Kaki Tiga Menjangan Jilid 68

Jilid 68

Melihat keadaan tuan puteri ia mengingat saat-saat dulu waktu bahagia bersama dengannya dan akhirnya dia merasa kasihan melihat situasi yang dialami sang puteri.

Tuan puteri terkenang akan Sri Baginda demikian juga Sri Baginda merasa senantiasa ingat Tuan puteri, Maka itu kata Sri Baginda, untuk beberapa hari ini Tuan puteri akan dijemput oleh pengawal ke kota raja, agar kakak-beradik dapat berkumpul dan berbicara.,." katanya.

Jelas sekali Siau Po mendusta dengan kata-katanya, tapi itu dilakukan demi kebahagian sang puteri yang sakit dan menderita.

"Kapan kau bicara dengan kakak rajaku itu? Kau bilang besok aku akan bertemu!" "Baik." sahut si kacung, "Memang aku mendapat perintah dari Huma agar besok aku 

berbicara dengan sang Baginda dan sekalian mengatakan untuk menjemput Tuan 

puteri pulang ke istana."

"Eng Him pun girang... bagus kalau ada kongcu yang turut bicara." Si tuan puteri mencibirkan bibir dan terdengar tawanya. "Dengan kakak raja aku hanya mau berbicara masalah persaudaraan dan keluarga, tak akan membantu kau dalam urusan pemerintah dan negara," Eng Him, sang suami kena batunya tapi dia tertawa.

"Kongcu.,, sudah setahun aku tak melihatmu, apa di Losat ada nona-nona yang menemanimu? Benar atau tidak?"

"Mana kejadian semacam itu!" sangkalnya.

Ia mendadak kaget dan pipinya nyeri serta telinganya terhajar satu gaplokan. "Aduh.,.!" ia memegangi telinganya.

Kian Leng Koncu tertawa. "Kau berbicara tidak jujur!"

Tangan tuan puteri melayang tapi Siau Po mengelak dan kali ini tidak kena.

Dia melirik ke suaminya dan berkata, "Aku ada urusan dengan Siau Po kau tak usah ikut nimbrung...!"

"Eh... setan... kau sudah melupakan aku!" katanya kemudian sambil memelintir telinga Siau Po sehingga kacung itu menjerit kesakitan.

Tuan puteri mengangkat kakinya, "Orang tak berbudi,., jika aku tidak memanggil tiga tahun juga kau tak bakalan ke sini." lanjutnya.

Siau Po melirik di sekitarnya tak ada orang, maka dia langsung saja memeluk sang puteri dan berkata. "Janganlah kau sembarang menggerakkan tangan dan kakimu... besok akan aku temukan kau di keraton, itu kita bisa berbincang dengan asyik."

Muka sang puteri menjadi merah.

"Omong tentang apa? Tentang kepala batumu?" tanya tuan puteri.

Dan tuan puteri mengangkat tangannya ingin menghajar tapi tak bisa karena dipeluk erat oleh Siau Po.

"Hahaha...! Siau, Kau lihat bagaimana aku menggunakan tipu muslihatku yang dinamakan Siang Liong Cio Cu!" katanya.

Itulah tipu muslihat yang berarti, "Sepasang naga merebut mutiara." Puteri meludah seraya dia berusaha melepaskan diri.

Siau Po tersenyum, "Jika di sini kita bergurau aku khawatir suamimu curiga, maka baik tunggu saja besok di keraton.-.!" Paras muka sang puteri menjadi merah.

"Dia curiga?" tanyanya, "Nah, hantu cilik kau pergilah!"

Siau Po pergi dan tertawa, Di sana tampak Eng lim sedang menemani empat perwira, Dua perwira sedang memperebutkan dua masalah karena kelihatan ngotot, tapi melihat Siau Po muncul keduanya menjadi bungkam.

"Apakah yang sedang kalian perebutkan?" tanya Siau Po.

"Kuda-kuda yang kami peroleh dari Inlam itu hebat-hebat." kata salah seorang dari mereka.

Siau Po pun menyuruh anak buahnya untuk mengambilkan beberapa ekor kudanya yang semuanya itu hadiah dari Ferghena.

Mereka mengajak untuk pacuan jarak jauh antara kuda Ferghena dari Inlam tapi bukan begitu maksudnya, Kuda Inlam umumnya cerdik.

Kuda persilangan itu kuat, kuda persilangan yang dimaksudkan bukanlah kuda sembarangan tapi harus dibedakan kuda yang bisa dipakai berperang dan kuda untuk mengangkut barang,

"Pek-Lie-ma, itu kuda yang dapat menempuh perjalanan seratus lie (pal) dan Cian- Lie-ma seribu (pal)."

"Hm.,.!" terdengar tawa si Congpeng. "Brigjen, kiranya masih ada orang yang memiliki kuda pacu." katanya.

Cin Po menjadi gusar, sampai ia bangun berjingkrak. "Kau mencari siapa anak haram?". 

"Oh! sungguh kata-kata yang tak bersih dan lancang!" katanya.

Liang Tong juga tertawa dingin. "Aku bicara tentang kuda, bukan perihal manusia, Lagian siapakah yang turunan tidak bersih serta yang ketakutan sampai mirip seorang maling? Buat apakah orang bergusar tidak karuan?"

Cin Po jadi gusar sekali.

"Sayang di sini di istana Gok Huma!" katanya sengit "Jikalau tidak. Hm!"

"Hm apa?" tanya Liang Tong, "Apakah kau hendak menyerang aku? Benarkah?" Menyaksikan orang berselisih paham. Thio Yong segera menyelak di tengah. "Ah... Tuan-tuan berdua! Kalian toh baru bertemu berdua, buat apakah kalian meributkan kuda yang tiada bedanya? Mari... mari tak usah kalian bertengkar lebih jauh lagi!"

Tak lama kemudian Siau Po membawa kudanya, ia lalu pergi ke istal di belakang gedung untuk melihat Ong Cin Po benar seorang ahli, Begitu mengawasi Ong Cin Po lantas bisa menyebut sifat setiap kuda itu, apa keunggulannya, apa cacatnya dan bagaimana masing-masing tabiatnya, Hingga perawat kudanya merasa senang.

Cin Po memperhatikan Giok Hoa Cong, kuda tunggang Siau Po sendiri, Kuda itu bertubuh paset, padat, kakinya panjang, romannya tangkas, sedangkan tubuhnya yang putih seluruhnya bagaikan di-tabur dengan titik-titik merah dadu yang berkilat Semua orang yang melihat kuda itu kagum dan menyukainya serta memujinya.

Lain halnya dengan Ong cin Po, dia berkata, "Kuda ini memang bagus tetapi sayang terlalu dimanja."

"Kenapa demikian..? Tolong kau jelaskan!"

"Kuda pilihan ini seharusnya setiap hari ditunggangi jauh sedikitnya belasan atau puluhan lie. Makin dilatih makin baik. Akan tetapi dia jadi jarang ditunggangi maka 

setiap hari dia bertambah bebas saja, sedangkan barang makanannya dari makanan piIihan... ya. dia kurang latihan, kurang gerak badan, Sungguh sayang, dia seperti 

anak hartawan yang terlalu disayang dan dimanjakan!"

"Ong Huciang,., mungkin kata-katamu ini hanya benar separuh, Setahuku putera- putera orang hartawan juga ada yang berkepandaian tinggi."

Muka Cin Po menjadi merah.

"Tio Congpeng!" katanya keras. "Kenapa hari ini kau nampaknya tidak puas terhadapku? Kau tahu sendiri, sama sekali aku tak pernah melakukan apa-apa yang menyinggungmu!"

Siau Po ke tengah dan ia tertawa, "Sudah... sudah. janganlah semacam ini menjadi 

masalah! ini hanya urusan kecil saja kok. Siapa menjadi pembesar tentara, umumnya dia tak memandang mata kepada menteri dalam istana yang usianya masih muda- muda, itu wajar."

"Akan tetapi ketahuilah, Touwtong Tayjin! Aku yang rendah, sama sekali tidak memandang rendah terhadap tayjin."

Sampai di situ, Siau Pek menyela. "Ong Hu-ciang, sayang kuda peliharaanmu berada di In-lam. jikalau tidak pasti sekali aku ingin melihat dan mencobanya."

Siau Pek memandang Cin Po. Tampak Cin Po masih tidak puas. "Gok Huma sudi mengalah, Ong Huciang se-baliknya, Nah, begini saja! Aku akan mengeluarkan uang selaksa tail, Gok Huma mengeluarkan sejumlah yang sama! Lohor ini kita pergi ke luar kota, di sana kita mengadakan pacuan, cukup asal kemenangan enam lintasan, Nah bagaimana?" kata Siau Pek.

Gouw Eng Him berniat menolak tetapi tiba-tiba ia ingat... bocah ini masih muda sekali tapi tabiatnya selalu suka menang sendiri Baiklah. Aku berlagak kalah supaya dapat aku menghadiahkan dia selaksa tail perak agar dia senang dan puas.

Karena memikir demikian putera raja ini segera menjawab "Baiklah, Mari kita mengadu kuda dengan pertaruhan seperti katamu itu! Namun saudara Wi, seandainya kaulah yang kalah, aku larang kau bergusar!"

Kacung kita tertawa.

"Memang secara gemilang kalah dengan rela, Mana dapat orang kalah lalu menjadi gusar?"

Kacung kita gemar berjudi dan asal berjudi gemar pula ia main curang, Maka lantas dia menerka orang dengan cara menyampaikan itu, karena dia mau menduga yang dia bakal kalah, Karena ini juga segera timbul ingatannya untuk main secara tidak jujur

"Oleh karena ini pertandingan besar, maka aku minta kuda yang jempolan, bagaimana kalau pacuan dilakukan besok saja?"

Gauw Eng Him menerima baik tawaran itu, ia pikir dalam sepuluh, delapan atau sembilan lintasan ia bakal menang, jadi sama saja ia menunda lagi satu hari.

Demikianlah Siau Po terus berpesta dan menonton wayang, tentang adu kuda tak dibicarakan lagi, selanjutnya malah mengundang balik ke rumahnya untuk melanjutkan pesta di rumahnya dan akhirnya Huma dan yang lainnya menerima undangan tersebut sesampainya di rumah Siau Po, mulanya Siau Po mau mengajak bersama minum teh tapi dia minta ijin dulu ke belakang.

"Tak usah banyak aturan menyiapkan jamuan!" kata Eng Him.

Siau Po memanggil pimpinan istalnya, "Sekarang ini kuda Giok Hoa cong dan lainnya masih ada di gedung Gok Hu." katanya pada pegawainya, "Pergi kau ke sana untuk mengambilnya pulang lebih dulu! Kau ajak pegawai istalnya minum arak sampai teler dan kau berikan makanan pada kudanya supaya dia lesu tapi kau jangan sampai membunuhnya."

"Entah paduka menghendaki apa, nanti hambamu melakukannya," sahut si pegawai. Siau Po tertawa. "Tak ada halangan bicara terus terang padamu. Duduklah! Begini. Gok-Hu 

mempunyai sejumlah kuda yang baru didatangkan dari Inlam, Semua kuda itu disombongkan tangguh sekali dan besok aku diajaknya melombakan kuda itu dengan kudaku, kita toh tak dapat kalah, bukan?"

Pegawai itu segera mengerti dan dia lantas tertawa.

"Jadinya paduka menginginkan hambamu memberi makan sesuatu pada sekalian kuda Gok-Hu itu agar besok selama pacuan pihak kita pasti memperoleh kemenangan?" tanyanya.

"Benar" sahut Siau Po terus terang, "Kau sangat cerdas! Dalam pacuan besok ada hadiahnya, jikalau kita menang aku akan berikan prosen padamu, sekarang kau pergilah bekerja secara diam-diam jaga supaya mereka tidak mengetahui perbuatanmu ini uang kau bawa untuk mengundang mereka berpesta dengan nona manis, Kau bikin mereka itu lupa daratan dengan racunmu itu!"

"Jangan khawatir Paduka! Hambamu akan bekerja dengan sempurna dan tidak gagal."

Siau Po tersenyum.

"Nah, kau pergilah!" katanya.

Setelah itu ia pergi menemani Eng-him berpesta.,., ia membikin Ong Cin Po tidak meninggalkan mereka karena ia khawatir orang she Ong akan pergi menengok kudanya, bisa-bisa ia melolohnya.

Tio Liang Tong bagaikan gentong arak, dia melayani Cin Po sepuas-puasnya dia tak sudi kalah minum, Maka juga, kecuali kacung kita berdua Eng-Him, keempat perwira itu lantas roboh semuanya.

Besok paginya dengan membawa perintah kaisar Kong Hie, seorang Taykam membawa perintah memanggil Siau Po untuk datang ke istana. Tak dapat kacung kita menyangkal perintah itu karenanya pacuan itu gagal.

Tiba di keraton, tampak Kong Hie gembira sekali, Dia tertawa dan berkata, "Eh, Siau kui cu! Ada kabar baik yang hendak kuberitahukan padamu Siang Ko Hie dan Keng Ceng Tiong telah menerima panggilan dan akan datang ke sini hari ini."

"Selamat Sri Baginda!" ucap Siau Po. "Dengan kedua raja muda itu datang ke kota raja, maka Gouw Sam Kui bakal tak dapat bertepuk sebelah tangan."

Kaisar Kong Hie tertawa.

"ltu artinya, tangan satu tak dapat perdengarkan suara." katanya, "Tepat, Dan kita akan menghajarnya sampai lumpuh." kata Siau Po.

"Bagaimana andaikata Gouw Sam Kui pun meletakkan jabatannya di perbatasan dan datang ke kota raja?" tanya Siau Po.

Mulanya Siau Po bengong sedikit, kemudian tertawa dan berkata, "ltu pun bagus, Di kota raja ini, dia tak bakal mampu berkutik, dia pasti akan tunduk pada segala kehendak Sri Baginda."

Kaisar tersenyum.

"Kiranya kau pun paham soal ini!" pujinya.

"Sampai saat itu dia bakal jadi ular-naga di laut pasir atau harimau di tanah datar." kata Siau Po,

Kong Hie tertawa.

"Harimau di tanah datar dapat kau permainkan." katanya, "Selain terhadapku, terhadap kau juga dia pasti tidak bisa bertingkah lagi."

Kembali Siau Po tersenyum.

"Benar." katanya, "Benar! Sungguh menarik hati!" Sang raja merasa puas, ia pun tertawa.

"Berkas-berkas untuk membangun Tiong Liat Su di Yang-ciu sudah kusiapkan, sedangkan surat perintahnya juga sudah ditulis, Kau bawalah ke Yang-ciu dan ukir di atas batu, pilihlah hari baik untuk berangkat!" kata kaisar Kong Hi.

"Baik. seandainya penduduk di sana tidak setuju, apakah Tiong Liat Su ini tetap akan dibangun?" tanya Siau Po.

"Entah bagaimana sikap yang akan diambil oleh Gouw Sam Kui. Tapi membangun Tiong Liat Su adalah niat baik, seandainya Gouw Sam Kui tidak menurut, kuil ini tetap harus dibangun."

Siau Po mengiyakan, Ketika ada kesempatan, dia mengatakan tentang permintaan Kian Leng kongcu yang ingin kembali ke istana dan memohon bertemu dengan kakak rajanya.

Kaisar Kong Hi menganggukkan kepalanya lalu memerintahkan seorang thay kam yang berdiri di belakangnya untuk menjemput Kian Leng kongcu, Kaisar Kong Hi haus akan pengetahuan. Dia menanyakan kepada Siau Po tentang kebiasaan Bangsa Losat dan tradisi negara itu. juga bagaimana caranya mereka membuat senapan ketika itu.  Mengapa puteri Sophia menimbulkan keonaran juga hal-hal lainnya. Ketika berbincang- bincang itulah, Kian Leng kongcu sudah sampai di kamar tulisnya.

Begitu bertemu, Kian Leng kongcu langsung menjatuhkan diri berlutut dan memeluk paha kakaknya, dia menangis meraung-raung.

"Hongte koko, mulai sekarang aku akan menemani kau di istana ini saja, aku tidak mau kembali Iagi. "

Kaisar Kong Hi mengelus-elus kepalanya, "Ada apa?" tanyanya, "Apakah Gok huma menyia-nyiakan dirimu?"

Kian Leng kongcu masih menangis terus. "Menyia-nyiakan aku?" katanya, "Hm! Rasanya dia juga tidak seberani itu. Tapi dia... dia. " Kata-katanya terhenti dan dia 

menangis pula, Dalam hati kaisar Kong Hi berkata. 

-- Kau sendiri yang mengebiri dia, sehingga dia tidak sanggup menjadi seorang suami yang sebenarnya. Kau harus menerima akibat perbuatanmu sendiri sekarang --

Setelah menghibur sang puteri beberapa patah kata. Kaisar Kong Hi berkata pula, "Sudah, sudah! jangan menangis terus! Mari temani aku bersantap!"

Kalau raja makan, tidak ada waktu tertentu, semua hanya mengikuti kesenangan hatinya saja. Kapan jam pun dia boleh makan, Seorang kebiri yang melayani raja segera menyiapkan hidangan Siau Po melayani dari samping. 

Meskipun raja sangat menyayanginya, tetap saja tidak pantas kalau dia diajak makan bersama, Kaisar Kong Hi menghadiahkan dia belasan mangkok sayur dan lauk-pauk yang lezat. Dia memerintahkan seorang thay kam untuk mengantarkannya ke istana Siau Po agar dapat disantap sekembalinya nanti.

Kian Leng kongcu minum beberapa cawan arak, wajahnya mulai merona merah. Matanya yang mengeluarkan sinar berbinar-binar dikedip-kedipkan kepada Siau Po.

Di hadapan kaisar Kong Hi, Siau Po tidak berani menunjukkan sikap yang kurang sopan, sinar matanya sengaja dialihkan ke tempat lain. Dia tidak berani beradu pandang dengan si puteri, jantungnya berdebar-debar. Diam-diam dia berpikir.

-- Si kongsu sudah terlalu banyak minum, apabila mulutnya membocorkan rahasia, batok kepalaku ini tidak dapat dipertahankan lagi. --

Ketika mengantarkan Kian Leng kongcu menjadi pengantin ke Hun Lam, di sepanjang perjalanan dia telah main serong dengan perempuan itu. Dosanya tidak bisa dikatakan kecil. Diam-diam dia merasa menyesal, seharusnya dia jangan menyampaikan pesan si puteri yang ingin bertemu dengan raja. Tiba-tiba Kian Leng kongcu berkata, "Siau kuicu, isikan nasi di mangkokku!" sembari berkata dia menyodorkan mangkoknya ke hadapan si anak muda. Kaisar Kong Hi tertawa.

"Tampaknya nafsu makanmu boleh juga." katanya.

"Begitu bertemu dengan kakak Raja, selera makanku jadi bertambah," sahut Kian Leng kongcu.

Siau Po menyendokkan nasi ke mangkok puteri itu, Dengan kedua tangannya dia menyerahkan kembali mangkok nasi tersebut lalu diletakkannya dengan hati-hati di hadapan sang puteri.

Tangan kiri Kian Leng kongcu disusupkan ke kolong meja. Dengan keras dia mencubit paha si anak muda. Siau Po kesakitan, tapi dia tidak berani bersuara, Bahkan senyuman di wajahnya pun tidak berani disusutkan sedikitpun juga, Karena itu, senyumnya jadi janggal, seperti meringis. Dalam hati dia memaki.

-- perempuan celaka! Lihat nanti aku akan membalas mencubitmu sampai biru matang! --

Baru saja pikirannya berhenti, kepalanya terasa didongakkan ke belakang dan kembali dia merasa nyeri. Rupanya Kian Leng koncu mengulurkan tangannya untuk menjambak kuncir rambutnya.

Kali ini sikap sang puteri sempat dilihat oleh kaisar Kong Hi.

"Kongcu toh sudah menikah, mengapa masih demikian nakal?" tegurnya sambil tertawa.

Kian Leng kongcu menunjuk kepada Siau Po sambil tertawa. "Dia,., dia.,." katanya.

Hati Siau Po panik sekali Dia tidak tahu apa yang ingin dikatakan oleh sang puteri, Untung saja puteri itu hanya tertawa terkekeh-kekeh.

"Hong te koko, namamu semakin lama semakin besar, tadinya aku tidak tahu, Ketika pergi ke Hun Lam, di sepanjang perjalanan aku mendengar rakyat banyak memujimu Kata mereka, di bawah pemerintahanmu, kehidupan mereka sekarang semakin membaik, Hal itu karena kebijaksanaanmu, sedangkan bocah ini.,." Dia melirik sekilas kepada Siau Po. 

"Pangkatnya semakin lama juga semakin tinggi, Hanya adikmu saja yang semakin lama semakin sial nasibnya..."

Hati kaisar Kong Hi memang sedang senang, Pujian Kian Leng kongcu tepat pada saatnya pula, Dia tertawa dan berkata. "Orang perempuankan mengikuti rejeki suami Kalau Gouw Eng Him dan ayahnya, Gouw Sam Kui tidak berbuat macam-macam, aku janjikan kepadamu untuk menaikkan pangkat mereka..."

Kian Leng kongcu mencibirkan bibirnya.

"Kakak raja akan menaikkan pangkat si budak Gouw Eng Him atau tidak, hal itu aku tidak perduli. Aku ingin kakak raja menaikkan pangkatku." Kaisar Kong Hi tertawa terbahak-bahak. 

"Pangkat apa yang kau inginkan?" 

"Siau Kui cu pernah mengatakan bahwa puteri apa namanya dari negara Losat menjadi ratu peperangan sekarang aku minta kau mengangkat aku menjadi panglima besar dan tugaskan aku menuju medan perang!" sahut Kian Leng kongcu.

Sekali lagi Kaisar Kong Hi tertawa terbahak-bahak "Orang perempuan mana bisa jadi panglima?" 

"Pada jaman dahuIu, ada Yu Thay kun, Liau Kui Ing, semuanya merupakan panglima perang yang terkenal Mengapa mereka bisa, aku tidak? Kalau kau menganggap ilmu silatku belum becus, ayo kita bertanding sekarang juga!" tantang Kian Leng kongcu, Dia segera bangkit dari tempat duduknya dan tertawa terkekeh-kekeh.

Kaisar Kong Hi tertawa pula.

"Kau tidak suka belajar ilmu surat. Kau sama tidak terpelajarnya seperti Siau Kui cu. Yang kau tahu hanya cerita-cerita yang kau simak dari sandiwara saja. Perempuan- perempuan yang kau katakan dari jaman dahulu tadi, mereka dapat menjadi panglima besar, memang benar ada, Adik perempuan Lie Sek Beng dari dinasti Tong, yakni Peng Yang kongcu malah membantu kaisar Tong mengamankan negaranya. 

Dia memimpin sepasukan tentara yang semuanya terdiri dari kaum perempuan dan dinamakan Nio cu Kun (tentara kaum wanita), sedangkan pos penjagaannya juga mempunyai nama, yakni Nio cu kwan (Perbatasan penjagaan para wanita). Dia memang ahli sekali dalam bidang yang satu ini Kepandaiannya bahkan sulit ditandingi kaum laki-laki."

Kian Leng kongcu menepuk tangannya keras-keras.

"ltu dia! Hong te koko, kau menjadi raja melebihi Lie Sek Beng. Aku akan meniru Peng Yang kongcu menjadi panglima besar, Siau Kui cu, kau ingin meniru siapa? Hercules atau Wei Tiong Hian?"

Kaisar Kong Hi menggelengkan kepalanya berulang kali sambil tertawa terbahak- bahak. "Kembali kau mengoceh sembarangan Siau Kui cu hanya seorang thay kam palsu, Lagipula Hercules maupun Wei Tiong Hian adalah sebawahan raja lalim, Dengan demikian, bukankah kata-kata-mu tadi jadi mencaci aku sebagai raja yang lalim juga?"

Kian Leng kongcu tertawa.

"Maaf, Hong te koko! Dalam hal itu, aku tidak mengerti sama sekali." Meskipun mulutnya berkata demikian, pikirannya merenungkan kata-kata kakaknya yang menyatakan bahwa Siu Kui cu adalah seorang thay kam palsu. 

Hatinya jadi berbunga-bunga, Dia segera berkata pula, "Maaf, Hong te koko, aku harus menemui Thay hou sekarang!"

Kaisar Kong Hi tertegun, Dalam hati dia berpikir.

-- Celaka! permaisuri yang palsu telah digantikan oleh permaisuri yang asli, ibumu sendiri sudah melarikan diri. selamanya kaisar Kong Hi sayang sekali kepada adiknya 

yang satu ini. Dia tidak ingin Kian Leng kongcu merasa berduka. Karena itu, dia segera berkata.

"Dalam beberapa hari ini, kesehatan Thay hou kurang baik. Kau tidak perlu meresahkan dia orang tua. sebaiknya kau mengunjuk hormat di luar pintu keraton Cu Leng Kiong saja." Kian Leng kongcu mengiyakan. 

"Hong te koko, aku pergi dulu ke keraton Cu Leng Kiong, sekembalinya nanti, kita bisa berbincang-bincang pula." Dia menoleh kepada Siau Po dan berkata kembali "Siau Kui cu, mari kau temani aku!"

Siau Po tidak berani mengiakan Kaisar Kong Hi memberi isyarat dengan ekor matanya, maksudnya agar si bocah mencegah kepergian Kian Leng kongcu ke keraton Cu Leng Kiong, dengan demikian dia tidak dapat bertemu dengan Thay hou. 

Siau Po yang cerdik mengerti isyarat itu, dia segera menganggukkan kepalanya dan langsung mengiringi si puteri menuju ke keraton Cu Leng Kiong.

Siau Po segera memberi isyarat kepada seorang thay kam untuk melaporkan kedatangan Kian Leng kongcu, Ternyata Thay hou menurunkan titah bahwa badannya sedang kurang sehat sehingga beliau tidak ingin bertemu dengan sang puteri saat ini.

Kian Leng kongcu sudah lama sekali tidak bertemu dengan ibu nya. Karena itu dia berkata.

"Kalau Thay hou dalam keadaan kurang sehat, aku justru ingin menjenguknya." Dia segera melangkahkan kakinya menuju pintu keraton, sejumlah thay-kam dan dayang mana berani mencegahnya?

Dengan cepat Siau Po mendekatinya sambil berkata. "Tuan puteri, tuan puteri, Thay hou si orang tua sedang flu, tidak boleh kena angin sedikit pun!"

"Aku akan masuk ke dalam dengan hati-hati, pokoknya tidak ada sedikit pun angin yang ikut masuk." kata Kian Leng kongcu berkeras, Dia mendorong pintu keraton dengan hati-hati. sesampainya di dalam, dia melihat tirai diturunkan sedangkan kelambu juga tertutup rapi, Thay hou sedang tidur. Di depan pembaringannya menjaga empat orang dayang.

Kian Leng kongcu berkata dengan suara rendah.

Thay hou, anakmu datang menghadapi Dia segera menjatuhkan dirinya berlutut di depan pembaringan dan menyembah beberapa kali,

Dari balik kelambu terdengar suara gumaman Thay hou yang lirih sekali.

Kian Leng kongcu mendekati tempat tidur, dia mengulurkan tangannya untuk menyingkap kelambu Salah seorang dayang segera berkata.

"Tuan puteri, Thay hou berpesan bahwa siapa pun tidak boleh mengejutkannya."

Kian Leng kongcu mengangguk Dia menyingkapkan kelambu itu sedikit, lalu melongokkan kepalanya ke dalam, Tampak Thay hou tidur dengan wajah menghadap ke bagian dalam, Kian Leng kongcu memanggil dengan suara lirih.

"Thay hou! Thay hou!" Tidak terdengar sahutan dari permaisuri itu.

Kian Leng kongcu tidak berdaya, Terpaksa dia menurunkan kembali kelambu tempat tidur permaisuri dan mengundurkan diri dengan perlahan-lahan. Hatinya terasa perih, Tanpa dapat menahan kepiluannya, air mata Kian Leng kongcu mengucur dengan deras.

Wi Siau Po melihat kongcu belum berhasil mengetahui rahasia tentang permaisuri perasaannya menjadi lega, Dia cepat-cepat menghibur puteri itu.

"Kongcu toh tinggal di kota raja, kapan waktu saja bisa datang ke istana, Lain kali, apabila kesehatan Thay hou sudah agak membaik, kongcu bisa datang lagi menjenguknya."

Kian Leng kongcu merasa kata-kata Siau Po ada benarnya juga, Dia segera menghapus air matanya.

"Entah bagaimana keadaan tempat tinggalku dulu? Aku ingin melihatnya." katanya, Sang puteri langsung menuju tempat tinggalnya dulu, Siau Po tetap mengintil dari belakang. Tempat tinggal Kian Leng kongcu dulu letaknya di samping Cu Leng Kiong. Dalam sekejap saja mereka sudah sampai, setelah sang puteri menikah, tempat tinggalnya masih dirawat dengan baik oleh para thay kam dan dayang-dayang istana, Karena itu, keadaannya tidak berbeda sedikit pun.

Begitu sampai di ruangan pendopo, Kian Leng kongcu melihat Siau Po berdiri di depan pintu sambil tertawa cengar-cengir. Dia tidak ikut masuk ke dalam, Wajah Kian Leng kongcu menjadi merah padam.

"Thay kam mau mampus! Mengapa kau tidak masuk ke dalam?" tanyanya.

Sembari tersenyum, Siau Po menyahut "Aku toh seorang thay kam palsu, mana boleh sembarangan masuk ke dalam tempat tinggal kong-cu?"

Kian Leng kongcu segera mengulurkan tangannya untuk menjewer telinga Siau Po. "Kalau kau tidak mau masuk, biar aku seret kau masuk ke dalam!" Dia menarik 

telinga Siau Po keras-keras sehingga kakinya terpaksa melangkah masuk ke dalam 

ruangan.

Siau Po terkejut setengah mati, Dia juga ketakutan Karena itu, dia segera berkata dengan suara lirih.

"Kongcu, di dalam istana jangan sembarangan! Aku... aku,., bisa kehilangan kepala." Sepasang mata Kian Leng kongcu yang berbinar-binar bagai mengandung air, 

Dengan manja dia berkata.

"Wi huya, aku adalah budakmu, biarlah hambamu melayanimu!" Kedua tangannya segera diulurkan untuk memeluk si anak muda, Siau Po tertawa.

"Jangan, jangan begitu!" katanya. 

"Baik." kata Kian Leng kongcu, "Sekarang aku akan menghadap Hongte koko dan mengatakan kepadanya bahwa dalam perjalanan ke Hun Lam, kamu telah menggoda aku dan menyuruh aku mengelabui Gouw Eng Him. sekarang kau malah mencampakkan aku." Selesai berkata, dia langsung mencubit paha Siau Po keras- keras.

Sampai Iama-Iama sekali, keduanya baru meninggalkan ruangan bekas tempat tinggal sang puteri, wajah Kian Leng kongcu tampak berseri-seri. Sembari tersenyum dia berkata.

"Raja menyuruh kau menceritakan tentang puteri negara Losat, mengapa belum selesai, kau sudah mau pergi?" "Hamba sudah letih sekali, tidak ada tenaga untuk bercerita pula." sahut Siau Po, Kian Leng kongcu tertawa. "Lain kali kau harus menceritakan lagi pengalamanmu menangkap siluman rubah di Liau Tong!" katanya.

Siau Po melirik dengan ekor matanya, lalu menjawab dengan suara lirih seperti tadi. "Hamba benar-benar tidak ada tenaga lagi untuk bercerita."

Kian Leng kongcu tertawa terkekeh, tangannya segera melayang untuk menampar pipi Siau Po.

Para thay kam maupun dayang yang bekerja mengurus Cu Leng Kiong adalah orang-orang Iama. Melihat sikap puteri itu, mereka sudah terbiasa, Sifat Kian Leng kongcu memang manja dan keras kepala, serta suka berlaku semena-mena terhadap orang, namun mereka berpikir 

-- Kongcu sudah menikah, tapi sikapnya masih belum berubah juga. Wi tou tong adalah orang kesayangan raja, tapi dia berani turun tangan juga.

Keduanya segera kembali ke kamar tulis raja untuk berpamitan Hari sudah mulai gelap, Tampak di depan kaisar Kong Hi terbentang sehelai peta yang besar, Dia sedang melihatnya dengan segenap perhatian Kian Leng kongcu berkata.

"Hong te koko, kesehatan Thay hou sedang kurang baik, jadi tidak dapat bertemu dengan beliau Lewat beberapa hari aku baru datang lagi mengunjuk hormat."

Kaisar Kong Hi menganggukkan kepalanya.

"Beberapa hari lagi, kalau Thay hou sudah mau bertemu, kau datanglah lagi!" katanya.

Setelah itu tangannya menunjuk kepada peta dan bertanya kepada Siau Po.

"Kalian menuju Hun Lam lewat Kui Ciu, tapi kalian justru keluar dari Kuang Say, jalan mana yang lebih mudah ditempuh?" Rupanya dia sedang mereka-reka keadaan di Hun Lam.

"Pegunungan di wilayah Hun Lam tinggi-tinggi, baik dari Kiu Ciu maupun Kuang Say, jalannya sama sukarnya. Banyak daerah pegunungan yang tidak dapat dilalui oleh kereta, ketika itu, kongcu naik tandu, sedangkan hamba menunggang kuda." kata Siau Po.

Kaisar Kong Hi menganggukkan kepalanya, tiba-tiba sebuah ingatan melintas dalam benaknya, dia segera mengeluarkan perintah. "Panggil pengurus kereta dan kuda!" katanya kepada seorang thay kam. Kemudian dia menoleh kepada sang puteri dan berkata kembali "Kembalilah kau ke gedungmu, kau sudah ke luar seharian, tentu suamimu menantikan kedatanganmu di rumah !"

Kian Leng kongcu mencibirkan bibirnya, "Dia pasti tidak menunggu aku." Hatinya bermaksud ke luar bersama-sama Siau Po. Dengan demikian mereka masih bisa bercakap-cakap, tapi kakak rajanya memanggil pengurus kereta dan kuda, tentu ada urusan negara yang akan diselesaikannya. 

"Hong te koko," katanya pula, "Hari sudah maIam. Tapi kau masih menyibukkan diri dengan urusan negara, pada waktu dulu ayahanda raja sendiri tidak serajin engkau ini."

Hati kaisar Kong Hi terasa pilu mengingat ayahnya yang menyucikan diri di gunung Ngo Tay san tanpa ditemani oleh sanak keluarganya.

"Ayahanda raja cerdas sekali, beliau dapat menyelesaikan suatu urusan dalam satu jam, sedangkan aku, untuk menyelesaikan urusan yang sama mungkin memerlukan waktu tiga jam. itu juga masih belum tentu." Kongcu tertawa.

"Aku dengar banyak orang mengatakan bahwa kakak raja berbakat dan sangat cerdas, Sejak jaman dahulu sulit ditemukan Mereka tidak berani mengatakan kau lebih baik dari ayahanda Raja, justru dikatakan sebagai raja yang langka sejak jaman ratusan yang lampau."

Kaisar Kong Hi tersenyum, "Dalam sejarah negara Cina, raja yang baik banyaknya tidak terkira, misalnya raja Bun Ti dari dinasti Han, raja Kuang Bu dari dinasti yang sama, kaisar Thay Cong dari dinasti Tong. Mereka semua dihormati orang bahkan sampai jaman ini."

Kian Leng kongcu melihat kakak rajanya tetap memandang ke arah peta meskipun sedang berbicara dengannya, dia tidak berani banyak cakap lagi. 

Matanya melirik kepada Siau Po. Tangannya tetap lurus ke bawah, sedangkan jari tangannya menunjuk kepada Siau Po kemudian menunjuk lagi kepada dirinya sendiri Maksudnya ingin mengatakan agar Siau Po sering menjenguknya. 

Si anak muda mengerti maksudnya, Perlahan-lahan dia menganggukkan kepalanya sedikit Kian Leng kongcu segera berpamitan kepada kaisar Kong Hi kemudian mengundurkan diri.

Beberapa saat kemudian, kaisar Kong Hi baru mendongakkan kepalanya.

"Kalau begitu, meriam yang kita buat rasanya terlalu besar dan kelewat berat, tentu susah menariknya di jalan pegunungan."

Wi Siau Po tertegun. Dia baru sadar kalau sejak tadi kaisar Kong Hi memikirkan cara mengirim meriam ke Hun Lam untuk menggempur Gouw Sam Kui. "Benar, benar!" katanya, "Hamba memang ceroboh sehingga tidak terpikir persoalan yang satu ini, sebaiknya dibuat lagi meriam yang lebih kecil, kalau bisa yang dapat ditarik oleh dua ekor kuda, Dengan demikian jadi mudah membawanya ke Hun Lam."

"Perang di wilayah pegunungan tidak dapat mengandalkan laksaan tentara berkuda atau senjata-senjata besar. Malah lebih menguntungkan kalau kita menggunakan pasukan berjalan saja."

Tidak lama kemudian, tiga orang pengurus kereta sudah datang menghadap. Salah satunya seorang laki-laki berbangsa Han, kaisar Kong Hi bertanya kepadanya.

"Apakah kuda-kuda sudah disiapkan?"

Orang itu memang pengurus khusus untuk kuda-kuda dan kereta besar yang biasa digunakan untuk medan perang. Dia segera memberikan laporannya, Dia mengatakan bahwa telah dipesan sejumlah kuda dari Tibet dan Mongol. Dia juga sudah membeli sejumlah kuda dari luar perbatasan sekarang ini jumlah kuda yang mereka miliki kurang lebih delapan laksa lima ribu ekor kuda pilihan dan saat ini masih terus dilatih serta dirawat dengan baik. 

Kaisar Kong Hi senang sekali mendengarnya, dia memberikan pujiannya dan pengurus itu cepat-cepat menyatakan perasaan terima kasih kepada junjungannya itu.

"Sri Baginda," Tiba-tiba Siau Po menyela, "Katanya kuda-kuda keluaran Hun Lam dan kuda-kuda luar perbatasan seperti Tibet ada perbedaannya. Meskipun tubuhnya lebih kecil tetapi tenaganya lebih besar, serta sanggup berjalan di daerah pegunungan Entah benar atau tidak."

Kong Hi bertanya kepada para pengurus kudanya. "Benarkah keterangan yang didapatkannya?"

"Benar Sri Baginda," jawab orang Han itu. "Kuda-kuda Hun Lam mau pun She Cuan memang lebih ulet dan kuat mengangkat beban berat, tenaganya juga lebih kuat, kalau digunakan untuk menempuh jalan pegunungan memang cukup baik, tapi kalau di jalan datar, larinya kurang kencang, Dan untuk perjalanan jauh juga kalah dibandingkan kuda-kuda dari Tibet maupun luar perbatasan. Karena alasan itulah, mengapa pasukan tentara jarang menggunakan kuda Hun Lam maupun She Cuan."

Kaisar Kong Hi melirik kepada Siau Po sekilas, kemudian bertanya lagi kepada pengurus kudanya.

"Berapa ekor kuda Hun Lam dan She Cuan yang kita miliki?"

"Jawab Sri Baginda, di pusat ketentaraan kita di Hun Lam, jumlah kuda-kuda itu banyak sekali. Tapi di wilayah lain justru sangat sedikit Misalnya di Ho Lam, kita hanya mempunyai sekitar lima ratusan ekor saja." Kaisar Kong Hi menganggukkan kepalanya, "Kalian boleh ke luar sekarang!" katanya, Dia tidak ingin maksud hatinya diketahui oleh orang-orang itu. Setelah ketiga sebawahannya itu mengundurkan diri, dia baru berkata kepada Siau Po.

"Untung ada kau yang mengingatkan. Besok pagi kau turunkan perintah agar mendatangkan lebih banyak lagi kuda-kuda Hun Lam dan She Cuan. Jaga baik-baik rahasia ini, jangan sampai diketahui pihak yang tidak berkepentingan!"

Tiba-tiba Siau Po tertawa terkekeh-kekeh, wajahnya menyiratkan kebanggaan hatinya, Kaisar Kong Hi menjadi heran.

"Ada apa?"

Siau Po tertawa.

"Gouw Gokhu ada seekor kuda Hun Lam yang baru didatangkan dari sana, Dia membual kudanya itu lebih kuat dan tenaganya lebih besar, Hamba tidak percaya, karena itu hamba mengajaknya bertanding, Apakah kuda-kuda keluaran daerah itu benar-benar mempunyai tenaga lebih besar, kita akan segera mengetahuinya."

Kaisar Kong Hi ikut tertawa.

"Kalau begitu, kau harus bertanding dengannya baik-baik! Bagaimana cara pertandingannya?" tanyanya.

"Kami berjanji untuk bertanding sebanyak sepuluh babak, Yang bisa mengungguli enam babak saja, terhitung keluar sebagai pemenang." sahut Siau Po.

"Kalau hanya bertanding sepuluh babak, bagaimana bisa tahu kuda-kuda itu benar- benar kuat atau tidak?" kata kaisar Kong Hi. "Tahukah kau berapa jumlah kuda yang didatangkan dari Hun Lam?"

"Aku lihat di istalnya ada sekitar lima enam puluh ekor kuda, semuanya baru didatangkan dari Hun lam."

"Kalau begitu, sebaiknya kau bertanding dengannya sebanyak lima enam puluh babak, Harus menempuh jarak jauh, paling baik lagi kalau lewat Say sua, jalanan pegunungan."

Dia melihat mimik wajah Siau Po agak aneh, karena itu raja segera menggumam. "Dasar manusia tak punya guna! Kalau sampai kalah, biar aku yang menggantikan 

kerugianmu."

Siau Po merasa kurang leluasa untuk berterus terang kepada raja bahwa dia telah menyuruh orang mengerjai kuda Gouw Eng Him. pertandingan kali ini, sembilan puluh persen akan dimenangkan olehnya.  Tapi kalau raja salah mengira bahwa kuda-kuda Hun Lam tidak berguna, kelak mungkin bisa merusak urusan besar, Karena itu, dengan tersenyum dia berkata.

"Masalahnya bukan taruhannya. "

Tiba-tiba kaisar Kong Hi menarik nafas panjang.

"Aih! Kuda-kuda Hun Lam mempunyai tenaga yang kuat, mendadak si budak Gouw Eng Him mendatangkan begitu banyak kuda-kuda asal daerah nya, entah apa yang direncanakannya?"

Wi Siau Po tersenyum.

"Tentu saja dia ingin memamerkan diri bahwa kuda-kuda asal daerahnya adalah kuda yang baik." katanya.

Sepasang alis kaisar Kong Hi tampak berkerut.

"Tidak mungkin! Budak. itu pasti ingin melarikan diri!"

Siau Po masih belum mengerti maksudnya, Dengan heran dia bertanya. "Maksud Sri Baginda, kabur?"

"Betul." jawab kaisar Kong Hi yang segera berteriak "Mana orang?" Dia langsung menurunkan perintah kepada seorang thay kam. "Cepat siarkan perintah untuk menutup sembilan pintu kota, Siapapun tidak boleh ke luar kota raja tanpa ijin tertulis dariku! Lalu panggil Gouw Gokhu untuk menghadap!"

"Thay kam itu menurut Perintah kaisar segera dia laksanakan. sementara itu wajah Siau Po berubah perlahan-lahan.

"Sri Baginda, masa nyali Gouw Eng Him si budak itu demikian besar sehingga berani melarikan diri?" tanyanya.

Kaisar Kong Hi menggelengkan kepalanya.

"Semoga dugaanku keliru, kalau tidak, kita harus segera mengerahkan pasukan tempur untuk melawan Gouw Sam Kui. sedangkan persiapan kita masih belum matang. "

"Kalau persiapan kita belum matang, persiapan Gouw Sam Kui sendiri juga belum tentu sudah sempurna." kata Siau Po.

"Bukan begitu." kata kaisar Kong Hi. "Gouw Sam Kui, orangnya belum sampai ke Hun Lam, tapi dia sudah membeli kuda begitu banyak dari sana." Wajah kaisar Kong Hi tampak kelam sekali.  "Dia sudah menjabat kedudukannya selama belasan tahun, sedangkan aku baru satu dua tahun ini saja."

Siau Po hanya sanggup menghibur junjungannya.

"Tapi, persiapan Sri Baginda selama satu tahun, dapat disamakan dengan persiapan Gow Sam Kui selama dua puluh tahun, Kecerdasan Sri Baginda berpuluh kali lipat daripadanya."

Kaisar Kong Hi mengangkat kakinya dan mendupak Siau Po satu kali. Sambil tertawa dia berkata.

"Aku menendang kau satu kali, setidaknya lebih enak dari pada tendangan Gouw Sam Kui sebanyak dua puluh kali, Enaknya! Siau Kui cu, kau jangan menganggap enteng Gouw Sam Kui, Orang tua itu pandai mengatur siasat perang. Lie Ki Seng yang begitu lihay saja, juga terjungkal di tangannya, Di dalam pemerintahan sekarang, tidak ada seorang pun yang sanggup menandinginya, Maksudku, panglima perang."

"Kita mengandalkan jumlah besar untuk mengunggulinya, Sri Baginda dapat mengutus sepuluh orang panglima, Sepuluh lawan satu, masa tidak menang?" tanya Siau Po,

"ltu juga harus mengandalkan jenderal-jenderal yang lihay," kata kaisar Kong Hi. "Seandainya sebawahanku ada yang setanding dengan Ci Tat, Tiong Gi Cun atau Bhok Eng, dan Tan yu Liang dari kerajaan Beng yang terdahulu, tentu aku tidak perlu khawatir lagi."

"Kalau Sri Baginda turun dengan sendiri mengatur pasukan perang, tentu melebihi segala Ci Tat, Tiong Gi Cun maupun Tan Yu Liang, DahuIu mereka juga turun tangan sendiri memimpin pasukan."

"Kau memang pandai mengumpak, apalagi dengan mengatakan tentang Niau Seng Hi Tong apa, cerdas melebihi sang Buddha. Kalau memang pintar, tentu harus 

mempunyai keahlian sendiri dalam memimpin pasukan perang, ini bukan soal main- main, selamanya aku tidak pernah turun ke medan perang, bagaimana dapat menandingi Gouw Sam Kui? Biarpun berlaksa tentara berkuda, yang dikerahkan, tapi kalau pemimpinnya tidak becus, salah sedikit saja, semuanya jadi fatal. 

Dijaman dahulu, kaisar Cong Ceng mempercayai kata-kata seorang thay kam yang bernama Ong Cin, dia menyerahkan laksaan tentaranya kepada si thay-kam ceroboh itu. Akhirnya, bukan saja serangan mereka gagal, namun rajanya sendiri kena tertawan oleh pihak musuh."

Siau Po menunjukkan roman terkejut "Tapi, Sri Baginda.,." katanya, "Hamba jangan disamakan, karena hamba adalah thay kam palsu!"  Kaisar Kong Hi tertawa terbahak-bahak, "Kau tidak perlu khawatir!" katanya, "Seandainya kau seorang thay kam tulen sekalipun, aku toh bukannya kaisar Eng Tiong di jaman kerajaan Beng, mana mungkin aku seceroboh itu mendengarkan perkataanmu tanpa mempertimbangkannya lagi?"

"Betul! Betul!" sahut Siau Po cepat. "Sri Baginda memang cerdas sekali, Segala sesuatu dapat diramalkan dengan tepat, Dalam cerita sandiwara ada disebutkan juga, kalau tidak salah.... pandangan apa... sejauh ribuan li. "

"Sudahlah, kata-kata itu terlalu dalam, aku tidak akan menjelaskannya kepadamu." tukas kaisar Kong Hi.

Di saat mereka sedang berbincang-bincang itulah, seorang thay kam datang memberikan laporannya.

"Seluruh pintu kota sudah ditutup sesuai perintah Sri Baginda."

Baru saja hati kaisar Kong Hi agak lega, seorang thay kam lainnya datang pula dengan laporannya.

"Gok Huma sedang keluar berburu, karena pintu kota sudah ditutup, jadi perintah Sri Baginda tidak dapat disiarkan keluar."

Kaisar Kong Hi langsung menggebrak mejanya keras-keras sembari mencelat bangun.

"Ternyata dia benar-benar sudah kabur!" Kemudian dia bertanya, "Di mana Kian Leng kongcu?" "Jawab Sri Baginda." kata thay kam itu, "Tuan puteri ada di gedungnya!"

"Kurang ajar!" teriak kaisar Kong Hi dengan sikap garang. "Budak itu benar-benar tidak ingat cinta kasih antara suami istri sedikit pun juga!"

"Sri Baginda, sekarang juga hamba akan mengejar budak itu. Dia sudah berjanji untuk bertanding kuda-kuda kami hari ini. Tiba-tiba dia pergi berburu, tampaknya urusan ini memang agak kurang beres." kata Siau Po.

Kaisar Kong Hi bertanya kepada thay kam tadi, "Kapan Gouw Gokhu berangkat berburu?" 

"Jawab Sri Baginda, hamba pergi ke gedung Gouw Gokhu, menurut Cong koan rumahnya, beliau sudah berangkat sejak pagi-pagi sekali." sahut thay kam yang ditanya.

Kaisar Kong Hi mendengus dingin satu kali, "Pasti pagi-pagi sekali budak ini sudah mendapat kabar dari Ciu Cing Tiong tentang ayahnya yang akan memberontak karena itu dia cepat-cepat kabur!"  Kemudian dia menoleh kepada Siau Po dan berkata lagi. "Orang sudah berangkat enam tujuh jam yang lalu, pasti sulit mengejarnya lagi. Dia sengaja mendatangkan lima enam puluh ekor kuda dari Hun Lam, tujuannya untuk mengganti tunggangan sepanjang perjalanan Dia pasti lari ke Kunbeng."

Diam-diam Siau Po berpikir dalam hati, -- Terkaan Sri Baginda benar-benar seperti dewa, Mendengar Gouw Eng Him mendatangkan kuda dari Hun Lam, beliau sudah dapat mengira kalau budak itu akan melarikan diri. 

Melihat wajah kaisar Kong Hi yang murung, dia tidak berani sembarangan mengumpak Tiba-tiba sebuah ingatan melintas dalam benaknya, maka dia berkata.

"Sri Baginda harap jangan khawatir! Mungkin hamba mempunyai jalan untuk menangkap kembali budak itu."

"Kau mempunyai akal apa? Ngaco belo!" kata kaisar Kong Hi. "Begitu meninggalkan kota raja, asal sudah agak jauh, dia bisa merubah dandanannya, pada saat itu, mengenalinya pun sulit Apalagi dia menggunakan kuda-kuda yang tenaganya kuat."

Siau Po tidak tahu apakah pengurus kudanya sudah mencekoki kuda-kuda Gouw Eng Him dengan kacang kedelai atau belum, dia tidak berani sembarangan sesumbar di hadapan kaisar Kong Hi. Maka dia berkata.

"Setiap orang peruntungan berlainan Kita adu peruntungan saja dengan mencoba- coba mengejarnya, kalau sampai tidak tersusul juga, namanya sudah takdir."

"Baik." kata kaisar Kong Hi. Dia mengambil pitnya dan menulis beberapa huruf di atas sehelai kertas, lalu diteranya cap kerajaan. Disodorkannya surat ijin ke luar kota untuk Siau Po itu. "Kau bawalah sejumlah tentara, seandainya Gouw Eng Him membangkang, ringkus saja!"

"Terima perintah!" sahut Siau Po sambil menyambut surat ijin tersebut. Tanpa menunda waktu lagi, dia menghambur dari kamar tulis raja.

Kian Leng kongcu sedang berdiri di depan pintu istana, melihat Siau Po yang berjalan dengan tergesa-gesa, dia langsung menegur.

"Siau Kui cu, apa yang sedang kau lakukan?"

"Anak manis, celaka! Lakimu merat!" teriaknya tanpa berhenti berlari, malah dia mempercepat langkah kakinya.

Kian Leng kongcu mengomel.

"Thay kam mau mampus! Tidak ada sopan sedikit pun. Ayo berhenti!" teriaknya. "Aku pergi menangkap suamimu kembali!" teriak Siau Po sambil berlari terus, "Kalau sampai terlambat, ibarat api yang menjalar, semakin lama semakin..." ocehannya sayup-sayup menghilang seiring dengan orangnya yang sudah kabur jauh.

Wi Siau Po kembali ke gedungnya, dia melihat Tio Liang Tong sedang menemani Thio Yong bertiga minum arak di taman bunga, Dia segera membalikkan tubuhnya dan memerintahkan belasan siwi untuk menangkap Thio Yong bertiga. Dalam sekejap mata ketiga tamunya itu sudah diikat erat-erat.

Dengan penasaran Thio Yong bertanya.

"Mohon tanya kepada Wi tou tong, apakah kesalahan yang telah kami lakukan?" "Di sini ada surat perintah penangkapan, aku tidak ada waktu banyak bicara 

denganmu." kata Siau Po sambil memperlihatkan sehelai surat perintah Kemudian dia menurunkan perintah, "Siapkan tentara sebanyak seribu orang, siwi sebanyak lima puluh orang, suruh mereka menghadap secepatnya, jangan lupa siapkan kuda-kuda untuk tunggangan!"

Beberapa opsir segera menerima perintah itu. Siau Po menoleh kepada Tio Liang Tong.

"Tio Cong peng, si budak Gouw Eng Him sudah melarikan diri Gouw Sam Kui akan memimpin pemberontakannya, kita harus mengejar secepatnya." 

Lalu berpesan kepada beberapa opsir yang ada di sana. "Jaga ketiga orang ini baik- baik! Tio Cong peng, mari kita berangkat!"

Sementara itu, Thio Yong dan kedua rekannya terkejut setengah mati mendengar keterangan Siau Po, Mereka saling pandang sekilas, Thio Yong langsung berteriak.

"Wi Tayjin, kami adalah penduduk dari Si Liang, Dahulu kami menjadi guru silat di Kam Siau, belakangan kami diangkat menjadi opsir di Hun Lam, kami bukanlah antek Gouw Sam Kui! Kami selalu setia kepada pemerintah kerajaan Ceng! kami bahkan selalu ditekan oleh Gouw Sam Kui, sekarang kami dipindahkan dari Hun Lam, justru karena dia tahu kami tidak mau menurut pada perintahnya, dia takut masih merusak usaha besarnya!"

"Aku mana tahu apakah kata-katamu itu benar atau tidak?" kata Siau Po.

“Tahun lalu," kata Sun Si Kek yang turut bicara, "Kepalaku ini hampir saja dipenggal oleh Gouw Sam Kui, untung ada sahabat Thio ini yang memohonkan pengampunannya. Dengan demikian kepada Pie cit baru dapat dipertahankan sampai hari ini. Pie cit justru benci sekali kepada Gouw Sam Kui."

"Kalau kami bersengkongkol dengannya," kata Thio Yong pula, "Mengapa kami tidak ikut lari bersama-sama dengannya?" Siau Po merasa kata-kata itu ada benarnya juga, Dengan suara dalam dia berkata. "Baik! Kalian antek Gouw Sam Kui atau bukan, sekembalinya nanti aku akan 

menyelidiki dengan seksama, Tio Cong Peng, urusan mengejar orang lebih penting, ayo 

kita berangkat sekarang!"

"Tou tong tayjin, Ong Hu Ciang sudah lama mengurus kuda di Hun Lam, kuda-kuda daerah itu, sekali lihat jejaknya saja, dia sudah bisa mengenali." kata Thio Yong.

Siau Po menganggukkan kepalanya.

"Keahlian ini memang ada manfaatnya, tapi kalau dalam perjalanan kalian melakukan yang tidak-tidak, tentu aku sulit mengatasinya."

Sun Si Kek segera berkata dengan suara lantang.

“Tou tong tayjin, kau boleh mengurung hamba di sini, bawalah sahabat Thio dan Ong hu ciang serta, Kalau mereka memperlihatkan gerakan apa-apa, kau boleh kembali ke sini untuk menebas batang leherku."

"Bagus, Kau benar-benar gagah, Tapi, untuk urusan ini aku belum bisa mengambil keputusan Mari, mari! Saudara Thio, kita bermain dadu, Kalau kau menang, aku akan menurut apa yang kau katakan Tapi kalau aku yang menang, kepala kalian bertiga terpaksa menjadi taruhannya." 

Tanpa menunggu sahutan dari Thio Yong, dia langsung berteriak kepada bawahannya, "Bawa dadu ke mari!"

"Hamba selalu membawa dadu." kata Ong Cin Po. "Renggangkanlah ikatan ini, hamba akan menemani tayjin bermain!"

Siau Po menjadi heran. Dia meminta seorang opsir untuk melepaskan ikatan orang itu, Ong Cin Po mengulurkan tangannya ke dalam saku, Ternyata dia memang mengeluarkan tiga butir dadu. Dia memutarnya di atas meja. Tangannya tampak sudah terlatih sekali.

"Mengapa kau membawa dadu dalam sakumu?" tanya Siau Po.

"Seumur hidup, Pie cit suka berjudi Karena itu, Pie cit selalu membawa dadu ke mana saja. Kalau tidak ada orang yang diajak bertaruh, tangan kiri Pie cit akan menjadi lawan main tangan kanan."

Hati Siau Po tertarik sekali.

“Tangan kiri lawan tangan kanan? Kalah menangnya bagaimana bisa ketahuan?" tanyanya. "Kalau tangan kanan yang kalah, maka tangan kiri akan menghajarnya satu kali, Demikian pula dengan tangan kiri, kalau kalah, giliran tangan kanan yang menghajarnya." sahut Ong Cin Po.

Siau Po tertawa terbahak-bahak.

"Menyenangkan! Sungguh menyenangkan!" katanya lalu berkata dengan serius, "Lo heng (saudara tua) mempunyai hobby yang sama denganku, berarti kau pasti orang baik-baik, Mana orang? Lepaskan juga ikatan pada kedua jenderal ini! Ong Hu Ciang, aku ingin bertaruh denganmu sebanyak tiga kali, siapa pun yang kalah atau menang, kalian tetap ikut aku mengejar Gouw Eng Him. Kalau aku menang, urusan yang sudah terjadi tidak perlu diungkit lagi, Kalau kebetulan kalian yang menang, aku akan menyembah dan meminta maaf."

Thio Yong bertiga juga tertawa terbahak-bahak. "Untuk itu, kami tidak pantas menerimanya."

Siau Po mengambil dadu dari atas meja, Baru saja dia ingin melemparkannya, seorang opsir sudah masuk ke dalam ruangan itu dan melaporkannya bahwa para tentara dan siwi yang diminta Siau Po sudah menunggu perintah dengan berkumpul di luar gedungnya.

Siau Po segera menyimpan kembali dadu itu.

"Urusan ini tidak boleh ditunda lagi, lebih penting mengejar pemberontak. Para panglima sekalian, mari kita berangkat sekarang juga!"

Dengan membawa Thio Yong, Tio Liang Tong dan rombongan tentara serta siwi, mereka ke luar dari pintu sebelah selatan.

Ong Cin Po berjalan di depan sebagai pembuka jalan. Setelah mengejar sampai belasan li, dia turun dari kudanya dan memperhatikan jejak kuda di sekitar tempat itu.

"Tou tong tayjin, aneh sekali, Jejak itu menuju timur." katanya,

"Mengherankan! Dia toh akan pulang ke Inlam, seharusnya dia mengambil arah selatan. Baiklah, kita ikut menuju timur!" katanya.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar