Kaki Tiga Menjangan Jilid 69

Jilid 69

Dalam hati Tio Liang Tong timbul kecurigaan -- Menuju ke timur? Benar-benar tidak masuk akal! Mungkinkah Ong Cin Po sengaja menyesatkan jalan kami, agar Gouw Eng Him dapat melarikan diri? -- Karena mendapat pemikiran seperti itu, dia segera berkata kepada Siau Po.

"Tou tong tayjin, bolehkan Pie cit membawa sejumlah rombongan untuk mengejar ke selatan?" 

Siau Po melirik sekilas ke arah Ong Cin Po, tampak wajah orang itu menyiratkan kemarahan, dia segera berkata.

"Tidak perlu, semuanya ikut dengan petunjuk yang diberikan Ong Hu Ciang saja! Dia yang memelihara kuda-kuda itu, tentu dia lebih mengetahuinya dari pada kita." Dia segera memerintahkan kepada beberapa orang tentara untuk mengambil senjata dan membiarkan Thio Yong bertiga memiIihnya.

Thio Yong mengambil sebatang golok besar, "Meskipun usia Tou tong tayjin masih muda," katanya, "Tapi jiwanya besar sekali, Kita merupakan serdadu dari Inlam, Gouw Sam Kui merencanakan pemberontakan, Tou tong tayjin malah mem-perlakukan kami demikian baik dan tidak menaruh kecurigaan sedikit pun."

Wi Siau Po tertawa.

"Kau tidak perlu memuji terlalu tinggi!" katanya, "Aku ini ibarat orang yang menanamkan saham dalam satu usaha, Kalau mendapat laba, berarti untung besar, kita akan berhasil menangkap Gouw Eng Him. Di samping itu aku juga mendapatkan tiga orang sahabat Kalau kalah, berarti rugi besar, Paling-paling ditebas batang leher ini oleh kalian."

Thio Yong senang sekali mendengar kata-katanya.

"Kami merupakan laki-laki sejati dari wilayah barat, kami paling senang berteman dengan orang-orang gagah, Karena Tou tong tayjin tidak keberatan menganggap kami sebagai teman, maka untuk selanjutnya selembar jiwa ini aku serahkan kepadamu." 

Dia menancapkan goloknya di dalam tanah lalu menjura dalam-dalam kepada Siau Po, Ong Cin Po dan Sun Si Kek pun ikut menjura.

Siau Po mencelat turun dari kudanya dan membalas penghormatan ketiga orang itu.

Keempat orang itu sama-sama menjatuhkan diri berlutut dan saling memberikan penghormatan setelah itu mereka berdiri dan tertawa terbahak-bahak.

"Tio Cong Peng, ayo kau juga ikut berlutut dan memberikan penghormatan Dengan demikian sejak sekarang kita semua telah menjadi saudara antara satu dengan lainnya." kata Siau Po kepada Tio Liang Tong. "Kalau ada kesenangan kita cicipi bersama, ada kesusahan kita tanggung bersama pula." "Aku belum percaya penuh dengan Ong Hu Ciang itu, nanti setelah kita berhasil menemukan Gouw Eng Him, baru berlutut dan memberikan penghormatan juga masih belum terlambat." kata Tio Liang Tong.

Ong Cin Po marah sekali mendengar kata-katanya.

"Meskipun pangkatku rendah, tapi aku tetap seorang laki-laki sejati, siapa yang kesudian saling menghormati denganmu?" Selesai berkata, ia mencelat ke atas kudanya lalu melarikannya ke depan mengikuti jejak yang terlihat olehnya.

Setelah menempuh perjalanan ke timur sejauh belasan li Ong Cin Po mencelat turun lagi dari kudanya, Kembali dia memeriksa jejak kaki kuda yang tampak di atas tanah.

Sembari menggelengkan kepalanya dia berkata. "Aneh, aneh sekali!"

"Ada apa?" tanya Thio Yong cepat.

"Jejak kaki kuda ini tidak beraturan, sepertinya bukan kuda daerah kita." kata Ong Cin Po.

Mendengar kata-katanya, Siau Po justru senang sekali, Dia tertawa terbahak-bahak. "lni dia! Tidak salah lagi! Memang barang tulen! Sudah tentu ini jejak kaki kuda dari 

Inlam!" katanya.

Wajah Ong Cin Po tampak kelam.

"Bentuk jejak kakinya memang tidak salah, tapi tenaga jejakannya justru lemah sekali, hal ini benar-benar mengherankan." katanya.

"Tidak heran, Sama sekali tidak heran." kata Siau Po. "Kuda Inlam datang ke kota raja, tidak bedanya dengan manusia yang tidak cocok dengan iklim dan makanannya, kuda-kuda itu jadi buang-buang air besar, Setelah lewat tujuh delapan hari, baru terbiasa, Kalau jejak kaki kuda itu lemah, maka tidak salah lagi, pasti kuda Inlam."

Ong Cin Po melirik kepada Siau Po muda sekilas, Dia melihat mimik wajah anak muda itu menunjukkan kejanggalan dibilang ketawa bukan, dibilang mesem juga bukan, Hatinya jadi setengah percaya setengah tidak dengan kata-kata Siau Po, Akhirnya dia mengejar lagi ke depan.

Setelah melarikan kudanya beberapa saat, dia melihat jejak kaki kuda menuju tenggara, Thio Yong segera berkata.

"Tou Tong tayjin, kalau dilihat dari jejak kaki kuda ini, tampaknya Gouw Eng Him hendak melarikan diri lewat jalan laut, Karena terusan jalan ini menuju pantai, Pasti dia  sudah menyiapkan kapal atau perahu. Dengan jalan laut dia menuju Kuang Say lalu memutar ke Inlam. Kalau benar demikian, para tentara pun tidak dapat menghalanginya lagi."

Siau Po menganggukkan kepalanya.

"BetuL Dari kota raja ke Kun Beng, jarak yang ditempuh kurang lebih sepuluh laksa delapan ribu li, kapan waktu saja ada kemungkinan dihadang oleh tentara kerajaan jalan lewat laut memang jauh lebih aman." katanya.

"Kalau begitu, kita harus mengajar lebih cepat lagi." kata Thio Yong. "Kenapa?" tanya Siau Po.

"Dari kota raja sampai ke tepi laut hanya ratusan Ii, dia tidak perlu mengganti kudanya untuk menambah kekuatan dan bisa melarikan diri se-cepatnya." sahut Thio Yong.

"Betul, betul!" puji Siau Po. "Dugaan Thio taoko ibarat dewa, benar-benar berbakat menjadi panglima besar!"

Thio Yong mendengar si anak muda merubah panggilannya dengan menyebut Thio toako, hatinya senang sekali.

Siau Po segera menurunkan perintah agar beberapa tentaranya segera lari secepatnya menuju tepi pantai dan menyampaikan kepada para pengawas di sana agar menutup jalan laut, jangan ada sebuah perahu atau kapal pun yang diijinkan berlayar Beberapa bawahannya menerima baik perintah itu lalu pergi dengan tergesa-gesa.

Tidak lama kemudian, mereka melihat dua ekor kuda terkulai di pinggir jalan, Ternyata memang kuda asal Inlam, Thio Yong senang sekali melihat kejadian itu.

Tou tong tayjin, ternyata jejak yang diikuti Ong Hu Ciang tidak salah." katanya. Wajah Ong Cin Po justru muram sekali, seakan pikirannya ruwet sekali.

"Ong sam ko, mengapa kau tampak tidak senang?" tanya Siau Po. Dalam hati Ong Cin Po menggerutu.

- Aku toh bukan anak ketiga, mengapa kau memanggil aku sam ko? Tapi dia tetap menjawab "Kuda-kuda yang aku pelihara, semuanya merupakan kuda-kuda pilihan. Mengapa bisa buang-buang air besar dan terkulai di pinggir jalan? seandainya Gouw Eng Him melarikannya mati-matian, kuda-kuda ini juga tidak mungkin sedemikian tidak punya guna. Benar-benar sayang sekali!" Siau Po tahu orang yang satu ini sangat menyayangi kuda, dia semakin tidak berani menceritakan soal kacang kedelai, dia hanya berkata.

"Si budak Gouw Eng Him hanya mementingkan dirinya sendiri agar dapat kabur sejauh-jauhnya, tidak perduli meskipun kuda-kudanya mati kecapaian Dengan demikian sia-sialah jerih payah Ong sam ko, Budak ini benar-benar tidak punya perasaan, mungkin dia manusia yang tidak terdiri dari darah dan daging."

"Tou tong tayjin, mengapa tayjin memanggil hamba sam ko?" tanya Ong Cin Po. Siau Po tertawa.

"Thio toako, Tio ji ko, Ong sam ko, Sun si ko, aku lihat siapa yang jenggotnya lebih putih, maka usianya lebih tua sedikit Maka aku memanggilnya dengan menurut penglihatanku itu."

"Rupanya begitu," kata Ong Cin Po. "Satu keluarga Gouw Sam Kui memang bukan keturunan baik-baik, orang menjadi tentara tapi tidak sayang kepada kuda, maka akhir hidupnya pasti tragis." Selesai berkata, dia menarik nafas panjang.

Baru berjalan beberapa li, tampak ada beberapa ekor kuda lagi yang mati terkulai di pinggir jalan. Tiba-tiba Thio Yong berkata.

Tou Tong tayjin, tampaknya kuda Gouw Eng Him salah makan sehingga tidak kuat berjalan lagi. Tapi kita harus berjaga-jaga seandainya dia bersembunyi di dalam desa."

"Dalam hal apa pun Thio toako dapat menerka sebelumnya, siautee benar-benar merasa kagum." kata Siau Po yang segera menyuruh orang-orangnya berpencar untuk mencari.

Ternyata, baru mencari belum berapa Iama, dari arah utara terdengar sorakan yang nyaring.

"Gouw Eng Him sudah tertangkap!"

Siau Po dan yang lainnya gembira sekali. Mereka segera mengikuti sumber suara sorakan tadi. Dari kejauhan tampak serombongan tentara sedang berkerumun di tepi pematang sawah.

Di daerah ini tadi malam turun hujan lebat karenanya sekitar tempat itu penuh dengan tanah lumpur dan tanah merah, Puluhan tentara menggiring beberapa orang yang tubuhnya berlepotan tanah merah mendekati mereka.

Orang yang paling depan ternyata memang Gouw Eng Him. Tapi dia mengenakan pakaian yang biasa dikenakan para petani, sehingga tak terlihat tampang sehari-harinya yang mentereng dan mewah. Siau Po mencelat turun dari kudanya, Dia segera menjura dan sambil tersenyum. "Gouw Gokhu, apakah kau sedang bermain sandiwara? Sri Baginda tiba-tiba saja 

ingin menonton pertunjukan sandiwara, siaute diperintahkan untuk mencari rombongan 

pemain sandiwara, Kebetulan kau ada di sini, maka sebaiknya kau segera datang ke istana dan tunjukkan permainanmu. Tentu bagus sekali! Ha ha ha ha ha! Kau pasti memegang peranan menjadi pengemis bukan? ini toh cerita dalam lakon "Si budak Kim Giok mencari jodoh."

Sejak tadi seluruh tubuh Gouw Eng Him sudah gemetar Mendengar sindiran Siau Po, dia tidak sanggup mengucapkan sepatah kata pun juga.

Dengan penuh kebanggaan, Siau Po menggiring Gouw Eng Him kembali ke kota raja, Ketika mereka sampai di depan gerbang istana, sudah merupakan siang pada hari keduanya.

Sementara itu, kaisar Kong Hi sudah mendapat laporan dari pasukan yang ekspres yang sampai terlebih dahulu, Dia langsung menyuruh mereka menghadap, Wajah Siau Po penuh dengan debu kotor Dia sengaja membiarkannya.

Begitu kaisar Kong Hi melihatnya, tentu saja timbul pikiran bahwa sebawahannya yang satu ini benar-benar setia dan bekerja dengan kesungguhan hati. Dia mengulurkan tangannya untuk menepuk-nepuk bahu Siau Po. sembari tersenyum dia bertanya.

"Makanya! Siau Kui cu, sebetulnya kepandaian apa yang kau miliki sampai kau sanggup menangkap kembali si budak Gouw Eng Him?"

Siau Po tidak berani berbohong lagi, Dia berterus terang kuda-kuda milik Gouw Eng Him yang dikasih makan kacang kedelai.

"Sebetulnya hamba hanya ingin mengalahkan dia dalam pertandingan agar dapat memenangkan uang sebanyak selaksa tail, Dengan demikian lain kali dia tidak berani sesumbar lagi, sekaligus hamba juga bisa punya uang untuk dihambur-hamburkan, Kalau melaksanakan tugas demi Sri Baginda kan tidak perlu minta ongkos lagi? 

Tak disangka nasib Sri Baginda benar-benar sedang dirundung bintang terang. Gara- gara keisengan hamba, malah rencana Gouw Sam Kui jadi berantakan. Tampaknya, kalau Gouw Sam Kui benar-benar ingin memberontak usahanya juga akan gagal."

Kaisar Kong Hi tertawa terbahak-bahak Dia merasa semua ini memang sudah diatur oleh Thian Yang Kuasa. Rejekinya sendiri memang tidak kecil, Sembari tertawa dia berkata.

"Aku memang ada rejeki sebagai seorang raja, dan kau juga mempunyai peruntungan bagus sebagai seorang panglima, Setelah ini, kau boleh beristirahat" katanya. "Si budak Gouw Eng Him sudah dijaga ketat oleh para siwi, tergantung Sri Baginda bagaimana hendak menanganinya." kata Siau Po.

"Untuk sementara kita jangan mengambil tindakan apa-apa," kata kaisar Kong Hi dengan suara rendah, "Biarkan dia pulang ke istana huma, Kita tunggu gerakan apa yang akan diambil oleh Gouw Sam Kui. Paling bagus kalau dia tahu anaknya berusaha melarikan diri tapi berhasil ditangkap kembali, tapi sampai sedemikian jauh aku tidak menghukumnya sedikit pun. Dengan demikian mungkin dia akan merasa berhutang budi dan membatalkan rencana pemberontakannya."

"Betul, betul." sahut Siau Po. "Sri Baginda memang berjiwa besar, Niau Seng Hi Tong!"

"Kau perintahkan sejumlah opsir untuk berjaga di bagian depan dan belakang gedung istana Gok hu, siapa pun yang ke luar masuk harus diperiksa dengan teliti! Kuda-kudanya harus ditarik ke luar, seekor pun tidak boleh ditinggalkan di sana!" kata kaisar Kong Hi kemudian.

Kembali Siau Po mengiakan Kaisar Kong Hi berkata pula.

"Siapa pun yang berjasa kali ini, kau buatkan daftar namanya, semuanya akan mendapat hadiah dan kenaikan pangkat Tidak terkecuali si tukang kuda yang memberi kacang kedelai pada tunggangan Gouw Eng Him, dia pun patut mendapat sedikit kenaikan pangkat Ha ha ha ha ha!"

Siau Po menjatuhkan diri berlutut serta mengucapkan terima kasih, Karena tidak bisa menulis, maka dia menyebutkan saja nama Thio Yong, Tio Liang Tong, Ong Cin Po dan Sun Si Kek.

Thio Yong bertiga sebetulnya pembesar dari Inlam, tapi mereka tahu benar bagaimana harus bersetia kepada Sri Baginda, Mereka telah berjasa besar dalam penangkapan Gouw Eng Him kali ini, Hal ini membuktikan seandainya Gouw Sam Kui akan memberontak para opsir dan pembesar sebawahannya pasti akan memihak kepada kita." katanya.

"Bagus sekali kalau Thio Yong dan kedua rekannya tidak sekomplotan dengan Gouw Sam Kui. Thio Yong tadinya seorang opsir di daerah Kam Siau, Tampaknya kedua rekannya yang lain juga bukan orang lama dalam pemerintahan Gouw Sam Kui di Inlam," kata kaisar Kong Hi.

"Dugaan Sri Baginda pasti tidak salah." sahut Siau Po.

Siau Po segera mengundurkan diri, Begitu sampai di luar, dia menyuruh para opsir membawa Gouw Eng Him kembali ke gedungnya.

"Huma ya, di depan Sri Baginda aku telah berbicara banyak yang baik-baik mengenai dirimu, itulah sebabnya kepalamu masih bisa dipertahankan sampai sekarang, Kalau  lain kali kau kabur lagi, bisa-bisa batok kepalaku juga ikut melayang." katanya kepada Gouw Eng Him.

Tidak hentinya Gouw Eng Him menghaturkan terima kasih, Tapi di dalam hati dia mencaci maki. Dia tetap tidak mengerti mengapa puluhan ekor kudanya yang merupakan kuda pilihan bisa begitu lemah dan terkulai mati di tengah jalan.

Beberapa hari kemudian, turun firman dari kaisar Kong Hi tentang kenaikan pangkat Wi Siau Po, Thio Yong dan yang lain-lainnya. persoalan mengenai Gouw Eng Him yang melarikan diri tidak boleh disebar luaskan, jadi hal ini masih tetap dirahasiakan hanya dikatakan bahwa Siau Po, Thio Yong dan yang lainnya telah berhasil melaksanakan sebuah tugas dengan baik.

Dengan kaburnya Gouw Eng Him, kaisar Kong Hi dapat menduga bahwa rencana pemberontakan Gouw Sam Kui telah sampai pada puncaknya, Namun dengan tertangkapnya kembali putra penghianat itu, setidaknya dapat menunda sejenak gerakan orang itu.

Dalam beberapa hari ini kaisar Kong Hi sibuk sekali, Dia turun tangan sendiri memeriksa para tentara, juga mengeluarkan banyak uang untuk membeli kuda pilihan dan membuat meriam serta senjata perang lainnya. 

Masih ada satu hal yang memusingkan pemikiran kaisar Kong Hi, yakni persediaan uang yang semakin menipis. Belum lagi dia harus mengeluarkan biaya untuk persiapan melawan Taiwan, Mongol, Tibet dan negara Losat. 

Untung saja urusan pulau Sin Liong to sudah diselesaikan oleh Siau Po. Akan tetapi negara Losat adalah musuh yang kuat, sama sekali tidak dapat dipandang ringan, Karena itu, kaisar Kong Hi merasa lebih baik menyuruh Siau Po kembali ke Yang-ciu, kampung halamannya untuk membangun Tiong Liat su. 

Dari sana dia bisa memutar ke selatan untuk menyelidiki gerak-gerik, Gouw Sam Kui atau mencari berita mengenai negara lainnya yang bisa menjadi musuh bagi pemerintahan kerajaan Ceng. Siau Po diperintahkan untuk membawa Thiong Yong berempat.

Hari itu, Siau Po dan Thio Yong berempat sudah bersiap untuk berangkat Tiba-tiba Sie Long, Oey Po serta Ci Thian Coan dan Hong Ci Tiong dari Thian Te hwee datang berkunjung, pertemuan itu sungguh menggembirakan mereka semua. 

Rupanya Siau Po terperangkap dalam siasat "Bi Jin ke" (Rayuan wanita cantik) yang dilakukan oleh Hong kaucu, Sie Long dan yang lainnya bukannya tidak berani kembali ke kota raja, Setiap hari Sie Long naik perahu mengelilingi lautan untuk mencari jejak Siau Po yang mungkin memerlukan pertolongan mereka. 

Mereka menjelajahi setiap pulau yang ditemui, Ci Thian Coan malah pergi ke Liau Tong, Shan Tung dan beberapa daerah lainnya untuk mencari jejak si anak muda,  Sampai akhirnya mereka mendengar Siau Po sudah kembali ke kota raja, barulah mereka bergegas pulang untuk bertemu dengannya.

Tentu saja Siau Po tidak menceritakan pengalamannya yang memalukan Dia hanya mengoceh sembarangan untuk menutupi hal yang sebenarnya, Di dalam hati Sie Long dan yang lainnya kurang percaya dengan keterangan si bocah, tapi mereka tidak berani banyak bertanya.

Siau Po kembali menghadap kaisar Kong Hi untuk menyatakan jasa-jasa yang telah dibuat oleh Sie Long dan kawan-kawan. Raja cilik itu juga memberi persen serta menaikkan pangkat mereka, sedangkan Ci Thian Coan serta rekan-rekan dari Thian Te hwee tidak mungkin sudi menerima hadiah dari pemerintahan Ceng, tentu saja Siau Po juga tidak menyebutkan nama mereka, Satu hari penuh mereka bercakap-cakap, keesokan paginya mereka baru berangkat bersama-sama.

Belum satu hari mereka sampai di kaki Gunung Ong Ok San. Secara diam-diam Siau Po memberitahukan kepada saudara-saudaranya dari Thian Te hwee bahwa dia ingin menumpas kepala berandal Pak Lui. Semuanya terkejut setengah mati mendengar pemberitahuan itu.

"Wi hiocu," kata Lie Liat sek, "Hal ini sekali-sekali tidak boleh dilakukan. Pak Lui adalah orang dari kerajaan Beng. Dia orang gagah dan pahlawan besar, Kalau kita menghancurkan Ong Ok San, berarti kita menjual tenaga bagi Bangsa Tat Cu."

"Kiranya begitu," kata Siau Po. "Tadinya aku kira sebangsa berandal yang suka merampok rakyat kecil Tapi aku telah menerima titah dari Sri Baginda, Dalam hal ini aku jadi sukar mengambil keputusan."

"Pangkat Wi hiocu dalam pemerintahan Ceng semakin Iama semakin tinggi, hal ini tidak menguntungkan pihak kita." kata Hian Ceng tojin." Kalau menurut pendapatku, sebaiknya kita bekerja sama dengan See to Pak Lui untuk memberontak saja." 

The Ceng Pa menggelengkan kepalanya, "Langkah kita yang pertama justru meminjam tenaga Tat cu untuk menghadapi si pengkhianat Gouw Sam Kui Kalau Wi hiocu memberontak sekarang, ada kemungkinan raja Tat Cu malah bergabung dengan Gouw Sam Kui untuk melawan kita, Dengan demikian, sia-sia lah jerih payah kita selama ini."

Siau Po memang tidak berniat memberontak terhadap kaisar Kong Hi. Mendengar kata-kata itu, dia segera menyambutnya dengan senang.

"Betul, betul Kita harus mengenyahkan Gouw Sam Kui dulu, urusan lainnya belakangan, Hal itu justru yang paling penting, See To Pak Lui hanya satu di antara ratusan orang yang ada di Ong Ok San, kita tidak boleh menelantarkan urusan besar demi satu orang saja." "Urusan di depan mata sekarang, ialah bagaimana menangani masalah di depan kaisar Kong Hi." kata Ci Thian Coan, "Apalagi raja Tat cu ingin membangun kuil Tiong Liat su di Yang-ciu. ini merupakan tugas yang baik, kita tidak boleh merusakkannya."

Su Ko Hoat bernyali besar dan setia sekali Dia rela berkorban demi negara, Siapa pun menghormatinya. Karena itu, mendengar kata-kata Ci Thoan Coan, para anggota Tian Te hwee segera menganggukkan kepalanya, sedangkan mengenai persoalan bagaimana menanggung jawab urusan See To Pak Lui di depan raja Tat Cu, Siau Polah yang paling bisa diandalkan. Karena itu, pandangan mata semua orang segera beralih kepada anak muda itu.

Sembari tertawa Siau Po berkata.

"Kalau Ong Ok San memang tidak boleh di-kutak-katik, kita kirimkan saja kepada saudara tua See to, minta dia meninggalkan gunung ini."

Orang banyak berdiam diri, Mereka merasa usul itu kurang sempurna, Siau Po teringat ketika dia bermain dadu untuk mempertaruhkan nyawanya, si nona cilik yang berwajah oval dan matanya lebar dari Ong Ok Pay cukup cantik dan manis, Dalam hati, dia berpikir.

-- Aku dengar saudara tua See To toh tidak ada hubungan apa-apa. Kalau harus melepas budi, lebih baik aku melepaskan budi untuk si nona. ---

Tepat pada saat itulah, Thio Yong dan Tio Liang Tong mengirimkan utusan masing- masing dengan melaporkan bahwa mereka telah mengepung rapat gunung Ong Ok San.

Seluruh jalan ke luar telah ditutup, Rupanya ketika masuk ke wilayah Ho Lam, secara diam-diam Siau Po sudah memberitahukan rencana memusnahkan seluruh gunung itu kepada Thio Yong berempat. 

Keempat panglimanya tidak memperlihatkan gerak-gerik apa-apa. Secara rahasia mereka memimpin pasukan masing-masing dan menjaga ketat setiap pos penting di gunung Ong Ok San itu. Mereka hanya menunggu perintah untuk memulai penyerangan.

Setelah mengikuti Siau Po, keempat panglima itu begitu mudah mendapat kenaikan pangkat hanya dengan menanam jasa sepele yakni menangkap Gouw Eng Him, mereka merasa berterima kasih sekali. Mereka berharap kali ini dapat bekerja dengan sebaik-baiknya, karena itu, di setiap titik penting gunung itu, mereka telah meletakkan pasukan berpanah, tentara berkuda, bahkan serdadu yang membawa senapan panjang, mereka berharap dapat menangkap setiap anggota atau penduduk di gunung Ong Ok San dalam keadaan hidup-hidup. Satu pun tidak boleh dibiarkan meloloskan diri, Mereka berpikir. - Dengan tentara sejumlah lima ribu orang lebih, kalau hanya menghancurkan seluruh Ong Ok San yang penghuninya hanya seribu jiwa lebih, apa yang perlu diherankan? Tapi, kalau bisa menjaring semuanya dalam keadaan hidup-hidup, sedikitnya sudah memperlihatkan kepandaian yang tidak kecil -

Sementara itu, Siau Po berpikir

- Kalau membekuk rombongan See To Pak Lui saja, juga bukan terhitung jasa yang besar. Apalagi saudara-saudara dari Thian Te hwee tidak setuju. Seorang laki-laki hidup harus mempunyai rasa setia kawan, tidak boleh menyalahi rekannya sendiri -

Justru ketika dia sedang berpikir bagaimana harus merangcang surat yang akan dikirimkan kepada See To Pak Lui, agar mengungsikan seluruh orang-orangnya, tiba- tiba dari sebelah timur terdengar suara pukulan tambur yang bising, para tentara berteriak-teriak seperti orang kalap. Mereka memberitahukan bahwa ada sejumlah orang yang berlari turun dari atas gunung untuk melakukan penyerangan.

Siau Po berpikir lagi.

- Di hadapan sebawahan, tidak boleh menurunkan perintah untuk membiarkan musuh IoIos, lebih baik diringkus dulu semuanya, kemudian baru memikirkan cara untuk melepaskannya kembali -

Karena membawa pikiran demikian, dia segera menurunkan titahnya. "Tangkap semua hidup-hidup! jangan melukai seorang pun." Para tentara 

menyiarkan perintahnya. Tiba-tiba Siau Po menambahkan lagi. "Terlebih-Iebih kaum 

wanitanya!" Diam-diam dia melirik kepada Ci Thian Coan dan Cian Lao Pan, mereka juga sedang menatap ke arahnya. 

Tanpa dapat dipertahankan lagi, wajahnya jadi merah, Dia berkata dalam hati kalian jangan khawatir, aku sudah berpengalaman -- Kali ini tidak mungkin sama dengan kejadian di pulau Sin Liong To, aku tidak akan terjerumus dalam perangkap "Rayuan wanita cantik". --

Siau Po membawanya rombongan Tian Te hwee ke sebelah timur gunung itu. Dari sana mereka dapat menyaksikan situasi dengan jelas. Tampak ada ratusan orang yang menyerbu ke bawah, sedangkan para tentara yang telah mendapat perintah dari panglimanya, tidak berani menggunakan panah, mereka hanya menghadang serbuan itu, sehingga dalam sekejap mata terdengarlah suara bising serta teriakan nyaring. 

Orang-orang yang menyerbu ke bawah, satu persatu berhasil diringkus. Hal ini karena jumlah tentara jauh lebih banyak. Siau Po ingin melihat siapa saja yang telah berhasil ditangkap, tapi karena jaraknya terlalu jauh, dia tidak dapat melihat dengan tegas. Tiba-tiba terlihat seseorang menghambur turun dengan gerakan tubuh yang lincah dan gesit, Para tentara berusaha menghalangi tapi ternyata mereka gagah. Orang itu dapat menyelinap di antara tentara yang demikian banyak, Hian Ceng Tojin memuji.

"Gerakan yang bagus!"

Orang itu berlari dan menyelinap terus sehingga semakin lama semakin dekat, tampaknya beberapa puluh depa lagi dia akan mencapai kaki gunung.

"llmu orang ini tinggi sekali, mungkinkah dia See To Pak Lui sendiri?" kata Cian Lao Pan.

"See to Pak Lui adalah seorang jago tua, rasanya yang lainnya juga tidak mungkin. "

Belum juga kata-katanya selesai, tiba-tiba Sun Si Kek berteriak.

"Orang itu sepertinya salah seorang pengawalnya Gouw Sam Kui!" Ketika dia berteriak, jarak orang itu sudah semakin dekat.

"Tangkap dulu, urusan lainnya belakangan!" teriak Siau Po. Para anggota Thian Te hwee segera mengepung orang itu.

Tangan orang itu membawa sebatang golok, setiap kali mengayunkannya, pasti ada seorang tentara yang roboh. Dengan membawa senapan panjang, Sun Si Kek menghambur ke depan, Dengan demikian dia dapat melihat orang itu dengan jelas.

"Palang Sing! Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya.

Ternyata orang itu memang wisu kepercayaan Gouw Sam Kui yang bernama Palang Sing.

"Aku mendapat perintah dari Peng Si-ong!" teriaknya. "Aku membantu kerajaan ceng membasmi musuh, mengapa kalian malah menghadangi aku?"

Mendengar kata-katanya, para anggota Thian Te hwee terkejut setengah mati, Tampak di bagian pinggangnya tercantol sebuah batok kepala yang penuh berlumuran darah, entah apakah itu kepalanya See To Pak Lui atau bukan, Orang banyak segera mencelat ke depan dan mengepungnya.

"Wi Tou tong ada di sini, letakkan senjatamu dan menghadap beliau! Dengarkan apa keputusan beliau nanti!" kata Sun Si Kek.

"Baik!" sahut Palang Sing, Dia memasukkan golok ke dalam sarungnya dan dengan langkah lebar mendekati Siau Po. Dia segera berkata dengan suara lantang. "Menghadap Tou tong tayjin!"

"Kau di sini..." kata-kata Siau Po belum sempat diteruskan, sebab tiba-tiba Palang Sing mencelat bangun dan mengulurkan tangannya menjambak dada si bocah.

"Aduh, maknya!" teriak Siau Po sambil membalikkan tubuhnya untuk lari, tapi ilmu Palang Sing jauh lebih tinggi dari padanya, Sambil mengeluarkan seruan nyaring, tangan kirinya berhasil menjambret baju di bagian punggung Siau Po, sedangkan tangan kanannya meluncur ke arah kepala dengan maksud ingin menjambak lawan. Mendadak datang sebuah tendangan yang cepat sekali dari arah kanan.

Palang Sing mengegos sedikit untuk menghindarkan diri, orang itu kembali menghantamnya dari depan, ternyata dialah Hong Ci Tiong.

Palang Sing mengangkat tangannya menangkis, tubuhnya terhuyung-huyung sedikit Tiba-tiba dia merasa pinggangnya kencang sekali, rupanya Ci Thian Coan telah memeluknya erat-erat. Cian Lao Pan mengulurkan tangannya untuk menotok dadanya. 

Palang Sing mendengus satu kali, paha kiri Hong Ci Tiong disapu ke arahnya, Palang Sing tidak dapat berdiri dengan mantap lagi, Dia jatuh tersungkur ke atas tanah, Cian Lao Pan tadinya ingin menyambar orang itu, tapi para tentara sudah keburu datang dan membelenggunya kemudian digiring ke hadapan Wi Siau Po.

"Pasukan besar Peng Si-ong dalam beberapa hari ini akan tiba!" teriak Palang Sing. "Kalian yang tahu gelagat, segeralah menyerah.

Siau Po tertawa.

"Peng Si-ong sudah menggerakkan pasukan perangnya? Aih, mengapa aku sampai tidak tahu? Apakah kesehatan dia si orang tua baik-baik saja?" tanyanya.

Untuk sesaat Palang Sing tidak mengerti maksud hati Siau Po yang saat itu bersikap ramah, Karena itu ia berkata.

"Tuan kecil, kau pernah datang ke Kun Beng, Kesan Peng Si-ong terhadapmu lumayan baik. Beliau pernah mengatakan bahwa kau adalah orang yang pandai, mengapa mau menjadi budak bangsat Tat Cu? Lebih baik siang-siang kau bergabung dengan Peng Si-ong!"

Ci Thian Coan menyepak pantatnya keras-keras.

"Gouw Sam Kui adalah si pengkhianat yang tidak tahu malu, kau sebagai budaknya, lebih tidak tahu malu lagi!" katanya.

Palang Sing gusar Dia memalingkan wajahnya dan menyemburkan ludah kepada Ci Thian Coan, Tapi lawannya bukan orang sembarangan, dengan menggeser tubuhnya  sedikit saja, dia sudah luput dari serangan, Air liur itu malah mengenai wajahnya seorang tentara.

"Pa Loheng, ada urusan apa, kita bicarakan baik-baik, jangan marah dulu! Kau ingin aku bergabung dengan Peng Si-ong, urusan ini bukannya tidak dapat dirundingkan Entah apa kepentinganmu datang ke gunung Ong Ok San ini?" tanya Siau Po.

"Biar diberitahukan juga tidak apa-apa, yang penting aku telah membunuh See To Pak Lui." sahut Palang Sing, Sembari berkata, dia melirik sekilas ke arah batok kepala yang terselip di pinggangnya.

"Mengapa Peng Si-ong ingin membunuhnya?" tanya Siau Po.

"Kau ikut saja denganku agar dapat bertemu dengan Peng Si-ong, dia orang tua pasti akan memberitahukannya sendiri kepadamu." sahut Palang Sing.

Ci Thian Coan dan yang lainnya jadi gusar, mereka segera mengangkat tangannya dengan maksud memukul. Siau Po memberi isyarat dengan kedipan mata mencegah mereka, kemudian dia memerintahkan beberapa tentara untuk membawa ke perkemahan untuk diinterogasi. 

Ternyata orang ini berkepala batu, terhadap Gouw Sam Kui setia sekali. Dia hanya membujuk Siau Po agar bergabung dengan Gouw Sam Kui, urusan lainnya dia tidak mengucapkan sepatah kata pun.

Ketika seluruh tubuhnya digeledah, para tentara mendapatkan sepucuk surat dalam sebuah amplop besar berwarna merah, Siau Po menyuruh salah satu bawahannya untuk membacakan isi surat itu. Ternyata isinya merupakan anugerah bagi See To Pak Lui yang diberi gelar "Kui Kok Ciangkun" (Jenderal pembebas negara). 

Siau Po menanyakan asal-usul surat itu, tapi Palang Sing hanya membelalakkan matanya tanpa berkata apa-apa.

Setelah sadar dirinya tidak akan mendapatkan jawaban yang memuaskan dari Palang Sing, Siau Po memerintahkan anak buahnya untuk menggiring pergi orang itu. Kemudian mereka membawa beberapa penduduk Ong Ok San untuk dikompas.

Ternyata ada beberapa di antaranya yang tidak tahan pukulan sehingga dengan suka rela menceritakan apa yang diketahuinya.

Rupanya dalam beberapa hari ini Gouw Sam Kui telah mempersiapkan pasukan perangnya untuk mengadakan pemberontakan. Karena itu, dia memerintahkan Palang Sing dengan membawa sejumlah serdadu untuk membujuk See To Pak Lui yang pernah menjadi sebawahannya duIu. 

Paling bagus kalau See to Pak Lui bersedia bekerja sama, tapi kalau dia sampai menolak, maka Palang Sing boleh membunuhnya agar rahasia ini tidak tersebar ke luar. Mendengar Gouw Sam Kui akan memberontak terhadap kerajaan Ceng, sudah barang tentu See To Pak Lui gembira sekali, Dia langsung menyetujui permintaan Gouw Sam Kui untuk bekerja sama. 

Tetapi ketika dia menanyakannya lagi sampai jelas, dia baru tahu bahwa Gouw Sam Kui bukannya hendak membangun kembali kerajaan Beng, melainkan ingin mengangkat dirinya sendiri menjadi kaisar. 

Hal ini terbukti dari anugerah pangkat yang diberikannya. seandainya Gouw Sam Kui ingin membangun kembali kerajaan Beng, tentu dia tidak bisa sembarangan menganugerahkan pangkat kepada seseorang tanpa persetujuan keluarga kerajaan Beng yang berwenang. 

See To Pak Lui langsung mengingkari ucapannya tadi, dia malah meminta Palang Sing membawa kembali surat anugerah itu kepada Gouw Sam Kui dan menyampaikan pesannya, apabila Gouw Sam Kui ingin membangun kembali kerajaan Beng, See To pak Lui tidak keberatan mengorbankan selembar nyawanya sekali pun. 

Tapi apabila Gouw Sam Kui sendiri ingin menjadi raja, sedangkan dahulu dialah yang mencelakai Kui Ong, tentu para pecinta negara akan menentangnya.

Palang Sing mencoba membujuk serta menasehatinya, See To Pak Lui menggebrak meja dan membuka mulut memaki, dia mengatakan bahwa Gouw Sam Kui ibarat telah mengirim rakyat Bangsa Han ke tepian neraka, kejahatan apa pun sanggup dilakukannya, seandainya dia mau berubah, mungkin jasanya kelak bisa menutupi sebagian dosanya.

Kalau tidak, perbuatannya ini pasti akan mendapatkan akibat yang mengerikan seumpama senjata makan tuan, Palang Sing tidak banyak omong lagi, malam harinya ketika See To Pak Lui tidak bersiaga, dia mengayunkan golok untuk membunuhnya. 

Malah dia menebas batok kepala orang itu, lalu dengan rekan-rekannya dia melarikan diri turun gunung, Para anggota Ong Ok San tidak menduga akan adanya kejadian ini. Mereka tidak keburu mengejar Tidak tahunya para tentara kerajaan sudah mengepung gunung itu, anak buah Gom Sam Kui segera terjaring. 

Di samping itu, Palang Sing sendiri langsung turun tangan terhadap Siau-Po, Maksudnya membekuk si pembesar sebagai sandera agar dia dapat melarikan diri.

Setelah menanyakan duduk persoalan dengan jelas, Siau Po langsung mengajak saudara-saudaranya dari Thian Te hwee untuk berunding.

"Wi hiocu, See To Pak Lui adalah seorang pahlawan besar pecinta negara," kata Lie Liat Sek. "Tidak beruntung dia terbunuh di tangan antek si pengkhianat bangsa, Kita harus menguburnya dengan layak." "Aku memang mempunyai niat yang sama," kata Siau Po. Dia segera mengutarakan maksud hatinya, orang banyak segera bersorak menyambutnya. Mereka segera berpencar mengerjakan tugas yang diberikan.

Hari itu, para tentara tidak menyerbu ke atas gunung. Karena kepalanya terbunuh, para anggota Ong Ok San jadi kacau balau, Siau Po hanya menyuruh orangnya menjaga dengan ketat.

Keesokan paginya, Siau Po memimpin para tentara dan anggota Thian Te hwee dengan membawa berbagai perbekalan naik ke pertengahan gunung, Sampai di sana, dia meminta anak buahnya menunggu. Dia sendiri bersama-sama Ci Thian Coan dan yang lainnya naik ke atas gunung.

Setelah berjalan beberapa li, tampak belasan anak buah Ong Ok San berdiri menghadang di tengah jalan dengan tangan masing-masing membawa sebilah golok, Ci Thian Coan maju sendirian Tangannya membawa selembar kertas besar yang bertulisan "Boan seng (Aku yang muda) Wi Siau Po bersama-sama Ci Thian Coan, Cian Lao Pan, Hong Ci Tiong dan beberapa rekan lainnya datang untuk memberi hormat kepada jenazah See To locianpwe."

Para anak murid Ong Ok San melihat kedatangan mereka tidak mengandung maksud yang buruk, apalagi di belakang mereka ada yang menggotong sebuah peti mati lengkap dengan lilin dan kertas sembahyang, hati mereka menjadi heran, Salah satunya yang menjadi pimpinan segera berkata.

"Harap tunggu sebentar, aku akan ke atas untuk memberikan laporan!"

Selesai berkata, dia segera menghambur ke atas gunung, sedangkan rekannya yang lain tetap menjaga dengan ketat Siau Po dan saudara-saudara dari Thian Te hwee menyurut mundur sepuluh langkah, Beramai-ramai mereka duduk di atas sebuah batu besar untuk beristirahat.

Tidak lama kemudian, dari atas gunung berjalan turun beberapa orang, Yang paling depan ialah See To Peng, putera See To Pak Lui, Mata Siau Po terus mengawasi bagian belakangnya, di mana berjalan seorang nona bertubuh semampai. Dialah Cin Ju yang sedang disenangi oleh Siau Po.

Dengan suara lantang See To Peng berkata.

"Entah ada keperluan apa kalian datang ke tempat kami ini?" Sembari berkata, tangannya meraba gagang pedang yang terselip di pinggang.

Cian Lao Pan segera menjura dalam-dalam.

"Pimpinan kami Tuan Wi mendengar kabar tentang See To Lo Eng Hiong yang dicelakai orang, hatinya merasa tersentuh. Karena itu, dengan membawa sejumlah orang, beliau datang untuk menghunjuk hormat." Dari jauh See To Peng melirik Siau Po sekilas.

"Dia adalah pembesar Bangsa Tat cu, bahkan membawa sejumlah tentara mengepung gunung ini. Tentunya dia mempunyai maksud yang tidak baik, Kalau kalian berniat menjebak kami, harap kalian ketahui bahwa kami tidaklah begitu bodoh!"

"Mohon tanya, siapakah yang membunuh See To locianpwee?" tanya Cian Lao Pan. "Dialah kaki tangan Gouw Sam Kui yang bernama Palang Sing, juga beberapa 

anjing-anjingnya yang lain." sahut See To Peng dengan nada gusar.

Cian Lau Pan menganggukkan kepalanya.

"See To sauhiap tidak percaya dengan maksud baik kami, hal ini juga tidak dapat disalahkan. Kami serahkan dahulu jenazah almarhum."

Dia memalingkan kepalanya sambil berteriak. "Bawa ke atas!" katanya.

Beberapa orang anggota Thian Te hwee segera meletakkan peti mati berisi mayat See To Pak Lui, sedangkan beberapa lainnya perlahan-Iahan meng-giring seseorang untuk ke atas. 

Tangan dan kaki serta kepala orang ini dibelenggu dengan rantai, dan mukanya ditutup dengan sehelai kain hitam, Para murid Ong Ok Pay merasa heran, mereka tidak tahu permainan apa yang sedang dilakukan oleh pihak lawan. 

Begitu orang itu sampai di belakang Cian Lou Pan, seorang tentara langsung menarik rantai belenggunya agar tidak berjalan lebih jauh.

"See To Siauhiat," kata Cian Lao Pan. "Silakan kau melihatnya!" Dia mengulurkan tangannya untuk menarik kain hitam penutup kepala, Tampak orang itu sedang memelototkan matanya dengan gusar. Dia adalah Palang Sing.

Begitu melihat orang itu, para murid Ong Ok Pay menjadi murka, Mereka berteriak dengan gusar

"Dialah penjahat itu, cepat bunuh saja!" terdengar suara yang bising, setiap orang mengeluarkan senjata masing-masing dengan maksud ingin membacok habis tubuh Palang Sing.

See To Peng mengangkat kedua tangannya mencegah.

Tunggu dulu!" Dia menjura pada Cian Lau Pan sambil bertanya, "Kalian telah membawa penjahat ini, entah bagaimana kalian ingin menanganinya?"

"Hamba sekalian sangat menghormati See To Lo Eng hiong, apa lagi tempo hari kami berjodoh bertemu satu kali dengan See To sauhiap, Hari ini kami berhasil  meringkus penjahat ini bersama antek-anteknya, maksud kami agar dipotong tubuhnya di hadapan mayat See To Eng Hiong, Kami berharap dengan demikian arwah Lo Eng Hiong akan tenang di alam baka."

See To Peng tertegun, diam-diam dia berpikir, mana mungkin ada urusan yang sebaik ini dalam dunia? Dia memalingkan kepalanya menatap Palang Sing, hatinya setengah percaya setengah curiga, dia berpikir bahwa Bangsa Tat Cu sangat licik tentu dibalik semua ini ada rencana tertentu.

Tiba-tiba Palang Sing membuka mulut memaki.

"Neneknya! Kau boleh menganggap Lohu seekor kura-kura, setidaknya bapakmu yang tua itu sudah mati di tanganku..."

Tangan kanan Cian Lau Pan mencengkram punggung Palang Sing dan kaki kirinya diangkat ke atas untuk menyepak pinggulnya, Tangan dan kaki Palang Sing dibelenggu dengan rantai, sulit baginya untuk menghindar.

Tubuhnya terjerembab ke depan, jatuh di samping See To Peng, dan dia tidak sanggup berdiri lagi.

"lni merupakan hadiah kecil dari hamba sekalian, harap saudara yang memutuskan bagaimana cara menangani penjahat ini."

Dia memalingkan kepalanya dan berteriak "Bawa semuanya ke atas!"

Para tentara menggiring serombongan penjahat yang tertawan, kepala mereka semua ditutup dengan kain hitam, Begitu kain hitam dilepas, terlihatlah wajah mereka. Ternyata mereka semua anak buah Palang Sing.

"Harap See To sauhiap membawanya sekalian!" kata Cian Lau Pan.

Sampai detik ini, baru lenyaplah kecurigaan dihati See To Peng, ia menjura dalam- dalam kepada Siau Po sambil berkata.

"Budi Tuan yang besar ini, kami dari partai Ong Ok Pai tidak akan melupakannya untuk seumur hidup." Meskipun demikian, dalam hati dia masih berpikir. 

-- Dia melepaskan budi yang demikian besar terhadap kami, entah apa yang diinginkan nya? Kalau dia berniat meminta kami menyerah kepada Bangsa Tat Cu, hal ini sekali-sekali tidak boleh terjadi --

Siau Po segera maju ke depan dan membalas penghormatannya.

"Hari itu siautee mendapat kesempatan untuk bermain dadu dengn See To Heng dan Nona Cin Ju, hal itu selalu terkenang dihati Entah kapan kita bisa mendapatkan kesempatan yang sama lagi."  Dia menunjuk ke arah peti mati dan melanjutkan kata-katanya. "Di dalam peti terdapat jenazah See To Lo Eng Hiong! Harap saudara membawanya ke atas gunung dan menguburkannya dengan baik!"

See To Peng segera membalikkan tubuhnya dan memerintahkan beberapa orangnya untuk membawa Palang Sing turun gunung. Para murid Ong Ok Pai semuanya merasa berduka. 

Dalam hati See To Peng masih khawatir ada perangkap lainnya, Per-lahan-tahan dia berjalan ke arah peti mati, Ternyata penutup peti itu belum dipantek, Dengan hati-hati dia membukanya, dan tampaklah batok kepala ayahnya bersemayam di dalamnya. 

Hatinya sedih sekali, Dia segera menjatuhkan diri berlutut dan menangis meraung- raung, Para murid Ong Ok Pai yang melihat sikapnya segera turut berlutut dan menangis dengan pilu.

Akhirnya See To Peng berdiri, dia memanggil empat orang anggotanya untuk menggotong peti mati ke atas gunung, Terhadap Siau Po, dia berkata.

"Harap Tuan sudi menyalakan sebatang hio untuk almarhum ayahku!"

"Lebih baik langsung menyembah di depan layonnya saja!" kata Siau Po. Dia menyuruh para tentara menunggu di tempat itu. Dengan membawa Song Ji, dia mengikuti See To Peng naik ke atas gunung.

Siau Po berjalan lewat samping Cin Ju. Dengan suara rendah dia berkata. "Nona Cin Ju, apa kabar?"

Wajah Cin Ju masih penuh dengan air mata, dia sedang menangis dengan sedih. Matanya merah dan bengkak, Sambil mengusap air matanya dia menoleh kepada Siau Po dan berkata.

"Kau adalah Hua Cai Ciangkun?" Siau Po senang sekali.

"Kau masih mengingat aku?" tanyanya,

Wajah si nona menjadi merah padam, dengan suara lirih dia mengiakan. Melihat wajah si nona yang merah, hati Siau Po jadi bergairah. Dia berpikir.

-- Mengapa setiap kali bertemu dengan aku, wajahnya jadi merah? Kalau pria tertawa cengar-cengir, pasti bukan orang baik-baik. sedangkan kalau perempuan, wajahnya merah, pasti sedang memikirkan kekasih hati, Mungkinkah dia ingin aku menjadi suaminya? Entah siput yang aku berikan kepadanya masih ada atau tidak? - Dia segera bertanya kembali dengan suara lirih, "Nona Cin Ju, barang yang aku berikan tempo hari, apakah kau masih menyimpannya?"

Kembali wajah Cin Ju jadi merah, dia memalingkan wajahnya, tapi mulutnya bertanya.

"Barang apa? Aku tidak mengingatnya lagi." katanya.

Hati Siau Po merasa kecewa, Dia menarik nafas panjang, Pada saat itulah Cin Ju memalingkan kepalanya kembali dan tersenyum.

"Dasar buaya!" katanya.

"Kalau aku buaya, biarlah kau jadi empangnya." kata Siau Po dengan nada yang tidak kepalang gembiranya.

Cin Ju tidak melayaninya lagi, dia mempercepat langkah kakinya dan berjalan ke depan, Dia mengiringi samping See To Peng.

Keempat penjuru Ong Ok San bagai sebuah perkemahan, kalau dilihat dari kejauhan bagaikan sebuah kereta besar yang tertutup. Para anggota Ong Ok Pai tinggal di gua- gua yang tersebar di sekitar tempat itu. Kalau musim dingin, mereka akan mendapat kehangatan sedangkan musim panas, mereka tidak kegerahan.

Peti mati See To Pek Lui dimasukkan ke dalam goa Ong Bu tong, kepala dan tubuhnya disatukan.

Siau Po mengajak anak murid Thian Te hwee maju ke depan peti mati, mereka menyalakan hio serta berlutut memberi penghormatan Dalam hatinya, dia berkata.

-- Demi mengambil hati Nona Cin, sebaiknya aku berlagak sesedih mungkin --

Pura-pura menangis memang keahlian utama Siau Po. Dia mengingat kembali dirinya yang kerap kali dihina oleh si nenek sihir (ibu suri palsu), pengalamannya yang penuh bahaya di hadapan Hong kaucu, ditipu oleh Hong Cit, cinta A Ko yang hanya dipersembahkan kepada The Kek Song, timbullah rasa pilu dalam hatinya, dia pun menangis meraung-ragung.

Mula-muIanya memang terasa agak dipaksakan, tapi sedetik kemudian, dia menjadi Iancar, Semakin menangis, tampangnya semakin mengenaskan Dia malah berkata dengan suara nyaring.

"See To Lo Eng Hiong, sudah lama boanpwee mendengar nama besarmu, dalam hati berharap dapat menjadi murid mu, biarpun hanya beberapa jurus yang dapat dipelajari pokoknya bisa menirukan sedikit semangat hidupmu! Tidak tahunya kau orang tua telah dicelakai oleh orang jahat Hu... hu... hu.,, hu. Bagaimana hati ini tidak menjadi sedih karenanya?" See To Peng, Cin Ju dan para murid Ong Ok San lainnya memang sedang bersedih, mendengar suara tangis dan kata-katanya, tangisan mereka semakin keras, Suasana dalam goa itu diliputi ratap tangis yang tidak henti-hentinya. 

Ci Thian Coan dan yang lainnya tadinya tidak ingin menangis, tapi menghadapi suasana yang demikian pilu, tanpa terasa mereka pun meneteskan air matanya.

Siau Po memukul dadanya dan membantingkan kakinya di atas tanah keras-keras, Suara tangisnya semakin lama semakin nyaring. Setelah dibujuk berulang kali oleh para murid Ong Ok Pai, dia baru menghentikan tangisnya. 

Dia memerintahkan orang-orangnya untuk menggiring Palang Sing, kemudian dia mengambil sebatang golok dan diserahkannya kepada See To Peng.

"See To sauhiap, harap kau bunuh penjahat ini untuk membalaskan dendam bagi ayahmu!" katanya.

See To Peng menggerakkan golok itu untuk menebas batok kepala Palang Sing dan diletakkannya di atas meja sembahyang, Para murid Ong Ok Pai segera menjura dalam-dalam dan menghaturkan terima kasih atas budi Siau Po yang besar.

Sebetulnya usia Siau Po masih terlalu muda, dia juga belum mengerti bagaimana mengambil hati orang dengan melepas budi, Dia hanya menirunya dari salah satu lakon sandiwara tentang Cu Kek Liang yang pernah ditontonnya, Untung saja syair-syair dalam sandiwara itu terlalu panjang, Siau Po tidak mengingatnya sedikit pun. Kalau tidak, apabila dia membacakannya di hadapan para murid Ong Ok Pai, rahasianya pasti akan terbongkar.

Dengan perbuatannya ini, tentu saja tidak kepalang rasa terima kasih dalam hati para murid Ong Ok Pai. Apalagi ketika bertaruh bermain dadu dengan See To Peng hari itu, Siau Po telah memperlihatkan keroyalannya dengan menyebarkan uang, ketika itu dia juga telah menanam budi pada mereka.

Tapi, mengapa seorang pembesar kerajaan Ceng dapat berbuat demikian, tidak ada seorang pun yang mengerti Cian Lao Pan mengajak See To Peng ke sudut dan menjelaskan bahwa mereka merupakan tugas dengan menyelinap sebagai pembesar kerajaan Ceng. 

Rahasianya tidak boleh dibongkar kalau tidak, usaha mereka yang besar bisa berantakan. Karenanya, dia hanya mengoceh sembarangan tentang Siau Po, dengan mengatakan bahwa orang yang satu ini berjiwa besar, senang bergaul dengan siapa saja, itulah sebabnya para saudara dari Thian Te hwee menganggapnya kawan baik.

Begitu mendapat penjelasan itu, rasa penasaran dalam hati See To Peng lenyap seketika, berulang kali dia menganggukkan kepalanya sambil menghaturkan terima kasih, sekarang hatinya sudah lega dan jauh berbeda dengan perasaannya sebelumnya. Selanjutnya mereka membicarakan bagaimana menangani partai Ong Ok Pai. See To Peng mengatakan bahwa secara mendadak partai mereka mendapat musibah seperti ini, apalagi mereka juga dikepung oleh tentara kerajaan Ceng. Hal ini belum pernah diduga sebelumnya, sehingga dia sendiri juga bingung mengambil tindakan yang tepat.

Cian Lau Pan mengusulkan agar See To Peng dan anak buahnya masuk menjadi anggota Tian Te hwe saja. Nama Thian Te hwee sangat terkenal, apalagi bagi para pecinta negara, mereka sangat menghormatinya. 

Mendengar usul itu, tentu saja hati See To Peng senang sekali. Dia segera mengajak anak buahnya berunding, mereka semua menyatakan persetujuannya dan memohon Cian lao Pan bersedia menjadi pengantar atau koneksi mereka untuk masuk menjadi anggota partai itu. 

Sampai saat itu, Cian Lao Pan baru memberitahukan secara terus terang kepada See To Peng bahwa Siau Po sebenarnya ialah seorang hiocu dari bagian Ceng Bok tong di Thian Te hwee.

Sore hari itu juga, di dalam goa Ong Bu tong dibuka rapat dengan menerima anak murid Ong Ok pai menjadi anggota Thian Te hwe Mereka semua memberi hormat kepada Siau Po yang selanjutnya menjadi pimpinan mereka.

Hati Siau Po sedang senang sekali, Setelah meneguk arak penghormatan yang diberikan oleh para anggotanya, dia langsung mengusulkan untuk bermain judi. Dia ingin bermain sepuas-puasnya dengan saudara-saudaranya yang baru.

Cian Lao Pan dan yang lainnya segera mencegah Mereka mengatakan bahwa perjudian yang terlalu bising itu menimbulkan suasana yang kurang menghormati almarhum See To Pek Lui.

Wi Siau Po merasa perjudian tanpa taruhan uang tidak menggembirakan karena itu dia membatalkannya, Dia menanyakan apa yang akan dilakukan para murid Ong Ok Pai setelah upacara pemakaman selesai.

"Para murid Ong Ok Pai banyak bergaul luas di daerah Soa say dan Ho lam," kata Lie Liat Sek. "Kalau menurut aturan perkumpulan Thian Te hwee kita, memang tidak menjadi masalah menerima anggota dari daerah mana saja, tapi kita tidak boleh menangani urusan yang di luar wilayah bagian kita, misalnya Ceng Bok Tong hanya boleh menangani urusan di daerahnya sendiri. Jadi, kalau menurut pendapatku, sebaiknya para murid Ong Ok Pai pindah ke daerah bagian kita saja."

"Betul," kata Cian Lao Pan. "Raja Tat cu memerintahkan Wi hiocu untuk menghancurkan Ong Ok Pai, apabila para murid Ong Ok Pai tidak ada di sini lagi, tentu mudah bagi Wi hiocu untuk memberikan alasan sebagai laporannya." "Tepat." sahut See To Peng, "Siautee tinggal menunggu perintah saudara sekalian saja."

"See To toako," kata Siau Po. "Sekarang kita akan menuju Yang-ciu untuk membangunkan kuil Tiong Liat su bagi Su Kek Po. Setelah itu, kita bersama-sama menghantam Gouw Sam Kui."

See To Peng langsung bangkit dan berkata dengan suara lantang.

"Wi hiocu ingin menyerang Gouw Sam Kui, hamba See To Peng bersedia menjadi pembuka jalan, Hamba akan memimpin para saudara semuanya untuk mengadu jiwa dengan Gouw Sam Kui dan membalaskan dendam bagi ayahku."

Wi Siau Po merasa senang sekali mendengar janjinya.

"Tidak ada yang lebih bagus lagi dari pada hal itu," katanya, "Sekarang kalian ikutlah aku ke Yang-ciu. Kita hanya perlu menyamar sebagai para perwira Bangsa Tat cu dan menerima penghinaan untuk sementara."

"Demi membasmi Gouw Sam Kui, penghinaan yang bagaimana besarnya pun akan kami telan," kata See To Peng, "Wi hiocu bisa memaksakan diri menjadi pembesar Bangsa Tat cu, tentu kami pun bisa menjadi perwira Bangsa Tat cu. Lagipula, Lie Toako, Ci toako dan saudara yang lainnya bukankah semua telah menyediakan diri menyamar sebagai perwira Bangsa Tat cu?"

Malam itu juga mereka beramai-ramai memakamkan jenazah See To Pak Lui, setelah itu mereka berbenah untuk turun gunung, Para lak-laki yang pandai berilmu silat mengikuti Siau Po menuju Yang-ciu terlebih dahulu. 

Para wanita yang lemah dibawa ke tempat yang aman dan dekat dengan markas Tian Te Hwee bagian Ceng Bok Tong di sana ada orang yang merawat mereka.

Siau Po mengatakan pada Thio Yong dan yang lainnya.

"Para penjahat dari Ong Ok San melihat bahwa mereka telah dikepung oleh para tentara dalam jumlah yang sangat besar, dan mereka menyadari kalau mereka telah sulit untuk meloloskan diri, Setelah mengadakan perlawanan sedikit akhirnya mereka menyerah Dia mengambil keputusan yang sangat besar, sebagian dari para penjahat itu diterima sebagai tentara kerajaan." 

Thio Yong dan yang lain-lainnya mengucapkan selamat pada Siau Po. Mereka sangat kagum pada Siau Po yang dapat menyelesaikan suatu masalah tanpa harus melalui peperangan, bahkan para penjahat Ong Ok San mau menyerahkan dirinya, maka dengan demikian Siau Po telah mendirikan jasa yang sangat besar. "Hal ini karena jasa para panglima yang sangat besar, Karena kalian mengepungnya dengan ketat sehingga mereka tak dapat dengan mudah meloloskan diri meskipun mereka memiliki sayap tentulah mereka dengan mudah dapat menyerah. 

Dan kalau nanti sekembalinya ke kota raja aku melaporkan hal ini pada Sri Baginda raja tentulah kalian akan mendapatkan hadiah dari raja yang sangat besar." kata Siau Po pada mereka,
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar