Kaki Tiga Menjangan Jilid 62

Jilid 62

Tee tok mengawasi Siau Po yang ada di depannya, ia tampak ragu-ragu dan kemudian dia menggeleng pula kepalanya.

Ketrka itu Pie Cit bersembunyi di semak kayu bakar dan rumput Pie Cit hanya mendengar dan sama sekali tidak melihat.

Diam-diam Siau Po mengeluarkan napas lega sebab hatinya menjadi lapang. "Bagaimana kejadian selanjutnya?" tanyanya.

"Rombongan Tan Eng Hoa ramai-ramai meninggalkan tempat itu. Aku lekas keluar dari tempat persembunyianku Kemudian aku menghampiri peti mati dan dengan  perlahan-lahan aku membukanya. Ternyata di dalamnya terdapat Kek Song dan akupun menoIongnya."

"Ada satu hal yang aku kurang jelas," kata Siau Po. 

"Apakah itu Tayjin? Bukankah kau berada di gudang kayu itu? Dari mana kau mendapatkan alat tulis dan kertasnya hingga kau dapat menulis surat ?" tanyanya.

Sie Long kaget bukan main. "Su... surat apakah?" tanyanya.

“Bukankah sehabis menolong The Kek Song Kau meninggalkan surat dalam peti mati itu?” Kacung balik bertanya, "ltu kan sepucuk surat panjang lebar yang dialamatkan pada Tan Eng Hoa? Bukankah kau telah menulis panjang sekali? Yang mana untuk membicarakan perdamaian sesuatu dan mengenai Thian Tee Hwee?"

Paras si orang She Sie menjadi pucat karena kaget sekali. "Ba... ba... bagaimana. Wie Taijin tahu itu?"

Siau Po tersenyum, ia melayani orang dengan tenang saja. "Aku menerka saja" katanya dengan sabar.

Siau Po mau menggertak orang yang ada di depannya itu sebagaimana isi surat yang singkat The Kek Song dan Tan Eng Hoa adalah orang yang dipandang pemerintah Boan sebagai pemerintah atau pengkhianat, tetapi sekarang Sie Long telah menolongi pemuda bangsawan dari Taiwan itu, itulah salah satu perbuatan yang menyalahi undang-undang atau kehendak pemerintah Boan itu. Dalam hal itu, jelas sudah bahwa laksamana itu telah berbuat salah.

"ltu bukannya surat, melainkan hanya sepotong kertas.,." kata si orang She Sie menyangkal.

"Sehelai kertas juga dapat ditulis dengan kata-kata." kata Siau Po.

"Sebenarnya aku hanya menulis kata-kata. Hormat adik Sie Long, hanya empat huruf saja, Habis menolong Kek Song, ketika aku hendak pergi tiba-tiba datanglah pemimpin penjahat Thian Te Hwee ia lalu kuhajar dengan satu pukulan tangan kosong sampai mati. Kumasukkan mayatnya ke dalam peti mati bersama dengan surat itu." kata Sie Long.

"Oh, kiranya demikian." kata Siau Po. "Suratmu tentunya ditujukan pada saudara atau sahabatmu, siapakah dia itu?"

"Pastilah dengan itu diartikan sahabat kekal." sahut So Ngo Ta. "Oh, demikian." kata Siau Po. "Jadi kau masih menganggap Tan Eng Hoa sebagai sahabat kekal?"

Dahi Sie Long mengeluarkan keringat dingin.

"Harap Tayjin berdua ketahui, kata-kata orang di luar itu tak dapat dipercaya, Banyak kata-kata yang tujuannya untuk merusak orang lain." kata Sie Long.

"ltu benar," Siau Po berkata pula. "kata-kata yang kurang beralasan itu tak mudah sampai di telinga baginda, Akan tetapi kau mengatakan bahwa untuk menyerbu Taiwan ada dua cara, Cara yang pertama tadi sudah kau katakan yaitu dengan menghancurkan diri dalam, memfitnah kedua orang itu sampai mati, sedangkan jalan yang kedua itu apa?"

"Jalan yang kedua adalah dengan mengerahkan pasukan air. penyerangan dengan satu jalan saja tak mudah mencapai Maka kita harus menyerang dengan tiga jurusan, Yang utara, menyerang pelabuhan Bun Kang, tengah menyerang pelabuhan Tai-wan, dan yang selatan menyerang pelabuhan Kwau-kang. Kalau kita berhasil dalam satu jalan saja dan dapat mendaratkan pasukan, maka penduduk Taiwan akan kacau, Dengan demikian maka kita dapat lebih mudah menyerang, bagaikan kita membabat hutan bambu saja."

"Rupanya kau sangat berpengalaman dalam memimpin pasukan air," kata Siau Po. "ltu adalah berkat aku hidup dalam kalangan tentara air, maka aku sangat paham 

dalam berperang di Iaut." katanya.

Tiba-tiba Siau Po teringat sesuatu "Orang ini sangat berniat akan membasmi keluarga The. Tak apa jika ia dapat membunuh The Seng Kong. Bukankah The Kek Song orang gagah? Maka tak mungkin keluarga The Kok dapat dibinasakan seluruhnya, Dengan menyerbu Taiwan, orang itu akan mencelakai guruku, Aku harus dapat mencegahnya, karena dia pandai berperang di air, maka jika itu dilakukan akan berakibat fatal!"

Berpikir demikian maka Siau Po bertanya kepada So Ngo Taa. "Kakak, bagaimanakah menurutmu sekarang?" tanyanya.

"Baginda sangat cerdas dan pintar. Kita sebagai hamba sebaiknya menurut saja apa kata raja." jawab orang itu.

"Hm, bagus kau tak dapat bertanggung jawab!" kata Siau Po yang langsung bertanya juga pada Sie Long.

"Sekarang ini ke manakah perginya kawanan pemberontak itu?" "Sejak malam itu mereka pergi entah ke mana. Dan sampai sekarang ini tak ada lagi kabarnya." jawab Sie Long.

Siau Po mengangguk.

"Lain kali jika The Kek Song dan Tan Eng Hoa datang ke Pakhia, tak usah kau melapor pada kementrian peperangan, nanti kau ketemu batunya lagi. sebaiknya kau beritahukan saja padaku, nanti biar aku sendiri yang mengundangnya datang ke mari untuk beberapa hari,.,."

"Ya. Ya." sahut Sie Long, "Dengan Tayjin memimpin pasukan Jiauw Kie Beng serta 

Gie-Cian Sie Wie, tujuan Tayjin pasti berhasil."

Sampai di situ, sambil mengangkat cawan tehnya Siau Po berseru. "Antar tamu pulang!"

Sie Long tahu diri, maka ia langsung berdiri untuk berpamitan lalu ia memberi hormat dan pergi. Tak lama kemudian So Ngo Ta pun turut berpamitan.

"Sekarang aku tak lagi berkhayal" kata Siau Po dalam hati ia terus pergi menghadap raja untuk memberitahukan tentang rencana Sie Long menyerang daerah Taiwan.

“Terlebih dahulu kita menyingkirkan Sam Hoan, setelah itu barulah kita meratakan daerah Taiwan, Langkah itu yang harus kita jalankan, Sie Long memang pintar, Aku khawatir, jika dibiarkan kembali ke Hokian ia akan melakukan hal yang kurang baik, ia tentu dipengaruhi niat menuntut balas, itu dapat membuat pihak Taiwan bersiap-siap, maka kau harus menahannya jangan sampai ia keluar kota." kata raja pada Siau Po.

Sampai di situ, Siau Po heran karena raja telah menahan Sie Long untuk kembali ke Taiwan, di sana ia akan mempersiapkan tentaranya untuk menyambut tentara kerajaan Dengan demikian maka serangan itu tidak ada artinya dan hanya membuang-buang waktu saja."

Kaisar Kong Hie tersenyum.

"Kau benar, memang ada pepatah yang mengatakan bahwa menitahkan seorang panglima tak ada yang lebih baik daripada membuatnya menjadi panas hati, Begitu juga dengan aku menahan Sie Long agar ia tak dapat menggunakan kepandaiannya dan juga tenaganya, agar ia beranggapan kalau aku tak sudi memakainya dan menempatkannya di tempat yang penting, Akan tetapi nanti jika ia diperintahkan tentu seluruh tenaga dan juga kepandaiannya akan dikerahkan seluruhnya, dan tak akan berani berbuat ayal atau alpa."

"Bagus tipu daya raja ini!" kata Siau Po memuji rajanya, "Sekalipun Cukat Liang tidak dapat melawannya, pernah hamba menonton sandiwara yang memainkan cerita Teng  Kun San, ketika itu Cukat Liang telah membuat Oey Tiong yang tua naik darah sehingga dengan satu tebasan golok maka lawan pun binasa." kata pula Siau Po.

Raja tertawa.

"Sekarang kau katakan padaku Sie Long telah memberikan bingkisan apa padamu?" tanya sang raja.

Siau Po terkejut.

"Ah, Baginda dapat tahu semuanya! Sie Long menghadiahkan kepadaku sebuah cawan kumala, tetapi itu tak membuatku gembira." jawabnya.

"Memang ada apakah dengan cawan kumala itu?" tanya raja.

"Cangkir itu memang sangat mahal harganya, tetapi sangat mudah pecah, Buat menghamba para baginda, hamba justru mengandalkan tanganku yang buruk ini, yang tak mudah lodoh dan tak pernah karatan sampai seribu tahun juga, itu toh besar bedanya bukan?" kata Siau Po.

Kaisar tertawa pula.

"Baginda," kata Siau Po. "Tiba-tiba saja hamba mendapatkan pikiran entahlah pikiran hamba ini dapat dijalankan atau tidak,"

"Pikiran apakah itu? Coba kau jelaskan!" tanya raja.

"Menurut Sie Long dia sangat pandai berperang di laut." kata Siau Po. Raja menepukkan tangannya pada meja.

"Bagus.,.!" serunya, "Siau Kui-cu kau pandai sekali, Nah, pergilah kau ajak dia ke Liau Tong, di sana kau perintahkan untuk menyerang pulau Sin Liong To!"

Dalam hati, Siau Po terkejut mendengar kata-kata raja, suka ia lalu mengawasi orang teragung itu dan lalu berkata:

"Baginda, Bagindalah malaikat yang turun ke bumi, mengapa setiap hambamu ini berpikir selalu saja baginda telah mengutarakannya, baginda telah mengetahuinya terlebih daripada aku, itu berarti pikiran baginda jauh lebih cepat!" katanya.

Kaisar Kong Hie tertawa mendengar penuturan dari orang yang ia sukai itu.

"Cukup sudah kau menepuk-nepuk punggung kuda!" katanya menggoda, "Siau Kui- cu, daya upaya ini memang baik, namun aku khawatir jika kau menyebut-nyebut nama pulau Sin Long To kau berhasil atau tidak. Sie Long sebagai orang peperangan di  laut. Kirim lebih dahulu dia ke pulau itu. Di sana kau latih dia, tetapi dalam hal ini jangan kau mernbocorkannya!"

"ltu pasti." kata Siau Po.

Raja memerintahkan untuk memanggil Sie Long datang menghadap, Kemudian pada laksamana itu ia berkata.

"Aku memerintahkan pada Wie Siau Po pergi ke Tian Pek San untuk melakukan sembahyang, Berhubung dengan itu ia telah memujimu pandai bekerja dan memintamu untuk ikut padanya, Mendengar kata-katanya terang aku tak percaya. "

Mendengar kata-kata raja itu Siau Po diam saja, dia tertawa dalam hati dan berkata pula. "Nah, inilah Cukat Liang yang sedang membakar hati Oey Tiang!"

Sie Long sebaliknya hanya mengangguk dan berlutut.

"Jikalau hamba ditugaskan untuk mengikuti pada Wie Toutong, pasti hamba akan setia dan tidak akan memperdulikan lagi jiwa raga hamba, supaya dengan itu dapatlah kiranya hamba membalas budi baik baginda yang besar laksaan langit. "

"Kali ini kau boleh mencoba dahulu," kata raja. "Jikalau kau berhasil aku akan menugaskan lagi."

Sie Long sangat gusar, kembali ia mengangguk.

“Tetapi kau ingat baik-baik, inilah rahasia besar, dan rahasia ini tak diketahui oleh mentri yang lainnya kecuali pada Siau Po sendiri. Karena itu kau harus taat pada perintahnya itu, nah sekarang kau mundurlah!"

Hamba itu memberikan hormat sebelum berlalu dan raja memberikan kata-katanya: "Wie Toutong memperlakukan kau tanpa ada celanya sama sekali, maka itu kau 

harus membuat mangkuk emas yang besar untuk dihadiahkan kepadanya!"

Hamba hanya menerima perkataan raja tanpa mau mempertimbangkannya..

Setelah Siau Po kembali ke gedungnya, Sie Long sudah menunggunya di depan pintu dan mengucapkan terima kasih kepadanya.

Wie Siau Po tertawa lalu ia berkata.

"Sie Ciangkun, maafkan aku kali ini. Aku minta kau berdiam dalam tangsi sebagai seorang perwira yang berpangkat rendah itu agar orang tak mengetahui akan adanya kau!" Orang itu nampaknya girang sekali "Dalam segala hal aku akan menurut padamu." katanya.

Siau Po sementara berpikir dan berkata.

"Sebenarnya aku hendak meletakkan jabatan, Siapa tahu kau bisa sebagai pengganti menggantikan aku untuk mati maka pergilah kau untuk mengadu nyawa dengan Hong Kauwcu, agar kau mati bersama dengan kutu!" kata Siau Po dalam hati.

Setelah orang itu pergi maka Siau Po memanggil kawan-kawannya untuk membicarakan masalah yang akan dipikulnya itu.

"Jahanam itu yang telah membunuh Kwan Hu-cu, sekarang ia berniat juga ikut denganku dan akan menyerang Taiwan, Dengan demikian ia akan menyusahkan Congtocu kami maka syukur sekali ia terjatuh ke tanganmu, dan sekarang bagaimana kita harus bertindak?" kata Thian Cong.

Wie Siau Po mengawasi orang-orang itu dan ia berkata.

"Sin Liong Kauw bersekongkol dengan Gauw Sam Kui, dan juga Losat, sekarang aku ditugaskan baginda untuk menumpasnya, maka aku berpikir, lebih baik aku menugaskan orang itu untuk pergi menyerang Sin Liong Kauw, Biar mereka bertempur mati-matian, dan dengan demikian kitalah yang akan memungut hasilnya."

Kawan-kawan Siau Po semuanya setuju.

"Menurut penglihatanku dan meneliti gerak geriknya, ketika baru-baru ini ia membinasakan Kwan Hucu serta menolong Kek Song, mungkin ia telah melihat aku walaupun dalam gelap, Hanya waktu itu aku berdandan lain dari biasanya, hingga ia tidak merasa pasti Disamping itu aku sekarang menjadi atasannya, maka seandainya benar ia mengenali aku, aku percaya ia tak akan berani melakukan hal itu. Oleh karena itu saudara sekalian sebaiknya berhati-hati agar rahasia ini tidak terbongkar olehnya!"

"Aku percaya dia tak akan berani melakukan hal itu pada kami semua." kata Kho Gan. "Sekarang ini aku sedang menyamar sebagai anggota Tangsi Jiauw Kie Eng. Kami jarang bertemu dengan dia, maka misalkan dia melihat kami pasti tak akan dapat melakukan hal yang merugikan kami."

"Baiklah kalau begitu. sekarang kalian lebih baik merubah wajah kalian agar ia benar tak mengenali kita, Karena tenaga orang itu sedang kita butuhkan untuk menyerang Sin Liong To, sekarang belum tiba saatnya untuk membunuhnya."

Setelah itu mereka berpamitan pada Siau Po.

Dalam penyerangan ke Sin Liong To, Siau Po tidak membawa Liok Kho dan juga Ay Cun Cia. ia hanya membawa Song Jie. Selang beberapa hari Siau Po menerima firman raja yang memintanya untuk berangkat dengan membawa meriam. ia akan melakukan sembahyang dan meriam itu nantinya dibunyikan untuk sembahyang dengan langit.

Setelah menerima firman itu Siau Po membawa serta pasukan Jiau Kie Eng dan beberapa orang kawannya.

Siau Po memberikan firman raja itu pada pemimpin di situ, dan mencari informasi armada.

Sambil menunggu selesainya urusan pemberangkatan, Siau Po mengajak kawan- kawannya untuk melakukan bermain judi.

Setelah selesai semua persiapan itu maka pemberangkatan segera dimulai Berangkatlah pasukan Siau Po dengan terlebih dahulu menyediakan rangsum, obat dan persiapan yang lainnya.

Sampai ditengah laut, Siau Po memberitahukan tugas yang sebenarnya pada para penglima perangnya, untuk menyerang pulau Sin Liong To dan mereka diminta bekerja dengan sungguh-sungguh. perintah itu disambut baik oleh anak buah kapal.

Sebenarnya Siau Po merasa jeri pada Hong Kauwcu tetapi hal itu dapat ia sembunyikan karena ia berada dekat dengan pasukan yang kuat dan juga dengan Sie Long.

"Bagaimana caraku untuk menyerang Sin Liong Kauw sementara aku harus dapat menyelamatkan Phui Ie?" tanyanya dalam hati, dan hal itu yang memberatkan pikirannya.

Dan akhirnya Siau Po memanggil Sie Long untuk menanyakan cara yang dipakai untuk penyerangan.

Sie Long lalu mengambil gulungan kertas lalu dibukanya dan menerangkannya pada Siau Po.

Siau Po melihat pada peta itu pulau Sin Liong To telah diberi bundaran merah, Pulau itu akan diserang dari tiga arah: Utara, Timur dan Selatan.

"Oh, kiranya kau telah mengatur penyerangan kita? Baru di tengah laut tadi aku memberitahukan hal itu padamu, kau ternyata telah mengetahuinya, Bagaimana sekarang kau telah menyiapkan peta itu?" tanya Siau Po kagum.

"Aku mendengar rencana pemberangkatan kita kemarin, maka segera aku menyediakan peta laut ini. Aku memang sangat gemar dengan laut, maka sejak awal aku membuat peta laut ini." jawabnya, "Bagus." kata Siau Po memujinya. "Jikalau demikian kita akan memenangkan pertempuran ini."

"Dalam hal ini kita mengandal pada rejeki baginda, juga rejeki Tayjin sendiri. Menurut aku kita menyerang dari tiga tempat, sedangkan bagian barat itu kosong, Aku berpikir, setelah diserbu, musuh akan menyingkir ke bagian barat Tak jauh dari pulau itu terdapat pulau kecil dan di sana kita semua bertugas memepet ke pulau itu untuk menjaga jangan sampai orang-orang itu lolos. Setelah terkurung dari empat penjuru, orang itu tak akan dapat lolos, hingga mereka akan terbasmi semua."

"Bagus." kata Siau Po yang kembali menjadi sangat girang karena ia menyangka penyerangan itu akan berhasil dan ia akan memenangkannya.

"Sekarang Tayjin memerintahkan untuk pergi ke pulau kecil itu guna memegang tampuk pimpinan di sana, Tetapi jangan sekali-kali Tayjin naik ke kapal perang. Di darat kedudukan Tayjin kuat dan terjamin, dan jika berada di kapal perang aku takut nanti Tayjin menggoncangkan hati para anak buah kapal, Nanti akan ada kabar dari kapal- kapal kecil, agar kami dapat bekerja sama. Harap Tayjin memberikan perintah!"

Siau Po sangat senang sekali.

"Sebenarnya sudah lama aku mengagumi nama besar Tayjin, telah aku ketahui bagaimana Tayjin membinasakan Goh Pay, Dengan keberanian Tayjin itu aku khawatir Tayjin akan maju sendiri makanya aku memilih tempat yang aman. Kalau terjadi sesuatu atas diri Tayjin mana sanggup aku bertanggung jawab? Karena itu aku memohon agar Tayjin tetap berada di pulau itu!"

"Sebenarnya bertempur di atas kapal perang sangatlah menyenangkan hati. Memang aku sedang berpikir akan maju sendiri untuk menghajar orang-orang itu. Karena kau berpikir demikian sempurna, maka baiklah kalian pergi." kata Siau Po.

"Baiklan Tayjin, terimakasih atas kebaikan Tayjin!" kata Sie Long,

"Di Sin Liong To ada beberapa orang wanita, dan aku ditugaskan membawa para wanita yang telah lari dari istana itu. Karenanya di saat kalian menyerang berhati-hatilah dalam memilih sasaran. Kau pasti akan dihukum jika para dayang itu sampai mati, Maka ingatlah ini tugasmu yang sangat penting!" kata Siau Po mendustai firman raja itu.

Sie Long terkejut.

"Oh Tayjin, jikalau Tayjin tidak memberitahukan padaku tentulah aku telah melakukan hal yang salah, Baiklah aku akan mengatur agar para wanita jangan sampai ada yang mati, agar Tayjin dapat mencarinya." kata Sie Long.

"Nah begitu baru bagus!" kata Siau Po, yang benar-benar senang, "Beberapa orang dayang itu mengenali aku, maka jika aku mencarinya sangatlah mudah mengingatnya.  Hal ini adalah rahasia kerajaan, kau harus dapat menjaganya jangan sampai bocor ingat jaga baik-baik!" pesan Siau Po pada Sie Long dengan bersungguh-sungguh.

"Baik Tayjin.... Baik..." sahut orang itu. "Tak berani aku bicara sembarangan. Dengan Tayjin aku baru terbuka." katanya pula.

Rombongan kapal perang berlayar menuju ke timur, yang jalannya amat perlahan sebab berlawanan dengan arah angin, Akan tetapi tak lama lagi kapal itu akan sampai di pulau yang dituju.

Sambil tangan kirinya menunjuk, Sie Long berkata pada utusan raja itu.

"ltulah pulau yang akan menjadi markas Tay-jin." katanya, "PuIau itu belum memiliki nama maka itu silahkan Tayjin memberikan nama pada pulau itu!"

Siau Po menganggukkan kepalanya.

"Kau meminta nama padaku itu sangatlah suIit, kita sekarang sedang berada di medan perang dan kita harus berhasil” itulah seruan Siau Po dalam bersandiwara, yang sering ia saksikan itu. Tetapi sekarang ini ia berkata dengan sungguh-sungguh hingga mendapat sambutan dari para tentaranya dengan meriah.

Maka perahu berlayar secara perlahan tetapi baru saja berangkat ada laporan bahwa di tepi laut ada mayat.

"Menemukan mayat? Bukankah itu pertanda buruk? Bukankah dalam perjalanan ini aku akan kalah?" kata Siau Po.

"Selamat Tayjin, belum lagi kita menembak sudah ada mayat, itu alamat baik. Maka tunggulah aku akan melihatnya!" kata Sie Long.

Selesai berkata Sie Long langsung pergi, dan tak lama kemudian ia sudah kembali dan memberikan laporan.

"Harap Tayjin ketahui, mayat itu terikat kaki dan tangannya sepertinya mayat itu terkena bajak laut." katanya.

Belum lagi laporan itu terhenti sudah ramai orang yang mengatakan banyak mayat.

Wajah Siau Po berubah karena ia mendengar kata dan laporan itu. Dan ia berbeda pendapat dengan Sie Long tentang mayat-mayat itu. Sie Long pergi lagi memeriksa mayat-mayat itu. Tak lama kemudian ia datang dengan membawa laporan pada Siau Po tentang mayat-mayat itu.

“Tayjin ketiga mayat-mayat itu adalah anggota dari pihak Sin Liong To." "Bagaimana kau dapat mengetahui hal itu?" tanya Siau Po. "Mayat yang pertama kurang jelas," sahut orang itu pada Siau Po. Tetapi pada mayat yang kedua dan yang terakhir ini, terang mereka orang-orang Sin Liong To.Tubuh mereka yang kekar menandakan mereka itu pandai dalam ilmu silatnya." katanya.

"Apakah mungkin telah terjadi perang saudara dalam Sin Liong To?" tanya Siau Po. "Entahlah, tetapi semoga saja demikian, karena dengan demikian akan 

mempermudah kita." jawab Siau Po.

"Apakah itu?" tanya Siau Po karena ia melihat ada barang yang mengambang di atas air.

"Entahlah!" jawab Sie Long.

Kemudian Sie Long memerintahkan anak buahnya untuk melihat benda yang terapung itu.

"Mayat lagi! Namun kali ini mayat itu bertubuh katai!" kata serdadu itu. Siau Po terkejut.

"Diakah?" ia menerka dalam hati, "Cepat bawa mayat itu kemari!" katanya.

Yang mendapat perintah itu langsung membawa mayat yang dimaksud itu kepada Siau Po. Akan tetapi anehnya, mayat itu ternyata masih mengeluarkan napas, Maka mereka semua berteriak girang.

"Oh, ternyata ia masih hidup!" kata Sie Long kemudian mengangkat tubuh itu dan membalikkannya, Tak lama kemudian air dari dalam perut orang itu mengalir ke luar, dan orang itu pun sadar

"Eh, apakah ini istana naga ataukah akherat?" tanyanya. Siau Po kemudian tertawa dan memberikan jawaban.

"lnilah istana raja naga dan akulah raja Hay Liong Ong." kata Siau Po bergurau. Mendengar ucapan itu semua orang-orang tertawa.

Kho Cun Cia membuka matanya dan mengawasi orang yang ada di sekitarnya. "Eh. Kau.,., Mengapa kau berada di sini?" tanyanya setelah melihat Siau Po.

Siau Po takut kalau-kalau rahasianya terbongkar, maka ia berkata pada pengawalnya. "Orang ini agak aneh, Cepat kalian bawa ke dalam kapal aku akan memeriksanya!" perintah Siau Po.

Perintah itu dituruti maka orang itu pun dibawanya ke kapal. "Kalian semua tunggu di luar!" kata Siau Po.

Setelah itu Siau Po mengawasi orang yang baru saja ditemukan itu.

"Eh, bukankah kau pergi ke Sin Liong To untuk mencari obat? Apakah di sana kau ditawan Kauw-cu? Benarkah?" tanyanya.

Si Katai menatap, tampak ia heran sekali.

"Eh, kenapa kau ketahui hal itu? Sungguh aneh!" katanya. "Bukankah jiwamu telah ditolong olehku?" tanya Siau Po. "Apakah itu benar? Oh pastilah adikku telah mati!" katanya. Siau Po heran mendengar ucapan si katai.

"Mo Sek Sek," kata Siau Po mengulang kata-kata orang itu.

Siau Po terus berpikir, siapakah yang di maksudnya Oh ya. ia bara saja ingat Mo Sek Sek adalah ibu suri palsu yang biasa ia sebut si moIer tua.

"Aku telan ditaklukkan oleh Hujin." katanya. "Kau telah ditaklukkan olehnya?" tanya Siau Po.

Lalu mendadak Kho Cun Cia mengeluarkan suara aneh.

Mendengar hal itu Siau Po mundur dan mengeluarkan pisaunya, sementara pengawal yang di luar sudah siap menyerang maka ia berkata.

"Tak apa-apa, kalian tunggulah di luar!" katanya. "Kenapa kau lakukan itu?" tanya Siau Po.

"Karena kau adalah orang kepercayaan Hu Jin dan juga Kauwcu dan aku telah memberikan penjelasan padamu segala apa yang aku ketahui dari Sin Liong To!" katanya.

Siau Po tertawa. "Tidak ada yang hebat!" katanya. "Kau boleh menganggap seperti juga aku tak pernah menolongmu. Ya, kau boleh berdiam kembali di dalam laut, biar sepuasmu minum airnya yang asin. "

Kho Cun Cia mendongkol mendengar ucapan Siau Po itu. "Minum air laut?" katanya. "Air asin itu sungguh tak lezat."

"Sekarang begini saja!" kata Siau Po. "Jika kau sudi mengangkat sumpah menyatakan takluk padaku bahwa selanjutnya kau tak akan berhati dua padaku, aku akan membantumu mencari obat kayob itu-"

"Baik... baik!" si katai berkata keras, Nyata ia girang sekali "Aku suka. menakluk 

padamu, dan untuk selanjutnya aku tak akan memberontak dan menentangmu, Jika aku toh melawan padamu, maka... maka. "

Siau Po lantas mendahului ". Mo Sek Sek akan dirampas Kauwcu buat dijadikan 

gundiknya."

Siau Po tertawa pula.

"Jika kau memberontak terhadapku maka akan terjadi peristiwa seperti sumpahmu, sebaliknya jika kau tak memberontak Mo Sek Sek bakal jadi istrimu.”

"Baik" jawab Kho Cun Cin, "Baik aku akan bersumpah berat seperti itu. Jika aku berkhianat pada kau, Pek Liong Su, maka Mo Sek.... Sek biarlah dia mati."

Si Kate tak rela kekasihnya dijadikan gundik ketua kumpulan agama, ia bahkan tak sudi menyebut istilah gundik itu.

"Tidak bisa kecuali kau bersumpah biar berat!" kata Siau Po seraya menggelengkan kepala, "Aku tak percaya padamu."

"Mari kutanya kau!" kata Siau Po kemudian, "Sebenarnya kenapakah kaum Ngo Liong Bun itu berperang saudara?"

"Ketika aku tiba di Sin Liong To, mereka itu sudah berkelahi sejak beberapa hari yang lalu," sabutnya, "Aku lantas mencari keterangan tentang kejadiannya. Kiranya Cie Liong Su dan Khou Soat Teng pada suatu malam telah ada yang membunuh secara tiba-tiba. Di dalam kamarnya tertinggal sebatang golong Ho Seng, murid kepala Cek Long Su Bu Kin Tojin."

Di dalam hatinya Siau Po terkejut mendengar kematian Khou Soat Teng itu. "Mungkin sekali Hong Kaucu memerintahkan orang untuk membunuhnya." katanya. "Memang mereka berlima yang bertempur secara kacau." ujar Kho Cun Cia memberi kepastian, "ltulah sebab kemudian entah bagaimana awal masalahnya, Oey Liong Bun telah membantu Cee Liong Bun, dan Hek Liong Bun juga membantu Cek Liong Bun. Demikian orang saling bunuh."

"Lalu bagaimana dengan Pek Liong Bunku?" tanya Siau Po.

"Kau menjadi Pek Liong Su, mengapa kau tidak tahu urusan kaummu sendiri?" Kho Cun Cia balik bertanya.

"Telah kubilang padamu bahwa pada saat itu aku tidak ada di pulau tersebut," sahut Siau Po sabar.

"Kaummu itu menjadi terpecah dua golongan," sahut Kho Cun Cia. Kaum yang tua membantu Cek Liong Bun dan yang muda membantu Cee Liong Bun.

Siau Po mengerutkan keningnya.

Berbagai kaum tersebut berperang saudara dan melakukannya kalang kabut, Kaucu tidak berdaya lagi mengatasinya.

Tepat si Kate berbicara sampai di situ, mendadak kapal berhenti berlayar, lalu terdengar suara ramai-ramai dari anak buahnya serta jangkar diturunkan ke air untuk melabuhkan kapal itu. Ternyata mereka sudah sampai di Pulau Tong Kit To.

Siau Po lantas pergi ke luar, ke kepala perahu hingga ia melihat daratan yang terdapat banyak pohon lebat serta tanjakan dan bukit kecil. menurutnya, itulah tempat yang bagus.

Kemudian utusan kaisar itu. Di pulau Sin Lion To terdapat ular-ular berbisa di 

segala tempat, maka itu sekarang coba kau kirim orang untuk mencari tahu di sini dan ular semacam itu atau tidak.

Sie Long menurut perintah, segera ia memberikan titahnya, maka belasan perahu kecil lantas berlayar berpencaran untuk melakukan penyelidikan.

Segera atas perintahnya Siau Po, pasukan depan mulai mendarat, satu barisan demi satu barisan Mereka lalu memilih tempat untuk membangun tangsi, terutama mendirikan Tion Kun atau markas besar lantas memasang sebuah bendera besar berhuruf "Wie"

Selesai pembangunan markas besar itu barulah Siau Po turun mendarat dengan diapit oleh Sie Long dan Cong Peng Oy Hu, selain terompet, orang juga menyembunyikan seruni, Siau Po duduk di kursi kebesarannya di dalam markasnya itu.

Lantas kacung kita memerintahkan pegawai pribadinya mengurus Kho Cun Cia di belakang markas dan memesannya agar orang tawanan itu diberikan makan dan  minum yang cukup, asal belenggunya jangan diloloskan sebab orang itu kasar dan tabiatnya keras, Dia memang sudah menakluk tapi harus dijaga.

Kacung kita memang bekerja hebat Setelah kerjaan beres ia memberikan perintahnya dan Siu Long mulai melaksanakan ia memimpin tiga puluh buah perahu yang besar. Perahu-perahu itu mulai maju menuju ujung timur, utara dan selatan guna mendekati Sin Liong To, untuk mengurung dan menyerang Sin Liong Kau dan Oey Cong Peng diperintahkan untuk memimpin sisanya dan bersembunyi di bagian barat bukit Tong Kit To itu dan diperingatkan mereka boleh bertindak setelah ada aba-aba.

Hari itu juga setelah datang sang fajar, semua tentara sudah siap sedia dan semuanya sudah bersantap, pasukan air menyerang pada waktu maghrib dan semua maju dengan diam-diam, penyerangnya di tiga penjuru diserahkan pada Hauw Sie jam lima pagi esok harinya.

Setelah paginya, Siau Po sudah siap dan diiringi oleh pengawal pribadinya.

Nyata sekali Sie Long telah melakukan penyerangan atas pulau Sin Liong Kau. Ia percaya laksamana itu akan berhasil, maka ia girang sekali namun dalam hatinya ia berkecamuk dan khawatir sekali...

Bagaimana dengan Phui Ie? ia khawatir sekali akan keselamatan nona yang cantik itu, sebab peluru tak mengenal siapa serta tak dapat membedakannya.

Setelah berdiri lama Siau Po menggerak-gerakkan kakinya yang terasa pegal lalu turun dan kembali ke kamarnya, Dr sini ia menerima berita dari medan laga, Sewaktu mendengar berita itu, ia mengeluarkan enam biji dadu lalu dilemparkan di atas meja, sambil hatinya berkata, jika Sie Long berhasil maka bijinya harus keluar warna merah.

Tetapi apa yang terjadi, si kacung kita terkejut karena yang keluar adalah warna hitam semua, tak satu pun warna merah.

Si kacung tidak putus asa. Dikumpulkannya semua dadu dan yang keluar tidak hitam semua. Di antara enam dadu tersebut yang keluar warna merah empat biji, lega rasanya si kacung.

Walaupun dia sendiri menyadari bahwa itu hanya permainan, tapi dia sudah merasa gembira karena ada titik terang dari hasil mainnya itu, Dengan sendirinya dia terhibur.

Pengawalnya yang selalu mendampinginya sudah menyuguhkan air teh dan memberikan harapan kepada majikannya untuk ada harapan menang yang besar.

"Bukankah kita sudah memberikan bekal yang banyak termasuk meriam besar?" kata si nona, Mana mungkin mereka bisa bertahan dengan melakukan penyerangan mendadak dan dahsyat"

Siau Po agak puas. "Mari, Song Jie!" katanya, "Ayo kita melempar dadu lagi! Jika kau yang menang berarti aku gagal, tapi kalau kau yang kalah itu tandanya aku menang perang."

Wajah si nona menjadi merah. "Ah, tak mau aku!" katanya.

"Kalau begitu mari kita bertaruh duit!" kata Siau Po pula, "Kalau kau menang kau membayar satu cie padaku dan sebaliknya aku memberikan kau satu liangl Kau setuju bukan?"

Si nona tertawa.

"Tapi aku tak punya uang," katanya.

"Kau menginginkan uang?" Dan ia pun mengeluarkan uang dari sakunya lalu nengeluarkan di depan tangan si nona tersebut.

Song Jie tertawa lagi.

"Aku tidak membutuhkan uang karena uang tak dapat kupakai," katanya.

"Kalau begitu kau memang tidak gemar berjudi, nah pergilah kau dan bawa tawanan kita ke mari aku hendak bertaruh dengannya." kata Siau Po.

Baru Siau Po berkata demikian, dia dikejutkan oleh suara meriam yang meledak hingga ia lompat berjingkrak terus dan merangkul tubuh Song Jie seraya berkata, "Kita menang, mari aku cium kamu sebagai tanda kemenangan!"

Song Jie lengah, maka pipi kanannya terkena cium, Nona itu lalu menunduk dan ketika itu Siau Po mengambil kesempatan untuk mencium tengkuknya sampai dua kali.

"Lehermu putih sekali." kata Siau Po.

Kemudian terdengar lagi bunyi meriam yang besar sekali.

Siau Po langsung berlari ke luar dan ke atas untuk melihat langsung perahu jauh ke depan dan perahu perang yang menggelegar cepat melaju ke timur.

"Benar Sie Long," katanya dalam hati, ia mengawasi terus gerak gerik sejumlah kapal perang, Namun anehnya tak tampak perahu lawan yang kabur dari Sin Liong To. Tak tampak juga gerakan menggencet dari Sie Long dan Oey Hu terhadap musuh kita itu.

Dari hasil peperangan itu semua anggota Sie Long dan Oey Hu menang dan membuat Siau Po girang sekali ia merasakan bahwa benar-benar mereka itu adalah pejuang yang berani dan pandai bekerja secara baik dan sempurna. Banyak tawanan yang ditangkap dan banyak pria apalagi wanita, Siau Po menatap terhadap tawanan wanita dari Ngo Liong Bun. semuanya ditatap tapi Phui Ie belum tampak.

Dan dia menanyakan pada pengawalnya. "Apakah masih ada tawanan di sini?" Kata anak buahnya, "Perlu tuan tahu bahwa di belakang sana masih diadakan penyelidikan dan penangkapan."

Siau Po meminta keterangan kejadian perang tadi dan perwira pun menjelaskan bahwa ada tiga puluh kapal perang mendekati daratan dan menyerang secara tiba-tiba. Kami memancing, akhirnya ada sekitar dua ratus lawan mati dan tak lama kemudian muncul pasukan pemuda berani mati. Dan mereka berteriak, "Hong Kauwcu berbahagia bagaikan dewa usianya panjang bagaikan usia langit Mereka nekad mendekati kita, setelah itu kami tembak dan semuanya gugur.

Selanjutnya Siau Po terus memeriksa tawanan wanita, ia tertarik pada seorang wanita, Kacung itu teringat bahwa ia pernah mengatai wanita itu anak haram dari Ay Cun Cia dan pernah juga menamparnya.

"Oh, anjing kau... kau. "

"Oh, Ibu!" Siau Po memotong. apakah ibu sudah lupa pada putramu?"

"Apakah namamu Siau Po?" tanyanya tanpa menghiraukan orang-orang di sekitarnya.

"Lekas kau bunuh aku! Apa pun pertanyaanmu aku tak akan menjawabnya!"

"Kau tidak sudi bicara?" kata Siau Po. Lantas ia memanggil serdadu dan menyuruh membawa wanita tersebut pergi. Dan memerintahkan agar dia ditelanjangi saja.

Wanita itu berteriak, "Jangan... jangan. !"

Baru nona itu mengaku namanya, Ie So Bwe. "Apakah kau Cek Liong Bun?" tanya Siau Po. "Ya," wanita itu mengangguk.

"Apakah kau kenal Phui Ie?" tanya Siau Po lagi, "Sekarang ia berada di mana?" lanjutnya.

"Sekarang ia menjadi wakil kepala." jawab nona itu. Tadi pagi waktu prajuritmu menembaki kami, ia masih tampak, tapi kemudian ia menghilang.

Siau Po merasa berlega hati mendengar penjelasan nona itu. ia masih ada harapan untuk bertemu dengan nona Phui Ie yang cantik dan pintar itu. Lega juga hati Siau Po. "Akan aku cari terus, Dia ini dahulu pernah mendupakku sekarang aku harus membalasnya..." pikirnya.

Di saat Siau Po mau menendang nona itu tiba-tiba seorang serdadu pengawalnya muncul dengan laporannya, "Tayjin telah datang lagi serombongan tawanan perang!" tiba-tiba saja ia menjadi girang dan batal niatnya untuk mendupak nona itu, ia terus pergi ke tepi laut dan di sana ia mendatangi sebuah perahu.

Sembari mengawasi, kacung kita menyuruh pengawalnya untuk berkaok menanya ke perahu itu, "Orang-orang tawanan itu pria atau wanita?" tanya pengawal itu.

Mulanya masih terpisah jauh, tidak ada jawaban Pihak sana masih belum mendengarnya, Lewat sesaat atas pertanyaan beruIang-ulang, terdengarlah sahutan, "Ada pria dan wanita!"

Siau Po mengawasi terus perahu itu dan perahu itu pun semakin dekat, Di muka perahu itu tampak tiga atau empat orang wanita, satu diantaranya mirip Phui Ie. ia mulai mendapat harapan, maka terus mengawasi dengan tajam.

Dengan semakin mendekatnya perahu itu, para tawanan tampak semakin nyata dan akhirnya tampak nona Phui Ie. Maka bukan main girangnya hati kacung kita.

"Lekas! Lekas lagi percepat lajunya!" teriak Siau Po.

Ia memerintah sendiri tanpa menyuruh lagi pengawalnya.

Tiba-tiba perahu di depan itu oleng. Semua orang menjadi kaget bahkan ada yang menjerit Kiranya perahu itu kandas, membentur batu karang.

Justru itu terdengar teriakan suara nona di atas perahu itu. "Oh! Siau Po! Siau Po! Kaukah di sana?"

Bukan kepalang girangnya hati kacung kita, sampai dia lupa diri.

"Oh, kakak yang baik, inilah aku!" ia berteriak dengan jawabannya, "Kakak. Siau Po

di sini.!"

Nona itu berteriak pula, "Siau Po lekas tolong aku! Orang-orang ini telah menelikung aku! Lekas! Lekas!"

"Jangan takut, aku akan menolongmu!" teriak kacung kita, yang terus melompat ke sebuah perahu kecil seraya memerintahkan kepada anak buahnya.

"Lekas! Lekas!" perintahnya. Perahu itu ada empat orang anak buahnya. Mereka lantas mengerjakan pendayung mereka. Akan tetapi baru kendaraan bergerak seorang bertubuh kecil melompat ke perahu itu seraya berteriak.

"Siangkong...! Aku mau turut agar kau dapat memeriksa di sana!"

Siau Po merasa senang dan terharu karena mereka dapat mengatasi kejadian yang pahit ini dan khususnya terhadap nona Phui le yang ditawan dan dapat diselamatkan dengan baik.

Kiranya dialah Song Jie yang lincah dan cerdas.

Siau Po senang dan membiarkan si nona turut padanya.

"Song Jie tahukah kau siapakah nona di sana itu?" tanya Siau Po pada si nona kecil itu.

Song Jie tersenyum manis.

"Aku tahu." sahutnya, "ltulah istrimu yang pertama. Baru-baru ini aku pernah memanggilnya, tapi ia tak mau menjawab."

Siau Po tertawa.

"Hari itu dia lihat kau malu, "Kali ini kau memanggilnya, dia tentu akan menjawab." katanya.

Sementara itu perahu di depan itu masih saja oleng tak menentu, "Oh, Siau Po, benar-benar kau!" terdengar suara Phui Ie.

"Ya, aku." sahut Siau Po.

Segera kedua perahu itu saling mendekat satu dengan yang lainnya, Siau Po memerintahkan salah seorang pengawal nya, "Lekas merdekakan kaum nona itu!"

"Baik!" jawab orang yang diperintah itu yang lalu bertindak dengan cepat.

Tidak ayal lagi, Siau Po melompat ke perahu tawanan itu, ia tidak menghiraukan ketika ia meminta pengawalnya berhati-hati.

Phui Ie sendiri, lekas memperoleh kemerdekaan dan terus dia merentangkan kedua belah tangannya dan tak lama kemudian Siau Po sudah berada dalam rangkulannya.

"Oh kakak yang baik kau membuatku sangat kaget!" kata Siau Po.

Phui Ie pun membalas memeluk, sehingga keduanya saling berpelukan. Kali ini tubuh Siau Po merasa hangat Tadinya ia belum tahu apa arti cinta kasih. Sehabis perjalanan ke Inlam di mana ia dapat main gila dengan Kian Leng Kongcu, ia dapat merasakan Iain.

Tiba-tiba Siau Po merasa tubuhnya bergerak. Kacung itu tak menghiraukan itu bahkan hendak mencium nona Phui. Namun tiba-tiba ia terkejut karena mendengar berita beberapa anak buahnya, Maka ia lekas-lekas menolehkan kepalanya.

Apakah yang telah terjadi?

Seseorang dengan jangkar besar di tangannya telah menghajar anak buah perahu sehingga mereka tercebur ke laut Setelah itu jangkar ditangannya juga digunakan untuk menyerang perahu kecil itu sehingga karam.

Siau Po merasa heran. Dia mengenali penyerang itu sebagai salah seorang perwira Jiau Kie Eng, meskipun ia lupa namanya, Kejadian itu juga membuat para tentara yang ada di darat berteriak-teriak.

"Eh, apa yang kau lakukan?" tegur Siau Po pada perwira itu, sedangkan perahunya terus bergerak, hanyut mengikuti arus gelombang, "Apakah kau hendak memberontak?"

Selesai berkata, Siau Po membalikkan tubuhnya. Namun tiba-tiba ia merasa ada tangan yang kuat menyambar batang lehernya diiringi dengan terdengarnya suara yang merdu namun keras.

"Pek Liong Su, apakah kau baik-baik saja? Hari ini kau menyuruh orang menyerbu Sin Liong To, jasamu sungguh besar sekali!"

Siau Po terkejut setengah mati, Dia mengenali suaranya Hong hujin, itu berarti celaka, Dia segera meronta, tapi tidak dapat melepaskan diri. Hal ini disebabkan Pui le memeluknya erat-erat. Bahkan, setelah itu, dia merasa pinggangnya nyeri, Rupanya dia telah ditotok, entah oleh Pui le atau orang lainnya, Dia juga segera melihat seraut wajah garang, potongannya bulat dan montok. Iya... wajahnya Kho Cun Cia!

Peristiwa itu membuat Siau Po seakan tengah bermimpi Tapi dia segera ingat, karena itu dia berkata dalam hati.

Celaka! Kembali Pui le bermain gila terhadapku Dia langsung berteriak-teriak, "Mana orang? Lekas tolong aku!"

Ketika itu, Pui le sudah melepaskan rangkulannya. Dia bergeser ke samping membuat Siau Po jatuh duduk di lantai perahu, sementara perahu itu sendiri sudah mulai berlayar dengan cepat.

"Oh, langit bumi yang maha pengasih! Mudah-mudahan saja Sie Long dan Oey Hu dapat mencegat dan menolong aku. Semoga mereka tidak sembarangan melancarkan tembakan. " Ketika Siau Po sedang berdoa, suara berisik para tentara di daratan pun lenyap dengan cepat, Hal ini karena perahu melaju dengan cepat. Siau Po segera tahu bahwa dirinya berada di tengah laut yang luas dan tak ada sebuah perahu pun di sekitarnya.

Sembari duduk berdiam di atas lantai perahu, Siau Po memperhatikan beberapa orang perwira Jiau Kie Eng yang berada di antaranya, Mereka sedang tersenyum mengejek kepadanya, sekarang setelah perasaannya agak tenang, dia dapat melihat jelas wajah sekalian para serdadu itu. 

Dia mengenali salah satu yang berwajah jelek tak lain Kho Cun Cia yang wajahnya kurus ialah Liok Kho Hian. sedangkan yang ketiga berwajah panjang, dia tak lain Ay cun Cia.

Hatinya semakin heran.

Bukankah dua di antara mereka berada di kota Pe King, kota raja? Mengapa sekarang mereka bisa berada di Sin Liong To?

Dan ketika Siau Po melihat kepada seraut wajah yang cantik manis, dia segera mengenalinya sebagai Hong hujin, orang yang membekuknya dibantu Pui Ie, kekasihnya itu...

Nyonya Hong sendiri sedang mengawasi tawanannya sambil tersenyum simpul. Kemudian, sambil mencubit pipi Siau Po dan tertawa manis, dia berkata.

"Toutong tayjin, usiamu masih demikian muda, tapi kau sudah hebat sekali" Siau Po berusaha menguasai dirinya, Dia tertawa dan berkata.

"Kaucu dan hujin berbahagialah kalian dan panjang umurnya seperti usia langit! Kali ini bawahanmu bekerja kurang sempurna, sayang sekali dia tidak mempunyai daya apa-apa. "

"Sebaliknya, Toutong tayjin telah bekerja dengan sempurna sekali." kata Hong hujin sambil tertawa manis, "lya, tidak ada yang kurang sama sekali sehingga kaucu memujimu setinggi langit, Kau telah memimpin pasukan perang yang besar, Dengan meriam kau menghujani seluruh pulau Sin Liong to. Biasanya kaucu dapat meramalkan segala sesuatu dengan jitu sekali, tapi kali ini beliau gagal, terkaan beliau keliru, karena itulah beliau sangat takluk kepadamu."

Siau Po diam saja. Dia insyaf dirinya telah berada dalam genggaman lawan, sia-sia saja kalau dia melayani omongan orang, sekarang ini, yang paling penting dia harus berlaku tenang dan menggunakan otaknya. Barangkali dia bisa mendapat akal atau kesempatan untuk meloloskan diri. Tinggal tunggu waktu saja....

"Semoga kaucu dalam keadaan sehat dan berbahagia!" katanya sambil tertawa. "Sebenarnya, bawahanmu ini meninggalkan pulau kita, tapi senantiasa dia teringat  kepada kaucu dan hujin, Semoga semakin lama hujin menjadi semakin muda dan semakin cantik, supaya kaucu puas menemani hujin dan hujin berdua selamanya serta panjang umur!"

Traktiran: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan) ataupun bisa melalui via Trakteer yang ada dibawah

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar