ju sedang menatap kepadanya, wajahnya berona merah. Dia pun berpikir lagi.

-- Dari Ong Ok San sampai ke Yang-ciu, sepanjang perjalanan, kau si budak cilik selalu menghindari aku. Aku ingin bicara beberapa patah kata saja sulitnya bukan main! Malam ini aku tidak boleh berlaku sungkan-sungkan lagi kepadamu: --

Dia segera memondong gadis itu dan membawanya ke dalam kamar lalu diletakkannya di samping A Ko.

Tampak A Ko masih tertidur dengan pulas, tentu saja bukan benar-benaran tidur, melainkan tidak sadarkan diri, Bulu matanya lentik sekali, Bibirnya menyunggingkan senyuman. Kemungkinan dia sedang bermimpi indah, yakni bermesraan dengan The Kek Song.

Siau Po berpikir.

-- Kalau melakukan sesuatu, jangan kepalang tanggung, Lebih baik aku pindahkan para moler tua, moler cilik dan perempuan jahat atau perempuan baik ini semuanya ke dalam kamar, Bukankah ini Li Cun Wan? Para perempuan masuk ke dalam rumah pelesiran, memangnya ada pekerjaan baik apa yang dapat dilakukan? Apalagi kalian sendiri yang datang ke mari, maka kalau kalian terjaga nanti, jangan kalian salahkan diriku! --

Sejak kecil Siau Po sudah bercita-cita ingin membuka rumah pelesiran, malah kalau bisa yang jauh lebih besar dan megah daripada Li Cun wan. Pada saat itu, dia ingin  memamerkan diri kepada orang-orang yang pernah menghinanya, dia akan memanggil seluruh wanita penghibur di kota Yang-ciu untuk menemaninya.

Kemudian, satu demi satu perempuan itu digotongnya ke dalam kamar Terakhir si permaisuri palsu pun dibawanya sekalian. Delapan wanita tidur berjajar di pembaringan Tiba-tiba sebuah ingatan terlintas dalam benaknya.

-- istri teman, tidak boleh dipermainkan Jiso, kau adalah kakak iparku, kita semuanya merupakan laki-laki sejati, aku tidak boleh melupakan tali persaudaraan -- Karena itu, dia segera memondong A Ki kembali ke ruangan depan. Tampak mata gadis itu berkejap-kejap, Entah apa yang ada dalam benaknya.

Siau Po melihat wajahnya cukup cantik, nafasnya memburu dan dadanya tersengal- sengal, Tiba-tiba saja dia merasa menyesal

-- Aku mengangkat saudara dengan Shang Cie toh bukan dengan setulus hati. Aku hanya menggunakan siasat agar dapat meloloskan diri dari maut, Dengan demikian mereka tidak jadi membunuh aku. Apa toako atau jiko, itukan hanya panggilan di mulut saja. Nona A Ki ini lumayan cantik, sayang sekali kalau harus memanggilnya ji so. sebaiknya aku mengambilnya menjadi istriku saja sekalian. 

Pada jaman dahulu, Tong Pek Ho saja mempunyai sembilan orang istri, Aku bisa menganggap A Ki sebagai istriku, jumlahnya juga tidak lebih dari delapan orang, Masih kurang satu. He he he... si moler tua sudah berkarat dan galak lagi, mana terhitung wanita cantik? -

Kalau dibandingkan dengan Tong Pek Ho, Siau Po masih kalah sedikit, karena Tong Pek Ho mempunyai sembilan istri yang cantik, Kalau si permaisuri palsu tidak dihitung, berarti jumlahnya hanya tujuh, Kalahnya terlalu banyak, Biarlah, tua juga tidak apa-apa! Pikirnya.

Dia lalu mengangkat A Ki kembali ke dalam kamar Baru berjalan beberapa langkah, tiba-tiba dia berpikir lagi.

- Kwan Im Tiong menempuh perjalanan jauh untuk mengantarkan kakak iparnya. Tapi sepanjang perjalanan dia juga tidak pernah memperlakukan istri sahabatnya dengan semena-mena. Aku, Wi Siau Po baru menggendong kakak iparku ini sejauh tujuh langkah, masa aku sudah timbul pikiran buruk? Rasanya kurang pantas, 

Biarlah, kalah sedikit juga tidak apa-apa. Kalau Tong Pek Ho mempunyai sembilan wanita cantik, aku, Wi Siau Po terpaksa harus puas dengan tujuh wanita cantik saja. Lagi-pula aku masih muda, masa lain kali aku tidak mempunyai kesempatan untuk mencari dua atau lima istri lagi? --

Dengan membawa pikiran itu, dia segera membalikkan tubuhnya dan meletakkan A Ki di atas kursi. A Ki dalam keadaan tertotok, Dia hanya tidak dapat bergerak atau pun berbicara, tapi pikirannya masih sadar Tentu saja tidak tidak tahu bahwa saat ini sedang terjadi perang di dalam bathin Siau Po. 

Mendapatkan Siau Po menggendongnya ke sana ke mari, dia hanya dapat bercuriga dan menduga-duga dalam hati.

Siau Po berjalan ke dalam kamar Dia berkata seorang diri.

"Pui kouwnio (nona Pui), Siau kuncu, Hong hujin, kalian datang ke rumah pelesiran ini untuk menyamar sebagai pelacur sedangkan Song Ji dan nona Cin Ju, kalian sendirilah yang bersedia ikut aku datang ke Li Cun Wan ini. Mungkin kalian sendiri tidak tahu tempat apa yang kalian datangi ini. 

Tapi karena kalian sudah ada di sini, tidak menemani aku juga tidak bisa lagi, A Ko, kau adalah istriku, kau datang ke sini untuk bermesraan dengan ibuku yang berarti mertuamu, sekarang suamimu akan bermesraan denganmu! --

Dia mengulurkan tangannya dan mendorong si permaisuri palsu ke ujung tempat tidur Dia benci melihat wanita itu, Tidak ada gairahnya terhadap perempuan yang satu itu. Kemudian dia menyibakkan selimut, ditutupnya keenam perempuan yang lain. 

Dia melepaskan sepatunya lalu berteriak sekeras-kerasnya dan akhirnya menyusup ke dalam selimut.

Siau Po bergulingan ke sana ke mari sambil tangannya meraba sana-sini. Entah berapa lama sudah berlalu, mulutnya menggumamkan lagu kesayangannya.

"Raba sana raba sini, raba-raba tujuh pasang tangan adikku manis. Raba seratus delapan kali... raba delapan pasang kaki putri cantik. "

Justru ketika tangannya sedang menggerayang ke sana ke mari, tiba-tiba terdengar suara gumaman lirih dan lembut.

"Ja... ngan, ja. ngan, The kongcu, kaukah itu?"

Ternyata suara A Ko. Keadaan dalam kamar itu gelap sekali, Siau Po tidak bisa melihat wajah para perempuan itu, Dia hanya mengenali dari suaranya, Rupanya dia yang paling dulu minum arak Mi Jun Ciu. Karena waktunya berlalu sudah cukup lama, maka dia yang pertama-tama siuman.

Mendengar kata-katanya, Siau Po marah sekali, Dalam hati dia memaki.

- Mimpi pun kau masih memanggil nama The kongcu, Tentunya kau merasa senang sekali kalau dia yang naik ke atas tempat tidur ini bukan? --

Dia segera menjawab, "Aku!" "Tidak! Tidak! Kau jangan..." kata A Ko tersendat-sendat. Gadis itu berusaha memberontak

Tiba-tiba terdengar suara The Kek Song dari ruangan depan. "A Ko! A Ko! Di mana kau?"

Brakkk!

Terdengar suara bising, Rupanya dalam kegelapan dia menabrak sebuah meja sehingga terbalik, Cawan-cawan yang berada di atasnya bergulingan dan pecah berantakan di atas lantai.

A Ko mendengar suara The Kek Song berasal dari ruangan depan, Kalau begitu, yang memeluknya pasti bukan pemuda itu. Dalam keadaan terkejut kesadarannya jadi bertambah beberapa bagian.

"Siapa kau? Mengapa... a... ku.,.?" tanyanya gugup.

Siau Po tertawa. "Masa suara suamimu sendiri kau juga tidak mengenalinya." tanyanya.

Bukan kepalang rasa terkejut di hati A Ko. Dia berusaha memberontak, tapi seluruh tubuhnya terasa lemas, karena itu dia berteriak sekeras-kerasnya.

"The kongcu! The kongcu!"

Dengan tergopoh-gopoh Kek Song menghambur ke dalam kamar, Tapi karena keadaannya gelap sekali, kepalanya sekali membentur pintu, Namun dia tidak memperduIikannya.

"A Ko! A Ko! Di mana kau?" teriaknya.

"Aku di sini...!" sahut A Ko. "Lepaskan tanganmu! Setan kecil! Apa yang kau lakukan?"

"Apa?" tanya Kek Song karena tidak tahu bahwa kata-kata A Ko yang terakhir sebetulnya ditujukan kepada Siau Po.

Gairah Siau Po sedang meluap-luap, Mana mungkin dia sudi melepaskannya begitu saja?

A Ko segera berkata dengan suara mantap.

"Suteeku yang baik, aku mohon kepadamu, sudilah kiranya kau melepaskan aku!" "Kalau aku bilang tidak, tetap tidak! Ucapan seorang laki-laki sejati, kuda mati pun sukar mengejarnya!" sahut Siau Po.

Kek Song terkejut sekaligus marah. "Wi Siau Po, di mana kau?" teriaknya,

Dengan hati bangga Siau Po menjawab,

"Aku ada di atas tempat tidur. Aku sedang memeluk istriku, Kenapa kau ke mari? Aku sedang bermalam pengantin Apa kau ingin mengganggu acara orang?"

Kek Song semakin gusar.

"Siapa yang ingin mengganggu acaramu?" teriaknya sekali lagi, "Mengganggu malam pengantin emakmu!"

"Kalau kau ingin mengganggu malam pengantin emakku, hari ini tidak bisa! Karena malam ini emakku tidak mempunyai tamu, kecuali kalau kau mau menjadi pengantin lakinya!" sahut Siau Po sambil tertawa.

"Ngaco!" bentak Kek Song yang mendongkol sekali, Dia segera menghambur ke atas tempat tidur Dalam kegelapan dia berhasil menangkap tangan seseorang, "A Ko, apakah ini tanganmu?" tanyanya.

"Bukan!" sahut A Ko.

Dalam hati, Kek Song berpikir, kalau bukan tangan A Ko, pasti tangan si bocah busuk, karena itu dia memelintirnya keras-keras, Tidak disangka yang dipelintirnya justru tangannya si permaisuri palsu, Mao Tung Cu.

Karena meneguk arak Mi Jun Ciu, kepalanya pusing tujuh keliling, matanya berkunang-kunang, Namun dia merasa sakit ketika ada seseorang yang memelintir tangannya, tangan kirinya segera meluncur dan melancarkan sebuah pukulan. 

Untung saja, tenaganya sudah tinggal satu dua bagian, Meskipun pukulannya itu tepat mengenai dada Kek Song, pemuda itu tidak sampai terluka parah. Kek Song hanya merasa nyeri, tubuhnya limbung ke belakang, kebetulan kepalanya membentur tembok sehingga sekali lagi dia tidak sadarkan diri.

"The kongcu, bagaimana keadaanmu?" tanya A Ko.

"Tidak terdengar sahutan sama sekali, "Dia kan datang untuk mengganggu malam pengantin kita, pasti dia sudah menyusup ke kolong ranjang!" kata Siau Po.

A Ko langsung menangis tersedu-sedu, "Tidak mungkin! Cepat lepaskan aku!"  "Jangan bergerak! jangan bergerak!" teriak Siau Po.

A Ko meluncurkan tangannya dan mencengkeram tenggorokan Siau Po. Si bocah kesakitan, dia segera mendongakkan kepalanya ke belakang, cengkeraman tangan A Ko pun terlepas, Gadis itu bergegas ingin turun dari tempat tidur, Dia membalikkan tubuhnya tapi langsung terjerembab, Dia tidak tahu di atas tempat tidur terdapat banyak orang. 

Gerakannya jadi tidak leluasa, dia jatuh menimpa tubuh si permaisuri palsu, Mao Tung Cu kesakitan, dia mengulurkan kedua tangannya untuk memeluk A Ko erat-erat, Mulutnya berkaok-kaok.

Dalam kegelapan, tentu saja A Ko tidak tahu siapa yang memeluknya, Dalam keadaan kaget, tubuhnya semakin lemas, Tiba-tiba dia merasa kakinya juga ditindih oleh seseorang, Begitu takutnya dia sehingga sekujur tubuhnya mengucurkan keringat dingin.

"Ternyata banyak laki-laki di atas tempat tidur ini!" teriaknya.

Karena gelap, Siau Po tidak berhasil menemukan A Ko. Dia segera memanggil. "A Ko! Di mana kau? Cepat jawab!"

Dalam hati A Ko berkata.

-- walaupun kau memenggal kepalaku, aku tetap tidak akan menjawab! --

"Baik! Kalau kau tetap tidak bersuara, aku akan meraba ke sana ke mari, Lama-lama aku pasti berhasil meraba tubuhmu!" Tiba-tiba dia bernyanyi "Raba sana, raba sini, Raba si putri cantik. Wajah putri bulat seperti kuaci, karena itu jangan sok suci!"

Tiba-tiba, dari luar ruangan terdengar suara bising, ada orang yang memberikan perintah dengan bentakan keras, Rupanya sekeliling rumah pelesiran itu sudah dikepung tentara kerajaan, Kemudian terdengar pula suara langkah kaki yang riuh, Siau Po tahu, yang datang kalau bukan anak buahnya, pasti pejabat kota Yang-ciu. Hatinya menjadi gembira. Baru saja dia ingin menyelinap keluar dari selimut, tidak disangka langkah kaki orang itu demikian cepat, tahu-tahu sudah di dalam ruangan, Terdengar suara panggilannya Hian Ceng lojin.

"Wi Tayjin, apakah kau ada di dalam?" Nada suaranya terdengar seperti orang panik. "Aku di sini!" sahut Siau Po tanpa sadar.

Rupanya para anggota Tian Te hwee tidak berhasil menemukan Siau Po, mereka menjadi khawatir Mereka takut kalau-kalau hiocunya itu menemui bahaya, karena itu mereka segera keluar mencari Kemudian mereka mendengar Siau Po membawa  beberapa orang siwi menuju sekitar Beng Giok Hong. Akhirnya mereka mendengar bahwa ada perkelahian terjadi di rumah pelesiran Li Cun Wan. 

Mereka segera menuju tempat itu. Begitu sampai di depannya, mereka melihat mayat beberapa orang siwi tergeletak di sana, Juga ada beberapa orang lagi yang tidak sadarkan diri ataupun terluka parah. Mereka menjadi terkejut sekali, setelah mendengar suara Siau Po, hati mereka baru terasa lega,

Siau Po mendengar ada orang yang menyapa-nya, cepat-cepat dia mencelat bangun, sementara kedua kakinya menginjak tubuh siapa, dia tidak perduli lagi.

Baru saja dia menyingkapkan selimut, Hian Ceng tojin sudah masuk ke dalam kamar bersama yang lainnya, Tangan mereka masing-masing membawa sebuah obor. Mereka segera melihat The Kek Song yang terkulai tidak sadarkan diri di lantai. Hati mereka jadi bingung,

"Wi Tayjin! Wi Tayjin!" teriak beberapa orang lagi.

"Aku di sini! Kalian tidak boleh membuka kelambu ini!" sahut Siau Po.

Mendengar suaranya, orang-orang segera bersorak tapi kemudian mereka saling memandang, Wajah masing-masing menyiratkan senyuman misterius, Dalam hati mereka berpikir

-- Kita semua khawatirnya bukan main, kau malah bersenang-senang di sini! --

Dengan bantuan cahaya obor, Siau Po mengenakan pakaiannya kembali Kemudian dia mengambil kopiahnya untuk dikenakan, Lalu dia turun dari tempat tidur dan mengenakan sepatunya, setelah itu dia berkata.

"Dengan berbagai siasat, aku berhasil meringkus beberapa penjahat, mereka sekarang ada di tempat tidur, Jasa kalian kali ini lumayan besarnya!" katanya.

Orang-orang yang hadir dalam ruangan itu merasa heran. Namun mereka semua tahu tindak-tanduk Siau Po memang sulit diraba, Karena itu mereka tidak enak hati untuk banyak bertanya.

Siau Po memberi perintah agar mengikat The Kek Song, lalu membawa A Ki dengan tandu ke tempat tinggalnya, Kemudian dia menyelipkan setiap sisi kelambu ke bawah tempat tidur, setelah itu memanggil belasan siwi masuk dan menggotong tempat tidur besar itu pulang ke tempat tinggalnya, Kepala siwi itu memperhatikan tempat tidur tersebut kemudian berkata.

"Wi Tayjin, tempat tidur itu terlalu besar. Tidak bisa digotong keluar!" katanya. "Goblok! Kenapa tidak kau hancurkan saja temboknya?" maki Siau Po. Kepala siwi itu segera mengiakan berulang-ulang, Dia langsung memerintahkan anak buahnya untuk merobohkan tembok di sekitar pintu keluar, Kemudian beberapa orang lainnya mencari batangan bambu sebanyak tujuh-delapan buah. Mereka menyusupkannya di bawah tempat tidur lalu digotong beramai-ramai.

Pada saat itu, hari sudah terang, matahari bersinar cerah. Tempat tidur yang besar itu digotong beramai-ramai melalui jalan raya. Beberapa orang tentara membawa papan bertulisan "Harap tenang!" "dan mundur!" Mereka mendorong orang-orang yang menghalangi jalan. 

Para penduduk kota Yang-ciu yang melihat peristiwa tersebut, semuanya mengeluarkan seruan keheranan.

Tempat tidur itu digotong sampai ke taman keluarga Ho. pintunya tetap kekecilan, Tapi kali ini para siwi sudah mendapatkan pelajaran, mereka tidak menunggu perintah dari Ciam Cai tayjin lagi. Beberapa orang segera mengambil peralatan untuk menghancurkan tembok pekarangan tersebut.

Setelah selesai, mereka menggotong masuk tempat tidur itu lalu diletakkan di ruangan depan.

Sekali lagi Siau Po menurunkan perintah Dia mengatakan bahwa di atas tempat tidur terdapat beberapa orang penjahat Para bawahannya harus siap dengan senjata masing-masing di tangan dan menjaga ketat sekitar taman tersebut Dia juga memberi pesan kepada Ci Tian Coan dan yang lainnya untuk berjaga-jaga di luar gedung. Mereka harus menghindarkan kemungkinan Siu Tau To akan datang menyerbu dengan rombongan lainnya.

Di sekitar taman penuh dengan penjaga, Namun di dalam ruangan besar hanya terdapat sebuah tempat tidur dan Siau Po seorang diri. Si bocah berpikir dalam hati.

-- Tadi di Li Cun Wan, sebetulnya aku mempunyai kesempatan yang baik sekali, Di antara tujuh orang perempuan itu, mungkin baru setengahnya yang sempat dipeluk, LagipuIa keadaan begitu gelap, tidak jelas siapa yang sempat dipeluk dan siapa yang tidak? sekarang kita mulai lagi dari awal, jangan sampai ada yang ketinggalan.... -

Mulutnya pun mengeluarkan gumaman Iirih, sembari menyingkapkan kelambu dan menyusup ke dalam tempat tidur "Raba sana, raba sini, raba tangan adikku,.,."

Tiba-tiba kepalanya tersentak ke belakang, kuncirnya telah ditarik oleh seseorang. Lalu tenggorokannya seperti dicekik sehingga dia merasa kesakitan, Ternyata dialah Hong hujin, Setelah sekian lama, obat bius yang terdapat dalam arak Mi Jun Ciu mulai sirna, Dan bukan hanya dia saja, begitu pula Mao Tung Cu, Pui Ie, dan Bhok Kiam Peng, sedangkan totokan yang dialami Song Ji dan Cin Ju juga mulai bebas.  Namun tempat tidur itu digotong oleh para siwi melalui jalan raya, dan mereka tahu di sekitar mereka juga banyak para jago lainnya, karena itu siapa pun tidak berani sembarangan bergerak atau pun bersuara. 

Saat ini, ketika Siau Po ingin memulai dari awal kejahilannya, tahu-tahu dia kena dicekal oleh Hong hujin.

Wajah wanita itu sungguh tidak enak dilihat Dibilang tertawa, bukan, Dibilang senyum juga bukan.

"Setan kecil, nyalimu sungguh besar! Aku pun berani kau permainkan!" bentaknya keras.

Begitu terkejutnya Siau Po sehingga dia merasa seakan sukmanya melayang entah ke mana. Dipaksakan dirinya untuk tertawa.

"Hujin, a... ku ti... dak ada maksud mempermainkan dirimu, aku...i... ni... itu,.,."

"Lagu apa yang kau nyanyikan tadi?" tanya Hong hujin dengan suara bengis, Namun dia tidak berani berbicara keras-keras, mungkin takut terdengar para penjaga.

Siau Po tertawa.

"ltu kan lagu yang sering dinyanyikan dalam rumah-rumah pelesiran, Aku hanya iseng-iseng menirukannya!"

"Kau ingin mati atau hidup?" tanya Hong hujin kembali. Sekali lagi Siau Po memaksakan dirinya untuk tertawa.

"Hamba Pek Liong su selalu mendoakan agar kaucu dan hujin panjang umur. Usianya seperti usia langit Apa pun yang hujin perintahkan, hamba akan menurutinya!" katanya.

Hong hujin melihat sikap cengar-cengir Siau Po ketika berbicara kepadanya, Dia langsung pura-pura meludah.

"Cis! sekarang kau bubarkan dulu para penjaga itu!" katanya.

"Baik! itukan soal gampang? Sekarang hujin lepaskan dulu tanganmu, nanti aku akan menurunkan perintah!" sahut Siau Po.

"Kau berikan perintah dari sini saja!" kata Hong hujin.

Wi Siau Po merasa apa boleh buat, dia terpaksa berteriak dari dalam tempat tidur. "Para gubernur, walikota, bupati, dan yang lain-lainnya yang ada di luar kamar! Dengar baik-baik, perintahkan para penjaga untuk mengundurkan diri! Tidak ada seorang pun yang boleh berdiam di luar!"

Hong hujin menarik kuncirnya keras-keras.

"Apaan ada gubernur, walikota segala? Ngaco!" bentaknya,

Para penjaga yang bersiaga di taman mendengar dia menyebut gubernur, walikota, dan segala macam jabatan, hati mereka sudah merasa curiga, lalu telinga mereka juga mendengar suara jeritan Siau Po.

"Aduh! Sakit!"

Tanpa menunda waktu lagi, mereka segera menghambur ke dalam ruangan untuk melihat apa yang telah terjadi.

"Ciam Cai tayjin, ada apa?" tanya mereka serentak.

"Tidak... ti,... dak apa-apa! Aduh, Emak! Sakit!" teriak Siau Po.

Para penjaga saling pandang, mereka tidak tahu harus berbuat apa. Hong hujin panik dan khawatir Dia juga kesal sekali, Karena itu dia mengangkat tangannya ke atas dan menampar pipi Siau Po keras-keras.

"Aduh, Emak! jangan kau pukul lagi anakmu!" teriak Siau Po.

Hong hujin, tidak tahu, kalau Siau Po memanggil seseorang sebagai ibunya, berarti dia menyindir orang itu seperti pelacur, Namun melihat mulutnya masih mengoceh sembarangan, dia mengangkat tangannya sekali lagi dengan maksud ingin menempeleng pipi Siau Po lebih keras. 

Tapi tiba-tiba, jalan darah di pinggang dan di punggungnya tertotok oleh seseorang, Tangannya langsung terkulai lemas.

Hong hujin terkejut, dia segera menoleh ke belakang untuk melihat siapa yang telah turun tangan kepadanya, Ketika dia menoleh, dia melihat orang yang tepat di belakangnya adalah Pui Ie, Dia segera tertawa dingin.

"Nona Pui, ternyata ilmumu tinggi sekali!" katanya. Tangannya yang satu lagi lancung meluncur ke arah mata kiri Pui Ie.

"Bukan aku!" teriak Pui Ie. Dia menggeser kepalanya untuk menghindarkan diri.

Hong hujin ingin menyerang kembali, tiba-tiba sepasang tangan memeluknya dari belakang, Rupanya tangan Bhok Kiam Peng. Dia juga berteriak. "Hong hujin, yang tadi bukan perbuatan suci ku!" Dia melihat dengan tegas bahwa orang yang menotok Hong hujin ialah Song Ji.

Mao Tung Cu, si permaisuri palsu mengulurkan tangannya untuk memukul Bhok Kiam Peng, untung saja tenaganya sudah habis, sehingga gadis cilik itu tidak sampai terluka, Ketika dia akan memukul untuk kedua kalinya, Pui Ie segera mengangkat tangannya menangkis.

A Ko melihat telah terjadi pergelutan di antara keempat perempuan itu. Dia ingin menggunakan kesempatan tersebut untuk turun dari tempat tidur, Tapi, baru sebelah kakinya keluar dari selimut, pahanya telah ditarik oleh seseorang, Siapa lagi kalau bukan Siau Po?

"Jangan pergi!" katanya.

A Ko memberontak sekuat tenaga. "Lepaskan aku!" teriaknya.

Siau Po tertawa. "Coba kau tebak, apakah kau bersedia melepaskanmu?"

A Ko menjadi panik. Dia membalikkan tubuhnya sembari meninju, Kebetulan Siau Po sudah bersiap-siaga, dia memiringkan kepalanya, Dengan demikian tinju A Ko tepat mengenai kening Cin Ju. 

"Kenapa kau memukul aku?" teriak Cin Ju. 

"Ma... af! A... duh!" Tahu-tahu pukulan Pui Ie mendarat di punggungnya.

Keadaan di atas tempat tidur jadi kacau balau, tujuh perempuan itu saling menghantam tanpa memperdulikan siapa lawannya lagi, Siau Po justru gembira melihatnya. "lni yang dinamakan perang dunia!" katanya, Baru saja dia ingin memancing di air keruh, tahu-tahu terdengar suara, Brak!!!

Tempat tidur itu amblas ke bawah. Tujuh perempuan itu menjerit-jerit, entah tangan siapa menindih paha siapa dan entah kaki siapa mendupak muka siapa.

Para penjaga yang melihat peristiwa itu, tidak ada satu pun yang tidak termangu- mangu dan terbengong-bengong.

Siau Po tertawa dan terbahak-bahak. Dia ingin merayap keluar dari timbunan para perempuan itu tapi entah pahanya ditarik oleh siapa.

"Semuanya lepas tangan! Penjaga sekalian ringkus semua istri tua dan istri mudaku ini!" teriaknya .

Para penjaga berdiri berkerumun, tapi tidak ada satu pun yang turun tangan. Siau Po menunjuk kepada Mao Tung Cu. "Perempuan ini adalah seorang penjahat besar, jangan biarkan dia meloloskan diri!" katanya.

Para penjaga semakin heran mendengar perkataannya, Mereka berpikir dalam hati.

-- Tadi kau mengatakan bahwa perempuan-perempuan ini merupakan istri tua dan istri mudamu, mengapa salah satunya justru seorang penjahat besar dan dua di antaranya justru menyamar sebagai tentara? --

Sementara itu, ada beberapa orang yang menudingkan senjatanya kepada Mao Tung Cu. Dua di antaranya menarik perempuan itu keluar dan memborgoI tangannya.

Siau Po menunjuk kepada Hong hujin.

"Nyonya ini adalah atasanku, tapi sebaiknya kita juga memborgol saja tangannya!" katanya.

Para penjaga semakin heran, Namun mereka tetap memborgol tangan Hong hujin.

Kepandaian Hong hujin sebetulnya tinggi sekali, tapi dua buah jalan darahnya telah tertotok Song Ji. Karena itu setengah tubuhnya menjadi lumpuh, dia tidak dapat berbuat banyak, hingga membiarkan tangannya diborgol.

Pada saat itu, Song Ji dan Cin Ju baru merayap keluar dari timbunan perempuan- perempuan lainnya, Kalau mengingat kembali peristiwa tadi malam, mereka merasa jengah dan geli.

Siau Po menunjuk kepada Pui Ie.

"Dia ini istri tuaku!" katanya, Kemudian dia juga menunjuk kepada Bhok Kiam Peng. "Sedangkan yang ini istri kecilku! istri tua tangannya harus diborgol, istri kecil tidak perlu!"

Para penjaga segera memborgol tangan Pui Ie. Ucapan Ciam Cai tayjin selalu aneh- aneh saja, mereka yang sudah sering mendengarnya, juga tidak merasa heran lagi.

Ketika itu, yang duduk di atas tempat tidur ambruk itu hanya tinggal A Ko seorang, Rambutnya awut-awutan, pakaiannya tidak karuan, Yang dikenakannya pakaian seorang pria, tapi parasnya justru terlalu cantik. 

Tangannya menarik turun jubah atas untuk menutupi pahanya yang telanjang, wajahnya merah padam dan kepalanya tertunduk dalam-dalam.

Dalam hati para penjaga itu berpikir.

- Di antara para istri Ciam cai tayjin, yang satu inilah yang paling cantik! - Terdengar Siau Po berkata.

"Dialah istriku yang resmi, bimbing dia bangun!" Dia langsung maju dua langkah sembari berkata, "Hujin, silakan bangun!" Tangannya diulurkan ke depan.

Tiba-tiba terdengar suara Plak!!!

Pipi Siau Po sudah kena ditempeleng keras-keras. Sembari menangis dan kepala tertunduk, A Ko berkata.

"Kau memang paling pandai menghina aku! Kau bunuh saja aku! Biar mati sekali pun, aku tidak sudi menikah denganmu!"

Orang-orang yang hadir dalam ruangan itu jadi saling tatap keheranan Ciam Cai tayjin dihina di depan orang banyak, sedangkan mereka tidak tahu harus berbuat apa. Dalam hati mereka merasa malu juga.

Tapi Ciam Cai tayjin sendiri mengatakan bahwa gadis itu adalah isterinya yang resmi. seandainya mereka mengurung gadis itu, kemungkinan si pembesar cilik bisa marah, Apabila mereka membentak gadis itu, rasanya tidak sopan juga, Untuk sesaat mereka jadi serba salah.

Siau Po menutupi sebagian wajahnya yang dipukuli A Ko. Sambil tertawa cengengesan, dia berkata.

"Mana mungkin aku tega membunuhmu? Nio cu (Panggilan kepada istri) tidak perlu marah, aku akan menyuruh anak buahku segera menghabisi The kongcu itu!"

Kemudian dia bertanya dengan suara keras.

"Ke mana perginya laki-laki yang kalian tangkap dari Li Cun Wan?" Salah seorang tentara segera maju menghadap.

"Lapor tayjin, budak itu sudah diikat dengan rantai dan sekarang dijaga ketat!" sahutnya.

"Bagus! Kalau dia berniat kabur, potong dulu kaki kirinya, kemudian potong pula kaki kanannya!"

A Ko terkejut setengah mati, dia berteriak sekeras-kerasnya.

"Ja... ngan,., jangan dipotong kakinya! Dia pasti tidak akan lari ke mana-mana!" "Kalau kau berniat kabur, aku akan menyuruh orang memotong sepasang kaki The 

kongcu!" kata Siau Po pula, Dia melirik sekilas kepada Pui Ie dan Bhok Kiam Peng,  Kemudian melanjutkan kata-katanya, "Kalau istri-istri muda dan tuaku yang lain juga berniat melarikan diri, kalian boleh potong hidung atau telinga The kongcu!"

"Kau... kau.,." A Ko panik sekali "Apa hubungannya perempuan-perempuanmu ini dengan The kongcu? Mengapa kesalahan mereka harus kau timpakan kepadanya?"

"Tentu saja ada hubungannya!" kata Siau Po. "The kongcu kan mata keranjang, kalau dia melihat mereka, pasti timbul niat tidak baik dalam hatinya!"

Dalam hati A Ko berpikir.

-- Tetap saja tidak ada hubungannya! ~ Tapi dia sadar, Siau Po tidak pernah memakai aturan, bicara apapun tidak ada gunanya, Saking paniknya dia menangis lagi.

"Perempuan yang tangannya diborgol harap digiring keluar, borgol juga kaki mereka dan jaga yang ketat Kemudian perintahkan pada bagian dapur untuk menyiapkan arak serta hidangan, perempuan yang tidak diborgol adalah istriku yang baik, mereka akan menemani aku minum arak!" kata Siau Po pula.

Para tentara segera mengiakan, Sambil menangis A Ko berkata.

"A... ku tidak ingin menemanimu minum arak, kau boleh borgol saja tanganku ini!" Cin Ju tidak mengucapkan sepatah kata pun, tiba-tiba dia berjalan keluar.

"Hai, mau ke mana kau?" tanya Siau Po. Cin Ju memalingkan kepalanya.

"Kau benar-benar tidak tahu malu! Aku tak sudi melihatmu lagi!" katanya. Siau Po tertegun.

"Mengapa?" tanyanya.

"Kau... kau masih tanya kenapa? Orang toh tidak sudi menikah denganmu, mengapa kau terus memaksanya? Kau anggap, setelah menjadi pembesar kerajaan kau lalu boleh memaksakan kehendak seenaknya terhadap rakyat yang lemah? Tadinya aku masih mengira kau adalah seorang yang gagah, tidak tahunya. "

"Tidak tahunya apa?" tanya Siau Po.

Tiba-tiba saja Cin Ju menangis tersedu-sedu, dia menutupi wajahnya sambil berkata. "Tidak tahunya kau. kau, aku tidak tahu! pokoknya kau jahat, bukan manusia baik-

baik!" selesai berkata dia menghambur keluar. Dua orang tentara sebawahan Siau Po segera maju menghadang.

"Jangan pergi! Berani-beraninya kau menghina Ciam Cai tayjin, Tunggu perintah dari beliau" kata mereka serempak.

Siau Po yang mendengar caci maki Cin Ju, justru merasa senang, ia seperti tersentak sadar dan menurutnya, apa yang dikatakan gadis itu memang benar Sebagai seorang pejabat dia tak boleh seenaknya mempermainkan rakyat kecil, bukankah berarti dia sama saja dengan para pembesar anjing yang selama ini selalu dipandang hina olehnya, Dalam hati dia berpikir.

- Masih mending kalau tidak bisa menjadi seorang pendekar atau pahlawan, tapi jangan sampai menjadi manusia yang rendah! -

Siau Po menarik nafas panjang.

"Nona Cin Ju, kembalilah, ada yang ingin kukatakan kepadamu!" katanya, Cin Ju memalingkan kepalanya.

"Aku telah menghinamu, kau boleh penggal kepalaku ini!" katanya dengan nada datar.

Hubungan Song Ji dengan gadis itu paling baik, cepat-cepat dia menasehatinya. "Cici Cin, kau jangan marah, siangkong tidak akan membunuhmu!" katanya. "Kau benar!" kata Siau Po. "Apabila aku memaksa gadis-gadis ini untuk menjadi 

istriku, aku bahkan lebih hina daripada penjahat yang suka memperkosa anak gadis di 

desa-desa, Lebih mirip lagi dengan Ong Lao Houw dalam lakon sandiwara yang sering kudengar!" 

Dia menoleh kepada Cong Peng kepala yang ada dalam ruangan itu sambil menunjuk kepada A Ko. "Kau bawalah gadis itu keluar lalu bebaskan The kongcu, biar mereka bersatu dan menjadi suami istri saja!"

Ketika mengucapkan kata-kata ini, sebetulnya hati Siau Po perih sekali. Kemudian dia juga menunjuk kepada Pui Ie dan berkata pula, "Lepaskan belenggu di tangan gadis itu dan antar dia keluar agar dapat mencari Liu suko kesayangannya, Aih, istriku yang sah keras kepala serta mencintai pemuda lain, istriku yang muda demikian juga. Untuk apa aku dipanggil segala Ciam Cai tayjin dan Tou Tong tayjin? Lebih pantas disebut tayjin kura-kura ganda!"

Cong Peng kepala melihat Siau Po demikian tegangnya hatinya berdebar-debar. Cepat-cepat dia menundukkan kepala tanpa berani bersuara sedikit pun. "Cepat, bawa kedua perempuan itu keluar!" bentak Siau Po.

Cong peng kepala itu segera mengiakan lalu membawa Pui Ie serta A Ko keluar Siau Po menatap punggung kedua gadis itu yang semakin jauh, hatinya terasa agak berat Dia memandangi kepergian kedua gadis itu yang tidak menoleh sedikit pun, apalagi mengucapkan terima kasih atau meliriknya dengan pandangan bersyukur.

Cin Ju berjalan ke depan dua langkah.

"Kau... orang baik! Kau hukum saja aku!" katanya dengan suara rendah, matanya menyiratkan sinar bersalah.

Semangat Siau Po langsung tergugah, wajahnya tampak berseri-seri.

"Betul, betul! Aku memang harus menghukummu! Song Ji, Siau kuncu, nona Cin, kalian adalah gadis yang baik, mari, kita bicara di dalam saja!" ajaknya kepada ketiga gadis itu.

Baru saja dia berniat membawa ketiga gadis itu masuk ke ruangan dalam agar dapat bermesra-mesraan, dari luar ruangan tahu-tahu berjalan masuk seorang tentara yang langsung menjura kepada Siau Po seraya berkata.

"Lapor Tou Tong tayjin, di luar ada seseorang yang mengaku mendapat perintah dari Hong kaucu dan ingin bertemu dengan tayjin!"

Siau Po terkejut setengah mati.

"Apa Hong kaucu, Liok kaucu? Tidak, aku tidak ingin bertemu! sampaikan kepada yang lainnya!"

Sekali lagi tentara itu menjura.

"Baik!" Dia menyurut mundur dua langkah dan berkata lagi "Orang itu mengatakan bahwa dia mempunyai dua orang laki-Iaki di tangannya dan ingin ditukarkan dengan dua orang wanita!"

"Ditukarkan dengan dua orang wanita?" tanya Siau Po. Matanya menyapu kepada Hong hujin dan Mao Tung Cu, kemudian dia menggelengkan kepalanya dan berkata pula, "Barang sebaik ini, mana mungkin aku mau menukarnya begitu saja?"

"Betul! Hamba akan mengusirnya sekarang juga!" sahut tentara itu.

"Seleranya benar-benar tinggi! Laki-laki macam apa yang ingin dijadikan bahan penukaran? Apa bagusnya orang laki-laki? perhitungannya dalam berdagang boleh juga!" kata Siau Po. "Orang itu hanya mengaco saja!" sahut si tentara, "Masa dia mengatakan bahwa satunya adalah seorang lhama dan satunya lagi malah seorang pangeran! Bahkan dia mengatakan bahwa kedua orang itu adalah saudara angkat Tou Tong tayjin!"

Siau Po mengeluarkan seruan terkejut Dalam hati dia berpikir

- Rupanya pangeran Kaerltan dan si lhama Shang Cie sudah berhasil diringkus oleh Hong kaucu! - Kemudian dia berkata dengan keras, "Apa lagi selama lhama dan pangeran, untuk apa aku memiliki kedua orang itu? Kau keluar dan bilang pada orang itu, meskipun dia membawa selaksa laki-Iaki ke sini, aku tetap tidak akan menukarnya dengan kedua wanita ini!"

Si tentara mengiakan dan mengundurkan diri.

Siau Po melirik kepada Cin Ju. Dalam hati dia berpikir

-- Tadinya dia mengatakan aku orang jahat, Setelah aku melepaskan beberapa istriku, serta membiarkan mereka menikah dengan gundik masing-masing, dia baru mengatakan bahwa aku orang baik! Huh! Untuk jadi orang baik, perlu modal yang besar juga! Biar bagaimana, aku telah mengangkat tali persaudaraan dengan Shang Cie dan pangeran Kaerltan. Kalau aku tidak menebus mereka, keduanya pasti akan dibunuh oleh Hong kaucu! Untuk apa aku menahan Hong hujin? Meskipun dia sangat cantik tapi tidak mungkin dia sudi sehidup semati ataupun melewati hari tua bersamaku Emaknya, apa sih yang dibilang "Mementingkan perempuan daripada pcrsahabatan"? Bukan laki- Iaki gagah dan entah apa lagi! -

Karena membawa pikiran seperti itu, dia segera berseru. "Tunggu dulu!"

Si tentara yang baru sampai di ambang pintu segera menghentikan langkah kakinya. "Baik!" sahutnya.

"Kau bilang pada orang itu, suruh Hong kaucu mengantarkan kedua laki-laki itu ke mari, maka aku akan mengembalikan Hong hujin, Nyonya ini sangat rupawan, bahkan lebih dari Si She atau pun You kui kui (Dua wanita cantik yang sudah terkenal sekali sejak jaman dulu kala), BoIeh dibilang dia adalah harta serta permata yang langka, bahkan tiada duanya, Kalau baru ditukar dengan dua laki-laki saja, harganya masih terlalu murah. sedangkan perempuan yang satunya lagi, memang rada jelek, tapi biar bagaimana pun tidak boleh dilepaskan!" kata Siau Po.

Tentara itu mengiakan sekali lagi lalu berjalan keluar Sejak tadi Hong hujin diam saja, sekarang tiba-tiba dia tersenyum.

"Ciam Cai tayjin benar-benar pandai memuji!" katanya.

"Nyonya, kecantikanmu memang tiada tara, untuk apa kau berlaku sungkan? Kita ini, kalau jadi orang baik, harus setulus hati, Memberikan pelayanan dalam berdagang pun  harus yang memuaskan, barang diantarkan dulu, uangnya belakangan! Mana orang! Cepat buka borgol ini!" kata Siau Po.

Dia menyambut anak kunci yang disodorkan seorang penjaga dan membukanya sendiri, Setelah itu dia sendiri pula yang mengantarkan Hong hujin ke depan ruangan.

Sesampainya di aula besar, dia melihat tentara yang diberinya perintah tadi sedang berbicara dengan Liok Ko Hian.

"Tuan Liok, harap kau antarkan Hujin selamat sampai ditujuan Hujin, hamba mendoakan keselamatan Semoga banyak rejeki dan Hujin serta kaucu dapat hidup panjang umur, usianya seperti usia langit!" kata Siau Po.

Hong hujin tertawa terkekeh-kekeh.

"Aku doakan semoga Ciam Cai tayjin segera naik pangkat lagi, mendapat banyak rejeki serta kelak mendapat istri yang cantik-cantik!"

Siau Po menarik nafas panjang.

"Kalau sekedar naik pangkat atau banyak rejeki, itu sih mudah! Tapi kalau mendapatkan istri yang cantik-cantik, itulah yang sulit!" Kemudian dia berseru, "Bunyikan irama, antar tamu dan sediakan tandu!"

Irama musik pun mengalun Dia mengantarkan tamunya sekali lagi sampai ke pintu gerbang dan memperhatikan Hong hujin yang naik ke atas tandu.

Tandu yang membawa Hong hujin sudah berlalu Siau Po baru saja membalikkan tubuhnya untuk berjalan masuk, tahu-tahu di depan pintu gerbang berhenti lagi sebuah tandu lainnya, Ternyata yang datang kali ini walikota wilayah Yang-ciu. Siau Po melihat satu persatu wanita cantik yang dimilikinya pergi meninggalkannya, perasaannya sedang, kesal, Dengan suara tanpa bergairah sedikit pun dia bertanya.

"Untuk apa kau datang ke sini?"

Walikota Gouw Cie Yong membungkuk sedikit untuk memberi hormat. "Ada rahasia militer yang ingin hamba sampaikan kepada tayjin!" sahutnya.

Mendengar kata-kata "rahasia militer", Siau Po baru mengijinkan orang itu masuk.

-- Kalau bukan rahasia militer, aku akan memukul pantatmu! - katanya dalam hati.

Begitu masuk ke dalam ruang baca, Siau Po langsung duduk di atas sebuah kursi, dia sama sekali tidak mempersilahkan Gouw Cie Yong duduk.

"Rahasia militer apa?" tanyanya. "Harap tayjin menggebah para penjaga di sekitar!" kata Gouw Cie Yong.

Siau Po mengibaskan tangannya sebagai isyarat agar Cong Peng yang menjaga di ruangan itu mengundurkan diri. perintahnya segera dilaksanakan Gouw Cie Yong berjalan ke depan tiga langkah lalu berkata dengan suara rendah.

"Tayjin, urusan ini menyangkut sesuatu yang besar sekali, Apabila Tayjin melaporkan kepada atasan kita, berarti sebuah jasa yang tidak terkirakan Dengan demikian hamba pun akan kecipratan rejeki. Karena itulah, setelah direnungkan sekian lama, hamba mengambil keputusan untuk mengatakannya kepada Bu Tai tayjin ataupun Hoan Tai tayjin terlebih dahulu,.,."

Siau Po mengerutkan keningnya.

"Urusan apa yang tampaknya begitu penting?" tanyanya,

"Begini, Tayjin Rejeki Sri Baginda sangat besar, rejeki Tayjin juga besar sekali, itulah yang membuat hamba berhasil mendapat informasi ini." sahut Gouw Cie Yong.

Siau Po mendengus dingin. "Rejekimu juga besar!" katanya.

"Tidak! Tidak! Hamba mendapat anugerah dari Sri Baginda, juga mendapat dukungan dari Tayjin Setiap hari, baik siang ataupun malam, hamba terus berpikir bagaimana harus membalas budi ini. Kemarin, ketika hamba menemani Tayjin menikmati keindahan bunga obat di luar kuil Tan Ci Si, hamba telah mendengar ucapan-ucapan yang dilontarkan Tayjin. Hamba merasa kagum sekali terhadap pengetahuan Tayjin yang luas, Dalam hati hamba sungguh berharap dapat melakukan pekerjaan bagi Tayjin atau setiap hari mendampingi Tayjin sehingga dapat memperoleh petunjuk yang berharga dari Tayjin."

"Bagus sekali!" kata Siau Po. "Aku lihat sebaiknya kau tidak usah menjadi walikota lagi, lebih baik jadi... jadi... hm!"

"Terima kasih atas budi Tayjin yang setinggi gunung!" sahut Gouw Cie Yong cepat, wajahnya tampak berseri-seri.

"Lebih baik kau... menjadi penjaga pintu kamarku... atau menjadi pengusung tandu, Setiap hari aku keluar pintu, kau kan bisa melihat aku! Ha ha ha ha ha!"

Gouw Cie Yong marah sekali, wajahnya berubah hebat Meskipun demikian, dia berusaha untuk tertawa.

"Tidak ada yang lebih bagus lagi! Menjadi penjaga pintu kamar Tayjin tentu lebih baik daripada menjadi walikota kota Yang-ciu. Biasanya hamba mengutus beberapa orang untuk mencari berita di luaran, seandainya ada orang yang berniat buruk terhadap sri baginda atau menghasut menteri-menteri setia, hamba akan segera mengetahuinya  perbuatan hina seperti menyebar hasutan dan bujukan yang merugikan negara, hamba paling benci. Terhadap orang semacam ini, hamba selalu mengambil tindakan keras!"

Siau Po berdehem satu kali, Dalam hati dia berpikir, orang yang satu ini dengan pintar mengalihkan pembicaraan tentang penjaga pintu serta pengusung tandu, Pasti dia berhasil mendapatkan jabatannya sekarang dari kepandaiannya berbicara dan menahan kemarahan dalam hati.

"Seandainya yang menyebarkan hasutan itu orang-orang desa atau begundal kelas teri, kita juga tidak perlu mengkhawatirkannya. Yang kita takuti justru orang yang berpendidikan Orang semacam ini biasanya menggunakan pantun, syair, atau legenda jaman dulu untuk mengibaratkan serta menyindir kerajaan yang sekarang, Kalau orang biasa yang membacanya, mereka pasti tidak mengerti maksud yang terkandung di dalamnya!" kata Gouw Cie Yong pula.

"Kalau orang yang membacanya tidak mengerti tentu tidak ada perlunya dikhawatirkan!" ujar Siau Po.

"Betul, betul! Meskipun demikian, kita harus menjaga kemungkinan segelintir orang yang bisa memahaminya. Pokok kata, buku atau kitab yang mengandung syair serta legenda semacam ini jangan sekali-sekali dibiarkan beredar di luaran!" sahut Gouw Cie Yong sambil mengeluarkan sejilid buku dari dalam sakunya. 

Dengan kedua tangannya, dia menyodorkan buku itu ke hadapan Siau Po. "Harap Tayjin periksa sendiri! Kemarin hamba mendapatkan buku ini!"

Kalau yang dikeluarkannya dari saku setumpuk uang kertas, wajah Siau Po pasti berseri-seri segera, Namun melihat yang disodorkannya hanya sebuah buku, Siau Po langsung kecewa, Apalagi mengetahui bahwa buku itu mengandung syair-syair yang rumit, kepalanya semakin pusing, Berkali-kali dia bersin dan tangannya juga tidak diulurkan untuk menyambut buku itu. Tampangnya seakan tidak perduli, malah dia mendongakkan wajahnya tinggi-tinggi.

Perasaan Gouw Cie Yong tertekan sekali. Tangannya yang menggenggam buku itu pedahan-lahan ditarik kembali.

"Kemarin, ketika kita sedang menikmati hidangan arak, ada seorang perempuan yang menyarukan sebuah lagu baru, Lagu ini menceritakan kehidupan seorang gadis desa dari kota Yang-ciu. Tayjin yang mendengarnya seperti tidak senang sedikit pun. Karena itu, hamba menyelidiki siapa pencipta lagu tersebut Dengan demikian hamba bisa memintanya mengubah syair lagu itu. Ternyata, setelah hamba periksa syairnya dengan teliti, di dalamnya terdapat banyak kata-kata yang bernada pemberontakan." katanya menjelaskan

"BetuI?" tanya Siau Po dengan nada kemalas-malasan. Gouw Cie Yong membalikkan halaman buku di tangannya dan menunjuk salah satu halamannya serta berkata kembali.

"Harap Tayjin lihat! Di sini ada sebuah lagu yang judulnya "Hong Bu menyalakan meriam". Kalau kita teliti, isinya merupakan cerita kaisar dari jaman sebelumnya, yakni Cu Goan Ciang yang sedang mempersiapkan meriam untuk menyerang musuhnya." katanya pula.

Mendengar keterangannya, Siau Po agak tertarik juga.

"Apakah mantan kaisar Cu Goan Ciang itu juga pernah menggunakan meriam?" "lya, iya! sekarang Sri Baginda dari kerajaan Ceng kita yang besar mendapat rejeki 

dari Thian untuk menguasai negeri kita, Tapi manusia she Cai ini justru membuat syair tentang Cu Goan Cian yang menyalakan meriam, Bukankah ini berarti dia menggugah hati rakyat untuk mengenang kembali kerajaan yang lama?" ujar Gouw Cie Yong, "Memuji-muji Cu Goan Ciang saja sudah tidak patut, orang ini malah menulis bait terakhir yang menyatakan "Aku mendatangi bukit yang membisu, sebuah meriam duduk dengan megah di sana, sungguh pemandangan yang membuat hati terharu, Tanpa dapat menahan kepedihan, air mata pun menetes".

Kerajaan Ceng kita yang besar mendapat berkah dari Thian sehingga berhasil mengusir Kerajaan Beng yang lama dan hal ini membuat rakyat terhindar dari penderitaan serta bersorak-sorai menyambutnya, Mengapa, melihat sebuah meriam peninggalan Cu Goan Ciang saja, orang ini harus terharu bahkan sampai menangis karenanya?"

"Di mana meriam itu sekarang? Apakah masih bisa dinyalakan?" tanya Siau Po. "Sri Baginda paling suka meriam-meriam."

"Menurut syair dalam buku ini meriam itu terletak di Cin Ciu!" sahut Gouw Cie Yong. Siau Po langsung memalingkan wajahnya.

"Kalau meriam itu tidak ada di kota Yang-ciu, untuk apa kau bicara panjang lebar tentangnya?" bentaknya dengan nada mendongkol "Kau kan walikota kota Yang-ciu, bukan walikota kota Cin Ciu, Kelak kalau kau sudah menjadi walikota kota Cin Ciu, kita baru memeriksa meriam itu!"

Gouw Cie Yong terkejut setengah mati, Cin Ciu lebih kecil dari kota Yang-ciu. Kalau suruh dia menjadi walikota kota Cin Ciu, bukankah berarti dia turun pangkat. Karena itu dia tidak berani mengungkit urusan ini Iagi. Dimasukkannya buku itu ke dalam saku dan dia mengeluarkan dua jilid kitab lainnya.

"Tayjin, dalam buku Cai Cin Heng tadi terdapat kalimat-kalimat yang tidak pantas dibaca, tapi Tayjin berjiwa lapang sehingga tidak ingin menarik panjang urusan ini,  Namun kedua buku ini jauh berbeda. Tayjin sama sekali tidak boleh tidak memperdulikannya!"

"Budak mana pula yang mengarangnya?" tanya Siau Po tanpa semangat.

"Yang satu merupakan cerita karangan Cai I Kuang, judulnya "Negara-negara yang sejahtera" isinya memuji kerajaan-kerajaan lama dan menghina Kerajaan Ceng, Yang satunya berisi puisi karangan Ku Yan Bu, kata-katanya terlebih-lebih kurang ajar dan tidak pantas dibaca oleh khalayak ramai." sahut Gouw Cie Yong.

Siau Po terkejut setengah mati. Dalam hati dia berkata.

-- Ku Yan Bu merupakan teman seperjuangan membunuh kura-kura dengan guruku, Tan Kin Lam. Bagaimana buku puisinya bisa terjatuh ke tangan si penjilat ini? Entah di dalam buku itu ada menyebut nama Tian Te hwee atau tidak? --

Dengan membawa pikiran itu, dia bertanya, "Apa saja yang tertulis di dalamnya?" Gouw Cie Yong senang melihat si pembesar cilik tertarik perhatiannya, Dia segera membacakan puisi itu satu per satu. Tapi karena bahasa yang digunakannya terlalu dalam, Siau Po tidak mengerti Gouw Cie Yong terpaksa menjelaskannya, isinya kurang lebih mengenangkan jaman kerajaan Beng yang rakyatnya hidup makmur serta damai, juga ada membanggakan beberapa orang menteri yang pandai serta terkenal di jaman lampau. 

Setelah selesai, Gouw Cie Yong juga membacakan cerita yang dikarang Cai I Kuang dalam bukunya, Nadanya memang hampir sama, tapi Ku Yan Bu mengungkapkannya dengan kata-kata yang lebih berani serta gamblang.

Siau Po yang mendengarnya sampai merasa jenuh. "Sudah! Sudah! Membosankan!" katanya. 

"Tayjin harap simak puisi yang satu ini! Di dalamnya terang-terangan menyindir tentara-tentara Kerajaan Ceng kita yang besar, katanya mereka dengan sewenang- wenang memperkosa gadis-gadis Yang-ciu dan merampas harta rakyat dengan kejam... Bukankah ini merupakan penghinaan bagi kerajaan Ceng kita?" ujar Gouw Cie Yong pula.

"Oh, begitu rupanya.,., Bagus sekali! Tentara-tentara Kerajaan Ceng memperkosa gadis-gadis yang cantik dan membunuh banyak rakyat yang lemah? Kalau bukan karena hal ini, Sri Baginda tentu tidak akan membebaskan Yang-ciu dari pembayaran pajak selama tiga tahun, dan pada janda yang menjadi korban kebuasan seks juga tidak akan mendapat ganti rugi. Hm! Tampaknya kalimat-kalimat yang ditulis Ku Yan Bu ini cukup jujur juga!" kata Siau Po.

Gouw Cie Yong tercekat hatinya, Dia berpikir - Kau si budak cilik memang tidak mengerti tinggi dan rendahnya suatu masalah. Untung saja kau yang mengucapkan  kata-kata ini, kalau orang lain yang mengatakannya lalu aku laporkan kepada atasanku, apakah kau kira kau dapat mempertahankan batok kepalamu itu? -

Gouw Cie Yong membacakan beberapa puisi lagi. Semakin Iama hati Siau Po semakin berdebar-debar, Dia mengakui Ku Yan Bu dan Cai I Kuang itu memang terlalu berani. Karenanya dia berkata "Baiklah! Di mana Ku Yan Bu sekarang?" 

"Hamba... hamba telah mengurung Ku Yan Bu, Cai I Kuang, dan seorang lagi yang she Lu dipenjara gedung walikota..."

"Apakah kau sudah memeriksa ketiganya? Apa yang mereka katakan?" tanya Siau Po puIa.

"Hamba memang mengajukan beberapa buah pertanyaan, tapi ketiga orang itu tidak sudi berbicara sepatah kata pun!" sahut Gouw Cie Yong.

"Benarkah mereka tidak mengatakan apa-apa?" tanya Siau Po menegaskan. "Ti... dak! Tapi dalam saku Cai I Kuang, kami menemukan segulungan kertas!" "Apakah isinya juga berupa syair atau puisi?" tanya Siau Po.

"Bukan! isinya merupakan surat yang ditulis oleh Gouw Liok Ki!" Siau Po terkejut setengah mati.

"Hah? Gouw Liok Ki dari Kuangtung? Apakah dia juga bisa menulis syair atau puisi?" tanyanya pura-pura.

"Tidak! isinya justru menerangkan diri Gouw Liok Ki yang ingin memberontak Surat ini merupakan bukti nyata, dia tidak menyangkalnya lagi, Tadi hamba mengatakan ada rahasia militer yang ingin hamba sampaikan sebetulnya urusan inilah yang hamba maksudkan." sahut Gouw Cie Yong.

Siau Po hanya berdehem, dalam hati dia justru berteriak: -- Celaka! --

"Tayjin, kalau orang yang berpendidikan membuat syair atau puisi untuk menghasut rakyat, kita tidak begitu merasa khawatir, karena tidak banyak orang yang bisa mengerti. Tapi kalau seperti Gouw Liok Ki yang merupakan seorang pejabat negeri ingin mengadakan pemberontakan dia bisa menghubungi banyak orang. Kalau Sri Baginda tidak cepat-cepat mencegahnya, urusan ini bisa gawat!" kata Gouw Cie Yong pula.

"Apa saja yang ditulis dalam suratnya?" tanya Siau Po kemudian

Gouw Cie Yong melihat perubahan wajah si bocah yang tidak menentu. Tampaknya urusan yang diungkitnya berhasil menggugah pikiran si pembesar ini, Dia pun semakin  berani. Dijelaskannya secara terperinci apa yang tertulis dalam surat Gouw Liok Ki. Siau Po pun mendengarkan dengan teliti.

"Rasanya isi surat itu tidak menyatakan adanya pemberontakan?" katanya kemudian. "Harap Tayjin ketahui, Gouw Liok Ki ini pintar sekali, Dia menulis surat dengan kata-

kata kiasan, Dengan demikian, kalau bukan orang yang benar-benar teliti, tentu tidak 

akan mengetahuinya."

-- Celaka! Kalau surat itu sampai jatuh ke tangan si raja cilik, dia justru orang pintar sekali, Sekali lihat saja, tentu mengerti maksud yang terkandung di dalamnya. Biar bagaimana aku harus berusaha mencegahnya. - Pikir Siau Po dalam hati.

Karena itulah dia segera berkata.

Traktiran: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan) ataupun bisa melalui via Trakteer yang ada dibawah

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar