Kaki Tiga Menjangan Jilid 67

Jilid 67

Segera setelah itu Sophia mengeluarkan firmannya, yang isinya mengatakan Siau Po mendapat pangkat kehormatan, yaitu "Graaf, gelar kedua dari raja muda, dan diberikan pula wilayah kekuasaan dengan tentaranya, setelah itu Sophia memerintahkan pada menterinya untuk menulis sepucuk surat yang ditujukan pada kaisar Tiongkok dan yang ditugaskan mengirim surat itu adalah Siau Po yang dikawal oleh pasukan Kozak dan utusan Losat. Di samping itu Siau Po dihadiahkan banyak uang emas, perak, dan juga permata, serta banyak lagi yang lainnya.

Buat kaisar Tiongkok Sophia juga memberikan hadiah yang cukup banyak. Hal itu dimaksudkan untuk tanda persahabatan. Sebagai pengiring atau pelayan pribadi Siau Po, Sophia pun memilih dan menyerahkan sejumlah pria yang tampan-tampan, agar Siau Po memperoleh pelayanan yang menyenangkan selama dalam perjalanan itu.

Ketika tiba harinya Siau Po harus berangkat menjalankan tugas itu, Sophia berat sekali melepaskannya, Selama beberapa bulan mereka berdua tak pernah berpisah, dan kali ini mereka harus berpisah untuk sekian lama.

Pada suatu hari Siau Po berangkat dengan menunggang kuda pilihannya yang diiringi dengan pasukan Kozak, ia melarikan kudanya di antara angin musim semi, dan kaki kuda mereka terdengar sangat asyik sekali. 

Hal itu membuat Siau Po senang dan ia berkata dalam hati. "Setelah aku lolos dari ancaman maut sekarang aku dapat pulang dengan mengepalai pasukan tentaraku ini, padahal aku hanya dapat membantunya sedikit saja pada putri itu. Semua ini berkat aku banyak melihat dan mendengar cerita itu."

Pada suatu hari tibalah rombongan Siau Po di Tiongkok tepatnya di kota Pakhia.

Kong Cin-ong, So Ngo Ta dan yang lainnya merasa heran bercampur girang dengan kedatangan Siau Po, apa lagi mereka melihat Siau Po pulang dengan tidak kurang suatu apa pun, dan kedudukan sebagai utusan dari bangsa asing.

Semenjak Siau Po berangkat dengan pasukan airnya dahulu itu, ia lalu tak ada kabar beritanya lagi, pernah beberapa kali pemerintah memerintahkan untuk mengadakan penyelidikan tetapi hasilnya tidak ada, hingga orang melupakannya, Ketika itu jangankan Siau Po sendiri, perahu layarnya pun tak tampak, karena itu mereka menganggap sang badai telah membinasakannya.

Kaisar Kong Hie pun girang sekali, ia lalu memerintahkan seseorang untuk memanggilnya menghadap.

Siau Po sangat gembira menyaksikan rajanya girang, maka setelah masuk secepatnya ia memberikan hormat pada junjungannya, dan setelah itu ia memberikan keterangan sebelum ditanyakan.

Dahulu sewaktu kaisar Kong Hie memerintahkan untuk menghancurkan kaum Sin Liong Lay dengan membawa pasukan air juga untuk membekuk ibu suri maka di samping ia mentitahkan tugas hambanya, ia senang mendengar berita bahwa pulau itu telah hancur, hanya sayang ibu suri itu telah berhasil meloloskan diri, sebaliknya Siau Po sudah berhasil mengikat tali persahabatan antara negara Losat dengan negaranya. 

Karena girangnya raja terus menanyakan hal itu sampai berulang-ulang kali sampai jelas, Dan Siau Po menerangkan segalanya sampai pada soal putri Sophia yang bertindak dan memperoleh kedudukannya yang agung dan berkuasa.

Kaisar Kong Hie tertawa. "Kau hebat! Dengan apakah kau mengajari wanita Bangsa Losat itu mengangkat dirinya?" tanyanya.

Siau Po tersenyum.

Besoknya, Kaisar Kong Hie mengijinkan utusan kaisar itu untuk menghadapnya di istana, Kaisar Kong Hie menyambutnya dengan baik, dan ia menerima hadiah dari putri Losat itu. sebaliknya ia pun memberikan bingkisan kepada putri Losat berupa barang- barang dari Tiongkok, sedangkan Siau Po ditugaskan untuk mengantarkan tamu dari Bangsa Losat itu berkeliling. Para tamu utusan dari negara Losat itu sangat kagum menyaksikan Tiong-kok yang telah memiliki meriam-meriam besar.

Di lain waktu setelah utusan itu pulang, kaisar Kong Hie mengangkat Siau Po menjadi Tiong Yong Pek Graf yang setia dan gagah, hingga para menteri memberikan kata selamat padanya.

Sementara itu Siau Po mendapatkan kenyataan Oey Congpeng dan yang lainnya belum juga pulang ke kota raja, ia menerka bahwa mereka itu takut karena kepala perang mereka lenyap, karena itu ia lalu memerintahkan dua orang untuk memanggil mereka pulang.

Pada suatu hari Kaisar memanggil Siau Po ke kamar tulisnya untuk memperlihatkan tiga helai surat laporan yang diletakkan di atas meja.

Siau Po mendekati surat laporan itu untuk melihat lebih jelas lagi, ia mendapatkan kenyataan yang ia tidak mempunyai pegangan, dan ia meminta pada rajanya untuk memberikan gambarannya.

Kong Hie tersenyum, lalu mengangkat tangannya untuk memberikan isyarat dengan jarinya, dan telapak tangannya di buka untuk memperlihatkan gerakan bacokan sebanyak tiga kali.

Melihat isyarat bacokan itu Siau Po tertawa.

"Hamba mengerti sekarang, itulah laporan dari Gouw Sam Kui, Siang Ko Hie dan Keng Ceng Tiong, ketiga penghianat itu." jawabnya.

"Kau memang sangat cerdas! sekarang coba kau terka ketiga laporan itu!" kata kaisar.

"Sulit bagi hamba untuk menerkanya! Apakah laporan itu datangnya bersamaan?" tanya Siau Po.

“Tidak. Namun beda hari tak seberapa jauh." jawab Kaisar,

"Rupanya pikiran ketiga penghianat itu satu rupa. Apakah pikiran itu hamba tidak dapat menerkanya, Akan tetapi isi laporan itu bernadakan kurang baik.." kata Siau Po. Kong Hie menepuk meja, Lalu katanya "Benar terkaanmu! Laporan yang pertama datang dari Siang Ko Hie si tua bangka, dia mengatakan yang usianya sudah lanjut, berniat mengundurkan diri untuk pulang ke Liau tong tapi ia membiarkan putranya, Siang Cin Sam tinggal menetap di Kwie Tang. 

Menurut aku jikalau benar Siang Ko Hie ingin kembali ke Liau tong tak usah putranya tinggal di Kwi Tang. Rupanya Kheng Tcang Toak dan Gouw Sam Kui mendengar tentang laporan Siang Ko Hie itu lantas mereka mengajukan laporan masing-masing.

Berkata begitu raja mengambil sehelai laporan, "lni dia laporan Gouw Sam Kui," katanya pula, ia mengajukan alasan bahwa ia sudah lanjut usia dan lemah, Dia menyebut tentang pengunduran dirinya dari Siang Ko Hie. Aku menduga ia hanya hendak mencoba-coba hatiku, berani atau tidak meluluskan permintaannya itu, jelas dia bukannya bertindak sendiri-sendiri justru dia berserikat dengan Siang Ko Hie dan Kheng Ceng Cong. "

Kemudian raja mengambil laporan yang kedua, "lnilah laporan Kheng Ceng, dia menyebutkan bahwa dia sudah berperang, Dia ingin beristirahat dan demikian pula Siang Ko Hie mau mengundurkan diri. Tapi anehnya, pernyataan mereka sama yaitu bahwa sementara itu mereka tidak mau melepaskan kekuasaan Apakah mereka masih memandang mata terhadapku?"

Saking mendongkolnya kaisar melepaskan atau melemparkan surat itu ke atas meja. "Jika demikian adanya, jelas sudah maksud utamanya mereka itu." kata Siau Po. 

"Oleh karenanya Sri Baginda, baiklah dikirim angkatan perang guna menghukum 

mereka itu berikut semua anggota keluarganya masing-masing. Semua harus dihukum mati kecuali semua anggota wanitanya yang harus diserahkan kepada anggota menteri"

"Jika kita menghukum mereka semua akan ada kemungkinan rakyat merasa janggal karena mereka tidak tahu pokok masalahnya dan mereka menuduh kita keterlaluan yaitu setelah berjasa menteri itu tidak dihargai. 

Maka aku pikir lebih baik kita berhentikan saja, Dengan demikian kita dapat melihat gerak-gerik mereka lebih jauh, syukur apabila mereka berdiam saja. Tetapi satu kali mereka bergerak maka ada alasan untuk kita menghukumnya."

"Bagus, Sri Baginda dapat memikir sempurna!" si kacung memuji. Raja menatap hambanya itu.

"Apakah kau memikirkan buat memimpin pasukan perang penghukum?" tanyanya kemudian sambil tertawa.

"Selain hamba ini bocah cilik, mana dapat memimpin satu angkatan perang? Paling tepat Sri Bagindalah yang dapat memimpinnya dan hamba hanya dapat di depan membuka jalan dan memasang jembatan sampai ke Inlam." jawab Siau Po. Kong Hie menyerahkan rekesnya pada Pa Tay, menteri yang berpangkat Tay Kak Su dari istana Tiong Hoa Tian merangkap Lee Pou Siangsie, ia meminta agar para menteri membacakan atau mengutarakan masing-masing pikirannya.

"Sri Baginda, ketika orang raja muda itu mengundurkan diri bukan maksud hati yang sungguh-sungguh tapi mereka ingin mengukur kemampuan pemerintah." kata Kong Cing Ong Kia.

Di mana ketiga-tiganya menyebut mereka tempat penting bagi segi ketentaraan, tapi mereka minta mengundurkan diri sementara itu tempatnya tidak mau dilepaskan."

"Jadi menurutmu mereka tak usah dikeluarkan?" tanya raja.

Wee Cu Ciak tidak menjawab langsung pertanyaan junjungannya itu, tapi ia menyebut Loo Cu yang tak suka dengan peperangan.

"Memang perang itu berbahaya karena rakyatlah yang menjadi sasaran namun apakah kau pikir masalah tersebut akan selesai dengan memberikan hiburan?"

"Apakah kau pikir terjadi pemberontakan apabila akan terjadi pergeseran?" kata Baginda.

"Benar." sahut Boancin.

Raja lantas menanyakan pikiran Tayhaksu. "Bagaimana dengan kau?" tanyanya.. "Kedudukan ketiga raja muda disebabkan pemerintah hendak membalas jasanya, 

sekarang ini mereka tidak melakukan kesalahan besar, maka kalau dipecat mereka akan berkata bahwa pengorbanannya selama ini tidak dihargai sama sekali." jawab Lip Tik.

Siau Po mengharapkan agar orang Boangciu itu menentang pikiran para menteri yang menentang terjadinya pemecatan. Tapi Boangciu merasa perlu dukungan 

terhadap menteri akhirnya ia pun menambahkan keterangan "Kau salah mengerti," kata Siau Po. So Ngo mengira junjungannya itu memujinya.

"Kau pandai ilmu silat dan perang bagaimanakah pendapatmu?" kata kaisar terhadap Tayhaksu, "Sebenarnya hamba tidak pandai, namun kebaikan hati hamba hingga menjabat sebagai menteri. pendapat hamba kalau ketiga raja muda itu digeser ke 

Liauwtong sedangkan pasukan mereka terdiri dari beberapa laskar maka itulah yang perlu dipikir."

"Apakah itu perlu dipikir? Liauwtong menjadi wilayah yang besar dan di sana terdapat kuburan leluhur kita, Kalau raja muda mempunyai maksud serong, dengan jumlah tentaranya itu mereka sukar dikekang." Raja berpaling kepada Pengpao Siangsie Beng cu, menteri perang, "lnilah urusan yang termasuk di dalam kekuasaanmu bagaimanakah pendapatmu?" 

"Sri Baginda cerdas luar biasa, pandangan Baginda jauh diwaktu menghadapi segala urusan, biasa Sri Baginda melebihi kami seratus kali lipat. Mengenai soal raja muda itu, sebenarnya mereka digeser atau tidak itu sama-sama ada cacatnya, ada juga keburukannya, Memikirkan masalah itu beberapa malam hamba tak dapat tidur nyenyak."

Sekarang ini menurut pikiran hamba, sebaiknya Sri Baginda sendiri yang memutuskannya, kami semua menurut saja, Hamba percaya keputusan Sri Baginda takkan gagal, bahkan sebaliknya itu akan berhasil baik. Akhirnya pasti tay-kit- tay-lie, ban sucie-li.., berlaksa urusan terwujud dengan benar sesuai dengan apa yang telah diharapkannya."

Siau Po kagum terhadap menteri perang itu dan berkata.

"Dari seluruh menteri di istana ini tak ada yang kepandaiannya melebihi kepandaian menteri yang satu ini. Dia sangat pandai menepuk punggung kuda. Orang semacam dia perlu kuangkat sebagai guruku, Kelak di belakang hari mahluk ini pasti berhasil menanjak tinggi di kepangkatan, dia akan sangat beruntung berbahagia dan mulia..."

Bocah ini berpemandangan jauh, benar seperti apa yang dia pikir, kelak di belakang hari Beng Cu memang bakal mendapat kepercayaan yang besar sekali dari kaisar Kong Hie.

Kaisar tersenyum.

"Harap Sri Baginda ketahui, hamba bukan memuji tapi ini bukti, bicara yang benar apa yang terlihat." kata Siau Po. semenjak Kementrian peperangan mendengar berita tentang gerak-gerik ketiga raja muda itu, baik siang maupun malam, hamba sedang memikirkannya sehingga hamba tidak dapat istirahat dan tidur nyenyak, sampai juga tak napsu makan, Hamba selalu memikirkan daya guna mengatasi soal rumit yang berbahaya itu, Hamba pula berpikir keras, andaikata kekerasan harus digunakan, bagaimanakah caranya mesti bertindak supaya gerakan tentara itu berhasil memuaskan. 

Nyatanya sekarang ini Sri Baginda sangat cerdas dan sebaliknya hamba semua sangat tolol Sebab ketika hamba berpikir keras tanpa hasil, Sri Baginda sendiri tak kelihatan bingung, Dasarnya Sri Baginda berbintang Cie Bie Chee yang turun lahir ke dunia, kami yang berasal orang biasa, mana sanggup menimpalinya? Demikianlah hamba dapat menanti saja, segala perintah Baginda nanti dapat hamba menunaikannya. "

Mendengar keterangan itu, para menteri mencaci dalam dirinya, sungguh manusia tak tahu malu berani menjilat raja di depan orang banyak secara mencolok, walaupun mereka pada berdiam saja. "Hai Siau Po! Kau pernah ke Inlam, bagaimana katamu tentang urusan ini?" kata Raja.

"Sri Baginda, mengenai urusan raja dan negara yang besar yang sangat penting, hamba tidak mengerti apa-apa. Namun kata Gouw Sam Kui kepada hamba, andaikata dibelakang hari terjadi perubahan hamba tidak boleh mengkhawatirkan apa-apa. Pangkat hamba ini ada harapannya menanjak naik tapi tak dapat turut. 

Hamba tidak tahu apa maksud kata-kata itu, terus hamba bertanya, perubahan apakah yang akan terjadi? Dia menjawab, nanti saja setelah tiba saatnya pasti hamba tahu sendiri. 

Ya, Sri Baginda, pasti Gouw Sam memberontak sekarang ini sudah sedia dengan jubah naganya, sekarang dia telah mengumpamakan dirinya sebagai harimau yang galak, serta menganggap Sri Baginda hanya burung kepodang. "

Kaisar hanya mengerutkan keningnya.

"Apakah arti harimau dan burung kepodang?" tanyanya.

"Maksud kata tersebut ialah Gouw Sam mempunyai tiga buah batu mustika yang menurutnya itu sangat berharga sekali, tapi sekarang belum memuaskannya lantaran masih ada kekurangannya, Mustika pertama sebesar telor ayam berwarna merah mirip darah ayam, Mustika itu disulam pada kopiah kebesarannya dan katanya batu mustika ini besar, sayang kopiahnya kecil. "

Menteri yang lainnya bingung, Mereka mengartikan sendiri artinya mereka menginginkan kerajaan.

Mustika yang lainnya berdasar putih mirip gubahan, Mustika harimau itu cuma ada pada jaman Kaisar Tio Kong dan Cu Goan Ciang yang pernah berhasil memburunya, Dan paling belakang yaitu Coh Coh bersama Louw Pie, satu kali Gouw Sam meletakkan benda itu di atas kursinya. Dia bilang inilah kulit harimau yang sulit diburu, 

sayang sekali kursi umum ini yang ditempatinya."

Kaisar mengangguk dalam hatinya Coh Coh tak pernah menjadi kaisar tapi dia mengiakan saja si bocah kecil ini.

Mustika yang ketiga sebuah sekesel yang terbuat dari batu marmer berukiran gambar panorama yang di situ terdapat sebuah pohon kayu yang sebatang pohonnya di menclokkan untuk tempat burung kepodang. 

Di bawah pohon terdapat harimau besar, Mengenai sekeselnya itu sangat berharga makanya sayang sekali harimau mendekam dan burung menclok di tangkainya. !"

"Semua mustika itu hanya kata-katanya saja, belum tentu ada niat untuk memberontak." "Sungguh Sri Baginda sabar dan berhati mulia! Sungguh Sri Baginda menyayangi orang pandai! Namun syukur andaikata Gouw Sam mempunyai kesadaran dan membalas budi pada Sri Baginda, Akan tetapi kenyataannya lain, dia memberikan hadiah para raja-raja muda dan para menteri dalam istana tapi pada raja tidak pernah mempersembahkan apa-apa."

Sri Baginda tertawa.

"Memang Sri Baginda baik sekali, tapi Gouw Sam selalu minta uang, dan kalau mendapatkan ditinggalkan separuh di kota raja untuk dikirim pada pembesar-pembesar, Pernah hamba katakan, Ongya suka menghadiahkan uang dan bertangan terbuka, Melihat itu hamba nyeri sendiri."

"Ah, tahu apa kau bocah kecil! Aku hanya menitipkannya, nanti bertahun kemudian mereka akan membalas jasaku dan membayar utangnya dengan bunga."

"Hal itu hamba merasa tidak mengerti, hamba bertanya lagi. Ongya bagaimana caranya membayar? Bukankah hadiah sudah diberikan secara sukarela dan bukankah Ongya menghadiahkan pada mereka, dan bukan mereka meminta pada Ongya? Mendengar itu dia tertawa lebar dan dia memberikan aku sekantong uang dan berkata pada hamba agar hamba mengambil uang itu sebagai hadiah dengan syarat hamba bercerita baik tentang dia pada Sri Baginda dan kalau Sri Baginda mau memecatnya hambalah yang harus dapat mencegahnya, Uang itu tak ditagihnya kalau hamba berhasil katanya."

Berkata begitu Siau Po mengeluarkan sebuah kantong sulam dari sakunya terus mengangkatnya tinggi-tinggi hingga orang dapat melihat empat hurup pada kantong itu yang berbunyi "Peng See Ong Hu" yang artinya "lstana Peng See Ong Hu" dan menarik talinya sehingga keluarlah benda jatuh nyaring bunyinya, Ternyata isinya sejumlah mutiara, batu permata serta batu kumala yang indah-indah cahayanya menyilaukan mata.

Itulah yang diterima Siau Po dari Gouw Sam sebagai bahan sogokan dan sejumlah uang dari orang-orang yang menyogoknya.

Kaisar tersenyum dan berkata, "Kau telah membuat perjalanan ke Inlam, kiranya kau telah memperoleh hasil yang besar sekali."

"Hamba tidak menghendaki semua permata dan barang ini. Silakan Baginda menghadiahkan semua ini kepada orang." sahut Siau Po.

"lnilah barang yang Gouw Sam Kui dapatkan untuk dihadiahkan padamu mana dapat aku menghadiahkannya kepada orang lain lagi?" "Tetapi Gouw Sam Kui menghadiahkan ini pada hamba agar hamba mau mendapatkan berbicara mendustai Baginda menganggap baik dirinya dan mencegah Sri Baginda andaikata hendak memecatnya. Hamba setia pada Baginda, tak dapat hamba menggunakan barang ini, tak dapat hamba katakan bahwa Gouw Sam Kui itu orang baik, setia, jujur, pendusta. inilah milik Sri Baginda sendiri dan Sri Baginda bebas merdeka untuk menghadiahkannya kepada siapa saja. 

Dengan Sri Baginda yang menghadiahkannya sendiri, Sri Baginda menjadi sudah melepaskan budi, Hingga tak usahlah Gouw Sam Kui yang sebaliknya menjadi orang baik yang berhasil membeli hati orang..."

Tak disangka ternyata ada musuh dalam selimut yang hampir menjadi peperangan yang sangat besar dan menguasai Sri Baginda, Berkat hati yang mulia dan kepercayaannya kepada Beng Cu dan Siau Po yang pandai segala muslihat Gouw Sam Kui terbongkar semua para menteri yang merasa pernah mengalami menjadi risih dan malu hati. itulah otak-otak licik dari sang pemberontak.

Kaisar Kong Hie tertawa bergelak.

"Sungguh kau setia, Nah semua permata ini aku hadiahkan saja kepadamu." Berkata begitu raja pun merogoh sakunya untuk mengeluarkan sebuah arloji emas.

"Dan ini hadiah istimewa lainnya untukmu." katanya pula.

Dengan tersipu-sipu Siau Po bertekuk lutut dan mengangguk-angguk, lalu dengan mengangkat kedua tangannya, ia menyambut hadiah itu. ia pun mengucap terima kasih berulang-ulang, ia merasa girang bukan kepalang.

Sementara itu para menteri yang telah menerima hadiah Gouw Sam Kui merasa tak enak hati walaupun mereka tahu Siau Po hanya mengoceh saja, Di antara mereka ada juga yang menerima hadiah Peng See Ong dengan perantaranya kacung itu. 

Toh mereka ketahui bahwa baik raja dan hambanya itu bagaikan tengah bersandiwara, Ocehan Siau Po tak masuk di akal, Tak bakal Gouw Sam Kui bicara sedemikian rupa dengannya, Pun heran sang raja tidak bergusar mendengar ocehan itu.

Beng Cu yang cerdas segera berkata. "Wie Touwtong sungguh mengagumkan! Kau muda, gagah dan cerdas sekali. Terhadap Sri Baginda kau sangat setia, Bagaimana hebat Touwtong dapat masuk ke istana Gouw Sam Kui serta mendapatkan rahasia raja muda itu. Syukur ada Touwtong, jikalau tidak, siapa yang bakal mengetahui Gouw Sam Kui mempunyai maksud mendurhakai, sedangkan dia sudah menerima budi besar sekali dari negara."

Mendengar suara si raja muda, legalah hati para menteri, Mereka menyetujui kata- kata itu, yang dianggap dapat merendahkan raja sekaligus mengangkat-angkat Siauw Po. Pangeran Kong Cin-Ong dan Su Ngo Tu bersahabat kekal dengan Siau Po, mereka dapat menerka hati si kacung. Maka mereka juga turut bicara dengan masa menindih Gouw Sam Kui. Setelah itu beberapa orang menteri lainnya turut bicara juga bahkan di antaranya ada yang mengatakan dipecat.

"Gouw Sam mempunyai niat mendurhakai, walau demikian bukti yang kuat masih belum ada, Maka itu buat sementara kita bersabar Aku pikir dia harus diberi kesempatan untuk merubah pikirannya itu, sekarang ini baiklah kalian jaga supaya pembicaraan kita ini tidak sampai bocor dan sampai pada telinga dia itu."

Kaisar Kong Hie lantas mengeluarkan sehelai kertas kuning dari dalam sakunya dan berkata kepada menterinya, "Coba kalian lihat, keputusanku tepat atau tidak! Ubahlah apa yang harus dirubah!"

Menteri Pa Tay menyambut surat keputusan itu dan lantas membacanya, itulah surat pindahan bagi Gouw Sam Kui, yang sekalian dipersilakan membawa semua pasukannya berangkat ke kota raja, katanya untuk berdiam di dampingnya kaisar, guna sama-sama melindungi negara.

Mendengar perintah itu, para menteri memberikan pujiannya, bahkan Beng Cu memuji cara penulisannya, "Memang lebih baik Gouw Sam Kui menerima panggilan agar tidak terjadi bencana perang pada rakyat." kata raja. 

"Sekarang ini perlu dua utusan yang pandai untuk ke Inlam agar mereka dapat berbicara baik dengan Gouw Sam Kui. "

Ucapan itu dengan sendirinya ditujukan pada si kacung kita karena dialah yang dianggap paling pintar dan cerdik dalam menghadapi masalah ini.

"Jikalau tugas ini diberikan padaku, aduh. tugas yang sangat berbahaya. Waktu itu 

saja mengantarkan teman intim perempuan hampir saja jiwaku melayang. sekarang 

memanggil Gouw Sam Kui berarti pemecatan, apa mungkin ia mau ikut?" pikirnya.

Siau Po ingat, bahwa kalau ia ke Inlam pasti bertemu dengan A Ko si jago hati, Bukankah itu kesempatan baik? Akhirnya hatinya menjadi hangat.

"Siau Po pintar, pandai, cerdas, dan jujur ia juga membenci kejahatan." kata Beng Cu. "Sri Baginda, alangkah baiknya yang diutus itu Leepou Sielong Ci Erl dan Halim Haksu Ta Erl Lie." Akhirnya raja setuju untuk mengutus kedua menteri tersebut guna merayu Gouw Sam Kui.

Sampai di situ sidang ditutup, Baginda mengundurkan diri dan mengajak Siau Po masuk ke dalam keraton.

"Bagus Kacung, kau telah menabur duit. Kalau tidak, mungkin ada menteri yang masih membicarakan tentang Gouw Sam Kui itu." kata Kong Hie. "Tapi Gouw Sam Kui itu susah dilayani, Dia lihat dan semua tentara begitu juga panglima perangnya,  seandainya dia mengangkat senjata dan Bangsa Han tahu tentang ini, pasti dia akan membantunya."

"Sebenarnya Bangsa Han yang suka padanya hanyalah pengikutnya saja tapi masyarakat banyak yang membencinya karena ia pengecut." kata Siau Po.

Kaisar mengangguk dengan serius.

Kong Hie berjalan mondar-mandir lalu menyapa Siau Po, "Kau tentu capek sekali, Sudah beberapa kali kutugaskan keliling negara dan propinsi, kali ini kau kutugaskan lagi ke tempat yang indah sekali,"

"Tempat yang paling indah di bawah kolong langit ini adalah berdekatan dengan Sri Baginda, Sungguh kalau mendengar suara Baginda hamba merasa lega. ini benar hamba tidak mengumbar omongan." sahut Siau Po.

Kaisar mengangguk.

"Memang benar kau lain dari pada yang lain. Aku raja dan kau hamba, tapi sepertinya kita sudah sejodoh. jarang hal ini terjadi, Tertawa pun sudah senang rasa hati ini." kata raja.

"Semoga seumur hidup hamba dapat melayani Baginda!" ia sukar mengeluarkan kata-katanya karena sangat terharu.

"Baiklah! Enam puluh tahun aku menjadi raja dan enam puluh tahun pula kau jadi hamba, Kita berhutang satu sama lain dari awal sampai akhir."

"Sri Baginda, jika Baginda memangku jabatan selama seratus tahun hamba pun akan menjadi pelayan Baginda selama seratus tahun juga." katanya.

"Seratus tahun? Kau tahu kalau aku akan mengutus kau untuk ke Yung ciau, setelah dari sana kau pulang ke kampung halamanmu dengan mengenakan pakaian sulam!" kata sang raja.

Siau Po tidak mengetahui apalah arti pakaian sulam itu, maka ia pun bertanya pada sang raja mengenai pakaian sulam itu.

Kaisar tersenyum.

"Di kota ini kedudukanmu sangatlah mulia, maka itu jikalau kau nanti akan pulang ke kampung halamanmu kau harus dapat membuat mereka itu menjadi senang dan bangga, Bukankah itu sangat bagus? Bukan dengan demikian derajat ayah bundamu akan terangkat juga?" kata raja.

"Oh Baginda, kau sangat baik sekali terhadapku!" kata Siau Po. Raja menatapnya.

"Apakah kau kurang puas dengan itu?" tanya sang raja.

Dengan cepat Siau Po menggelengkan kepalanya yang menandakan bahwa ia merasa sangat puas dengan pemberian raja itu.

"Jikalau kau nanti sampai di kampung halamanmu, tak ada salahnya jika kau mencari ayahmu, Semoga saja kau diberkati Tuhan dan kalian dapat bertemu satu dengan yang lainnya, Siau Po, aku menugaskan kau ke tempat itu adalah pekerjaan yang mudah, kau hanya membangun tempat suci di sana." kata raja pada Siau Po.

"Bukankah itu sama dengan Kwan Tee Bio? Siau Po mempertegas karena ia belum dapat mengetahui maksudnya."

"Ya, Demikianlah kira-kira, Tentara Ahala Ceng telah memasuki Tionghoa dan di kota itu telah membunuh banyak orang dengan cara yang sangat kejam, dan hatiku merasakan tidak tenang." kata raja.

"Memang peristiwa itu sangatlah kejam, Ketika itu sampai di katakan di setiap tempat terdapat banyak mayat-mayat berserakan, dan di dalam sumur masih banyak terdapat mayat dan tengkorak, Ketika itu hamba dan juga Baginda belum lahir, hingga kita tidak mengalaminya!"

"Demikianlah keadaannya, peristiwa itu adalah peristiwa leluhurku. Dan aku menganggap peristiwa itu adalah perbuatanku sendiri Kau tahu atau tidak?" tanya sang raja.

"Hamba tahu Sri Baginda, dialah yang dipanggil Su Kok Pouw Su Ko Hoat, mati karena membela tempat itu. Dialah orang gagah yang mencintai bangsa dan juga negaranya, jika kita menyebut nama itu, orang di tempat itu pasti akan mengeluarkan air mata, di seluruh tempat terdapat kata-kata yang isinya memujinya." Kaisar itu mengangguk.

"Ya. Dia memang seorang yang gagah dan mencintai negara dan memang orang banyak yang menghormatinya." katanya, "Dengan membawa firmanku kau pergi ke sana dan menggumam di depan umum yang isinya memerintahkan pada rakyat agar mereka itu mau menghormati orang yang kita sebut tadi. Tak perduli dia itu musuh kita ataukah bukan, karena ia adalah seorang yang gagah dan seorang laki-laki sejati, pendekar seperti dia haruslah kita menghormati, dan sudah banyak patung untuk tempat beribadah. Dan aku minta kepadamu supaya membagikan hadiah dariku dan aku akan membebaskan pajak selama tiga tahun." kata sang raja, Siau Po menarik napas.

"Baginda, adalah sangat baik, makanya aku akan berlutut beberapa kali di depan Baginda sebagai tanda hormatku." kata Siau Po. Kaisar tertawa mendengar kata-kata hambanya itu.

"Jikalau demikian dahulu itu kau berlutut bukan sungguh-sungguh terhadapku, melainkan hanya main-main. Benarkah itu?" tanya sang raja,

"Ada kalanya aku bersungguh-sungguh, dan ada kalanya aku hanya menjalankan tata kehormatan saja." kata Siau Po sambil tertawa, ia mengutarakannya sangatlah berani.

Raja tertawa.

"Apakah raja mempunyai cara yang baik dalam hal ini? Aku dapat menaksir jika kita membangun tempat beribadah itu, rakyat Han akan mengetahui kalau Baginda telah memperhatikannya, Dengan berbuat kebaikan itu kalau nanti Gouw Sam Kui dan kawan-kawannya akan memberontak untuk membangun kerajaan Beng, rakyat akan berkata, apalah buruknya kerajaan Ceng? Sungguh Baginda sangat cerdik dan sangat baik hati!" kata Siau Po.

Kaisar mengangguk.

"Kata-katamu itu benar, tetapi dengan aku memberikan mereka hadiah dan membebaskan pajak bukanlah berarti aku akan mengambil hati pada mereka, Aku hanya ingin berlaku secara jujur." kata sang raja.

"Dengan Baginda membangun tempat ibadah itu rakyat akan mengatakan kalau menjadi pembela negara itu sangat baik sekali, tetapi jikalau menjadi penghianat itu sangat jahat Dan jikalau Gouw Sam Kui datang akan mengadakan pemberontakan pastilah rakyat tidak akan memandang mata padanya dan menganggapnya orang yang tidak tahu balas budi." kata Siau Po.

"Kau benar, Kita harus mengumumkannya secara terbuka, barang siapa yang telah menjadi pembela negara dialah orang yang beruntung, dan jika barang siapa yang telah berkhianat pada negara, dialah orang yang akan merugi. Dengan cara itu orang takkan mau menjadi orang yang merugi." kata raja.

Kemudian raja menceritakan sejarah bangsanya pada Siau Po, dan orang yang diajaknya bercerita hanya diam saja tetapi kemudian ia mengangguk mengerti akan jalan cerita itu. Maka dalam hati Siau Po berkata.

"Oh, ternyata Bangsa Boan, dan Bangsa Tartar adalah satu keturunan dengan Bangsa Gut Put Hat Bie Cie, dari bangsa Kiam! Agaknya kau beda jauh dengan leluhurmu!" katanya.

"Jikalau tidak salah Gunung Ong Ok San dalam propinsi Holam di sana terdapat tentara Gouw Sam Kui yang disembunyikannya, Benarkah itu ada di sana?" tanyanya. "Ya benar, jikalau Baginda tidak menyinggung-nyinggung masalah tentara Gouw Sam Kui pastilah hamba telah melupakannya." kata Siau Po. "Dan hamba mengetahui kalau Baginda akan melakukan penyerangan tetapi tidak secara tiba-tiba melainkan langsung." katanya pula.

Kaisar tertawa.

"ltu sangat tepat sekali, karena di dalam istana banyak sekali mata-mata Gouw Sam Kui makanya jika kita mempunyai maksud pastilah ia telah mengetahuinya, jikalau ia telah tahu dan pastilah akan mengadakan pemberontakan secepat mungkin, dan itu sangat berbahaya, ia mengetahui kekuatan kita sebaliknya kita tidak mengetahui kekuatannya. 

Karenanya jika terjadi peperangan maka kitalah yang akan mengalami kekalahan Maka juga sudah selayaknya jika kita mengetahui kekuatan musuh kita itu, dengan demikian jikalau kita berperang seratus kali maka dalam seratus kali juga kita akan mengalami kemenangan."

"Semua pembesar telah tahu kalau aku telah ditegur, Akan tetapi jika Gouw Sam Kui mempunyai mata-mata pastilah ia telah melakukan pemberontakan maka ia akan mentertawakan Baginda." kata Siau Po.

"Sekarang kau pergi ke sana dan kau bawa pasukan yang banyak, Di sana kau harus membuat mereka itu hancur semuanya, Kau menyerang secara tiba-tiba, sebab pasukan itu sangat dekat dengan kota raja sehingga terlalu berbahaya." kata raja. 

"Sekarang kau pergi untuk memikirkan cara mengadakan penyerangan itu, Lewat dua hari barulah kau kembali." katanya pula.

Siau Po pergi ke luar, dan sesampainya di luar dia menjadi bingung siapakah yang akan membantunya mengadakan peperangan itu, sebab dia sendiri tidak dapat melakukan peperangan Dalam negaranya memang banyak terdapat tentara yang ahli dalam peperangan tetapi mereka itu berpangkat jendral Aku tak pantas memintanya untuk memikirkan cara mengadakan penyerangan itu.

Siau Po dari duduk lalu berdiri yang selanjutnya berjalan mundar-mandir di kamar. Memang banyak para panglima yang ahli, tetapi mereka belum tentu ahli dalam peperangan contohnya aku sendiri, aku orang yang berpangkat tetapi aku tak pandai berperang.

Siau Po tertawa sendiri kapan ia ingat lakonnya, ia hanya mengandalkan kecerdikannya serta nyali yang besar. Kemudian ia mengangkat mangkuk yang besar itu. Yang beratnya tak ada satu kati atau sedikitnya sepuluh tail, Kacung itu melihat empat huruf besar yang tertera pada mangkuk itu, ia tak mampu membaca tapi pernah mendengar tentang bunyinya yaitu, "Kee Koan Cin Ciak" (Menambah pangkat menaik kedudukannya).  Maka ia terpikir pula, aku Wi Siau Po, apakah karena kepandaianku maka aku memiliki kedudukanku sebagai sekarang ini? Kepandaianku hanya menepuk punggung kuda sampai si raja cilik puas karena aku menepuk pinggulnya. Lainnya? Sangat berbahaya. Ah! Kalau begini rupanya benar, orang pandai tak suka menepuk punggung dan yang suka menepuk punggung dialah orang seperti aku.

Kali ini Siau Po mengangkat kepalanya, otaknya mengingat pembesar militer yang mana yang tidak suka menepuk punggung, ia jadi teringat pada Tan Kim Lan dan Gouw Liok Kie. Hanya mereka itu yang hebat silatnya dan pandai memimpin perang dan ada juga satu orang yaitu Lim Hin Cu tapi ia sudah pulang ke Tay Wan.

Tiba-tiba Siau Po ingat sesuatu, waktu itu ia mempunyai kenalan yang baik terhadapnya yaitu seorang pembesar militer di Cian Cin. pembesar militer itu tak memandang mata dan tak menepuk-nepuk pinggulnya. Maka lantas ia berpikir, siapakah pembesar militer itu? Siapa gemar menepuk pinggul, dia tak mempunyai kepandaian Siapa tak sudi menyanjung-nyanjung dia pasti pandai, siapakah si brewokan itu?

Tak sulit buat Siau Po bekerja, maka tak ayal lagi ia langsung pergi mencari Siangsie Beng Cu di kantor Peng Pou Siangsie, ia minta segera kirim surat panggilan kilat ke Cian Cin untuk memanggil pembesar militer brewokan itu, mestinya pembesar itu berpangkat Letjen atau Letkol.

Beng Cu heran, Bagaimana orang berpangkat dapat dipanggil kalau She dan nama orang itu tidak diketahui? Tapi karena ia tahu Siau Po orang kesayangannya raja, maka ia tak dapat menolak, Permintaannya, ia segera membuat surat perintahnya yang dialamatkan pada Congpeng kota Ciang cin, namun bunyinya minta didatangkan semua opsir berewokan dari Congpeng itu.

Besoknya tengah hari baru saja Siau Po selesai bersandar, datanglah seorang serdadu pengawalnya melaporkan bahwa Pengpou Siangsie Tay cin, yaitu paduka menteri perang datang memohon bertemu. Mendengar laporan pengawalnya itu Siau Po segera keluar untuk menemui tamunya.

Nyatanya si Beng Cu, si menteri perang diiringi oleh dua puluh opsir yang semuanya berewokan, Ada yang berewokan hitam dan putih dan ada pula yang belang putih hitam, Semua muka orang itu mandi peluh dan mandi debu.

"Wie Toutong." kata Beng cu sambil tertawa melihat tuan rumah menyebut- nyebutnya, "Orang yang kau minta telah kami kumpulkan di sini, silakan pilih yang mana!"

Sejenak Siau Po mengawasi para opsir brewokan itu, baru kemudian ia sadar dan tertawa bergelak sambil berkata, "Oh, Beng Cu Taycin! Aku hanya minta satu opsir berowokan ternyata kau dapat mengundangnya dengan sempurna, Kau dapat menghimpun sampai dua puluh orang, Oh! Hahaha! Hahaha!" "Aku khawatir akan aku keliru memanggil orang, maka itu aku memanggil semua!" sahut Beng Cu sambil tertawa.

"Tak kusangka bahwa di Cian Cin banyak opsir yang berewokan!" kata Siau Po sambil tertawa pula.

Namun, belum berhenti suara si kacung... tiba-tiba saja muncul seorang berewokan yang mendadak berkata dengan nyaring keras bagaikan guntur "Memangnya kenapakah orang berewokan dipanggil Apakah sebagai bahan tertawaan?" tanyanya.

Siau Po dan Beng Cu terperanjat Keduanya segera menoleh ke opsir yang jelas wajahnya tidak menunjukkan puas, Opsir itu bertubuh besar dan kekar, dia berdiri di antara opsir lain.

Mulanya Siau Po tercengang, tetapi mendadak berubah menjadi girang.

"Benar dia! Benar dia!" serunya berulang-ulang. "Saudara kaulah orang yang kau cari!" katanya kemudian.

Tapi opsir yang satu ini masih tampak gusar.

"Dulu di Ciang Cin dalam pembicaraan aku telah menentang kau." katanya, "Maka aku menerka, bahwa suatu waktu kau pasti mengadakan pembalasan terhadap diriku guna melampiaskan dendammu. sekarang rupanya tiba saatnya kamu membalas dendammu itu. Akan tetapi aku tak bersalah Taruhlah kau mencari segala alasan, masih tak mudah untuk mencelakai aku." katanya.

"Siapakah kau?" tanya Siau Po pada si brewokan. "Apakah she dan namamu? Mengapa kau kurang ajar dan berani di hadapan pembesar yang pangkatnya tinggi ini?"

Dalam hati si berowokan tahu bahwa itu adalah pembesar dan dia pun berkata. "Harap paduka ketahui bahwa aku adalah Huciang Tio Liang Tong dari kota Cian 

Cin."

"Kau tahu siapa yang mulia ini? Dialah Tou Long Tayjin serta kebangsawanannya adalah raja muda Cu-Ciak. Dia pula si berhati mulia serta menjadi sahabatku Kenapa kau berlaku kurang ajar terhadapnya? Lekas kau minta maaf!"

Liang Tong terkejut juga, tetapi tetap dia tidak merasa puas, Diam-diam dia melirik pada burgraf itu sedangkan di dalam hatinya dia berkata, "Kaulah si bocah cilik yang pupuk di kepalamu masih belum kering, kenapa aku harus menghaturkan maaf padamu?"

Sementara itu Siau Po, sudah tertawa dan lantas berkata pada orang tersebut. "Tio Toako jangan salah mengerti! Aku tahu atas perbuatanku yang tak selayaknya terhadapmu dan sudah seharusnya memohon maaf padamu." katanya sambil memandang ke opsir lain dan berkata. 

"Tuan-tuan duduk masalahnya begini, ada satu urusan penting yang hendak aku bicarakan dengan Tio Huciang, sayang aku tidak mengetahui she dan namanya, Aku tak ingat pula, maka itu aku minta bantuan paduka menteri perang untuk memanggil tuan-tuan beramai-ramai datang ke kota Pakhia ini, sehingga aku telah mengakibatkan tuan capek dan lelah karena malam-malam ke sini, Tuan-tuan, sungguh aku menyesal."

Sambil berkata begitu Siau Po merangkapkan kedua tangannya kepada semua opsir. Para opsir merasa agak bingung dengan tersipu-sipu mereka membalas menghormat.

Tio Liang Tong merasa heran melihat Siau Po dan dalam hatinya dia merasa alangkah mulianya dan berbudi pekerti yang halus, dengan sendirinya lenyaplah sudah rasa ketidakpuasannya itu.

Siau Po tidak memberikan kesempatan orang berbicara... lantas dia mengajak orang masuk ke rumahnya.

Beng Cu mengangguk, dia memang ingin bersahabat dengan orang kesayangannya itu dan dia mengucapkan terima kasih sambil dia masuk ke dalam.

Beng Cu mendapat kursi pertama dan Liang Tong mendapat kursi kedua sementara itu Siau Po di bawah kursi lainnya menemani para opsir yang tadi di tiga meja.

Liang Tong bertabiat keras tapi dia menunduk karena melihat watak Siau Po yang berhati mulia ini, Siau Po bercerita tentang daerah Losat yang banyak kebebasan itu... sehingga ia berpikir, Siau Po ini apakah bicaranya sembarangan dan tidak tahu malu, dia ceriwis dan banyak merangkul wanita dan akhirnya Siau Po pun bercerita tentang Losat itu tentang kebebasan pergaulan wanita.

Para tamu yang diundang itu maksudnya opsir yang hanya berpangkat pacong tapi mereka di-sederajatkan bangsawan atau tamu tinggi dia merasa terharu karena menyaksikan pesta di rumah kacung yang bukan mestinya untuk golongan mereka, inilah yang tidak mereka sangka... dan mimpi pun bukan.

Selesai perjamuan barulah Siau Po mengajak Liang Tong masuk ke kamar tulisnya untuk membicarakan masalah yang telah dijanjikan.

Liang Tong merasa kagum melihat berbagai kitab Siau Po. Dia merasa kagum hingga sekarang berubah pandangannya terhadap kacung kita. Dalam hatinya, 

kacung ini masih muda tetapi tak disangka dia terpelajar tinggi. jelas ia jauh lebih 

menang dari si orang bangsa kasar. !

Siau Po menatap kumpulan buku-bukunya... lantas berkata, "Tio Toaka. tak ingin 

aku mendustakan kau "toako" atau "kakak", Semua buku itu aku atur untuk dipamerkan  saja... semua huruf yang aku hafal semuanya tidak lebih dari sepuluh huruf, Tiga huruf dari namaku, Wi Siau Po dapat aku tulis lain, Dari itu sama saja aku si buta melek. "

Liong Tong minta maaf atas kejadian masa lalu terhadap Siau Po dan si kacung berkata, "Sekarang sudah tidak ada maaf-memaafkan lagi masalah itu sudah selesai sekarang kita saling memanggil kakak-beradik saja kau kakak dan aku si adik."

"Oh, Touwtong Tayjin!" harap tayjin tidak mengucap demikian. Siau Po tertawa puIa.

Kemudian Siau Po mempersilakan duduk dan berkata, "Toako tahu akulah si anak mujur, Karena nasibku bagus aku berhasil melakukan beberapa hal yang berhasil memuaskan raja, Apakah kau menyangka aku mempunyai kepandaian yang istimewa? sebenarnya aku malu sendiri telah berhasil memperoleh kedudukanku ini. Kau lain Tio Toako, aku tak dapat disamakan dengan kau. Kau dapat menggunakan golok dan 

tombak, Dengan itu kau membangun jasa. Ya. Kau memperoleh kedudukanmu berkat 

kepandaianmu dan kegagahanmu."

Liang Tong girang mendengar pengutaraan jujur itu.

"Adik, aku sebenarnya tidak mempunyai kelebihan yang istimewa, Aku kasar tapi andaikata adik mempunyai sesuatu urusan silakan meminta aku untuk melakukannya dengan pertaruhan nyawaku."

Dalam hati Siau Po girang sekali wajahnya tampak cerah.

"Sebenarnya dahulu di Cian cin. aku telah beruntung melihat kau dan aku telah 

mendapatkan kau yang berwajah luar biasa dan aku menerka kau pasti bukan orang sembarangan. Tatkala itu aku seorang utusan raja, rata-rata orang mengumpak-umpak, mengangkat-angkat aku. tapi cuma kau seorang yang tidak berbuat demikian"

Liong Tong tampak jengah sekali.

"Aku seorang tentara yang tak pandai mengangkat-angkat pembesar seatasanku." katanya terus terang. "Maka tayjin, waktu itu aku sama sekali tak bermaksud tak memandang mata pada tayjin,.."

"Legakan hatimu, Toako." kata Siau Po. "Aku tak menghiraukan itu. Aku pun tak berkecil hati terhadapmu jikalau tidak, tak bakal sekarang ini aku mencarimu Toako tahu sampai sebegitu jauh aku beranggapan padahal biasanya aku hanya menjilat-jilat supaya bisa naik pangkat dan memperoleh banyak uang. Akan tetapi siapa tak pandai menjilat dialah benar-benar mempunyai kepandaian"

Mau tidak mau Liang Tong menjadi girang, sekarang ia percaya benar terhadap Siau Po yang mulia dan berlaku terbuka terhadapnya, "Aku sebenarnya tidak bisa menjilat atasan guna bertingkah pula terhadap sesama rekannya, inilah tabiat kasar asal dari aku.,." katanya.

"Orang yang tidak bisa menjilat itulah yang sebenarnya mempunyai kepandaian." Siau Po mendesak.

Liang Tong membuka mulutnya tapi kata-katanya tidak keluar. Dalam hatinya dia berkata, "Ayah bundaku yang melahirkan aku tapi yang mengenal baik diriku inilah Wi Tayjin"

Liang Tong pun bercerita tentang dirinya yang berasal dari propinsi Shoasay, Dia berasal dari keluarga militer dan dia gagah. Setelah menghadapi beberapa kali peperangan, pangkatnya terus naik hingga sekarang sebagai hu-ciang yang diperolehnya berkat kepandaiannya.

Siau Po berpikiran bahwa nyatalah dia tidak sembarang melihat orang, Maka itu dia lalu bertanya tentang siasat apa yang harus digunakan untuk atau andaikan orang hendak menyerang gunung,

Liang Tong tidak pernah membaca ilmu kitab tapi berkat pengalamannya mengadu jiwa di medan perang laga, ia pun menurunkan beberapa jilid kitab "Su Sie Ngo Keng" dan diletakkannya di atas meja untuk dijadikan perumpamaan garis-garis perang atau bentang, gunung dan lembah serta sungai, dengan demikian ia dapat menjelaskan di mana penyerangan harus dilakukan, jalan mana yang harus diambil, jalan mana tempat mencegat musuh bahkan juga dibagian mana orang harus lari berpura kalah....

"Diumpamakan musuh berjumlah seribu jiwa lebih dan kita lima ribu, bagaimana caranya kita harus menyerang untuk memperoleh kemenangan?" tanya Siau Po kemudian.

Si kacung mengambil uang sebagai contoh tentara dan Liang Tong menggambarkan Diam-diam Siau Po memperhatikan secara teliti. Pada malam itu juga Liang Tong nginap di rumah itu.

Besoknya seorang diri Siau Po pergi ke istana menghadap raja untuk memberikan jawabannya, ia membuat penguraiannya seperti Liang Tong ia hanya tak sampai menggunakan perbagai kitab sang junjungannya.

Kong Hie berdiam sekian lama, baru kemudian ia berkata. "Siapa yang mengajarmu siasat perang ini?"

Kacung kita tidak berani berdusta. ia menyebut nama Liang Tong.

Kaisar sebelumnya sudah mendengar dari Beng Cu tentang opsir yang didatangkan untuk menghadap Siau Po. Mendengar itu kaisar tertawa atas kejujuran si kacung. "Cara bagaimana kau tahu Liang Tong mempunyai kepandaian tentang ilmu perang?" tanya sang raja.

Siau Po tak mau berterus terang tentang rahasia yang diberikan oleh si berewok itu. Si kacung dengan alasan mengatakan bahwa baru ini Sri Baginda mengutus ia ke Ciancin, Di sana ia menyaksikan si berewokan pandai sekali melatih pasukan tentaranya, maka ia juga lantas berpikir kalau kelak tiba saatnya harus menggunakan kekuatan tentara terhadap Gouw Sam Kui.

Raja mengangguk.

"Kau tak dapat melupakan urusan Gouw Sam Kui, itu bagus. Beda dengan di dalam istana, mereka justru tak dapat melupakan orang tersebut yang bahkan mereka angkat- angkat supaya mereka nanti memperoleh uang pelicin. Hmm...! Bukankah sekarang ini Tio Liang Tong berpangkat Hu-Ciang? Nah, nanti kalau kau bertemu dengannya kau boleh menjanjikan kepadanya kenaikan kedudukan. Nanti secara istimewa aku akan mengangkatnya menjadi congpeng supaya dia menerima budi darimu agar kemudian dia bekerja dengan sungguh-sungguh denganmu!"

Siau Po girang mendengar kata-kata itu, ia lantas memberi hormat sambil menghaturkan ucapan terima kasih.

Kemudian si kacung kita pulang ke rumahnya dan memberitahukan kabar kepada Liang Tong untuk diangkat sebagai congpeng, gubernur jenderal untuk Cian Cing dan Siau Po dikuasakan untuk mengurus segala persiapannya.

Bukan main bersyukurnya Liang Tong kepada sahabat ciliknya yang baru ini, ia girang karena bersahabat dengan si kacung, tanpa menjilat-jilat, telah memperoleh kenaikan pangkat Memang soal yang menggirangkan siapa saja.

Pada satu waktu tampak Siau Po dan Liang Tong sedang duduk-duduk, tiba-tiba datanglah utusan dari Gok-Hu Gouw Eng Him yang mengundang si kacung untuk berjamu, Kemudian si kacung pun menerima dan dia pergi bersama Liang Tong ke rumah menantu raja.

Sejak menikah dengan Kian Leng Kongcu, Eng Him telah memperoleh hadiah istana yang terletak di Pakhia, kota raja, Maka istananya berbeda dengan istana, sementara waktu yang semuIa. Di istana ini, dengan mengajak pembesar yang berada bersamanya, dia ke luar menyambut tamunya, pintu besar dibentang sebab para tamu dianggap tamu agung.

"Wi Tayjin, kita adalah bersaudara." kata Eng Him. "Maka marilah kita berbincang- bincang dengan sepuas-puasnya, Di sini tidak ada orang luar kecuali beberapa tamu dari propinsi Inlam, Aku hendak mengundang mereka buat menemani Tayjin."

Dan tuan rumah memperkenalkan tamunya kepada Tayjin, Yang satu Thio Yong gubernur dari Inlam yang berpangkat hu-ciang bernama Ong Cin Po dan Sun Su Kek. Segera Siau Po mengulurkan tangannya dan berpelukan erat seperti sudah berkenalan sebelumnya, lantas dia berkata, "Kakak Ong kau bernama Po, begitu pun aku, bedanya kau Po yang besar dan aku yang kecil, yah kita berdua sepasang Po."

Ketika sedang asik ngobrol datang pelayan ke hu-ma. Pelayan itu berkata bahwa sang istri meminta agar sang tamu masuk ke dalam untuk membuat pertemuan, Mendengar ucapan pelayan itu Siau Po kaget karena merasa risih, Apakah pantas sementara itu dia punya suami?

Sebenarnya tak leluasa bertemu dengan sang puteri.,., Di dalam hatinya jadi ingat waktu perjalanan ke in-lam, dimana saat itu Siau Po dan sang putri dalam sepanjang perjalanan bergaul mirip suami istri pengantin baru.

Tapi si hu-ma tertawa dan berkata, "Tuan puteri sering mengatakan yang jodoh kami adalah kau Wi Tayjin, maka sudah sepantasnyalah jikalau tayjin sebagai seorang perantara disuguhi arak barang secawan."

Hu-ma berdiri dan mengharapkan tamunya duduk sebentar lalu mengantarkan Siau Po masuk ke dalam.

Tiba di sebuah pendopo yang mereka lewati, si hu-ma mengunci pintu belakang dan minta bantuan terhadap Siau Po.

Siau Po heran, tetapi ia dapat menerka, Maka dengan sendirinya mukanya menjadi merah. Kemudian ia berpikir dalam hati, Kau membutuhkan bantuanku? inikah urusan kebiri, sehingga kau tak dapat menjadi suami sejati karenanya kau mengharapkan bantuanku? Apakah yang kau maksudkan?

Eng Him tercengang tampak dia bingung.

"Tayjin!" katanya, "Jika bukan tayjin siapa pun tak mempunyai kesanggupanmu."

Diam-diam Siau Po berpikir, tentunya sang putri yang meminta bantuanku. "Kalau kau membantu kami, ayahku, aku, saudaraku tak dapat nanti melupakan 

bantuanmu yang sangat berharga ini, saudara Wi.!"

Siau Po berpikir, pasti Hu-ma tidak bisa memberikan keturunan dan minta bantuanku untuk memberikan anak, sementara itu aku juga belum tentu bisa.

Siau Po berkata pada Hu-ma seandainya tidak bisa pasti ia akan malu, Tetapi Hu-ma meminta asalkan dia bersungguh-sungguh maka kami dan anak akan berterima kasih dan tak habis-habisnya.

Eng Him maju mendekat satu tindak lalu berkata dengan perlahan-lahan. "Sebenarnya soal pemecatan, warta beritanya belum sampai di propinsi Inlam ini. Thio Teetok dan yang lainnya belum tahu, Maka seandainya saudara Wi dapat mendahului bicara di hadapan Sri Baginda Raja, supaya menarik kembali perintah pemecatan itu dan segera dikirim utusan ke Inlam, pastilah keputusan itu ditarik kembali. "

"Kau. kau maksudkan pemecatan ?" tanyanya menegaskan.

"Ya, benar,.,!" sahut Eng Him. "Bukankah itu urusan sangat besar? Makanya kalau Wi dapat memberikan penjelasan kepada Sri Baginda karena hanya Wi lah yang selama ini orang kepercayaannya yang sangat kuat, dan memang kata-katamulah yang sukar didengar, pastilah pemecatan itu bakal batal dan kami akan ketolongan"

Kembali Siau Po berpikir.... Akh! Kiranya aku telah salah terka! Lucu bukan?.   

Karenanya dia lantas terbahak-bahak.

"Saudara Wi, kenapa kau terbahak-bahak? Mungkinkah aku keliru?" tanya Eng Him. "Bukan, Maaf mendadak aku ingat cerita jenaka!" jawab Siau Po.

Eng Him menjadi tidak puas dalam hatinya.

"Sekarang bolehlah kau bertingkah tetapi tunggu nanti setelah ayahku berhasil dengan pemberontakannya! Bagaimana beliau maju dan cepat serta mudah sampai di Pakhia, maka waktu itu pasti aku membekukmu. Kau lihat saja nanti, aku akan membacokmu berkali-kali."

"Huma!" kata Siau Po ketika si menantu raja sedang bengong, "Besok pagi-pagi aku pasti menghadap Sri Baginda Raja untuk mengatakan yang Gok Huma adalah iparnya Sri Baginda sendiri dan Peng Seng Ong itu adalah besan, maka taruh kata si besan itu tak dapat naik pangkat, tapi tak selayaknya dipecat dari jabatannya sekarang ini. Aku pun akan mengatakan bahwa keputusan itu kurang menghargai adik perempuannya sendiri."

"Benar, benar." katanya, "Sungguh saudara Wi cerdas, di dalam tempo yang singkat kau telah menemukan jawaban dan pikiran yang pandai, Baiklah. segalanya kami serahkan pada saudara, Nah, sekarang mari kita menghadap tuan puteri."

Siau Po mengangguk ia pun mengikuti ketika diajak masuk lebih jauh ke dalam istana menantu raja. Tiba di kamar tuan putri dikabarkan bahwa sang suami dan Siau Po sudah datang.

Tak lama kemudian ke luar dayang dari kamar sang puteri untuk memberitahukan pada sang suami agar Siau Po menunggu di sisi kamar puteri. Kemudian datanglah Kian leng kongcu menghampiri Siau Po. Kemudian tuan puteri berkata keras, "Siau Kuicu... sudah berapa lama kau tidak mengunjungiku, apakah kau berpikir mati? Hayo, lekas maju ke mari!"

Mendengar teguran itu Siau Po lalu tersenyum dan memberi hormat. "Semoga Tuan puteri sehat wal'afiat serta bahagia!" demikianlah katanya.

"Sebenarnya tiap hari kongcu juga ingat namun sayang Sri Baginda justru menugaskan pergi ke Losat dan baru beberapa hari ini saya pulang ke tanah air,.,."

"Jadi tiap hari kau melihat aku?" tanya Siau Po, Tuan putri tak dapat menahan air matanya, dan mukanya pun berubah menjadi merah.

Siau Po lantas melihat tegas kepada si tuan puteri, Wajah wanita itu layu dan lesu, ia menerka pastilah habis menikah dia tak mendapatkan kepuasan dari suaminya.

"Gouw Eng Him adalah seorang kebiri dan seorang nona dinikahkan dengan orang kebiri mana ia akan merasa bahagia,.,?" kata Siau Po dalam hati.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar