Kaki Tiga Menjangan Jilid 71

Jilid 71

Rupanya selama ini dia tidak melupakan diriku, tidak lupa bahwa kami sudah menjalani upacara sebagai suami istri. A ha! Benar-benar menakjubkan! Hari ini kita 

suami istri dapat bertemu di sini sekaligus bermalam pengantin....---

Tiba-tiba terdengar suara seorang laki-laki berkata.

"Gouw hiante, lebih baik untuk sementara kau jangan minum dulu, kita tunggu kawan-kawan dari Mongol.!"

Telinga Siau Po seperti dihantam sebuah palu sehingga berdengung, Dia segera mengetahui bahwa urusannya kurang tepat Matanya berkunang-kunang, bumi seakan berputar Untuk sesaat pandangannya menjadi gelap, Dia memejamkan matanya sesaat untuk menenangkan diri. Kemudian dia memandang lagi kepada pemuda yang duduk di samping A Ko, kalau bukan The Kek Song, si Ji kongcu dari Taiwan, siapa lagi?

Ibu Siau Po tertawa kembali sembari berkata.

"Kalau siangkong kecil tidak mau minum, biar siangkong besar saja yang minum." Di menuangkan secawan arak untuk The Kek Song. Disodorkannya arak itu sambil menghenyakkan pantatnya ke atas pangkuan si pemuda.

"Hei! Sopan sedikit!" kata A Ko. Wi Cun Fang tertawa.

"Aduh, kulit wajah siangkong kecil rupanya tipis sekali, Tidak terbiasa kiranya melihat pemandangan seperti ini. seharusnya kau datang ke sini setiap hari, kelak pasti kau akan mengatakan bahwa aku masih kurang romantis, Siangkong kecil, bagaimana kalau aku memanggil seorang nona cilik untuk menemanimu?" tanyanya.

"Tidak! Tidak!" sahut A Ko gugup. "Jangan! Kau duduk diam-diam saja!" Sekali lagi Wi Cun Fang tertawa.

"Aih! Tentunya kau cemburu karena aku menemani siangkong besar tetapi tidak menemanimu bukan?" katanya sambil berdiri dan bersiap-siap duduk di atas pangkuan A Ko.

Siau Po yang melihatnya merasa mendongkol juga geli, Katanya dalam hati. -- Di dunia ini mana ada peristiwa yang demikian aneh? Masa istriku datang ke rumah pelesiran untuk bermesraan dengan ibuku? --

Tampak A Ko mengulurkan tangannya untuk mendorong Cun Fang. Kaki wanita itu limbung dan dia jatuh terhenyak di atas lantai, Siau Po marah sekali. Dia memaki dalam hati.

-- perempuan hina! Kau berani mendorong mertuamu sendiri! Benar-benar kurang ajar! -

Tapi Cun Fang justru tidak marah, Dengan tertawa terkekeh-kekeh, dia berdiri lagi. "Kalau siangkong kecil begitu malu, bagaimana kalau kau saja yang duduk di atas 

pangkuanku?" katanya.

"Tidak!" sahut A Ko gusar. Kemudian dia berpaling kepada The Kek Song dan berkata, "Banyak tempat yang dapat digunakan untuk pertemuan, mengapa tetap harus di sini?"

"Kami sudah berjanji akan bertemu di sini, siapa pun tidak boleh mengingkari janji, Aku juga tidak tahu kalau Li Cun Wan adalah sebuah tempat kotor seperti ini. Hai! pokoknya kau duduk baik-baik di sana!" kata-katanya yang terakhir tentu saja ditujukan kepada Cun Fang.

Semakin lama, hati Siau Po semakin gusar

-- Tempo hari di tepi sungai Kuang Say kau memohon lalu mengampuni selembar jiwa anjingmu -- pikir Siau Po dalam hati, -- Kau bahkan bersumpah berat! Kau mengatakan bahwa untuk selamanya kau tidak akan berani berbicara lagi dengan istriku, tapi hari ini, entah sudah berapa ribu kata yang kalian bicarakan, masih mending kalau tujuan kalian ke sini hanya untuk bermesraan dengan ibuku saja, tapi ini,., ini huh! sayangnya hari itu aku tidak memotong lidahmu, aku benar-benar menyesali --

Cun Fang menghampiri The Kek Song dan mengelus-elus lehernya, pemuda itu menepis punggung tangan Cun Fang.

"Kau keluarlah dulu, kami kakak beradik ada yang hendak dibicarakan, nanti aku baru memanggilmu lagi!" katanya.

Dengan perasaan apa boleh buat Cun Fang terpaksa berjalan keluar The Kek Song berkata dengan suara lirih.

"Siauw moay, kalau dalam hal yang kecil saja kita tidak dapat menahan diri, mana mungkin bisa menyelesaikan urusan besar?" katanya.

"Pangeran Kaerltan itu bukan orang baik-baik, mengapa dia mengajak kau bertemu di sini?" tanya AKo. Mendengar disebut namanya "Pangeran Kaerltan", Siau Po segera berpikir.

- Si telur busuk itu juga sudah datang, Tentu mereka akan membicarakan urusan pemberontakan Bagus! Bagus! Lohu akan memimpin sepasukan tentara dan menjaring mereka sekaligus! -

"Dalam beberapa hari ini," kata Kek Song, "Penjagaan di dalam kota Yang-ciu ketat sekali, Kalau ada tamu asing yang bermalam di rumah penginapan, pasti ada petugas yang datang menanyakan berbagai hal. 

Dengan kata lain, diinterogasi. Kalau kita tidak hati-hati dan menampakkan sedikit jejak saja, urusannya bisa runyam, Rumah pelesiran seperti ini tidak pernah didatangi para perwira atau pun petugas. Banyak keuntungan kalau kita bermalam di sini. Kita masih tidak apa-apa, tapi rombongan pangeran Kaerltan kan mencolok sekali dandanannya. 

Lagipula, kau begitu cantik seperti bidadari khayangan, kalau kau menginap di rumah penginapan, para pemuda kota Yang-ciu pasti ke luar semua untuk melihatmu, cepat atau lambat, tentu bisa timbul masalah." A Ko tersenyum kecil.

"Aku tidak butuh pujian gombalmu!" katanya. 

"Kau kira, aku hanya sembarangan memuji saja?" kata Kek Song, "Kalau saja bidadari khayangan ada yang secantik dirimu, tentu segala Lie Cun Yang, Thiat Yat Lie dan yang Iain-lainnya tidak akan turun ke bumi. Setiap hari mereka akan berdiam di surga nirwana untuk menatap kecantikan permata hatiku."

A Ko tersipu-sipu, Cepat-cepat dia menundukkan kepalanya.

Siau Po gusar sekali, Hampir saja dia tidak dapat menahan luapan amarah dalam hatinya, Tangannya merogo ke dalam saku untuk mengeluarkan senjata. Dia ingin menerjang masuk ke dalam kamar dan menghajar The Kek Song, tiba-tiba sebuah ingatan melintas dalam benaknya.

- ilmu bocah ini cukup tinggi, A Ko juga pasti akan membantunya, Kalau aku menerjang ke dalam, pasti terjadi peristiwa "Gundik dan istri membunuh suami". Di dunia ini, aku boleh menjadi siapa saja, asal jangan menjadi Bu Toa Long! --

Bo Toa Long adalah seorang pemuda di jaman dahulu yang dibunuh mati oleh istrinya dan pacar gelap sang istri, Cerita ini kemudian menjadi legenda dan sering menjadi perumpamaan dalam pembicaraan apabila istri seseorang main gila dengan lelaki lain.

Karena mendapat pikiran itu, dia terpaksa menahan kemarahan hatinya dan melihat kemesraan sepasang pemuda-pemudi itu.

Terdengar A Ko berkata. "Koko, sebetulnya..."

Mendengar panggilan "koko", hati Siau Po semakin nyeri. Dia berpikir.

-- Maknya! Benar-benar tidak tahu malu! Malah sekarang sudah memanggil koko segala... --

Kata-kata A Ko yang selanjutnya jadi tidak terdengar lagi olehnya. Dia hanya mendengar Kek Song berkata.

"Serahkan saja kepadaku, Dia ada di tempat yang gelap sedangkan kita di tempat yang terang, kita harus berhati-hati. Anak buah pangeran Kaerltan lihay-Iihay, pokoknya kali ini, kita harus membuat lubang di tubuhnya yang tembus pandang!"

"Budak itu terlalu menghina. Kalau tidak membalaskan dendam ini, untuk selamanya aku tidak bisa hidup tenang." kata A Ko. "Kau tahu, sebetulnya aku tidak sudi mengakui ayah, tapi karena dia berjanji akan membalas dendam, serta menyuruh beberapa orangnya yang lihay untuk membantuku, barulah aku mau mengakuinya." 

Dalam hati Siau Po berkata, "Siapa yang menyakitimu? Kalau kau ingin membalas dendam, katakan saja kepada suamimu, tidak ada hal yang tidak dapat kulakukan Mengapa sampai mengakui si pengkhianat sebagai ayah? -

"SebetuInya tidak sulit membunuh telur busuk itu!" kata Kek Song. "Tetapi penjagaan anjing-anjing Tat Cu terlalu ketat, Karena itu, urusannya jadi tidak begitu mudah, Kita harus menemukan akal yang sempurna dulu, baru boleh turun tangan." 

"Ayah menyetujui permintaanku untuk membunuh orang ini, sebetulnya juga bukan sepenuhnya demi diriku, Ayah ingin memimpin tentaranya mengadakan pemberontakan sedangkan orang ini akan menjadi penghalang utama baginya. Ketika dia mengatakan kepadaku agar tidak menceritakan apa pun kepada ibu, aku segera mengetahui bahwa dia mengandung niat lain."

"Apakah kau pernah mengungkit persoalan ini kepada ibumu?" tanya Kek Song. A Ko menggelengkan kepalanya.

"Tidak, Urusan ini semakin rahasia semakin baik. Kemungkinan ibu akan mencegah tindakan kami, Kalau aku tidak mendengar perkataan ibu, rasanya kurang baik juga, Lebih baik diam saja." katanya.

Kembali Siau Po berpikir.

- Siapa yang ingin dibunuhnya? Mengapa orang ini bisa menjadi penghalang utama Gouw Sam Kui? -

Terdengar Kek Song berkata kembali. "Dalam beberapa hari ini, aku selalu memperhatikan gerak-geriknya, tampaknya dia mendapat pengawalan yang ketat sekali, Tidak mudah mendekatinya, Lalu aku menguras otak, budak ini mata keranjang, kalau ada orang yang menyamar sebagai perempuan penghibur atau para penyanyi, tentu mudah mendekatinya."

-- Mata keranjang? -- pikir Siau Po. -- siapakah yang dimaksudkannya? Bu Tai atau Hoan Tai? --

"Siapa yang sanggup menyamar? Kecuali aku dengan suci? Tapi aku tidak sudi menyamar sebagai perempuan yang demikian rendah." kata A Ko.

"Kalau tidak, kita sogok saja koki yang melayaninya, Kita minta dia memasukkan racun ke dalam araknya." kata Kek Song.

"Kalau hanya diracuni saja, rasa sakit hati ini masih tidak terbalas, Aku ingin memotong kedua tangannya dan mengiris... lidahnya yang suka berputar sembarangan dan mengoceh yang tidak-tidak. Bocah setan itu... aku.,, aku,.,."

Mendengar A Ko menyebut "bocah setan", Siau Po langsung tersentak sadar.

- Rupanya ingin membunuh suami sendiri! --Dia tahu sebongkah hati A Ko telah diserahkan kepada The Kek Song, tapi dia tidak pernah menyangka kalau gadis itu begitu membencinya, Dia jadi berpikir - Dalam hal apa aku berbuat kesalahan terhadapmu? --

Pertanyaannya segera mendapatkan jawaban.

"Ko moay, aku tahu, bocah itu tergila-gila kepadamu dia tidak berani menyakitimu sedikit pun. Kalau kau begitu membencinya, semua ini hanya karena perbuatannya terhadapku Ka... sih sayang... mu yang demikian tulus ini, aku... aku benar-benar tidak tahu bagaimana harus membalasnya..." kata Kek Song.

Tangan pemuda itu menjulur ke depan untuk memeluk tubuh A Ko. Gadis itu tersipu- sipu dan menyusupkan wajahnya ke dalam dada kek Song yang bidang.

Hati Siau Po merasa gundah, Nyeri, pilu, marah semua berbaur menjadi satu. Tiba- tiba kepalanya terasa terhentak ke belakang, Rupanya kuncir rambutnya telah ditarik oleh seseorang, Lalu telinganya juga dijewer. Baru saja dia ingin berteriak, dia sudah mendengar sebuah suara yang tidak asing lagi.

"Telur busuk kecil, ayo ikut aku!"

Dalam seumur hidupnya, entah sudah berapa ratus kali dia dipanggil "Si telur busuk kecil" oleh orang ini, Karena itu, dia tidak berani membangkang, diikuti saja apa yang diinginkan oleh orang itu. Orang yang menarik kuncirnya, menjewer telinganya, juga sudah melakukannya entah berapa ribu kali, Dia bukan lain dari pada Wi Cun Fang, ibunya sendiri.

Kedua orang itu kembali ke kamar Wi Cun Fang mendupakkan kakinya ke pintu untuk menutupnya, Setelah itu dia baru melepaskan jambakan dan jewerannya.

"Mak, aku sudah pulang!" kata Siau Po sambil tertawa.

Wi Cun Fang memperhatikannya sekian lama, kemudian secara tiba-tiba dia menubruk Siau Po untuk memeluknya erat-erat dan menangis tersedu-sedu.

Siau Po tersenyum.

"Mak, bukankah aku sudah kembali, mengapa kau masih menangis?" tanyanya. Dengan terisak-isak Cun Fang berkata.

"Mati ke mana kau selama ini? Aku mencarimu di dalam dan di luar kota Yang-ciu. Setiap kali bersembahyang di kelenteng, berbagai permintaan selalu kupanjatkan, bahkan entah sudah berapa kali aku membenturkan kepalaku menyembah-nyembah segala dewa di sana, Siau Po yang manis, akhirnya kau kembali juga ke samping Mak!" Siau Po tertawa.

"Aku toh bukan anak kecil lagi, apa salahnya mencari pengalaman di luar?" katanya.

Dengan air mata menggenang di kelopak, Cun Fang melihat putranya sudah jauh lebih tinggi dari pada dulu, Tubuhnya juga lebih tegap, Hatinya merasa senang dan terharu, Kembali dia menangis, tapi mulutnya masih menggerutu.

"Kau ini benar-benar telur busuk kecil! Kalau mau mencari pengalaman di luar, seharusnya kau mengatakannya terlebih dahulu kepada Makmu ini. Kali ini kalau tidak dihajar dengan rotan sampai seratus kali, tentu kau masih belum tahu kelihayan nenek ini!"

Yang disebut hajaran rotan maksudnya menghantam pinggul Siau Po dengan rotan seperti orang menggebuk kasur, Siau Po sudah lama sekali tidak merasakannya, Dia jadi geli sendiri. 

Cun Fang juga ikut tertawa, Dia mengeluarkan sapu tangannya dari saku untuk mengusap kotoran yang melekat pada wajah Siau Po. Sembari menyeka dia melirik ke bawah, tampak pakaiannya di bagian dada telah basah oleh air mata, Bahkan ada ingus serta debu-debu yang jatuh dari wajah anaknya, Tanpa dapat ditahan lagi, hatinya menjadi sakit Dengan keras dia menempeleng pipi Siau Po, mulutnya memaki.

"Aku hanya mempunyai satu lembar pakaian baru ini. Dijahitnya saja baru dua tahun yang lalu, aku malah baru memakainya beberapa kali, Telur busuk kecil! Kau pulang,  bukan kebaikan atau keuntungan yang diberikan, justru mengotorkan baju baruku ini. Bagaimana aku harus menemui tamu nanti?"

Siau Po melihat ibunya sangat menyayangi baju barunya itu. Bahkan begitu kesalnya, sehingga selembar wajahnya merah padam serta mencak-mencak. Sambil tertawa dia berkata.

"Mak, kau tidak perlu menyesal Besok aku akan meminta orang menjahitkan seratus stel pakaian baru untukmu, Dijamin mutunya sepuluh kali lipat lebih baik daripada kepunyaanmu ini." katanya.

"Si telur busuk kecil memang paling pandai membual," maki Cun Fang. Kepandaian apa yang kau miliki? Lihat saja tampangmu sendiri, mana mungkin bisa kaya mendadak di luaran?"

"Kaya sih belum, tapi dalam hal berjudi aku kan selalu beruntung. Aku berhasil memenangkan sedikit uang." sahut Siau Po.

Terhadap keahlian Siau Po dalam berjudi, Cun Fang masih punya sedikit keyakinan Dia segera mengulurkan tangannya.

"Bawa ke mari!" katanya, "Kalau kau yang memegang uang, dalam setengah jam saja pasti sudah ludes lagi!"

Siau Po tertawa.

"Kali ini jumlah kemenanganku terlalu banyak, rasanya sampai satu tahun pun tidak sanggup menghabiskannya." katanya.

Cun Fang mengulurkan tangannya dan sekali lagi dia menampar Siau Po.

Siau Po menundukkan kepalanya untuk menghindari pukulan itu. Dalam hati dia berkata.

- Setiap kali melihat aku, pasti mengulurkan tangan untuk memukul, ini yang dinamakan, "Di utara ada putri, di selatan ada mak tua"! -- Baru dia merogokan tangan ke dalam saku untuk mengambil uang, dari luar terdengar suara teriakan si kacung.

"Cun Fang, tamu memanggil, cepat ke sana!"

"Baik!" sahut Cun Fang, Cepat-cepat dia menatap dirinya ke dalam kaca cermin dan menambahkan pupur di wajahnya. Setelah itu dia berkata kepada Siau Po. "Kau tunggu di sini sebentar, makmu akan kembali untuk menghidangmu, kau... jangan ke mana- mana!"

Siau Po melihat wajah ibunya menyiratkan perasaan khawatir kalau-kalau akan kehilangan dirinya lagi. Sambil tertawa dia berkata. "Jangan takut, aku tidak akan pergi!" katanya.

Cun Fang memakinya "si telur busuk kecil" satu kali, sambil melenggak-lenggokkan pinggulnya, dia berjalan ke luar.

Siau Po berbaring di atas pembaringan. Dia menyelimuti tubuhnya, Belum berapa lama Cun Fang pergi, ternyata sudah kembali lagi, Tangannya membawa sebotol arak, Melihat Siau Po masih berbaring di atas tempat tidur, hatinya menjadi lega, Dia membalikkan tubuhnya untuk berjalan ke luar Iagi.

Siau Po melihat ibunya membawa botol arak, dia tahu tentu Kek Song yang menyuruh ibunya menambah arak. Tiba-tiba hatinya tergerak dan dia pun berkata.

"Mak, apakah kau menambahkan arak untuk tamu?"

"Ya, kau baik-baiklah berbaring di sana, sekembalinya nanti, aku akan membawakanmu makanan yang enak-enak." sahut Cun Fang.

"Setelah mengisi arak, bawalah ke mari agar aku dapat minum beberapa teguk." kata Siau Po.

"Dasar mulut rakus!" maki Cun Fang, "Anak kecil mana boleh minum arak?" Dengan membawa botol arak itu, dia langsung berjalan ke luar.

Siau Po segera mengintip lewat celah yang ada, dia melihat kamar sebelah tetap kosong, Dengan gerakan ekspres, dia menyelinap ke luar dan menuju kamar sebelah, Dia membuka lemari dan mengeluarkan arak Mi Jun Ciu milik si mucikari. Setelah itu, dia kembali lagi ke kamarnya dan masuk ke dalam selimut Diam-diam dia membuka tutup botol arak itu. Katanya dalam hati.

-- Kek Song, kau si anak haram jadah! Kau ingin meracuni lohu, biar lohu yang turun tangan terlebih dahu!u! --

Tidak lama kemudian, Cun Fang masuk kembali lagi dengan tangan membawa sebuah botol yang telah diisi dengan arak, Dia menyodorkannya kepada Siau Po sembari berkata, "Cepat minum dua teguk!" 

Siau Po tetap berbaring di atas tempat tidur, dia mengulurkan tangannya menyambut botol arak itu dan meminumnya seteguk, Cun Fang yang melihat anaknya mencuri minum arak tamu, dalam hatinya jadi merasa kasihan.

"Mak, di wajahmu ada noda hitam yang besar." kata Siau Po.

Cun Fang cepat-cepat menuju ke kaca untuk melihat noda yang dikatakan anaknya, sementara itu, Siau Po segera membuang arak dalam botol yang dibawa Cun Fang, kemudian menuangkan arak pembius yang diambilnya dari si mucikari ke dalam botol tersebut. Cun Fang melihat wajahnya putih bersih tanpa noda sedikit pun, segera sadar bahwa anaknya pasti sedang bermain gila karena ingin mencuri minum arak beberapa teguk lagi, Karena itu, dia segera membalikkan tubuhnya dan memaki.

"Si telur busuk kan keluar dari rahim mak tuamu ini, mungkinkah aku tidak tahu cacing busuk yang ada dalam perutmu? Huh! Dulu tidak bisa minum arak, baru berkeliaran di luar beberapa lama saja, perbuatan buruk apa pun sudah dipelajari" Cun Fang segera merebut botol arak dari tangan Siau Po.

"Mak," kata Siau Po tanpa memperdulikan ocehan ibunya. "Sifat kedua kongcu itu tidak begitu baik, kau cekoki saja siangkong kecil itu dengan arak agar tidak dapat memaki-maki lagi, dengan demikian sekaligus kau bisa mengelabui si kongcu besar untuk mendapatkan uang yang banyak."

"Makmu sudah melakukan pekerjaan ini hampir setengah hidupnya, masa perlu meminta pelajaran darimu?" kata Cun Fang. Meskipun demikian, diam-diam dia menyetujui usul anaknya, Dia berpikir 

--Si telur busuk cilik baru kembali, ini merupakan peristiwa yang mengembirakan. Paling bagus kalau malam ini, si tamu tidak minta aku menemaninya bermalam, aku ingin menemani anakku! -- Cepat-cepat dia berjalan ke luar.

Siau Po berbaring di atas tempat tidur, sebentar dia merasa kesal, tetapi sesaat kemudian dia merasa bangga juga, Dia berpikir

-- Lohu benar-benar pembesar yang beruntung, Si bocah busuk The Kek Song jauh- jauh datang ke mari, bukan perempuan yang lain yang dicarinya, malah memanggil mak tuaku, dan jadi ayah angkatku untuk sementara, Kali ini, aku harus menusuknya dengan pisau lalu menaburkan obat penghancur mayat di atas tubuhnya! --

Dia ingin menggunakan kesempatan ketika Kek Song terbius untuk menikamnya dengan pisau kemudian ditaburi obat penghancur mayat milik almarhum Hay kong kong. 

Dia membayangkan setelah A Ko, tentu dia kebingungan setengah mati. Meskipun dicari ke mana-mana, Kek Song tetap tidak berhasil ditemukan - Maknya! panggillah kokomu itu beberapa kali lagi, besok mungkin kau tidak mempunyai kesempatan untuk memanggilnya lagi! -- gerutunya dalam hati. 

Dia merasa gembira sekali Cepat-cepat dia menegakkan tubuhnya dan mengintip lewat celah papan, Dia melihat Kek Song baru saja meneguk habis arak dalam cawannya, sedangkan A Ko hanya minum seteguk, Siau Po semakin senang, Dia melihat ibunya menuangkan arak lagi untuk Kek Song, tapi pemuda itu mengibaskan tangannya dan berkata. "Keluarlah, kami tidak membutuhkan pelayananmu lagi!"

Cun Fang mengiakan Ketika meletakkan kendi arak, dengan cepat ia menyelipkan sepotong ham yang besar ke dalam lengan bajunya.

Siau Po tersenyum simpul

- Aku akan mendapatkan sepotong ham besar! -- katanya dalam hati. Dia segera kembali ke kamar dan berbaring Iagi.

Tidak lama kemudian, Cun Fang masuk ke dalam kamar dengan membawa potongan ham yang besar itu. Sembari tertawa dia berkata.

"Eh, telur busuk cilik, berkeliaran di luar, mana mungkin mendapatkan makanan yang enak seperti ini?" Dengan tersenyum simpul, dia duduk di ujung tempat tidur, Matanya memperhatikan anaknya melahap habis ham yang besar itu, rasanya lebih senang dari pada dia melahapnya sendiri.

"Mak, kau tidak minum arak?" tanya Siau Po.

"Aku sudah minum beberapa cawan Kalau minum lagi, aku pasti mabok, dan kau tentu akan menggunakan kesempatan itu untuk kabur lagi!" sahut Cun Fang.

Dalam hati Siau Po berpikir.

-- Kalau mak masih sadar, tentu sulit menyelesaikan urusan -- Karenanya dia segera berkata. "Pokoknya aku tidak akan pergi Sudah lama aku tidak menemani mak tidur, Malam ini jangan menerima tamu lagi, temanilah aku di sini!"

Cun Fang gembira sekali, Ternyata anaknya masih begitu merindukannya, padahal waktu sudah berlalu cukup lama, Tidak disangka, setelah mencari pengalaman sekian lama di luaran, dia masih terkenang kebaikan ibunya, wajahnya langsung ber-seri-seri.

"Baik, malam ini mak akan menemani Siau Po manis tidur." katanya.

"Mak, meskipun pergi dari rumah, tapi tiap hari aku selalu memikirkan dirimu, Mari, aku bantu mak melepaskan pakaian." kata Siau Po.

ilmu menepuk pantat kuda Siau Po manjur terhadap raja cilik, Hong kaucu, kiong cu, bahkan gurunya sendiri, Tentu saja setelah digunakan menghadapi ibunya, kemanjurannya juga tidak ber-beda.

Cun Fang sudah lama menjadi pelacur, laki-laki model apa pun sudah pernah melepaskan pakaiannya, tapi tangan-tangan mereka tentu rasanya jauh berlainan dengan sentuhan tangan anaknya sendiri, hatinya semakin senang, Dia jadi tertawa terkekeh-kekeh, Siau Po membantu ibunya melepaskan pakaian kemudian dia mengulurkan tangannya untuk mengendorkan tali celana Cun Fang. ibunya berdehem satu kali kemudian menepiskan tangannya.

"Biar aku sendiri saja!" katanya, Tiba-tiba saja dia merasa anaknya sudah besar sehingga merasa malu, Cepat-cepat dia menyusup ke dalam selimut dan melepaskan celananya, Setelah itu, dia mengeluarkan celana itu lalu diletakkannya di atas selimut

Siau Po mengeluarkan dua keping uang perak, nilainya kurang lebih tiga puluhan tail, Dia mengangsurkan uang itu ke hadapan ibunya.

"Mak, ini untukmu!" katanya.

Cun Fang terharu sekali Dia menyambut uang itu dan berkata.

"Aku.,, aku akan menyimpannya untukmu, Beberapa tahun lagi aku akan mencarikan menantu untukmu." Air matanya pun jatuh berderai, Daiam hati Siau Po berpikir

- Tidak usah menunggu beberapa tahun, sebentar lagi aku akan menjemput menantu untukmu,

-- Dia memadamkan lampu minyak dalam kamar lalu berkata, "Mak, kau tidurlah, setelah kau tidur,aku baru tidur."

Cun Fang tertawa.

"Lagak si telur busuk cilik semakin lama memang semakin banyak." katanya.

Dia menutupi tubuhnya dengan selimut lalu memejamkan matanya, Cun Fang sudah letih karena tidak henti-hentinya melayani tamu sehari penuh. Dia juga sudah minum beberapa cawan arak, ditambah lagi melihat anaknya sudah puIang, Hati-nya jadi tenang, sejenak kemudian dia sudah tidur pulas.

Siau Po dapat mendengar suara dengkuran ibunya yang halus, Dengan mengendap- endap dia berjalan ke arah pintu, tapi dia teringat sesuatu, cepat-cepat dia kembali lagi untuk mengambil celana ibunya dan dilemparkannya ke atas lemari. Dalam hati dia berpikir

- seandainya kau terjaga, tanpa celana kau toh tidak mungkin mengejar aku. --

Siau Po berjalan ke luar ruangan penerimaan tamu, Ketika mengintai ke dalamnya, dia melihat Kek Song duduk bersandar di sebuah kursi, sedangkan A Ko menelungkup di atas meja, keduanya tidak bergerak sama sekali, Hati Siau Po gembira sekali, Dia menunggu lagi beberapa saat, keduanya masih tidak bergerak dia segera masuk ke dalam, lalu menutup pintu ruangan itu, tapi sesaat kemudian dia membatalkan niatnya karena dia berpikir -- Lebih baik jangan ditutup dulu, Kalau si budak busuk itu hanya pura-pura pingsan, bisa-bisa aku tidak dapat melarikan diri kalau pintu ini tertutup, --

Siau Po mengeluarkan pisaunya kemudian berjalan ke depan beberapa langkah. Tangan kanannya menggoncang-goncangkan tubuh Kek Song, tetapi Kek Song tak memberikan reaksi sama sekali, ternyata benar-benar sudah terbius. 

Kembali dia mendorong-dorong tubuh A Ko. Mulut gadis itu mengeluarkan suara gumaman yang tidak jelas, tapi tidak sanggup menegakkan tubuhnya, Siau Po berpikir

-- A Ko minum arak terlalu sedikit Takutnya tidak lama lagi dia akan sadar Kalau hal itu sampai terjadi, gawat! -- Dia menyelipkan pisaunya kembali ke dalam sepatu lalu memapah A Ko agar duduk tegak.

Sepasang mata gadis itu terpejam rapat, tapi mulutnya mengigau. "Koko, a... ku... aku ti... dak dapat minum la...gi"

Dengan suara rendah Siau Po berkata.

"Moay moay yang baik, minumlah satu cawan lagi!" Dituangkannya secawan arak, lalu diangsurkannya ke depan bibir A Ko dan memaksanya meneguk kering isi cawan itu.

Dia melihat secawan arak itu sudah tertelan ke dalam perut A Ko. Hatinya berpikir

- Kau dan aku sudah bersembahyang langit dan bumi, berarti kita sudah menjadi suami istri yang resmi, tapi kau tidak sudi bermalam pengantin denganku, malah datang ke Li Cun Wan untuk menjadi pelacur cilik, Apakah kau mengharapkan lohu yang menjadi tamumu? Benar-benar kurang ajar! -

Pada dasarnya A Ko memang sudah cantik, ditambah lagi kedua pipinya yang berona merah setelah minum arak, Hati Siau Po tergerak, dia tidak memperdulikan lagi mati hidupnya The Kek Song, Cepat-cepat dipondongnya A Ko ke dalam kamar besar yang ada di sebelah dalam.

Kamar ini memang khusus disediakan bagi tamu yang ingin bermalam, Tempat tidurnya besar sekali, mungkin kurang lebih enam kaki. Alas tidurnya halus, selimutnya tebal dan kelambunya dari sutra yang indah. pokoknya kamar itu didekorasi dengan mewah.

Siau Po meletakkan A Ko di atas tempat tidur Lalu dia ke luar lagi untuk mengambil ciok tai (tempat lilin), Diteranginya wajah A Ko yang cantik lewat sinar lilin itu, Tanpa dapat ditahan lagi, jantungnya jadi berdebar-debar, Dia segera membungkukkan tubuhnya untuk melepaskan jubah luar A Ko. Tampaklah baju hijau pupus yang biasa dipakainya. Dia mengulurkan tangannya untuk membuka kancing baju A Ko. Tiba-tiba dari belakangnya terdengar suara langkah kaki. Baru saja dia hendak menolehkan kepalanya, tahu-tahu kuncirnya sudah ditarik dan telinganya dijewer oleh seseorang, lagi-lagi Cun Fang telah meringkusnya, Siau Po segera berkata dengan suara rendah.

"Mak, cepat lepaskan!"

"Telur busuk cilik!" maki Cun Fang. "Walaupun kita orang miskin, tapi peraturan di rumah pelesiran ini sangat keras, Di kota Yang-ciu ada sembilan rumah pelesiran, tidak ada satu pun yang pernah melaporkan bahwa tamunya kehilangan uang! Kecil-kecil kau sudah belajar mencuri, ayo ke luar!"

"Aku tidak mencuri uang tamu." sahut Siau Po gugup.

Cun Fang menarik kuncirnya dengan keras. Dengan susah payah, dia menyeret Siau Po kembali ke kamarnya.

"Kalau bukan untuk mencuri uang, mengapa kau melepaskan pakaiannya? Beberapa puluh tail yang kau berikan ini pasti merupakan hasil curian juga, Setengah mati aku membesarkanmu, akhirnya kau malah jadi tukang copet!" makinya.

Hatinya kesal bukan main, dia mengambil uang keping uang perak yang diberikan Siau Po lalu membantingnya ke Iantai.

Sulit rasanya bagi Siau Po untuk menerangkan duduk persoaiannya. Apabila dia menceritakan bahwa salah seorang tamu itu merupakan perempuan yang menyamar sebagai laki-laki dan adalah istrinya sendiri, tentu kisah ini tak dapat dijelaskan dalam waktu yang singkat Lagi pula ibunya juga belum tentu percaya, Karena itu, dia hanya dapat berkata,

"Untuk apa aku harus mencuri uang orang lain? Kau lihat, aku sendiri mempunyai uang yang banyak."

Dia mengeluarkan sejumlah gin pio besar dari dalam sakunya.

"Mak, semua uang ini sedianya akan kuberikan kepadamu, tapi karena aku takut Mak akan terkejut maka aku bermaksud memberikannya sedikit demi sedikit." katanya kemudian.

Cun Fang melihat anaknya menggenggam belasan lembar gin pio yang nilai masing- masingnya seratus tail, Tidak kepalang tanggung rasa terkejutnya.

"Ini... ini, dasar maling! pasti kau mencurinya dari saku kedua siangkong tadi, bukan?" katanya dengan mata membelalak, "Biarpun kau masuk lagi ke dalam kandungan dan dilahirkan kembali, tidak mungkin kau bisa menghasilkan uang sebanyak itu, Cepat kembalikan uang itu! Kita yang mencari makan di rumah pelesiran seperti ini, kalau membohongi tamu dengan rayuan, biar jumlahnya delapan atau  sepuluh laksa tail sekalipun, harus tamu itu sendiri yang memberikannya dengan ikhlas, Kalau dengan cara mencuri seperti yang kau lakukan, Ji Long sin, sang dewa kebaikan pun tidak akan mengampuni perbuatanmu Menjelma kembali sekalipun, kau tetap akan menjadi pencuri Siau Po yang manis, mak berkata begini semuanya demi kebaikanmu sendiri!" Akhirnya, dia menarik nafas panjang dan berkata kembali dengan suara yang jauh lebih lembut, 

"Besok pagi, kalau mereka terjaga dan mendapatkan semua uangnya sudah hilang, pasti akan timbul keributan. Pada waktu itu, petugas setempat pasti datang menangkapmu dan kau akan dihajar sampai habis seluruh tubuhmu, Siau Po yang baik, kita tidak boleh menyerakahi uang orang lain!"

Siau Po berpikir dalam hati.

"Mak sedang kesal, Untuk sementara, urusan ini sulit dijelaskan. Kalau dia berkoar terus, tentu si mucikari dan si kacung nongol. Kalau itu sampai terjadi, urusan besar bisa kacau! - Hatinya tergerak, dia segera menemukan akal, Karena itu dia berkata.

"Baik, baik, Mak! pokoknya aku akan menuruti apa pun katamu!"

Dia menarik tangan ibunya untuk kembali ke kamar penerimaan tamu, Di sana dia menyelipkan seluruh uangnya ke dalam saku The Kek Song.

Kemudian menarik ke luar sakunya yang sudah kosong melompong dan menepuk- nepuk pakaiannya sendiri sambil berkata.

"Sekarang, seperak pun aku tidak punya lagi, Apakah kau sudah merasa puas?" "Bagus, Memang begitulah sebaiknya!" kata Cun Fang sambil menarik nafas 

panjang.

Siau Po kembali ke kamarnya sendiri Dia melihat ibunya mengenakan sehelai celana yang sudah usang, hampir saja dia tertawa geli. Cun Fang mengangkat tangannya dan dengan telunjuknya mendorong kepala Siau Po.

"Ketika bangun, aku melihat celanaku sudah tidak ada. Aku segera menyadari bahwa pasti kau yang sedang bermain gila." katanya, Dia tidak dapat menahan diri sehingga ikut tertawa geli.

"Aduh!" teriak Siau Po tiba-tiba. "Perutku sakit, aku ingin membuang air besar." Tanpa menunggu jawaban dari ibunya, dia langsung berlari ke luar.

Cun Fang takut anaknya kembali lagi ke ruangan utama, tapi ketika melihat arah yang diambilnya berlawanan, hatinya baru lega, Dia berpikir.

- Kalau kau pergi lagi ke tempat para tamu itu, pasti tidak akan lolos dari intaian mak tuamu ini! --Siau Po menyelinap dari pintu samping lalu kembali ke taman keluarga Ho.  penjaga yang mengawasi di tempat pintu langsung menghadangnya dan membentaknya.

"Ada perlu apa?"

"Akulah Ciam Cai tayJin, apakah kalian tidak mengenali aku?" kata Siau Po.

Prajurit itu terkejut Dia menatap dengan sek-sama, ternyata memang si pembesar cilik.

"lya, iya... tayjin..." sahutnya dengan gugup.

Siau Po tidak menunggu sampai kata-katanya selesai, dengan cepat dia menghambur kembali ke kamarnya.

"Oh, Song Ji yang baik! Cepat-cepat kembalikan dandananku menjadi Ciam Cai tayjin." katanya sembari melepaskan jubah panjangnya.

Song Ji melayani membasuh muka dan mengganti pakaian, Sambil tertawa dia berkata.

"Ciam Cai tayjin melakukan tugas sampai menyamar sedemikian rupa, apakah kau sudah mendapat hasil?"

"Sudah dapat." sahutnya, "Cepat kau mengganti pakaianmu dengan pakaian prajurit, kemudian panggilkan delapan orang perwira lainnya untuk ikut aku menangkap penjahat!"

"Perlukah aku melaporkan hal ini kepada Ci loya?" tanya Song Ji. Siau Po berpikir dalam hati.

- Si budak Kek Song dan A Ko sudah tidak berdaya, Tanpa susah payah aku berhasil meringkus mereka, Kalau Ci Thian Coan dan yang lainnya ikut ke sana, tentu mereka akan melarang aku membunuhnya, sedangkan membawa para perwira, tujuannya hanya ingin memamerkan diri di depan mak, si mucikari dan si kacung, -- Karena itu dia berkata, "Tidak perlu."

Song Ji segera mengganti pakaiannya.

"Bagaimana kalau kita mengajak Nona Cin Ju pergi bersama?" tanyanya.

Di antara para prajurit, hanya Cin Ju dan dirinyalah yang merupakan samaran seorang gadis, Setelah bergaul selama beberapa hari, ternyata keduanya cocok sekali Siau Po berpikir lagi. -- Kalau ingin membopong A Ko sendiri, Song Ji sendirian tentu tidak kuat Harus digotong oleh dua orang. Sebagai seorang pembesar negeri, mana boleh aku turun tangan sendiri, Kalau menyuruh para prajurit, tentu keenakan mereka menyentuh tubuh istriku! -- Karena itu dia berkata. "Baiklah. Kau boleh mengajaknya, tapi jangan biarkan satu pun orang dari Ong Ok san yang ikut."

Cin Ju juga menyamar sebagai seorang prajurit.

Dalam sekejap mata dia sudah berdiri di depan Siau Po. Si anak muda itu mengajak keduanya serta delapan orang prajurit kembali ke Li Cun Wan.

Dua hari dari prajurit itu segera mengetuk pintu.

"Ciam Cai tayjin tiba! Cepat buka pintu untuk menyambutnya!"

Para prajurit itu sudah mendapat perintah dari Siau Po bagaimana harus bersikap di rumah pelesiran tersebut

Setelah mengetuk cukup lama, pintu gerbang baru dibuka, Seorang kacung rumah pelesiran itu muncul di depan pintu sambil berkata.

"Ada tamu!" Dua kata itu diserukannya tanpa bersemangat sedikit pun.

Siau Po takut orang itu mengenalinya, karena itu dia tidak berani memandang ke arahnya, seorang prajurit segera berseru.

"Pembesar negeri datang berkunjung, panggil si nenek tua keluar untuk melayaninya baik-baik!"

Siau Po berjalan ke dalam ruangan, Si mucikari ke luar menyambutnya, Dia tidak melihat atau menoleh sedikit pun kepada Siau Po.

"Silahkan loya masuk ke taman bunga untuk bersantap!" katanya. Siau Po berpikir.

-- Paling bagus memang kau jangan melihat kepadaku, Dengan demikian aku tidak perlu menemui makku lagi dan aku bisa menyuruh orang langsung mengangkut Kek Song dan Song Ji. 

Tapi, aneh sekali, Biasanya si mucikari selalu menyambut tamu dengan ramah tamah, baru hari ini sikapnya demikian dingin, Siau Po merasa urusan ini agak janggal.

Dia berjalan memasuki ruangan besar yang digunakan untuk menerima tamu, Tampak meja-meja masih belum dibersihkan, Kek Song masih bersandar tidak sadarkan diri di kursi, Baru saja dia ingin menurunkan perintah, tiba-tiba dia melihat  seseorang berpakaian hijau yang mewah sekali berjalan ke arahnya sambil berkata, "Wi Tayjin, apa kabar?" 

Siau Po terkejut setengah mati, Dia berpikir "Bagaimana kau bisa mengenali aku?" Siau Po segera menolehkan wajahnya, Rasa terkejutnya tidak kepalang tanggung. Dia mengulurkan tangannya ke arah pinggang untuk menghunus pisaunya. Mendadak tangannya terasa sakit, ternyata seseorang telah mencekal pergelangan tangannya dari belakang.

"Duduk baik-baik! jangan sembarangan bergerak!" kata orang itu bengis, Tangannya mencengkeram leher Siau Po dan dihenyakkannya tubuh si anak muda ke atas kursi.

Diam-diam Siau Po mengeluh. Tapi dia mendengar suara bentakan nyaring, ternyata Song Ji sudah bertempur dengan pihak lawan, Cin Ju menerjang ke depan, seorang pemuda berbaju mewah menghadangnya. Keduanya pun terlibat dalam pertempuran.

Siau Po mengedarkan pandangannya untuk melihat dengan seksama, Pemuda yang bertempur dengan Cin Ju rupanya merupakan penyamaran seorang gadis, Dialah kakak seperguruan A Ko, yakni A Ki.

Sedangkan orang yang bertempur dengan Song Ji bertubuh tinggi kurus, dia bukan lain daripada si lama Tibet, Shang Cie. Pada saat ini, dia tidak mengenakan jubah pendetanya, Kepalanya tertutup sebuah kopiah, Bahkan di belakang kepalanya terdapat kuncir. 

Tentu saja kuncir palsu yang diletakkan pada kopiahnya, Dan orang pertama berpakaian mewah yang dilihatnya bukan lain daripada si pangeran Mongol Kaerltan.

Siau Po berpikir dalam hati.

-- Aku benar-benar ceroboh. Terang-terangan aku sudah mendengar The Kek Song mengatakan bahwa dia telah berjanji akan bertemu dengan pangeran Kaerltan di tempat ini. Mengapa aku tidak waspada? Begitu melihat A Ko, aku langsung lupa daratan. Bahkan she bapak tuaku sendiri aku sampai lupa! Maknya! Memang dari lahir aku juga tidak tahu apa she bapakku itu! --

Terdengar Song Ji mengaduh satu kali, ternyata pinggangnya sudah kena ditotok oleh Shang Cie. Gadis cilik itu langsung terkulai di atas tanah. Pada saat itu, Cin Ju masih bertarung dengan A Ki. Meskipun jurus-jurus A Ki banyak variasinya, tapi karena dia tidak pernah mempelajari ilmu tenaga dalam dengan serius, meskipun berhasil menghajar Cin Ju, tapi sejak awal hingga akhir dia tidak sanggup melukai gadis itu.

Shang Cie mendekatkan diri. Dalam dua jurus, dia sudah berhasil merobohkan Cin Ju. sedangkan kedelapan prajurit yang menyertai Siau Po, beberapa di antaranya telah roboh di tangan si lhama dan sebagian lainnya mati oleh pukulan pangeran Keart-ten.

Shang Cie tertawa terkekeh-kekeh. "Wi Tayjin, mana gurumu?" tanyanya sambil duduk di atas sebuah kursi, Dia menjulurkan tangannya ke hadapan Siau Po. Tampaklah ke sepuluh jari tangannya sudah kutung setengah, Jari tangan manusia selalu terdiri dari tiga bagian sedangkan jari tangan Shang Cie sekarang tinggal dua bagiannya saja, Karena itu, kelihatannya jadi aneh dan menyeramkan.

Diam-diam Siau Po mengeluh.

-- Tempo hari dia membalikkan halaman kitab, jari tangannya terkena racun yang kutaburkan. Ternyata orang ini cukup sadis, dia tidak ragu-ragu mengutungkan tangannya sendiri agar racunnya tidak menyebar Hari ini lohu terjatuh ke tangannya, satu dibalas dengan satu. Masih mending kalau dia hanya mengutungkan ke sepuluh jari tanganku, takutnya dia justru ingin mengutungkan batang leherku juga! --

Shang Cie bangga sekali melihat Siau Po begitu ketakutan.

"Wi Tayjin, hari itu aku mengira kau adalah seorang bocah cilik, Tidak disangka dalam kerajaan kau menjabat kedudukan yang tinggi, Harap kau suka memaafkan kesalahanku itu!" katanya.

"Tidak apa-apa. Tempo hari aku juga mengira kau adalah seorang lhama biasa, ternyata kau adalah seorang pendekar besar, Mohon dimaafkan!" sahut Siau Po.

Shang Cie mendengus dingin satu kali. "Pendekar besar apa?"

"Ada orang yang menaburkan racun ke atas kitab, Tujuannya ingin mencelakai guruku, tapi untung saja rahasia ini berhasil diketahui oleh beliau, itulah sebabnya dia tidak mau menyentuhnya. Namun kau memaksa hendak melihat buku itu, terpaksa beliau menyerahkannya. 

Lhama besar, jari tanganmu tersentuh racun, tapi kau langsung mengutungkannya, dengan demikian racun jadi tidak menyebar Kau benar-benar luar biasa! Apabila seseorang mengutungkan batang lehernya sendiri, sama sekali tidak mengherankan tapi kau mengutungkan tanganmu sendiri Hebat sekali, Hal ini tidak pernah terjadi sejak jaman apa pun. 

Kalau dibayangkan pada waktu dulu saja, Kwan In Tiong (Kwan Kong) mengutungkan lidahnya, dia tidak mengerutkan keningnya sedikit pun. Tapi itu pun dilakukan oleh orang lain. Kalau suruh dia melakukannya sendiri, belum tentu dia sanggup, Kau bahkan lebih hebat dari Kwan In Tiong. Bukankah tidak berlebihan kalau kau disebut pendekar besar di jaman ini?" kata Siau Po.

Tentu Shang Cie tahu bahwa kata-kata Siau Po hanya menepuk pantat kuda atau mengumpak saja. Tidak berbeda dengan memohon pengampunan dirinya, tapi kata- katanya itu tetap saja enak didengar oleh telinganya. Siapa sih orangnya yang tidak suka dipuji? Tempo hari, demi keutuhan selembar jiwanya, dia terpaksa mengutungkan jari tangannya sendiri.  Meskipun jari tangannya menjadi cacat dan ilmunya jauh menyusut, tapi dia merasa bangga juga terhadap dirinya sendiri yang berani mengambil keputusan penting dikala jiwanya dalam keadaan sekarat.

Tempo hari dia ditugaskan datang ke Tiong Goan untuk mencari kitab Si Cap Ji Cin Keng dengan membawa serta dua belas orang adik seperguruannya, Akibatnya kedua belas adik seperguruannya itu mati semua, dan dia sendiri bertahan hidup dengan tangan cacat. 

Urusan ini sungguh memalukan Karena itu, dia juga tidak pernah menceritakannya kepada orang, sedangkan orang lain juga tidak berani menanyakan sebab musabab ke- cacatan tangannya itu, maka ucapan seperti yang dikemukakan Siau Po ini, baru pertama kali inilah dia mendengarnya.

Wajah si lhama yang kelam perlahan-lahan merekahkan sedikit senyuman.

"Wi Tayjin, kami mendengar bahwa kau akan berkunjung ke kota Yang-ciu ini, itulah sebabnya kami berunding untuk bertemu denganmu, Kau memang sengaja bentrok dengan Peng Si-ong, kau selalu merusak urusannya, Bahkan menantu raja yang ingin kembali ke Inlam, kau pula yang menghalanginya, iya bukan?" katanya.

"Kabar berita yang kalian terima cepat sekali sampainya, Aku benar-benar merasa kagum. Kali ini, ketika aku ke luar dari kota raja, tahukah kalian apa yang dipesankan oleh Sri Baginda?" tanya Siau Po.

"Untuk hal itu, kami memohon petunjuk dari Wi Tayjin." kata Shang Cie.

"Bagus, bagus. Sri baginda berkata begini, "Wi Siau Po, kali ini kau akan pergi ke kota Yang-ciu, kemungkinan di tengah jalan Gouw Sam Kui akan menyuruh orang menghadangmu, aku benar-benar merasa khawatir Untung saja anaknya ada di tangan ku, kalau sampai terjadi apa-apa terhadap dirimu, aku akan memperlakukan anaknya dengan cara yang sama. 

Kalau Gouw Sam Kui menyuruh seseorang mengutungkan sebuah jari tanganmu, paling-paling si budak Gouw Eng Him juga kehilangan sebuah jari tangannya, Jadi kalau Gouw Sam Kui menyuruh orang membunuhmu, itu sama saja artinya dia telah membunuh anaknya sendiri". 

Aku menjawab, "Sri Baginda, aku boleh menjadi anak siapa saja, tapi sekali-sekali jangan menjadi anaknya Gouw Sam Kui!" Sri Baginda tertawa terbahak-bahak, dan aku pun berangkat ke kota Yang-ciu ini."

Shang Cie dan pangeran Kaerltan saling lirik sekilas, Tampak wajah mereka berubah sedikit.

"Kali ini aku datang ke Yang-ciu bersama pangeran, Sejak semula kami sudah mendengar Yang-ciu akan kedatangan seorang Ciam Cai tayjin, Tadinya kami terus  menduga-duga siapa kira-kira orangnya, Tidak tahunya, begitu melihat dan jauh, ternyata kenalan lama, Bahkan nona A Ki ini pun tidak asing denganmu!" kata Shang Cie.

"Kami memang sudah pernah berkenalan." kata Siau Po sambil tertawa.

A Ki mengambil sebuah sumpit dari atas meja, Dia mengetuk kepala Siau Po dengan sumpit itu, Siapa yang pernah berkenalan denganmu?" makinya.

"Kami telah berjanji dengan Ji kongcu dari Taiwan untuk saling bertemu di sini." kata Shang Cie. Tujuannya untuk berunding bagaimana caranya meringkus dirimu, tidak disangka-sangka kau malah mengantar diri kemari."

"Memang betul. Sri Baginda menginterogasi Kan Tiap Mo, sebawahan pangeran yang berewokan itu selama tiga hari, dia juga telah mengetahui semuanya." kata Siau Po.

Mendengar disebut nama orang itu, baik Shang Cie maupun pangeran Kaerltan terkejut setengah mati, serentak keduanya berdiri

"Apa?" tanya mereka,

"Tidak apa-apa. Sri Baginda berbicara dengan orang itu dalam Bahasa Mongol, Ci ci ca ca ci ci caca, sedikit pun aku tidak mengerti Kemudian aku melihat Sri Baginda menghadiahkan sejumlah besar uang kepadanya, Dia mengutus orang itu pergi, pembesar yang menangani dokumen-dokumen raja, Tidak sampai tiga hari kemudian, aku diutusnya untuk menyuruh orang itu membuatkan peta secepatnya, Urusan perang atau ketentaraan, aku juga tidak begitu paham, Aku berkata kepada Sri Baginda, bahwa negara MongoI dan Tibet terlalu dingin, Apabila Sri Baginda mengutus para tentara ke sana untuk berperang, maka saat itu juga saya ingin minta cuti pulang ke Yang-ciu agar dapat bersenang-senang beberapa saat di sana."

Wajah pangeran Kaerltan dan Shang Cie menjadi kelam seketika,

"Kau bilang raja akan mengirim tentaranya menyerang Tibet dan Mongol?" tanya sang pangeran.

Siau Po menggelengkan kepalanya.

"Hal ini aku sendiri tidak begitu jelas. Sri Baginda berkata, bahwa kami hanya bermusuhan dengan si tua bangkotan itu. Kalau Tibet dan Mongol membantu kami, itulah yang paling baik, Kami juga boleh menganggap mereka sebagai teman. Tapi kalau mereka membantu si tua bangkotan itu, terpaksa kami harus menghancurkannya sekalian." Pangeran Kaerltan dan Shang Cie lagi-lagi saling memandang sekilas, hati mereka agak lega mendengar perkataan Siau Po. Kemudian pangeran Kaerltan menanyakan tentang keadaan Kan Tiap Mo. 

Siau Po menjelaskan tampang orang itu sampai mendetail sekali Dengan demikian, mau tidak mau kedua orang itu terpaksa mempercayai keterangannya.

Siau Po melihat kedua orang itu mengerutkan alisnya, Dia segera menyadari, berpihaknya Kan Tiap Mo kepada pemerintah Ceng, berarti kerja sama antara Tibet, Mongol dan Gouw Sam Kui tidak dapat lagi mengelabui si raja cilik. Tentunya mereka takut kalau-kalau kaisar Kong Hi menggunakan kesempatan untuk menyerang terlebih dahulu.

Keadaannya sendiri runyam sekali, Song Ji dan Cin Ju sudah tertotok, sedangkan kedelapan prajurit yang dibawanya tidak ada satu pun yang berdaya, Malah ada beberapa di antaranya sudah melayang jiwanya. 

Kali ini, dia datang ke Li Cun Wan, namun takut rahasia hidupnya diketahui oleh orang lain, karenanya Ci Thian Coan, Thio Yong maupun Tio Ci Hian tidak ada yang mengetahuinya, Kalau ditilik dari keadaannya sekarang ini, tampaknya, meskipun seluruh tubuhnya dicincang untuk menjadi perkedel atau kepalanya dikutungkan untuk menggantikan pajangan kepala singa yang terbuat dari batu di depan perbatasan kota, tetap saja tidak akan ada orang yang datang menolongnya. 

Dari-pada tidak ada jalan untuk meloloskan diri, lebih baik mengandalkan mulutnya yang pandai bicara, Toh setidaknya lebih baik dari pada duduk berdiam diri menunggu kematian?

"Sri Baginda pernah mendengar tentang pangeran Kaerltan yang berilmu tinggi dan sangat gagah. Beliau juga diam-diam merasa kagum." katanya.

Pangeran Kaerltan tersenyum.

"Apakah Sri Baginda juga mengerti ilmu silat? Bagaimana dia bisa tahu tinggi tidaknya ilmu silatku?" tanyanya.

"Tentu saja Sri Baginda mengerti ilmu silat, Malah kepandaiannya lumayan juga, Tempo hari pangeran mengunjungi kuil Siau Lim si, pangeran menghajar Hong tio kuil itu sampai jatuh di bawah angin, bahkan membuat hwesio-hwesio dari Lo Han Tong, Tat Mo Tong dan Poan Jiak Tong jadi kalang kabut, Semua itu telah kuceritakan dengan terperinci di hadapan Sri Baginda." kata Siau Po.

Sebetulnya pangeran Kaerltan justru lari terbirit-birit ketika berhadapan dengan hwesio-hwesio dari Siau Lim si, sekarang Siau Po malah mengatakan bahwa dialah yang mengalahkan rombongan hwesio itu, Dengan demikian pangeran itu jadi mendapat muka terang di hadapan Shang Cie. Diam-diam hatinya menjadi senang. "llmu silat Hong tio Siau Lim si, yakni Hui Cong taysu dalam biara itu sebetulnya juga sudah terhitung paling tinggi, tapi hari itu pangeran hanya mengibaskan lengan bajunya, hwesio tua itu langsung jatuh terduduk, karena kakinya limbung, untung saja tempat dia terjatuh ada alas kapuk yang lembut. Dengan demikian beberapa batang tulang belulangnya yang tua tidak sampai patah." kata Siau Po pula,

Tempo hari, sebetulnya pangeran Kaerltanlah yang dikibas oleh lengan baju Hui Cong taysu sampai jatuh terduduk, Sekarang Siau Po malah membalikkan kenyataan itu, Dalam hati dia berpikir

-- Selama ini perlakuan Hui Cong suheng terhadapku tidaklah buruk, Tapi hari ini jiwa siautemu sedang berada di ujung tanduk, Kalau salah sedikit saja, kemungkinan akan dipulangkan ke langit barat. Terpaksa siaute menggunakan ajaran dalam agama Buddha, yang kosong jadi berisi dan yang berisi jadi kosong, Pangeran Kaerltan yang kalah dikatakan jadi pemenangnya, sedangkan Hui Cong suheng yang menang malah jadi yang kalah. Mudah-mudahan dengan cara ini selembar jiwa siaute bisa dipertahankan untuk sementara, --

Mulutnya sembarangan mengoceh, pikirannya melayang-layang, sedangkan sepasang matanya jelalatan ke sana ke mari, Dia melihat A Ki sedang memandang kepada pangeran Kaerltan dengan bibir menahan senyuman. Matanya memancar sinar kasih, Hati Siau Po langsung tergerak, Dia berpikir lagi.

- Rupanya nona galak ini ingin menjadi permaisuri pangeran Mongol. Karena itu dia segera berkata, "Sri Baginda mengatakan kepadaku bahwa pangeran Kaerltan memiliki ilmu yang tinggi, wajahnya juga tampan, orangnya gagah. Kalau dia ingin mencari istri, seharusnya mencari nona cantik yang masih muda, lagipula harus yang mengerti ilmu silat..." 

Dia menghentikan kata-katanya sejenak untuk melirik kepada A Ki. Tampak wajah gadis itu merah padam, tapi ronanya berseri-seri, Lalu dia melanjutkan kata-katanya lagi. "Sri baginda berkata bahwa meskipun Tan Wan Wan adalah seorang perempuan yang cantik sekali, tetapi sekarang usianya tidak muda Iagi, mengapa pangeran Kaerltan berkeras ingin mengambilnya sebagai istri?"

Tanpa dapat menahan diri lagi, A Ki menukas.

"Siapa bilang dia akan memperistri Tan Wan Wan? Kembali kau mengoceh sembarangan!"

Pangeran Kaerltan sendiri menggelengkan kepalanya. "Mana ada urusan seperti itu?" tanyanya.

"Memang betul." kata Siau Po. "Aku berkata kepada Sri Baginda, jawab Sri Baginda, disamping pangeran Kaerltan ada seorang nona yang dekat sekali dengannya, namanya nona A Ki. " A Ki pura-pura meludah, tapi bibirnya menyunggingkan senyuman, sedangkan pangeran Kaerltan memandang kepadanya sambil tertawa terkekeh-kekeh.

"llmu nona A Ki ini, dalam dunia tergolong nomor tiga." demikian Siau Po melanjutkan keterangannya, "Dia hanya tidak bisa menandingi Shang Cie lhama dan pangeran Kaerltan. Kalau dibandingkan dengan Sri Baginda sendiri, hi hi hi hi, rasanya masih lebih tinggi sedikit Sri Baginda, hamba mengatakan yang sejujurnya, harap Sri Baginda jangan gusar!"

Sebetulnya Shang Cie sudah malas mendengar ocehannya, tapi ketika mendengar Siau Po mengatakan kepada raja cilik bahwa ilmunya terhitung nomor satu di dunia, hatinya merasa bangga juga. Meskipun terang-terangan dia mengetahui bahwa ucapan Siau Po belum tentu setengahnya benar, Karena itu dia mendengus dingin satu kali sebagai pernyataan bahwa dia tidak percaya dengan ocehan Siau Po.

Siau Po melanjutkan ceritanya.

"Sri baginda berkata bahwa dia tidak percaya, Meskipun ilmu nona A Ki itu tinggi sekali, mana mungkin bisa melebihi gurunya sendiri?"

Aku menjawab: "Sri Baginda tidak tahu, guru nona A Ki adalah seorang rahib perempuan yang selalu berjubah putih. Pada suatu hari dia bertarung melawan lhama Shang Cie. sebetulnya ilmu rahib ini terhitung nomor tiga di dunia, Tapi karena terkena pukulan dari si lhama sehingga dia tidak dapat menahan diri, seluruh tenaga dalamnya jadi lenyap, Dengan demikian, kedudukan nomor tiga di dunia pun jatuh ke tangan A Ki, muridnya."

Mendengar keterangan Siau Po tentang guru-nya, hati A Ki jadi terkejut juga heran.

- Bagaimana dia bisa mengenal guruku? -tanyanya dalam hati.

Meskipun Shang Cie sendiri belum pernah turun tangan terhadap Kiu Lan, tapi kedua belas sutenya justru mati di tangan murid rahib perempuan itu. 

Hal ini sebenarnya memalukan sekali, sekarang mendengar Siau Po berkata bahwa Kiu Lanlah yang menjadi kehilangan tenaga dalamnya ketika bertarung dengannya, wajahnya bagai di-tempeli batangan emas oleh Siau Po. 

Tadinya dia dan pangeran Kaerltan khawatir Siau Po akan membongkar kejadian memalukan yang mereka alami, karena itu keduanya ingin membunuh Siau Po untuk membungkam mulutnya, tetapi sekarang mereka justru melihat Siau Po bukan saja tidak menyatakan keburukan mereka, bahkan malah mengangkat tinggi derajat mereka. 

Traktiran: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan) ataupun bisa melalui via Trakteer yang ada dibawah

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar